Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

Perhitungan Lattice QCD pada Energi Ikat
Hadronik Λ̄

Nowo Riveli
0300020499

Universitas Indonesia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Fisika
Depok
2004

Perhitungan Lattice QCD pada Energi Ikat
Hadronik Λ̄

Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains

Nowo Riveli
0300020499


Universitas Indonesia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Fisika
Depok
2004

Halaman Persetujuan
Skripsi

:

Perhitungan Lattice QCD pada Energi Ikat B-Meson

Nama

:

Nowo Riveli

NPM


:

0300020499

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui
Depok, 20 Oktober 2004
Mengesahkan

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. LT Handoko

Dr. Terry Mart

Penguji I

Penguji II


Dr. Anto Sulaksono

Dr. M. Hikam
i

Kata Pengantar
Lattice QCD adalah suatu teknik yang menjanjikan sebagai alternatif bagi teori
QCD kontinu ketika tidak dapat digunakan untuk mempelajari massa quark.
Meskipun sampai saat ini wilayah penelitiannya cukup sempit, yaitu seputar Bmeson, lattice QCD tetap menarik dan mungkin bisa diaplikasikan secara lebih luas. Bidang ini menarik bagi penulis karena menyangkut dua bidang yang diminati
yaitu fisika partikel dan komputasi. Penulis pun memutuskan untuk mengambil
bidang ini sebagai topik tugas akhir.

Penulis mengucapkan terima kasih pada Pak L. T. Handoko selaku pembimbing, yang telah memperkenalkan topik ini pada penulis, dan membimbing penulis
terutama pada pemahaman-pemahaman teori dasar fisika partikel dan lattice. Terima kasih juga pada Pak Terry Mart dan Pak Anto Sulaksono, yang banyak mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada Pak Chairul Bachri dan Mas Suharyo, yang
bersedia menjadi teman diskusi via e-mail, dan sumber paper gratis bagi penulis.
Masih banyak pihak yang ingin kami ucapkan terima kasih, namun tidak dapat
disebutkan satu persatu.

Depok,


Nowo Riveli
ii

Abstract
We have used the simulation in Lattice QCD to calculate the binding energy of
hadron Λ̄. Hadronic binding energy Λ̄ are defined non-perturbatively trough the
Lattice HQET lagrangian. The simulation works in small lattice volume, due to
limited performance of the author’s computer. The result are included in this final
assignment, and on the next step will be used to gain the heavy quark mass by
matching with MS renormalisation.

Abstrak
Kami telah menghitung energi ikat hadronik menggunakan simulasi Lattice QCD
Λ̄. Energi ikat hadronik Λ̄ didefinisikan secara non-perturbatif dengan lagrangian
Lattice HQET. Simulasi dijalankan dengan volume lattice yang kecil, karena keterbatasan performa komputer yang digunakan. Hasil perhitungan dicantumkan di
tugas akhir ini, dan akan digunakan untuk mendapatkan massa quark berat melalui
matching dengan renormalisasi MS .

iii


Daftar Isi
Halaman Persetujuan

i

Kata Pengantar

ii

Abstrak

iii

Daftar Isi

iv

Daftar Gambar


v

Daftar Tabel

vi

1 Pendahuluan

1

2 Lattice QCD

5

2.1 Path Integral Mekanika Kuantum . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

5

2.2 Teori Medan Kuantum dengan Integral Fungsional . . . . . . . . . .


8

2.3 Diskritisasi Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

9

2.4 Medan Gauge dalam Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.5 Landau gauge fixing . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
2.6 Fermion pada Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
2.6.1

Variabel Grassmann . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

2.6.2

Aksi Fermionik pada Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

2.7 QCD pada Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
iv


3 Energi Ikat Hadronik dalam Lattice

18

3.1 Definisi Λ̄ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
3.2 Penentuan nilai residual mass δm . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
4 Implementasi Perhitungan Numerik dan Hasil Peritungan Λ̄

23

4.1 Metode Numerik : Integrasi Monte Carlo . . . . . . . . . . . . . . . 23
4.2 Parameter Simulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
4.3 Perhitungan δm . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
4.4 Perhitungan Λ̄ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
4.5 Perbandingan hasil Λ̄ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
5 Penutup

30

A Pemrograman


31

A.1 Membaca data archive konfigurasi gauge, dan menghitung propagator 31
A.2 Menghitung massa residu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
Bibliografi

45

v

Daftar Gambar
2.1 Interval waktu diskrit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

6

2.2 Lintasan suatu partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

7


2.3 Lattice 3 dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.4 Link antara x dan y

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12

2.5 Sebuah plaquette . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
4.1 Plot massa efektif yang berasal dari perhitungan propagator terimprove, untuk dua macam simulasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

vi

Daftar Tabel
4.1 Parameter simulasi yang dilakukan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
4.2 Λ̄ yang didapat di perhitungan sebelumnya . . . . . . . . . . . . . . 28

vii

Bab 1
Pendahuluan
QCD adalah teori yang menerangkan interaksi kuat, yaitu yang mempelajari dinamika quark. Teori ini adalah teori gauge dengan representasi grup SU(3), yang
memperkenalkan tiga macam coulor sebagai derajat kebabasan dari quark, dan

delapan vektor boson (yaitu gluon) yang diekspansikan dalam suatu basis dari
delapan matriks Gell-Mann.
quark : qif (x),

i = 1, 2, 3,

gluon : Aaµ (x),

a = 1, . . . , 8.

f = 1, . . . , Nf

(1.1)
(1.2)

i dan a adalah indeks untuk coulor, f adalah indeks flavour dari quark, yaitu u, d,
s,. . ., Nf , dan µ adalah indeks Lorentz menggambarkan arah vektor ruang-waktu.

QCD mempunyai sifat yang disebut asymtotic freedom. Yaitu konstanta kopling dari interaksi bergantung pada skala energi yang digunakan dalam eksperimen. Hubungan konstanta kopling running dengan skala energi ditentukan dengan
menggunakan persamaan grup renormalisasi, yang menghasilkan
2
gQCD
(Q2 ) =

1
+ ...
β0 log(Q2 /Λ2)

dengan Λ atau sering ditulis ΛQCD ≈ 1 GeV, dan β0 ≥ 0.

1

(1.3)

Penyelesaian analitis yang mungkin untuk menghitung suatu besaran berdasarkan
QCD adalah dengan metode perturbasi, dengan ekspansi terhadap kopling g. Dari
persamaan konstanta running di atas, tampak bahwa nilai konstanta running g
akan berkurang menurut kenaikan energi. Pada skala energi tinggi, nilai g yang
kecil memungkinkan teori QCD dikerjakan dengan metode perturbasi. Akan tetapi
meskipun dapat diekspansi tidak semua bessaran dapat diselesaikan dengan perturbasi, contohnya adalah massa quark berat (dijelaskan di bab.3). Pada saat
teori perturbasi tidak dapat digunakan, maka dibutuhkan suatu teori yang dapat
menghitung suatu besaran melalui first principal, yaitu tanpa melakukan ekspansi
teori, salah satu alternatif adalah dengan lattice QCD.

Ide dasar lattice QCD adalah menyusun teori QCD dalam suatu ruang waktu
yang diskrit, sehingga dimungkinkan perhitungan secara numerik. Penyusunan
formulasi lattice diawali dengan representasi path integral [1] dari suatu besaran
fisis. Representasi path integral akan menghasilkan besaran tersebut dalam bentuk integrasi fungsional. Lattice adalah suatu bentuk regularisasi dari integral
fungsional ini, dengan jarak kisi a sebagai regulator. Dalam teori QCD kontinu
faktor regulator adalah massa kopling µ. Salah satu tahap perhitungan lattice
adalah menyesuaikan hasil kalkulasi dengan data eksperimen, untuk hal ini perlu
dilakukan perbandingan antara a dan µ.

Integrasi multidimensi pada integrasi fungsional disimulasikan dalam komputer
dengan algoritma Monte Carlo. Ukuran kisi lattice biasanya terdiri dari 48 kisi
temporal dan 24 kisi spasial. Karena itu dimensi integrasi adalah 48 × 323 =
663552, yang merupakan integral yang sangat besar. Pusat-pusat penelitian simulasi lattice di dunia menggunakan sarana komputasi pararel untuk mendapatkan
performa komputer yang sesuai dengan kebutuhan simulasi yang besar tersebut.
Pada tugas akhir ini yang dilakukan penulis adalah mencoba memanfaatkan sarana

2

yang sederhana untuk melakukan simulasi lattice ini. Hal ini pernah digagas oleh
G. P. Lepage[2]. Simulasi dicoba dilakukan dalam PC (RAM 256 Mb, processor
1,7 GHz), juga dalam komputer alpha dengan Xeon dual prosessor (RAM 1 Gb)
yang terdapat dalam departemen tempat penulis mengambil studinya.

QCD adalah bagian dari Standard Model yang mencakup semua interaksi dasar
di dunia ini (kecuali gravitasi), penelitian untuk mencari massa quark sangatlah
penting dalam rangka melengkapi teori tersebut, terutama dalam melengkapi elemen matriks CKM. Berdasarkan massanya quark dibagi menjadi quark-ringan,
dengan massa yang lebih kecil dari ΛQCD (quark u, d, dan s), dan quark-berat (b,
t).

Tujuan tugas akhir ini adalah untuk menghitung energi ikat hadronik, sebagai
langkah awal untuk mendapatkan massa quark. Dalam hadron yang mengandung
quark berat, didefinisikan suatu besaran energi ikat, yang merupakan selisih massa
hadron dengan massa quark berat. Massa hadron dapat diperoleh dalam eksperimen, akan tetapi tidak demikian dengan massa quark, karena quark tidak pernah
ditemukan dalam keadaan bebas. Tugas akhir ini menghitung nilai energi ikat
Λ̄ dengan lattice QCD. Untuk mendapatkan massa quark, energi ikat, harus dilakukan matching dengan suatu skema renormalisai. Hal tersebut tidak dilakukan
disini, jadi tugas akhir ini hanya terfokus pada perhitungan Λ̄, karena kami hanya
menitikberatkan penggunaan teori lattice QCD dalam menghitung suatu besaran.

Penelitian untuk menghitung besaran yang sama pernah dilakukan sebelumnya
juga dengan lattice QCD[3,4]. Nantinya akan dibandingkan hasil yang didapat di
tugas akhir ini dengan hasil yang lain. Motivasi pengerjaan tugas akhir ini adalah
mencoba melakukan perhitungan lattice QCD, dengan tingkat akurasi yang semaksimal mungkin. Perbandingan hasil perhitungan dengan hasil yang didapat

3

sebelumnya akan dijadikan acuan dalam menentukan apakah teori lattice QCD
benar-benar dapat digunakan untuk menghitung suatu besaran dalam QCD, dan
apakah simulasi yang dilakukan penulis dilakukan dengan benar dan dapat diterima.

Berikut adalah sistematika penulisan dalam tugas akhir ini,
• penjelasan teori lattice QCD di bab 2,
• penjelasan tentang permasalahan massa quark berat, dan definisi energi ikat
hadronik, di bab 3,
• prinsip perhitungan numerik dan hasil yang didapat di bab 4,
• penutup berupa kesimpulan dan saran di bab 5.

4

Bab 2
Lattice QCD
Sebelum masuk ke masalah utama yaitu defini energi ikat hadronik Λ̄, di bab ini
akan dijabarkan terlebih dahulu teori lattice QCD. Isi sub-bab ini menggunakan
buku dari H. J. Rothe[5] dan beberapa lecture note[6,7] sebagai referensi.
Lattice QCD adalah suatu teknik non-perturbativ yang menempatkan elemenelemen QCD dalam ruang-waktu yang diskrit. Untuk itu dibuat representasi quark
dan gluon dalam dunia yang diskrit tersebut. Formulasi yang diskrit sangat mudah
didapatkan dari formulasi path integral untuk mekanika kuantum yang diusulkan
Feynman. Selanjutnya dalam bab ini akan dibahas formulasi path integral, dan
formulasi QCD dalam kisi ruang-waktu diskrit, yang pertama kali disusun oleh K.
Wilson di tahun 1974 [8].

2.1

Path Integral Mekanika Kuantum

Seperti pada kebanyakan referensi mengenai lattice QCD, path integral akan terlebih dahulu dijelaskan untuk kasus mekanika kuantum, dalam ruang satu dimensi.

5

Gambar 2.1: Interval waktu diskrit

Dengan hamiltonian yang berbentuk
H=

p2
+ V (x) ≡ H0 + V,
2m

(2.1)

amplitudo transisi adalah


hx′ , t′ |x, ti = hx′ |e−iH(t −t) |xi
Z
=
dx1 hx′ |e−iH(T −∆t) |x1 ihx1 |e−iH∆t |xi
yang didapat setelah memasukkan ∆t = (t1 − t) ,T = (t′ − t), dan
Z
1 = dx1 |x1 ihx1 |.

(2.2)
(2.3)

(2.4)

Membagi T menjadi n bagian yang sama, T = n∆t, seperti pada gb.2.1, kita akan
dapatkan
hx′ , t′ |x, ti =
Z
dx1 . . . dxn−1 hx′ |e−iH∆t |xn−1 ihxn−1 |e−iH∆t |xn−2 i . . . hx1 |e−iH∆t |xi. (2.5)
Untuk n yang besar, ∆t menjadi kecil. Selanjutnya dengan menggunakan transformasi Fourier, untuk semua matrix elemen, amplitudo akan menjadi
hx′ |e−iHT |xi =

 
2

m xk+1 − xk
∆t
− V (xk ) . (2.6)
 dx1 . . . dxn−1 exp i
2πi∆t n/2
2
∆t
k=0
1

m

n−1
X

6

Gambar 2.2: Lintasan suatu partikel

Pada limit n → ∞ kita akan mendapatkan eksponensial persamaan di atas menjadi
bentuk aksi klasik
 
2

m xk+1 − xk
∆t
− V (xk )
2
∆t
k=0
 Z T
Z T   2
m dx
− V (x) =
dtL(ẋ, x) ≡ S (2.7)
−→
dt
2 dt
0
0

n−1
X

untuk lintasan x(t) dari x ke x′ dengan xk = x(k∆t), digambarkan di gb.2.2

Integrasi terhadap xk dinterprestasikan sebagai integrasi terhadap seluruh kemungkinan lintasan x(t) yang dapat dibentuk. Untuk itu kita gunakan notasi


m
2πi∆t

n/2

dx1 . . . dxn−1 → const.

Y
t

dx(t) ≡ Dx

(2.8)

sehingga kita dapatkan formulasi path integral untuk amplitudo mekanika kuantum satu dimensi


−iHT

hx |e

|xi =
7

Z

DxeiS

(2.9)

2.2

Teori Medan Kuantum dengan Integral Fungsional

Formulasi path integral untuk mekanika kuantum di atas selanjutnya akan digunakan untuk menentukan formulasi path integral untuk teori medan kuantum.
Pada teori medan besaran yang sangat penting adalah vacuum expectation value,
yaitu fungsi Green
h0|φ(x1 )φ(x2 ) . . . φ(xn )|0i,

t1 > t2 > · · · > tn

(2.10)

dari medan skalar φ(~x, t) dalam ruang-waktu 4-vector.

Sebelum membahas fungsi Green lebih jauh, kita akan mentranslasikan konsepkonsep di mekanika kuantum ke teori medan berdasarkan analogi. Dalam teori
medan, medan skalar menggambarkan partikel itu sendiri, sehingga xi (t) di mekanika kuantum menjadi φ(~x, t), translasi selanjutnya adalah
xi ←→ φ(~x, t)
Y
t,i

S

i ←→ ~x
Y
dxi (t) ←→
dφ(~x, t) ≡ Dφ

Z

t,~
x

dtL ←→ S =

Z

dtd3 xL,

L adalah densitas lagrangian yang digunakan dalam teori medan.
Dengan menganalogikan pada kasus mekanika kuantum, kita dapatkan formulasi
fungsi Green, dengan ekspresi yang sering dikenal sebagai integral fungsional:
Z
1
Dφφ(x1 )φ(x2 ) . . . φ(xn )eiS
(2.11)
h0|φ(x1 )φ(x2 ) . . . φ(xn )|0i =
Z
dengan
Z=

Z

DφeiS .
8

(2.12)

Eksponensial imajiner pada intgrasi di atas menimbulkan masalah konvergensi
karena fungsi integral akan berosilasi. Hal ini diatasi dengan mentransformasikan
waktu real (ruang Wincowsky) ke waktu imajiner (ruang Euclid), dengan rotasi
Wick, yaitu
t = −iτ.

(2.13)

Fungsi Green setelah rotasi Wick akan memiliki eksponensial yang positif
Z
1
GE (x1 , . . . , xn ) =
Dφφ(x1 ) . . . φ(xn )e−SE
(2.14)
Z
dengan
Z=

Z

DφeiSE .

(2.15)

Besaran dalam ruang Euclid ini yang akan digunakan dalam setiap perhitungan
integal fungsional fungsi medan, yang dihasilkan dari formulasi path integral.

2.3

Diskritisasi Lattice

Setelah mendapatkan formulasi path integral untuk teori medan, yang berbentuk
integral fungsional, langkah selanjtnya dalam lattice QCD adalah mendiskritkannya. Ruang-waktu 4 dimensi didiskritkan dengan membentuk lattice hiperkubik,
sehingga posisi ruang-waktu terlokalisasi hanya di titik-titik pada lattice,
xµ = anµ ,

(2.16)

lihat gb.2.3.
Derivatif diganti dengan selisih hingga, integral diganti dengan sumasi,
1
dµ φ −→ ∆µ φ(x) ≡ (φ(x + aµ̂) − φ(x)),
a
Z
X
d4 x −→
a4 .
x

9

(2.17)
(2.18)

Gambar 2.3: Lattice 3 dimensi

Diskritisasi ruang-waktu menghasilkan konsekuensi adanya regularisasi dari integral fungsional, dengan jarak lattice a sebagai regulator. Hal ini dapat dilihat
dengan melakukan transformasi Fourier medan skalar ke ruang momentum
φ̃(p) =

X

a4 e−ipx φ(x).

(2.19)

x

Fungsi yang telah di transformasi Fourier-kan adalah fungsi yang periodik dalam
ruang momentum, sehingga kita bisa dapatkan

pµ ∼
= pµ +
a
Transformsi Fourier invers akan menghasilkan
Z π/a
d4 ipx
φ(x) =
e φ̃(p)
4
−π/a (2π)

(2.20)

(2.21)

dan kita dapatkan suatu nilai cutoff ultraviolet
|pµ | ≤

π
.
a

(2.22)

Jadi dapat terlihat bahwa teori medan dalam ruang-waktu yang diskrit, yaitu lattice, pada dasarnya telah teregularisasi.

10

Formulasi dalam dunia yang diskrit harus dapat kembali ke dunia kontinu dengan bentuk yang sama. Hal ini menjadi syarat yang harus selalu dipenuhi dalam
membuat formulasi diskrit, yang bisa non-trivial.

2.4

Medan Gauge dalam Lattice

Dalam teori medan, berlaku invariansi lagrangian terhadap transformasi gauge,
yaitu
φ(x) → Λ(x)φ(x),

Λ(x) ∈ SU(N)

(2.23)

dalam QCD transformasi dilakukan dengan grup SU(3). Derivatif dalam lagrangian
harus diubah menjadi derivatif kovarian, yaitu
Dµ φ(x) = (δµ − ig0 Aaµ (x)Ta )φ(x),

(2.24)

dimana T a adalah generator grup, yang untuk grup SU(3) adalah delapan matriks
Gell-Mann, Aaµ (x) adalah medan gauge. Derivatif kovarian ini invarian terhadap
transformasi gauge
Dµ φ(x) → Λ(x)Dµ φ(x).

(2.25)

Besaran yang merupakan produk dari medan-medan di titik yang berbeda dalam
latice, tidak invarian. Untuk itu kita membutuhkan suatu matriks U(x, y) ∈
SU(N) yang bertransformasi menurut U(x, y) → Λ(x)U(x, y)Λ−1(y), sehingga
φ(x)U(x, y)φ(y) akan invarian. Matriks U tersebut dapat dibuat dari suatu lintasan dari titik x hingga y, sehingga dia adalah integral lintasan dari medan gauge
Aaµ
U(x, y; C) ≡ P exp ig0

Z

x

y

Aaµ (z)Ta dz µ ,

(2.26)

U pada definisi di atas bertransformasi sesuai yang dibutuhkan, sehingga produk
dari dua medan di titik yang berbeda dapat invarian. U sering disebut dengan parallel transporter. Selanjutnya dalam lattice medan gauge akan direpresentasikan
11

Gambar 2.4: Link antara x dan y

Gambar 2.5: Sebuah plaquette

dalam besaran ini.

Di dalam lattice parallel transporter adalah lintasan penghubung dua titik terdekat, disebut dengan link variables Link ini menggantikan medan gauge Aaµ untuk
setiap formulasi dalam lattice. Link bertransformasi sama seperti transformasi
parallel transporter di atas. Produk dari beberapa link, dalam lintasan tertutup,
akan invarian, besaran yang paling mendasar adalah plaquette yaitu loop terkecil
yang dibentuk empat buah link, seperti di gambar
Pµν ≡ Uµ (x)Uν (x + ab
µ)U−µ (x + ab
µ + ab
ν )U−ν (x + ab
ν)

(2.27)

Plaquette ini digunakan oleh Wilson[8] untuk menyusun aksi Yang-Mills pada

12

lattice,
SEgauge


X
1
≡β
1 − Re tr Pµν (x) ,
3
x,µ,ν

(2.28)

Aksi yang diusulkan Wilson ini invarian dan real, dan pada limit kontinu akan
membentuk aksi Yang-Mills kontinu.

2.5

Landau gauge fixing

Medan gauge dalam lattice memiliki simetri dalam transformasi yang telah dijelaskan di sub-bab sebelumnya. Sebuah medan yang merupakan hasil transformasi
tersebut dari medan lain, akan memiliki arti fisis yang sama. Sekumpulan medan
yang terhubung oleh transformasi tersebut, sehingga memiliki sifat fisis yang sama,
disebut orbit gauge. Identifikasi dari sebuah medan untuk setiap orbit gauge disebut dengan gauge fixing.

Salah satu metode gauge fixing yang sering digunakan adalah gauge Landau.
Dalam dunia kontinu, gauge Landau didefinisikan sebagai
∂ − µAµ = 0.

(2.29)

Kondisi ini menunjukkan suatu konfigurasi hyperplane
Γ ≡ {A :

∂ · A = 0}.

(2.30)

Hyperplane di atas memiliki lebih dari satu gauge orbit. Selanjutnya ditentukan
suatu wilayah dalam hyperplane tersebut, yaitu Λ ⊂ Γ, yang merupakan sekumpulan nilai minimum dari fungsional
Z
X
FA [g] = d4 x
Tr[Agµ (x)Agµ (x)],
µ

g adalah suatu transformasi SU(3).

13

(2.31)

Di dalam lattice gauge Landau didapatkan dengan memaksimalkan fungsional
FI [g] = CF

X

Re{Tr[g(x)Uµ (x)g † (x + µ̂)]}

(2.32)

x,µ

dimana
CF =

1
Ndim Nc V

(2.33)

adalah konstanta renormalisasi, Ndim adalah dimensi ruang-waktu, Nc adalah dimensi grup gauge, dan V volume lattice. Seperti hanya pada dunia kontinu, konfigurasi yang memaksimalkan fungsional di pers() membentuk suatu wilayah Λ
yang memenuhi
Γ ≡ {U :

∂ · A(U) = 0}.

(2.34)

Untuk mendapatkan nilai yang memiliki akurasi statistik yang baik, gauge fixing harus digunakan dalam simulasi lattice.

2.6

Fermion pada Lattice

Setelah melihat bahwa medan gauge digambarkan sebagai link dalam lattice, selanjutnya akan dibahas representasi fermion pada ruang-waktu diskrit.

2.6.1

Variabel Grassmann

Karena memenuhi statistik Dirac, fermion adalah variabel yang bersifat antikomut, sehingga termasuk dalam variabel Grassmann. Untuk itu operasi pada
fermion memenuhi operasi aljabar varaiabel Grassmann, atau aljabar Grassmann.

14

Beberapa aturan dalam aljabar Grassmann yang berlaku pada adalah
{ηi , ηj } = 0

(2.35)

{ηi , η̄j } = 0

(2.36)

{η̄i , η̄j } = 0.

(2.37)

Formulasi path integral dengan integrasi terhadap fermion dituliskan sebagai berikut,
Z
1
h0|A|0i =
DψD ψ̄Ae−SF ,
(2.38)
Z
dengan SF adalah aksi fermionik. Untuk medan Dirac bebas aksi fermionik adalah
Z
SF = d4 xψ̄(x)(γµ δ µ + m)ψ(x).
(2.39)
Dengan memanfaatkan integrasi Grassmann integral fungsional daiatas dapat diselesaikan dengan sederhana, dan menghasilkan
Z
R 4
DψD ψ̄e d xΨ̄(x)QΨ(x) = det Q

(2.40)

ini yang dikenal dengan determinan fermionik.

2.6.2

Aksi Fermionik pada Lattice

Aksi fermionik pada pers.(2.33) bila didiskritkan secara naif akan menjadi
SF =

1 XX
ψ̄(x)(γµ ∆µ + m)ψ(x) + h.c
2 x µ

(2.41)

Dengan aksi diskrit tersebut akan didapatkan propagator dengan bentuk
−iσµ γµ sin kµ + m
¯
∆(k)
=
σµ sin kµ2 + m2

(2.42)

yang memiliki 16 buah pole akibat sifat periodik pada penyebut. Hal ini tidak
sesuai dengan propagator pada limit kontinu yang mempunyai 1 buah pole, permasalahan ini disebut dengan fermion doubling. Untuk mengatasinya diperlukan
15

modifikasi pada aksi fermionik, yang dapat menghilangkan efek fermion doubling
ini.

Modifikasi pertama dilakukan oleh Wilson yang menambahkan suku Wilson
pada aksi di atas,
−a5

rX
1
q̄(x) 2 [Uµ (x)q(x + ab
µ) − 2q(x) + U−µ (x)q(x − ab
µ)]
2 x,µ
a

(2.43)

dengan 0 < r ≤ 1. Dengan penambahan suku ini, massa fermion akan divergen bila a mendekati nol, dan fermion doubling tidak lagi ditemui. Akan tetapi,
aksi ini melanggar simetri chiral, sehingga tidak digunakan pada permasalahanpermasalahan yang melibatkan simetri chiral. Alternatif lain meodifikasi aksi untuk menghilangkan fermion doubling adalah aksi staggered. Dengan aksi ini,
setiap komponen fermion didistribusikan pada titik lattice yang berbeda, hal ini
akan menghasilkan 4 pole propagator dibanding dengan 16 yang ditemukan di aksi biasa. Pole tersebut dapat mewakili sebuah fermion, karena adalah komponen
yan tersebar dari sebuah fermion. Formulasi aksi staggered cukup rumit, sehinga
tidak dibahas lebih lanjut, selanjutnya dalam perhitungan tugas akhir ini, yang
digunakan adalah aksi Wilson.

2.7

QCD pada Lattice

QCD dirumuskan dalam lattice dengan menuliskan aksi total yang melibatkan aksi
fermionik SF dan aksi gauge SG
S = SF + SG .

(2.44)

Sifat antikomutatif dari fermion tidak dapat diperhitungkan dalam perhitungan
komputer, sehingga integrasi fermionik dihitung dalam ekspresi seperti di pers.(2.34),

16

dan kita bekerja pada aksi efektif yang hanya melibatkan aksi bosonik
e−Sef f (U ) ≡ e−SG (U )  det Q(U).

(2.45)

Perhitungan detQ biasanya sangat besar, sehingga dalam lattice biasa dilakukan
pendekatan quenched, yang menjadikan Q sebagai konstanta.

Secara garis besar pada bab ini telah dijabarkan formulasi QCD pada lattice,
dengan titik awal formulasi path integral. Di bab ini dapat disimpulkan perhitungan suatu observable pada lattice dilakukan dengan integrasi fungsional, yaitu
Z Y
1
dUAe−SW
(2.46)
hAi =
Z
dengan aksi yang telah didefinisikan. Permasalahan selanjutnya adalah metode
numerik yang digunakan dalam perhitungan integral fungsional tersebut. Hal ini
akan dijabarkan di bab 4, sebelumnya di bab 3 akan dijabarkan besaran yang dihitung dalam tugas akhir ini yaitu energi ikat hadronik.

17

Bab 3
Energi Ikat Hadronik dalam
Lattice
Massa quark berat pada prinsipnya dapat diperoleh dari lagrangian QCD, karena menurut sifat asymtotic freedom, massa quark berat memiliki konstanta kopling yang kecil, sehingga dapat dilakukan teknik perturbasi. Akan tetapi, untuk
mengekstrak massa quark dari lagrangian QCD, terdapat suku-suku yang melibatkan propagator gluon, yang mengakibatkan divergensi. Karena itu disusun suatu teori khusus untuk quark berat yaitu Heavy Quark Effective Theory (HQET).
Dalam teori ini, operator-operator dalam QCD diekspansikan dalam suku-suku
operator-operator HQET
O QCD =

X Cn,α (mQ /µ)
n,α

mnQ

HQET
On,α
(µ),

(3.1)

mQ adalah massa quark berat dan µ adalah skala renormalisasi. Tampak bahwa
besaran fisis dalam HQET dipelajari sebagai ekspansi terhadap invers dari massa
quark mQ .

Untuk menghilangkan suku-suku divergen dalam ekspansi di pers.(3.1), atau
disebut sebagai singularitas renormalon, maka harus dibuat suatu definisi baru
HQET
untuk operator-operator On,α
, agar HQET bisa dikerjakan tidak hanya pada

18

suku-suku awal, dan koefisien fungsi Cn,α dapat dihitung dengan teori perturbasi.
Singularitas renormalon dalam ekspansi di atas dapat dihilangkan dengan renomalisasi berupa hard ultra-violet cut-off Λ. Namun dengan adanya hard cut-off Λ,
besaran dalam HQET akan divergen menurut pangkat dari Λ, sehingga walaupun
singularitas renormalon pada walnya telah dihilangkan, muncul lagi divergensi
baru dari hard cut-off Λ.

Karena dua permasalahan quark berat di atas, yaitu singularitas renormalon
dan divergensi pangkat, diusulkan suatu definisi non-perturbativ dari operatorHQET
operator On,α
, sehingga bebas dari dua permasalahan di atas[9]. Dengan defin-

isi yang bebas dari singularitas renormalon dan divergensi pangkat, akan dapat diekstrak suatu besaran yang memiliki makna fisis, dalam arti suatu besaran
yang independen terhadap skala renormalisasi, juga metode yang digunakan dalam
meregularisasi divergensi ultra-violet.

Dalam definisi non-pertrurbativ ini, parameter massa yang digunakan dalam
ekspansi dipilih berupa suatu ”massa pole yang disubtraksi”, msQ , dimana ambiguitas renormalon telah di subtraksi secara non-perturbativ. Untuk setiap hadron
yang mengandung quark berat didefinisikan parameter Λ̄ ≡ mH −msQ , dimana mH
adalah massa hadron.

3.1

Definisi Λ̄

Di sub-bab ini akan dibahas usulan definisi Λ̄ menurut paper dari G. Martinelli
dan C. T. Sachradja[9]. Untuk mendapatkan definisi yang non-perturbatif dari Λ̄,
kita gunakan lagrangian HQET dalam formulasi lattice,
L=


1
h̄(x)D4 h(x) + δmh̄(x)h(x) .
1 + aδm
19

(3.2)

Pandang suatu fungsi korelasi
C(t) =

X
~
x

h0|J(~x, t)J † (~0, 0)|0i,

(3.3)

Untuk waktu t yang cukup besar,
C(t) → Z 2 exp(−Et)

(3.4)

dimana Z adalah konstan.

Eksponen E sebanding dengan Λ̄ menurut definisi yang diusulkan di ref.[10],
yaitu
Λ̄ =

−∂h0|H̄Γq|Mi
h0|H̄Γq|Mi

(3.5)

E bukanlah suatu besaran fisis karena menghasilkan divergensi pada perhitungan
perturbasi, karena itu Λ̄ juga tidak mempunyai makna fisis. Divergensi tersebut
kemudian disubtraksi dengan menambahkan suatu residual mass (massa residu)
δmh̄h pada lagrangian pers.(3.2).

Massa residu pada lagrangian di atas dapat dipilih dalam beberapa cara. Salah
satu kemungkinan adalah dengan mempelajari sifat propagator quark pada waktu
yang besar, pada suatu fixed gauge,


ln(1 + aδm)
Tr (S(~x, T + a))
1
−δm ≡
,
= lim ln
t→∞ a
a
Tr (S(~x, t))

(3.6)

dengan asumsi rasio di atas memiliki nilai pada limit t yang besar. Persamaan di
atas bisa digambarkan sebagai kondisi dimana propagator quark pada waktu yang
besar tidak mempunyai perubahan yang eksponensial.

Maka untuk menghitung Λ̄ bisa disimpulkan langkah-langkah sebagai berikut,
i.) Hitung massa residu δm, menurut definisi pers.(3.6). Besaran ini yang dihitung dalam tugas akhir ini, dan penjelasannya dijabarkan di sub-bab 3.2.
20

ii.) Dapatkan nilai E. Kami akan menggunakan hasil perhitungan yang telah
dilakukan oleh kolaborasi APE[11] di tahun 1995.
iii.) Definisi fisis Λ̄ adalah
Λ̄ ≡ E − δm,

(3.7)

dan massa pole quark yang tersubstraksi yang berkorespodensi dengan persamaan di atas adalah
mb ≡ mb − E + δm.

3.2

(3.8)

Penentuan nilai residual mass δm

Seperti telah didefinisikan sebelumnya, untuk mendapatkan nilai δm harus dilakukan perhitungan terhadap propagator quark. Pada intinya, tugas akhir ini
berpusat pada perhitungan propagator quark. Bentuk propagator yang mungkin
adalah
S(x|0) = δ(x)θ(x4 )P(x4 |0),

(3.9)

dimana P(x4 |y 4) adalah path ordered lattice yang sring disebut ”P-line”,
 4 4
x −y
a
Y
4 4
P(x |y ) =
U † (x, x4 − na),
x4 > y 4,
(3.10)
n=1

dimana P(x4 |y 4) = 1 untuk x4 = y 4 . Menurut ref.[3], diperlukan definisi propagator yang diimproved yaitu dengan
"

 x4 −y4 +1 #
1
PxI (x4 |y 4 = 1 −
Px (x4 |y 4).
3

(3.11)

Untuk mengurangi kesalahan statistik, propagator dihitung dalam suatu fixed
gauge, yaitu gauge Landau, dengan persamaan

1 X 
hTr P(x4 = t|0) i,
SH (t) =
3V x
21

(3.12)

dimana V adalah volume spasial dari lattice.

Untuk menentukan nilai δm kita harus menghitung massa efektif yang didefinisikan dengan




SH (t + a)
aδm(t) = − ln
.
SH (t)

(3.13)

Setelah mendapatkan massa efektif untuk beberapa nilai t, selanjutnya digunakan hasil perhitungan perturbasi 1-loop[9] untuk difitkan terhadap δm, yaitu
aδ m̄(t) = aδm + γ ln

22

t+a
.
t

(3.14)

Bab 4
Implementasi Perhitungan
Numerik dan Hasil Peritungan Λ̄
4.1

Metode Numerik : Integrasi Monte Carlo

Untuk menghitung path integral dari besaran hΓ[x]i, kita akan menggunakan prinsip integrasi Monte Carlo. Representasi path integral dari hΓ[x]i adalah
R
DxΓ[x]e−S[x]
hΓ[x]i = R
,
Dxe−S[x]

(4.1)

persamaan di atas adalah suatu rata-rata berbobot (weighted average) dari seluruh
knfigurasi lintasan x yang mungkin, dengan berat exp(−S[x]). Dengan membangkitkan konfigurasi lintasan yang acak
xα ≡ xα0 xα1 . . . xαN −1

α = 1, 2, . . . , Ncf

(4.2)

dengan suatu cara sedemikian hingga tiap konfigurasi mempunyai probabilitas
P [xα ] ∝ e−S[x

α]

(4.3)

maka nilai rata-rata Γ[x] tidak berbobot mendekati nilai rata-rata berbobot dari
lintasan ynag terdistribusi secara uniform
Ncf
1 X α
Γ[x ].
hΓ[x]i ≈ Γ̄ ≡
Ncf α=1

23

(4.4)

Γ̄ adalah estimasi Monte Carlo untuk besaran path integral hΓ[x]i yang dihitung
dalam lattice.
Nilai kesalahan dari estimasi Monte Carlo didapatkan dari nilai varian yaitu


Ncf


1 X 2 (α)
1
2
2
(4.5)
Γ [x ] − Γ̄ .
σΓ̄ =

Ncf  Ncf α=1
Seperti yang telah dijelaskan, besaran pokok yang dihitung dalam lattice pada tugas akhir ini adalah nilai propagator sebagai fungsi waktu, yaitu pada persamaan,
S(x|0) = δ(x)θ(x4 )P(x4 |0),

(4.6)

Propagator pada fungsi di atas adalah fungsi dari konfigurasi link U dalam lattice. Berdasarkan prinsip integrasi Monte Carlo, kita akan membentuk konfigurasikonfigurasi U, lalu menghitung besar propagator untuk setiap konfigurasi, lalu
mencari rata-ratanya.

4.2

Parameter Simulasi

Penyusunan tiap konfigurasi acak U harus memenuhi pers.(4.2), untuk itu tiap
konfigurasi dibangkitkan dengan algoritma tertentu yang dapat memenuhi kondisi
tersebut. Metode yang biasa digunakan adalah algoritma Metropolis dan algoritma heat-bath. Pembentukan sebuah konfigurasi membutuhkan waktu perhitungan komputer yang cukup lama, sedangkan untuk mendapatkan nilai estimasi
Monte Carlo dibutuhkan jumlah konfigurasi yang tidak sedikit. Penulis pernah
mencoba membentuk konfigurai dengan algoritma Metropolis, tetapi tidak dapat
diselesaikan karena masalah waktu, karena itu dalam tugas akhir ini digunakan
konfigurasi yang telah tersedia dan dapat diakses secara umum dari The Gauge
24

Tabel 4.1: Parameter simulasi yang dilakukan
simulasi

volume

β

jumlah konfigurasi

set A

163 × 32 6.0

50

set B

163 × 32 5.8

50

Connection[12]. Konfigurasi yang diperoleh dari situs tersebut dibangun dengan
menggunakan suatu algoritma tertentu yaitu algoritma heat-bath.

Dalam perhitungan yang dilakukan, penulis menggunakan dua macam susunan
konfigurasi, yaitu setA dan setB, masing-masing dengan parameter-parameter
sebagai berikut,
Nilai kesalahan statistik adalah σ dalam pers.(4.5).

4.3

Perhitungan δm

Sebagai langkah awal dilakukan perhitungan propagator yang quark diimprove
seperti yang didefinisikan di pers.(3.9) hingga (3.11). Perhitungan dilakukan dengan dua macam parameter simulai pada tabel.4.1, setelah itu nilai residual mass didapat dari hubungan di pers.(3.13). Berdasarkan perhitungan perturbasi 1-loop[9],
δ m̄ di fit dengan fungsi
aδ m̄(t) = aδ m̄ + γ ln



t+a
t



,

(4.7)

dimana γ dan δ m̄ adalah parameter-parameter fitting yang bebas. gb.1 menunjukkan hasil plot dan fitting fungsi pers.(4.7) untuk dua macam simulasi.
Nilai δ m̄ yang didapat adalah sebagai berikut
aδm = 0.36 ± 0.02 ± 0.01 pada β = 6.0

(4.8)

aδm = 0.39 ± 0.02 ± 0.01 pada β = 5.8

(4.9)

25

a δm(t)
0.8
β = 6.0: δm = 0.36(2)
β = 5.8: δm = 0.39(2)

0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0

10

5

15

t/a
Gambar 4.1: Plot massa efektif yang berasal dari perhitungan propagator terimprove, untuk dua macam simulasi.

26

Nilai kesalahan statistik yang digunakan adalah kesalahan dari estimasi Monte
Carlo yaitu akar dari pers.(4.5). Sedangkan untuk kesalahan sistematis di ambil
kesalahan dari pendekatan fitting fungsi yang digunakan.
Seperti yang dikatakan, kami akan menggunakan E dari hasil kolaborasi APE.
Akan tetapi masing-masing δm di atas harus berkorespodensi dengan nilai E yang
dihitung dengan konfigurasi yang sama. Kolaborasi APE tidak melakukan perhitungan E pada konfigurasi β = 5.8, karena itu kami hanya menggunakan nilai δm
pada β = 6.0 (pers.(4.8)).
Dengan melihat kecenderungan plot δ m̄ yang mirip, dan nilai δm yang cukup
dekat, kami berkesimpulan bahwa nilai δm independen terhadap parameter simulasi yang digunakan. Sehingga penggunaan nilai δm hanya dari sebuah konfigurasi
dapat dilakukan.

4.4

Perhitungan Λ̄

Untuk mendapatkan nilai Λ̄ kita gunakan
• δ m̄ dari pers.(4.8);
• nilai E dari kolaborasi APE[11], yaitu
aE = 0.52 ± 0.01

(4.10)

• nilai a yang berkorespodensi dengan beta yaitu
a−1 = 1.8 ± 0.2 GeV

untuk β = 6.0

(4.11)

Maka kami mendapatkan
Λ̄ = E − δm = 280 ± 40 MeV
27

padaβ = 6.0

(4.12)

Perbandingan hasil Λ̄

4.5

Berikut adalah nilai Λ̄ yang telah didapatkan sebelumnya dengan metode yang
sama,
Tabel 4.2: Λ̄ yang didapat di perhitungan sebelumnya
δm

Λ̄

sumber

volume

konfigurasi

ref.[3]

183 × 64

210

0.521 ± 0.003 ± 0.010 180 ± 35 MeV

ref.[2]

243 × 40

500

0.526 ± 0.003 ± 0.006

TA ini

163 × 32

50

0.360 ± 0.020 ± 0.010 280 ± 40 MeV

170+30
−20 MeV

Hal-hal yang dapat disimpulkan dari tabel perbandingan di atas antara lain,
• δm yang didapat di tugas akhir ini memilili akurasi hanya sampai dua angka
di belakang koma, sedangkan hasil-hasil yang lain mencapai akurasi tiga
angka di belakang koma. Kesalahan pada tugas akhir ini dihasilkan paling
banyak oleh kesalahan statistik. Hal ini berarti bahwa jumlah konfigurasi
dan ukuran volume yang digunakan penulis belum cukup untuk digunakan
dalam melakukan perhitungan. Jumlah konfigurasi jelas berpengaruh kare√
na kesalahan statistik berbanding mendekati 1/ N. Penulis tidak menggunakan jumlah konfigurasi yang cukup banyak karena dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk men-download tiap konfigurasi dari situs The Gauge
Connection, dengan ukuran tiap konfigurasi yang cukup besar yaitu 24 Mb
untuk sebuah konfigurasi. 50 buah konfigurasi berarti membutuhkan space
sebesar 1,2 Gb. Pemilihan jumlah konfigurasi sebanyak 50 selain karena besarnya ukuran konfigurasi, penulis juga merujuk pada perhitungan di ref.[3]
yang awalnya hanya menggunakan konfigurasi hanya sebanyak 30. Besarnya
kesalaha statistik tentunya menghasilkan akurasi yang sangat kecil, sehingga
28

nilai yang didapat pada tugas akhir ini membutuhkan banyak koreksi untuk
dapat diterima.
• Λ̄ yang didapat di tugas akhir menghasilkan nilai yang cukup berbeda dengan dua hasil sebelumnya, dan juga memiliki nilai kesalahan yang cukup
besar. Kesalahan pada besaran ini juga adalah pengaruh kesalahan statistik yang besar. Λ̄ pada dua sumber sebelumnya didapat dari hasil beberapa konfigurasi yang berbeda, sedangkan tugas akhir ini hanya menghitung
besaran pada satu macam konfigurasi yaitu pada β = 6.0. Sebelumnya
telah dijelaskan bahwa nilai δm independen dari konfigurasi yang digunakan,
meskipun memiliki perbedaan nilai. karena itu hasil yang menggabungkan
beberapa konfigurasi akan meningkatkan keakurasian.
• Dua hasil pertama dihitung dengan menggunakan konfigurasi yang sama,
karena keduanya berasal dari satu grup penelitian. Penggunaan konfigurasi
berbeda oleh penulis mungkin mempengaruhi perbedaan nilai hasil perhitungan. Perbedaan metode dan algoritma dalam membangkitkan konfigurasi
mungkin menghasilkan konfigurasi gauge dengan karakteristik yang berbeda,
walaupun dibuat pada parameter β yang berarti a (jarak spasi) yang sama.
Demikianlah hasil yang didapat di tugas akhir ini. Meskipun menghasilkan
nilai yang cukup jauh dari hasil sebelumnya, kami berkesimpulan bahwa perhitungan yang telah kami lakukan masih cukup bisa diterima. Hal ini antara lain dilihat
dari grafik plot yang memiliki tren yang sama dengan plot di ref.[4](tidak ditampilkan disini), juga adanya kesalahan yng mungkin ditimbulkan dari penggunaan
konfigurasi yang berbeda.

29

Bab 5
Penutup
Mengingat kembali tujuan pengerjaan tugas akhir ini, yaitu mencoba menggunakan lattice QCD untuk menghitung sauatu besaran dalam QCD. Untuk itu kami
memilih suatu besaran yang telah dihitung sebelumnya, dan membandingkan dengan hasil perhitungan yang kami lakukan. Hasil yang diperoleh memang cukup
jauh dari yang diharapkan, akan tetapi hal itu bisa dijelaskan dengan besarnya
sumber kesalahan seperti yang dijabarkan di bab sebelumnya. Sebagai sebuah
langkah awal, perhitungan yang dilakukan di tugas akhir bisa dilajutkan dengan
lebih menganalisa sumber-sumber kesalahan dan meminimalisasinya.

Karena kami terfokus pada penggunaan perhitungan lattice, maka kami hanya
memilih suatu besaran yang didefinisikan sebelumnya untuk dikerjakan di lattice.
Selain besaran yang dihitung di tugas akhir ini, lattice QCD bisa juga digunakan
untuk menghitung besaran-besaran lain seperti energi kinetik, walaupun sebagian
besar hanya berkisar di wilayah B-meson. Setelah diyakinkan perhitungan lattice
QCD telah dapat dilakukan, selanjutnya dapat dilakukan perhitungan untuk besaran yang menjadi perhatian fisika partikel yaitu massa quark.

30

Lampiran A
Pemrograman
A.1

Membaca data archive konfigurasi gauge, dan
menghitung propagator

/*===================================================================*/
/* Utility program to read and verify configs in QCD archive format */
/*
dimodifikasi untuk menghitung propagator
*/
/*
oleh Nowo Riveli (2004)
*/
/*===================================================================*/
/* Version: 1.0 */
#define TOL 0.0000001
#define BADPRINT 10
#undef FORTRANORDER

/* tolerance for floating point checks */
/* number of bad links to print out in full */
/* define to use Fortran ordering for U[18] */

/* Return values for our parsers */
#define SUCCESS 0
#define FAILURE -1
#include
#include
#include
#include
#include







/*================================================================*/
/* We may do arithmetic on this machine in a precision different */
/* from the precision read in. Here is where we define the type. */
/*================================================================*/
typedef double REAL;
/* type for doing internal arithmetic */
/*=============================================================*/
/* For checksums we want a 32 bit unsigned int, for which
*/
/* which we define a type uint32_t, which may eventually
*/

31

/* become a C semi-standard. Here we just check if INT_MAX
*/
/* is 2^31-1; if not, we assume we are on a T3E or equivalent, */
/* where unsigned short is 4 bytes.
*/
/*=============================================================*/
#if (INT_MAX==2147483647)
#define INTS_ARE_32BIT
typedef unsigned int uint32_t;
#else
#undef INTS_ARE_32BIT
typedef unsigned short uint32_t;
#endif
struct QCDheader {
int ntoken;
char **token;
char **value;
};

/* Structure to hold header tokens */

struct site {
REAL U[4][18];
int neighbor[4];
};
/* Global variables */
int big_end_p;
/* true if our machine is big-endian */
int n_badlink=0;
/* number of non-unitary links we have found */
main(argc,argv)
int argc;
char *argv[];
{
FILE *infile;
float *q;
struct site *lat, *p;
REAL xx,yy,prop_tot;
float xx_float;
int i,j,n,s,splus,t,tplus,mu,T;
int dims[4];
int vol3, vol4;
uint32_t chksum,partial_chksum,uj;
char *str;
struct QCDheader * get_header(), * hdr;
/* Check which end is up */
big_end_p = big_endian();
/* Check syntax */
if (argc!=2) {
printf("Usage: %s \n",argv[0]);
exit(1);
}
/* Open file */
infile = fopen(argv[1],"r");
if (infile==NULL) {
printf("error opening: %s\n",argv[1]);
exit(1);
}
/* Read header and store results in QCDheader structure */

32

hdr = get_header(infile);
/* Look for basic info, reporting if avalailable */
/* get_string("ENSEMBLE_LABEL",hdr,&str);
if (str==NULL) str = "(not specified)";
printf("Ensemble label: %s\n",str);
get_string("ENSEMBLE_ID",hdr,&str);
if (str==NULL) str = "(not specified)";
printf("Ensemble ID: %s\n",str);
printf("Sequence number: ");
i = get_int("SEQUENCE_NUMBER",hdr,&j);
if (i==FAILURE) printf("(unknown)\n");
else printf("%9d\n",j);
*/
/*
if
if
if
if

Get dimensions */
(get_int("DIMENSION_1",hdr,dims+0)==FAILURE)
(get_int("DIMENSION_2",hdr,dims+1)==FAILURE)
(get_int("DIMENSION_3",hdr,dims+2)==FAILURE)
(get_int("DIMENSION_4",hdr,dims+3)==FAILURE)

error_exit("DIMENSION_1
error_exit("DIMENSION_2
error_exit("DIMENSION_3
error_exit("DIMENSION_4

/* Make space for array in to which to read a timeslice ... */
vol3 = dims[0]*dims[1]*dims[2];
vol4 = dims[3]*vol3;
lat = (struct site *) malloc(2*vol4*sizeof(struct site));
/* fill in the navigation stuff */
init_navig(lat,dims);
/* Read in first lattice before main loop */
read_slice(infile,vol4,lat,&partial_chksum);
chksum = partial_chksum;
check_unitarity(vol4,lat+vol4,0);
splus = 0;
prop_tot = 0.0;
// membaca lattice
for(s=0;s