Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

(1)

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Yogyakarta


(2)

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Yogyakarta


(3)

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593

Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji pada tanggal 8 Juli 2004

Tim Penguji

Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Dr. Kamsul Abraha

Pembimbing I Penguji I

Juliasih Partini, M.Si.

Pembimbing II Penguji II


(4)

Untuk Papa, Mama, dan Adikku Andres tercinta

Untuk Ria tersayang


(5)

(Yosua 1:9)

Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepa-njang kawal

malam,-sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai

(Mazmur 63:7,8)

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghi-na hikmat dan didikan

(Amsal 1:7)


(6)

tiaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sesung-guhnya Tuhanlah Pencipta alam semesta, dan segala usaha kita untuk mengungkap rahasia ciptaanNya akan sia-sia tanpa campur tangan Sang Pencipta yang Agung. Segala kata tidak akan dapat melukiskan puji syukur penulis kepadaNya atas semua campur tangan pertolonganNya dalam proses penulisan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa apa yang penulis da-patkan di bangku perkuliahan belumlah apa-apa dibandingkan dengan ilmu fisika. Penulis juga menjadi terbuka wawasannya dan menyadari bahwa ilmu fisika, khusus-nya fisika teori, terus berkembang selama manusia masih dapat berpikir. Kesadaran penulis akan hal itu menyebabkan penulis dipenuhi semangat untuk berkreasi mengem-bangkan teori yang telah ada. Sekarang setelah penulis merampungkan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dibutuhkan dua hal agar manusia dapat melakukan sesuatu, yakni izin Tuhan serta optimisme manusia tersebut bahwa dia mampu melakukannya. Dalam penulisan skripsi dan masa perkuliahan banyak pihak yang telah ber-jasa kepada penulis, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih. Adapun uca-pan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang begitu baik bagi penulis, membuka cakrawala dan memberi gagasan-gagasan kreatif dalam pikiran penulis.

2. Papa dan Mama tercinta, yang tidak henti-hentinya memberi dukungan moral, semangat, dan cinta kasih yang tak pernah menuntut balas.

3. Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid, selaku pembimbing penulisan skripsi ini, yang telah memberi banyak masukan berupa tema skripsi yang menarik, bahan perku-liahan dan berbagai pemahaman mengenai berbagai teori, dan yang terpenting


(7)

adalah teladan dan semangat untuk memberi kontribusi kepada ilmu penge-tahuan. Penulis saat ini hanya dapat membalas semua yang bapak berikan den-gan ucapan terima kasih, dan di kemudian hari sekiranya Tuhan mengizinkan, penulis ingin membalas semua kebaikan yang telah bapak berikan kepada penulis dan juga berkolaborasi dalam usaha memberi kontribusi bagi fisika.

4. Dr. Mirza Satriawan, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis, berdiskusi, dan memberikan wawasan mengenai fisika. Kalau Tuhan mengizinkan, penulis ingin sekali berkolaborasi dengan bapak dalam berbagai riset yang menantang.

5. Prof.Dr. Muslim, yang banyak memberi teladan untuk tidak takut kepada keru-mitan perhitungan. Walaupun penulis mendapat perkuliahan dari bapak hanya pada tahun pertama, tetapi torehan selama tahun pertama itu membekas sampai saat ini sehingga penulis memutuskan untuk terjun dalam fisika teori.

6. Staf pengajar program studi fisika yang telah membimbing selama masa perku-liahan, yang telah mau diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan penulis selama di kelas.

7. Ria Endriana Utami, yang terus memberikan dukungan moril dan kasih sayang yang tidak henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang ka-mu berikan kepada penulis. Kejarlah terus cita-citaka-mu dan sukses untuk kita berdua.

8. Teman-teman kelompok "underground" Mathematical and Theoritical Physics, yang telah menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Penulis memimpikan suatu saat nanti kita menorehkan nama kita di jurnal-jurnal fisika internasional bahkan persamaan-persamaan dengan nama kita tertulis di berbagai buku teks perkuliahan fisika di dunia.


(8)

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu demi satu, yang telah banyak memberi bantuan, baik dalam penulisan skripsi ini maupun dalam perkuliahan. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan gagasan-gagasan baru bagi yang membacanya sehingga skripsi ini memberi suatu kontribusi bagi fisi-ka serta dapat menjadi batu loncatan menuju penelitian-penelitian lainnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kesalahan, untuk itu penulis mo-hon maaf. Terakhir penulis mengutip peribahasa lama: Bila ada jarum yang patah, jangan disimpan di dalam peti. Bila ada sikap dan perilaku saya selama ini yang salah, mohon jangan disimpan di dalam hati.

Yogyakarta, 21 Juni 2004


(9)

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Halaman Persembahan iii

Halaman Motto iv

PRAKATA v

INTISARI xii

I PENDAHULUAN 1

1. Latar Belakang Masalah . . . 1

2. Perumusan Masalah . . . 3

3. Tujuan Penelitian . . . 4

4. Tinjauan Pustaka . . . 5

5. Ruang Lingkup Kajian . . . 6

6. Sistematika Penulisan . . . 7

7. Metode Penelitian . . . 8

II RUANG TAK KOMUTATIF 10 1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif . . . 12

a. Ruang fase klasik(p, x)dalam bahasan mekanika kuantum . . 12

b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat . . . 13

2. Bidang Tak Komutatif . . . 14

3. Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . 18


(10)

4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang . . . 21

III FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN

KESETANGKU-PAN 24

1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum . . . 24 2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu

Medan Yang Diperumum . . . 29 3. Homogenitas Ruang-Waktu . . . 33 4. Isotropi Ruang . . . 36

IV MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK

KO-MUTATIF 42

1. Medan Klein-Gordon Riil . . . 43 2. Medan Klein-Gordon Kompleks . . . 50

V MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF 54

VI KESIMPULAN DAN SARAN 65

1. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Perluasan Teori Lagrangan Untuk Suatu Medan . . . 65 2. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan

Klein-Gordon Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . 66 3. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Dirac

Pa-da Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . 69 4. Saran . . . 70


(11)

R Himpunan bilangan riil.

C Himpunan bilangan kompleks.

Rn Produk kartesisnbuah himpunan bilangan riilR.

a∈A aadalah anggota himpunanA.

∀ Untuk setiap.

B ⊂A HimpunanB adalah subhimpunan dari himpunanA.

C∞(Rn,C) Himpunan fungsi-fungsi licin (smooth functions) bernilai kompleks padaRn.

A→B Pemetaan dari himpunanAke himpunanB.

ζ[D] Bayangan himpunanDoleh pemetaanζ.

ξ|B Pemetaanξterbatas pada himpunanB.

⋆ Perkalian-bintang (star-product).

[f, g]⋆ Sama denganf ⋆ g−g ⋆ f.

e Muatan listrik elementer, dalam satuan SI sebesar1,602×10−19C.

δ(n) Fungsi delta Dirac.

:= Definisi

∞ Tak terhingga.

dnx Sama dengandx1dx2· · ·dxnataudx0dx1· · ·dxn−1.

R∞

−∞ Integral meliputi seluruh domainintegrand.

δ Variasi

ǫµνα Epsilon Kronecker.

δµ

ν Delta Kronecker.

gµν Tensor metrik. Dalam skripsi ini yang dipakai adalah tensor metrik


(12)

Minkowski yaknigµν = diag(+1 1 1 1) = g µν. ∇ Operator nabla pada ruang koordinat.

∇~k Operator nabla pada ruang momentum. ∇2 Operator Laplasan (Laplacian).

P

r Penjumlahan meliputi semua nilair.

|·i Vektor ket.

h·| Vektor bra.

h·|·i Hasil kali skalar antara vektor ket dan vektor bra. Tαν Tensor energi-momentum kontravarian.

Vektor momentum-4 kontravarian.

Jjk =ǫjklJl Komponen momentum sudut total ke arah sumbuxl.

Mjk =ǫjklMl Komponen momentum sudut orbital ke arah sumbuxl.

Sjk =ǫjklSl Komponen momentum sudut intrinsik ke arah sumbuxl.

h Tetapan Planck. Dalam satuan SI besarnya adalah

6,626×10−34J.s.

~ Tetapan Planck tereduksi, sama dengan h

2π.

e Muatan listrik elementer. Dalam satuan SI besarnya adalah

1,602×10−19C.

c Laju rambat cahaya pada ruang hampa, dalam satuan SI besarnya adalah2,998×108m/s.

Komponen suatu vektor 4 kontravarian (kecuali ada keterangan tambahan).


(13)

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Oleh : Timothy Siahaan 99/126784/PA/07593

Telah dilakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk medan yang telah diperumum. Perumuman teori Lagrangan untuk medan menghasilkan perumuman definisi Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut suatu medan. Definisi-definisi tersebut digunakan dalam kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif.


(14)

1. Latar Belakang Masalah

Gagasan mengenai ketidakkomutatifan ruang dan waktu merupakan gagasan lama yang telah dipikirkan oleh para fisikawan. Hal ini pertama kali dipublikasikan oleh Snyder pada tahun 1947. Snyder mengemukakan bahwa invariansi Lorentz tidak mensyaratkan ruang-waktu sebagai suatu kontinuum. Dalam artikelnya [Sny-der , 1947]Snydermengemukakan gagasannya mengenai ruang-waktu yang diskret. Ruang-waktu yang diskret dapat mengakibatkan ruang-waktu tidak lagi komutatif. Bahkan Snyder melangkah lebih jauh dengan melakukan telaah mengenai medan elektromagnet pada waktu yang diskret. Namun gagasan mengenai ruang-waktu yang tidak komutatif seakan tenggelam karena kurang mendapat tanggapan para fisikawan. Hal ini dikarenakan kemunculan gagasan tersebut berdekatan wak-tunya dengan "booming" renormalisasi kala itu.

Perkembangan penelitian teoritis di bidang fisika energi tinggi dan karya be-sar Connes mengenai geometri tak komutatif [Connes , 1994] mengingatkan kem-bali gagasan mengenai ruang-waktu tak komutatif yang telah lama dilupakan orang. Perkembangan kajian teoritis menyatakan bahwa pada skala Planck1struktur

ruang-waktu berubah menjadi tidak komutatif. Namun karena data eksperimen mengenai struktur ruang-waktu pada skala yang sangat kecil (dengan kata lain pada energi yang sangat tinggi) sangat terbatas, maka para fisikawan berusaha menyusun berba-gai model yang diperkirakan dapat menggambarkan tidak komutatifnya ruang-waktu tersebut. Model yang dipakai dalam skripsi ini adalah model yang paling sederhana,

1Skala Planck secara numerik diberikan oleh panjang Planck l

P ≈ 10−33cm dan selang waktu

PlancktP ≈10−44s.


(15)

yakni model yang berdasarkan kaitan komutasi

[ˆxµ,xˆν] = iθµν, (I.1)

denganθµνsuatu tensor yang bernilai riil dan antismetris terhadap pertukaran indeks. Kaitan komutasi (I.1) berimbas pada terbentuknya suatu aljabar fungsi-fungsi licin (smooth functions) yang terdefinisikan pada ruang Minkowski (dapat dilihat misalnya pada [Siahaandkk, 2004]).

Berbagai kajian teoritis mengenai teori medan (kuantum) pada ruang-waktu tak komutatif telah dilakukan dan artikel-artikel mengenai teori medan pada ruang-waktu tak komutatif telah dipublikasikan, namun belum ada artikel yang secara khusus membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac2. Dalam berbagai artikel

dise-butkan bahwa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang baru (lihat misalnya [Girotti , 2003], [Sochichiu , 2002], [Szabo , 2003]) karena sifat dari perkalian tak komutatif (disebut sebagai perkalian-bintang ataustar-product(⋆) – akan dibahas pada bab kedua dalam skripsi ini) antara dua fungsi licin yang ter-integralkan secara kuadratis akan tereduksi menjadi perkalian biasa jika dilakukan integrasi ke seluruh ruang-waktu

Z ∞

−∞

f ⋆ gd4x=

Z ∞

−∞

f gd4x. (I.2)

Sifat di atas berlaku jika terdapat fungsi licinf˜(k)(dan juga˜g(k)) pada ruang momentum-4 sedemikian sehingga

f(x) =

Z ∞ −∞

˜

f(k)eikµxµd4x. (I.3)

Hal ini akan dibahas pada bab II. Dalam berbagai artikel tersebut dikemukakan

bah-2Sebenarnya artikel yang membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac sudah ada, namun

yang artikel tersebut merupakan karya penulis dan merupakan bentuk ringkas dari skripsi ini [Siahaan


(16)

wa sifat (II.1) menyebabkan aksi untuk suatu medan bebas pada ruang-waktu tak komutatif tidak berbeda dengan aksi medan bebas pada ruang-waktu yang komu-tatif. Namun demikian suatu aksi merupakan integral suatu rapat Lagrangan meliputi sembarang daerah integrasi pada ruang-waktu berdimensi 4 (lihat misalnya [Ryder , 1996]p.82-87, [Mandl dan Shaw , 1984]p.30). Selain itu, sifat (I.2) tidak berlaku untuk medan Klein-Gordon dan medan Dirac, karena ekspansi Fourier medan-medan tersebut di ruang momentum-4 dibatasi oleh persyaratan-persyaratan fisis, yakni keti-daknegatifan energi dan kaitan energi-momentum Einstein, sehingga wakilannya di ruang momentum-4 bukan fungsi licin yang berakibat medan-medan tersebut tidak dapat diekspansikan seperti pada persamaan (I.3). Dengan demikian pernyataan bah-wa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang baru kare-na berlakunya persamaan (I.2) tidak dapat diterima. Karekare-na itu pembahasan medan Klein-Gordon dan medan Dirac, yang merupakan medan-medan bebas, pada ruang-waktu yang tidak komutatif (lebih tepat disebutkan sebagai ruang Minkowski yang tidak komutatif) masih harus dilakukan.

2. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas jelas bahwa kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif masih harus dilakukan. Hal ini dikarenakan belum terdapatnya teori yang menjelaskan medan-medan tersebut pada ruang Minkowski tak komutatif. Selain itu medan Klein-Gordon dan medan Dirac merupakan dua medan yang paling sederhana kajiannya namun berkaitan dengan zarah-zarah elementer yang terdapat di alam.

Pembahasan mengenai suatu medan biasanya berangkat dari suatu rapat La-grangan yang menggambarkan medan tersebut. Demikian pula dalam pembahasan medan Klein-Gordon dan medan Dirac, kajian akan dilakukan dengan meninjau


(17)

ra-pat Lagrangan medan-medan tersebut. Namun dalam teori medan yang lazim dikaji rapat Lagrangan hanya gayut pada suatu medan dan turunan pertamanya sedangkan pada kajian kali ini rapat Lagrangan gayut bukan saja pada suatu medan dan turunan pertamanya tetapi juga pada turunan-turunan parsial berderajat tinggi sebagai akibat deformasi (penggantian) perkalian biasa (perkalian per titik ataupointwise multipli-cation) antara medan-medan menjadi perkalian-bintang. Untuk itu perlu diadakan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan (Lagrangian field theory) dengan rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan-turunan parsial hingga sembarang orde. Perumuman tersebut menyebabkan perlunya pendefinisian ulang be-berapa kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan, yakni Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut, yang merupakan perumuman kuantitas-kuantitas tersebut pa-da teori Lagrangan untuk suatu mepa-dan yang biasa. Selanjutnya teori Lagrangan untuk suatu medan yang diperumum (Generalized Lagrangian field theory) tersebut digu-nakan dalam menelaah medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Melakukan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan dan merumuskan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut suatu medan.

2. Merumuskan bentuk rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon dan medan Dirac baik yang bernilai riil maupun kompleks pada ruang Minkowski tak ko-mutatif.


(18)

Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang diperumum.

4. Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai teori medan (kuantum) tak komutatif3 meliputi tiga aspek, yakni ruang yang tidak komutatif, deformasi aljabar yang terdefinisikan pada ruang tersebut, serta teori medan (kuantum) pada ruang yang tidak komutatif.

Connes (1994) mengemukakan gagasan mengenai geometri yang tidak ko-mutatif (noncommutative geometry). Torrielli (2002) mengemukakan bahwa gagasan ruang-waktu yang tidak komutatif cocok dengan dugaan bahwa struktur ruang-waktu berubah pada skala penyatuan teori gravitasi dengan teori kuantum [Torrielli , 2002]. Sochichiu (2002) mengemukakan konsep ruang tak komutatif dan kaitannya den-gan fisika disertai denden-gan beberapa model dan contoh ruang yang tidak komutatif [Sochichiu , 2002]. Kajian Calmet (2004) mengenai ruang-waktu yang tidak ko-mutatif memberikan hasil bahwa batas-batas ketidakkoko-mutatifan ruang-waktu gayut pada model yang ditinjau [Calmet , 2004].

Konsep ruang tak komutatif memiliki akar pada konsep penguantuman Mo-yal [Moyal , 1949]. Dalam artikel tersebut Moyal memperkenalkan suatu prosedur penguantuman melalui deformasi aljabar pada ruang fase klasik sebagai akibat keti-dakkomutatifan ruang fase pada bahasan mekanika kuantum. Penguantuman terse-but kemudian dikenal sebagai penguantuman Moyal. Bayen dkk (1978) memba-has teoripenguantuman deformasi [Bayen dkk , 1978] yang menjadi landasan bagi penguantuman Moyal. Girotti (2003) menurunkan bentuk perkalian-bintang ( star-product) sebagai manifestasi asumsi bahwa ruang-waktu yang ditinjau tidak lagi ko-mutatif. Penurunan bentuk perkalian-bintang tersebut analog dengan penguantuman

3

Pengertian istilah teori medan (kuantum) tak komutatif mengacu pada teori medan (kuantum) pada ruang yang tidak komutatif [Barbon , 2001].


(19)

Moyal. Pembahasan secara kompak mengenai perkalian-bintang dengan parameter ketidakkomutatifan yang berupa konstanta telah dilakukan oleh Meyer (2003).

Kajian mengenai teori medan (kuantum) pada ruang tak komutatif telah banyak dilakukan. Torrielli (2002) menunjukkan kaitan antara teori medan (kuantum) pa-da ruang-waktu tak komutatif dengan teori string (string theory). Kaitan tersebut adalah bahwa teori medan (kuantum) pada ruang-waktu tak komutatif dapat ditu-runkan sebagai penggambaran efektif teori string pada energi rendah dengan latar belakang yang antisimetris (effective description of string theory in antisymmetric background). Selanjutnya Torrielli membahas teori gangguan medan kuantum tidak komutatif [Torrielli , 2002]. Sochichiu (2002) membahas invariansi tera dan medan tera pada ruang tak komutatif, pembahasan ini juga disertai pembahasan mengenai lintasan Wilson dan simpal Wilson pada ruang tak komutatif. Girotti (2003) mem-bahas berbagai suku interaksi pada Lagrangan medan yang tidak komutatif. Meyer (2003) membahas model-model medan tera pada ruang tak komutatif. Selain yang telah disebutkan masih banyak artikel yang membahas teori medan (kuantum) pada ruang tak komutatif. Namun demikian belum ada yang melakukan kajian mengenai medan bebas pada ruang Minkowski tak komutatif, sehingga kajian dalam skripsi ini merupakan hal yang baru.

5. Ruang Lingkup Kajian

Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang-waktu yang tidak komutatif dibatasi hanya untuk medan bebas, yakni medan yang tidak berinteraksi dengan medan lain. Selain itu medan yang ditelaah adalah medan klasik, yakni belum diadakan penguantuman terhadap medan Klein-Gordon dan Dirac. Mo-del ruang-waktu tak komutatif yang digunakan adalah moMo-del yang memenuhi kaitan komutasi (I.1) dan merupakan ruang-waktu yangflatdisertai dengan metrik


(20)

Minkows-ki.

6. Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis dalam enam bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah sebagai berikut:

• Pada bab I mengemukakan latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, serta penjelasan mengenai metode pelaksanaan penelitian.

• Bab II berisi penjelasan mengenai konsep ruang tak komutatif serta beberapa contoh ruang yang tidak komutatif. Pada bab ini dilakukan penurunan bentuk perkalian tak komutatif (perkalian-bintang) yang merupakan akibat dari keti-dakkomutatifan suatu ruang yang ditinjau.

• Bab III membahas perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan. Pada bab ini dirumuskan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, serta kuantitas-kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan yakni Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut.

• Pada bab IV dibahas medan Klein-Gordon pada ruang Minkowsi tak komutatif. Pembahasan tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang telah diperumum pada bab III. Pada bab ini dirumuskan rapat Lagrangan medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski yang tidak ko-mutatif baik yang bernilai riil maupun kompleks, serta dilakukan juga peru-musan Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon. Pada akhirnya bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski tak komutatif (baik medan yang bernilai riil maupun yang bernilai kompleks) dinyatakan pada bab ini.


(21)

• Bab V membahas medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang telah diperumum. Seper-ti halnya pada bab IV, pada bab ini juga dirumuskan rapat Lagrangan medan Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif serta Hamiltonan, momen-tum, dan momentum sudut medan Dirac. Hasil-hasil tersebut digunakan untuk merumuskan bentuk eksplisit kuantitas-kuantitas tersebut.

• Bab VI berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan ser-ta saran-saran untuk penelitian mendaser-tang mengenai topik-topik yang telah berkaitan dengan topik yang dikemukakan dalam skripsi ini.

7. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian teoritis terhadap teori Lagrangan untuk suatu medan pada ruang Minkowski tak komutatif. Untuk melakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Min-kowski tak komutatif, mula-mula diperkenalkan konsep ruang tak komutatif. Kon-sep yang diperkenalkan bukanlah konKon-sep yang mendetail secara matematis namun merupakan konsep yang memberikan gambaran kasar mengenai ruang tak komutatif. Dalam pembahasan mengenai konsep ruang tak komutatif juga dibahas perkalian tak komutatif yang disebut sebagai perkalian-bintang (star-product) yang digunakan dalam menelaah rapat Lagrangan medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif. Selanjutnya dilakukan perluasan teori Lagrangan untuk suatu medan. Hal ini dilakukan karena teori Lagrangan yang lazim dibahas tidak memadai dalam pembahasan yang akan dilakukan selanjutnya. Dalam perluasan teori Lagrangan untuk suatu medan ini dilakukan pendefinisian ulang Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut suatu medan. Hasil-hasil yang diperoleh dari perluasan teori Lagrangan untuk medan kemudian digunakan dalam kajian mengenai


(22)

medan Klein-Gordon dan medan Dirac, yakni untuk merumuskan rapat Lagrangan, Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan-medan tersebut.


(23)

RUANG TAK KOMUTATIF

Andaikan(C∞(Rn,C),+,·)aljabar asosiatif di atas lapangan kompleks (

com-plex field) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin pada ruang Rn. Aljabar asosi-atif (C∞(Rn,C),+,·) merupakan suatu aljabar yang dibangkitkan oleh koordinat-koordinat xµ, µ = 1,2, . . . , n. Andaikan pula On himpunan yang beranggotakan operator-operator linier pada ruang Hilbert H yang diperoleh dari anggota-anggota

C∞(Rn,C)melalui pemetaanPn:C(Rn,C)→ Onsebagai berikut:

f(x1, x2, . . . , xn)7→f(ˆˆx1,xˆ2, . . . ,xˆn), f C(Rn,C).

(II.1)

PemetaanPn mengimbas terbentuknya aljabar(On,+,·)di atas lapangan kompleks yang dibangkitkan oleh operator-operator xˆµ, µ = 1,2, . . . , n. Kajian mengenai kekomutatifan ruangRnterkait erat dengan kedua aljabar di atas. Ruang Minkowski

tak komutatif yang akan menjadi ruang konfigurasi dalam pembahasan medan Klein-Gordon dan medan Dirac dalam skripsi ini merupakan kasus khusus untuk n = 4

dengan disertakannya metrik Minkowski padaR4.

Menurut definisi (II.1) setiap anggota On dapat diperoleh dari setiap fungsi

f ∈C∞(Rn,C)dengan penggantian tiap-tiap peubahxµdengan operatorxˆµ. Pemetaan Pn yang menjembatani himpunan C∞(Rn,C) dan On merupakan suatu pemetaan yang bijektif. Bijektivitas Pn mengakibatkan struktur aljabar padaC∞(Rn,C)dan pada On saling berkaitan, yakni deformasi (pengubahan) struktur aljabar di him-punanOnakan menyebabkan deformasi struktur aljabar pada himpunanC∞(Rn,C), demikian pula sebaliknya. Karenaxµmembangkitkan suatu sruktur aljabar pada him-punanC∞(Rn,C)danxˆµmembangkitkan suatu struktur aljabar padaOn, maka


(24)

tan komutasi antaraxˆµ, yang menentukan bentuk perkalian antara operator-operator anggota himpunan On akan mempengaruhi bentuk perkalian antara fungsi-fungsi anggota himpunanC∞(Rn,C). Jikaxˆµsaling komut, yakni

[ˆxµ,xˆν] = 0, (II.2)

maka

[xµ, xν] = 0, (II.3)

dan bentuk perkalian baik pada On maupun pada C∞(Rn,C) bersifat komutatif. Salah satu bentuk perkalian yang komutatif antara fungsi-fungsi f, g ∈ C∞(Rn,C) adalah bentuk perkalian biasa antara fungsi-fungsi yang telah dikenal. Suatu ru-ang Rn yang menjadi ruang basis (base space) bagi aljabar asosiatif dan komutatif

(C∞(Rn,C),+,·)di atas lapangan kompleks disebut sebagairuangRnkomutatif. Jika kaitan komutasi pada persamaan (II.2) didideformasi sedemikian sehing-ga

[ˆxµ,xˆν] = iθµν (II.4)

dengan θµν merupakan unsur-unsur suatu matriks θ berukuran n × n yang anti-simetris, maka perkalian pada On berubah menjadi perkalian yang tidak komutatif. Unsur-unsur θµν disebut parameter ketakkomutatifan. Hal ini akan mengimbas terbentuknya suatu perkalian tak komutatif antara fungsi-fungsi licin pada himpunan

C∞(Rn,C)yang diparameterkan oleh θµν. Bentuk perkalian tersebut harus kembali ke bentuk perkalian komutatif untuk limit θµν 0. RuangRn yang menjadi ruang basis bagi aljabar asosiatif tak komutatif(C∞(Rn,C),+, ⋆

θ), dengan(⋆θ)merupakan perkalian tak komutatif yang disebut diatas, disebut sebagairuangRntak komutatif.

Menurut persamaan (II.4), ruang Rn tak komutatif sangat bergantung padaθµν,


(25)

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, pembahasan dalam skrip-si ini dibataskrip-si hanya pada model ruang tak komutatif yang ditentukan oleh parameter

θµν yang merupakan suatu konstanta bernilai riil, antisimetris terhadap pertukaran indeks, sehingga membentuk suatu matriks konstan berorden ×n. Matriksθ yang dibentuk oleh θµν haruslah merupakan matriks yang swanilainya tidak merosot, se-hingga mensyaratkan dimensinbernilai genap. Hal ini disebabkan karenatrθharus bernilai nol, sedangkan trθ berkaitan dengan jumlah swanilai matriks θ. Untuk n

yang bernilai genap dan swanilainya merosot, selalu dapat dilakukan transformasi koordinat sedemikian sehingga terdapat pasangan-pasangan koordinat yang saling komut. Artinya ruang yang tidak komutatif adalah Rn−2m Rn,2m < n.

Trans-formasi yang demikian mengakibatkanθ′ =N θN−1dapat tereduksi, yang berartiRn dapat terbagi mendaji R2m yang komutatif dan Rn−2m yang tidak komutatif. Jikan bernilai ganjil,detθ= 0. Hal ini berarti dapat diadakan transformasi koordinat yang menyebabkan transformasiθ→θ′ denganθdiagonal. Karena determinan suatu

ma-triks tidak akan berubah karena transformasi pendiagonalan, maka detθ′ = 0, yang

berarti terdapat swanilai matriksθyang lenyap. Dengan kata lain jikanbernilai gan-jil, maka selalu dapat diadakan transformasi koordinat yang akan mengubah matriks

θsedemikian sehingga ruangRntersebut atau subruang dariRnkomutatif.

1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif

a. Ruang fase klasik (p, x) dalam bahasan mekanika kuantum Ruang fase

(p, x)merupakan ruangR2 yang tidak komutatif. Melalui penguantuman kanonik

p→p;ˆ x→x;ˆ (II.5)


(26)

maka terbentuk aljabar operator yang dibangkitkan oleh operator-operator pˆdan xˆ

yang tidak lagi komutatif. Kaitan komutasi (II.6) mengimbas terbentuknya aljabar fungsi-fungsi licin(C∞(R2,C),+, ⋆

M), dengan⋆M adalahperkalianMoyal(

Moyal-product) [Moyal , 1949] yang tidak lagi bersifat komutatif dan mempertahankan struktur (II.6) diC∞(R2,C)yakni

[x, p]⋆M :=x ⋆M p−p ⋆M x= i~. (II.7)

b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat Ditinjau elektron yang be-rada pada suatu bidang(x1, x2)dengan suatu vektor potensialA

i =−12Bǫijxj, i, j=

1,2. Bentuk Lagrangan bagi sistem tersebut adalah

L= 1

2mex˙jx˙

j e

2Bǫijx

ix˙j, (II.8)

denganmeadalah massa elektron. Lagrangan (II.8) merupakan penggambaran suatu sistem yang terdiri dari sebuah elektron yang berada dalam suatu medan magnet ser-agam (uniform) yang tegak lurus bidang (x1, x2). Jika tenaga kinetik elektron jauh lebih kecil dibandingkan dengan tenaga yang ditimbulkan akibat interaksi elektron tersebut dengan medan magnet, maka Lagrangan (II.8) tereduksi menjadi

L≈ −e

2Bǫijx

i

˙

xj. (II.9)

Komponen-komponen momentum konjugat yang diperoleh dari Lagrangan (II.9) adalah

πj =

dL dx˙j =−

e 2Bǫijx

i


(27)

sehingga dengan penguantuman kanonis, diperoleh

[ˆπj,xˆl] =−~δlj =−

e 2Bǫij[ˆx

i

,xˆl], (II.11)

atau

[ˆxi,xˆl] = i2~

eBǫ

il. (II.12)

Jika dibandingkan dengan persamaan (II.4), maka

θil = 2~ eBǫ

il

, i, l = 1,2. (II.13)

Hal ini berkaitan dengan aras-aras Landau.

2. Bidang Tak Komutatif

Ditinjau kasus ruang tak-komutatif yang paling sederhana yakni bidang yang tidak komutatif dan himpunanC∞(R2,C). Selanjutnya hendak dibentuk aljabar tak

komutatif(C∞(R2,C),+, ⋆

2), yakni dengan membentuk perkalian tak komutatif

an-tara fungsi-fungsi anggota himpunan C∞(R2,C) melalui pemetaan P−1

2 : O2 →

C∞(R2,C). Pada kasus bidang tak komutatif, koordinat-koordinatx1, x2merupakan

observabel, sehingga wakilan operator liniernya xˆ1,xˆ2 bersifat Hermitan. Untuk

itu ditinjau himpunan SR2 ⊂ C∞(R2,C) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin yang semua turunannya (orde berapapun) meluruh lebih cepat daripada1/|~r|N, N =

1,2, . . ., ketika|~r| → ∞. Setiap fungsiφ ∈ SR2 disebut sebagai fungsi yang meluruh dengan cepat (rapidly decreasing function)[Dunford dan Schwartz , 1971]1.

Untuk setiap φ = φ(~r) = φ(x1, x2) ∈ S

R2, terdapat padanannya di ruang 1S

R2 disertai operasi penjumlahan membentuk suatu ruang vector yang dikenal sebagai ruang

fungsi Schwartzyang terdefinisikan padaR2

. Secara umum ruang fungsi Schwartz dapat didefinisikan pada ruangRD, D = 1,2, . . ., dan selanjutnya dilambangkan denganS

RD, D= 1,2, . . .denganD


(28)

momentum-2 [Dunford dan Schwartz , 1971]

˜

φ(~p) = ˜φ(p1, p2) =h−1

Z ∞

−∞

φ(~r)e−~i~p·~rd2x, (II.14)

dan sebaliknyaφ(~r)dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik

φ(~r) =h−1

Z ∞

−∞

˜

φ(~p)e~i~p·~rd2p. (II.15)

PemetaanWˆ := P2|SR2 memetakan tiap anggotaSR2 keWˆ[SR2] ⊂ O2, de-ngan perkalian padaO2 digantikan menjadi perkalian tak komutatif menurut kaitan

[ˆxj,xˆk] = iθjk, j, k= 1,2. (II.16)

BayanganφdiWˆ[SR2]adalah

ˆ

W[φ] = ˆφ =h−1

Z ∞

−∞

˜

φ(~p)e~ipjxˆ

j

d2p. (II.17)

Jika didefinisikan operatorTˆ(~p)

ˆ

T(~p) := e~ipjˆx

j

, (II.18)

maka persamaan (II.17) dapat dituliskan sebagai

ˆ φ=h−1

Z ∞

−∞

˜

φ(~p) ˆT(~p)d2p. (II.19)


(29)

operatorTˆ(~p), yakni

ˆ

T†(~p) = Tˆ(−~p); (II.20)

ˆ

T(~p) ˆT(p~′) = Tˆ(~p+~p)e−2~2i pip′jθij; (II.21)

trTˆ(~p) = h2δ(2)(~p). (II.22)

Persamaan (II.21) diperoleh dengan menggunakan rumusBaker-Campbell-Hausdorff, sedangkan persamaan (II.22) dibuktikan pada lampiran A. Jikaφˆdikalikan dari kanan denganTˆ†(p~′)dan dilanjutkan dengan mengambiltraceoperatorφˆT˜†(p~′), diperoleh

tr[ ˆφTˆ†(p~)] = h

Z ∞

−∞

˜

φ(~p)e2~2i pjp′kθjkδ(2)(~p−p~′)d2p

= hφ(˜ ~p′), (II.23)

atau

˜

φ(~p) =h−1tr[ ˆφTˆ†(~p)], (II.24)

sehingga dengan menggunakan persamaan (II.15), diperoleh

φ(~r) = h−2

Z ∞ −∞

e~i~p·~rtr[ ˆφTˆ†(~p)]d2p. (II.25)

PemetaanWˆ merupakan pemetaan bijektif dariSR2menujuWˆ[SR2]. Andaikan

ˆ

W[SR2] subaljabar dari (O2,+,·) dengan perkalian pada O2 merupakan perkalian yang tidak komutatif menurut kaitan (II.16)2. Perkalian antara operator-operator

ˆ

φ1,φˆ2, . . . ,φˆn∈Wˆ[SR2]adalah

ˆ

φ1φˆ2· · ·φˆn = h−n

Z ∞

−∞

· · ·

Z ∞

−∞

˜

φ1(~p1) ˜φ2(~p2)· · ·φ˜n(~pn)

2Asumsi ini benar jika(S

R2,+, ⋆2), dengan⋆2perkalian tak komutatif yang hendak diturunkan


(30)

= e−2~i2θlm

Pn

j<kpljpmkTˆ(

n

X

j=1

~pj)d2p1· · ·d2p2. (II.26)

Jika kedua ruas persamaan (II.26) dikalikan dari kanan dengan Tˆ†(~p) dan diambil

nilaitrace-nya, maka diperoleh

tr[ ˆφ1φˆ2· · ·φˆnTˆ†(~p)] = h2−n

Z ∞ −∞ · · · Z ∞ −∞ ˜

φ1(~p1) ˜φ2(~p2)· · ·φ˜n(~pn) ×e−2~i2θlm

Pn

j<kpljpmke

i 2~2θlm

Pn j=1pljpm

×δ(

n

X

j=1

~pj−~p)d2p1· · ·d2pn. (II.27)

Dengan mengalikan kedua ruas persamaan (II.27) denganhe~i~p·~rdan dilanjutkan den-gan pengintegralan ke seluruh nilaip1, p2, diperoleh

ˆ

W−1[ ˆφ1φˆ2· · ·φˆn] = h−2

Z ∞

−∞

e~i~p·~rtr[ ˆφ

1φˆ2· · ·φˆn]d2p

= h−n

Z ∞ −∞ · · · Z ∞ −∞ ˜

φ(~p1) ˜φ(~p2)· · ·φ˜n(~pn)e i ~~p·~r

×e−2~i2θlm

Pn

j<kpljpmkd2p

1· · ·d2pn

= e

i 2θlm

Pn j<k ∂ ∂xj l ∂ ∂xkm

φ1(~r1)φ2(~r2)· · ·φn(~rn)

~

r1=···=~rn=~r

:= (φ1⋆2φ2⋆2· · ·⋆2φn)(~r) (II.28)

yang merupakan definisi perkalian tak komutatif antara anggota-anggotaSR2, untuk

n = 2

(φ1⋆ φ2)(~r) = e i 2θ lm ∂ ∂x1 l ∂ ∂x2m

φ1(~r1)φ2(~r2)

~r1=~r2=~r

= (φ1φ2)(~r) + ∞ X n=1 i 2 n 1 n!θ

j1k1· · ·θjnkn

× ∂

nφ

1

∂xj1· · ·∂xjn(~r)

∂nφ

2


(31)

yang merupakan anggota SR2. Dengan demikian(⋆2) merupakan operasi biner pa-da SR2. Karena menurut persamaan (II.28) perkalian (⋆2) bersifat asosiatif, maka

(SR2,+, ⋆2) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks. Hal ini juga membuktikan kebenaran asumsi bahwa Wˆ[SR2] merupakan subaljabar dari (O2,+,·). Karena Wˆ = P2|SR2 dan P2 bersifat bijektif, maka perkalian (⋆2) merupakan perkalian tak komutatif pada C∞(R2,C) sehingga terbentuklah aljabar

(C∞(R2,C),+, ⋆

2) yang asosiatif dan tidak komutatif di atas lapangan kompleks.

Perkalian(⋆2)disebut sebagaiperkalian-bintang(star-product) yang terdefinisikan

pada bidangR2tak komutatif.

3. Ruang Minkowski Tak Komutatif

Penurunan bentuk perkalian-bintang yang terdefinisikan pada bidang R2

di-lakukan berdasarkan kenyataan bahwa dalam mekanika kuantum koordinat-koordinat

xj merupakan observabel yang berarti memiliki wakilan operator linier yang Hermi-tan di ruang HilbertH. Penjabaran konsep ruang-waktuR4 tak komutatif yang

diiku-ti dengan pendefinisian perkalian-bintang pada ruang-waktu R4 analog dengan

pen-jabaran konsep bidang tak komutatif. Tetapi hal ini terkendala oleh kenyataan bahwa dalam bahasan mekanika kuantum waktu bukanlah observabel melainkan suatu pa-rameter, sehingga tidak terdapat operator linier yang Hermitan bagi waktu3. Dalam

pembahasan teori medan, waktu dan ruang bukan lagi suatu observabel melainkan su-atu parameter, sehingga dapat dilakukan pembentukan ruang-waktu yang tidak komu-tatif dengan memperkenalkan operator-operator linier yang Hermitan di ruang Hilbert

3Kedudukan waktu dalam mekanika kuantum masih menjadi perdebatan hingga kini. Beberapa

fisikawan (salah satunya adalahGoswami. Hal ini dapat diacu pada [Goswami , 1997]) menyatakan tidak terdapat operator waktu. Namun andaikan waktu merupakan suatu observabel keberadaan op-erator linier yang hermitan bagiobservabelwaktu tidak dimungkinkan secara matematis [Dwandaru


(32)

Hbagiparameterruang-waktuxµyang mematuhi kaitan komutasi

[ˆxµ,xˆν] = iθµν, µ, ν = 0,1,2,3. (II.30)

Kuantitas θµν merupakan komponen suatu tensor kontravarian antisimetris dengan rank 2 yang[L]2 ([L]adalah dimensi observabel/besaran panjang).

Kaitan komutasi pada persamaan (II.30) menyebabkan aljabar (O4,+,·) di

atas lapangan kompleks tidak lagi komutatif, dan melalui pemetaan P4−1 ketidakko-mutatifan aljabar(O4,+,·)mengimbas terbentuknya aljabar(C∞(R4,C),+, ⋆)yang

tidak komutatif di atas lapangan kompleks, dengan perkalian(⋆)adalah perkalian tak komutatif yang hendak dicari bentuk eksplisitnya. Untuk mencari bentuk eksplisit perkalian (⋆) dilakukan penurunan yang analog dengan penurunan bentuk eksplisit perkalian-bintang pada bidangR2tak komutatif.

Ditinjau SR4 ⊂ C∞(R4,C), di mana setiap ψ = ψ(x) = ψ(~r, t) ∈ SR4 mempunyai padanan di ruang k berdimensi 4 yang diperoleh melalui transformasi Fourier

˜

ψ(k) = (2π)−2

Z ∞

−∞

ψ(x)e−ikµxµd4x, (II.31)

danψ(x)dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik dariψ(k)˜

ψ(x) = (2π)−2

Z ∞ −∞

˜

ψ(k)eikµxµd4k. (II.32)

Dengan adanya pemetaan Wˆ4 := P4|SR4, maka bayangan ψ(x) di

ˆ

W4[SR4] ⊂ O4 adalah

ˆ

ψ = ˆW4[ψ] = (2π)−2

Z ∞

−∞

˜


(33)

dan bayangan baliknya diSR4 adalah

ˆ

W4−1[ ˆψ] =ψ(x) = (2π)−4

Z ∞

−∞

eikµxµtr[ ˆψTˆ†(k)]d4k, (II.34)

dengan operatorTˆ(k)didefinisikan sebagai

ˆ

T(k) := eikµxˆµ (II.35)

yang memiliki sifat-sifat yang mirip denganTˆ(~p) = ˆT(p1, p2)pada persamaan (II.20),

(II.21), dan (II.22), yakni

ˆ

T†(k) = Tˆ(−k); (II.36)

ˆ

T(k) ˆT(k′) = Tˆ(k+k)e2iθµνk

µk′ν; (II.37)

tr[ ˆT(k)] = (2π)4δ(4)(k). (II.38)

Persamaan (II.38) merupakan analogi sifat pada persamaan (II.22) [Sochichiu , 2004]. Perkalian tak komutatif(⋆)padaSR4 didefinisikan sebagai

ˆ W−1

4 [ ˆψ1ψˆ2· · ·ψˆn] := ψ1 ⋆ ψ2⋆· · ·⋆ ψn

= (2π)4

Z ∞

−∞

eikµxµtr[ ˆψ

1ψˆ2· · ·ψˆnTˆ†(k)]d4k

= e

i 2θµν

Pn j<k

∂ ∂xjµ

∂ ∂xkνψ

1(x1)ψ2(x2)· · ·ψn(xn)

x

1=...=xn=x

,

(II.39)

sehingga untukn= 2, diperoleh hasil yang serupa dengan (II.29)

(ψ1⋆ ψ2)(x) = e i 2θ

µν ∂ ∂xµ

∂ ∂yνψ

1(x)ψ2(y)


(34)

= (ψ1ψ2)(x) + ∞

X

n=1

i 2

n

1 n!θ

µ1ν1θµ2ν2· · ·θµnνn

× ∂

nψ

1

∂xµ1· · ·∂xµn(x)

∂nψ

2

∂xν1· · ·∂xνn(x). (II.40)

Persamaan (II.40) menyatakan bahwa ψ1 ⋆ ψ2 ∈ SR4, dan dari persamaan (II.39) jelas bahwa (SR4,+, ⋆) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks. Dengan memberlakukan perkalian (⋆) pada C∞(R4,C) ⊃ S

R4, diper-oleh aljabar asosiatif tak komutatif(C∞(R4,C),+, ⋆)dengan(S

R4,+, ⋆)subaljabar dari(C∞(R4,C),+, ⋆). Perkalian(⋆)disebut sebagai perkalian-bintang yang

didefin-isikan pada ruang-waktuR4. Suatu ruang yang menjadi basis bagi aljabar asosiatif

yang tak komutatif itu disertai dengan metrik Minkowski disebutruang Minkowski tak komutatif.

4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang

Menurut persamaan (II.40) jelas bahwa untuk setiapf, g∈C∞(R4,C)berlaku

(f ⋆ g)∗(x) = (g⋆ f)(x). (II.41)

Selanjutnya dengan melakukan pengintegralan persamaan (II.39) diperoleh

Z ∞

−∞

ψ1⋆ ψ2⋆· · ·⋆ ψnd4x=tr[ ˆψ1ψˆ2· · ·ψˆn]. (II.42)

Karena nilaitracedari perkalian operator-operator invarian terhadap permutasi siklis


(35)

maka

Z ∞

−∞

ψ1⋆ ψ2⋆· · ·⋆ ψnd4x=

Z ∞

−∞

ψπ(1)⋆ ψπ(2)⋆· · ·⋆ ψπ(n)d4x, ∀πpermutasi siklis,

(II.44) denganψj ∈ SR4, j= 1,2, . . . , n. Khusus untukn= 2berlaku

Z ∞

−∞

ψ1⋆ ψ2d4x =

Z ∞

−∞

ψ1ψ2d4x+ ∞ X n=1 i 2 n 1 n! Z ∞ −∞

θµ1ν1· · ·θµnνn

× ∂

nψ

1

∂xµ1· · ·∂xµn

∂nψ

2

∂xν1· · ·∂xνnd

4x

=

Z ∞

−∞

ψ1ψ2d4x, (II.45)

karena

Z ∞

−∞

θµ1ν1· · ·θµnνn ∂

nψ

1

∂xµ1· · ·∂xµn

∂nψ

2

∂xν1· · ·∂xνn =

Z ∞

−∞

θµ1ν1· · ·θµnνn ∂

∂xµ1

∂n−1ψ 1

∂xµ2· · ·∂xµn

∂nψ

2

∂xν1· · ·∂xνn

d4x

Z ∞

−∞

θµ1ν1

· · ·θµnνn ∂

n−1ψ 1

∂xµ2· · ·∂xµn

∂n+1ψ 2

∂xµ1∂xν1· · ·∂xνnd

4x

= 0 (II.46)

dengan menerapkan hukum Gauss pada ruang berdimensi 4 dan menggunakan sifat

θµν yang antisimetris terhadap pertukaran indeks.

Untuk fungsi-fungsi licin yang terdefinisikan pada ruang berdimensi 4 dan terintegralkan secara mutlak, serta padanannya di ruang k yang berdimensi 4 juga merupakan fungsi licin, maka

Z ∞

−∞

f1⋆ f2⋆· · ·⋆ fnd4x =

Z ∞ −∞ · · · Z ∞ −∞ ˜

f1(k1) ˜f2(k2)· · ·f˜n(kn)e− i 2θ

µνPn j<kk

j µkνk

×(2π)4δ(4)(

n

X

j=1


(36)

karena faktor e−2iθµνPn j<kk

j

µkkν hanyalah suatu faktor fase belaka. Jika

j = P4[fj], maka

tr[ ˆf1fˆ2· · ·fˆn] =

Z ∞

−∞

f1⋆ f2⋆· · ·⋆ fnd4x (II.48)

ada, sehingga persamaan (II.44) juga berlaku untuk fungsi-fungsi licin anggota him-punan (C∞(R4,C) yang terintegralkan secara mutlak dan padanannya di ruang k

berdimensi 4 juga merupakan fungsi-fungsi licin. Selain itu, untukn= 2

Z ∞ −∞

f1⋆ f2d4x =

Z ∞ −∞

Z ∞ −∞

e−2iθµνkµ1kν2f˜

1(k1) ˜f2(k2)

×(2π)4d4k 1d4k2

=

Z ∞

−∞

˜

f1(k1) ˜f2(−k1)d4k1

=

Z ∞

−∞

f1f2d4x. (II.49)

Jikaϕ ∈C∞(R4,C)terintegralkan secara mutlak tetapi wakilannya di ruang

kberdimensi 4 tidak licin, sifat persamaan (II.48) dan (II.49) tidak berlaku. Hal inilah yang telah dikemukakan pada bab I.

Bentuk yang akan banyak dipakai dalam pembahasan mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac adalah komutator-bintang[·,·]⋆ dan antikomutator-bintang {·,·}⋆. Komutator-bintang dan antikomutator-bintang antaraf, g ∈C∞(R4,C)adalah

[f, g]⋆(x) = 2i sin

1 2θ

µν ∂

∂xµ

∂ ∂yν

f(x)g(y)

x=y, (II.50)

dan

{f, g}⋆(x) = 2 cos

1 2θ

µν ∂

∂xµ

∂ ∂yν

f(x)g(y)


(37)

FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN

KESETANGKUPAN

Pada bab sebelumnya telah diturunkan bentuk perkalian tak komutatif se-bagai manifestasi dari asumsi bahwa ruang Minkowski yang terlibat tidak lagi ko-mutatif. Perkalian yang tidak komutatif tersebut akan digunakan dalam telaah teori medan yang akan dilakukan pada bab-bab selanjutnya, yakni dengan menggantikan perkalian biasa pada rapat Lagrangan suatu medan tertentu dengan perkalian-bintang (star-product) yang tidak komutatif. Pada persamaan (II.39) dan (II.40) tampak bah-wa perkalian tak komutatif tersebut akan mengandung turunan suatu fungsi sampai orde tak terhingga, sehingga rapat Lagrangan suatu medan tidak lagi hanya gayut pa-da suatu mepa-dan pa-dan turunan orde pertamanya. Untuk itu perlu dilakukan perluasan terhadap teori Lagrangan suatu medan untuk dapat mewadahi pembahasan mengenai teori medan pada ruang Minkowski yang tak komutatif. Hal ini pada akhirnya akan membawa perubahan definisi beberapa kuantitas atau observabel yang dimiliki suatu medan. Dalam bab ini akan dilakukan perumuman teori Lagrangan suatu medan ser-ta perumuman definisi beberapa kuantiser-tas aser-tau observabel yang biasa dibahas dalam teori Lagrangan medan yang biasa.

1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum

Suatu aksiI didefinisikan sebagai berikut:

I =

Z t2 t1

Ldt, t2 > t1, (III.1)


(38)

dengan L = L(qi,q˙i, t) adalah Lagrangan yang mengambarkan suatu sistem fisis tertentu. Dalam LagranganLtersebut,qiadalah koordinat umum dantadalah waktu, yang menjadi parameter Lagrangan tersebut. Dalam Mekanika Klasik suatu sistem yang digambarkan oleh Lagrangan L berevolusi dari saat t1 sampai t2 sedemikian

sehinggaI mencapai nilai ekstrim. Prinsip ini dikenal sebagaiprinsip aksi terkecil

(the principle of least action). Penerapan prinsip ini menghasilkanpersamaan Euler-Lagrange

∂L ∂qi

− d

dt ∂L ∂q˙i

= 0. (III.2)

Dalam teori medan, peranan koordinat umumqi dan turunan pertamanya ter-hadap waktu, q˙i, digantikan oleh medanψ dan ∂x∂ψµ = (1c

∂ψ

∂t,∇ψ), di manaψ gayut padax= (ct, ~r). Dengan demikianxdipandang sebagai parameter pada Lagrangan. Penggantian peran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

qi(t) → ψ(x);

˙

qi(t) → ∂x∂ψµ(x);

t → xµ.

Lagrangan suatu sistem merupakan suatu integral dari suatu rapat Lagrangan Lmeliputi suatu daerahΩpada ruang konfigurasiR3[Goldstein , 1980]

L=

Z

Ld3x, (III.3)

denganL = L(ψ,∂x∂ψµ, x

µ). Substitusi persamaan (III.3) ke dalam persamaan (III.1) menghasilkan

I =

Z

R

Ld4x, (III.4)


(39)

oleh ∂R. Dengan menerapkan prinsip aksi terkecil, maka diperoleh persamaan Euler-Lagrangeuntuk suatu medanψ diberikan oleh

∂L

∂ψ − ∂ ∂xµ

(

∂L

∂(∂x∂ψµ)

)

= 0. (III.5)

Berbagai persamaan fisika (yang merupakan persamaan-persamaan medan) dapat di-turunkan dari persamaan (III.5) dengan membentuk suatu rapat LagranganLtertentu. Rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan orde pertamanya sudah cukup untuk membahas berbagai persamaan medan yang telah dikenal sela-ma ini. Namun demikian secara umum suatu rapat Lagrangan tidak terbatas hanya pada yang tergantung terhadap suatu medan dan turunan orde pertamanya. Rapat LagranganL dapat merupakan suatu fungsi dari medan ψ serta turunan-turunannya hingga orde ke-n,L=L(ψ,∂x∂ψµ1,

∂2ψ

∂xµ1∂xµ2, . . . ,

∂nψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµn, x

ν). Dengan demikian aksiI dapat dituliskan sebagai

I =

Z

R

L(ψ, ∂ψ ∂xµ1,

∂2ψ

∂xµ1∂xµ2, . . . ,

∂nψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµn, x

ν

)d4x. (III.6)

Ketika aksiImencapai ekstrim makaI tidak berubah jika diadakan variasi infinites-imal

xµ → x′ν =xν +δxν

(III.7)

ψ(x) → ψ′(x) = ψ(x) +δψ

yang kemudian mengimbas variasi infinitesimal turunan-turunanψ

∂jψ


(40)

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj(x) =

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj(x) +δ

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj,

(III.8)

denganj = 1,2, . . . , n, serta dengan menyertakan syaratδxν =δψ =δ ∂jψ

∂xµ1···∂xµj =

0di∂R, maka variasi aksi adalah

δI =

Z

R

L(ψ′, ∂ψ

∂xµ1, . . . ,

∂nψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµn, x

′ν

)d4x′

Z

R

L(ψ, ∂ψ ∂xµ1, . . . ,

∂nψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµn, x

ν

)d4x. (III.9)

Karenad4x=J(x/x)d4x, denganJ(x/x)adalah Jacobian untuk transformasix

x′, dan

∂x′ν

∂xλ =δ ν λ+

∂δxν

∂xλ , (III.10)

maka ([Ryder , 1996] p.83-84)

J x′ x = det

∂x′ν

∂xλ

= 1 + ∂δx

ν

∂xν . (III.11)

Dengan demikian persamaan (III.9) menjadi

δI =

Z

R

δL+L∂δx ν

∂xν

d4x

=

Z

R

∂L

∂ψδψ+

n

X

j=1

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

δ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

)

+∂L ∂xνδx

ν

+L∂δx ν

∂xν

d4x. (III.12)

Karenaδ∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj =

∂jδψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµj, maka n

X

j=1

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

∂jδψ


(41)

n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂ ∂xµk

∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)

× ∂

j−kδψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

+ (−1)j ∂ j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

) δψ ! , (III.13) sehingga δI = Z R " ∂L ∂ψ + n X j=1

(−1)j ∂

j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

#

δψd4x

+ Z R n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

∂xµk

∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)

×δ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

+ ∂ ∂xν(Lδx

ν

)

d4x. (III.14)

Integral terakhir pada persamaan (III.14) lenyap dengan menggunakan teorema Gauss pada ruang berdimensi empat, sehingga suku yang tersisa adalah

δI = Z R ( ∂L ∂ψ + n X j=1

(−1)j ∂

j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

!)

δψd4x

(III.15) yang harus lenyap untuk sembarang δψdanR. Agar hal tersebut tercapai, maka in-tegrandpersamaan (III.15) harus bernilai nol, sehingga diperolehpersamaan Euler-Lagrange yang diperumumyakni

∂L

∂ψ +

n

X

j=1

(−1)j ∂

j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)

= 0. (III.16)

Untuk n = 1, yang berartiL = L(ψ,∂x∂ψν, x

ν), persamaan (III.16) akan kembali ke bentuk persamaan (III.5).


(42)

2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu Medan Yang Diperumum

Pada bagian sebelumnya telah dibahasprinsip aksi terkecilyang diterapkan dalam penurunan persamaan Lagrange yang diperumum. Persamaan Euler-Lagrange yang diperumum pada akhirnya akan menghasilkan persamaan-persamaan medan yang menggambarkan dinamika suatu medan. Dengan demikian persamaan Euler-Lagrange yang diperumum ekivalen dengan persamaan-persamaan medan terse-but, dengan kata lain persamaan Euler-Lagrange yang diperumum menggambarkan dinamika suatu medan. Prinsip aksi terkecilselain menghasilkan (III.16) juga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kesetangkupan danteorema Noether.

Suatu sistem fisis digambarkan oleh rapat LagranganLdan aksiIyang saling terkait oleh persamaan (III.6). Suatu sistem fisis dikatakan setangkup terhadap su-atu transformasi jika transformasi tersebut tidak menyebabkan perubahan pada per-samaan yang menggambarkan dinamika medan. Hal ini dapat terpenuhi jika aksi I

invarian terhadap transformasi yang berkaitan.Teorema Noethermengatakan bahwa

kesetangkupan suatu sistem fisis terhadap suatu transformasi berkaitan dengan keberadaan suatu kuantitas yang lestari. Dalam telaah berikut akan ditunjukkan bahwateorema Noethermerupakan konsekuensi dariprinsip aksi terkecil.

Ditinjau persamaan (III.6) denganR sembarang daerah integrasi pada ruang berdimensi empat. Selain itu persyaratan δxν = δψ = δ ∂jψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµj = 0 di ∂R tidak lagi diberlakukan. Dengan demikian persamaan (III.14) menjadi

δI =

Z

R

"

∂L

∂ψ +

n

X

j=1

(−1)j ∂

j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)#

δψd4x

+

n

X

j=1

j

X

k=1

(−1)k−1Z

∂R

∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)


(43)

× ∂ j−kδψ

∂xµk+1· · ·∂xµjdσµk +

Z

∂R

Lδxνdσν.

Karena untuk setiap nilaik integrasi kedua meliputi daerah ∂Ryang sama dan juga karena µk merupakan indeks boneka (dummy indices), maka dapat di-set dσµ1 =

dσµ2 = · · · = dσµk = dσα dengan mengadakan pertukaran indeks µk dengan α,

sehingga persamaan di atas menjadi

δI = Z R " ∂L ∂ψ + n X j=1

(−1)j ∂

j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)#

δψd4x

+ Z ∂R n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1···∂xµk∂−jψ1∂xα···∂xµj)

)

× ∂

j−kδψ

∂xµk+1· · ·∂xµjdσα+

Z

∂R

Lδxν

ν. (III.17)

Jika suatu sistem fisis setangkup terhadap transformasi (III.7) dan (III.8), maka per-samaan (III.16) tetap berlaku sehingga

Z R " ∂L ∂ψ + n X j=1

(−1)j ∂ j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)#

δψd4x= 0.

(III.18) Medanψ dan turunan-turunannya ∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj selain mengalami transformasi

ψ → ψ+δψ

∂jψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµj →

∂jψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµj +δ

∂jψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµj

= ∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj +

∂jδψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµj

juga akan tertransformasi karena transformasi ruang-waktuxν xν +δxν. Akibat-nya terdapat variasi total untukψ dan ∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj sebagai berikut

∆ψ = ψ′(x′)−ψ(x) = δψ+ ∂ψ ∂xνδx


(44)

∆ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj =

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj(x

)− ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj(x)

= δ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj +

∂ ∂xν

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

δxν. (III.19)

Dengan mensubstitusikan persamaan (III.18) ke dalam persamaan (III.17) dan meng-gunakan persamaan (III.19), maka persamaan (III.17) menjadi

δI = Z ∂R n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1···∂∂xjψα···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj −

n X j=1 j X k=1

(−1)k−1

× ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1···∂x∂jψα···∂xµj)

)

∂ ∂xν

∂j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

−Lδα ν

δxν

dσα. (III.20)

Dengan mendefinisikan

Tαν = n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1···∂∂xjψα···∂xµj)

)

× ∂

∂xν

∂j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

− Lδαν (III.21)

sebagaitensor energi-momentum, maka persamaan (III.20) dapat dituliskan sebagai berikut: δI = Z ∂R n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj − T

µk

ν δx ν


(45)

Kesetangkupan suatu sistem fisis mensyaratkan bahwa I tidak berubah oleh transformasi (III.7) dan (III.8), yang berarti I tetap memenuhi prinsip aksi terkecil, akibatnya

δI = 0. (III.23)

Dengan menggunakan teorema Gauss serta persamaan (III.23) dan (III.22) diperoleh

Z R ∂ ∂xα n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1···∂xjψα···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj − T

α νδx

ν

d4x= 0. (III.24)

Karena R sembarang, maka integrand persamaan (III.24) harus lenyap, sehingga diperoleh persamaan kontinuitas berikut:

∂ ∂xα n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1···∂xjψα···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj − T

α νδx

ν

= 0. (III.25)

Pengintegralan terhadap kedua ruas pada persamaan (III.25) meliputi seluruh ruang konfigurasi menghasilkan 0 = Z ∞ −∞ ∂ ∂xα n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1···∂x∂jψα···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj − T

α νδx

ν

d3x= d dx0 Z ∞ −∞ n X j=1 j X k=1

(−1)k−1

× ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂x0∂xµ1···∂xµk∂−jψ1∂xµk+1···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj − T

0

νδxν


(46)

Pada langkah terakhir suku berikutnya lenyap dengan menggunakan teorema Gauss pada ruang berdimensi tiga dan diasumsikanintegrandsuku tersebut lenyap di|~r| → ∞. Karenax0 =ct, akhirnya diperoleh

d dt

Z ∞

−∞

n X

j=1

j

X

k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj −

1 cT

0

νδx ν

d3x= 0. (III.27)

Persamaan (III.27) menunjukkan terdapatnya suatu besaran yang lestari akibat ke-setangkupan terhadap transformasi yang digambarkan oleh persamaan (III.7) dan (III.8). Dengan demikian tampak bahwa teorema Noether merupakan konsekuensi dari prinsip aksi terkecil.

3. Homogenitas Ruang-Waktu

Jika transformasi (III.7) merupakan suatu translasi,

xν →xν +aν;

δxν =aν, (III.28)

maka medanψmengalami transformasi

ψ →ψ′

dengan

ψ′(x) =ψ(x)−aν ∂ψ ∂xν, yang berarti

δψ =−aν ∂ψ


(47)

Turunan-turunan medanψjuga mengalami transformasi serupa

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj →

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj −a

ν ∂

∂xν

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj,

yang berarti

δ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj =−a

ν ∂

∂xν

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj. (III.30)

Jika persamaan (III.29) dan (III.30) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.19), diperoleh

∆ψ = 0 = ∆ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj. (III.31)

Karena hukum fisika harus berlaku sama di mana-mana menandakan bah-wa ruang-bah-waktu bersifat homogen, dengan demikian translasi (III.28) tidak menye-babkan perubahan rapat Lagrangan L dan aksi I, yang berarti persamaan (III.27) berlaku. Dengan mensubstitusi persamaan (III.28) dan (III.31) ke dalam persamaan (III.27) diperoleh

d dt

1 c

Z ∞

−∞

T0νd3x= 0, (III.32)

dengan kuantitas yang lestari adalah

Pν =

1 c

Z ∞

−∞

T0νd3x. (III.33)

Kuantitas ini didefinisikan sebagai momentum-4 kovarian dari medan ψ. Pendefin-isian ini dapat dipertegas sebagai berikut: kuantitas lestari yang menyertai kese-tangkupan terhadap suatu translasi ruang-waktu adalah momentum-4.


(48)

Kompo-nenν = 0dariPν adalah

P0 =

1 c

Z ∞

−∞

n X

j=1

j

X

k=1

∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

×(−1)k−1 ∂ ∂t

∂j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

− L

d3x

= 1

cH, (III.34)

dengan didefinisikannya tenaga total atau Hamiltonan medanψ sebagai

H =

Z ∞

−∞

T00d3x. (III.35)

Integrand persamaan (III.35) merupakan rapat Hamiltonan medan ψ. Sedangkan komponenν =idariPν adalah

Pi =

Z ∞

−∞

n

X

j=1

j

X

k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

× ∂

∂xi

∂j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

d3x, (III.36)

yang merupakan momentum-3 kovarian medanψ. Kuantitas 1cT0

i didefinisikan seba-gai rapat momentum medan ψ. Dengan demikian kesetangkupan terhadap translasi ruang-waktu membawa konsekuensi berlakunya hukum kelestarian momentum-4.

Kelestarian momentum dan tenaga medanψdisebabkan karena medanψtidak berinteraksi dengan lingkungan luar, dengan kata lain sistem yang ditinjau adalah suatu sistem yang tertutup. Setiap rapat Lagrangan yang tidak gayut padaxν secara eksplisit tidak akan berubah terhadap translasi (III.28), sehingga aksi yang berkaitan dengan rapat Lagrangan tersebut juga tidak berubah terhadap translasi (III.28). Hal ini berarti bahwa setiap rapat LagranganL yang tidak gayut padaxν secara eksplisit menggambarkan suatu sistem yang tidak berinteraksi dengan lingkungan luar.


(49)

4. Isotropi Ruang

Ditinjau suatu sistem yang mengalami rotasi sehingga suatu titik A dengan vektor posisi ~r berubah posisinya menjadi ~r′. Jika rotasi tersebut infinitesimal dan

dilakukan mengitari suatu sumbu yang sejajar dengan vektor satuan~ndengan sudut rotasi sebesarδφ, maka rotasi infinitesimal tersebut dapat dituliskan sebagai

~

r′ =~r+δφ~n×~r, (III.37)

yang berarti

δ~r=δφ~n×~r. (III.38)

Komponen-komponenδ~radalah

δxk =δφǫijknixj. (III.39)

Karena rotasi merupakan subgrup dari grup Lorentz, persamaan (III.39) dapat dit-uliskan secara umum sebagai

δxν =δφǫναβnαxβ. (III.40)

Pada persamaan (III.40)δφmerupakan parameter suatu transformasi Lorentz infinites-imal. Untuk suatu rotasi, makaδφmerupakan sudut rotasi infinitesimal. Transformasi (III.37) menyebabkan medanψmengalami transformasi menjadiψ′yang dinyatakan

sebagai

ψ′(x) =ψ(x)−δφǫναβnαxβ

∂ψ ∂xν +

1 2δφǫ

ναβ

nαRνβψ(x).

Koefisien Rαβ ditentukan oleh sifat medan ψ terhadap transformasi Lorentz serta bersifat antisimetris terhadap pertukaran indeks. Perubahan yang dialami oleh medan


(50)

ψ adalah

δψ = −δφǫναβnαxβ

∂ψ ∂xν +

1 2δφǫ

ναβ

nαRνβψ

= −ǫναβnαgβλxλ

∂ψ ∂xν +

1 2δφǫ

ναβ

nαRνβψ, (III.41)

yang mengimbas transformasi bagi turunan-turunan medanψ sebesar

δ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj =

∂jδψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

= −ǫναβn α(

j

X

k=1

gβµk

∂jψ

∂xν∂xµ1· · ·∂xµk−1∂xµk+1· · ·∂xµj

+xβ

∂j+1ψ

∂xν∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj −

1 2

∂jR νβψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj).

(III.42)

Dari persamaan (III.41), (III.42), dan (III.19) diperoleh

∆ψ = 1 2δφǫ

ναβ

nαRνβψ (III.43)

dan

∆ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj = −(

j

X

k=1

gβµk

∂jψ

∂xν∂xµ1· · ·∂xµl−1∂xµl+1· · ·∂xµj

−1

2

∂jR νβψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj)δφǫ

ναβ

nα. (III.44)

Ruang yang isotrop menyebabkanI tidak berubah terhadap transformasi (III.40), se-hingga menghasilkan kuantitas yang lestari, yakni

δφ

Z ∞

−∞

n X

j=1

j

X

k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµl∂−j1ψ∂xµl+1···∂xµj)


(51)

×ǫναβnα(− j

X

l=k+1

gβµl

∂j−kψ

∂xν∂xµk+1· · ·∂xµl−1∂xµl+1· · ·∂xµj

+1 2

∂j−kR νβψ

∂xmuk+1· · ·∂xµj)−

1 cT

0

ν ǫ ναβ

nαxβ

d3x. (III.45)

Karena

ǫναβn αxβ =

1 2ǫ

ραβn

α(δνρxβ−δνβxρ) (III.46)

dan

ǫναβn

αgβµl =

1 2ǫ

ραβn

α(δνρgβµl−δ

ν

βgρµl) (III.47)

maka bentuk (III.45) dapat dituliskan sebagai dapat dituliskan sebagai

Z ∞ −∞ n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

× j

X

l=k+1

(δνβgρµl−δ

ν ρgβµl)

∂j−kψ

∂xν∂xµk+1· · ·∂xµl−1∂xµl+1· · ·∂xµj

+1 c(xρT

0

β−xβT0ρ)

+ n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

× ∂ j−kR

ρβψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

1 2δφǫ

ραβ

nαd3x. (III.48)

Dengan mensubstitusi (III.48) ke dalam persamaan (III.47) diperoleh

ǫραβnα

d

dtJρβ = 0 (III.49)

dengan

Jρβ =

Z ∞ −∞ n X j=1 j X k=1

∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)


(52)

×(−1)k−1

j

X

l=k+1

(δνβgρµl−δ

ν ρgβµl)

∂j−kψ

∂xν∂xµk+1· · ·∂xµl−1∂xµl+1· · ·∂xµj

+1 c(xρT

0

β −xβTρ0)

+ n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

× ∂ j−kR

ρβψ

∂xµk+1· · ·∂xµj

d3x. (III.50)

Agar persamaan (III.49) berlaku untuk sembarangnα =gακnκ, maka

d

dtJρβ = 0. (III.51)

SelanjutnyaJρβdapat diuraikan menjadi

Jρβ =Mρβ+Sρβ (III.52)

dengan

Mρβ =

Z ∞ −∞ n X j=1 j X k=1

∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

×(−1)k−1

j

X

l=k+1

(δν

βgρµl−δ

ν ρgβµl)

∂j−kψ

∂xν∂xµk+1· · ·∂xµl−1∂xµl+1· · ·∂xµj

+1 c(xρT

0

β −xβTρ0)

d3x (III.53)

dan

Sρβ =

Z ∞ −∞ n X j=1 j X k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

× ∂ j−kR

ρβψ

∂xµk+1· · ·∂xµjd


(1)

total medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif: ~ M = Z ∞ −∞ ℑX r hn

∇~kbr(~k)×~k

o

b∗r(~k) +

n

∇~kd∗r(~k)×~k

o dr(~k)

i !

md3k

(2π)3k 0

; (VI.16) ~

S = 1 2 Z ∞ −∞ X r n

c1b∗r(~k)br(~k) +c2dr(~k)d∗r(~k)

o ~smd3k (2π)3k

0

; (VI.17)

~

J = M~ +S~ = Z ∞ −∞ X r

ℑhn∇~kbr(~k)×~k

o

b∗r(~k) +

n

∇~kd∗r(~k)×~k

o dr(~k)

i +1 2~s X r n

c1b∗r(~k)br(~k) +c2dr(~k)d∗r(~k)

o md3k (2π)3k 0

. (VI.18)

Tampak dari hasil-hasil yang diperoleh bahwa Hamiltonan, momentum, serta mo-mentum sudut medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif sama dengan Hamil-tonan, momentum, serta momentum sudut medan tersebut pada ruang Minkowski yang komutatif. Dengan demikian ketidakkomutatifan ruang Minkowski tidak mem-berikan efek terhadap kuantitas-kuantitas tersebut.

4. Saran

Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkows-ki tak komutatif yang telah dipaparkan dalam skripsi ini masih dibatasi pada medan yang bebas serta belum dikuantumkan. Dengan demikian masih terdapat hal-hal yang dapat menjadi bahan kajian. Maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penguantuman medan-medan tersebut pada ruang Minkowski yang tidak komutatif serta kajian mengenai medan-medan tersebut jika berinteraksi dengan medan lain.


(2)

pa-71

da ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan yang telah diperumum tidak lagi terdapat konsep momentum konjugat. Namun demikian pen-guantuman dapat dilakukan dengan mempostulatkan kaitan komutasi antara koefisien-koefisien Fourier medan-medan yang bersangkutan. Dari kajian ini akan diperoleh propagator Klein-Gordon dan propagator Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif.

Kajian lain yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan telaah mengenai medan-medan yang berinteraksi. Kajian ini dapat dilakukan dari interaksi yang seder-hana, hingga teori gangguan pada ruang Minkowski yang tidak komutatif.


(3)

Barbon, J.L.F., 2001, Introduction to Noncommutative Field Theory, perkuliahan yang diberikan padathe Summer School on Particle Physics, Trieste 18 Juni - 6 Juli 2001, CERN, Theory Division, Switzerland

Bayen, F., Flato, M., Fronsdal, C., Lichnerowicz A., Sternheimer D., 1978, Defor-mation Theory and Quantization I: DeforDefor-mations of Symplectic Structures, Ann. Phys., 111,61

Boas, M.L., 1996,Mathematical Methods in the Physical Sciences, edisi kedua, John Wiley&Sons, Inc., New York

Calmet, X., 2004, What Are The Bounds On Space-Time Noncommutativity?,

arXiv:hep-ph/0401097 v1 14 Januari 2004

Connes, A., 1994,Noncommutative Geometry, Academic Press, San Diego, CA Dunford, N., Schwartz, J.T., 1971, Linear Operators Part II:Spectral Theory, Self

Adjoint Operators in Hilbert Space, John Wiley&Sons, Inc., New York

Dunford, N., Schwartz, J.T., 1971, Linear Operators Part III:Spectral Operators, John Wiley&Sons, Inc., New York

Dwandaru, W.S.B., Palupi, D.S., Rosyid, M.F., 2004, Recent Development In Time Operator In Non-Relativistic Quantum Mechanics: Positive Operator Measure Ap-proach,Phys.J.IPS.,C8,0525

Girotti, H.O., 2003, Noncommutative Quantum Field Theory, kuliah yang disam-paikan pada The XII Jorge Andre Swieca Summar School, Section Particles and Fields, Campos de Jordao

Girotti, H.O., 2004,private communication

Goldstein, H., 1980, Classical Mechanics, Addison-Wesley Publishing Company, Inc., Manila

Goswami, A., 1997, Quantum Mechanics, edisi kedua, Wm. C. Brown Publishers, Dubuque, IA

Mandl, F., Shaw, G., 1984, Quantum Field Theory, John Wiley & Sons, Inc., Cich-ester

Meyer, F., 2003,Models Of Gauge Fields On Noncommutative Spaces, Master Thesis, Universitat München


(4)

73

Moyal, J.E., 1949, Quantum Mechanics as a Statistical Theory, Proc.Cambridge Phil.Soc.,45,99

Muslim, 1997,Seri Fisika Dasar Bagian I:Mekanika, Modul I dan II Kinematika Dan Dinamika Zarah, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Peskin, M.E., Schroeder, D.V., 1995, An Introduction to Quantum Field Theory,

Addison-Wesley, Reading

Rosyid, M.F., 2002, Diktat Mata Kuliah Matematika Untuk Fisika Teori I, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Ryder, L.H., 1996,Quantum Field Theory, edisi kedua, Cambridge University Press, Cambridge

Siahaan, T., Rosyid, M.F., Satriawan, M., 2004, Klein-Gordon and Dirac Fields On Noncommutative Spacetime,Phys.J.IPS.,C8,0522

Snyder, H.S., 1947, Quantized Space-Time,Phys.Rev.,71,38

Sochichiu, C., 2002, Gauge Invariance and Noncommutativity,arXiv:hep-th/0202014 v1 2 Februari 2002

Sochichiu, C., 2004,private communication

Szabo, F.J., 2003, Quantum Field Theory on Noncommutative Spaces,

Phys.Rept.,378,207-299

Torrielli, A., 2002, Noncommutative Perturbative Quantum Field Theory: Wilson Loop In Two-Dimensional Yang-Mills, And Unitarity From String Theory, Ph.D Thesis, Universitá degli Studi di Padova

Weinberg, S., 1995, The Quantum Theory of Fields, Vol I:Foundations, Cambridge University Press, Cambridge


(5)

Ditinjau suatu bidang R2 tak komutatif dengan koordinat-koordinat xj, j =

1,2 dan wakilan operator xˆj yang linier dan Hermitan. Kitan komutasi antara xˆj

adalah

[ˆxj,xˆk] = iθjk (A.1)

dengan θjk bersifat antisimetris terhadap pertukaran indeks dan merupakan suat

bi-langan riil biasa. Diasumsikan tiap operator xˆj memiliki swanilai malar. Jika |xji

adalah swa-ket bagi operatorxˆj dengan swanilaixj, maka hasil kali skalar

hxi|xji, i6=j (A.2)

berkaitan dengan kebolehjadian untuk mendapatkan hasil ukur koordinatxijika telah

diketahui secara pasti nilaixj. Karenaxˆidanxˆjtidak komut maka jika telah diketahui

secara pasti nilai xj maka kebolehjadian mendapatkan hasil ukur xi harus bernilai

sama untuk tiap nilaixi. Dengan demikian haruslah berlaku

|hxi|xji|2 =hxi|xjihxj|xii= 1. (A.3)

Jika dimiliki operatorTˆ(~p) = ˆT(p1, p2)sebagai berikut

ˆ

T(~p) = e~i(p 1ˆx

1+p2ˆx2, (A.4)

maka

tr[ ˆT(~p)] = e2~2i θ 12p

1p2

tr[e~ip1xˆ 1

e~ip2xˆ 2

]


(6)

75

= e2~2i θ 12p

1p2 Z ∞

−∞

hx1|e~ip1xˆ 1

e~ip2xˆ 2

|x1idx1 = e2~2i θ

12p 1p2

Z ∞

−∞

hx2|e~ip1xˆ 1

|x1ihx1|e~ip2ˆx 2

|x2idx1dx2 = h2e2~i2θ

12p 1p2

δ(2)(~p)

= h2δ(2)(~p), (A.5)

dengan menggunakan sifat "fungsi" delta

f(~p)δ(2)(~p−p~′) =f(p~′(2)(~p~p). (A.6)

Jika digunakan sistem satuan di mana~= 1, maka

tr[ ˆT(~p)] = tr[ ˆT(~k)] = (2π)2δ(2)(~k), (A.7) dengan~p=~~k.

Perumuman persamaan (A.7) dapat dilakukan untuknbilangan genap [Sochichiu , 2004] sehingga