PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KETERIKATAN KERJA KARYAWAN DI PT SENTOSA BINA MAKMUR.
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KETERIKATAN KERJA KARYAWAN DI PT SENTOSA BINA MAKMUR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Arief Kurniawan B77211094
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2015
(2)
(3)
(4)
INTISARI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan secara bersama-sama di PT Sentosa Bina Makmur, serta untuk mengetahui faktor terbesar dari budaya organisasi yang berpengaruh terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan uji regresi linier berganda. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala budaya organisasi dan skala keterikatan kerja. Subjek penelitian ini berjumlah 200 responden dari jumlah populasi sebanyak 250 orang melalui teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sembilan faktor budaya organisasi memengaruhi keterikatan kerja karyawan secara simultan di PT Sentosa Bina Makmur dengan besarnya korelasi 0,801 dan signifikansi sebesar 0,000. Kemudian hasil uji regresi menyatakan bahwa dari kesembilan faktor budaya organisasi yang memiliki pengaruh terhadap keterikatan kerja sebanyak delapan faktor, sedangkan satu faktor dari budaya organisasi yang tidak memiliki pengaruh terhadap keterikatan kerja adalah faktor sistem imbalan. Pengaruh yang diberikan sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja memiliki nilai sumbangan efektif total sebesar 91,1%.
(5)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
INTISARI ... xi
ABSTRACT ... xii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Keaslian Penelitian ... 9
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 11
A. Keterikatan Kerja ... 11
1. Pengertian Keterikatan Kerja ... 11
2. Dimensi Keterikatan Kerja ... 13
3. Faktor yang Memengaruhi Keterikatan Kerja ... 15
4. Ciri-ciri Keterikatan Kerja ... 17
B. Budaya Organisasi ... 19
1. Pengertian Budaya Organisasi ... 19
2. Dimensi Budaya Organisasi ... 20
3. Fungsi Budaya Organisasi ... 22
4. Aspek Budaya Organisasi ... 24
C. Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Keterikatan Kerja ... 25
D. Landasan Teoritis ... 28
E. Hipotesis ... 29
BAB III : METODE PENELITIAN ... 31
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 32
C. Teknik Pengumpulan Data ... 33
D. Validitas Dan Reliabilitas ... 36
E. Analisis Data ... 42
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Analisis Deskripsi subjek. ... 45
B. Deskripsi dan Reliabitas Data ... 48
1. Deskripsi Kategorisasi Skor ... 48
a. Kategorisasi Skor skala Budaya Organisasi ... 48
b. Kategorisasi Skor Skala Keterikatan Kerja ... 49
2. Reliabilitas data ... 51
(6)
b. Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja ... 51
C. Hasil penelitian... 52
1. Uji normalitas ... 52
2. Uji linieritas ... 53
3. Uji Hipotesis ... 54
D. Pembahasan ... 64
BAB V : PENUTUP ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74 Lampiran
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Hipotesis Penelitian ... 30
Tabel 3.1 : Blue Print Skala Budaya Organisasi (try out) ... 34
Tabel 3.2 : Blue Print Skala Keterikatan Kerja (try out) ... 35
Tabel 3.3 : Validitas Skala Budaya Organisasi (tryout) ... 36
Tabel 3.4 : Blue Print Penelitian Skala Budaya Organisasi ... 38
Tabel 3.5 : Validitas Skala Keterikatan Kerja (tryout) ... 38
Tabel 3.6 : Blue Print Penelitian Skala Keterikatan Kerja ... 41
Tabel 3.7 : Uji Reliabilitas Skala Budaya Organisasi (tryout) ... 42
Tabel 3.8 : Uji Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja (tryout) ... 42
Tabel 4.1 : Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 45
Tabel 4.2 : Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 46
Tabel 4.3 : Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 46
Tabel 4.4 : Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan ... 47
Tabel 4.5 : Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 47
Tabel 4.6 : Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Budaya Organisasi ... 48
Tabel 4.7 : Kategorisasi Budaya Organisasi ... 49
Tabel 4.8 : Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Keterikatan Kerja ... 50
Tabel 4.9 : Kategorisasi Keterikatan Kerja ... 50
Tabel 4.10 : Uji Reliabilitas Budaya Organisasi (penelitian) ... 51
Tabel 4.11 : Uji Reliabilitas Keterikatan Kerja (penelitian) ... 52
Tabel 4.12 : Uji Normalitas Data ... 53
Tabel 4.13 : Uji Linearitas ... 53
Tabel 4.14 : Analisa Model Regresi ... 55
Tabel 4.15 :Sumbangan Efektifitas Total Sembilan Dimensi Budaya Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja secara Simultan ... 55
Tabel 4.16 :Nilai Koefisien (B) dan Hasil Analisis Regresi linier Berganda Secara Parsial ... 56
Tabel 4.17 : Simpulan Nilai Koefisien, Cross-Product, Regresi, dan Sumbangan Efektif Total ... 62
Tabel 4.18 : Hasil Sumbangan Efektifitas Sembilan Dimensi Budaya Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja ... 64
(8)
DAFTAR GAMBAR
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Tabulasi data mentah tryout skala budaya organisasi Lampiran II : Tabulasi data mentah tryout skala keterikatan kerja Lampiran III : Tabulasi skoring tryout skala budaya organisasi Lampiran IV : Tabulasi skoring tryout skala keterikatan kerja
Lampiran V : Tabulasi skoring data penelitian skala budaya organisasi Lampiran VI : Tabulasi skoring data penelitian skala keterikatan kerja Lampiran VII : Hasil output cross-product
Lampiran VIII : Instrumen tryout Lampiran IX : Instrumen penelitian
Lampiran X : Blueprint penelitian budaya organisasi Lampiran XI : Blueprint penelitian keterikatan kerja Lampiran XII : Uji Validitas tryout budaya organisasi Lampiran XIII : Uji reliabilitas tryout budaya organisasi Lampiran XIV : Uji validitas tryout keterikatan kerja Lampiran XV : Uji reliabilitas tryout keterikatan kerja Lampiran XVI : Uji reliabilitas penelitian budaya organisasi Lampiran XVII : Uji reliabilitas penelitian keterikatan kerja Lampiran XVIII : Uji Normalitas
(10)
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job engagement dengan pencapaian target perusahaan hasilnya sangat positif. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, namun mereka juga mencari calon karyawan yang mampu menginvestasikan diri mereka sendiri untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, proaktif, dan memiliki komitmen tinggi terhadap standar kualitas kinerja (Bakker, 2011, dalam Kurniawati, 2013).
Agustian (2012) menyebutkan pentingnya work engagement tidak hanya pada perusahaan swasta, namun perusahaan negara (BUMN) juga instansi pemerintahan, bahkan organisasi. Work engagement yang tinggi membuat seseorang sangat termotivasi dalam bekerja serta memiliki komitmen, antusias, dan bersemangat. Work engagement membuat seseorang merasa keberadaannya dalam organisasi/perusahaan bermakna untuk kehidupan mereka hingga menyentuh tingkat terdalam yang pada ujungnya akan meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.
Hal tersebut merupakan suatu indikasi bahwa individu tersebut
engaged (terikat) dengan pekerjaan (job) nya. Tentunya kondisi ini merupakan kondisi ideal bagi seorang pekerja di tengah banyaknya tuntutan yang diberikan demi tercapainya target perusahaan. Hal ini juga menjadi perhatian khusus bagi jajaran direksi perusahaan khususnya SDM. Mereka
(11)
2
juga membutuhkan karyawan yang bisa terikat dengan pekerjaannya (Bakker & Leiter, 2010, dalam Kurniawati, 2013).
Karyawan atau pekerja adalah salah satu pemeran utama dalam struktur organisasi, karena keterlibatan, komitmen dan keterikatan mereka terhadap pekerjaan dan tugas-tugasnya yang menjadikan organisasi bisa tetap kompetitif. Gallup mengatakan bahwa karyawan dengan keterikatan kerja yang kuat terhadap organisasi, tugas-tugas dan lingkungan kerjanya akan lebih mudah dalam mengelola hubungan kerja, mengelola stres atas tekanan pekerjaan dan mengelola perubahan yang terjadi (Erna, 2011).
Dalam penelitian sebelumnya oleh Mujiasih dan Ika (2012) menyatakan bahwa engagement merupakan variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas, kepuasan pelanggan, dan juga meningkatkan
turnover. Melihat hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa sangat penting bagi sebuah organisasi untuk berfokus dalam meningkatkan
engagement karyawan dalam bekerja.
Menurut Marciano (2010) seseorang pekerja yang engaged akan berkomitmen terhadap tujuan, menggunakan segenap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas, menjaga perilakunya saat bekerja, memastikan bahwa dia telah menyelesaikan tugas dengan baik sesuai dengan tujuan dan bersedia mengambil langkah perbaikan atau evaluasi jika memang diperlukan. Lebih lanjut Marciano (2010) menambahkan bahwa employee engagement memiliki beberapa keuntungan yaitu meningkatkan produktivitas, meningkatkan keuntungan, menambah efisiensi, menurunkan turnover, mengurangi
(12)
3
ketidakhadiran, mengurangi penipuan, meningkatkan kepuasan konsumen, mengurangi kecelakaan kerja dan meminimalkan keluhan karyawan.
Apa yang menyebabkan karyawan tidak bertahan di perusahaan? Branham pada bukunya “The 7 Hidden Reasons Employees Leave: How to Recognize the Subtle Signs and Act Before It’s Too Late”, mengatakan bahwa lebih dari 85% manajer meyakini bahwa karyawan meninggalkan perusahaan karena mereka tertarik dengan gaji yang lebih besar atau kesempatan yang lebih baik. Namun, lebih dari 80% karyawan mengatakan bahwa faktor yang membuat mereka keluar dari perusahaan karena didorong oleh hal yang berkaitan dengan buruknya praktik manajemen atau racun budaya (budaya perusahaan yang lemah) termasuk didalamnya adalah peran pemimpin dalam menanamkan nilai-nilai, norma, etika ke dalam perilaku kerja karyawan (Agustian, 2012) .
Pendapat Federman (2009, dalam Akbar, 2013), kebudayaan (culture) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi employee engagement di dalam perusahaan. Kebudayaan (culture) yang ada di dalam perusahaan atau biasa disebut dengan istilah budaya organisasi merupakan ciri khas yang dimiliki perusahaan yang akan dapat membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya.
Budaya organisasi dapat merubah perilaku karyawan karena budaya menjadi faktor yang dapat berpengaruh positif ataupun negatif terhadap perilaku karyawan dan organisasi itu sendiri. Budaya organisasi yang positif akan mendorong motivasi berprestasi karyawan dan efektivitas perusahaan.
(13)
4
Sedangkan, budaya yang negatif bersifat kontra produktif terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi sehingga dapat menghambat aktivitas kerja dan motivasi karyawan (Rivai, 2000). Selanjutnya dikatakan, bahwa lingkungan kerja mempengaruhi motivasi karena lingkungan kerja merupakan elemen dalam organisasi yang memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan perilaku individu.
Budaya Organisasi harus mampu menginternalisasi ke dalam setiap diri karyawan dan menjelma menjadi motif dasar perilaku setiap karyawan di dalam perusahaan, sehingga karyawan harus memiliki kemampuan dalam memahami dan mengintepretasikan apa yang ada dan berlaku dalam perusahaan, mencari nilai-nilai positif yang akan digunakan untuk meningkatkan kinerja (Robbins, 2002).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Akbar (2013) menyatakan bahwa konsep budaya organisasi dapat mempengaruhi keterikatan kerja (employee engagement). Ketika budaya perusahaan sesuai harapan karyawan maka engagement dari karyawan akan tinggi, begitu juga sebaliknya ketika budaya dalam perusahaan tersebut tidak sesuai harapan dari karyawan maka
engagement dari karyawan akan rendah. Jadi employee engagement
merupakan sikap positif pegawai dan perusahaan yang berwujud komiten, keterlibatan dan keterikatan terhadap nilai-nilai budaya dan pencapaian keberhasilan perusahaan.
Hasil dari penelitian sebelumnya oleh Yadnyawati (2012) menunjukkan bahwa semua sub variabel budaya organisasi (adaptability,
(14)
5
mission, consistency, dan involvement) memiliki pengaruh terhadap sub variabel employee engagement yaitu vigor sebesar 13.3 %, dedication sebesar 18.8%, dan absorption sebesar 12.4%, sisanya dipengaruhi oleh variabel lainnya. Sub variabel mission memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap sub variabel dedication dan absorption.
Fenomena kurangnya tingkat keterikatan kerja karyawan juga terjadi pada perusahan tempat penelitian ini, yakni PT Sentosa Bina Makmur yang bergerak di bidang penyedia gas propana dan supplier gas elpiji di mana karyawannya kurang berdedikasi dengan ditandai sering keluar masuk perusahaan artinya bahwa ada beberapa karyawan yang baru masuk dan bergabung dengan perusahaan akan tetapi tak beberapa lama dari situ ada karyawan lain yang keluar (resend) dari perusahaan tersebut. Karyawan sering pula tak bersemangat dan sering telat dalam masuk kerja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di bagian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur? a. Apakah ada pengaruh antara faktor toleransi terhadap tindakan
beresiko terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
(15)
6
b. Apakah ada pengaruh antara faktor arah terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
c. Apakah ada pengaruh antara faktor integrasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
d. Apakah ada pengaruh antara faktor dukungan dari pimpinan atau manajemen terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
e. Apakah ada pengaruh antara faktor kontrol terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
f. Apakah ada pengaruh antara faktor identitas terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
g. Apakah ada pengaruh antara faktor sistem imbalan terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur? h. Apakah ada pengaruh antara faktor toleransi terhadap konflik
terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
i. Apakah ada pengaruh antara faktor pola-pola komunikasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
2. Apa faktor terbesar dari budaya organisasi yang berpengaruh terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?
(16)
7
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
a. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor toleransi terhadap tindakan beresiko terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
b. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor arah terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
c. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor integrasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
d. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor dukungan dari pimpinan atau manajemen terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
e. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor kontrol terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
(17)
8
f. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor identitas terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
g. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sistem imbalan terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
h. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor toleransi terhadap konflik terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
i. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor pola-pola komunikasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
2. Untuk mengetahui faktor terbesar dari budaya organisasi yang berpengaruh terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi: 1. Segi Teoritis
Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman bagi berbagai pihak yang tertarik dengan studi ilmiah di bidang Sumber Daya Manusia, khususnya studi yang berkaitan
(18)
9
dengan budaya organisasi dan pengaruhnya terhadap keterikatan kerja karyawan di dalam sebuah organisasi.
2. Segi Praktis
Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini, dapat memberikan saran dan masukan bagi perusahaan dalam hal memelihara dan meningkatkan budaya organisasi agar dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan.
E. Keaslian Peneltian
Penelitian terdahulu berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Keterikatan Karyawan di PT Sucofindo Cabang Bandung oleh Nisa Widya Pangestu yang secara parsial dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap keterikatan karyawan di PT Sucofindo Cabang Bandung. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa semakin baik budaya organisasi akan membuat keterikatan karyawan menjadi lebih kuat.
“Studi Kausal Mengenai Pengaruh Budaya Organisasi dan Komunikasi Organisasi Terhadap Employee Engagement di Hotel Sheraton Surabaya” oleh Amanda Giovanni dan Lusiana Hendrika yang menyimpulkan budaya organisasi dan komunikasi organisasi terbukti berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap employee engagement pada karyawan tetap Hotel Sheraton Surabaya.
(19)
10
Berbeda lagi dengan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Work Engagement Melalui Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi” yang dilakukan oleh Endah Mujiasih dan Ika ini tidak menggunakan pendekatan kuantitatif sebagaimana yang biasa digunakan dalam meneliti variabel budaya organisasi maupun keterikatan kerja.
Dari beberapa penelitian sebelumnya itu terdapat perbedaan dan kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Adapun perbedaannya yakni dari ketiga penelitian sebelumnya menggunakan variabel dependen lainnya seperti kepuasan kerja, komunikasi organisasi dan juga gaya kepemimpinan transformasional. Sedangkan penelitian ini cukup berfokus pada 2 variabel yaitu budaya organisasi dan keterikatan kerja. Perbedaan selanjutnya yakni terletak pada pendekatan yang digunakan pada penelitian ini ialah analisis faktorial. Adapula persamaan dari ketiga penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan pendekatan analisis regresi linear. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian yang asli dilakukan oleh peneliti sendiri dan bukan duplikasi ataupun replikasi dari penelitian-penelitian lain yang dilakukan oleh orang lain.
(20)
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Keterikatan Kerja (WorkEngagement)
1. Pengertian keterikatan kerja
Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Keterikatan karyawan yang demikian itu sangat diperlukan untuk mendorong timbulnya semangat kerja karyawan (Hochschild, dalam May dkk, 2004).
Brown, (Robbins, 2003) memberikan definisi work engagement yaitu dimana seorang karyawan dikatakan work engagement dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi. Karyawan dengan work engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu .
Secara lebih spesifik Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002) mendefinisikan work engagement sebagai positivitas, pemenuhan, kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan (Schaufeli, dkk, 2008), Work engagement merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan vigor, dedication dan
(21)
12
absorption (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002, dalam Mujiasih, 2012).
Work engagement lebih daripada keadaan sesaat dan spesifik, mengacu ke keadaan yang begerak tetap meliputi aspek kognitif dan afektif yang tidak fokus pada objek, peristiwa, individu atau perilaku tertentu (Schaufeli & Martinez, 2002). Schaufeli, Salanova, dan Bakker (dalam Mujiasih, 2012) memberikan batasan mengenai work engagement sebagai persetujuan yang kuat terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan.Schaufeli dan Bakker, Rothbard (dalam Saks, 2006) mendefinisikan engagement sebagai keterlibatan psikologis yang lebih lanjut melibatkan dua komponen penting, yaitu attention dan absorption.
Attention mengacu pada ketersediaan kognitif dan total waktu yang digunakan seorang karyawan dalam memikirkan dan menjalankan perannya, sedangkan Absorption adalah memaknai peran dan mengacu pada intensitas seorang karyawan fokus terhadap peran dalam organisasi.
Secara umum Thomas (2009) menggambarkan employee engagement
dengan istilah worker engagement, yang diartikan sebagai suatu tingkat bagi seseorang yang secara aktif memiliki managemen diri dalam menjalankan suatu pekerjaan. Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008) employee engagement yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian teori di atas mengenai
(22)
13
dengan mengekspresikan dirinya secara total baik secara fisik, kognitif, afektif dan emosional. Karyawan menemukan arti dalam bekerja, kebanggaan telah menjadi bagian dari organisasi tempat ia bekerja, bekerja untuk mencapai visi dan misi keseluruhan sebuah organisasi. Karyawan akan bekerja ekstra dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang diharapkan baik dalam waktu dan energi.
2. Dimensi keterikatan kerja (work engagement)
Utrecht Work Engagement Scale (UWES) (Schaufeli et al, 2003;. Schaufeli dan Bakker, 2004, Schaufeli, Taris dan Rhenen, 2008). Seorang karyawan yang tergolong memiliki work engagement dengan kata lain dapat didefinisikan dengan melakukan pekerjaan pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penyerapan dalam menyelesaikan semua penugasannya.
Secara ringkas Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, (2002) menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat dalam work engagement, yaitu:
a. Vigor
Merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga kemauan untuk menginvestasikan segaala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.
(23)
14
b. Dedication
Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan tantangan.
c. Absorption
Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.
Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (dalam Mujiasih, 2012), work engagement mencakup 2 dimensi penting, yaitu:
a. Work engagement sebagai energi psikis
Dimana karyawan merasakan pengalaman puncak dengan berada di dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam pekerjaan tersebut. Keterikatan kerja merupakan tendangan fisik dari perendaman diri dalam pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving), penyerapan (absorption), fokus (focus) dan juga keterlibatan (involvement).
b. Work engagement sebagai energi tingkah laku
Bagaimana work engagement terlihat oleh orang lain. Keterikatan kerja terlihat oleh orang lain dalam bentuk tingkah laku yang berupa hasil.
(24)
15
Tingkah laku yang terlihat dalam pekerjaan berupa:
1) Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan mengantisipasi kesempatan untuk mengambil tindakan dan akan mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan organisasi.
2) Karyawan yang engaged tidak terikat pada “job description”, mereka focus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara konsisten mengenai kesuksesan organisasi. 3) Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat
memperluas kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan yang penting bagi visi dan misi perusahaan. 4) Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan
rintangan atau situasi yang membingungkan. 3. Faktor yang memengaruhi keterikatan kerja
Menurut Federman (2009) bahwa employee engagement juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
a. Kebudayaan (Cultuure)
b. Indikator Sukses (Success Indikators) c. Pengertian Prioritas (Priority Setting) d. Komunikasi (Communication) e. Inovasi (Innovation)
f. Penguasaan Bakat (Talent Acquisition) g. Peningkatan Bakat (Talent Enhancement)
(25)
16
h. Insentif dan Pengakuan (Incentives and Acknowledgement) i. Pelanggaran (Cusomer-Centered)
Menurut Thomas (2009) engagement dapat dipengaruhi oleh empat
intrinsic rewards, yaitu: Kebermaknaan (A Sense of Meaningfulness), Pilihan (A Sense of Choice), Kemampuan (A Sense of Conpetence), dan Kemajuan (A Sense of Progress).
Faktor pendorong work engagement yang dijabarkan oleh Perrins (2003) meliputi 10 hal yang dijabarkan secara berurutan:
a. Senior Management yang memperhatikan keberadaan karyawan b. Pekerjaan yang memberikan tantangan
c. Wewenang dalam mengambil keputusan
d. Perusahaan/ organisasi yang fokus pada kepuasan pelanggan e. Memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk berkarier f. Reputasi perusahaan
g. Tim kerja yang solid dan saling mendukung
h. Kepemilikan sumber yang dibutuhkan untuk dapat menunjukkan performa kerja yang prima
i. Memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat pada saat pengambilan keputusan.
j. Penyampaian visi organisasi yang jelas oleh senior management mengenai target jangka panjang organisasi.
(26)
17
4. Ciri-ciri keterikatan kerja
Karyawan yang memiliki work engagement terhadap organisasi/ perusahaan memiliki karakteristik tertentu. Berbagai pendapat mengenai karakteristik karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi banyak dikemukakan dalam berbagai literatur, diantaranya Federman (2009) mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi dicirikan sebagai berikut:
a. Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada pekerjaan yang berikutnya
b. Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri
c. Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat sebuah lompatan dalam pekerjaan
d. Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah laku yang dewasa
Karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi akan bekerja lebih dari kata “cukup baik”, mereka bekerja dengan berkomitmen pada tujuan, menggunakan intelegensi untuk membuat pilihan bagaimana cara terbaik untukmenyelesaikan suatu tugas, memonitor tingkah laku mereka untuk memastikan apa yang mereka lakukan benar dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan akan mengambil keputusan untuk mengkoreksi jika diperlukan (Thomas, 2009)
(27)
18
Menurut Hewitt (Schaufeli & Bakker, 2010), karyawan yang memiliki
work engagement yang tinggi akan secara konsisten mendemonstrasikan tiga perilaku umum, yaitu:
a. Say – secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial dan juga kepada pelanggan
b. Stay – Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain
c. Strive – Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi
Robertson, Smythe (2007) berpendapat bahwa karyawan yang
engaged menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata mengenai pekerjaannya dan untuk organisasi yang mempekerjakan mereka. Karyawan yang engaged
menikmati pekerjaan yang mereka lakukan da berkeinginan untuk memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat mensukseskan organisasi dimana mereka bekerja. Karyawan yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya (Schaufeli, Taris & Rhenen,, 2008).
Leiter & Bakker (2010), ketika karyawan engaged, mereka merasa terdorong untuk berusaha maju menuju tujuan yang menantang, mereka menginginkan kesuksesan. Lebih lanjut, work engagement merefleksikan energi karyawan yang dibawa dalam pekerjaan.
(28)
19
Berdasarkan uraian di atas, ciri-ciri karyawan yang engaged tidak hanya mempunyai kapasitas untuk menjadi energik, tetapi mereka secara antusias mengaplikasikan energi yang dimiliki pada pekerjaan mereka. Work engagement juga merefleksikan keterlibatan yang intensif dalam bekerja, karyawan yang memilikinya memiliki perhatian yang lebih terhadap perusahaan, memikirkan detail penting, tenggelam dalam pekerjaannya, merasakan pengalaman untuk hanyut dalam pekerjaaan sehingga melupakan waktu dan mengurangi segala macam gangguan dalam pekerjaan.
B. Budaya Organisasi
1. Pengertian budaya organisasi
Menurut Schein (2002) merumuskan budaya organisasi sebagai sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi, terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota baru dalam organisasi.
Sedangkan Susanto (2007) memberikan definisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
(29)
20
Salah satu teori penting mengenai budaya organisasi didapat dari pernyataan Marshal (2005), ia menyatakan bahwa: setiap anggota di dalam organisasi mempunyai impian dan harapan, mempunyai pokok persoalan dan masalah. Mereka ingin berhasil dalam bekerja dan memberikan kontribusinya kepada organisasi. Pemenuhan harapan, keinginan dan kesesuaian nilai akan menciptakan energi, rasa bangga, kesetiaan dan gairah. Kesemuanya ini memberikan warna yang kuat kepada budaya kerja, juga kepada budaya organisasi.
Sedangkan Robbins (2008) memberi definisi budaya organisasi sebagai suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
2. Dimensi budaya organisasi
Budaya mengimplementasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu. Budaya organisasi harus mempunyai dimensi mencolok yang dapat didefinisikan dan diukur. Robbins (2008) membagi menjadi 9 karakteristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi satu dengan lainnya. Karakteristik tersebut adalah:
a. Toleransi terhadap tindakan berisiko
Sejauh mana para karyawan dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan mengambil risiko dalam pekerjaan.
b. Arah
Sejauh mana organisasi menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
(30)
21
c. Integrasi
Tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
d. Dukungan dari manajemen
Tingkat sejauh mana para pimpinan memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka.
e. Kontrol
Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.
f. Identitas
Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional.
g. Sistem imbalan
Tingkat sejauh mana alokasi imbalan, seperti kenaikan gaji/promosi didasarkan atas kriteria prestasi karyawan sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.
h. Toleransi terhadap konflik
Tingkat sejauh mana para karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan ktitik secara terbuka.
i. Pola-pola komunikasi
Tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
(31)
22
3. Fungsi budaya organisasi
Robbins (2002), mengemukakan bahwa fungsi dari budaya organisasi antara lain adalah:
a. Budaya organisasi memiliki suatu peran batas-batas penentu yaitu budaya menciptakan perbedaan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain.
b. Budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa identitas kepada anggota-anggota perusahaan sehingga karyawan merasa bangga menjadi anggota dari perusahaan tempatnya bekerja
c. Budaya mempermudah penerusan komitmen sampai mencapai batasan yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu sehingga mampu mencapai tujuan perusahaan
d. Budaya mendorong stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan suatu ikatan social yang membantu mengikat kebersamaan perusahaan dengan menyediakan standar yang sesuai mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan.
e. Budaya mendorong stabilitas sosial. Budaya merupakan suatu ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaam perusahaan dengan menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan.
f. Budaya bertugas sebgai pembentuk rasa dan mekanisme pengendalian yang memberikan panduan dan membentuk perilaku serta sikap karyawan.
(32)
23
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005, dalam Mujiasih, 2012), fungsi budaya organisasi adalah:
a. Memberikan identitas perusahaan kepada karyawan
Budaya memberikan identitas pada sebuah perusahaan Identitas ini dapat di dukung dengan mengadakan atau memberikan penghargaan yang dapat mendorong inovasi. Identitas yang dimiliki suatu perusahaan menjadikan anggotanya berbeda dengan anggota perusahaan lain dan memberikan pola identifikasi kepada perusahaan.
b. Memudahkan komitmen kolektif
Salah satu nilai dalam perusahaan adalah menjadi sebuah perusahaan dimana karyawannya bangga menjadi bagian dari perusahaan sehingga karyawan akan tetapbertahan dan bekerja pada perusahaan dalam waktu yang lama.
c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial
Stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung karyawan dalam perusahaan, adanya konflik dan perubahanperubahan yang terjadi diatur dengan baik dan efektif.
d. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya
(33)
24
Budaya membantu para karyawan memahami alasan perusahaan melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan mencapai tujuan jangka panjang.
4. Aspek dalam budaya organisasi
Tujuh hal yang menjadi aspek penting suatu budaya organisasi menurut Robbins (2002, dalam Mujiasih, 2012) adalah:
a. Inovasi dan pengambilan resiko (Inovation and Risk Taking)
Tingkat daya pendorong karyawan untuk bersikap inovatif, berani mengambil keputusan dan resiko.
b. Perhatian terhadap detail (Attention to Detail)
Tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis dan perhatian terhadap detail. c. Orientasi terhadap hasil (Outcome Orientation)
Tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
d. Orientasi terhadap individu (People Orientation)
Tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek hasil terhadap individu yang ada dalam perusahaan.
e. Orientasi terhadap tim (Team Orientation)
Tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.
(34)
25
f. Agresifitas (Aggresiveness)
Tingkat tuntutan terhadap individu agar berlaku agresif dan bersaing (kompetitif), serta tidak bersikap santai.
g. Stabilitas (Stability)
Tingkat penekanan aktivitas perusahaan dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan
C. Hubungan Budaya Organisasi dengan Keterikatan Kerja
Faktor yang dapat menumbuhkan engagement yaitu keselarasan dengan nilai-nilai organisasi, lingkungan kerja yang kondusif , dan sistem kompensasi dan reward yang berkeadilan. Dua faktor pertama merupakan faktor-faktor yang lebih terkait dengan budaya, sedangkan faktor terakhir lebih terkait dengan biaya. Kedua faktor pertama tersebut yang biasanya tercakup dalam Budaya Organisasi suatu perusahaan (Hermala, 2009). Penggerak engagement akan berbeda di tiap jenis pekerjaan dan organisasi.
Secara umum terdapat 3 (tiga) kluster utama yang menjadi penggerak
engagement, yaitu :
1. Nilai-Nilai Organisasi
Karyawan yang memiliki keselarasan nilai-nilai dengan perusahaan akan memiliki keterikatan yang tinggi pula, atau dengan kata lain semakin engaged dengan perusahaan. Itulah sebabnya Budaya Organisasi yang baik biasanya meletakkan
(35)
26
dasar filosofi nilai-nilai ideologis atau humanis sebagai fondasinya.
Membangun keselarasan nilai dengan filosofi semacam itu, perusahaan akan mampu secara signifikan membangun work engagement sehingga karyawan semakin merasa terikat dengan perusahaan. Namun, pada praktiknya, menyelaraskan nilai-nilai dasar perusahaan dengan individu karyawan bisa dibilang bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini dikarenakan proses penanaman nilai-nilai dasar tersebut ibarat melakukan brainwashing terhadap mindset seluruh karyawan, apalagi bagi karyawan lama yang sudah bekerja bertahun-tahun sebelum nilai-nilai dasar ini dirumuskan. Kuncinya terletak pada kontinuitas dalam menanamkan nilai-nilai tersebut ke dalam diri karyawan.
Hal-hal terkait organisasi yang dapat menjadi penggerak
work engagement adalah budaya organisasi, visi dan nilai yang dianut, brand organisasi. Budaya organisasi yang dimaksud adalah budaya organisasi yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta komunikasi yang baik antara rekan kerja. Keadilan dan kepercayaan sebagai nilai organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya work engagement. Hal-hal ini akan memberikan persepsi bagi karyawan bahwa mereka mendapat dukungan dari organisasi (Mc Bain, 2008, dalam Mujiasih, 2012).
(36)
27
2. Manajemen Kepemimpinan
Engagement dibangun melalui proses, butuh waktu yang panjang serta komitmen yang tinggi dari pemimpin. Untuk itu, dibutuhkan kekonsistenan pemimpin dalam mementoring karyawan Dalam menciptakan engagement, pimpinan organisasi diharapkan memiliki beberapa keterampilan. Beberapa diantaranya adalah teknik berkomunikasi, teknik memberikan feedback dan teknik penilaian kinerja (McBain, 2007, dalam Mujiasih, 2012). Hal-hal ini menjadi jalan bagi manajer untuk menciptakan engagement sehingga secara khusus hal-hal ini disebut sebagai penggerak employee engagement.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang kondusif juga sangat berpengaruh terhadap engagement karyawan. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif berarti menciptakan suatu kondisi dimana karyawan merasa nyaman untuk bekerja. Dalam Budaya Organisasi, menciptakan lingkungan yang kondusif biasanya merupakan bagian dari nilai organisasi yang dikembangkan dari filosofi dasarnya.
Nilai ini biasanya tertuang dalam salah satu prinsip atau asas yang mendasari pola interaksi antar sesama karyawan. Dengan prinsip-prinsip semacam itu, karyawan diharapkan akan menemukan lingkungan kerja yang kondusif. Kenyamanan
(37)
28
kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya work engagement pada karyawan.
Ada beberapa kondisi lingkungan kerja yang diharapkan dapat menciptakan engagement. Pertama, lingkungan kerja yang memiliki keadilan distributif dan prosedural. Hal ini terjadi karena karyawan yang memiliki persepsi bahwa ia mendapat keadilan distributif dan prosedural akan berlaku adil pada organisasi dengan cara membangun ikatan emosi yang lebih dalam pada organisasi. Kedua, lingkungan kerja yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini mempengaruhi karyawan secara psikologis, mereka menganggap bahwa mereka berharga bagi organisasi. Hal ini membuat karyawan akan semakin terikat dengan organisasi. Ketiga, organisasi yang memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan (McBain, 2007, dalam Mujiasih, 2012).
D. Landasan Teoritis
Berdasarkan dari penjelasan di bab sebelumnya maka peneliti menyimpulkan keterikatan kerja merupakan sikap dan perilaku karyawan dalam bekerja dengan mengekspresikan dirinya secara total baik secara fisik, kognitif, afektif dan emosional yang dilihat dari 3 dimensi antara lain vigor, dedication, dan absorption yang salah satunya dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan yang ada di dalam sebuah organisasi.
(38)
kerja yang buday tingka sebali perusa engag maka Gambar 2 E. Hipot buday hipote seluru
Bu
•Tolera •Arah •Integra •Dukun •Kontro •Identit •Sistem •Tolera •Pola‐pBerdasark karyawan diterapkan ya organisa at keterikata iknya jika ahaan, ma
gement) kar Untuk leb peneliti bu 2.1 Kerangk tesis Merujuk ya organisas esis minor. uh variabel
udaya O
nsi terhadap asingan dari Man ol tas organisas m Imbalan nsi terhadap ola Komunika kan penjela di sebuah atau dicipta asi yang ad an kerja (w
semakin aka semak ryawan di se bih jelas la at gambar a
ka Teoritik
pada keran si maka hip Hipotesis l bebas (X
Organisas
tindakan ber najemen i konflik asiasan di atas perusahaan akan di seb da di dalam
work engage
buruk bud kin rendah ebuah perus agi sebagai alurnya di b
ngka teoritik potesis pene
mayor ada X) dan selu
si
risiko dapat disim n dipengaru uah perusah m perusahaement) yang daya organ
h tingkat sahaan. i bahan tun
awah ini:
mpulkan ba uhi oleh bu haan. Apab
aan, maka g dimiliki k nisasi yang keterikatan ntunan pem ahwa keteri udaya organ ila semakin semakin t karyawan. B ada di d n kerja (
mecahan ma
k dan kelua elitian ini m alah hipote uruh variab
asan ruang meliputi hipo
esis yang m bel terikat
Ke
lingkup var otesis mayo mencakup k (Y). Sedan
eterikata
Kerja
29 ikatan nisasi n baik tinggi Begitu dalam (work asalahan
riabel or dan kaitan ngkan(39)
30
hipotesis minor adalah hipotesis yang terdiri dari sub-sub hipotesis mayor (jabaran dari sub variabel X).
Adapun hipotesis mayor dan minor dari penelitian ini sebagai berikut: Tabel 2.1
Hipotesis penelitian Hipotesis Mayor
Terdapat pengaruh secara simultan antara Sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja
Hipotesis Minor
H1 Terdapat pengaruh antara faktor toleransi terhadap tindakan berisiko terhadap keterikatan kerja
H2 Terdapat pengaruh antara faktor arah terhadap keterikatan kerja H3 Terdapat pengaruh antara faktor integrasi terhadap keterikatan kerja H4 Terdapat pengaruh antara faktor dukungan dari pimpinan atau
manajemen terhadap keterikatan kerja
H5 Terdapat pengaruh antara faktor kontrol terhadap keterikatan kerja H6 Terdapat pengaruh antara faktor identitas terhadap keterikatan kerja H7 Terdapat pengaruh antara faktor sistem imbalan terhadap
keterikatan kerja
H8 Terdapat pengaruh antara faktor toleransi terhadap konflik terhadap keterikatan kerja
H9 Terdapat pengaruh antara faktor pola-pola komunikasi terhadap keterikatan kerja
(40)
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi variabel
Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (independen variabel)
dan satu variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah budaya organisasi dan variabel terikatnya adalah
employee engagement. 2. Definisi operasional
a. Budaya organisasi
Definisi budaya organisasi merupakan suatu nilai bersama yang dianut dan dipahami oleh anggota-anggota organisasi serta harus disosialisasikan kepada anggota baru untuk membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Untuk mengetahui baik atau tidaknya budaya organisasi dalam penelitian ini terdapat sembilan dimensi yang digunakan, yaitu toleransi terhadap tindakan berisiko, arah organisasi, integrasi pekerjaan, dukungan pimpinan/manajemen, kontrol, identitas organisasi, sistem imbalan, toleransi terhadap konflik, dan pola komunikasi.
b. Keterikatan kerja
Work engagement merupakan sikap dan perilaku karyawan dalam bekerja dengan mengekspresikan dirinya secara total baik secara fisik,
(41)
32
kognitif, afektif dan emosional. Karyawan menemukan arti dalam bekerja, kebanggaan telah menjadi bagian dari organisasi tempat ia bekerja, bekerja untuk mencapai visi dan misi keseluruhan sebuah organisasi. Karyawan akan bekerja ekstra dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang diharapkan baik dalam waktu dan energi. Dimensi yang terdapat dalam keterikatan kerja, yaitu Vigor, Dedication, dan Absorption.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi
Populasi merupakan sejumlah objek tertentu yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, di dalamnya terdiri dari orang-orang yang memiliki informasi tertentu yang dibutuhkan oleh peneliti (Malhotra, 2010). Populasi yang ada di perusahaan tempat penelitian ini sebanyak 250 orang dengan rentang usia kurang dari 25 Tahun sampai di atas 51 Tahun yang menempati berbagai macam posisi jabatan antara lain sopir, kernet, satpam, operator, kuli angkut, dan teknisi.
2. Sampel dan teknik sampling
Sevilla, dkk (1993) mengatakan bahwa sampel adalah kelompok kecil yang kita amati. Sedangkan menurut Arikunto (1998) apabila populasi kurang dari 100 sebaiknya diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, jika jumlah populasinya lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25%.
(42)
33
Dari jumlah populasi yang ada maka jumlah responden yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 200 orang dengan kriteria sudah bekerja di PT Sentosa Bina Makmur minimal 6 bulan dan berusia antara kurang dari 25 Tahun sampai lebih dari 51 Tahun.
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik penarikan non probability sampling design yaitu menggunakan purposive sampling. Pengertian purposive sampling menurut Sugiyono (2010) yaitu purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan untuk menjadi sampel sebagai berikut: (1) Karyawan aktif PT Sentosa Bina Makmur yang tidak mengambil cuti. (2) Minimal sudah bekerja enam bulan, karena karyawan setidaknya telah mengenal dan merasakan budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur serta setidaknya sudah cukup timbul rasa keterikatan kerja di perusahaan tersebut.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitan ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Jenis skala yang digunakan adalah skala model likert. Skala model likert adalah metode penskalaan pernyataan individu yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentu nilai skalanya (Azwar, 2008). Subjek diberikan empat pilihan dalam merespon pernyataan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
(43)
34
Adapun penilaian atau pemberian skor berdasarkan pernyataan favourable dan unfavourable sebagai berikut:
1. Skor 4 untuk jawaban sangat setuju 2. Skor 3 untuk jawaban setuju
3. Skor 2 untuk jawaban tidak setuju 4. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju
Angket ini sifatnya tertutup dimana jawaban telah disediakan sehingga responden tinggal memilih. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala budaya organisasi dan keterikatan kerja.
a. Skala budaya organisasi
Untuk skala budaya organisasi menggunakan dimensi dari Robbins (2008) yang meliputi (1) toleransi terhadap tindakan berisiko, (2) arah, (3) integrasi, (4) dukungan dari pimpinan atau manajemen, (5) control, (6) identitas, (7) sistem imbalan, (8) toleransi terhadap konflik, (9) pola-pola komunikasi. Keseluruhan skala ini terdiri dari 42 aitem.
Tabel 3.1
Blue PrintTryout Skala Budaya Organisasi
No Dimensi Indikator Aitem
1 Toleransi terhadap tindakan berisiko
1. Dorongan untuk bersikap inovatif dan kreatif 1, 2 2. Berani dalam mengambil keputusan dan resiko 3, 4 2 Arah
1. Kejelasan adanya sasaran perusahaan 5, 6 2. Kejelasan adanya harapan perusahaan 7, 8 3. Kejelasan tentang prestasi karyawan 9, 10 3 Integrasi
1. Mampu berkoordinasi dengan unit perusahaan terkait
11, 12 2. Mampu berkoordinasi dengan pimpinan 13, 14 3. Mampu berkoordinasi dengan rekan kerja 15, 16
(44)
35
4 Dukungan dari pimpinan atau manajemen
1. Pemberian arahan komunikasi yang jelas 17, 18 2. Pemberian bantuan oleh pimpinan 19, 20 3. Pemberian dukungan oleh pimpinan 21, 22
5 Kontrol 1. Pengendalian perilaku karyawan 23, 24
2. Pengawasan perilaku karyawan 25, 26
6 Identitas 1. Tingkat pemahaman terhadap organisasinya 27, 28 2. Keterlibatan identitas perusahaan dalam bekerja 29, 30 7 Sistem imbalan 1. Kesesuaian insentif dengan pekerjaan karyawan 31, 32 2. Pemberian promosi jabatan secara objektif 33, 34 8 Toleransi terhadap
konflik
1. Mentolerir perbedaan opini 35, 36
2. Adanya kesempatan memberikan kritikan 37, 38 9 Pola-pola komunikasi
1. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antara
atasan dan bawahan 39, 40
2. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antar
rekan kerja 41, 42
b. Skala keterikatan kerja
Untuk skala budaya organisasi menggunakan dimensi dari Schaufeli dan Bakker (2002) yang meliputi (1) vigor, (2) dedication, (3) absorption. Keseluruhan skala ini terdiri dari 42 aitem.
Tabel 3.2
Blue PrintTryout Skala Keterikatan Kerja
No Dimensi Indikator Aitem
1 Vigor
1. Mencurahkan energi dan mental yang
kuat selama bekerja 1, 2, 25, 37
2. Memiliki ketahanan kerja yang baik 3, 4, 26, 38 3. Menginvestasikan segala upaya dalam
menghadapi kesulitan kerja 5, 6, 27, 39 2 Dedication
1. Merasakan kebermaknaan kerja 7, 8, 28
2. Antusiasme 9, 10, 29
3. Merasa bangga 11, 12
4. Inspiratif 13, 14, 30
5. Merasa tertantang 15, 16, 31
3 Absorption
1. Konsentrasi pada tugas dan
pekerjaannya 17, 18, 32, 36
2. Serius terhadap pekerjaan 19, 20, 33, 40 3. Terlarut dalam tugas dan pekerjaannya 21, 22, 34, 41 4. Kesetiaan terhadap tugas dan
(45)
36
D. Validitas dan Reliabilitas Data 1. Uji validitas
Alat ukur budaya organisasi dan keterikatan kerja diuji validitasnya dengan menggunakan Software SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16. Validitas menyatakan derajat kesesuaian antara kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dengan kondisi di lapangan. Penilaian kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pertanyaan (Azwar, 2005). Biasanya digunakan batasan corrected item-total correlation > 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan, item yang memiliki harga corrected item-total correlation
kurang dari 0.30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah. Validitas suatu instrument dapat dilihat dari hasil SPSS 16.00
for windows dengan korelasi product moment. a. Validitas skala budaya organisasi
Berdasarkan uji validitas yang dilakukan pada variabel budaya organisasi diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.3
Uji Validitas Skala Budaya Organisasi
Nomor Aitem Koefisien Korelasi Keterangan
1 0,444 Valid
2 0,232 Tidak Valid
3 0,545 Valid
4 0,137 Tidak Valid
(46)
37
6 0,565 Valid
7 0,230 Tidak Valid
8 0,485 Valid
9 0,555 Valid
10 0,544 Valid
11 0,381 Valid
12 0,100 Tidak Valid
13 -0,053 Tidak Valid
14 0,395 Valid
15 0,165 Tidak Valid
16 0,317 Valid
17 0,375 Valid
18 0,473 Valid
19 0,471 Valid
20 0,520 Valid
21 0,330 Valid
22 0,413 Valid
23 0,520 Valid
24 0,488 Valid
25 0,272 Tidak Valid
26 0,382 Valid
27 0,536 Valid
28 0,181 Tidak Valid
29 0,448 Valid
30 0,467 Valid
31 0,126 Tidak Valid
32 0,501 Valid
33 0,488 Valid
34 0,196 Tidak Valid
35 0,472 Valid
36 0,293 Tidak Valid
37 0,448 Valid
38 0,049 Tidak Valid
39 0,511 Valid
40 0,480 Valid
41 0,608 Valid
42 0,361 Valid
(47)
38
Dari hasil uji validitas yang dilakukan, dari 42 item terdapat 30 aitem yang valid dan 12 aitem lainnya tidak valid. 30 aitem yang valid, yaitu item nomor 1, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 35, 37, 39, 40, 41, 42. Sedangkan 12 item yang tidak valid yaitu 2, 4, 7, 12, 13, 15, 25, 28, 31, 34, 36, 38.
Berdasarkan uji validitas maka diperoleh blueprint baru sesuai dengan aitem-aitem yang layak untuk disebar dalam penelitian skala budaya organisasi sebagai berikut:
Tabel 3.4
Blueprint Penelitian Skala Budaya Organisasi
No Dimensi Indikator Aitem Jml
1
Toleransi terhadap tindakan berisiko
1. Dorongan untuk bersikap inovatif dan kreatif 1
2 2. Berani dalam mengambil keputusan dan resiko 2
2 Arah
1. Kejelasan adanya sasaran perusahaan/organisasi 3,4
5 2. Kejelasan adanya harapan perusahaan/organisasi 5
3. Kejelasan tentang prestasi karyawan 6,7 3 Integrasi
1. Mampu berkoordinasi dengan unit perusahaan terkait
8
3 2. Mampu berkoordinasi dengan pimpinan 9
3. Mampu berkoordinasi dengan rekan kerja 10 4 Dukungan
dari pimpinan atau
manajemen
1. Pemberian arahan komunikasi yang jelas 11,12 6 2. Pemberian bantuan oleh rekan kerja atau
pimpinan
13,14 3. Pemberian dukungan oleh rekan kerja atau
pimpinan
15,16
5 Kontrol 1. Pengendalian perilaku karyawan 17,18 3
2. Pengawasan perilaku karyawan 19
6 Identitas 1. Tingkat pemahaman terhadap organisasinya 20 3 2. Keterlibatan identitas perusahaan dalam bekerja 21,22 7 Sistem
imbalan
1. Kesesuaian insentif dengan pekerjaan karyawan 23
2 2. Pemberian promosi jabatan secara objektif 24
(48)
39 8 Toleransi terhadap konflik
1. Mentolerir perbedaan opini 25
2 2. Adanya kesempatan memberikan kritikan 26
9 Pola-pola komunikasi
1. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antara
atasan dan bawahan 27,28
4 2. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antar
rekan kerja 29,30
b. Validitas skala keterikatan kerja
Berdasarkan uji validitas yang dilakukan pada variabel budaya organisasi diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.5
Uji Validitas Skala Keterikatan Kerja
Nomor Aitem Koefisien Korelasi Keterangan
01 0,550 Valid
02 0,431 Valid
03 0,506 Valid
04 0,453 Valid
05 0,661 Valid
06 0,523 Valid
07 0,474 Valid
08 0,403 Valid
09 0,529 Valid
10 0,554 Valid
11 0,365 Valid
12 0,431 Valid
13 0,445 Valid
14 0,317 Valid
15 0,318 Valid
16 0,296 Tidak Valid
17 0,469 Valid
18 0,359 Valid
19 0,305 Valid
20 0,358 Valid
(49)
40
22 0,498 Valid
23 0,576 Valid
24 0,082 Tidak Valid
25 0,119 Tidak Valid
26 0,020 Tidak Valid
27 0,124 Tidak Valid
28 0,239 Tidak Valid
29 0,272 Tidak Valid
30 0,211 Tidak Valid
31 -0,027 Tidak Valid
32 -0,048 Tidak Valid
33 0,109 Tidak Valid
34 0,258 Tidak Valid
35 0,447 Valid
36 0,331 Valid
37 0,563 Valid
38 0,002 Tidak Valid
39 0,569 Valid
40 0,416 Valid
41 0,521 Valid
42 0,329 Valid
Dari hasil uji validitas yang dilakukan, dari 42 item terdapat 28 aitem yang valid dan 14 aitem lainnya tidak valid. 30 aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 15, 17, 18, 20, 22, 23, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42. Sedangkan 14 item yang tidak valid yaitu 16, 19, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 38. Berdasarkan aitem-aitem yang valid tersebut maka diperoleh blueprint baru sebagai acuan pembuatan skala keterikatan kerja dalam penelitian ini sebagai berikut:
(50)
41
Tabel 3.6
Blueprint Penelitian Skala Keterikatan Kerja
No Dimensi Indikator Aitem Jml
1 Vigor
1. Mencurahkan energi dan mental yang kuat
selama bekerja 1, 2, 24
8 2. Memiliki ketahanan kerja yang baik 3, 4
3. Menginvestasikan segala upaya dalam
menghadapi kesulitan kerja 5, 6, 25 2 Dedication
1. Merasakan kebermaknaan kerja 7, 8
9
2. Antusiasme 9, 10
3. Merasa bangga 11, 12
4. Inspiratif 13, 14
5. Merasa tertantang 15
3 Absorption
1. Konsentrasi pada tugas dan pekerjaannya 16, 17, 23
11 2. Serius terhadap pekerjaan 18, 19, 26
3. Terlarut dalam tugas dan pekerjaannya 20, 27 4. Kesetiaan terhadap tugas dan pekerjaannya 21, 22, 28 2. Uji reliabilitas
Pada dasarnya suatu alat ukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran dengan konsisten, relibilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif konsiten, maka alat ukur tersebut reliabel (Singarimbun dan efendi, 2006).Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu, maka hasil pengukuran dikatakan sebagai tidak reliabel (Azwar, 2010). Uji reliabilitas instrumen menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Jika nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,8 dapat dinyatakan bahwa instrumen sangat reliabel. Berikut hasil uji reliabilitas skala budaya organisasi dan skala keterikatan kerja yang digunakan untuk try out:
(51)
42
a. Reliabilitas skala budaya organisasi Tabel 3.7
Uji Reliabilitas Skala Budaya Organisasi (Tryout)
Reliability
Cronbach's Alpha 0,914
N 30
Sumber: data olah spss
Dari tabel di atas menunjukan skala budaya organisasi memiliki nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,911 kriteria ini menunjukan bahwa diatas 0,8 maka instrumen sangat reliabel.
b. Reliabilitas skala keterikatan kerja Tabel 3.8
Uji Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja (Tryout)
Reliability
Cronbach's Alpha 0,902
N 28
Dari tabel di atas menunjukan skala budaya organisasi memiliki nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,902 kriteria ini menunjukan bahwa diatas 0,8 maka instrumen sangat reliabel.
E. Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian dalam penelitian ini (pengaruh budaya organisasi terhadap keterikatan kerja) diuji dengan uji statistik parametrik, yaitu korelasi “Regresi Linier Ganda” untuk melihat pengaruh budaya organisasi terhadap keterikatan kerja. Analisis ini mengestimasi
(52)
43
besarnya koefisien-koefisien yang dihasilkan oleh persamaan yang bersifat linier, yang melihatkan dua atau lebih variabel bebas, untuk digunakan sebagai alat prediksi besar nilai variabel tergantung. Uji korelasi Regresi Linier Ganda dipilih dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa ketiga variabel penelitian tingkat pengukurannya interval rasio dengan bantuan Program SPSS For Windows versi 16,0. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi apabila menggunakan teknis analisis regresi linier ganda, yaitu :
1. Data semua variabel berbentuk data kuantitatif. 2. Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
3. Varian distribusi variabel tergantung harus konstan untuk semua nilai variabel bebas.
4. Hubungan semua variabel harus linier dan semua observasi harus saling bebas (Muhid, 2010).
Untuk memenuhi syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan analisis regresi linier berganda maka terlebih dulu dilakukan uji asumsi prasyarat yakni uji normalitas dan linieritas sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui kenormalan distribusi sebaran skor variabel apabila terjadi penyimpangan sejauh mana penyimpangan tersebut. Uji ini menggunakan teknik Chi-Square dengan kaidah yang digunakan untuk menguji normalitas data adalah jika signifikansi > 0,05 maka sebaran data tersebut berdistribusi normal, dan sebaliknya jika ≤ 0,05 maka sebaran data tersebut berdistribusi tidak normal.
(53)
44
b. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel budaya organisasi dengan keterikatan kerja memiliki hubungan yang linier, antara variabel bebas dengan variabel terikat. Selain itu, uji linieritas ini juga diharapkan dapat mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut. Kaidah yang digunakan untuk menguji linieritas hubungan adalah jika signifikansi < 0,05 maka hubungannya adalah linier, sebaliknya jika signifikansi > 0,05 maka hubungannya adalah tidak linier.
(54)
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskripsi Subjek
Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan skor budaya organisasi dan keterikatan kerja. Peneliti mendeskripsikan skor budaya organisasi dan keterikatan kerja berdasarkan jenis kelamin. Responden dalam penelitian ini berjumlah 200 orang yang terdiri dari 6 orang perempuan dan 194 orang laki-laki. Berikut adalah ringkasannya (tabel 4.1):
Tabel 4.1
Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N Presentase (%)
Laki-laki 175 87,5%
Perempuan 25 12,5%
Jumlah 200 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 200 orang sampel penelitian terdapat orang berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 87,5% dan 12,5% berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan karateristik usia pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel dengan rentang usia dari 25 - 30 tahun, 31 – 40 tahun, 41 – 50 tahun dan lebih dari 50 tahun diperoleh detail usia dari peneltian ini sebagai berikut :
(55)
46
Tabel 4.2
Gambaran Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Presentase (%)
25 – 30 Th 59 29,5%
31 – 40 Th 76 38%
41 – 50 Th 44 22%
> 50 Th 21 10,5%
Jumlah 200 100%
Berdasarkan tabel diatas dari 200 sampel penelitian terdapat 59 orang berusia 25 – 30 tahun dengan presentase 29,5%, 76 orang berusia 31 – 40 tahun dengan presentase 38%, 44 orang berusia 41 – 50 tahun dengan presentase 22%, dan 21 orang berusia lebih dari 50 tahun dengan presentase 10,5%.
Tabel 4.3
Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan
Terakhir Frekuensi Presentase (%)
SMP 25 12,5%
SMA 115 57,5%
Diploma 21 10,5%
Sarjana 39 19,5%
Jumlah 200 100%
Ditinjau dari tabel diatas dari 200 sampel penelitian ini terdapat 25 orang berpendidikan SMP dengan presentase 12,5%, 115 orang berpendidikan SMA dengan presentase 57,5%, 21 orang berpendidikan Diploma dengan presentase 10,5%, dan 39 orang berpendidikan Sarjana dengan presentase 19,5%.
(56)
47
Tabel 4.4
Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Penghasilan Frekuensi Presentase (%)
< 1.000.000 25 12,5%
1.000.000 – 3.000.000 123 61,5% 3.000.000 – 5.000.00 43 21,5%
> 5.000.000 9 4,5%
Jumlah 200 100%
Ditinjau dari tabel diatas dari 200 sampel penelitian ini terdapat 25 orang berpenghasilan kurang dari Rp 1.000.000,- dengan presentase 12,5%, 123 orang berpenghasilan Rp 1.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- dengan presentase 61,5%, 43 orang berpenghasilan Rp 3.000.000,- sampai Rp 5.000.000,- dengan presentase 21,5%, dan 9 orang berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000,- dengan presentase 4,5%.
Tabel 4.5
Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja Frekuensi Presentase (%)
6 Bln – 1 Th 73 36,5%
1 – 3 Th 78 39%
3 – 5 Th 42 21%
5 – 10 Th 7 3,5%
Jumlah 200 100%
Ditinjau dari masa kerja responden di PT Sentosa Bina Makmur yang memiliki masa kerja 6 bulan sampai 1 tahun sebanyak 73 orang dengan presentase 36,5%, masa kerja 1 – 3 tahun sebanyak 78 orang dengan presentase 39%, masa kerja 3 – 5 tahun sebanyak 42 orang dengan presentase 21%, dan masa kerja 5 – 10 tahun sebanyak 7 orang dengan presentase 3,5%.
(57)
48
B. Deskripsi dan Reliabitas Data
1. Deskripsi kategorisasi skor
a. Kategorisasi skor skala budaya organisasi
Peneliti menentukan kategorisasi skor budaya organisasi. Untuk memudahkan menghitung nilai maksimum, minimum, rata-rata, standar deviasi, range, dan jumlah total (sum), menggunakan hitungan komputer dengan program SPSS versi 16.00 didapatkan hasil skor maksimum, minimum, rata-rata, standar deviasi, dan jumlah total (sum). Berikut tabelnya:
Tabel 4.6
Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Budaya Organisasi
Variabel N Range Minimum Maximum Sum Mean Std.
Deviation Variance
Budaya
Organisasi 200 72,00 46,00 118,00 17.240,00 86,2000 15,45231 238,774 Sumber: data olah statistika
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan nilai minimum untuk skala budaya organisasi sebesar 46,00, nilai maksimum sebesar 118,00, jumlah skor skala budaya organisasi sebesar 17.240,00, rata-rata(mean) budaya organisasi sebesar 86,2000, nilai range sebesar 72,00 dan standar deviasinya sebesar 15,45231.
Peneliti menggolongkan sampel ke dalam tiga kategori tingkatan budaya organisasi perusahaan yaitu baik, sedang, dan buruk. Cara untuk mendapat skor budaya organisasi yang dominan adalah pertama, mencari nilai rerata(M) dan simpangan baku(SD). Nilai rerata dan simpangan baku
(58)
49
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam formula berikut (Azwar, 2003) dan menghasilkan sebaran kategori skor seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.7
Kategorisasi Budaya Organisasi
Kategori Rentang Frekuensi Peresentase (%)
Baik > M + 1SD > 102 17 8,5%
Sedang M - 1SD < X < M + 1SD 71 – 102 160 80%
Buruk < M – 1SD < 71 23 11,5%
Jumlah 200 100%
Cat: dilakukan pembulatan pada skor yang diperoleh
Berdasarkan hasil penghitungan kategori skor budaya organisasi, seperti ditunjukkan dalam tabel di atas, diketahui bahwa 8,5% mengatakan bahwa budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur tergolong baik, 80% mengatakan bahwa budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur tergolong sedang, dan 11,5% mengatakan bahwa budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur tergolong buruk. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur tergolong sedang.
b. Kategorisasi skor skala keterikatan kerja
Peneliti menentukan kategorisasi keterikatan kerja untuk memudahkan menghitung nilai maksimum, minimum, rata-rata. Standar deviasi, range, dan jumlah total (sum), menggunakan hitungan komputer dengan program SPSS versi 16.00 didapatkan hasil skor maksimum, minimum, rata-rata, standar deviasi dan jumlah total (sum). Berikut tabelnya:
(59)
50
Tabel 4.8
Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Keterikatan Kerja
Variabel N Range Minimum Maximum Sum Mean Std.
Deviation Variance
Keterikatan
Kerja 200 70,00 42,00 112,00 16.444,00 82,2200 13,29380 176,725 Sumber: data olah statistika
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan nilai minimum untuk skala keterikatan kerja sebesar 42,00, nilai maksimum sebesar 112,00, jumlah skor keterikatan kerja (sum) sebesar 16.444,00, rata-rata (mean) skor keterikatan kerja sebesar 82,2200, nilai range sebesar 70,00, dan standar deviasinya sebesar 13,29380.
Peneliti menggolongkan sampel ke dalam tiga kategori tingkatan keterikatan kerja yaitu tinggi, sedang dan rendah. Cara untuk mendapat skor keterikatan kerja yang dominan adalah pertama, mencari nilai rerata(M) dan simpangan baku(SD). Nilai rerata dan simpangan baku tersebut kemudian dimasukkan ke dalam formula berikut (Azwar, 2003) dan menghasilkan sebaran kategori skor seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.9
Kategorisasi Keterikatan Kerja
Kategori Rentang Frekuensi Peresentase (%)
Tinggi > M + 1SD > 96 12 6%
Sedang M - 1SD < X < M + 1SD 69 – 96 166 83%
Rendah < M – 1SD < 69 22 11%
Jumlah 200 100%
Berdasarkan hasil penghitungan kategori skor tingkat keterikatan kerja seperti ditunjukkan dalam tabel di sebelumnya, diketahui bahwa 6% memiliki
(60)
51
tingkat keterikatan kerja yang tinggi, 83% memiliki tingkat keterikatan kerja yang sedang, dan 11% memiliki tingkat keterikatan kerja yang rendah.
2. Reliabilitas data
a. Reliabilitas skala budaya organisasi
Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan asumsi jika nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,8 dapat dinyatakan bahwa instrument
tersebut sangat reliabel. Hasil uji reliabilitas skala budaya organisasi sebagai berikut:
Tabel 4.10
Uji Reliabilitas Skala Budaya Organisasi Reliability
Cronbach's Alpha 0,895
N 30
Sumber: data olah statistika
Pada skala budaya organisasi diperoleh hasil koefisien reliabilitasnya sebesar 0,895 yang berarti menempati kriteria yang reliabel. Sebagaimana dalam Azwar (2005) semakin tinggi koefisien reliabelitas mendekati 1.00 berarti semakin tinggi tingkat reliabelitasnya.
b. Reliabilitas skala keterikatan kerja
Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan asumsi jika nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,8 dapat dinyatakan bahwa instrument
tersebut sangat reliabel. Hasil uji reliabilitas skala budaya organisasi sebagai berikut:
(61)
52
Tabel 4.11
Uji Reliabilitas Keterikatan Kerja Reliability
Cronbach's Alpha 0,873
N 28
Sumber: data olah statistika
Pada skala keterikatan kerja diperoleh hasil koefisien reliabilitasnya sebesar 0,873 yang berarti menempati kriteria yang reliabel. Sebagaimana dalam Azwar (2005) semakin tinggi koefisien reliabelitas mendekati 1.00 berarti semakin tinggi tingkat reliabelitasnya.
C. Hasil Penelitian
1. Uji normalitas
Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat apakah sebaran dari variabel-variabel penelitian sudah mengikuti distribusi kurva normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan bantuan program Statistical Package
Social Science (SPSS) versi 16,00 for Windows. Adapun uji normalitas data
yang digunakan ini adalah menggunakan rumus Chi-Kuadrat atau
Chi-Square. Kaidah yang digunakan untuk menguji normalitas data adalah jika
signifikansi > 0,05 maka sebaran data tersebut adalah normal, dan sebaliknya jika ≤ 0,05 maka sebaran data tersebut tidak normal.
Berdasarkan uji normalitas data menggunakan Chi-Square pada
Variabel budaya organisasi, diperoleh harga Chi-Square = 28,400, dengan
(62)
53
sebaran data adalah normal. Sedangkan variabel keterikatan kerja diperoleh harga Chi-Square = 37,480, dengan derajat kebebasan df = 45, dan nilai
signifikansi sebesar 0,06 > 0,05 berarti sebaran data adalah normal Berikut ini adalah hasil uji normalitas:
Tabel 4.12
Uji Normalitas Data
Test Statistics
Budaya Organisasi Keterikatan Kerja
Chi-Square 162,850 169,840
Df 40 45
Asymp. Sig. 0,391 0,068
Sumber: data olah statistika
2. Uji Linieritas
Uji linearitas digunakan untuk melihat hubungan variabel bebas dan variabel terikat secara linear. Regresi linear dapat digunakan apabila asumsi linearitas terpenuhi. Asumsi linearitas adalah asumsi yang akan memastikan apakah data yang didapat sesuai atau tidak sesuai dengan garis linear. Kaidah yang digunakan untuk menguji linieritas hubungan adalah jika signifikansi < 0,05 maka hubungannya adalah linier, sebaliknya jika signifikansi > 0,05 maka hubungannya adalah tidak linier.
Tabel 4.13 Uji Linieritas
Change Statistic
R Square Change F Change Sig. Change
0,911 215,641 0,000
(63)
54
Berdasarkan tabel uji linieritas hubungan dengan menggunakan teknik analisis regresi diatas diperoleh harga R Square = 0,911, dengan F = 215,641 signifikansi = 0.000 < 0,05, artinya hubungannya adalah linier.
3. Pengujian hipotesis
Sehubungan dengan perumusan masalah dan hipotesis penelitian yang diajukan maka dapat dijelaskan bahwa variabel yang mempengaruhi keterikatan kerja (Y) adalah budaya organisasi (X). Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier. Dalam perhitungannya peneliti menggunakan program SPSS versi 16.00. Berikut ini adalah hasil perhitungannya :
a. Pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja secara simultan
Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja secara simultan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda secara simultan. Kaidah yang digunakan untuk menganalisa pengaruh budaya organisasi terhadap keterikatan kerja adalah jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis diterima yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel (x) terhadap variabel (y).
Adapun hasil uji regresi linier memunculkan berbagai macam analisis yang akan dijelaskan sebagai berikut:
(64)
55
Tabel 4.14
Analisa Model Regresi
ANOVA Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 32032,371 9 3559,152 215,641 0,000
Residual 3135,949 190 16,505 Total 35168,320 199
Sumber: data olah statistik
Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa nilai regresi sebesar 32032,371, nilai f hitung 215,641 > 4 dan nilai signifikan 0,000 < 0,05 maka hipotesis mayor diterima yang artinya terdapat pengaruh secara simultan antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur. Jadi varian-varian regresi yang diperoleh nantinya dapat digunakan untuk memprediksi tingkat keterikatan kerja karyawan.
Untuk mengetahui kontribusi semua faktor variabel budaya organisasi terhadap variabel keterikatan kerja dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 4.15
Sumbangan Efektifitas Total Sembilan Dimensi Budaya Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja secara Simultan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,954 0,911 0,907 4,06263
Sumber: data olah statistika
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa R square sebesar 0,911, nilai R Square adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar pengaruh atau
(1)
70
karyawan dalam bekerja. Pola komunikasi di dalam sebuah organisasi ataupun perusahaan memiliki 3 pola yakni pola komunikasi dengan atasan, dengan bawahan, serta pola komunikasi dengan rekan kerja. Apabila pola-pola ini terjalin dengan baik maka karyawan akan dapat meningkatkan keterikatan mereka dengan perusahaan, atasan, bawahan, rekan kerja, maupun dengan pekerjaannya. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amanda Giovanni (2013) yang mengatakan bahwa budaya organisasi dan komunikasi organisasi mempunyai pengaruh yang parsial, simultan, dan signifikan terhadap employee
engagement serta komunikasi organisasi berpengaruh lebih dominan terhadap
employee engagement.
Terakhir penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor terbesar dari budaya organisasi yang berpengaruh terhadap keterikatan kerja. Berdasarkan pada tabel 4.15 maka pengaruh atau sumbangan yang diberikan budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan sebesar 91,1%, sedangkan 8,9% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dari total 91,1% pengaruh yang diberikan budaya organisasi terhadap keterikaan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur diketahui faktor dari budaya organisasi yang memberikan sumbangan terbesar dalam memengaruhi keterikatan kerja yakni faktor/dimensi pola-pola komunikasi dengan sumbangan efektifitas sebesar 31,63%, hal ini dapat dilihat di tabel 4.18.
(2)
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data pada bab 4, maka diperoleh kesimpulan dari peneltian ini bahwa terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur. Berikutnya terdapat delapan faktor dari budaya organisasi yang terbukti berpengaruh terhadap keterikatan kerja yakni faktor toleransi terhadap tindakan beresiko, faktor arah, faktor integrasi, faktor dukungan dari pimpinan atau manajemen, faktor control, faktor identitas, faktor toleransi terhadap konflik, serta faktor pola-pola komunikasi. Sedangkan hanya terdapat satu faktor budaya organisasi yang terbukti tidak berpengaruh terhadap keterikatan kerja yakni faktor sistem imbalan.
Kemudian, hasil uji regresi menyatakan bahwa variabel budaya organisasi memberikan sumbangan atau pengaruh terhadap keterikatan kerja sebanyak 91,1%. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa adanya pengaruh budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur. Dari total sumbangan efektifitas yang diberikan budaya organisasi terhadap keterikatan kerja diketahui bahwa dimensi pola komunikasi memberikan sumbangan efektifitas terbanyak dengan nilai sumbangan sebesar 31,63%.
(3)
72
B. Saran
Berdasarkan pengalaman yang dialami dalam melakukan penelitian dan dari hasil penelitian. Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan antara lain dari segi teknik pengambilan sampel dan pembahasan yang kurang meluas karena hanya menggunakan dua variabel saja. Maka peneliti dapat memberikan saran untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya.
1. Saran untuk peneliti selanjutnya
a. Penelitian ini masih sangat terbatas karena pengambilan sampel hanya memiliki waktu yang terbatas dan variabel yang digunakan hanya terbatas pada dua variabel saja sehingga analisis yang diperoleh kurang mendetail terhadap keterikatan kerja. Untuk itu penelti selanjutnya disarankan dapat menggunakan variabel-variabel lain yang lebih bervariasi dalam penelitiannya demi menambah pengetahuan tentang keterikatan kerja, dan lebih memerhatikan faktor-faktor lain dari budaya organisasi.
b. Penelitian ini baru menggunakan pendekatan kuantitatif saja karena
keterbatasan-keterbatasan peneliti baik dalam segi waktu, biaya maupun tenaga, oleh karena itu maka peneliti berharap untuk peneliti selanjutnya agar menggali masalah ini lebih mendalam terutama untuk faktor-faktor budaya organisasi, atau bila memungkinkan dapat digunakan kombinasi dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sehingga, bisa diperoleh sebuah gambaran lebih menyeluruh.
(4)
73
2. Saran Perusahaan
a. Perusahaan hendaknya meningkatkan lagi nilai-nilai dan juga budaya
organisasi yang diciptakan sehingga lebih meningkatkan keterikatan kerja karyawan, serta dapat menciptakan karyawan-karyawan yang benar-benar menyukai dan merasa memiliki ikatan dengan pekerjaannya.
b. Perusahaan memberikan inovasi-inovasi baru kepada karyawannya
agar mereka merasakan kenyamanan bekerja di situ.
c. Perusahaan dapat membuat kotak saran untuk karyawan sehingga
dalam perjalanan perusahaan bisa di evaluasi hal-hal apa saja yang memberatkan karyawan sehingga dapat meningkatkan rasa keterikatan terhadap pekerjaannya.
3. Saran Untuk Karyawan
Bagi karyawan hendaknya lebih meningkatkan rasa keterikatan dengan pekerjaannya dan lebih mementingkan kepentingan perusahaan dibandingkan kepentingan pribadi agar dapat meningkatkan kinerja karyawan dan dapat mencapai target perusahaan.
(5)
74
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M.R. (2013). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Employee Engagement (Studi Pada Karyawan Pt.Primatexco Indonesia Di Batang). Journal of Social and Industrial Psychology.
Bakker, A., Demerouti, E., Xanthoupoulou, D. (2011). How do Engaged
Employees Stay Engaged?. Articulo Original Institute of Psychology, Woudestein.
Damawiyanti, E. (2008). Persepsi Karyawan Tetap Non Manajerial PT Bank Danamon Cabang Melawai Jakarta Selatan Mengenai Pentingnya Budaya Organisasi Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan.
Federman, Brad. (2009). Employee Engagement : A Roadmap for Creating
Profits, Optimizing Performance, and Increasing Loyality. San Francisco : Jossey-Bass A Wiley Imprint
Giovani, A. (2013). Studi Kausal Mengenai Pengaruh Budaya Organisasi Dan
Komunikasi Organisasi Terhadap Employee Engagement Di Hotel
Sheraton Surabaya.
Jewondari, M.R. (2014). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Employee Engagement Pada PT Aspex Kumbong.
Muhid, Abdul. (2010). Analisis Statistik SPSS For Windows. Surabaya: Duta
Aksara.
McBain. (2007). The Practice of Engagement: Research Into Current Employee
Engagement Practice. Strategic HR Review, Vol. 6. Iss: 6. Pp. 16 – 19. Mujiasih, E dan Ika, Z.R. (2012). Meningkatkan Work Engagement Melalui Gaya
Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi.
Robbins S.P, dan Coulter M. 2010. Manajemen Jilid 1. Ed ke-10. Jakarta (ID): Erlangga.
Robbins S.P, dan Judge TA. 2008. Perilaku Organisasi Jilid 2. Ed ke-12. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Robbins, S.P, dan Mary C. (2008). Management, 10th edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Robbins, S.P, dan Timothy A.J. (2007). Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall.
(6)
75
Robbins, S.P. (1996). Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Alih Bahasa: Hadyana Pujaatmaka. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
_______. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Edisi Kelima. Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama.
Robbins, S.P. dan Judge, T.A. (2008). Perilaku Organisasi, Edisi 12 Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.
Robbins, S.P. dan Judge, T.A. (2008). Perilaku Organisasi, Edisi 12 Buku 2. Jakarta : Salemba Empat.
Saks, A.M. (2006). Antecendents and Concequences of Employee Engagement. Journal of Manajerial Psychology. Vol.26. No.7. Page 600-619.
Schaufeli W.B, Bakker A.B, Salanova, M. (2006). The Measurement of Work Engagement with a Short Questionnaire: A Cross-National Study. Educational and Psychological Measurement. 66:701-716.
Schaufeli W.B, Bakker A.B. (2003). Utrecth Work Engagement Scale (UWES) Preilinary Manual. Occupational Health Psychological Measurement. _______. (2004). Job Demands, Job Resources, And Their Relationship With
Burnout And Engagement: A Multi-Sample Study. Journal of
Organization Behavior. Vol.25. Page 293-315.
Schaufeli, W.B. (2002). The Measurement of Engagement and Burnout: A Two
Sample Confirmatory Factor Analytic Approach. Journal of Happiness
Studies, Vol.3, 71 – 92.
Schein, E.H. (2010). Organizational Culture and Leadership, 4th ed. Jossey-Bass. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
________. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Van den Berg, P. & Wilderom, P. (2004). Defining, Measuring, and Comparing Organizational Cultures, Applied Psychology: an International Review, 53 (4), 570 – 582.
Yadnyawati, N.W. (2012). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Employee Engagement Studi Kasus Pada Pt Bursa Efek Indonesia.