Pengaruh Penambahan Enzim Fitase didalam Ransum terhadap Karkas Ayam Broiler

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam broiler
Ayam broiler termasuk kedalam ordo Galliformes, famili Phasianidae dan
spesies Gallus domesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang
lebih muda dan berukuran lebih kecil. Ayam broiler ditujukan untuk menghasilkan
daging dan menguntungkan secara ekonomis. Ayam broiler tumbuh sangat cepat
sehingga dapat dipanen pada umur 6-7 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat
ini dicerminkan dari tingkah laku makannya yang sangat lahap (Amrullah, 2003).
Ayam pedaging merupakan jenis ayam yang dipelihra untuk dimanfaatkan
dagingnya (Tamaluddin, 2014) dengan ungkapan lain ayam ini sering kali disebut
ayam potong. Inilah yang membedakannya dengan ayam kampung atau ayam ras
petelur, karena ayam jenis lainnya (selain broiler) diambil telur dan dagingnya.
Ayam yang dimaksud adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur dibawah 8
minggu ketika dijual dengan bobot tertentu mempunyai pertumbuhan yang cepat serta
mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak (Rasyaf,
2004).
Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat,
banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relatif
lebih rendah aktifitasnya bila dibandingkan dengan jenis ayam yang digunakan untuk
produksi telur (Pond et al., 1995). Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus

mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik,
menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam

Universitas Sumatera Utara

membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang
sangat memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya.
Saat ini produksi daging ayam broiler menempati urutan pertama sebagai
penyumbang ketersediaan daging ternak asal unggas di Indonesia. Kontribusi daging
asal unggas mengalami peningkatan dari 20 % pada tahun 1997 menjadi 65% pada
tahun 2008 (Fadilah, 2013). Peningkatan populasi ayam broiler mengalami
peningkatan dari tahun ketahun, dibawah ini peningkatan jumlah populasi ayam
broiler dari tahun 2007 sampai 2011.
Tabel 1. Populasi Ayam Broiler Secara Nasional
Tahun

Jumlah Populasi (ekor)

2007


891.659

2008

902.052

2009

1.026.379

2010

986.871

2011

1.041.968

Sumber: Direktoral jendral peternakan dan kesehatan hewan, kementerian
pertanian Republik Indonesia (2013)


Dari tahun ketahun perkembangan genetik ayam broiler cukup pesat.
Perkembangan tersebut ditujukan untuk menghasilkan ayam dengan karakteristik
unggul dalam upaya memenuhi kebutuhan akan protein hewani yang harus didapat
dengan biaya yang relatif lebih murah dan kecepatan pemenuhannya yang tinggi
dengan kualitas daging yang baik (Tamaluddin,2014). Untuk menunjang pemenuhan
kebutuhan ayam broiler perlu diperhatikan perkembangan genetik dari ayam broiler,
perbaikan mutu genetik dari ayam broiler sangat berpengaruh terhadap pertambahan
bobot badan ayam broiler yang semakin baik serta pemanfaatan pakan yang semakin

Universitas Sumatera Utara

efisien serta umur panen yang semakin singkat. Pada tabel dibawah ini menunjukkan
pengaruh dari perbaikan mutu genetik terhadap

pertambahan bobot badan dan

efisiensi penggunaan pakan dari tahun ketahun yang selalu mengalami penurunan
umur panen dan penurunan FCR ayam broiler.
Tabel 2. Pengaruh Perkembangan Genetik pada Performans Ayam Broiler

Tahun
1950

umur saat bobot badan
1.800 Gram
84 hari

FCR
3,25

1960

70 hari

2,50

1970

59 hari


2,20

1980

51 hari

2,10

1990

43 hari

1,95

2000

35 hari

1,65


2010

32 hari

1,50

Sumber : Tamaluddin (2014)

Ransum ayam broiler
Ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam
dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai kebutuhan gizi
bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan (Rasyaf,
2004) ransum meiliki peran penting dalam kaitannya dengan aspek ekonomi, yaitu
sebesar 65-70% dari total biaya produksi yang di keluarkan. Pakan yang dikonsumsi
sebagian dicerna dan diserap tubuh. Sebagian yang tidak dicerna diekskresikan dalam
bentuk feses. Zat- zat makanan (nutrien) dari pakan yang dicerna digunakan untuk
sejumlah proses didalam tubuh. Pengunnaanya secara pasti bervariasi tergantung
spesies, umur dan produktivitas unggas. Unggas menggunakan zat- zat makanan yang

Universitas Sumatera Utara


diserap untuk fungsi esensial seperti metabolisme tubuh, memelihara panas tubuh
serta mengganti dan memperbaharui sel-sel tubuh dan jaringan. Penggunaan pakan
untuk pertumbuhan, penggemukan atau produksi telur dikenal sebagai kebutuhan
produksi (Suprijatna, 2005).
Pakan memegang peranan yang sangat penting dalam usaha pembesaran atau
penggemukan ayam broiler. Pakanlah yang menetukan pertambahan bobot ayam
broiler. Pakan yang diberikan kepada ayam broiler harus berkualitas yakni
mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan ayam (Fadillah, 2013). Pemilihan
pakan yang berkualitas tentunya akan meningkatkan keuntungan peternak karena
biaya pakan akan semakin efisien sebagai dampak konversi pakan yang baik, waktu
yang singkat karena pertumbuhan ayam yang cepat dan sehat mendapatkan nutrisi
yang seimbang (Tamaluddin, 2014).
Pakan mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan ayam broiler.
Untuk bisa tumbuh dengan optimal, pakan harus mengandung unsur nutrisi yang
seimbang. Nutrisi dilepaskan saat dicerna, kemudian diserap masuk kecairan dan
jaringan tubuh. Nutrisi dalam pakan ayam terdiri dari karbohidrat, lemak, protein,
mineral, vitamin dan air. Energi sering kali dikelompokkan sebagian dari zat
makanan karena dihasilkan dari proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
tubuh (Fadillah, 2013). Dalam menunjang tercapainya bobot badan ayam broiler hal

yang perlu diperhatikan adalah kecukupan kebutuhan nutrisi dari ayam broiler. Pada
tabel dibawah ini memperlihatkan kebutuhan nutrien ayam broiler untuk fase starter
dan fase finisher.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Ayam Ras Pedaging
Nutrisi

Satuan

Kandungan

Starter

Finisher

Kadar Air

%


Maksimum

14

14

Protein Kasar

%

Maksimum

19

18

Lemak Kasar

%


Maksimum

7

8

Serat Kasar

%

Maksimum

6

6

Abu

%


Maksimum

8

8

Ca

%

Maksimum

0,9-1,2

0,9-1,2

P Total

%

Minimum

0,6-1,0

0,6-1,0

P Tersedia

%

Minimum

0,4

0,4

Energi Metabolik

Kkal/Kg

2900

2900

Lisin

%

1,1

0,9

Metionin

%

0,4

0,3

Metionin+Lisin

%

0,6

0,5

Sumber : Cobb-vantes.com (2012)

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi ransum pada ayam broiler ialah
temperatur lingkungan, kesehatan ayam, tingkat energi ransum yang diberikan, sistem
pemberian makanan kepada ayam, jenis kelamin ayam dan genetik ayam (Mulyadi,
2014).
Bahan makanan yang tersedia dan terbanyak dimakan oleh bangsa unggas
berasal dari biji-bijian, limbah pertanian dan sedikit dari hasil hewani dan perikanan.
Strategi yang dianut kini adalah menggunakan bahan makanan yang tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia. Disamping tidak bersaing dengan kebutuhan manusia,
pakan ayam juga harus mudah didapatkan dan harganya relatif murah. Bahan
makanan yang biasa digunakan sebagai pembentuk ransum ayam adalah bekatul,

Universitas Sumatera Utara

dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang, bungkil kacang kedelai, tepung ikan, jagung
kuning, lemak dan minyak (Rasyaf, 1994).
Fungsi makanan yang diberikan ke ayam pada prinsipnya memenuhi
kebutuhan pokok untuk hidup, membentuk sel-sel yang rusak. Selanjutnya makanan
itu untuk keperluan berproduksi (Sudaryani dan Santoso, 1997). Energi dalam ransum
berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Energi yang dikonsumsi ayam pedaging
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk aktivitas diubah menjadi panas
dan dapat disimpan dalan jaringan tubuh (Anggorodi, 1985).
Berdasarkan jenisnya pakan ayam broiler dapat digolongkan menjadi empat
kelompok, yaitu prestarter, starter, grower dan finisher. Perbedaan dari ketiga pakan
tersebut adalah bentuk dan kandungan nutrisnya. Pakan starter dengan kandungan
protein 23- 24% (Tamaluddin, 2014).
Karkas Ayam Broiler
Menurut Rasyaf (1995) karkas adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong
kepala sampai batas batang leher, kaki batas lutut (ceker), organ dalam dan darah
serta bulu. Selama pengolahan yaitu dari bentuk ayam hidup menjadi karkas akan
menjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian (berat karkas diperoleh
kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya) karena bagian bulu, kaki, ceker, leher, kepala,
isi perut, dipisahkan dari bagian daging tubuh. Dengan demikian karkas yang
diperoleh berupa daging pada bagian tubuh dan ditambah daging paha. Pada ayam
broiler besarnya karkas adalah 75% dari berat hidupnya (Rasyaf, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Menurut siregar (1994) bobot karkas normal adalah 60-70% dari bobot tubuh.
Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong
hidup dikali 100%.

Kualitas Karkas
Pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan baik secara kualitas dan
kuantitas akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan berat badan ternak di
samping manajemen pemeliharaan yang baik (Warwick and Legates, 1988). Bobot
potong ternak ditentukan oleh bobot hidupnya, bobot potong akan berpengaruh
terhadap besarnya penimbunan lemak tubuh, persentase karkas dan kualitas daging.
Kenaikan bobot potong cenderung akan meningkatkan persentase karkas, yang diikuti
dengan kenaikan persentase tulang dan daging

(Soeparno, 1992).

Karkas merupakan komponen tubuh ayam pedaging yang paling tinggi nilai
ekonomisnya. Salah satu penyebabnya adalah karena karkas mempunyai daging yang
paling banyak (Abubakar dan Natamijaya, 1999). Karkas Broiler adalah daging
bersama tulang ayam bersama pemotongan, setelah dipisahkan dari kepala sampai
batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas lutut serta dari isi rongga perut ayam.
Rata-rata bobot karkas ayam broiler berkisar antara 65-75% bobot hidup broiler
waktu siap potong (Murtidjo, 1987).
Kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak terhadap suatu
kondisi pemasaran. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi bobot karkas,
jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas dari karkas yang dihasilkan. Penilaian
karkas dapat didasarkan atas bobot karkas dan tingkat perlemakan (Soeparno, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Swatland (1984), bagian-bagian karkas unggas adalah sayap, yaitu bagian
daging pada tulang radius ulna dan humerus dengan tulang-tulangnya. Dada yaitu
daging yang menempel pada tulang sternum dengan tulang-tulangnya. Paha yaitu
bagian daging yang melekat pada tulang pelvis ditambah daging dan tulang paha yang
dipisahkan pada sendi antara femur dan tibia (patela), serta punggung yaitu bagian
yang memanjang dari pangkal leher sampai pada bagian pelvis dengan daging dan
tulang yang ada padanya.

Lemak abdominal
Lemak abdomen merupakan salah satu komponen lemak tubuh, yang terdapat
dalam rongga perut (Yusmaini, 2008). Lemak abdominal merupakan kombinasi berat
lemak abdomen dan lemak yang melekat pada gizzard. Lemak abdominal mempunyai
korelasi yang tinggi dengan total lemak tubuh dan lemak pada berbagai depot
(Soeparno, 1992).

Menurut Haris (1997), perlemakan tubuh diakibatkan dari

konsumsi energi berlebih yang akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada bagian
intramuscular, subcutan dan abdominal. Menurut Fontana et al. (1993)

lemak

abdomen akan meningkat pada ayam yang diberi ransum dengan protein rendah dan
energi ransum yang tinggi. Ditambahkan lagi oleh Tillman et al. (1991) yang
menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan karkas yang
mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi menyebabkan lemak dan
karbohidrat yang disimpan dalam glikogen rendah.
Menurut Harimurti (1990), bahwa persentase lemak abdominal ayam betina
relatif lebih tinggi daripada jantan. Hal tersebut dikarenakan sifat pertumbuhan ayam

Universitas Sumatera Utara

jantan lebih cepat sehingga energi yang ada digunakan untuk pertumbuhan. Bobot
lemak abdominal diperoleh dengan menimbang lemak yang terdapat dalam rongga
abdominal. Kualitas pakan sangat berpengaruh terhadap pembentukan lemak
abdominal. Meningkatnya kandungan energi pakan akan diikuti oleh meningkatnya
lemak abdominal (Hakim, 1997). Menurut

Soeparno (1992), bahwa lemak

abdominal ayam broiler berkisar antara 2-3% dari bobot hidup.
.
Giblet (organ bagian dalam)
Menurut Kurtini, et al. (2014), giblet adalah hasil ikutan pada unggas, terdiri
dari hati, jantung, dan gizzard (rempela). Menurut Soeparno (2005), bobot hidup
memengaruhi bobot giblet. Bobot giblet meningkat dengan meningkatnya bobot
karkas, walaupun persentase terhadap bobot hidup ayam akan menurun (Rasyaf,
2004). Pada hasil penelitian Bastari (2012) dilaporkan bahwa pada umur 24 hari
bobot giblet broiler yang dipelihara di semi closed house dengan litter sekam padi
yaitu sebesar 45,84--47,87 g. Faktor-faktor yang memengaruhi bobot giblet
diantaranya adalah bangsa, umur, bobot tubuh, obat-obatan, dan ransum (Ressang,
1984).
Asam Fitat
Asam fitat merupakan zat anti gizi karena mempunyai kemampuan untuk
berikatan dengan mineral yang mengakibatkan kelarutan mineral tersebut menurun,
sehingga ketersediaan mineral menjadi rendah. Penambahan enzim fitase merupakan
salah satu cara untuk mengatasi tingginya asam fitat dalam ransum, karena enzim

Universitas Sumatera Utara

fitase mempunyai kemampuan menghidrolisa asam fitat yang terkandung pada bahan
pakan menjadi senyawa inositol dan glukosa serta senyawa fosfor organik. Senyawasenyawa ini sangat berperan dalam proses respirasi untuk pembentukan ATP
(Cohyodadi,2008).
Tingginya asam fitat dalam jagung dan dedak akan memyebabkan terganggu
proses metabolisme zat makanan dalam organ-organ pencernaan sehingga organ
pencernaan harus bekerja keras untuk melaksanakan fungsinya dalam proses
pencernaan dan metabolisme makanan. Zat anti nutrisi termasuk asam fitat, akan
menyebabkan organ-organ ini akan bekerja lebih lama dan akan menyebabkan
gangguan fisiologi termasuk berat dari organ pencernaan ini (Sugiyarti, 2005).
Sebelum mengaplikasikan bahan pakan terhadap ternak terutama ternak unggas perlu
diperhatikan zat antinutrisi yang terkandung dalam bahan pakan, salah satunya adalah
kandungan asam fitat yang baynak terdapat pada biji- bijian. Pada tabel dibawah ini
terdapat kandungan asam fitat dari berbagai bahan pakan.
Tabel 4. Kandungan Asam Fitat Didalam Bahan PakanTernak
No

Bahan Pakan

Kandungan Asam Fitat

1

Barley

0.97- 1.08

2

Bungkil Biji Kapas

2.86- 4.29

3

Oat

0.84- 1.01

4

Bungkil Wijen

1.44- 5.18

5

Bungkil Kedelai

1- 1.47

6

Terigu

0.62- 1.35

Sumber : Widodo (2005)

Universitas Sumatera Utara

Bagi hewan-hewan yang tergolong monogastric (unggas dan ikan), fitat
merupakan senyawa fosfat-komplek yang sulit dicerna, karena tidak adanya bakteri
penghasil fitase dalam saluran pencernaannya. Selain itu dengan kemampuan sifat
pengkelat dari fitat maka akan mengurangi ketersediaan fosfat, mineral dan elemenelemen serta protein penting dalam tubuh hewan

(Rimbach et al., 1998).

Adanya asam fitat menyebabkan beberapa mineral-mineral penting dan
protein menjadi tidak terlarut sehingga tidak dapat diserap oleh usus pada ternak
monogastrik khususnya unggas karena tidak adanya fitase yang dihasilkan
(Angel et al., 2002; Singh 2008). Dengan terbentuknya senyawa fitat-mineral atau
fitat-protein yang tidak larut dapat menyebabkan penurunan ketersediaan mineral
dan nilai gizi protein (Kornegay, 2001). Tidak tersedianya fitase maka sebagian
besar P diekresikan bersama ekskreta kelingkungan. Asam fitat juga dapat mengikat
beberapa enzim pencernaan seperti amilase,

tripsin, pepsin dan β-galaktosidase

sehingga menurunkan aktivitasnya (Inagawa et al., 1987). Suplementasi enzim dalam
pakan ternak seperti enzim fitase, amilase dan multi enzim lainnya di Eropa dan
Negara maju telah digunakan untuk meningkatkan kualitas pakan unggas. Namun di
Negara berkembang seperti Indonesia suplementasi enzim terutama kedalam pellet
belum banyak dilakukan. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas dedak padi
tersebut yaitu dengan suplementasi enzim fitase. Namun, kelemahan menggunakan
fitase yaitu hilangnya aktivitas fitase pada suhu tinggi, sementara enzim fitase
umumnya stabil pada suhu 600C.
Asam fitat juga berpengaruh terhadap pemanfaatan kandungan nutrisi pakan.
Ikatan Chelatfitat meningkatkan kebutuhan mineral dalam pakan. Mekanisme dari

Universitas Sumatera Utara

persaingan

chelation

dapat

disebabkan

oleh

pengaruh

chelators

dalam

mempengaruhi Bioavailability mineral. Bentuk chelatfitat mineral akan menurun kan
ketersediaan mineral karena terbentuknya fitat kompleks yang tidak larut. Kompleks
mineral-chelat adalah merupakan bentuk yang larut dan kerapkali diabsorbsi secara
utuh atau dapat melepaskan mineral dari ikatan fitat di dalam brush border pada
epitelusus (Makkar, 1998).
Enzim Fitase
Fitase merupakan salah satu enzim yang tergolong dalam kelompok Fosfatase
yang mampu menghidrolisis senyawa fitat (myo-Inositol (1,2,3,4,5,6) hexakisfosfat.
Enzim fitase dikelompokkan menjadi 2 yaitu 3-fitase dan 6-fitase. Pengelompokan ini
didasarkan pada kemampuan enzim fitase untuk melepas molekul phosphor (H2PO4)
pada atom C dari gugus benzene Inositol. Enzim 3-fitase umumnya dijumpai pada
mikrobia dan memulai menghidrolisis molekul phosphor pada atom C nomor 3 dari
gugus benzena Inositol. Pada beberapa tahun terakhir, enzim fitase sangat intensif
diteliti dan menjadi enzim yang mempunyai nilai komersial tinggi. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan mereduksi senyawa fitat dalam ransum makanan ternak. Fitase
dapat dijumpai pada mikroorganisme seperti jamur dan bakteria, baik fitase
ekstraseluler maupun intraseluler. Sampai saat ini aktifitas spesifik fitase tertinggi
ditemukan dari isolasinativ protein bakteri E. coli (Greiner et al., 1993).
Mekanisme reaksi fitase memecah asam fitat
Fitase adalah merupakan heterologous group dari enzim, memiliki
kemampuan untuk menghidrolisis ester fosfat dan optimal pada pH rendah. Urutan

Universitas Sumatera Utara

dari fitase dari prokaryotes dan eukaryotes, bersama-sama terdapat pada dua bagian
dari rangkaian yang sama, semuanya melindungi residuh istidin (di dalam darah).
Asam fosfatase atau fitase mengandung tangan aktif yang merupakan group histidin
asam fosfatase. Semua tangan aktif ini seluruhnya dilindungi didalam fitase asal fungi
dan selalu ada didalam fitase asal coli.

Universitas Sumatera Utara