Perilaku Ibu dalam Pemberian Pertolongan Persalinan pada Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Rasoki Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya
datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan
orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pada dasarnya
pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang
dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik
secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan
yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan
masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan mempunyai enam tingkatan
yaitu:
1. Tahu (know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang

10
Universitas Sumatera Utara

11

telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.
2. Pemahaman (Comprehension)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip

dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus
statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang
diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

12

5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasiformulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas,
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang

telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. (Notoatmodjo, 2003).

2.2 Teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa faktor penyebab
masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku
khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hala-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

Universitas Sumatera Utara


13

oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan lain
sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk perilaku
kesehatan misalnya : pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan
pengetahuan dan kesehatan bagi ibu hamil diperluklan pengetahuan kesadaran
ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri
dan janinnya, disamping itu kadang - kadang kepercayaan, tradisi dan sistem
nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu tersebut untuk
periksa kehamilan. Misalnya orang hamil tidak boleh di suntik (periksa hamil
termasuk suntik anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat.
Faktor – faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku,
maka sering disebut faktor pemuda.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah Faktor – Faktor ini
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat
pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebaiknya.
Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter dan bidan praktek
swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, Masyarakat memerlukan

sarana dana prasaran pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan kehamilan.
ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena dia tahu dan sadar
manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat
memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya : Puskesmas,
polindes, bidan praktek, ataupun rumah sakit. fasilitas ini pada hakekatnya

Universitas Sumatera Utara

14

mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor
– faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor ini
meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga),
sikap dan perilaku para petugas kesehatan. termasuk juga disini undang –
undang, peraturan – peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang
terkait dengan kesehatan. untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang –
kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan
fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh

masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih pada petugas kesehatan.
disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku
masyarakat tersebut seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan
memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundangundangan yang mengharuskan ibu hamil periksa hamil (Notoatmodjo, 2003).

2.3 Teori Health Believe Model (HBM)
Teori kepercayaan kesehatan adalah salah satu teori yang paling sering
digunakan dalam aplikasi ilmu perilaku kesehatan yang dikembangkan pada tahun
1950 oleh sekelompok psikologi untuk membantu menjelaskan mengapa orang
akan menggunakan pelayanan kesehatan. sejak terbentuk teori HBM telah
digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kesehatan. Yang dihipotesis oleh
teori HBM adalah tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kesehatan beberapa
kejadian stimulasi yang terdiri dari 3 faktor yaitu :

Universitas Sumatera Utara

15

1. Cukup motivasi (masalah kesehatan) untuk membuat masalah yang ada
menjadi relevan.

2. Keyakinan bahwa seorang rentan atau serius mengalami masalah kesehatan
dari suatu penyakit atau kondisi. Hal ini sering dianggap sebagai ancaman
yang dirasakan.
3. Keyakinan bahwa mengikuti rekomendasi tertentu yang akan bermanfaat
dalam mengurangi ancaman yang dirasakan, pada biaya yang dikeluarkan.
biaya mengacu pada hambatan yang dirasakan harus diatasi dalam rangka
untuk mengikuti rekomondasi kesehatan, tetapi tidak terbatas pengeluaran
keuangan (Maiman, 1997).

2.4 Aspek Sosial Budaya Dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa yang mempunyai
latar belakang budaya yang beraneka ragam. Lingkungan budaya tersebut sangat
mempengaruhi tingkah laku manusia yang memiliki budaya tersebut, sehingga
dengan keanekaragaman budaya, menimbulkan variasi dalam perilaku manusia
dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan.
Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang
berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan,
tetapi ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah
diantara kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan
(Sarafino, 2002).


Universitas Sumatera Utara

16

2.4.1 Faktor Sosial Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan
a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua.
b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan
berpendidikan tinggi.
c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut
agama lain.
d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan.
(Sarifano, 2002).
2.4.2 Faktor Budaya Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan
diantaranya adalah :
a. Rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.
b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan.
c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.

d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan
tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga
meningkat.
e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi
pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

17

2.5 Persalinan
Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta, selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah kehamilan 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit (Winknjosastro, 2007). Helen Varney mengatakan persalinan adalah
rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu.
Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh
perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Varney,
H, 2007). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin (Saifuddin, 2006). Tanda-tanda persalinan yaitu rasa sakit oleh adanya
his yang datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar darah lendir yang banyak
karena robekan-robekan kecil pada serviks, terkadang ketuban pecah dengan
sendirinya, pada pemeriksaan dalam didapat serviks yang mendatar dan
pembukaan jalan sudah ada (Yeyeh, 2009).
Proses dinamik dari persalinan meliputi empat komponen yang saling
berkaitan yang mempengaruhi baik mulainya dan kemajuan persalinan. Empat
komponen ini adalah passanger (janin), passage (pelvis ibu), power (kontraksi
uterus), dan Psikis (status emosi ibu). Bila persalinan dimulai, interaksi antara
passanger, passage, power, dan psikis harus sinkron untuk terjadinya kelahiran
pervaginam spontan (Wlash, 2007)

Universitas Sumatera Utara

18

2.5.1 Bentuk Persalinan
Bentuk persalinan berdasarkan defenisi adalah sebagai berikut :
a. Persalinan spontan, bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan

ibu sendiri.
b. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin
yang dilahirkan sebagai berikut (Manuaba, 1998) :
a. Abortus (terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu
hidup di luar kandungan).
b. Persalinan prematuritas (persalinan sebelum umur hamil 28 sampai 36
minggu).
c. Persalinan aterm (persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu).
d. Persalinan serotinus (persalinan melampaui umur hamil 42 minggu).
e. Persalinan presipitatus (persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam).
2.5.2 Proses Terjadinya Persalinan
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui secara pasti, sehingga
menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his
(kontraksi otot rahim). Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat
hamil yaitu:

Universitas Sumatera Utara

19

a. Estrogen yang berfungsi unrtuk meningkatkan sensitivitas otot rahim dan
memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
rangsangan prostaglandin, dan rangsangan mekanis.
d. Progesteron yang berfungsi untuk menurunkan sensivisitas otot rahim,
menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis dan juga menyebabkan otot
rahim dan otot polos relaksasi (Manuaba, 1998).

Bagaimana terjadinya

persalinan masih belum dapat dipastikan, besar kemungkinan semua faktor
bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor.
Berdasarkan teori yang dikemukakan, persalinan anjuran (induksi
persalinan) dapat dilakukan dengan jalan:
1. Memecahkan ketuban
2. Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi
3. Induksi persalinan dengan mekanis
4. Persalinan dengan tindakan operasi (Manuaba, 1998).
2.5.3 Tanda Persalinan
Gejala persalinan sebagai berikut:
1. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek.
2. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu berupa pengeluaran lendir,
dan lendir bercampur darah.
3. Dapat disertai ketuban pecah.

Universitas Sumatera Utara

20

4. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks, dapat berupa
perlunakan, pendataran maupun pembukaan serviks.
2.5.4 Faktor-faktor Penting dalam Persalinan
Terdapat beberapa faktor yang berperan penting dalam persalinan yaitu:
1. Power (his, kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis atau
kekuatan mengejan, ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum).
2. Passanger (janin dan plasenta).
3. Passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang).
Dalam persalinan masih terdapat subfaktor yang memengaruhi jalannya
persalinan sehingga dapat terjadi kemungkinan (1) persalinan yang berlangsung
dengan kekuatan sendiri yang disebut dengan persalinan eutosia dan (2)
persalinan yang berlangsung dan menyimpang dari kekuatan sendiri disebut
persalinan distosia. Persalinan letak belakang kepala dan berlangsung spontan
terjadi paling banyak. Persalinan di Indonesia terutama di pedesaan sebagian besar
ditolong oleh tenaga nonmedis yang disertai berbagai penyulit kelahiran sampai
kematian. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, pre-eklampsia dan
eklampsia (Manuaba, 1998).
Dalam upaya menurunkan AKI, maka pemerintah menjalankan berbagai
program yang dicanangkan secara internasional diantaranya adalah Safe
Motherhood dan Making Pregnancy Safer (MPS). Safe Motherhood dicanangkan
di Nairobi Kenya 1987 dan memiliki empat pilar yaitu:

Universitas Sumatera Utara

21

1. Keluarga Berencana untuk menjamin tiap individu dan pasangannya memiliki
informasi dan pelayanan untuk merencanakan saat, jumlah, dan jarak
kehamilan.
2. Pelayanan Antenatal untuk mencegah komplikasi dan menjamin bahwa
komplikasi dalam persalinan dapat terdeteksi secara dini serta ditangani secara
benar.
3. Persalianan Aman untuk menjamin bahwa semua tenaga kesehatan
mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan peralatan untuk melaksanakan
perrsalinan yang bersih, aman dan menyediakan pelayanan pasca persalinan
kepada ibu dan bayi baru lahir.
4. Pelayanan

Obstetrik

Neonatal

Esensial/Emergensi

untuk

menjamin

tersedianya pelayanan esensial pada kehamilan risiko tinggi dengan gawatobstetrik/GO, pelayanan emergensi untuk gawat-darurat-obstetrik/GDO dan
komplikasi persalianan pada setiap ibu yang membutuhkannya.
Keempat pilar tersebut harus disediakan melalui pelayanan kesehatan
primer yang bertumpu pada pondasi keadilan (equity) bagi seluruh kaum
perempuan.

Safe

Motherhood

merupakan

upaya

global

untuk

mencegah/menurunkan kematian ibu dengan slogan ‘Making Pregnancy Safer’

(MPS).
Making Pregnancy Safer (MPS) memiliki 3 pesan kunci yaitu: (1) setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap komplikasi obstetrik
dan neonatal ditangani secara adekuat, dan (3) setiap perempuan usia subur
mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan

Universitas Sumatera Utara

22

penanganan komplikasi keguguran. Making Pregnancy Safer (MPS) memiliki
empat strategi utama yaitu:
1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
berkualitas.
2. Membangun kemitraan yang efektif melaui kerjasama lintas program, lintas
sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan
sumber daya yang tersedia.
3. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan
pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu/bayi
baru lahir serta pemanfaatan pelayanan yang tersedia.
4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo,
2009).
2.6 Penolong Persalinan
Yang dimaksud dengan tenaga penolong persalinan adalah orang-orang
yang biasa memeriksa wanita hamil atau memberikan pertolongan selama
persalinan dan nifas. Tenaga yang dapat memberikan pertolongan selama
persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan (mereka yang
mendapatkan pendidikan formal seperti dokter spesialis, dokter umum, bidan dan
perawat bidan) dan bukan tenaga kesehatan, yaitu dukun bayi yang terlatih dan
tidak terlatih (Prawirihardjo, 2009).

Universitas Sumatera Utara

23

Berdasarkan Depkes RI (1997), dalam program KIA dikenal beberapa
jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis
tenaga tersebut adalah:
1. Tenaga Profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,
pembantu bidan, dan perawat lain.
2. Dukun bayi :
a. Terlatih : ialah dukun bayi yang mendapatkan latihan oleh tenaga
kesehatan yang dinyatakan lulus.
b. Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan
lulus (Manalu, 2007).
2.6.1. Tenaga Kesehatan
Komplikasi dan kematian ibu serta neonatal sering terjadi pada masa
sekitar masa persalinan. Oleh sebab itu intervensi ditekankan pada kegiatan
pertolongan persalinan yang aman yaitu oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2001).
Persalinan oleh tenaga kesehatan dianggap memenuhi persyaratan sterilitas, selain
itu bila mendadak terjadi resiko tinggi atau mengalami keadaan gawat darurat
maka penanganan atau pertolongan pertama serta rujukan dapat segera dilakukan.
Dalam menolong persalinan, teknik pertolongan persalinan dan prinsip sterilisasi
alat kesehatan diterapkan oleh tenaga kesehatan sehingga diharapkan persalinan
aman dapat diperoleh. Keterbatasan dari penolong persalinan ini adalah pelayanan
hanya terbatas pada pelayanan medis, tanpa terjangkau oleh faktor budaya
sehingga rasa aman secara psikologis kurang terpenuhi. Kadang-kadang

Universitas Sumatera Utara

24

pelayanan tidak terjangkau dari segi keberadaan dan jarak. Umumnya imbalan
jasa berupa uang sehingga menyulitkan masyarakat miskin (Manuaba, 2006).
Menurut Supartini (2004) diharapkan setiap ibu hamil memanfaatkan
petugas kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat dalam pertolongan
persalinan. Dengan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, ibu
akan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan prinsip bebas kuman dan
prosedur standar pelayanan. Jika ditemui adanya komplikasi dalam persalinan, ibu
akan mendapatkan pertolongan yang tepat (Supartini, 2004).
Menurut Fatimah yang dikutip Manalu (2007), bidan adalah seseorang
yang telah mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan bidan yang telah
diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Bidan
desa yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja 1 sampai 2
desa dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik didalam maupun diluar
jam kerjanya harus tetap bertanggung jawab langsung kepada kepala puskesmas.
Tugas pokok bidan desa adalah : (1) Melaksanakan kegiatan puskesmas di
desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah yang dihadapi, sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan, (2) Menggerakkan dan membina
masyarakat desa di Wilayah kerjanya agar tumbuh kesadarannya untuk dapat
berperilaku hidup sehat.
Bidan selama ini adalah tenaga kesehatan yang menjembatani antara
pelayanan kesehatan tradisional dengan pelayanan kesehatan modern. Pada
banyak situasi, terkadang mereka dihadapkan pada kasus-kasus rujukan dukun
bayi terlambat yang dari sudut kompetensi dan kemampuan teknik yang mereka

Universitas Sumatera Utara

25

miliki. Mereka sudah tidak boleh menanganinya dan kemudian dirujuk ke rumah
sakit dalam kondisi sangat gawat.
2.6.2. Bukan Tenaga Kesehatan (Dukun Beranak)
Tenaga yang sejak dahulu kala sampai sekarang memegang peranan
penting dalam pelayanan persalinan adalah dukun bayi (dukun beranak, dukun
bersalin). Dalam lingkungannya, dukun bayi merupakan tenaga terpercaya. Dukun
bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang
dapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara
tradisional, dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun
belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan
keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Depkes RI, 2001).
Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun
beranak berkaitan pula dengan sistim nilai budaya masyarakat sehingga dukun
bayi pada umumnya diperlakukan sebagai tokoh masyarakat potensi sumber daya
manusia. Pengetahuan tentang fisiologi dan patologi dalam kehamilan, persalinan
serta nifas sangat terbatas, sehingga bila timbul komplikasi ia tidak mampu
mengatasinya, bahkan tidak mampu untuk menyadari arti dan akibatnya
(Prawirohardjo, 2009)
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, dukun bersalin adalah
praktek pelayanan kesehatan alternatif yang dilakukan oleh dukun yang khusus
menangani masalah kehamilan/kelahiran baik yang sudah pernah mendapat
pelatihan dari Departemen Kesehatan maupun belum. Istilah dukun bersalin juga
dikenal dengan paraji (Jawa Barat), atau dukun beranak (DKI Jakarta). Dukun

Universitas Sumatera Utara

26

beranak di Bali dikenal dengan istilah balian manak, profesi ini pada umumnya
dilakukan oleh laki-laki yang berusia di atas 50 tahun yang menurut kepercayaan
umat Hindu telah mendapat wahyu atau petunjuk gaib (Swasono, 1998). Praktek
tenaga kesehatan (nakes) adalah praktek pribadi/per orangan yang dilakukan oleh
perawat atau bidan
yang dilakukan tidak di rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, polindes,
posyandu, atau klinik.
Hasil studi yang dilakukan Balitbang Kes (2006) menyatakan bahwa
kemampuan tenaga non profesional / dukun bersalin masih kurang, khususnya
yang berkaitan dengan tanda-tanda bahaya, resiko kehamilan dan persalinan serta
rujukannya. Menurut Suprapto (2003), kurangnya pengetahuan dukun bayi dalam
mengenal komplikasi yang mungkin timbul dalam persalinan dan penanganan
komplikasi yang tidak tepat akan meningkatkan resiko kematian pada ibu bersalin.
Sedangkan dari hasil penelitian Zalbawi (2006) dikatakan bahwa alasan ibu
memilih dukun bayi dalam persalinan karena pelayanan yang diberikan lebih
sesuai dengan sistem sosial budaya yang ada, mereka sudah dikenal lama karena
berasal dari daerah sekitarnya dan pembayaran biaya persalinan dapat diberikan
dalam bentuk barang (Zalbawi, 2006).
Dukun beranak adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya
seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan
menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut
secara turun temurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah
peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Manalu,

Universitas Sumatera Utara

27

2007). terjadi kejadian yang membahayakan, sehingga memerlukan bantuan untuk
memberikan pertolongan yang tetap menuju persalinan aman. Penolong persalinan
wajib menerapkan upaya pencegahan infeksi seperti yang dianjurkan yaitu
(Depkes,2004) :
1. Sarung Tangan
Sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus dipakai dalam
setiap pemeriksaan dalam, membantu kelahiran bayi, melakukan episiotomi,
menjahit laserasi, dan memberikan asuhan bagi bayi baru lahir. Sarung tangan
harus diganti apabila terkontaminasi atau berlubang.
2. Perlengkapan Pelindung Pribadi
Mengenakan penutup tubuh yang bersih dan penutup kepala atau ikat
rambut pada saat menolong persalinan, Jika memungkinkan, pakai masker dan
kacamata yang bersih. Semua perlengkapan tersebut harus dikenakan selama
membantu kelahiran bayi dan pada saat melaksanakan penjahitan laserasi atau
luka episiotomi.
3. Persiapan Tempat Persalinan, Peralatan dan Bahan
Ruangan bersalin harus memiliki sistem penerangan/pencahayaan yang
cukup, baik dari jendela, lampu di langit-langit kamar, maupun sumber cahaya
lainnya. Ruangan harus hangat dan terhalang dari tiupan angin secara langsung.
Harus tersedia perlengkapan dan obat-obatan esensial yang diperlukan untuk
persalinan, membantu kelahiran asuhan bayi baru lahir.

Universitas Sumatera Utara

28

2.7 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Syahrial yang dikutip Simangunsong (2009), proses pemanfaatan
pelayanan kesehatan terbagi dalam beberapa tahap yaitu:
a. Keinginan

dan

kebutuhan

apa

yang

mendorong

pelanggan

untuk

menggunakan suatu jasa (need arousal).
b. Apakah pelanggan mengumpulkan informasi berkaitan dengan kebutuhan
yang dirasakan (information gathering).
c. Bagaimana pelanggan mengevaluasi alternatif (decision evaluation).
d. Bagaimana pelanggan memanfaatkan jasa pelayanan (decision execution).
e. Bagaimana sikap pelanggan setelah memanfaatkan jasa pelayanan (post
decision assessment).
Pemanfaatan (utility) pelayanan kesehatan oleh masyarakat dapat terjadi
pada saat masyarakat ingin memperbaiki status kesehatannya, dengan tujuan
untuk mencapai status kesehatan yang lebih baik. Alasan mengapa masyarakat
memerlukan status kesehatan yang lebih baik karena didorong oleh adanya
keinginan untuk dapat menikmati hidup sebaik mungkin (Simangunsong, 2009).
Menurut Arrow yang dikutip Tjiptoherijanto (1994), hubungan antara keinginan
sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja
sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya adalah karena
persoalan kesenjangan informasi. Adanya keinginan sehat menjadi konsumsi
perawatan kesehatan melibatkan berbagai informasi, yaitu aspek yang
menyangkut status kesehatan yang membaik, informasi tentang macam perawatan
yang tersedia dan informasi tentang efektifitas pelayanan tersebut. Dari informasi

Universitas Sumatera Utara

29

inilah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan
penggunaan (utility) pelayanan kesehatan.
2.8 Landasan Teori
Kepercayaan kesehatan

(health belief) sebagaimana dikemukakan

Anderson (1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi:
penilaian terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang penyakit. Sehubungan dengan kajian dalam penelitian ini
tentang pemanfaatan penolong persalinan maka aspek sikap, dan pengetahuan
difokuskan pada pemanfaatan penolong persalinan.
Karakteristik Predisposisi
1. Demografi
2. Struktur Sosial
3. Kepercayaan
Kesehatan
Karakteristik Pendukung
1. Kemampuan
Keluarga
2. Komunitas

Pemanfaatan Pertolongan
Persalinan

Karakteristik Kebutuhan
1. Perasaan Subjektif
tentang penyakit
2. Evaluasi Klinis

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Anderson (1974) dalam Notoadmojo (2005)

Universitas Sumatera Utara

30

2.9 Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disusun kerangka pikir sebagai berikut:
Karakteristik :
 Umur
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Pendapatan
 Paritas

Pemanfaatan Pertolongan Persalinan

Pengetahuan
Sikap

Keterangan :
Untuk mengungkap gambaran karakteristik ibu dalam pemanfaatan
penolong

persalinan

di

Wilayah

Kerja

Puskesmas

Labuhan

Rasoki

Padangsidimpuan Tenggara Tahun 2017, maka kerangka konsep yang digunakan
adalah menurut teori Anderson dalam Notoatmodjo (2003) yang menyatakan
bahwa ada beberapa faktor-faktor utama lainnya seperti faktor karakteristik
(umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, paritas), pengetahuan dan sikap yang
dapat mempengaruhi ibu dalam pemanfaatan penolong persalinan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan diwilayah kerja puskesmas hamparan perak kabupaten deli serdang medan tahun 2014

0 41 81

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 31 64

Kajian Kejadian Pertolongan Persalinan Dukun Bayi

0 3 23

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR IBU BERSALIN DALAM MEMILIH PERTOLONGAN PERSALINAN DENGAN Gambaran Faktor-Faktor Ibu Bersalin Dalam Memilih Pertolongan Persalinan Dengan Bantuan Dukun Bayi Di Puskesmas Wonosegoro II Boyolali.

0 2 17

Perilaku Ibu dalam Pemberian Pertolongan Persalinan pada Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Rasoki Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

0 0 15

Perilaku Ibu dalam Pemberian Pertolongan Persalinan pada Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Rasoki Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

0 0 2

Perilaku Ibu dalam Pemberian Pertolongan Persalinan pada Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Rasoki Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

0 0 9

Perilaku Ibu dalam Pemberian Pertolongan Persalinan pada Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Rasoki Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 Chapter III VI

0 0 34

Perilaku Ibu dalam Pemberian Pertolongan Persalinan pada Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Rasoki Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

0 0 4

Perilaku Ibu dalam Pemberian Pertolongan Persalinan pada Dukun Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Rasoki Kota Padangsidimpuan Tahun 2017

0 0 6