Analisis Yuridis Cross Rezim Hak Cipta dan Desain Industri di Indonesia

30

BAB II
PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA ANTARA HAK CIPTA
DAN DESAIN INDUSTRI

A. Karakter Hak Cipta dan Desain Industri
Kreativitas dan inovasi teknologi sebagaimana peningkatan ekonomi sangat
dibutuhkan bagi pertumbuhan masyarakat dan pengembangan industri.Melalui kreasi
dan inovasi teknologi mendatangkan kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi bagi
kehidupan masyarakat.Sebagai contoh dalam rangka pengembangan teknologi di
bidang piranti lunak (software) komputer atau teknologi informasi yang baru
diperlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang membutuhkan keahlian tertentu. Di
sisi lain, kegiatan menggandakan/mengkopi, menggunakan atau memalsukan
kreativitas dan inovasi yang telah dikembangkan oleh orang lain merupakan sesuatu
yang mudah.42
Bagi mereka yang telah mengembangkan inovasi atas teknologi baru dengan
menghabiskan banyak waktu dan biaya, apabila penggunaan teknologi oleh orang lain
tanpa hak menyebabkan dorongan untuk mengembangkan teknologi lain akan
menurun atau bahkan hilang, dan akibatnya pertumbuhan kreativitas manusia dan
pengembangan industri dapat terhambat. Dari sudut pandang tersebut, dikembangkan

suatu kaidah hukum yang dapat mendorong penelitian dan pengembangan dengan
memberikan perlindungan bagi teknologi baru yang tercipta selama waktu tertentu

42

Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, Hal. 3

30

Universitas Sumatera Utara

31

dengan memberikan hak eksklusif bagi para pengembang seperti Hak Kekayaan
Intelektual.
Di tahun-tahun belakangan ini, sejalan dengan kondisi ekonomi seperti
globalisasi ekonomi, perdagangan barang-barang selain produk seperti perdagangan
jasa secara signifikan meningkat dengan pesat.Khususnya ketika ekonomi
menitikberatkan pada bidang jasa, menimbulkan kendala non tarif terhadap
perdagangan bebas, dan sebagai hasilnya, harmonisasi sistem HAKI43 secara

internasional menjadi hal yang sangat menarik perhatian.
Sistem HAKI berbeda di setiap negara dan HAKI memiliki akibat hukum
tersendiri di setiap negara. Bagaimanapun juga, meluasnya produk-produk palsu dan
maraknya program komputer, musik dalam bentuk Compact Disc dan karya cipta
film dalam format Video Compact Disc (VCD) bajakan akhir-akhir ini membawa
kerusakan yang hebat dalam dunia perdagangan, dan sejalan dengan ini, sengketasengketa internasional yang berkaitan dengan HAKI pun terus meningkat. Dari
permasalahan tersebut, kebutuhan perlindungan HAKI dan harmonisasi sistem HAKI
secara internasional lebih meningkat dibanding sebelumnya.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan
budaya yang sangat kaya. Hal ini sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa
dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu
43

Akronim HAKI/HaKI/HKI adalah terjemahan Intellectual Property Rights, sebelum
pengertian ini lebih dikenal dengan HAKI/HaKI, sebelum akhirnya dalam keseluruhan menyepakati
dengan akronim HaKI sebagai HKI, dan dalam perkembangannya,akronim HKI sebagai suatu
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dibawah penanganan sistem dari Departemen
Kehakiman RI, juga lihat Zen Umar Purba, makalah disampaikan pada seminar nasional
diselenggarakan oleh Kadin, Jakarta 31 Januari 2001, Hal. 2.


Universitas Sumatera Utara

32

dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya
intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak
semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para
penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat
meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja, tetapi juga
bangsa dan negara.
Dalam kerangka permasalahan inilah, kehadiran undang-undang hak cipta
perlu memperoleh perhatian sewajarnya. Dalam ilmu hukum, hak cipta seperti halnya
hak-hak lainnya yang dikenal dalam Hak atas Kekayaan Intelektual digolongkan
sebagai hak milik perorangan yang tidak berwujud. Hak ini bersifat khusus, karena
hak tersebut hanya diberikan kepada pemilik atau pemegang hak yang bersangkutan
untuk dalam waktu tertentu memperoleh perlindungan hukum guna mengumumkan,
memperbanyak, mengedarkan, dan lain-lain hasil karya ciptanya atau memberi izin
kepada orang lain untuk melaksanakannya. Hak cipta sering pula dikatakan hak
eksklusif,


karena

mengenyampingkan

orang

lain

untuk

mengumumkan,

memperbanyak, atau mengedarkan dan lain-lain, kecuali atas izin pemilik atau
pemegang hak yang bersangkutan. Ciri-ciri seperti itu pula yang kemudian sering
mengundang semacam kritik,

bahwa hak

cipta berkembang


dari

paham

“individualisme”, bertentangan dengan paham kekeluargaan dan kegotong-royongan
bangsa Indonesia.44

44

Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI),
Jakarta: Sekretariat Negara RI, terbit tanpa tahun, Hal. 8

Universitas Sumatera Utara

33

Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum yang
dinamakan Hukum HAKI meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak

yuridis dari karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia bertautan
dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral.45 Bidang yang
dicakup dalam hak-hak atas kekayaan intelektual sangat luas, karena termasuk di
dalamnya semua kekayaan intelektual yang terdiri atas ciptaan sastra, seni, dan ilmu
pengetahuan.
Perlindungan hukum HAKI oleh WIPO46 dan oleh praktik negara-negara,
dikelompokkan secara tradisional ke dalam dua kelompok kekayaan intelektual yaitu
Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) dan Hak Cipta dan Hak Terkait
(Copyrights dan Neighboring Rights).
Kekayaan

Industri

mencakup

perlindungan

invensi

melalui


paten,

perlindungan kepentingan komersial tertentu melalui undang-undang merek dan
undang-undang tentang nama dagang, dan undang-undang tentang perlindungan
desain industri. Disamping itu, kekayaan industri meliputi pengendalian persaingan
yang tidak wajar. Sedangkan hak cipta memberikan hak-hak tertentu kepada para
pengarang atau pencipta karya intelektual lainnya (sastra, musik dan seni) untuk
memberikan wewenang atau melarang untuk menggunakan karya tersebut selama

45

Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Bandung: Alumni, 2003, Hal. 8
WIPO didirikan berdasarkan Convention Establishing the World Intellectual Property
Organization, yang ditandatangani 14 Juli 1976 di Stockholm dan mulai berlaku 1970. WIPO menjadi
organisasi internasional bagian dari United Nations (PBB) pada Desember 1974.
46

Universitas Sumatera Utara


34

waktu tertentu. Secara luas, hak cipta mencakup ketentuan-ketentuan tentang
perlindungan hak cipta menurut pengertian kata yang tepat dan juga perlindungan
terhadap apa yang biasanya disebut dengan “hak-hak terkait”, sehingga eksklusif
sifatnya.47
Perjanjian TRIPs tidak mendefenisikan kekayaan intelektual, tetapi Pasal 1
dan 2-nya menyebutkan bahwa kekayaan intelektual terdiri atas berikut ini:
a.

Hak cipta dan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta seperti hak dari
artis pertunjukan, produser rekaman suara dan organisasi penyiaran).

b. Merek.
c.

Indikasi geografis.

d. Desain industri.
e.


Paten.

f.

Desain rangkaian listrik terpadu.

g. Rahasia dagang dan data mengenai test.
h. Varietas tanaman baru.
Kekayaan intelektual berhubungan dengan permohonan perlindungan atas
gagasan-gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial. Kekayaan
intelektual merupakan kekayaan pribadi yang bisa dimiliki dan dialihkan kepada
orang lain sebagaimana halnya jenis-jenis kekayaan lainnya termasuk dijual dan
dilisensikan.

47

Suyud Margono, Op. Cit., Hal. 25

Universitas Sumatera Utara


35

Konsepsi yang mendasar dalam rezim hukum hak cipta adalah bahwa hak
cipta tidak melindungi ide-ide, informasi atau fakta-fakta, tetapi lebih melindungi
bentuk dari pengungkapan ide-ide, informasi atau fakta-fakta tersebut (expressionof
ideas). Hal ini juga diatur dan ditentukan oleh negara-negara anggota WIPO,
Australia misalnya, hak cipta didefenisikan:48
copyright is form of intelectual property protection for a variaty of creative
Works. It is not ideas but their expression which are subject to copyright.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hak cipta adalah ada (exist) dalam
bentuk nyata (real), dan bukan ide-ide itu sendiri. Maka hak cipta tidak melindungi
ide-ide atau informasi tersebut dituangkan dalam bentuk yang dapat dihitung dalam
bentuk materi, dan dapat diproduksi ulang.
Hak cipta lahir sebagai hasil cipta karsa dari seorang pencipta melalui olah
pikir manusia dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, yang bersifat originality dan
individuality. Hak Cipta diperoleh tanpa harus mendaftarkan, karena hak cipta
bersifat automatic protection. Pada pokoknya, hak cipta diperoleh bukan karena
pendaftaran, guna penyelesaian sengketa pada proses litigasi juga bilamana pihak
yang bersengketa dapat membuktikan kebenaran akan ciptaannya, maka hakim dapat

menentukan pencipta yang sebenarnya. Selain itu, untuk menjamin keamanan
ciptaannya, seorang pencipta dalam mengeksploitasi (tujuan komersial) akan memilih
untuk mendaftarkan ciptaan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

48

CAL (Copyright Agency Ltd), Copyright Information Sheet, Sydney: Copyright Ltd, Hal.

12.

Universitas Sumatera Utara

36

Departemen Hukum dan HAM. Keaslian suatu karya baik berupa karangan atau
ciptaan merupakan suatu hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta.
Maksudnya, karya tersebut harus benar-benar merupakan hasil karya orang yang
mengakui karya tersebut sebagai karangan atau ciptaannya. 49
Istilah hak cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut common
lawsystemyakni copyright, sedangkan di Eropa seperti Perancis dikenal droit
d’aueteur dan di Jerman sebagai urheberecht. Di Inggris penggunaan istilah
copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk melindungi si
pencipta. Namun seiring dengan perkembangan hukum dan teknologi, maka
perlindungan diberikan kepada pencipta serta cakupan hak cipta diperluas tidak hanya
mencakup bidang buku, tetapi juga drama, musik, artystic work, fotografi dan lainlain. Pada dasarnya perlindungan hak cipta diberikan selama pencipta hidup dan
setelah meninggal 50 tahun kemudian.50
Di dalam bidang hak cipta (copyright), yang merupakan bagian HAKI
terkandung hak-hak eksploitasi atau hak-hak ekonomi (economic right) dan hak-hak
moral (moral right).Berdasarkan hak-hak ekonomi yang dipunyai, memungkinkan
seorang pencipta mengeksploitasi suatu karya cipta sedemikian rupa untuk
memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi, sehingga perlu dilindungi secara
memadai.Terkandung di dalam suatu karya cipta yang memiliki nilai-nilai ekonomis.
Oleh karena itu, suatu ciptaan jika tidak dikelola secara tertib berdasarkan
49

Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Dan Lisensi, Bandung, CV.
Mandar Maju, 2012, Hal. 35
50
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

37

seperangkat kaidah-kaidahhukum, dapat menimbulkan sengketa-sengketa antara
pemilik hak cipta dengan pengelola (pemegang) hak cipta atau pihak lain yang
melanggarnya. Untuk pengaturannya diperlukan seperangkat ketentuan-ketentuan
hukum yang efektif dari segala kemungkinan pelanggaran oleh mereka yang tidak
berhak atas hak cipta yang dimiliki seseorang.
Perkembangan pengaturan hukum hak cipta sejalan dengan perkembangan
kebutuhan masyarakat dewasa ini, bahkan perkembangan perdagangan internasional,
artinya bahwa konsep hak cipta telah sesuai dengan kepentingan masyarakat untuk
melindungi hak-hak si pencipta berkenaan dengan ciptaannya, bukan kepada penerbit
lagi. Di sisi lain, demi kepentingan perdagangan, pengaturan hak cipta telah menjadi
materi penting dalam TRIPs agreement yang menyatu dalam GATT/WTO, selain itu
konsep hak cipta telah berkembang menjadi keseimbangan antara kepemilikan
pribadi (natural justice) dan kepentingan masyarakat.
Indonesia sebagai koloni kerajaan Belanda yang telah dijajah selama 3,5 abad,
kedudukannya dalam hubungan internasional dan pengaturan hukum nasionalnya
ditentukan dan bergantung sepenuhnya kepada Belanda. Dengan kondisi sedemikian
ini, hukum positif tentang hak cipta yang secara formal berlaku di Indonesia adalah
A.W.1912 yang mulai berlaku pada tanggal 23 September 1912.51
Sejak negeri Belanda menandatangani naskah Konvensi Berne tentang
International Convention for the Protection of Literary and Artistic Work pada
tanggal 1 April 1913, sebagai negara jajahannya Indonesia diikutsertakan dalam
51

Suyud Margono, Op. Cit., Hal. 54

Universitas Sumatera Utara

38

konvensi tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Staadsblad Tahun 1914 Nomor
797.52
Konvensi Berne diadakan pertama kali oleh para anggotanya pada tahun 1886
yang kemudian direvisi beberapa kali merupakan basis perlindungan hak cipta secara
internasional.Selanjutnya timbul gagasan untuk menciptakan hukum secara universal
yang dikenal Universal Copyright Convention (UCC).Konvensi Berne bertujuan
untuk melindungi hak pengarang (hak cipta) di bidang karya seni, sastra dan ilmu
pengetahuan.Perlindungan mana diberikan kepada seluruh anggota dari konvensi itu
dan secara bertimbal balik saling melindungi hak pengarang (hak cipta) antara
Negara-negara yang menjadi anggota.Perlindungan adalah suatu jaminan supaya
tidak timbul pelanggaran atau kejahatan di bidang hak pengarang (hak cipta).53
Konvensi Berne pada hakikatnya mensyaratkan Negara anggotanya untuk
melindungi karya-karya, yang diantaranya sebagai berikut:54
1. Karya tertulis (written material) seperti halnya buku dan laporan.
2. Musik.
3. Karya drama dan koreografi.
4. Karya arsitektur.
5. Karya sinematografi dan video.
6. Karya adaptasi, seperti terjemahan dan aransemen music.
52

Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan & Peranannya Dalam Pembangunan,
Jakarta: Sinar Grafika, 2012, Hal. 134
53
Ibid., Hal. 137
54
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intelectual Property Rights Kajian Hukum
Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005, Hal. 3

Universitas Sumatera Utara

39

7. Koleksi/kumpulan seperti ensiklopedia.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang secara formal merupakan
juga pengakhiran berlakunya tertib hukum kolonial, dilanjutkan dengan awal tertib
hukum nasional berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945. Pada tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
mencabut A.W. 1912 dan sekaligus mengundangkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982
Nomor 15.55
Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia dilatarbelakangi karena
keikutsertaan dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam
Agreement Establishing the world Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Right (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang
Hak Kekayaan Intelektual) yang selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1994.56
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Berne pada tahun 1997 melalui
Keppres No. 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Treaty
(Perjanjian Hak Cipta WIPO) melalui Keppres No.6 Tahun 1997. Selain itu Indonesia
juga telah meratifikasi TRIPs pada tahun yang sama yang mengatur mengenai
perlindungan karya melalui hak cipta, yaitu:57
1. Semua karya yang dilindungi berdasarkan Konvensi Berne.
55

Bersamaan dengan pencabutan A.W. 1912, oleh Pemerintah RI dengan penetapan Dewan
Perwakilan Rakyat telah menetapkan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982.
56
Suyud Margono, Op. Cit., Hal. 69
57
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

40

2. Program komputer.
3. Database.
4. Pertunjukan, baik langsung maupun rekaman.
5. Rekaman suara.
6. Siaran-siaran.
Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1987 dan terakhir Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, yang selanjutnya
disingkat UUHC, dimana perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal
yang sesuai dengan TRIPs Agreement, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu
disempurnakan untuk memberikan perlindungan bagi karya-karya intelektual di
bidang hak cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual
yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas.
Pasal 7 Persetujuan TRIPs menyebutkan, perlindungan dan penegakan hukum
HAKI bertujuan mendorong tumbuhnya inovasi, pengalihan dan penyebaran
teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasilan dan pengguna
pengetahuan teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi
serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.Prinsip-prinsip pokok persetujuan
TRIPs58, antara lain sebagai berikut:

58

A. Zen Umar Purba, Menyambut Milenium III: TRIPs, Dimensi HaKI dan Kesiapan Kita,
Newsletter No. 39, X (Desember 1999), Hal. 2

Universitas Sumatera Utara

41

a. Menetapkan standar minimum untuk perlindungan dan penegakan hukum
HAKI di negara-negara peserta. Dengan demikian, negara pesertabisa
menetapkan standar yang lebih tinggi selama hal tersebut tidak bertentangan
dengan persetujuan TRIPs.
b. Negara-negara peserta diharuskan memberikan perlindungan HAKI yang
sama kepada warga negaranya sendiri dan warga negara peserta lainnya.
Apapun hak yang diberikan kepada warga negaranya, juga harus diberikan
pada warga negara peserta lain.
Persetujuan TRIPs memuat ketentuan mengenai penegakan hukum yang ketat
disertai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan sengketa (dengan adanya
Dispute Settlement Body), yang diikuti dengan hak bagi negara yang dirugikan untuk
mengambil tindakan balasan di bidang perdagangan secara silang (cross-relatiatory
measures).Persetujuan TRIPs merupakan kesepakatan internasional yang paling
komprehensif dalam bidang HAKI, yang juga merupakan perpaduan dari prinsipprinsip dasar GATT dengan ketentuan-ketentuan substantif dari kesepakatankesepakatan internasional untuk perlindungan HAKI dalam suatu kerangka
multilateral.
Setelah persetujuan TRIPs, Indonesia mempunyai hukum positif tentang Hak
Cipta yang baru, yaitu Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang terdiri dari 78 (tujuh puluh delapan)pasal. Dengan demikian,
Undang-undang Hak Cipta ini mulai berlaku (entry into force) tanggal 29 Juli
2003.Lahirnya undang-undang hak cipta yang baru dan dianggap telah full

Universitas Sumatera Utara

42

compliance59terhadap ketentuan dalam TRIPs Agreement ini tidak lepas dari
kecenderungan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya
untuk memberikan perlindungan hukum HAKI.Ciptaan dilindungi secara tersendiri
dengan tidak mengurangi hak cipta atas karya asli, termasuk bagi ciptaan yang tidak
atau belum diumumkan tetapi sudah dalam bentuk kesatuan nyata (real) yang dapat
diperbanyak. Ketentuan Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta Indonesia, menyatakan
bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra yang meliputi karya:60
1. Buku-buku, program komputer, pamflet, karya tipografis, susunan perwajahan
(lay-out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato atau ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Cipta lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
5. Drama atau drama musical, tari, kareografi, pewayangan dan pantonim.
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
7. arsitektur
8. Peta

59

IP Compliance atau kepatuhan pada komitmen pada norma HAKI memiliki spektrum yang
lebih luas. Lebih dari sekedar kesesuaian dalam pengaturan, tetapi juga menyangkut ketaat-asasan
dalam sikap dan perilaku para pendukungnya: para penyelenggara negara ataupun masyarakatnya,
Lihat sambutan Sekretaris Negara/Kabinet. Bambang Kesowo (pada seminar, IP Compliance Dalam
Rangka Prinsip Good Corporate Governance, diselenggarakan oleh Perhimpunan Masyarakat HAKI
Indonesia/IIPS, Jakarta, 27 Maret 2003) Hal. 2
60
Suyud Margono, Op. Cit., Hal. 71

Universitas Sumatera Utara

43

9. Seni batik.
10. Karya fotografi.
11. Karya sinematografi.
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database61 dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
Begitu pula dengan desain industri yang merupakan bagian dari kekayaan
intelektual yang masuk dalam bidang hak milik perindustrian disamping hak cipta,
paten, rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu.Desain industri merupakan
salah satu bagian HAKI yang unik dan memerlukan suatu persamaan persepsi,
mengingat adanya tumpang tindih antara desain industri dan bagian HAKI
lainnya.Selain itu terdapat beberapa konsep hukum mengenai HAKI lainnya seperti
paten dan hak cipta yang digunakan dalam desain industri. Dari hukum paten
mengambil jangka waktu monopoli yang terbatas yang didapat melalui pendaftaran
yang memberikan hak kepada pemilik/pemegang hak atas desain untuk menghentikan
pihak lain untuk memproduksi produk dengan desain yang sama, dan konsep
kebaharuan atas desain merupakan syarat mutlak agar suatu desain dapat didaftarkan.
Sedangkan dari hukum hak cipta, desain industri meminjam konsep ide-ide menjadi
bentuk-bentuk fisik yang merupakan perwujudan dari ide.62

61

Pasal 10 ayat 2 TRIPs Agreement menentukan untuk memberikan perlindungan khusus
bagi kompilasi data (Compilations of Data) sebagai Karya Cipta:
“Compilation of data or other material, wheather in machine readable or other form, which by
reason of the selection or arrangement of their contents contitude intellectual creations shall be
protection as such. Such protection, which shall not extend to the data or material itself, shall be
without prejudice to any copyright subsisting in the data or material itself”
62
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam era Perdagangan
Bebas, Jakarta : Grasindo, 2004, Hal. 48

Universitas Sumatera Utara

44

Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa
lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreatifitas cipta, rasa dan
karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi ia merupakan produk intelektual manusia.63
Perkembangan desain industri berkembang pesat sejak lahirnya revolusi
industri di Inggris. Semula terdapat desain industri dengan dua dimensi yang diatur
pada tahun 1787 dan berkembang menjadi tiga dimensi yang diatur melalui Sculpture
Copyright Act 1789 dan direvisi tahun 1814. Hingga kemudian lahir Registered
Design Act 1949 yang menentukan desain industri sebagai bagian seni terapan
(applied art), dan di Inggris dicakup tiga bentuk perlindungan desain yaitu design
registration, full copyright dan design copyright. Selain berkaitan dengan hak cipta,
bisa juga desain industri bersinggungan dengan hak paten dan hak merek.64
Ada kesamaan antara hak cipta bidang seni lukis (seni grafika) dengan desain
industri, akan tetapi perbedaannya akan terlihat ketika desain industri itu dalam
wujudnya lebih mendekati paten. Jika desain industri semula diwujudkan dalam
bentuk lukisan, karikatur atau gambar/grafik, satu dimensi yang dapat diklaim
sebagai hak cipta, maka pada tahapan berikutnya ia disusun dalam bentuk dua atau
tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang melahirkan produk materil
dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam wujud itulah kemudian ia
dirumuskan sebagai desain industri.

63

H. Oka Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007,

64

Endang Purwaningsih, Buku I, Op. Cit., Hal. 102

Hal. 467

Universitas Sumatera Utara

45

Kadang-kadang terdapat hubungan yang rancu antara hak cipta dengan hak
desain, disebabkan oleh suatu desain misalnya blue print dari penampilan produk
tertentu yang termasuk dalam karya seni guna perolehan hak cipta.Jika karya seni
dipakai sebagai blue print untuk memproduksi suatu produk maka pemegang karya
seni tersebut juga mempunyai hak cipta atas ciptaan karya seninya itu.Misalnya
seseorang mendesain sebuah kursi ukir fantastis di atas kertas.Jika desain itu baru dan
didaftarkan maka si pencipta desain berhak atas hak desain. Selain itu ciptaan tersebut
bisa dinilai sebagai karya seni sehingga bila dia membuat kursi berdasarkan desain
tersebut, juga akan memiliki hak cipta atas kursi tersebut.
Di Indonesia dahulu desain industri tercakup dalam Undang-undang nomor 5
Tahun 1984 Tentang Perindustrian dan sekarang ini diatur tersendiri dalam Undangundang nomor 31 Tahun 2000 tentang desain industri65, dan secara khusus dipisahkan
dari materi desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak desain industri diberikan untuk
desain industri yang baru, yakni apabila pada tanggal penerimaan desain industri
tersebut tidak samadengan desain yang telah diungkapkan sebelumnya. Pemegang
hak desain memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang
dimilikinya dan melarang siapapun yang tanpa persetujuannya membuat, memakai,
menjual, mengimpor dan atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.

65
Istilah yang dijumpai dalam UU tersebut adalah “desain produk industri”. Sedangkan istilah
industrial design sering digunakan oleh masyarakat Eropa dan Jepang. Istilah desain industri itu
sendiripun sebelumnya dijumpai juga dalam Pasal 25 dan 26 TRIPs Agreement. Paling tidak dengan
UU No. 31 Tahun 2000 tersebut Indonesia telah memenuhi standar minimal tentang perlindungan hak
atas kekayaan intelektual menurut persetujuan TRIPs, dimana desain industri termasuk di dalamnya.

Universitas Sumatera Utara

46

Konvensi dasar dalam perlindungan desain industri adalah Konvensi Paris
pada tahun 1883 yang dilanjutkan dengan Konvensi Hague 1925 tentang The Hague
Arrangement Concerning the International Depposit of Industrial and Design.
Kemudian TRIPs 1994 juga mengatur desain industri dalam cakupan HaKI.
Ketenntuan hak prioritas seperti pada HaKI lain juga diterapkan pada hak desain
dengan bersandar pada Konvensi Paris. Namun demikian kelengkapan berkas
prioritas harus juga memenuhi syarat formal administrative di Indonesia apabila akan
didaftarkan di Indonesia. Ketentuan hak prioritas diatur pada Pasal 16-17 UU Desain
Industri Indonesia.
Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi
garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk
tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan
dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.66
Merujuk pada defenisi di atas maka, karakteristik desain industri itu dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Satu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau
garis dan warn atau gabungan keduanya.
2. Bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut harus berbentuk dua atau tiga
dimensi.
3. Bentuk tersebut harus pula meberi kesan estetis.
66

H. Oka Saidin, Op. Cit., Hal. 468

Universitas Sumatera Utara

47

4. Kesemua itu (butir 1, 2 dan 3 di atas) harus dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, berupa barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Unsur yang terdapat pada karakteristik 1, 2 dan 3 lebih mendekati pada
perlindungan hak cipta, namun unsur yang terdapat pada butir 4 merupakan unsur
yang harus ada dalam paten.
Begitu pentingnya unsur seni atau estetis dalam desain industri ini. Seni yang
mengandung unsur keindahan atau estetika itu adalah hasil kreasi atau kreativitas
manusia, karenanya ia merupakan karya intelektualitas manusia yang semestinya
dilindungi sebagai property rights. Di sisi lain jika karya intelektualitas itu dapat
diterapkan dan menghasilkan suatu produk berupa barang atau komoditas industri,
maka gabungan keduanya (antara nilai estetika dan nilai produk) dirumuskan sebagai
desain industri. Oleh karena itulah hak atas desain industri dirumuskan sebagai hak
eksklusif. Hal ini disebabkan hanya pendesain saja yang boleh mendapatkan hak
tersebut dari negara.
Namun demikian, sekalipun merupakan hak eksklusif pemegang hak desain
dapat mengizinkan kepada pihak lain untuk menikmati manfaat ekonomi dari desain
industri tersebut dengan cara lisensi yakni berupa perjanjian pemberian hak, bukan
pengalihan hak.
Pengalihan hak tidak dapat dilakukan dikarenakan makna pengalihan tersebut
mengakibatkan beralihnya hak moral (moral rights), sedangkan hak moral itu adalah
hak yang sangat khusus dimiliki oleh pendesain, yang tidak dapat dialihkan dalam
keadaan bagaimanapun.

Universitas Sumatera Utara

48

Ada 2 (dua) pendekatan filosofis terhadap desain industri sebagai bagian hak
kekayaan intelektual, yaitu :
1. Pendekatan hak cipta yang berpangkal di negara-negara Eropa dengan melihat
desain industri sebagai karya cipta, rasa dan karsa (budaya).
2. Pendekatan paten, yang berpangkal di negara Jepang dan Amerika Serikat
dengan melihat desain industri sebagai produk yang bernilai bisnis.
Perbedaan pada cara pendekatan filosofis terhadap desain industri sebagai
bagian dari hak kekayaan intelektual, menyebabkan terjadinya perbedaan dalam
susunan normatif peraturan perundang-undangan tentang itu di berbagai negara.
Perspektif hak cipta misalnya, desain industri dilihat sebagai suatu hasil
dimana pemikiran atau perasaan diekspresikan dengan cara yang kreatif dan
diwujudkan dalam bentuk karya yang bernilai estetis. Sedangkan perspektif paten,
desain industri dilihat sebagai upaya untuk mendorong terciptanya penemuan dengan
mengedepankan aspek perlindungan dan kegunaannya juga memberi kontribusi bagi
kemajuan industri. Perlindungan terhadap desain industri adalah merupakan
gabungan dari perlindungan terhadap hak cipta dan paten, namun antara hak cipta,
paten dan desain industri tetap memiliki perbedaan. Pada hak cipta terdapat nilai
estetik, efek ratio dan rasa serta efek kegunaan, sedangkan pada paten, khususnya
paten sederhana lebih mengedepankan unsur materi yang dapat diterapkan dalam
bidang teknologi dan industri serta mengutamakan ratio dan efek kegunaan. Pada
desain industri penekanannya pada materi yang melahirkan kesan estetik dan
mengutamakan rasa dan efek estetika.

Universitas Sumatera Utara

49

Tujuan perlindungan hukum terhadap masing-masing bidang hak kekayaan
intelektual tersebut juga berbeda. Undang-undang hak cipta misalnya, bertujuan
untuk menetapkan hak-hak pencipta dan menjamin perlindungan terhadap karyanya
yang berkenaan dengan eksploitasi kebudayaan (ilmu pengetahuan, seni dan sastra)
yang adil dan benar dan dengan demikian dapat memberi kontribusi bagi kemajuan
peradaban umat manusia.
Berbeda dengan tujuan perlindungan hukum hak cipta, undang-undang paten
(sederhana) bertujuan untuk mendorong terciptanya suatu peralatan dengan
mengedepankan aspek perlindungan dan kegunaan peralatan yang berkaitan dengan
bentuk atau susunan, sehingga dapat memberi kontribusi bagi perkembangan industri.
Sedangkan tujuan undang-undang desain industri, kegunaannya adalah untuk
mendorong terciptanya

suatu karya desain

dengan

mengedepankan

unsur

perlindungan dan kegunaannya, sehingga dapat memberi kontribusi bagi kemajuan
industri.
Sama

dengan

perlindungan

hak

atas

kekayaan

intelektual

lainnya

perlindungan terhadap desain industri selain dilindungi berdasarkan undang-undang
dalam negeri masing-masing, secara internasional perlindungan atas desain industri
termaktub dalam:
1. The Paris Convention for the Protection of Industrial Property of 1883.
2. The Hague Agreement Concerning the International Deposit of Industrial
Design of 1925.
3. The Locarno Agreement Establishing an International Classification for
Industrial Designs of 1968.

Universitas Sumatera Utara

50

4. TRIPs Agreement under the World Trade Organization Agreement
5. The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works of
1886.
6. The Universal Copyright Convention of 1952.
Khusus mengenai London Act 1934 dan Haque Act 1960, tidak semua negara
tunduk pada kedua konvensi tersebut. Indonesia misalnya hanya tunduk pada
Konvensi London Act 1934 bersama-sama dengan Spanyol, Tunisia, Mesir dan
Holysee.
B. Kedudukan Hak Cipta dan Desain Industri
Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh St. Moh. Syah pada Kongres
Kebudayaan di Bandung pada tahun 1951 sebagai pengganti istilah hak pengarang
yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri
merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda yaitu Auteurs Rechts.67
Dinyatakan “kurang luas” karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan
“penyempitan” arti, seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak
dari para pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang.
Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas dan ia mencakup juga tentang karang
mengarang.
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 UUHC Indonesia, hak cipta adalah hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak

67

Ajip Rosidi, Undang-Undang Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang Awam, Jakarta,
Djambatan, 1984, Hal. 3

Universitas Sumatera Utara

51

ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.68
Sebagai perbandingan, pengertian hak cipta menurut Auteurswet 1912 dalam
Pasal 1 menyebutkan bahwa hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta atau hak dari
yang mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusastraan,
pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan
mengingat pembatasan-pembatasanyang ditentukan oleh undang-undang. 69
Kemudian Universal Copyright Convention dalam Pasal V (Lima)
menyatakan bahwa hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat,
menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang
dilindungi perjanjian ini.70
Jika dicermati batasan pengertian yang diberikan oleh ketiga ketentuan di atas
maka hampir dapat disimpulkan bahwa ketiganya memberikan pengertian yang sama.
Dalam Auteurswet 1912 maupun Universal Copyright Convention menggunakan
istilah “hak tunggal” sedangkan UUHC Indonesia mengunakan istilah “hak khusus”
bagi pencipta.
Bila dilihat pada penjelasan Pasal 2 UUHC Indonesia yang dimaksudkan
dengan “hak eksklusif dari pencipta ialah tidak ada pihak lain yang boleh
memanfaatkan hak tersebut kecuali dengan izin pencipta.”71

68

Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2002 No. 85, Undang-Undang No. 19 Tahun
2002, Tentang Hak Cipta, Jakarta, 29 Juli 2002, dalam UU tentang Hak Cipta batasan tentang Hak
Ciptaan yang dilindungi tersebut dimuat dalam Pasal 1 butir 1
69
BPHN, Seminar Hak Cipta, Bandung, Binacipta, 1976, Ha. 44
70
Ibid., Hal. 45
71
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara No. 3217, Penjelasan Undang-Undang
No. 6 Tahun 1982, Tentang Hak Cipta, Jakarta 12 April 1982, Penjelasan Pasal 2

Universitas Sumatera Utara

52

Menurut Hutauruk ada 2 (dua) unsur penting yang terkandung dari rumusan
pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan UUHC Indonesia, yaitu:
1. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain.
2. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apa pun tidak
dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan
judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan
mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya).72
Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan itu sekaligus merupakan bukti
nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan. Dalam terminologi UUHC
Indonesia, pengalihan itu dapat berupa pemberian izin (lisensi) kepada pihak ketiga,
misalnya untuk karya film dan program komputer, pencipta ataupun penerima hak
(produser) berhak untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersil. Selanjutnya mengenai moral rights, ini adalah merupakan kekhususan yang
tidak ditemulan pada hak manapun di dunia ini.
Dibandingkan dengan Autersewet 1912, Universal Copyright Convention
mencakup pengertian yang lebih luas, karena di sana memuat kata-kata “menerbitkan
terjemahan”73 yang pada akhirnya tidak saja melibatkan pencipta tetapi juga pihak
penerbit dan penerjemah. Yang menurut Ajip Rosidi mengandung sifat “economic
interest”.74
Karya

terjemahan

haruslah

dipandang

sebagai

hasil

kemampuan

intelektualitas manusia. Tidak semua orang memiliki kemampuan bahasa. Bahkan
72

M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, Jakarta, Erlangga, 1982, Hal. 11
BPHN, Op. Cit., Hal. 45
74
Ajib Rosidi, Op. Cit., Hal. 59
73

Universitas Sumatera Utara

53

orang yang mengerti bahasa asing tertentu, tidak lantas mampu membuat karya
terjemahan. Sebab di samping harus memiliki kemampuan bahasa, juga harus
mempunyai instituisi nilai rasa bahasa dan menguasai materi pokok yang hendak
diterjemahkan itu. Jadi tidak hanya sekedar dapat berbahasa, sebab jika hanya
mengandalkan itu saja, karya terjemahannya akan terasa kaku dan menimbulkan
kesulitan bagi pembaca untuk memahami makna dan maksudnya.
Dalam setiap perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum selalu
diletakkan syarat-syarat tertentu. Menurut Vollmar, penggunaan wewenang yang
tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang sudah pasti tidak
memperoleh perlindungan hukum.75
Pasal 2 UUHC secara tegas menyebutkan dalam mengumumkan atau
memperbanyak ciptaan, itu harus memperhatikan pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembatasan dimaksud sduah tentu
bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai
dengan tujuannya.76
Sebenarnya yang dikehendaki dalam pembatasan terhadap hak cipta ini adalah
agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenangwenang. Setiap penggunaan hak harus diperhatikan terlebih dahulu apakah hal itu
bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum. Walaupun sebenarnya Pasal 2
UUHC Indonesia ini menyatakan hak cipta itu adalah hak eksklusif, yang memberi
75

Vollmar, HFA, terjemahan I.S. Adiwimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata, (I), Jakarta,
Rajawali Pers, 1983, Hal. 9
76
OK. Saidin, Op. Cit., Hal. 62

Universitas Sumatera Utara

54

arti bahwa selain pencipta orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin pencipta.
Hak itu timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan.
Ini menimbulkan kesan bahwa sesungguhnya hak individu itu dihormati,
namun dengan adanya pembatasan maka sesungguhnya pula dalam penggunaannya
tetap didasarkan atas kepentingan umum. Oleh karenanya Indonesia tidak menganut
paham individualistis dalam arti sebenarnya. Hak individu dihormati sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan umum.
Bila dikaitkan dengan UUHC maka undang-undang inipun bertolak dari
perpaduan antara sistem individu dan sistem kolektif. Perjalanan sejarah tentang
pemikiran

dasar

tentang

hak

milik

berkembang

menurut

pandangan

filosofis/ideologis yang dianut oleh suatu negara.
Dari sinilah berkembangnya filosofis tentang hak milik. Indonesia
merumuskan kehendak moralnya dalam landasan filosofis negaranya yakni Pancasila.
Asas-asas yang terkandung dalam Pancasila selain menganut asas religius juga
mengandung asas humanisme. Perpaduan kedua asas ini akan mengntarkan konsep
hukum, bahwa selain hak milik bersumber dari Tuhan, juga kegunaannya haruslah
bermanfaat bagi masyarakat banyak. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika hak
individu diakui di satu sisi dan di pihak lain harus menghormati hak-hak kolektif dan
bahkan penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan hak orang lain, apalagi
sampai merugikan orang lain. Itu adalah pesan moral bangsa Indonesia yang terjelma
dari asas atau dasar filosofi negaranya.

Universitas Sumatera Utara

55

Oleh karenanya pembatasan ini bukan sebenarnya hendak membatasi hak
individu semata-mata, melainkan hendak memberikan kebahagiaan bagi masyarakat
seluruhnya.
Tidak berbeda dengan hak milik lainnya, hak cipta sebagai hak kekayaan
immateril di samping ia mempunyai fungsi tertentu, ia juga mempunyai sifat atau
ciri-ciri tertentu. Mengenai sifatnya pasal 3 UUHC Indonesia memberikan jawaban
sebagai berikut bahwa, “Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak”.77 Hal ini
dikarenakan bahwa sebenarnya sulit untuk membedakan dan memberi tempat apakah
hak cipta itu termasuk benda bergerak atau benda tidak bergerak.
UUHC Indonesia menyebutkan bahwa hak cipta dapat beralih dan dialihkan
baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan hibah, wasiat, perjanjian
tertulis.78
Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata karena mempunyai
sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud.79 Sifat manunggal
itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan karena jika digadaikan
hal ini berarti bahwa si pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur.
Sesuai dengan peraturan gadai yang objeknya berpindah ke tangan pihak
kreditur. Berbeda dengan hipotik yang hanya dapat dilakukan terhadap benda-benda
tidak bergerak, bendanya tetap berada di tangan debitur, bilamana benda tersebut
dijadikan objek hipotik.
77

Republik Indonesia, tentang, Hak Cipta, Op.Cit., Pasal 3.
Ibid., Pasal 3 ayat (2)
79
Ibid., Penjelasan Pasal 4
78

Universitas Sumatera Utara

56

Melihat pada kenyataan bahwa hak cipta yang mempunyai sifat manunggal
dengan penciptanya ia hanya dapat dijadikan objek hipotik dan tidak mungkin untuk
dijadikan objek gadai. Berdasarkan keadaan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hak
cipta lebih mendekati kepada sifat benda tidak bergerak.
Semua benda yang tidak dapat dilihat atau diraba dan dapat dijadikan objek
hak milik adalah merupakan hak milik immateril. Oleh karna itu kedudukan hak cipta
dapat dikatakan sebagai hak milik immateril. Secara implisit hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 499 KUHPerdata yang memberikan batasan tentang rumusan benda.
Rumusan ini menempatkan hak cipta yang merupakan bagian dari benda. Hak cipta
menurut rumusan ini dapat dijadikan objek hak milik, oleh karena itu memenuhi
kriteria Pasal 499 KUHPerdata. Si pemegang hak cipta dapat menguasai hak cipta
sebagai hak milik.80
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak
yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut
hak dari pihak yang menerima hak tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh
Pasal 1 butir (4) UUHC Indonesia.
Bila dikaitkan dengan hak cipta maka yang menjadi subjeknya adalah
pemegang hak yaitu pencipta atau orang atau badan hukum yang secara sah
memperoleh hak untuk itu dengan cara pewarisan, hibah, wasiat atau pihak lain
dengan perjanjian sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 3 UUHC Indonesia.

80

OK. Saidin, Op. Cit., Hal. 52

Universitas Sumatera Utara

57

Sedangkan yang menjadi objeknya adalah benda yang dalam hal ini adalah hak cipta
sebagai benda immateril.
Selanjutnya siapa saja yang dimaksudkan dengan pencipta itu dalam hal ini
Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 UUHC Indonesia memberikan jawaban sebagai
berikut:
Kecuali terbukti sebaliknya yang dianggap sebagai pencipta adalah:
a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat
Jenderal
b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta
pada suatu ciptaan Pasal 5 (1). Kecuali terbukti sebaliknya pada ceramah yang
tidak menggunakan vahan tertulis atau tidak ada pemberitahuan siapa
penciptanya, maka orang yang berceramah dianggap sebagai pencipta
ceramah tersebut.
Begitu pula dengan desain industri, sebagai suatu hak atas karya intelektual,
maka hak atas desain industri suatu saat harus menjadi milik publik dan menjalankan
fungsi sosialnya oleh karena tenggang waktu perlindungannya dibatasi.
Desain industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang
berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.

Universitas Sumatera Utara

58

Mereka-mereka yang dapat diberi hak untuk memperoleh hak atas desain
industri adalah :
1. Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain.
2. Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, hak desain
industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan
lain.
3. Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungandinas dengan pihak lain
dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak desain industri adalah pihak
yang untuk dan/atau dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan, kecuali
ada perjanjian lain antara kedua belah pihak dengan tidak mengurangi hak
pendesain apabila penggunaan desain industri itu diperluas sampai ke luar
hubungan dinas.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 berlaku pula bagi desain
industri yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang berlaku dalam
hubungan dinas.
5. Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan
pesanan, orang yang membuat desain industri itu dianggap sebagai pendesain
dan pemegang hak desain industri, kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua
pihak.
Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak menghapus hak pendesain untuk tetap
dicantumkan namanya dalam Sertifikat Desain Industri, Daftar Umum Desain
Industri dan Berita Resmi Desain Industri.

Universitas Sumatera Utara

59

Hak yang diberikan kepada pemegang hak desain industri adalah hak
eksklusif yakni hak untuk melaksanakan hak desain industri yang dimiliknya dan
untuk melarang orang lain tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual,
mengimpor, mengekspor dam/atau mengedarkan barang yang diberi hak desain
industri.
Namun demikian pada pelaksanaan hak tersebut dikecualikan terhadap
pemakaian desain industri untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak desain industri.
C. Penyebab Terjadinya Sengketa Antara Hak Cipta Dan Desain Industri
Paradigma pemberian hak berbeda dengan paradigma penegakan hak. Unsur
perbedaan akan dicari sebanyak-banyaknya di dalam pemberian hak sedangkan unsur
persamaan akan dicari sebanyak-banyaknya di dalam penegakan hak. Paradigma
pemberian hak tidak serta merta dapat meniadakan tidak adanya pelanggaran hak.81
Tidak heran apabila para penyidik di Polri sering kesulitan pada saat
menangani pemeriksaan seorang tersangka atas pelanggaran Hak Cipta dimana si
tersangka ternyata memiliki sertifikat Desain Industri yang sama dengan ciptaan yang
dipersangkakan terhadapnya. Hal demikian mengakibatkan mandeknya proses
penyidikan terhadap pelangggaran Hak Cipta dengan dalih si tersangka juga memiliki
alas hak yang sama dengan Hak Cipta milik orang lain yang dipersangkakan terhadap
dirinya.

81

Kenny Wiston, Dilema Cross Rezim Penegakan Hak Desain Industri dan Hak
Cipta,www.kennywiston.com/crossrezim.doc, diakses pada tanggal 24 Mei 2013.

Universitas Sumatera Utara

60

Penyebab terjadinya sengketa Hak Cipta dan Desain Industri adalah karena
seseorang (misalnya, A) memiliki Hak Cipta atas suatu motif atau karya seni dimana
motif dan karya seni seseorang itu ternyata didaftar oleh orang lain (misalnya,
Perusahaan B) sebagai Desain Industri miliknya. Secara kebetulan permohonan
Desain Industri Perusahaan B yang sama dengan motif A terdaftar di Ditjen HaKI.

Universitas Sumatera Utara