Analisis Yuridis Cross Rezim Hak Cipta dan Desain Industri di Indonesia

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak lahir di dunia sampai meninggal dunia, manusia selalu bergaul dengan
manusia–manusia lain dalam suatu wadah yang bernama masyarakat.1Manusia dalam
realitasnya adalah makhluk hidup yang memperlihatkan dua aspek yang tidak dapat
dipisahkan satu dari yang lainnya, baik sebagai manusia individual maupun sebagai
anggota masyarakat dalam kebersamaannya dengan manusia-manusia individual
lainnya.Hal ini terlihat jelas dalam pola kehidupan manusia sehari-hari yang dimulai
dari tengah-tengah keluarga (hubungan ayah, ibu dan anak-anak), dalam menjalankan
pekerjaan (hubungan kerja) maupun dalam hubungan kemasyarakatan.
Kenyataan ini menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial.Hal ini
sejalan dengan pendapat seorang ahli pikir Yunani yaitu Aristoteles yang menyatakan
manusia itu adalah Zoon Politicon, yang dijelaskan lebih lanjut oleh Hans Kelsen
“man is a social and political being” artinya manusia itu adalah makhluk sosial yang
dikodratkan hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat, dan
makhluk yang terbawa oleh kodrat sebagai makhluk sosial itu selalu berorganisasi.2
Oleh karenanya setiap anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan


1

A. Halim Tosa, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia,Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, Banda
Aceh, 1996, Hal. 25
2
Soediman Kartohadiprodjo (2), Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1979, Hal. 32

1

Universitas Sumatera Utara

2

yang lain dimana tiap hubungan tentu menimbulkan hak dan kewajiban. Hubungan
antara manusia disebut hubungan sosial (social relation) atau relasi sosial, dimana
masing-masing pihak/subjek ada interaksi dan menyadari kehadiran satu sama lain.
Selain itu masing-masing individu tentu mempunyai hubungan kepentingan.
Kepentingan ini berbeda-beda bahkan tidak jarang saling berhadapan atau

berlawanan.Kebutuhan atau kepentingan dalam komunitas manusia didorong adanya
naluri self preservasi, yaitu untuk melakukan berbagai usaha untuk menghindari atau
melawan dan mengatasi bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan manusia dalam
mempertahankan eksistensinya.3
Kepentingan-kepentingan itu merupakan kepentingan pribadi dan kepentingan
antar pribadi. Kepentingan-kepentingan pribadi dapat diupayakan pemenuhannya
masing-masing tanpa saling bertemu atau pun berbenturan namun kadang-kadang
kepentingan antar pribadi dapat bertemu dan berbenturan satu sama lain.4
Mengingat akan banyaknya kepentingan, terlebih kepentingan antar pribadi
tidak mustahil terjadi konflik antara sesama manusia, dikarenakan kepentingannya
saling bertentangan. Konflik kepentingan ini terjadi apabila dalam melaksanakan
kepentingannya merugikan kepentingan orang lain. Agar kepentingannya tidak
terganggu dan merasa aman untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya, maka
setiap bentuk gangguan terhadap kepentingan harus dicegah karena akanmengganggu

3

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan-Pola Kemitraan dan Badan Hukum, PT.
Refika Aditama, Bandung, 2006, Hal. 12
4

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,
Hal. 134

Universitas Sumatera Utara

3

keseimbangan tatanan masyarakat. Manusia selalu berusaha agar tatanan masyarakat
dalam keadaan seimbang, karena tatanan yang seimbang menciptakan suasana tertib,
damai dan aman, yang merupakan jaminan kelangsungan hidupnya.5
Ketertiban yang didukung oleh adanya tatanan ini terdiri dari tatanan yang
mempunyai sifat-sifat yang berlainan. Sifat yang berbeda-beda ini disebabkan oleh
karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan ini mempunyai sifat
yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur setiap manusia
sebagai anggota masyarakat harus memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan
hidup yang ada dan hidup dalam masyarakatnya.6 Di sinilah hukum memegang
peranan yang penting karena dinamika kehidupan bermasyarakat selalu menuntut
cara berperilaku yang patut dalam interaksi antara yang satu dengan yang lain untuk
mencapai ketertiban.
Upaya menemukan pengertian yang tidak lain merupakan esensi dari istilah

hukum itu sendiri, sebagai gejala universal sesuai dengan hakikat kodrat manusia,
dengan digunakannya istilah yang berbeda-beda di antara bangsa-bangsa telah atau
akan menjadi permasalahan yang cukup fundamental. Istilah hukum yang dalam
kamus bahasa disinonimkan dengan “law”, “recht” dan sebagainya.Ditinjau dari
sudut budaya sebagai hasil cipta, rasa, karsa, dan karya manusia dalam hidup
bermasyarakat tidaklah begitu saja disamaratakan pengertian yang dikandungnya.
Sebagai cermin budaya suatu bangsa atau masyarakat, hukum merupakan pandangan

5
6

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1999, Hal. 2-3
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Hal. 13

Universitas Sumatera Utara

4

filsafat, ideologi negara dan sekaligus nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dan
diketahui nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat atau bangsa demikian pula

filsafat dan ideologinya dibentuk dengan ramuan geografi, demografi, kekayaan
alam, sejarah, dan pengalaman hidup yang berbeda-beda sehingga hal ini akan
menjadi penghalang bagi seseorang pengamat maupun peneliti untuk mengemukakan
pengertian yang universal.7
Hukum mengandung pengertian yang luas. Kata hukum digunakan banyak
orang dalam cara yang sangat umum, sehingga mencakup seluruh pengalaman
hukum, betapapun bervariasinya atau dalam konteksnya yang sederhana. Namun dari
sudut pandang yang paling umum sekalipun, hukum mencakup banyak aktivitas dan
ragam aspek kehidupan manusia.Penggunaannya merefleksikan terjadinya keragaman
“permainan bahasa” (language game) sebagaimana dijelaskan dalam konsep
Wittgensteinian dengan menempatkan penggunaan kata-kata dalam konteks interaksi
manusia dan kehidupan sosial secara umum. Jangkauan permainan bahasa semacam
ini, misalnya dari seorang anak kecil yang bertanya kepada bapaknya, mengapa ia
berhenti di lampu lalu lintas? Dikatakan bahwa, demikianlah “hukumnya” hingga
dimainkan dalam ruangan legislatif, kantor polisi, kantor-kantor jaksa, pengadilan
dan ruang-ruang seminar.8

7

M. Soebagio, dan Slamet Supriatna, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Akademika Presindo,

Jakarta, 1970, Hal. 24
8
H.R. Otje Salman - Anton F. Susanto,,Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan
Membuka Kembali), PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, Hal. 1-5

Universitas Sumatera Utara

5

Menurut Cicero (106-43 SM), yang pendapatnya dikutip oleh Shidarta
menyatakan bahwa dimana ada masyarakat, disana pasti ada hukum (ubi societas ibi
ius). Artinya, hukum sendiri sudah lahir dengan sendirinya di dalam masyarakat dan
untuk itu secara sadar atau tidak sadar selalu ada figur-figur tertentu yang memainkan
peranan sebagai bentuk dan penerap hukum itu.9Jadi hukum adalah ketentuanketentuan yang timbul dari dan dalam pergaulan hidup manusia.Timbulnya
berdasarkan rasa kesadaran manusia itu sendiri, sebagai gejala-gejala sosial yang
merupakan hasil dari pengukuran baik tentang tingkah laku manusia di dalam
pergaulan hidupnya.10
Dari sudut etimologi, kata hukum berasal dari Bahasa Arab dan merupakan
bentuk tunggal.Kata jamaknya adalah Alkas, yang selanjutnya diambil alih dalam
Bahasa Indonesia menjadi Hukum.Di dalam pengertian hukum terkandung pengertian

bertalian erat dengan pengertian yang dapat melakukan paksaan.Recht berasal dari
Rectum, Bahasa Latin, yang mempunyai arti bimbingan atau tuntutan atau
pemerintahan. Bertalian dengan Rectum dikenal kata Rexyaitu orang yang
pekerjaannya memberikan bimbingan atau memerintah. Rexjuga dapat diartikan Raja,
yang mempunyai Regimen yang artinya kerajaan. Kata Rectum dapat dihubungkan
juga dengan kata Directum, yang artinya orang yang mempunyai pekerjaan
membimbing atau mengarahkan.Kata Recht atau bimbingan atau pemerintahan selalu

9

Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Refika Aditama,
Bandung, 2006, Hal. 11
10
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993,
Hal. 2

Universitas Sumatera Utara

6


didukung oleh kewibawaan. Seorang yang membimbing, memerintah harus
mempunyai kewibawaan. Kewibawaan mempunyai hubungan yang erat dengan
ketaatan, sehingga orang yang mempunyai kewibawaan akan ditaati oleh orang lain.
Dengan demikian perkataan recht mengandung pengertian kewibawaan dan hukum
atau recht itu ditaati orang yang secara sukarela. Dari kata recht tersebut timbul juga
istilah Gerechtigdheid, ini adalah Bahasa Belanda atau Gerechtigkeit, dalam Bahasa
Jerman berarti keadilan, sehingga hukum juga mempunyai hubungan erat dengan
keeadilan. Jadi dengan demikian recht dapat diartikan hukum yang mempunyai dua
unsur penting yaitu Kewibawaan dan Keadilan.Kata Ius (Latin) berarti hukum,
berasal dari Bahasa Latin Lubere artinya mengatur atau memerintah.Perkataan
mengatur dan memerintah itu mengandung dan berpangkal pokok pada kewibawaan.
Selanjutnya, istilah Ius bertalian erat dengan Lusitia atau keadilan.Pada zaman dulu
bagi orang Yunani, Lusitia adalah dewi keadilan yang dilambangkan sebagai seorang
wanita dengan kedua matanya tertutup dengan tangan kirinya memegang neraca dan
tangan kanan memegang sebuah pedang. Jadi, dari segi etimologi dapat disimpulkan
bahwa Ius yang berarti hukum bertalian erat dengan keadilan (lusitia) yang
mempunyai tiga unsur: wibawa, keadilan dan tata kedamaian. Kata Lex berasal dari
Bahasa Latin dan berasal dari kata Lesere, artinya mengumpulkan ialah
mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah.Jadi di sini terkandung pula adanya
hukum ialah wibawa atau otoritas, sehingga kata Lex yang berarti hukum sangat erat

hubungannya dengan perintah dan wibawa.11
11

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal. 24-26

Universitas Sumatera Utara

7

Berdasarkan uraian di atas dan sehubungan dengan arti kata hukum, maka
dapat disimpulkan bahwa:12
a.

Pengertian hukum itu bertalian erat dengan keadilan.

b.

Pengertian hukum itu bertalian dengan kewibawaan.

c.


Pengertian hukum itu bertalian erat dengan ketaatan/orde yang selanjutnya
menimbulkan kedamaian.

d.

Pengertian hukum itu bertalian erat dengan peraturan dalam arti peraturan yang
berisi norma.
S.K. Amin, dalam bukunya “Bertamasya Ke Alam Hukum”, memberikan

pengertian bahwa, Hukum ialah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari
norma dan sanksi-sanksi dan bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan
manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.13
Dari uraian di atas, nampak dengan jelas bahwa betapa eratnya hubungan
antara hukum dan masyarakat.Secara umum hukum dapat diberi defenisi sebagai
himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh orang yang berwenang, dengan
tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri
memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan
sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya.14
Lebih lanjut dalam perkembangannya, ditawarkan sebuah konsep pemikiran

bahwa, hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada
12

Ibid, Hal. 26
Ibid, Hal. 38
14
Ibid, Hal. 38
13

Universitas Sumatera Utara

8

kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia.Pernyataan tersebut
mengandung paham mengenai hukum, baik konsep, fungsi serta tujuannya.Hal
tersebut sekaligus merupakan ideal hukum yang menuntut untuk diwujudkan. Sebagai
konsekuensinya, hukum merupakan suatu proses yang secara terus-menerus
membangun dirinya menuju ideal tersebut. Hukum adalah institusi yang secara terusmenerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat kesempurnaan
yang lebh baik.Kualitas kesempurnaannya dapat diverifikasikan ke dalam faktorfaktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat dan lain-lain. Inilah hakekat
“hukum yang selalu dalam proses menjadi” (law as a process, law in the making).
Hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri, tetapi untuk manusia.15
Begitu luasnya cakupan tentang hukum sehingga ada banyak pendapat dari
para ahli dan pakar yang berusaha mendefenisikannya. Keberadaan hukum sebagai
aturan, norma dalam mengatur tingkah-laku serta kepentingan para pihak dalam
masyarakat sangat luas. Hukum diperlukan dalam berbagai bidang kehidupan, salah
satunya untuk mengatur hak diantara para pihak.Ada banyak hak yang timbul atau
muncul dalam dunia ini, salah satu diantaranya adalah Hak atas Kekayaan Intelektual
(HaKI).
Globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan
transparancymemberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia. Selama ini berbagai usaha untuk

15

Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009, Hal. 2-6

Universitas Sumatera Utara

9

menyosialisasikan penghargaan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) telah
dilakukan secara bersama-sama oleh aparat pemerintah terkait beserta lembagalembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat.Akan tetapi sejauh ini upaya
sosialisasi tersebut tampaknya belum cukup berhasil.
Ada beberapa alasan yang mendasarinya.Pertama, konsep dan perlunya HaKI
belum dipahami secara benar di kalangan masyarakat.Kedua, kurang optimalnya
upaya penegakan hukum, baik oleh pemilik HaKI itu sendiri maupun aparat penegak
hukum.Ketiga, tidak adanya kesamaan pandangan dan pengertian mengenai
pentingnya perlindungan dan penegakan HaKI dikalangan pemilik HaKI dan aparat
penegak hukum, baik itu aparat Kepolisian, Kejaksaan maupun Hakim.Dalam praktik
pergaulan internasional, Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) telah menjadi salah
satu isu penting yang selalu diperhatikan oleh kalangan Negara-negara maju di dalam
melakukan hubungan perdagangan dan/atau hubungan ekonomi lainnya.
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah instrumen hukum yang
memberikan pelindungan hak pada seorang atas segala hasil kreatifitas dan
perwujudan karya intelektual dan memberikan hak kepada pemilik hak untuk
menikmati keuntungan ekonomi dari kepemilikan hak tersebut.Hasil karya intelektual
tersebut dalam praktek dapat berwujud ciptaan di bidang seni dan sastra, merek,
penemuan di bidang teknologi tertentu dan sebagainya. Melalui perlindungan HaKI
pula, para pemilik hak berhak untuk menggunakan, memperbanyak, mengumumkan,
memberikan izin kepada pihak lain untuk memanfaatkan haknya tersebut melalui
lisensi atau pengalihan dan termasuk untuk melarang pihak lain untuk menggunakan,

Universitas Sumatera Utara

10

memperbanyak dan/atau mengumumkan hasil karya intelektualnya tersebut. Dengan
kata lain, HaKI memberikan hak monopoli kepada pemilik hak dengan tetap
menjunjung tinggibatasan-batasan yang mungkin diberlakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dari istilah Hak atas Kekayaan Intelektual (untuk selanjutnya disebut dengan
HaKI), ada 3 (tiga) kata kunci dari istilah tersebut yaitu: Hak, Kekayaan dan
Intelektual. Hak adalah benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk
berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang) atau wewenang
menurut hukum.Kekayaan adalah perihal yang bersifat ciri, kaya, harta yang menjadi
milik orang.Intelektual adalah cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu
pengetahuan atau yang mempunyai kecerdasan tinggi, cendikiawan atau totalitas
pengertian

atau

kesadaran

terutama

yang

menyangkut

pemikiran

atau

pemahaman.Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan
intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan,
seni dan sastra.Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran,
daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk
memperoleh produk baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis.
Bila dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada
di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470.Caxton, Galileo
dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu
tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum
tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman Tudor tahun

Universitas Sumatera Utara

11

1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute
of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun
1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan
lahirnya Paris Convention untuk masalah Paten, Merek Dagang dan Desain.
Kemudian Berne Convention1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut adalah standarisasi, pembahasan
masalah baru, tukar-menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur
mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif
bernama The United International Bureau for The Protection of Intelectual Property
yang kemudian dikenal dengan namaWorld Intellectual Property Organization
(WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang
menangani masalah HaKI anggota PBB.Sebagai tambahan pada tahun 2001 World
Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April
sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual sedunia.Setiap tahun, Negara-negara anggota
WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan dalam rangka
memeriahkan Hari Hak Kekayaan Intelektual sedunia.
Perkembangan HaKI di Indonesia dimulai pada awal tahun 1990, danbelum
populer.HaKI baru populer memasuki tahun 2000 hingga sekarang. Namun, ketika
kepopulerannya sudah mencapai puncak, grafiknya menurun.Ketika dia hendak turun,
muncullah hukum cyber, yang ternyata kepanjangan dari hak kekayaan intelektual itu
sendiri. Jadi, dia akan terbawa terus seiring ilmu-ilmu yang baru dan seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi.

Universitas Sumatera Utara

12

Mahadi ketika menulis buku tentang Hak Milik Immateril mengatakan, tidak
diperoleh keterangan yang jelas tentang asal-usul kata “hak milik intelektual”.Kata
“intelektual” yang digunakan dalam kalimat tersebut, tak diketahui ujung
pangkalnya.16
Hak kekayaan intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang
bersumber dari hasil kerja otak,17 hasil kerja rasio.Hasil dari pekerjaan rasio manusia
yang menalar.18 Hasil kerjanya berupa benda immaterial.Benda tidak berwujud.Kita
ambil contoh karya cipta lagu.Untuk menciptakan alunan nada (irama) diperlukan
pekerjaan otak.Menurut ahli biologi otak kananlah yang berperan untuk menghayati
kesenian, berhayal, menghayati kerohanian, termasuk juga kemampuan melakukan
sosialisasi dan mengendalikan emosi.Fungsi ini disebut fungsi nonverbal, metaforik,
intuitif, imajinatif dan emosional.Spesialisasinya bersifat intuitif, holistik dan mampu
memproses informasi secara simultan.
Inilah kira-kira perubahan undang-undang, perjalanan perundang-undangan
HAKI di Indonesia: UU No.6 Tahun 1982, diperbaharui menjadi UU No.7 Tahun
1987, diperbaharui lagi menjadi UU No.12 Tahun 1992 dan terakhir undang-undang
tersebut diperbaharui menjadi UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Kekayaan
Intelektual yang disahkan pada 29 Juli 2002, ternyata diberlakukan untuk 12 bulan

16

Mahadi, Hak Milik Immateril, BPHN-Bina Cipta, Jakarta, 1985, Hal. 4
Otak yang dimaksudkan bukanlah otak yang kita lihat seperti tumpukan daging yang enak
digulai, yang beratnya 2% dari total berat tubuh, tetapi otak yang berperan sebgai pusat pengaturan
segala kegiatan fisik dan psikologis, yang terbagi menjadi dua belahan, kiri dan kanan.
18
Kata “menalar” ini penting, sebab menurut penelitian pakar antropologi fisik di Jepang,
seekor monyet juga berpikir, tetapi pikirannya tidak menalar.Ia tidak dapat menghubungkan satu
peristiwa dengan peristiwa lainnya.
17

Universitas Sumatera Utara

13

kemudian, yaitu 19 Juli 2003, inilah kemudian menjadi landasan diberlakukannya
Undang-undang HAKI di Indonesia.
Hak cipta adalah hak eksklusif

bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaaanya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.19
Auterswet 1912 dalalm pasal 1 (satu)menyebutkan, “Hak Cipta adalah hak
tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya
dalam lapangan kesusastraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan
memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh
undang-undang.20
Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V (Lima) menyatakan
sebagai berikut, “Hak Cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat,
menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang
dilindungi perjanjian ini.”21
Dalam

Auterswet

1912

maupun

Universal

Copyright

Convention

menggunakan istilah “hak tunggal” sedangkan UUHC (Undang-undang Hak Cipta)
Indonesia menggunakan istilah “hak khusus” bagi pencipta. Jika kita lihat penjelasan
pasal 2 UUHC Indonesia yang dimaksudkan dengan hak eksklusif dari pencipta ialah

19

Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2002 No. 85, Undang-Undang No. 19 Tahun
2002, Tentang Hak Cipta, Jakarta, 29 Juli 2002, pasal 1 butir 1
20
BPHN, Seminar Hak cipta, Bandung, Binacipta, 1976, Hal. 44
21
Ibid, Hal. 45

Universitas Sumatera Utara

14

tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut, kecuali dengan izin
pencipta.22
Perkataan “tidak ada pihak lain” yang digaris bawah di atas mempunyai
pengertian yang sama dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja
yang boleh mendapatkan hak semacam itu. Inilah yang disebut dengan hak yang
bersifat eksklusif.Eksklusif berarti khusus, spesifik, unik. Keunikannya itu, sesuai
dengan sifat dan cara melahirkan hak tersebut.23
Menurut Hutauruk ada dua unsur penting yang terkandung dari rumusan
pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan Undang-Undang Hak Cipta
Indonesia, yaitu:
1.

Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain

2.

Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apa pun tidak
dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya,
mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan
keutuhan atau integritas ceritanya).24
Hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang

diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra.

22
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara No. 3217, Penjelasan Undang-Undang
No.6 Tahun 1982, Tentang Hak cipta, Jakarta 12 April 1982, Penjelasan Pasal 2.
23
H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Hal. 59s
24
M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, Jakarta Erlangga, 1982, Hal. 11

Universitas Sumatera Utara

15

Desain industri adalah sesuatu yang menjadikan suatu produk menjadi tampak
lebih bagus dan menarik; lebih jauh lagi, dapat meningkatkan nilai komersial suatu
produk untuk diterima di pasar.
Bila suatu desain industri dilindungi, pemiliknya seseorang atau entitas yang
sudah mendaftarkan desain tersebut diberikan suatu hak eksklusif untuk menerapkan
desain industrinya, melarang pihak lain membuat, memakai, menjual atau mengimpor
desain tersebut tanpa persetujuannya.Hal ini dapat membantu pencipta untuk
mendapatkan keuntungan optimal, sesuai dengan investasinya.Sistem perlindungan
yang efektif juga menguntungkan konsumen dan masyarakat, yaitu dapat
meningkatkan persaingan yang adil dan praktek perdagangan yang jujur,
meningkatkan kreatifitas, yang pada akhirnya dapat memperbanyak jumlah produk
yang menarik secara estetis.
Melindungi desain industri akan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, karena kreatifitas di sektor industri dan manufaktur, juga sektor seni
tradisional dan kerajinan tangan ikut terdorong dengan sistem perlindungan ini.
Sektor-sektor tersebut turut berkontribusi dalam pengembangan kegiatan komersil
dan ekspor produk nasional.
Perlindungan Hak Cipta diberikan untuk karya seni, sastra, ilmu pengetahuan
dan hak-hak terkait sedangkan perlindungan Desain Industri diberikan untuk suatu
bentuk (tiga dimensi), konfigurasi (tiga dimensi), komposisi (dua dimensi; garis,
warna, garis dan warna), gabungan tiga dimensi dan dua dimensi (bentuk dan
konfigurasi; konfigurasi dan komposisi; bentuk dan komposisi; bentuk, konfigurasi

Universitas Sumatera Utara

16

dan komposisi). Peraturan mengenai Hak Cipta dapat dilihat dalam Undang-Undang
nomor 19 Tahun 2002 sedangkan Desain industri diatur dalam undang-undang
tersendiri yaitu Undang-Undang nomor 31 Tahun 2000.
Perlindungan Hak Cipta bersifat otomatis saat ekspresi nyata terwujud dan
tanpa pendaftaran (deklaratif).Sedangkan perlindungan desain industri diberikan
berdasarkan pendaftaran terhadap desain yang baru (konstitutif).Karya cipta
merupakan sebuah karya masterpiece dan tidak diproduksi secara massal sedangkan
Desain Industri diproduksi massal.
Dalam kasus sengketa hak cipta dan desain industri yang memiliki alas hak
yang sama, solusi yang lazim digunakan adalah Alternative Dispute Resolution
(negosiasi, mediasi, konsiliasi). Dalam kasus seperti Cross Rezim Penegakan Hak
Desain Industri dan Hak Cipta, banyak pro dan kontra dikalangan praktisi
HaKI.Sebagian mengatakan “ya” dan sebagian “tidak”.Bagi yang pro mereka
menyatakan lebih baik mencari makan bersama ikan hiu daripada berebut makanan
dengan ikan hiu.Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah pilihan lebih baik.
Dengan demikian, tidak perlu pusing dengan proses litigasi dan lebih mengirit biaya
dan waktu. Serta masing-masing pihak memiliki alas hak.Sebaliknya bagi yang
kontra, mempertanyakan pilihan ADR sebagai solusi.Jelas telah terjadi pelanggaran
hak cipta walaupun perusahaan B (misalnya) memiliki sertifikat desain industri.A
memiliki hak cipta jauh sebelum perusahaan B memiliki sertifikat Desain
Industri.Adanya alas hak tidak berarti tidak adanya pelanggaran.

Universitas Sumatera Utara

17

Desain

Industri

merupakan

bagian

dari

Hak

atas

Kekayaan

Intelektual.Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran
bahwa lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreatifitas cipta, rasa
dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi ia merupakan produk intelektual manusia,
produk peradaban manusia.25
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menggali lebih jauh
penelitian terhadap perlindungan hukum pada Hak Cipta dan Desain Industri apabila
terjadi sengketa dan dari permasalahan tersebut penulis ingin menuangkannya dalam
bentuk tesis dengan judul ANALISIS YURIDIS CROSS REZIM HAK CIPTA DAN
DESAIN INDUSTRI DI INDONESIA.
B. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya sengketa antara HakCipta dan
Desain Industri?
2. Bagaimana bentuk-bentuk permasalahan hak cipta dan desain industri yang
terjadi di Indonesia?
3. Bagaimana perlindungan terhadap hak cipta dan desain industri apabila terjadi
sengketa?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa antara Hak Cipta dan Desain
Industri.

25

H. OK. Saidin, S.H, Op. Cit, Hal. 467

Universitas Sumatera Utara

18

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk permasalahan hak cipta dan desain industri
yang terjadi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui perlindungan terhadap hak cipta dan desain industri apabila
terjadi sengketa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis maupun
secara teoritis, yakni :
1.

Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, para praktisi hukum,
pemerintah dan pengusaha dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
pada bidang hukum hak kekayaan intelektual terutama yang berkaitan dengan
suatu karya cipta.

2.

Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam tentang perlindungan terhadap karya cipta yang bersumber pada
kreatifitas yang dihasilkan oleh seseorang

E. Keaslian Penelitian
Sepanjang yang diketahui berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran
kepustakaan khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan, bahwa belum ada judul penelitian sebelumnya
yang berjudul “Analisis Yuridis Cross Rezim Hak Cipta dan Desain Industri di

Universitas Sumatera Utara

19

Indonesia”. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan azas-azas keilmuwan
yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan serta saransaran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah
dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Sebelum membahas tentang kerangka teori penelitian ini, ada baiknya

mengetahui bahwa bagi suatu penelitian teori atau kerangka teoritis mempunyai
beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Teori berguna untuk lebih mempertajam dan mengkhususkan faktor-faktor
yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistim klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.26

26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta,
1984, hal 121

Universitas Sumatera Utara

20

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau suatu proses tertentu terjadi.27Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk
menstrukturisasikan penemuan-penemuan selama penelitian, membuat beberapa
pemikiran, ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam
bentuk penjelasan-penjelasan dan pertanyaan-pertanyaan. Hal ini berarti teori
merupakan suatu penjelasan yang bersifat rasional serta harus sesuai dengan objek
yang dipermasalahkan dan harus didukung dengan adanya fakta yang bersifat empiris
agar dapat diuji kebenarannya.
Teori merupakan anggapan yang teruji kebenarannya, atau pendapat, cara,
aturan untuk melakukan sesuatu, atau asas hukum umum menjadi dasar ilmu
pengetahuan atau keterangan mengenai suatu peristiwa.
Menurut W.L. Neuman, yang pendapatnya dikutip dari Otje Salman dan
Anton F. Susanto, menyebutkan bahwa:
”teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang
berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan
mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk
berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.”28
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.29 Karena
penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, kerangka teori diarahkan
27
J.J.J. M. Wisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, Jakarta, 1996, hal 203
28
HR.Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005,
Hal.22
29
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, Hal. 6

Universitas Sumatera Utara

21

mengkaji teori ilmu hukum yang banyak digunakan di bidang hukum positif tertulis,
yakni

teori

perlindungan

hukum

yang

disampaikan

oleh

Sahardjo

yaitu

pengayoman.30 Dengan kata lain teori pengayoman adalah menerapkan fungsi hukum
untuk melindungi para pencipta mengenai hasil karya mereka dalam hal terjadi
pelanggaran hak terhadap sengketa alas hak yang sama dengan pihak lain.
Dinamika muktahir ilmu pengetahuan dan teknologi telah mencetuskan suatu
paradigma konsepsi ekonomi. pembangunan ekonomi (economic development)
berpijak pada dinamika pengetahuan itu sendiri (economy based on knowledge).
Kreatifitas intelektual manusia telah menciptakan karya-karya yang berguna bagi
pembangunan negara melalui pengembangan cipta, rasa dan karsa-nya.
Hasil kreatifitas manusia itu memiliki nilai ekonomi yang menjadi kekayaan
bagi penciptanya. Pengakuan atas kekayaan intelektual tersebut menjadi salah satu
bukti paradigma konsepsi ekonomi yang dimiliki pengetahuan melalui hak kekayaan
intelektual (Intellectual Property Rights). Konsekuensi logis bagi setiap kekayaan
yang dimiliki individu adalah perlindungan dan pengakuan atas hak milik individu
tersebut. Upaya memperoleh perlindungan dan pengakuan atas hak milik ini
merupakan salah satu motivasi individu untuk bergabung dengan individu lain yang
akhirnya membentuk masyarakat, yang dalam skala besar disebut ”Negara”.
John Locke, dalam ”The Second Treatise of Government”, menguraikan
bahwa negara melalui kekuasaan pemerintahannya akan membentuk ketentuan-

30

Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Pembangunan Jakarta,
1993, Hal. 245

Universitas Sumatera Utara

22

ketentuan dan peraturan-peraturan dengan tujuan untuk melindungi pemilikan negara
dan rakyatnya dari gangguan atau ancaman pihak lain. Masing-masing individu pun
secara sukarela menundukkan diri pada ketentuan dan peraturan tersebut.
Argumentasi John Locke di atas, dapat dirumuskan bahwa negara memiliki
kewenangan atas rakyatnya didasarkan pada penyerahan hak dari individu kepada
negara dengan tujuan untuk mengatur individu yang bersangkutan. Negara dalam
menjalankan fungsi dan tugas, disamping menerapkan aturan-aturan juga berwenang
memberikan sanksi bagi siapa saja yang tidak mematuhi aturan-aturan tersebut.
Negara Indonesia memberikan perlindungan dan pengakuan atas hak milik
rakyatnya dalam konstitusi negara. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menentukan
bahwa ”setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Hak individu untuk
memperoleh pengakuan hak milik itu lebih lanjut disebut dalam Pasal 28 H ayat (4)
UUD 1945 berbunyi, ”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Oleh sebab itu, pemahaman terhadap HaKI bukanlah merupakan domain
hukum semata, akan tetapi ada domain-domain ilmu lainnya, seperti teknik, ekonomi
dan politik. Namun, meskipun demikian sebagian besar pemahaman terhadap HaKI
haruslah berlandaskan pada pemahaman aspek hukum.
Dalam tataran global, perlindungan hukum terhadap hak kekayaan pribadi
telah menjadi faktor kunci dalam pertumbuhan kapitalisme dan ekonomi pasar bebas.
HaKI memiliki nilai kebendaan dan karenanya termasuk dalam kriteria kekayaan.

Universitas Sumatera Utara

23

Perlindungan hukum terhadap hak kekayaan pribadi telah menjadi faktor
kunci dalam pertumbuhan kapitalisme dan ekonomi pasar bebas. Sejarah merekam
dari masyarakat kuno menunjukkan bahwa orang-orang mengakui hak untuk
menguasai tanah dan barang, dan dihormati oleh pemerintah untuk melindungi
mereka dalam kekayaan.
Seiring dengan perubahan teknologi, konsepsi ini mengalami pergeseran.
Sistem hukum meletakkan kekayaan dalam tiga kategori, yaitu pertama, sebagian
besar masyarakat mengakui hak kepemilikan pribadi dalam kekayaan pribadi, yang
dikenal dengan intangible things; kedua, kekayaan dalam pengertian riil, seperti tanah
dan bangunan; dan ketiga, kekayaan yang diketahui sebagai kekayaan intelektual.
Konsep inilah yang dicoba dipergunakan sebagai dasar pemikiran dalam
perlindungan hak kekayaan intelektual. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa
kekayaan intelektual membutuhkan olah pikir dan kreatifitas si pencipta, penemu atau
sang kreator. Oleh karena itu pengambilan dengan tidak memberikan kompensasi
bagi pemiliknya adalah suatu tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena melanggar
ajaran moral yang baik. Landasan moral ini pula yang dikenal dengan teori filsafat
sebagai teori hukum alam. Dalam ajaran moral dikenal doktrin jangan mencuri atau
jangan mengambil apa yang bukan hak-mu.
Sebagai ilustrasi, ada banyak produk kerajinan tradisional di suatu kelompok
masyarakat tertentu, yang lebih dikenal sebagai produk khas suatu daerah tertentu
dibandingkan dengan si pencipta. Baik itu individu ataupun kelompok/komunitas,
sehingga aspek HaKI menjadi terabaikan. Semua orang tahu dengan bentuk kemasan,

Universitas Sumatera Utara

24

dan kelezatan khas dari dodol garut, tetapi berapa banyak yang mengetahui dan
menyadari bahwa pemegang merek dagang yang sah adalah ”Picnic” dan/atau
menyadari bahwa banyak ”Picnic-Picnic” yang beredar adalah palsu.31 Demikian pula
halnya dengan wajit Cililin, ataupun perkakas kerja dari besi atau baja, seperti
cangkul, golok, arit dan pisau sebagai merek Cibatu, Sukabumi atau kerajinan tanah
liat dari Plered di Purwakarta. Semua ini menunjukkan betapa lemahnya kesadaran
masyarakat akan HaKI, karena lebih menitikberatkan pada kepemilikan kolektif
berdasarkan daerah.
Kemudian adanya perilaku konsumen tertentu yang bangga menggunakan
sesuatu yang ”bermerek” terkenal dari luar negeri, sementara daya beli terbatas yang
tentu saja telah membawa pengaruh buruk bagi produsen dalam negeri untuk serta
merta meniru produk-produk terkenal dari luar negeri, tanpa mau mengembangkan
kreativitas sendiri. Misalnya produk sepatu ”Kickers”yang laku di kalangan anak
muda kelas menengah pada tahun 1980-an, banyak dijiplak dan diberi merek yang
hampir menyerupai dengan merek aslinya menjadi ”Kecker”. Demikian pula dengan
produk lainnya seperti merek ”Gucci” menjadi ”Goci”. Kondisi tersebut juga
membawa implikasi yang kurang menguntungkan bagi produsen yang telah dan akan
menghasilkan produk industri dan perdagangan, terutama yang akan melakukan
ekspor.
Buktinya, kini ketika Indonesia mengekspor kerajinan rotan ke Amerika,
maka Indonesia harus membayar royalti, karena di Amerika terdaftar hak paten untuk

31

Sudarmanto, KI & HKI Serta Implementasinya Bagi Indonesia, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2012, Hal. 1

Universitas Sumatera Utara

25

melengkungkan rotan dan beberapa produk kursi dan bambu. Kondisi ini tentu akan
mempengaruhi daya saing produk ekspor Indonesia.
Dua dari delapan aspek subjek HKI yang diatur dalam perjanjian TRIPs
adalah Paten dan Desain Industri, yang merupakan hasil karya intelektual dan
memiliki nilai ekonomi. Dua subjek ini dapat meningkatkan nilai tambah atau daya
saing terhadap produk yang di dalamnya terkandung karya intelektual hasil temuan
teknologi untuk subjek paten dan karya intelektual desain industri.
Desain industri juga tidak kalah penting dengan karya intelektual lainnya.
Sebab suatu desain industri dapat menjadi kunci keberhasilan pemasaran produk
industri atau kerajinan. Karena faktanya apabila suatu produk memiliki kualitas yang
sama terhadap produk sejenis lainnya, maka keunggulan produk tersebut sangat
ditentukan oleh bentuk produk yang ditampilkan. Agar produk tersebut jadi menarik,
memiliki kesan estetik atau kesan keindahan. Dengan demikian produk tersebut dapat
menimbulkan daya tarik bagi pembeli untuk membelinya.
2.

Kerangka Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.32 Suatu
Kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara

32

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

26

konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu
abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan
konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta
tersebut.33
Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian
yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, guna menghindari
perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga dipergunakan sebagai
pegangan dalam proses penelitian ini.
Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman
yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian
dikemukakan dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut:
a. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang
menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.34
b. Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.35
c. Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau
komposisi garis atau warna, atau gabungannya, berbentuk tiga dimensi atau

33

Soerjono Soekanto, Op.Cit, Hal. 132
http://aritonang.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-hak-kekayaan-intellectual.html,
Januari 2016, 09.45.
35
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002
34

08

Universitas Sumatera Utara

27

dua dimensi dan memberikan nilai estetika, serta dapat diwujudkan dalam
pola tiga dimensi atau dua dimensi, dapat dipakai untuk menghasilkan suatu
produk, barang atau komoditi industri atau kerajinan tangan.
d. Rezim adalah prinsip-prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan
keputusan diantara para aktor-aktor yang ada dalam suatu wilayahisu.
G. Metode Penelitian
1.

Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk menggambarkan dan

menganalisa permasalahan yang ada pada masa sekarang,36 yaitu mengenai motif,
kriteria serta proses perlindungan HaKI, kedudukan hukum HaKI
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif.37 Penelitian yuridis
normatif membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.38 Materi
penelitian diperoleh melalui pendekatan yuridis normatif yang didukung oleh
pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum
dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pendekatan yuridis sosiologis
dimaksudkan untuk melihat kenyataan secara langsung yang terjadi dalam pratek di
lapangan.

36
37

Winarno Surakhmad, 1978, Dasar dan Tehnik Research, Tarsito, Bandung, Hal. 132
Roni Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, 1988,

Hal. 11
38

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hal. 24

Universitas Sumatera Utara

28

2.

Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang
terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki
perundang-undangan, bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang terdiri atas
buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum berpengaruh, jurnal-jurnal hukum,
pendapat para sarjana, hasil-hasil simposium yang berkaitan dengan topik penelitian.
Kemudian bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus
hukum, ensiklopedia dan lain-lain.
3.

Teknik Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan
Sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif, teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan (Library
Research) yaitu dilakukan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi teoriteori atau doktrin-doktrin yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Studi
kepustakaan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tertier. Bahkan menurut Ronny Hanitijo Soemitro dokumen pribadi dan pendapat ahli
hukum termasuk dalam bahan hukum sekunder.39
4.

Analisis Data
Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja

seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara

39

Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, Hal. 24

Universitas Sumatera Utara

29

optimal.40Analisis data adalah merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.41
Kegiatan analisis dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap data yang
terkumpul pdari inventarisasi peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah yang
berkaitan dengan judul penelitian, baik media cetak dan laporan-laporan penelitian
lainnya, serta wawancara yang digunakan untuk mendukung analisis data.
Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun yang
diperoleh di lapangan, selanjutnya akan dianalisa dengan pendekatan kualitatif
sehingga diperoleh data yang bersifat deskriptif.
Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang
diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul
dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam
usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah penelitian. Dengan menggunakan
metode dedukatif ditarik suatu kesimpulan dari analisis yang telah selesai diolah
tersebut yang merupakan hasil penelitian.

40
41

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, Hal. 77
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kulaitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004,

Hal. 103

Universitas Sumatera Utara