Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Penga
Tahun 2005 Materi : Hukum Humaniter HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA
Wahyu Wagiman, SH
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
Jl Siaga II No 31 Pejatien Barat, Jakarta 12510 Telp (021) 7972662, 79192564 Fax : (021) 79192519 Website : www.elsam.or.id Email : elsamnusa.or.id
I. Pengantar
Hukum perang atau yang sering disebut
abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah
dengan hukum Humaniter internasional,
setuju untuk menyusun aturan-aturan
atau hukum sengketa bersenjata memiliki
praktis, yang berdasarkan pengalaman-
sejarah yang sama tuanya dengan
pengalaman
pahit
atas peperangan
peradaban manusia, atau sama tuanya
modern. Hukum humaniter itu mewakili
dengan perang itu sendiri. Mochtar
suatu keseimbangan antara kebutuhan
Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah
kemanusiaan dan kebutuhan militer dari
suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa
negara-negara.
Seiring dengan
selama 3400 tahun sejarah yang tertulis,
berkembangnya komunitas internasional,
umat manusia hanya mengenal 250 tahun
sejumlah negara di seluruh dunia telah
perdamaian. Naluri untuk mempertahankan
memberikan
sumbangan atas
diri kemudian membawa keinsyarafan
perkembangan
hukum humaniter
bahwa cara berperang yang tidak mengenal
internasional.
Dewasa ini, hukum
batas itu sangat merugikan umat manusia,
humaniter internasional diakui sebagai
suatu sistem hukum yang benar-benar
menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang antara bangsa-bangsa.
Pada umumnya aturan tentang perang itu
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja juga
termuat dalam aturan tingkah laku, moral
mengatakan bahwa tidaklah mengherankan
dan agama. Hukum untuk perlindungan
apabila perkembangan hukum internasional
bagi kelompok orang tertentu selama
modern sebagai suatu sistem hukum yang
sengketa bersenjata dapat ditelusuri kembali
berdiri sendiri dimulai dengan tulisan-
melalui sejarah di hampir semua negara
tulisan mengenai hukum perang.
atau peradaban di dunia. Dalam peradaban bangsa Romawi dikenal konsep perang
Dalam sejarahnya hukum humaniter
yang adil (just war). Kelompok orang
internasional dapat ditemukan dalam
tertentu itu meliputi penduduk sipil, anak-
aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan
anak,
perempuan,
kombatan yang
di seluruh dunia. Perkembangan modern
meletakkan senjata dan tawanan perang.
dari hukum humaniter baru dimulai pada
II. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter
Hampir tidak mungkin menemukan bukti
orang-orang dari kekejaman perang dan
dokumenter kapan dan dimana aturan-
perlakuan yang semena-mena dari pihak-
aturan hukum humaniter itu timbul.
pihak yang terlibat dalam. Upaya-upaya
Namun, untuk sampai kepada bentuknya
dapat dibagi dalam tahapan-tahapan
perkembangan hukum humaniter sebagai
perkembangan yang sangat panjang dan dalam rentang waktu yang sangat panjang tersebut telah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk memanusiawikan perang. Selama masa tersebut terdapat usaha-usaha untuk memberikan perlindungan kepada
2.1. Zaman Kuno
Sebelum perang dimulai, maka pihak
(3) Dalam kebudayaan bangsa Hitite,
musuh akan diberi peringatan dahulu. Lalu
perang dilakukan dengan cara-cara
untuk menghindari luka yang berlebihan,
yang sangat manusiawi. Hukum yang
maka ujung panah tidak akan diarahkan ke
mereka miliki didasarkan atas keadilan
hati. Dan segera setelah ada yang terbunuh
dan integritas. Mereka menandatangani
dan terluka, pertempuran akan berhenti
pernyataan perang dan traktat. Para
selama 15 hari. Gencatan senjata semacam
penduduk yang menyerah, yang berasal
ini sangat dihormati, sehingga para prajurit
dari kota, tidak diganggu. Kota-kota
dari kedua pihak yang berperang ditarik
dimana para penduduknya melakukan
dari medan pertempuran. Pada masa ini
perlawanan, akan ditindak tegas.
pula, pemimpin militer memerintahkan
Namun hal ini merupakan pengecualian
pasukan mereka untuk menyelamatkan
terhadap kota-kota yang dirusak dan
musuh yang tertangkap, memperlakukan
penduduknya dibantai atau dijadikan
mereka dengan baik, menyelamatkan
budak. Kemurahan hati mereka berbeda
penduduk sipil musuh, dan pada waktu
dengan bangsa Assiria yang menang,
penghentian permusuhan, maka pihak-
datang dengan kekejaman.
pihak yang berperang biasanya sepakat
(4) Di India, sebagaimana tercantum dalam
untuk memperlakukan tawanan perang
syair kepahlawanan Mahabrata dan
dengan baik.
undang-undang Manu, para ksatria dilarang membunuh musuh yang cacat,
Selain itu, dalam berbagai peradaban
yang menyerah, yang luka harus segera
bangsa-bangsa selama tahun 3000 sampai
dipulangkan ke rumah mereka setelah
dengan 1500 Sebelum Masehi upaya-upaya
diobati. Semua senjata dengan sasaran
seperti itu terus dikembangkan. Hal ini
menusuk ke hati atau senjata beracun
dikemukakan oleh Pictet, antara lain sebagai
dan panah api dilarang, penyitaan hak
berikut :
milik musuh dan syarat-syarat bagi penahanan para tawanan perang telah
pernyataan tidak
perang sudah merupakan lembaga yang
menyediakan tempat tinggal dilarang.
terorganisir. Ini ditandai dengan adanya pernyataan
perang,
kemungkinan
Dalam sejarah kehidupan masyarakat
Indonesia juga dapat ditemukan beberapa
utusan musuh dan perjanjian damai.
kebiasaan dan hukum perang yang
(2) Kebudayaan Mesir kuno, sebagaimana
diberlakukan pada periode pra sejarah,
disebutkan dalam “seven works of true
periode klasik, maupun periode Islam.
mercy”, yang menggambarkan adanya
Praktek dan kebiasaan perang yang
perintah untuk memberikan makanan,
dilakukan, antara lain tentang pernyataan
minuman, pakaian dan perlindungan
perang, perlakuan tawanan perang serta
kepada musuh; juga perintah untuk
larangan menjadikan anak-anak dan
merawat yang sakit dan menguburkan
perempuan sebagai sasaran perang, dan
yang mati. Perintah lain pada masa itu
juga tentang pengakiran perang. Sebuah
menyatakan,
”anda
juga
harus
prasasti yang ditemukan di Sumatera
memberikan makanan kepada musuh anda”.
Selatan (prasasti Talang Tuwo) misalnya,
Seorang tamu, bahkan musuhpun tak
berisikan berota raja yang memuat tentang
boleh diganggu.
kutukan (dan ultimatum). Jadi bagi mereka yang tidak menuruti perintah raja akan kutukan (dan ultimatum). Jadi bagi mereka yang tidak menuruti perintah raja akan
perlakuan tawanan perang dengan baik.
2.2. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan hukum humaniter
ayat 39, surat at Taubah ayat 5, dan surat al
dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dari agama
Haj ayat 39, yang memandang perang
Kristen, Islam dan prinsip ksatriaan. Ajaran
sebagai sarana pembelaan diri dan
agama Kristen misalnya memberikan
menghapuskan kemungkaran. Adapun
sumbangan terhadap konsep “perang yang
prinsip ksatriaan yang berkembang pada
adil” (just war), ajaran Islam tentang perang
abad pertengahan ini misalnya mengajarkan
antara lain bisa dilihat dalam Al Quran
tentang pentingnya pengumuman perang
surat al Baqarah ayat 190, 191, surat al Anfal
dan penggunaan senjata-senjata tertentu.
2.3. Zaman Modern
pengalamannya di medan pertempuran
perkembangan yang sangat maju ketika
antara Austria dengan tentara gabungan
memasuki abad ke-19, yaitu ketika perang
Perancis-Sardinia, yang berjudul “Un
yang dilakukan oleh tentara nasional
Souvenir de Solferino” (1861). Isi buku ini
menggunakan senjata-senjata baru dan lebih
menggambarkan penderitaan prajurit yang
merusak dan membiarkan sejumlah prajurit
luka dan sakit di medan pertempuran
yang terluka secara mengerikan tergeletak
Solferino. Buku ini sangat menggugah
tanpa bantuan di medan tempur. Bukanlah
penduduk kota Jenewa, sehingga warga
suatu peristiwa yang kebetulan bahwa
kota yang tergabung dalam “ Societe d’Utilite
perkembangan ini terjadi pada waktu ketika
Publique” dibawah pimpinan Gustave
Moynier membentuk sebuah panitia yang
berkepentingan dalam prinsip umum
terdiri dari 5 (lima) orang pada tanggal 17
penghormatan manusia. Kecenderungan
Februari menjadi sebuah badan yang
umum ini diberikan momentum yang
dinamakan “Comite international et permanent
menentukan dengan pendirian Palang
de secours aux militaries blesses”. Panitia yang
Merah Internasional dan ditandatanganinya
terdiri dari 5 (lima) warga kota Jenewa ini
Konvensi Jenewa 1864 untuk Perbaikan Keadaan
mengambil inisiatif untuk mengadakan
yang Luka di Medan Perang, dimana dalam
sebuah konferensi internasional tidak resmi
konvensi ini mengharuskan para pihak
untuk membahas kekurangan-kekurangan
yang perjanjian untuk merawat orang-orang
perawatan kesehatan tentara di medan
yang terluka, baik dari pihak musuh dengan
pertempuran di darat. Konferensi yang
perlakuan yang sama.
dihadiri oleh 16 negara berhasil membentuk sebuah badan yang dinamakan Palang
Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Anggota
Merah dalam bulan Oktober 1963. Karena
Angkatan Perang yang Luka dan Sakit di
merupakan suatu konferensi yang tidak
Medan Pertempuran Darat, mempunyai
resmi, konferensi tidak dapat mengambil
sejarah yang tertua. Konvensi 1864 ini
keputusan-keputusan yang mengikat
merupakan hasil yang dirintis oleh Henry
negara-negara peserta. Namun demikian
Dunant. Pada waktu itu Henry Dunant
konferensi menyarankan dalam suatu annex
yang dilampirkan pada resolusi-resolusi yang dilampirkan pada resolusi-resolusi
pengenal bagi bangunan dan personil
luka-luka dalam pertempuran dilindungi
kesehatan. Tanda Palang Merah ini
dengan jalan “menetralisir mereka”. Pada
merupakan lambang dari International
Committee of the Red Cross, yang sebelumnya
melaksanakan saran-saran ini dengan
bernama International Committee for the Aid
mengadakan suatu konferensi internasional
the Wounded, yang didirikan oleh beberapa
yang dihadiri oleh wakil-wakil berkuasa
orang warga Jenewa dan Henry Dunant
penuh dari negara-negara yang mengikuti
pada tahun 1863.
konferensi sebelumnya. Konferensi ini menghasilkan apa yang kemudian dikenal
Peristiwa penting lainnya adalah rancangan
dengan Konvensi Jenewa 1864. Konvensi ini
Kode Leiber ( Instructions for Government of
didalamnya mengandung asas-asas bagi
Armies of the United States, 1863), di Amerika
perlakuan korban perang yang hingga kini
Serikat, yang mencantumkan instrumen-
masih berlaku.
instrumen panjang dan serba lengkap dari semua hukum dan kebiasaan perang, dan
Konvensi 1864, yaitu Konvensi untuk
juga
menggarisbawahi asas-asas
Perbaikan Keadaan yang Luka di Medan
kemanusiaan tertentu yang tak begitu jelas
Perang Darat, dipandang sebagai konvensi-
sebelumnya. Kode Lieber ini memuat
konvensi yang mengawali Konvensi Jenewa
aturan-aturan rinci pada semua tahapan
perang darat, tindakan perang yang benar,
perlindungan korban perang. Konvensi ini
perlakuan
terhadap
penduduk sipil,
perlakuan terhadap kelompok-kelompok
mengkodifikasikan ketentuan perang di
orang tertentu, seperti tawanan perang,
darat. Berdasarkan konvensi ini, maka unit-
orang yang luka, dsb.
unit dan personil kesehatan bersifat netral, tidak boleh diserang dan tidak boleh
Dengan demikian, tidak seperti pada masa-
dihalangi dalam melaksanakan tugas-
masa sebelumnya yang terjadi melalui
tugasnya. Begitu pula penduduk setempat
proses hukum kebiasaan, maka pada masa
yang membantu pekerjaan kemanusiaan
kini perkembangan-perkembangan yang
bagi yang luka dan mati, baik kawan
sangat penting bagi hukum humaniter
maupun lawan, tidak boleh dihukum.
dikembangkan melalui traktat-traktat yang
Konvensi memperkenalkan tanda Palang
ditandatangani oleh mayoritas negara-
Merah di atas dasar putih sebagai tanda
negara setelah tahun 1850.
III. Pengertian Hukum Humaniter
Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya
Conference of Government Expert on the
disebut International Humanitarian Law
Reaffirmation and Development in Armed
Applicable in Armed Conflict, pada awalnya
Conflict pada tahun 1971. Sebagai bidang
dikenal sebagai hukum perang (laws of war),
baru dalam hukum internasional, maka
yang kemudian berkembang menjadi
terdapat rumusan atau definisi mengenai
hukum sengketa bersenjata (laws of arms
hukum humaniter :
conflict), dan pada akhirnya dikenal dengan istilah hukum humaniter. Istilah Hukum
Jean Pictet : “International humanitarian
humaniter sendiri dalam kepustakaan
law in the wide sense is constitutional legal
hukum internasional merupakan istilah
provision, whether written and customary,
yang relatif baru. Istilah ini lahir sekitar
ensuring respect for individual and his well
being.”
Geza Herzeg : “ Part of the rule of public
keseluruhan asas, kaedah dan ketentuan
international law which serve as the
internasional, baik tertulis maupun tidak
protection of individuals in time of armed
tertulis, yang mencakup hukum perang dan
conflict. Its place is beside the norm of
hak asasi manusia, bertujuan untuk
warfare it is closely related to them but must
menjamin penghormatan terhadap harkat
be clearly distinguish from these its purpose
dan martabat seseorang.”
and spirit being different.”
Dengan demikian, Hukum Humaniter
Mochtar Kusumaatmadja: “Bagian dari
Internasional adalah seperangkat aturan
hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan
yang, karena alasan kemanusiaan dibuat
perlindungan korban perang, berlainan
untuk
membatasi
akibat-akibat dari
dengan hukum perang yang mengatur
pertikaian senjata. Hukum ini melindungi
perang iu sendiri dan segala sesuatu yang
mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat
menyangkut cara melakukan perang itu
dalam pertikaian, dan membatasi cara-cara
sendiri.”
dan metode berperang. Hukum Humaniter Internasional adalah istilah lain dari hukum
Esbjorn Rosenbland : “The law of armed
perang (laws of war) dan hukum konflik
conflict berhubungan dengan permulaan
bersenjata (laws of armed conflict).
dan berakhirnya pertikaian; pendudukan
wilayah lawan; hubungan pihak yang
Hukum Humaniter Internasional adalah
bertikai dengan negara netral. Sedangkan
bagian dari hukum internasional. Hukum
Law of Warfare ini antara lain mencakup :
internasional adalah hukum yang mengatur
metoda dan sarana berperang, status
hubungan
antar
negara. Hukum
kombatan, perlindungan yang sakit,
internasional
dapat ditemui dalam
tawanan perang dan orang sipil.”
perjanjian-perjanjian yang disepakati antara negara-negara -- yang sering disebut traktat
S.R Sianturi :“Hukum yang mengatur
atau konvensi -- dan secara prinsip dan
mengenai suatu sengketa bersenjata yang
praktis negara menerimanya sebagai
timbul antara dua atau lebih pihak-pihak
kewajiban hukum. Dengan demikian, maka
yang bersengketa, walaupun keadaan
hukum humaniter tidak saja meliputi
sengketa tersebut tidak diakui oleh salah
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
satu pihak.“
perjanjian internasional, tetapi juga meliputi
kebiasaan-kebiasaan internasional yang
departemen hukum dan perundang-
terjadi dan diakui.
undangan merumuskan sebagai berikut : “Hukum humaniter sebagai
IV. Tujuan Hukum Humaniter
Hukum humaniter tidak dimaksudkan
alasan-alasan ini, kadang-kadang hukum
untuk melarang perang, atau untuk
humaniter disebut sebagai ”peraturan
menentukan permainan “perang”, tetapi
Hukum
humaniter
mencoba untuk
mengatur agar suatu perang dapat
dilakukan dengan lebih memperhatikan
penderitaan individu-individu dan untuk
prinsip-prinsip kemanusiaan. Mohammed
membatasi wilayah dimana kebuasan
Bedjaoui mengatakan bahwa tujuan hukum
konflik bersenjata diperbolehkan. Dengan
humaniter adalah untuk memanusiawikan humaniter adalah untuk memanusiawikan
2. Menjamin hak asasi manusia yang
hukum perang menjadi hukum sengketa
sangat fundamental bagi mereka yang
bersenjata dan kemudian menjadi hukum
jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang
humaniter sebenarnya tidak terlepas dari
jatuh ke tangan musuh harus dilindungi
tujuan yang hendak dicapai oleh hukum
dan dirawat serta berhak diperlakukan
humaniter tersebut, yaitu :
sebagai tawanan perang.
3. Mencegah dilakukannya perang secara
1. Memberikan perlindungan terhadap
kejam tanpa mengenal batas. Disini
kombatan maupun penduduk sipil dari
yang
terpenting adalah asas
(unnecessary suffering).
V. Hubungan Hukum Humaniter dengan Hak Asasi Manusia
berarti bahwa konvensi-konvensi Jenewa
pengertian istilah “hak bangsa-bangsa, hak
dan hak asasi manusia tidak memilki kaitan
asasi manusia dan hukum humaniter”. Hal
sama sekali. Antara keduanya terdapat
ini penting untuk mengetahui kapan
hubungan keterkaitan, walaupun tidak
secara langsung.
termasuk ke dalam suatu sistem hukum. Ini menjadikannya penting untuk menegaskan
Di satu sisi ada kecenderungan untuk
hakikat hukum humaniter dan hakikat
memandang ketentuan-ketentuan Konvensi
hukum hak asasi manusia dan mengingat
Jenewa 1949 tidak hanya mengatur
persamaan dan perbedaan diantara dua
mengenai kewajiban bagi negara-negara
cabang hukum internasional publik ini. Juga
peserta, tetapi juga mengatur tentang hak
sangatlah penting bagi mereka yang
orang perorangan sebagai pihak yang
bertanggungjawab
menyebarkan
dilindungi. Keempat Konvensi Jenewa 1949
penerangan mengenai hukum humaniter
menegaskan bahwa penolakan hak-hak
internasional dan atau hukum hak asasi
yang diberikan oleh konvensi-konvensi ini
manusia untuk mampu memberikan
tidak dapat dibenarkan. Apalagi dengan
penjelasan sesungguhnya mengenai subyek
adanya Pasal 3 tentang ketentuan yang
tersebut. Ini adalah kepentingan terbesar
bersamaan pada Keempat Konvensi Jenewa
orang yang dilindungi oleh kedua hukum,
1949 yang mewajibkan setiap negara peserta
tetapi juga membantu para pejabat negara
untuk menghormati peraturan-peraturan
yang bertanggungjawab atas perlindungan
dasar
kemanusiaan
pada sengketa
tersebut.
bersenjata yang tidak bersifat internasional. Dengan demikian, maka Pasal 3 ini
Pada mulanya, tidak pernah ada perhatian
mengatur hubungan antara pemerintah
mengenai hubungan hukum hak asasi
dengan warga negaranya, yang berarti
manusia dan hukum humaniter. Oleh
mencakup bidang tradisional dari hak asasi
karena itu, tidaklah mengherankan jika
manusia.
Pernyataan Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) 1948
Sedangkan di sisi lain, dalam konvensi-
tidak menyinggung tentang penghormatan
konvensi tentang hak asasi manusia
hak asasi manusia pada waktu sengketa
terdapat pula berbagai ketentuan yang
bersenjata. Sebaliknya, dalam konvensi-
penerapannya justru pada situasi perang.
konvensi Jenewa 1949 tidak menyinggung
Konvensi Eropa tahun 1950, misalnya dalam
masalah hak asasi manusia, tetapi tidak
Pasal 15, menentukan bahwa bila terjadi Pasal 15, menentukan bahwa bila terjadi
perlindungan kepada orang perorangan
mengancam stabilitas nasional, hak-hak
dengan
mengesampingkan status
yang dijamin dalam konvensi ini tidak boleh
“belligerent” menurut hukum atau sifat dari
dilanggar. Meskipun dalam keadaan
sengketa bersenjata yang terjadi itu.
demikian, paling tidak ada 7 (tujuh) hak yang harus tetap dihormati, karena
Kesadaran akan adanya hubungan hak asasi
merupakan intisari dari Konvensi ini, yaitu
manusia dan hukum humaniter baru terjadi
hak atas kehidupan, kebebasan, integritas
pada akhir tahun 1960-an. Kesadaran ini
fisik, status sebagai subyek hukum,
makin
meningkat
dengan terjadinya
kepribadian, perlakuan tanpa diskriminasi
berbagai sengketa bersenjata, seperti dalam
dan hak atas keamanan. Ketentuan ini
perang kemerdekaan di Afrika dan di
terdapat juga dalam Pasal 4 Kovenan PBB
berbagai belahan dunia lainnya yang
mengenai hak-hak sipil dan politik dan
menimbulkan masalah, baik dari segi
Pasal 27 Konvensi HAM Amerika.
hukum humaniter maupun dari segi hak asasi manusia. Konferensi internasional
Selain itu, terdapat pula hak-hak yang tak
mengenai hak asasi manusia yang
boleh dikurangi (non derogable rights), baik
diselenggarakan oleh PBB di Teheran pada
dalam keadaan damai maupun dalam
tahun 1968 secara resmi menjalin hubungan
keadaan sengketa bersenjata. Hak-hak yang
antara Hak Asasi Manusia (HAM) dan
tak boleh dikurangi tersebut meliputi hak
Hukum Humaniter Internasional (HHI).
hidup, prinsip (perlakuan) non diskriminasi,
Dalam Resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968
larangan penyiksaan (torture), larangan
mengenai “penghormatan HAM pada
berlaku surutnya hukum pidana seperti
waktu pertikaian bersenjata”, meminta agar
yang ditetapkan dalam konvensi sipil dan
konvensi-konvensi
tentang pertikaian
politik, hak untuk tidak dipenjarakan
bersenjata diterapkan secara lebih sempurna
karena ketidakmampuan melaksanakan
dan supaya disepakati perjanjian baru
ketentuan perjanjian (kontrak), perbudakan
mengenai hal ini. Resolusi ini mendorong
(slavery), perhambaan (servitude), larangan
PBB untuk menangani pula Hukum
penyimpangan berkaitan dengan dengan
Humaniter Internasional.
penawanan, pengakuan seseorang sebagai subyek hukum, kebebasan berpendapat,
Dalam kepustakaan ada 3 (tiga) aliran
keyakinan dan agama, larangan penjatuhan
berkaitan
dengan
hubungan hukum
hukum tanpa putusan yang dimumkan
humaniter internasional :
lebih dahulu oleh pengadilan yang lazim, larangan menjatuhkan hukuman mati dan
a. Aliran Integrationis
melaksanakan eksekusi dalam keadaan yang ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (1)
Aliran integrationis berpendapat bahwa
huruf (d) yang bersamaan pada keempat
sistem hukum yang satu berasal dari
Konvensi Jenewa.
hukum yang lain. Dalam hal ini, maka ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
Dalam hukum humaniter internasional, pengaturan mengenai hak-hak yang tak
1. Hak asasi manusia menjadi dasar
dapat dikurangi ini antara lain tercantum
bagi
hukum humaniter
dalam ketentuan Pasal 3 tentang ketentuan
internasional, dalam arti bahwa
yang bersamaan pada keempat Konvensi
hukum
humaniter merupakan
Jenewa 1949. Pasal ini penting karena
cabang dari hak asasi manusia.
membebankan kewajiban kepada “pihak
Pendapat ini antara lain dianut oleh
peserta agung” untuk tetap menjamin
Robertson, yang menyatakan bahwa Robertson, yang menyatakan bahwa
tertentu pula.
2. Hukum Humaniter Internasional
merupakan dasar dari Hak Asasi Manusia, dalam arti bahwa hak asasi manusia merupakan bagian dari hukum humaniter. Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa hukum humaniter lahir lebih dahulu daripada hak-hak asasi manusia. Jadi secara kronologis, hak asasi
b. Aliran Separatis
Aliran separatis melihat Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional sebagai sistem hukum yang sama sekali tidak berkaitan, karena keduanya berbeda. Perbedaan kedua sistem tersebut terletak pada :
1. Obyeknya
Hukum Humaniter Internasional mengatur
sengketa
bersenjata
antara negara dengan kesatuan (entity) lainnya; sebaliknya hak asasi manusia
mengatur
hubungan
antara pemerintah dengan warga negaranya di dalam negara tersebut.
2. Sifatnya
Hukum Humaniter Internasional bersifat mandatory a political serta peremptory.
3. Saat berlakunya
Hukum Humaniter Internasional berlaku pada saat perang atau masa sengketa bersenjata, sedangkan hak
asasi manusia berlaku pada saat damai.
Salah seorang dari penganut teori ini adalah Mushkat, yang menyatakan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa
berhubungan dengan akibat dari sengketa bersenjata antar negara, sedangkan hak asasi manusia berkaitan dengan pertentangan antara pemerintah dengan individu di dalam negara yang bersangkutan. Hukum humaniter mulai berlaku pada saat hak asasi manusia sudah tidak berlaku lagi; hukum humaniter melindungi mereka yang tidak mampu terus berperang atau mereka yang sama sekali tidak turut bertempur, yaitu penduduk sipil. Hak asai manusia tidak ada dalam sengketa bersenjata karena fungsinya diambil oleh hukum humaniter, tetapi terbatas pada golongan tertentu saja.
c. Aliran Komplementaris
Aliran Komplementaris melihat Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional melalui proses yang bertahap, berkembang sejajar dan saling melengkapi. Salah seorang dari penganut teori ini adalah Cologeropoulus, dimana Ia menentang pendapat aliran separatis yang dianggapnya menentang kenyataan bahwa kedua sistem hukum tersebut memiliki tujuan yang sama, yakni perlindungan pribadi orang. Hak asasi manusia melindungi pribadi orang pada masa damai, sedangkan hukum humaniter memberikan perlindungan pada masa perang atau sengketa bersenjata. Aliran ini mengakui adanya perbedaan seperti yang dikemukakan oleh aliran separatis, dan menambahkan beberapa perbedaan lain, yaitu : Aliran Komplementaris melihat Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional melalui proses yang bertahap, berkembang sejajar dan saling melengkapi. Salah seorang dari penganut teori ini adalah Cologeropoulus, dimana Ia menentang pendapat aliran separatis yang dianggapnya menentang kenyataan bahwa kedua sistem hukum tersebut memiliki tujuan yang sama, yakni perlindungan pribadi orang. Hak asasi manusia melindungi pribadi orang pada masa damai, sedangkan hukum humaniter memberikan perlindungan pada masa perang atau sengketa bersenjata. Aliran ini mengakui adanya perbedaan seperti yang dikemukakan oleh aliran separatis, dan menambahkan beberapa perbedaan lain, yaitu :
Sebaliknya hukum hak asasi manusia sudah mempunyai aparat- mekanisme yang tetap, tetapi ini hanya berlaku di negara-negara Eropa saja, yaitu diatur dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa.
2. Dalam hal sifat pencegahan
Hukum humaniter internasional dalam hal kaitannya dengan pencegahan
menggunakan
pendekatan preventif dan korektif, sedangkan hukum hak asasi manusia
secara
fundamental
menggunakan pendekatan korektif, yang diharapkan akan mempunyai efek preventif.
Walaupun hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia keduanya didasarkan atas perlindungan orang, terdapat perbedan khas dalam lingkup, tujuan dan penerapan diantara keduanya. Hukum humaniter internasional berlaku dalam kasus-kasus sengketa bersenjata, baik internasional maupun non internasional atau perang saudara (civil war). Di satu pihak, hukum humaniter internasional terdiri atas standar-standar perlindungan bagi para korban sengketa, disebut hukum Jenewa, dan di lain pihak peraturan- peraturan yang berkaitan dengan alat dan cara berperang dan tindakan permusuhan, juga dikenal sebagai hukum Den Haag. Dewasa ini, dua perangkat perturan itu telah digabung dan muncul dalam Protokol- protokol Tambahan pada Konvensi Jenewa yang diterima tahun 1977.
Hukum hak asasi manusia, sebaliknya bertujuan untuk memberikan jaminan
bahwa hak-hak dan kebebasan -- sipil, politik, ekonomi dan budaya -- dan setiap orang perorangan dihormati pada segala waktu, untuk menjamin bahwa dia dapat berkembang
sepenuhnya
dalam
masyarakatnya dan melindunginya jika perlu terhadap penyalahgunaan dari para penguasa yang bertanggungjwab. Hak-hak ini tergantung pada hukum nasional dan sifatnya yang sangat fundamental dijumpai dalam konstitusi negara-negara. Namun hukum hak asasi manusia juga berkaitan dengan perlindungan internasional hak asasi manusia, yakni aturan-aturan yang disetujui untuk dipatuhi oleh negara-negara dalam kaitannya dengan hak dan kebebasan orang perorangan dan bangsa. Hukum humaniter internasional secara khusus dapat dianggap dimaksudkan untuk menjamin dan memelihara hak-hak dasar (untuk hidup, keamanan, kesehatan, dsb) dari korban dan non-kombatan dalam peristiwa sengketa bersenjata. Ada hukum darurat
keadaan-keadaan khusus, sedangkan hak asasi manusia, yang berjalan dengan sangat baik di masa damai, terutama berkaitan dengan perkembangan yang harmonis dari setiap orang.
Dengan demikian, walaupun hukum humaniter berlaku pada waktu sengketa bersenjata dan hak asasi manusia berlaku pada waktu damai. Namun inti dari hak- hak asasi atau “hard core rights” tetap berlaku sekalipun pada waktu sengketa bersenjata. Keduanya saling melengkapi. Selain itu, ada keterpaduan dan keserasian kaidah-kaidah yang berasal dari instrumen- instrumen hak asasi manusia dengan kaidah-kaidah yang berasal dari instrumen- instrumen hukum humaniter internasional. Keduanya tidak hanya mengatur hubungan diantara negara dengan negara dengan menetapkan hak-hak dan kewajiban mereka secara timbal balik. Selain hal tersebut, terdapat pula persamaan antara Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter
Internasional. Persamaan tersebut antara
ini merupakan bagian dari kedua sistem
lain :
hukum tersebut. Oleh karena itu, maka kedua bidang ini
1. Sebagaimana
ketentuan-ketentuan
merupakan instrumen-instrumen hukum
dalam instrumen-instrumen hak asasi
yang memberikan perlindungan hukum
manusia, Konvensi Jenewa 1949 dan
kepada orang perorangan. Instrumen-
protokol-protokolnya yang memberikan
instrumen hukum yang memberikan
kewajiban kepada negara peserta dan
perlindungan
hukum kepada orang
menjamin hak-hak individual dari
perorangan ini dapat digolongkan ke dalam
orang-orang yang dilindungi.
empat kelompok :
menentukan kelompok-kelompok orang
a. Instrumen hukum yang bertujuan
yang dilindungi, seperti orang-orang
melindungi orang perorangan sebagai
yang cedera dan tawanan perang,
anggota masyarakat. Perlindungan ini
sedangkan hak asasi manusia berlaku
meliputi
segenap segi perilaku
untuk semua orang tanpa memberikan
perorangan
dan sosialnya.
status khusus. Akan tetapi dalam
Perlindungan ini bersifat umum.
Kategori ini justru mencakup hukum
hak asasi manusia internasional.
pendekatan yang sama dengan sistem
b. Instrumen yang bertujuan melindungi
hak asasi manusia, dengan memperluas
orang perorangan berkaitan dengan
keadaannya di dalam masyarakat,
internasional bagi semua orang sipil.
seperti hukum internasional tentang
3. Di satu sisi landasan pengaturan hak
perlindungan terhadap kaum wanita
asasi manusia (HAM) adalah hak-hak
dan hukum internasional berkaitan
yang berkaitan dengan manusia, yaitu :
dengan perlindungan terhadap anak.
c. Instrumen hukum yang bertutujuan
status sebagai subyek hukum, dsb. Atas
melindungi orang perorangan dalam
dasar tersebut dibuatlah peraturan-
kaitannya dengan fungsinya di dalam
seperti hukum
perkembangan manusia dalam segala
internasional tentang buruh.
segi. Di sisi lain hukum humaniter
d. Instrumen hukum yang bertujuan
internasional (HHI) dimaksudkan untuk
melindungi orang perorangan dalam
membatasi kekerasan dan dengan
keadaan darurat, apabila terjadi situasi
biasa dan yang
internasional (HHI) memuat peraturan-
mengakibatkan
ancaman adanya
peraturan yang menjamin hak-hak
pelanggaran hak asasi atas haknya
manusia yang sama, karena hak-hak
yang biasanya dijamin oleh hukum
tersebut merupakan hak-hak minimal.
yang
seperti hukum internasional tentang pengungsi dan
berlaku,
Intisari dari hak-hak asasi manusia (hard core
hukum humaniter internasional yang
rights) atau dapat juga disebut sebagai hak-
melindungi
para korban akibat
sengketa bersenjata.
dihormati terhadap siapapun, baik di masa damai maupun di waktu perang. Hak-hak
VI. Asas-asas dan Prinsip-prinsip Hukum Humaniter
Pada umumnya para ahli berpendapat
4. Prinsip Pembedaan
bahwa penyusunan hukum humaniter dilandasi oleh prinsip-prinsip :
Prinsip pembedaan (distinction principle) adalah suatu prinsip atau asas yang
1. Asas kepentingan militer (Military
membedakan atau membagi penduduk
Necessity)
dari suatu negara yang sedang berperang atau sedang terlibat dalam
Yang dimaksudkan dengan prinsip ini
konflik bersenjata ke dalam dua
ialah hak dari para pihak yang
golongan, yaitu kombatan (combatan)
berperang untuk menentukan kekuatan
dan penduduk sipil (civilian). Kombatan
yang diperlukan untuk menaklukan
adalah golongan penduduk yang secara
musuh dalam waktu yang sesingkat-
aktif turut serta dalam permusuhan
(hostilities), sedangkan penduduk sipil
adalah golongan penduduk yang tidak
korban yang sekecil-kecilnya. Namun
turut
serta
dalam permusuhan.
demikian, perlu diingat pula bahwa hak
Perlunya prinsip pembedaan ini adalah
pihak yang berperang untuk memiliki
untuk mengetahui mana yang boleh
alatsenjata untuk menaklukan musuh
dijadikan sasaran atau obyek kekerasan
adalah tidak tak terbatas.
dan mana yang tidak boleh dijadikan obyek
kekerasan. Dalam
2. Asas Kemanusiaan (Humanity)
pelaksanaannya prinsip ini memerlukan penjabaran lebih jauh lagi dalam sebuah
Prinsip ini melarang penggunaan semua
asas
pelaksanaan (principles of
macam atau tingkat kekerasan (violence)
application), yaitu :
yang tidak diperlukan untuk mencapai tujuan perang. Orang-orang yang luka
a. Pihak-pihak
yang bersengketa,
atau sakit, dan juga mereka yang telah
setiap saat, harus membedakan
menjadi tawanan perang, tidak lagi
antara kombatan dan penduduk
merupakan ancaman, dan oleh karena
sipil
guna menyelamatkan
itu mereka harus dirawat dan
penduduk sipil dan obyek-obyek
dilindungi. Demikian pula dengan
sipil.
penduduk sipil yang tidak turut serta
b. Penduduk sipil, demikian pula
dalam konflik harus dilindungi dari
orang-orang
sipil secara
akibat perang.
perorangan, tidak boleh dijadikan obyek serangan walaupun dalam
3. Asas Kesatriaan (Chivalry)
hal pembalasan (reprisals).
c. Tindakan
maupun ancaman
kekerasan yang tujuan utamanya
pemakaian alatsenjata dan cara
untuk menyebarkan teror terhadap
berperang yang tidak terhormat. Prinsip
penduduk sipil adalah dilarang.
ini merupakan sisa dari sifat-sifat
d. Pihak-pihak yang bersengketa harus
ksatriaan yang dijunjung tinggi oleh
mengambil
segala langkah
para ksatria pada masa silam.
pencegahan yang memungkinkan untuk menyelamatkan penduduk
sipil atau, setidak-tidaknya untuk menekan kerugian atau kerusakan sipil atau, setidak-tidaknya untuk menekan kerugian atau kerusakan
Yang dimaksud dengan ROE adalah
mungkin.
keseluruhan instruksi yang dapat
e. Hanya anggota angkatan bersenjata
diberikan kepada suatu kesatuan
yang berhak menyerang dan
operasional. Namun demikian, ROE
menahan musuh.
tidak harus selalu berkaitan dengan perintah
yang
diberikan dalam
5. Rule of Engagement (ROE)
menghadapi
musuh, ROE dapat diberikan kepada suatu kesatuan yang
Penting kiranya bagi seorang komandan
mengadakan kunjungan persahabatan.
angkatan bersenjata untuk mengetahui adanya suatu “petunjuk” yang
ROE dapat bersifat tetap (standing) atau
memuat hal-hal apa yang boleh dan apa
khusus (particular). Standing rules ini
yang dapat ia lakukan apabila
berhubungan dengan
hak untuk
menghadapi situasi yang gawat,
mengadakan self-defence, yaitu yang
terlebih lagi dalam masa damai. Dengan
menentukan apa yang harus dilakukan
kata lain, sebaiknya ada petunjuk yang
apabila kesatuan itu menghadapi
jelas kapan dan dalam keadaan
ancaman yang mendadak, misalnya
adanya ancaman serangan peluru
kendali. Namun demikian, tidaklah
misalnya kapan ia diperbolehkan
mudah untuk menentukan kapan
melepaskan tembakan.
dilakukan untuk membela diri boleh dimulai atau
tindakan
yang
Petunjuk atau pedoman ini sangat
dilakukan. Hal ini berkaitan dengan
diperlukan para komandan dalam
batasan mengenai pengertian armed
attacks. Untuk kepentingan semacam
menjalankan tugasnya tidak berbuat
inilah pada awalnya ROE ini disusun.
hal-hal yang bertentangan dengan hukum, dan dalam menyusun petunjuk
Dalam pengertian sekarang ROE
tersebut hal yang harus diperhatikan
mencakup keseluruhan instruksi, baik
adalah :
yang bersifat tetap maupun khusus
a. tujuan (objectives);
yang berhubungan dengan operasi
b. perintah (orders);
angkatan bersenjata. ROE mungkin
c. pembatasan (restrainst);
sekali dimulai dengan suatu statement yang mengenai tujuan (objectives) dan
Terintegrasinya ketiga hal tersebut,
kebijaksanaan pemerintah, sampai pada
dalam istilah angkatan bersenjata
tindakan yang :
negara-negara barat telah menghasilkan
o diizinkan (permitted);
apa yang disebut sebagai “Rules of
o dilarang (forbidden);
Engagement (ROE)”. Istilah Rules of
o disediakan setelah ada otorisasi
Engagement untuk pertama kalinya
(reserved for authirization).
dipergunakan oleh Royal Navy yang bertugas di Malta dalam operasinya di
Adakalanya seorang komandan dalam
laut Tengah pada tahun 1960-an.
mengantisipasi suatu ancaman tertentu
Kemudian ROE ini semakin meluas dan
meminta ROE dahulu kepada markas
dipergunakan juga dalam perang
besar. Dalam angkatan laut Inggris,
Vietnam dan NATO.
sebelum melakukan suatu tindakan operasional, seorang komandan yang memimpin angkatan laut terlebih sebelum melakukan suatu tindakan operasional, seorang komandan yang memimpin angkatan laut terlebih
Dengan demikian, dalam ROE ini dapat
kepada markas besar. Kemudian
dilihat adanya penyatuan antara hukum
markas besar meneruskan permintaan
humaniter dengan ketentuan-ketentuan
tersebut kepada kabinet, dan kabinetlah
operasional itu sendiri.
yang memberikan persetujuan terakhir.
VII. Perkembangan Hukum Humaniter
7.1. Konvensi Den Haag
Sedangkan tiga deklarasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Konvensi-konvensi Den Haag merupakan
1. Melarang penggunaan peluru-peluru
(peluru-peluru yang
bungkusnya tidak sempurna menutup
berperang. Konvensi-konvensi Den Haag ini
bagian dalam, sehingga dapat pecah
dan membesar dalam tubuh manusia).
dihasilkan dari Konferensi-konferensi Den
2. Peluncuran proyektil-proyektil dan
Haag I dan II yang diadakan pada tahun
bahan-bahan peledak dari balon selama
1899 dan 1907.
jangka lima tahun yang terakhir di tahun 1905 juga dilarang.
7.1.1 Konvensi Den Haag 1899
3. Penggunaan proyektil-proyektil yang
menyebabkan
gas-gas cekik dan
Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899
beracun juga dilarang.
merupakan hasil Konferensi Perdamaian I yang diselenggarakan pada tanggal 18 Mei -
7.1.2. Konvensi Den Haag 1907
29 Juli 1899. Konferensi ini terselenggara atas prakarsa Tsar Nicholas II dari Rusia.
Konvensi-konvensi
tahun 1907 ini
merupakan kelanjutan dari Konferensi
Nicholas II itu, maka pada tahun 1898
Perdamaian I tahun 1809 di Den Haag.
Menteri Luar Negeri Rusia Count Mouravieff
Konvensi-konvensi yang dihasilkan dari
Konvensi Den Haag II adalah sebagai
terakreditasi di St. Petersburg, berupa
1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai
Persengketaan Internasional;
2. Konvensi II tentang Pembatasan
persenjataan. Konvensi yang berlangsung 2
Kekerasan Senjata dalam Menuntut
(dua) bulan ini menghasilkan tiga konvensi
Pembayaran Hutang yang Berasal dari
dan tiga deklarasi pada tanggal 29 Juli 1899.
Perjanjian Perdata;
3. Konvensi III tentang Cara Memulai
Ketiga Konvensi yang dihasilkan adalah :
Peperangan;
1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai
4. Konvensi IV tentang Hukum dan
Persengketaan Internasional;
Kebiasaan Perang di Darat dilengkapi
2. Konvensi II tentang Hukum dan
dengan Peraturan Den Haag;
Kebiasaan Perang di Darat;
5. Konvensi V tentang Hak dan Kewajiban
3. Konvensi III tentang Adaptasi Azas-
Negara dan Warga Negara Netral
azas Konvensi Jenewa tanggal 22
dalam Perang di Darat;
Agustus 1864 tentang Hukum Perang di
6. Konvensi VI tentang Status Kapal
Laut.
Dagang Musuh Pada Saat Permulaan Perang;
7. Konvensi VII tentang Status Kapal
a. Suatu pernyataan perang, disertai
Dagang menjadi Kapal Perang;
dengan alasannya.
8. Konvensi VIII tentang Penempatan
b. Suatu ultimatum yang disertai
Ranjau Otomatis di dalam Laut;
dengan pernyataan perang yang
9. Konvensi IX tentang Pemboman oleh
bersyarat.
Apabila penerima
Angkatan Laut di Waktu Perang;
ultimatum tidak memberi jawaban
10. Konvensi X tentang Adaptasi Asas-asas
yang tegasmemuaskan pihak yang
Konvensi Jenewa tentang Perang di
mengirim ultimatum dalam waktu
Laut;
yang ditentukan, sehingga pihak
11. Konvensi XI tentang Pembatasan
pengirim ultimatum akan berada
Tertentu terhadap Penggunaan Hak
dalam keadaan perang dengan
Penangkapan dalam Perang Angkatan
penerima ultimatum.
Laut;
12. Konvensi XII tentang Mahkamah
2. Konvensi Den Haag IV 1907 mengenai
Barang-barang Sitaan;
Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat
13. Konvensi XIII tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang
Konvensi ini judul lengkapnya adalah
di Laut.
“Convention Respecting to the Laws and Customs of War on Land”. Konvensi ini
Hal-hal penting yang terdapat dalam
terdiri dari 9 pasal, yang disertai juga
Konvensi Den Haag tahun 1907 antara lain
dengan lampiran yang disebut “Hague
adalah :
Regulations”. Konvensi ini merupakan penyempurnaan terhadap Konvensi
1. Konvensi III Den Haag 1907 mengenai
Den Haag II 1899 tentang Kebiasaan
Cara Memulai Peperangan
Perang di Darat. Hal penting yang diatur dalam Konvensi Den Haag IV
Perang antara Rusia dan Jepang pada
1907 adalah mengenai apa yang disebut
tahun 1904 dimulai dengan suatu
sebagai “Klausula si Omnes”, yaitu
serangan secara tiba-tiba oleh Jepang
bahwa konvensi hanya berlaku apabila
terhadap kapal perang Rusia. Kejadian
kedua belah pihak yang bertikai adalah
inilah yang menjadi bahan pembicaraan
pihak dalam konvensi, apabila salah
dalam Konferensi Den Haag tahun 1907,
satu pihak bukan peserta konvensi,
yang hasilnya adalah disepakatinya
maka konvensi tidak berlaku. Selain itu,
Konvensi III tahun 1907 yang judul
hal penting lainnya yang perlu
resminya “Hague Convention No. III
diperhatikan
adalah ketentuan-
Relative to the Opening of Hostilities”,
ketentuan
yang terdapat dalam
dimana Pasal 1 Konvensi ini berbunyi :
Lampiran Konvensi Den Haag IV (Hague Regulations), antara lain :
“The Contracting Powers recognize that hostilities between themselves must not
a. Pasal 1 HR, yang berisi mengenai
commence without previous and
siapa
saja
yang termasuk
explecit warning, in the either of a
“belligerents”, yaitu tentara. Pasal ini
reasoned declaration of war or of an
juga mengatur mengenai syarat-
ultimatum with conditional declaration
syarat yang harus dipenuhi oleh
of war”.
kelompok milisi dan korps sukarela, sehingga mereka bisa disebut
Dengan demikian, suatu perang dapat
sebagai kombatan, yaitu :
dimulai dengan : dimulai dengan :
neutral Powers is inviolable”. Untuk
mempertahankan kenetralan, maka
bawahannya;
wilayah dari negara tersebut tidak
ii. Memakai tandaemblem yang
dapat dijadikan sebagai wilayah yang
dapat dilihat dari jauh;
dapat dilintasi oleh para pihak yang
iii. Membawa
senjata
secara
sedang bersengketa.
terbuka; iv. Melaksanakan
operasinya
Sedangkan yang dimaksud dengan
sesuai dengan hukum dan
orang netral (Neutral Persons) adalah
kebiasaan perang.
warga negara dari suatu negara yang tidak terlibat dalam suatu peperangan.
b. Pasal 2 HR mengatur mengenai levee
Orang netral ini tidak boleh mengambil
en masse, yang dikategorikan
keuntungan dari statusnya sebagai
sebagai “belligerent”, yang harus
orang netral, misalnya dengan menjadi
memenuhi syarat-syarat :
relawan dari suatu angkatan bersenjata
i. Penduduk dari wilayah yang
salah satu pihak yang bersengketa
belum dikuasai;
(Pasal 17).
ii. Secara spontan mengangkat
senjata;
4. Konvensi XIII Den Haag mengenai
iii. Tidak
Hak dan Kewajiban Negara Netral
mengatur diri;
dalam Perang di Laut.
iv. Membawa
Konvensi ini berjudul “Neutral Rights
v. Mengindahkan hukum perang.
and Duties in Maritime Wars”, yang secara garis besar mengatur tentang hak
3. Konvensi V Den Haag 1907 mengenai
dan kewajiban negara-negara netral
Negara dan Orang Netral dalam
dalam perang di laut. Konvensi ini
Perang di Darat
menegaskan bahwa kedaulatan negara netral tidak hanya berlaku di wilayah
Konvensi ini lengkapnya berjudul
teritorialnya saja, namun juga berlaku
“Neutral Powers and Persons in Land
bagi wilayah perairan negara netral.
Warfare”. Dengan demikian, dalam
Para pihak yang bersengketa tidak
konvensi ini terdapat dua pengertian
boleh (dilarang) melakukan tindakan-
tindakan di perairan negara netral yang
mengenai Negara Netral (Neutral
dapat dikategorikan sebagai tindakan
Powers) dan Orang Netral (Neutral
yang dapat melanggar kenetralan di
Persons). Yang dimaksud dengan negara
wilayah tersebut, seperti tindakan
netral adalah suatu negara yang
penangkapan dan pencarian yang
menyatakan akan bersikap netral dalam
dilakukan kapal perang negara yang
bersengketa di perairan negara netral.
berlangsung. Dengan demikian, tidak ada keharusan negara tersebut untuk
7.2. Konvensi Jenewa 1949
membantu salah satu pihak. Sebagai negara netral, maka kedaulatan negara
Konvensi Jenewa 1949 tersebut terdiri dari 4
tersebut dalam suatu peperangan, tidak
buah konvensi yaitu :
boleh diganggu dan dilanggar. Hal ini
a. Konvensi Jenewa I tentang Perbaikan
tercantum dalam Pasal 1 Konvensi V
Anggota Angkatan Perang yang Luka
yang menyatakan “The territory of
dan Sakit di Medan Pertempuran Darat.
b. Konvensi Jenewa II tentang Perbaikan
berlakunya ketentuan - ketentuan
Kondisi Angkatan Perang di Laut yang
konvensi tidak boleh dipengaruhi oleh
Luka, Sakit dan Korban Kapal Karam.
sifat dari sengketa bersenjata. Ketentuan
c. Konvensi Jenewa III tentang Perlakuan
ketentuan
konvensi mengenai
Tawanan Perang.
perlindungan korban perang (yang
d. Konvensi
Jenewa
IV tentang
sakit, luka, tawanan perang, dsb) tetap
Perlindungan Sipil di Waktu Perang.
berlaku, tidak perduli apakah perang itu adil atau tidak adil, perang agresi
7.2.1. Pokok-Pokok Konvensi Jenewa
atau perang mempertahankan diri.
1949 : Ketentuan yang bersamaan
Yang menjadi ukuran adalah apakah
(Common Articles)
telah ada sengketa bersenjata atau pendudukan
dalam sebagaimana
Dalam keempat Konvensi Jenwa 1949
dimaksud dalam Pasal 2.
mengenai perlindungan korban perang terdapat ketentuan-ketentuan yang sama
2. Berlakunya Konvensi-Konvensi
atau yang bersamaan. Yang terpenting diantaranya, adalah mengenai ketentuan-
Mengenai
berlakunya konvensi-
ketentuan pokok dari Konvensi-konvensi
konvensi dinyatakan dalam Pasal 2
Jenewa, yang di dalam keempat Konvensi
Paragraf 1, bahwa “ …Konvensi ini akan
terdapat dalam Bab I. Hal ini merupakan
berlaku untuk semua peristiwa perang yang
suatu kemajuan besar dalam sistematika
diumumkan atau setiap sengketa bersenjata
susunan pasal-pasal dan menekankan
(armed conflict) lainnya yang mungkin
keseragaman serta kesatuan dari keempat
timbul antara dua atau lebih pihak
konvensi ini sebagai suatu perangkat
penandatangan, sekalipun keadaan perang
ketentuan tertulis mengenai perlindungan
tidak diakui salah satu diantara mereka”.
korban perang.
Dengan pernyataan bahwa Konvensi
tahun 1949 ini berlaku bagi setiap
Konvensi-konvensi Jenewa tersebut dapat
sengketa bersenjata (armed conflict),
dibagi ke dalam beberapa golongan, yaitu :
maka tidak ada lagi kemungkinan bagi suatu negara untuk mengelakkan diri
1. Penghormatan dari Konvensi-konvensi