T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Ketua Kelompok dalam Solidaritas Kelompok Wanita Tani Sedyo Mulyo T1 BAB II

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1. Teori yang Digunakan dalam Penelitian
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preporsisi
untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep. (Singarimbun & Effendi, 1988: 37)
Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah : Komunikasi
Kelompok, Percakapan Kelompok, dan Teori Kontigensi mengenai Leadership
atau kepemimpinan.
2.1.1 Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, dan
sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara
tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagai
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotanya dapat
mengingat karakteristik pribadi anggota lain secara tepat.
Sementara itu, kelompok sendiri adalah sekumpulan orang yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai sebuah tujuan bersama, dan memang
satu dengan lainnya dipandang sebagai bagian dari kelompok tersebut (Mulyana,

2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau bisa juga
kelompok masyarakat yang sedang berdiskusi untuk memecahkan sebuah masalah
yang sedang terjadi di dalam suatu kelompok tersebut. Di dalam kemunikasi
kelompok, biasanya selalu melibatkan komunikasi antar pribadi yang terjadi antar
anggota kelompok.
Banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi,
namum dalam penjelasan dibawah ini hanya akan membahas tentang 3
klassifikasi kelompok :

 Kelompok primer dan sekunder

12

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam

Rakhmat, Jalaludin, 1994)

mengatakan bahwa kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab,
personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan
kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan

tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan kerakteristik
komunikasinya, sebagai berikut :
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.
Dalam artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,
menyingkap unsur-unsur perilaku yang kita tampakkan dalam suasana
privat saja. Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan
rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder
komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
kelompok sekunder nonpersonal.
3. Komunikasi primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek
isi, sedangkan kelompok sekunder sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder instrumental.
5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.
 Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan
Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership
group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan


adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik
menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah
kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri
sendiri atau untuk membentuk sikap.

13

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi
komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.


Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John Cragan dan David Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua:
deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi
kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.
Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif
dibedakan menjadi tiga: a . kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan
c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,


misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.
Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri
mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha
belajar lebih banyak tentang dirinya.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus
ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan
dan Wright (1980) mengkategorikan enam format kelompok preskriptif,
yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium,
dan prosedur parlementer.
2.1.2

Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory)
Teori percakapan kelompok sangat berkaitan erat dengan produktivitas

kelompok atau upaya-upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaan masukan
dari anggota (member inputs), variabel-variabel yang perantara (mediating
variables),

dan


keluaran

dari

kelompok

(group

output).

Dalam lingkup KWT Sedyo Mulyo, peran Ibu Sujiyah sebagai ketua adalah
mendengarkan masukan-masukan atau ide serta pemikiran yang dimiliki oleh
anggota kelompoknya. Dalam kelompok, tidak hanya Ibu Sujiyah yang
memutuskan dan mengeluarkan ide dalam musyawarah, namun juga beberapa
anggota kelompok yang lainnya. Masukan atau input yang berasal dari anggota
kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan harapan-harapan
14

(expectations) yang bersifat individual. Sedangkan variabel-variabel perantara


merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status,
norma, dan tujuan-tujuan kelompok. Yang dimaksud dengan keluaran atau output
kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok.
Beberapa prestasi yang telah dicapai KWT Sedyo Mulyo bersama-sama
adalah sebuah pencapaian sebuah kelompok, dimana di dalamnya terdapat peran
penting seorang ketua kelompok dalam membangun komunikasi yang baik di
dalam kelompok, sehingga anggota merasa di dengar dan juga merasa nyaman
ketika melakukan pertukaran sosial di dalam KWT Sedyo Mulyo ini.
Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku,
interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Perilaku, interaksi, dan
harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal struktur formal
dan struktur peran (mediating variables) yang sebaliknya variabel ini mengarah
pada produktivitas, semangat, dan keterpaduan (group echievement). Bagaimana
peran nyata seorang Ibu Sujiyah dalam mempertahankan keutuhan kelompok
yang dipimpinnya, bagaimana dia mampu mempengaruhi serta mengajak
anggotanya untuk mau berkembang di dalam sebuah wadah untuk melakukan
pertukaran informasi, ide, dan juga komunikasi. Bila seorang ketua kelompok
mampu melakukan hal-hal tersebut, maka akan tumbuh rasa semangat yang tinggi
untuk mencapai produktivitas secara bersama-sama, dan memiliki tujuan akhir
untuk mempertahankan sebuah kelompok supaya tetap solid sesuai dengan visi

dan misi yang telah dibuat oleh KWT Sedyo Mulyo.
2.1.3

Teori Kontigensi
Di dalam sebuah kelompok pasti dipimpin oleh seorang yang disebut

sebagai pemimpin atau leader . Di dalam memimpin juga terdapat bagian penting
yang harus di bangun yaitu mengenai leadership atau kepemimpinan. Salahsatu
teori yang dipakai dalam kepemimpinan adalah teori kontigensi. Teori ini setipe
dengan Pendekatan Situasional dan sering disebut sebagai “leader-match”
(penyesuaian

dengan

pemimpin).

Maksud

dari


“leader-match”

adalah

15

menempatkan pemimpin pada pola kepemimpinan yang sesuai dengan situasi
yang ada. Teori ini dikembangkan oleh Fiedler dan Garcia (1964) setelah
mempelajari berbagai macam gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan pada
lingkungan yang berbeda-beda. Teori ini difokuskan pada gaya kepemimpinan
dan situasi yang menjadi kerangka kerjanya. Gaya kepemimpinan pada Teori
Kontigensi mengacu pada dua motivasi yaitu :



Task Motivation (motivasi yang mengacu pada tugas)

Pemimpin focus pada tugas dan hasil yang dicapainya.
Relationship Motivation (motivasi yang mengacu pada relasi)


Pemimpin fokus pada usaha untuk membangun relasi dengan pengikutpengikutnya.
Ada tiga variable situasi yang digunakan oleh masing-masing motivasi. Ketiga
variable tersebut akan diberi nilai, yang nantinya akan dijumlahkan untuk diukur
hasilnya.Variabel-variabel tersebut adalah :
1. Hubungan pemimpin-anggota (group atmosphere)
Hubungan pemimpin-anggota berfokus pada lingkungan kelompok dan
tingkat kepercayaan, loyalitas, dan daya tarik yang dirasakan anggota
terhadap pemimpinnya.
2. Struktur kerja (task structure)
Hubungan struktur kerja menyoroti tingkat tuntutan kerja yang jelas dan
dikomunikasikan.
Tugas-tugas dianggap terstuktur jika :

 Tugas dinyatakan dengan jelas dan diketahui tiap anggota.

 Ada beberapa alternative jalur penyesalesaian tugas dan ada jalan
keluar dari masalah.

 Penyelesaian


tugas

dapat

ditunjukkan

dengan

jelas

dan

dicontohkan kepada bawahan bukan sekedar harapan atau
bayangan pemimpin.

 Ada batasan solusi yang benar untuk masing-masing tugas.

16

3. Posisi kekuatan (position power )

Posisi kekuatan dilihat dari sejumlah wewenang yang dimiliki pemimpin
untuk memberikan penghargaan atau hukuman (reward and punishment).
Hal ini juga termasuk pemberian wewenang dan legitimasi kekuasaan.
Teori Kontigensi memperluas pemahaman tentang kepemimpinan, dimana
ada pengaruh situasi terhadap pemimpin, serta memberikan prediksi dan informasi
mengenai gaya kepemimpinan yang cocok atau efektif dalam konteks tertentu.
Hal ini menguntungkan, karena teori ini tidak menuntuk pemimpin untuk
bertindak secara efektif dalam setiap situasi. Di samping itu, teori ini juga
menyediakan data-data gaya kepemimpinan yang dapat berguna bagi organisasi
dalam mengembangkan profil kepemimpinan.
Untuk mengukur gaya kepemimpinan, ukuran seperti kepribadian yang
disebut skala Teman Kerja yang Paling Tidak Dipilih (LPC) digunakan. Hal itu
membagi orang yang sangat termotivasi tugas (LPC rendah), mereka yang
mandiri secara sosial (LPC sedang) dan mereka yang termotivasi hubungan (LPC
tinggi). Secara umum teori kontigensi menyatakan, LPC rendah efektif dalam
kondisi yang sangat disukai dan sangat tidak disukai, serta bahwa LPC tinggi
efektif dalam situasi yang cukup disukai.
LPC rendah termotivasi tugas. Kebutuhan utama mereka adalah untuk
menyelesaikan tugas, dan kebutuhan sekunder mereka terfokus pada pergaulan
dengan orang lain. Dalam latar pekerjaan, mereka peduli dengan keberhasilan
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahkan dengan
menyebabkan hubungan antarpribadi yang buruk dengan rekan kerja. LPC rendah
mendapatkan rasa percaya diri dengan mencapai tujuan mereka. Mereka mungkin
melakukan hubungan antarpribadi, tetapi hanya setelah mereka mengarahkan
dirinya ke penyelesaian tugas kelompok. LPC sedang adalah orang yang mandiri
secara sosial. Dalam konteks pekerjaan, mereka mandiri dan tidak terlalu peduli
dengan tugas atau dengan cara orang lain memandang mereka. Mereka lebih
menarik diri dari situasi dan bertindak secara lebih mandiri daripada orang LPC

17

rendah atau tinggi. LPC tinggi termotivasi oleh hubungan. Orang-orang ini
mendapat kepuasan utama mereka dalam organisasi dari hubungan antarpribadi.
LPC tinggi melihat karakter positif dalam diri rekan kerja paling tidak dia pilih,
dan bahkan bila LPC tinggi tidak bekerja dengan baik bersama orang itu. Dalam
latar organisasi, LPC tinggi mengerjakan tugas, tetapi hanya setelah dia merasa
yakin bahwa ada hubungan antara orang-orang yang ada.
Sebuah

tinjauan

literatur

tentang

masalah

gender

dan

kepemimpinan

mengungkapkan bahwa pemikiran memang telah berubah. Penelitian pada tahun
1960 menemukan bahwa wanita enggan untuk mengambil peran kepemimpinan
(Marshall & Molly G. :2010) Wanita cenderung menutup diri untuk berkembang
dalam urusan kepemimpinan. Para anggota kelompok merasa bahwa laki-laki
dianggap lebih mandiri, rasional, percaya diri, dan lebih berpengaruh daripada
perempuan. Karena melihat lebih banyaknya pemimpinan laki-laki daripada
wanita, pada tahun 1979 para peneliti mencatat bahwa perempuan dapat melebihi
laki-laki untuk menjadi seorang pemimpin, karena perempuan lebih menerima ide
orang lain, membina hubungan interpersonal, menunjukkan kepedulian, dan dapat
menjadi sosokyang perhatian terhadap orang lain.Sementara, laki-laki dalam studi
yang sama dalam aturan yang ada di dalam organisasi yang sebenarnya melebihi
perempuan, laki-laki lebih cenderung mendominasi, lebih cepat untuk menantang
orang lain dan mengendalikan jalannya percakapan. Para peneliti mencatat bahwa
gaya kepemimpinan perempuan lebih kompatibel dengan teori sumber daya
manusia tentang bagaimana seorang manajer harus bersikap terhadap para anggota
yang dipimpin oleh dirinya.
Pada akhir 1980-an beberapa penelitian melaporkan setelah merasakan bahwa
tidak ada perbedaan antara cara pria dan wanita dalam peran kepemimpinan suatu
kelompok. Lalu, pada tahun 1980 ada penelitian mengenai jenis kelamin
psikologis yang membedakan menbedakan kecakapan dalam memimpin, di dalam
penelitian tersebut tidak menunjukan bahwa faktor keberhasilan seorang
pemimpin dapat berbeda karena jenis kelamin (biologis). Penelitian ini didukung
argumen bahwa pemimpin yang paling efektif adalah bahwa pemimpin adalah

18

individu yang bisa dan mampu menarik dari kedua perilaku tradisional pria dan
wanita, penelitian pada 1990-an terus mendukung pandangan ini. Kemudian
muncul peneliti Katherine Hawkins yang melakukan identifikasi komunikasi,
mengenai relevansi tugas dalam studi kepemimpinan, terlepas dari jenis kelamin
calon kepemimpinan. Penelitian yang dia lakukan, juga mencatat tidak ada
perbedaan gender yang signifikan dalam produksi komunikasi relevansi tugas.
Tampaknya, kunci kepemimpinan muncul dalam interaksi kelompok berorientasi
pada tugas, bukan ditentukan melalui jenis kelamin. Penelitian terbaru lainnya
telah menemukan bahwa manajer perempuan yang dinilai mampu menempatkan
orang tenang, tapi gender tidak membuat perbedaan dalam persepsi kemampuan
kepemimpinan. Setelah manajer telah memperoleh pengalaman organisasi dalam
beberapa waktu komposisi gender mungkin memiliki efek pada hasil yang telah
dicapai. Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa memiliki lebih banyak
perempuan pemimpin informal dalam tim meningkatkan kinerja tim.
2.1.4

Teori Pola Komunikasi
Pola komunikasi dibentuk oleh suatu tindakan-tindakan yang diambil,

ketika kita berkomunikasi, kita bertindak dan bereaksi dengan tindakan, jadi
interaksi yang di lakukan di dalamnya mengandung arus pesan. Fisher (1992)
menjelaskan bahwa arus bicara dengan dirinya sendiri mengatakan sedikit
mengenai komunikasi, sehingga harus dipecah ke dalam unit-unit yang
mengandung tindakan dan respon. Fisher (1992) mengembangkan metode untuk
mengetahui semua pola percakapan yang terdiri atas pesan-pesan penyandian,
sehingga pola respon dapat ditetapkan. Unit yang paling dasar yang dipakai Fisher
adalah rangkaian dua pesan yang bersambungan antara dua orang. Hubungan yang
dijalin antar anggota sebuah kelompok harus dipertimbangkan dengan baik,
karena merupakan satu kesatuan untuk menumbuhkan rasa saling memahami
antar anggota kelompok, sehingga tercipta hubungan yang erat dan menyatu.
Salah satu perbedaan yang paling umum yaitu antara sistem terbuka dan sistem
tertutup. Sistem tertutup tidak melakukan tindakan saling tukar informasi dengan
lingkungan sekitarnya. Sistem tersebut nantinya akan menggerakkan kelompok

19

menuju perpecahan internal. Lain dengan system terbuka yang mau berbaur dan
menerima energi serta masukan dari lingkungan sekitar. Sistem terbuka ini
mengarahkan kelompok kedalam kehidupan yang baik dan tumbuh.
Di dalam bukunya Communication in Small Groups, Steven A Beebe
menuliskan bahwa pengaruh lain pada iklim kelompok adalah jaringan
komunikasi, pola interaksi dalam suatu kelompok, atau yang berbicara kepada
siapa. Jika kita ikut dalam sebuah kelompok dimana nantinya kita akan
berpartisipasi aktif di dalam kelompok tersebut, mungkin akan tampak bahwa ada
beberapa orang yang berbicara lebih dari yang lain, sebagian besar komunikasi
yang mereka lakukan, ditujukan kepada seluruh anggota kelompok secara
keseluruhan. Lain halnya yang dapat dilihat jika kita berada dalam kelompok,
dimana sedikit anggota yang aktif berbicara untuk kepentingan kelompok, di
dalam kelompok tersebut kita akan menemukan bahwa orang-orang relatif sedikit
komentar ke grup kepetingan keseluruhan kelompok dan terlihat bahwa mereka
mengarahkan sebagian besar dari apa yang mereka katakan dalam kelompok ke
arah orang-orang tertentu saja.
Anggota cenderung akan memperbanyak komentar untuk satu orang pusat,
mungkin pemimpin yang ditunjuk atau ketua. Sebagai seseorang yang menjadi
pusat dari pola komunikasi yang di lakukan di dalam kelompok, sosok inilah yang
dianggap mampu dan memiliki daya tarik sehingga anggota kelompok yang lain
mempercayai orang tersebut untuk mengendalikan segala sesuatu yang ada di
kelompok.
Dalam konsep De Vito terdapat lima model komunikasi yaitu : model
lingkaran, model roda, model Y, model rantai, dan model semua saluran atau
bintang. (Agus Maulana: 2011)
Pola komunikasi berbentuk Y merupakan jenis pola komunikasi yang
komunikatif, dimana berpusat pada satu titik, kemudian meneruskan informasi
dan menjalin hubungan dengan banyak orang di dalam kelompok tersebut. Pola
lain yang mungkin muncul ialah pola melingkar, dimana orang berbicara hanya

20

dengan mereka yang duduk di samping atau dengan kata lain yang memiliki posisi
dan memiliki kedekatan yang akrab. Ada juga pola lain, yaitu pola linear, dimana
orang berkomunikasi secara berantai, jadi informasi disampaikan oleh satu orang
kemudian disampaikan kepada orang lain secara berantai.
Pola-pola ini dapat dibangun ke dalam kelompok dari awal kelompok
dibentuk, atau bisa juga pola komunikasi dapatmuncul secara spontan. Walaupun
demikian, bila di dalam kelompok selalu di bangun pola komunikasi yang baik,
jaringan cenderung stabil dari waktu ke waktu, jadi solidaritas di dalam sebuah
kelompok tetap terjaga. Sekali orang membangun saluran atau pola komunikasi ,
mereka terus menggunakan saluran ini dengan sama. Jaringan saluran
berpengaruh pada iklim kelompok serta produktivitas dari kelompok tersebut.
Review penelitian menunjukkan bahwa secara umum, dimana komunikasi bebas
dimaksimalkan sesuai dengan pola komunikasi yang dibangun, meskipun dengan
adanya pola komunikasi yang secara terus-menerus dilakukan, mereka mungkin
memakan waktu lebih lama untuk mencapai keputusan.
Dengan adanya pola komunikasi yang baik sesuai dengan iklim sebuah
kelompok, orang juga cenderung merasa lebih puas dalam kelompok dimana
mereka dapat berpatisipasi aktif , Orang akan merasa dihargai berada di sebuah
kelompok dimana saran, ide, dan pemikirannya bisa diterima dengan baik. Ketika
interaksi melalui penuangan ide di batasi , mungkin orang akan menjadi kurang
memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti kebutuhan
berkomunikasi. Hasil survey para peneliti dari beberapa kelompok, menunjukkan
bahwa kelompok dengan pola komunikasi terpusat tentu akan lebih efisien.
Efisiensiannya karena dapat meningkatkan produktivitas kelompok , namun bukti
juga cukup menunjukkan bahwa pola komunikasi bebas dan terbuka, dapat
mencakup semua orang yang ada di kelompok .Lalu bentuk lain pola komunikasi
lingkaran lebih cenderung mengarah pada penilaian kelompok yang lebih akurat
serta lebih menarik iklim kelompok dan mencapai kepuasan individu yang lebih
besar.

21

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh mahasiswa Fiskom UKSW.
Nama

: Yohanes Paulus Sutejo

NIM

: 362007005

Judul Skripsi : Strategi Komunitas Dalam Mempertahankan Solidaritas
(Studi Pada Komunitas Kicau Mania Salatiga)
Dalam penelitian yang telah dibuat, peneliti meneliti tentang bagaimana
strategi anggota kelompok dalam mempertahankan solidaritas. Meneliti 3
aspek penting yaitu Komunikasi, Komunikasi Kelompok, dan juga
strategi. Teori yang digunakan adalah Teori Pertukaran Sosial. Penelitian
mendiskripsikan bahwa Komunitas Kicau Mania Salatiga terbentuk karena
sebuah hobi yang sama (koleksi burung), kemudian terbentuklah
komunitas tersebut, di dalam komunikasi yang dilakukan terjadilah
strategi komunikasi yang digunakan untuk mempertahankan kelompok
yang telah dibentuk bersama. Di dalam kelompok tersebut, jika sudah
terlaksana strategi yang kuat maka akan terjadi pertukaran sosial yang
nantinya akan membentuk solidaritas yang kuat pada Kelompok Kicau
Mania Salatiga.

2.2.2

Penelitian terdahulu dilakukan oleh mahasiswi Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya

Nama

: Yuli Wulandari

NIM

: B06209137

Judul Skripsi : Komunikasi Kelompok Anak Vespa Sidoarjo “Kanvas”
Dalam Membina Solidaritas Kelompok
Dalam penelitian yang telah dibuat penulis, meneliti tentang 2 persoalan
dalam kelompok, yang pertama yaitu bagaimana komunikasi interpersonal
anggota komunitas anak vespa Sidoarjo “Kanvas” dalam membina
solidaritas kelompok. Permasalahan kedua yang diteliti bagaimana
komunikasi kelompok anak verpas Sidoarjo “Kanvas” dalam membina

22

solidaritas kelompok. Penelitian yang telah dibuat bertujuan untuk
memahami

dan

mendiskripsikan

keomunikasi

interpersonal

dan

komunikasi kelompok komunitas anak vespa Sidoarjo “Kanvas” dalam
membina solidaritas kelompok. Penelitian ini bersifat kualitatif, deskritif
menggunakan metode pengumpulan data melalui wawancara semi struktur
serta melakukan observasi lapangan. Kelompok responden berjumlah 7
orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, senior dalam komunitas, dan juga
beberapa anggota aktif. Penelitian ini, menemukan beberapa simbol yang
biasa dilakukan dalam kalangan komunitas anak vespa, jadi dalam
penetian ini lebih menyoroti pada perilaku-perilaku yang biasa dilakukan
dalam sebuah komunitas verpa Sidoarjo “Kanvas”.
2.2.3

Penelitian terdahulu dilakukan oleh mahasiswi Departemen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatra
Utara

Nama

: Rossa Dame Hasian Sarumaha

NIM

: 110922030

Judul Skripsi : Peran Komunikasi Kelompok Dalam Meningkatkan Minat
Belajar
(Studi Kualitatif Tentang Program Bantuan Belajar Gratis LSM
Yayasan Abdi Satya Di Kecamatan Pantai Cermin)
Penelitian yang telah dilakukan oleh penulis adalah penelitian yang mengkaji
bagaimana peran komunikasi kelompok dalam meningkatkan minat belajar di
kalangan anak dan remaja. Dimana penelitian ini memfokuskan pada hubungan
persahabatan dengan batasan pada perhatian, perasaan dan motivasi yang terjalin
dalam komunikasi kelompok mempengaruhi minat belajar anak dan remaja.
Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan oleh peneliti adalah dengan
menggunakan paradigma positivisme yang bebas nilai dalam melakukan
interview, dan dengan menggunakan metode penelitian studi kualitatif. Melalui
metode studi kualitatif ini, peneliti melihat fenomena – fenomena yang ditemukan
dalam interaksi dan komunikasi para peserta kelompok belajar yang menjadi

23

objek penelitian. Fenomena ini merupakan kasus yang menjadi objek penelitian.
Melalui studi kualitatif ini, peneliti ingin memberi gambaran bagaimana interaksi
dan komunikasi diantara sebuah kelompok kecil, baik itu komunikasi antarpribadi
dan komunikasi kelompok kecil (group think), diantara sesama anggota kelompok
belajar dan anggota kelompok belajar dengan staff pengajar YAS. Dengann
mewawancarai dan mengobservasi aktifitas – aktifitas dari kelompok – kelompok
belajar

yang

diteliti,

kemudian

menggambarkan

bagaimana

hubungan

persahabatan yang terjalin melalui kedekatan sesama anggota, perhatian dan rasa
kesetiakawanan dalam membantu teman sekelompoknya sehingga menimbulkan
rasa kesenangan didalam kelompok dan meningkatnya tingkat minat belajar
dikalangan peserta kelompok belajar. Pemilihan informan dilakukan dengan
metode sampling random dan dibantu dengan beberapa rekomendasi dari pihak
pengajar YAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kesembilan informan
utama (peserta kelompok belajar) dan dari ketiga informan tambahan (staff
pengajar YAS) hubungan persahabatan yang melibatkan rasa perhatian dan
perasaan senang dengan sesama anggot kelompok belajar dapat meningkatkan
minat belajar anak dan remaja. Perubahan sikap dan motivasi dalam belajar ini
terlihat dari kerajinan dan kehadiran anak – anak dalam mengikuti kelompok
belajar dan seiring nilai prestasi belajar yang meningkat baik di dalam kelompok
belajar mereka dan prestasi di sekolah.

24

2.2.4

Penelitian

terdahulu

dilakukan

oleh

mahasiswi

Fakultas

Ilmu

Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta
Nama

: Nobriyanti Purnama Sari

NIM

: 04202-065 Humas / 2002

Judul Skripsi : “Identifikasi Gaya Komunikasi Pemimpin
Meningkatkan

Kinerja

Pegawai

di

Bidang

Afiliasi

Dalam

PPPTMGB

LEMIGAS Jakarta”
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian mengenai identifikasi gaya
komunikasi pemimpin dalam meningkatkan kinerja pegawai di bidang afiliasi
PPPTMGB LEMIGAS

Jakarta. Penelitian ini mengusung rumusan masalah

‘bagaimana gaya komunikasi pemimpin dalam meningkatkan kinerja pegawai di
Bidang Afiliasi PPPTMGB “LEMIGAS” Jakarta?’ Penelitian menghasilkan 6
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang gaya komunikasi
pemimpin dalam meningkatkan kinerja pegawai di Bidang Afiliasi PPPTMGB
“LEMIGAS” Jakarta.
Dari keempat penelitian terdahulu yang telah dikaji oleh penulis, hal yang dapat
menjadi acuan dalam rumusan masalah yang diteliti oleh penulis adalah
komunikasi yang dilakukan terjadilah strategi komunikasi yang digunakan untuk
mempertahankan kelompok yang telah dibentuk bersama. Komunikasi yang baik
haruslah selalu dijaga dalam lingkup kelompok kecil maupun kelompok yang
besar. Suatu kelompok yang dibentuk merupakan satu tujuan dan harapan
bersama dari seluruh anggota kelompok, maka keberhasilan dan keutuhan
solidaritas dapat dibangun dan dikembangkan secara bersama-sama juga.
Penelitian yang akan dilakukan ini lebih fokus kepada peran pemimpin kelompok
dalam komunikasi kelompok. Termasuk juga gaya kepemimpinan seseorang
dilihat di dalam penelitian ini. Gaya kepemimpinan yang beda dengan penelitian
terdahulu, kepemimpinan perempuan yang akan disoroti dalam penelitian ini,
karena perempuan cenderung dinilai kurang mampu memimpin sebuah kelompok
apalagi mencapai kesuksesan bersama.Melihat peran ketua kelompok dalam
memimpin kelompoknya. Apakah seseorang memimpin memang dengan gaya

25

kepemimpinan yang berasal dari dalam dirinya sendiri yang merupakan jiwa
kepemimpinan yang dimiliki. Itulah yang nantinya disebut dengan jiwa
kepemimpinan dengan karakter yang kuat.

26

2.3

Kerangka Pikir Penelitian

Pola

Daerah /

Kelompok

Ruang

Wanita Tani

Lingkup

“Sedyo

yang sama

Mulyo”

Teori
Kontigensi

Komunikasi
Ketua
Kelompok KWT

Teori
Percakapan
Kelompok

Soliditas
Kelompok

PRODUKTIVITAS
KELOMPOK
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Kelompok Wanita Tani Sedyo Mulyo terbentuk dari daerah dan ruang
lingkup kehidupan masyarakat Dusun Wonolelo Desa Ngadirejo Kec. Pabelan
Kabupaten Semarang. Dimana masyarakat tersebut dapat terbentuk melalui tujuan
dan kepentingan yang ingin dicapai bersama. Di dalam Kelompok Wanita Tani
Sedyo Mulyo peran dari Ketua Kelompok yaitu ibu Sujiyah sangat penting,
karena ketua kelompok ini adalah seorang pemimpin sebuah kelompok yang aktif,
baik dalam pencarian informasi yang berkaitan dengan materi yang akan
disampaikan dalam pertemuan, dan juga aktif mendorong anggotanya untuk tetap
bersatu. Di dalam peran ketua kelompok, seiring berjalannya waktu akan terlihat
bagaimana Ibu Sujiyah survive dalam memimpin sebuah kelompok wanita tani,
melihat bagaimana beliau mempertahankan kelompok yang pimpin olehnya agar
tetap bersatu dan utuh antara 1 warga dengan warga lain sehingga tercipta
kedekatan sesama anggota kelompok. Kedekatan inilah yang akhirnya diharapkan
dapat mempererat keutuhan kelompok.

27

Dokumen yang terkait

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84