Gambaran Pola Pencarian Pengobatan Masyarakat di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Perilaku

2.1.1

Defenisi Perilaku
Dipandang dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau

aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bisa dilihat, sedangkan perilaku
manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, membaca dan sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2010).
Setiap manusia akan bertindak dan bertingkah laku untuk berinteraksi
dengan makhluk lain, hakikat manusia sebagai makhluk sosial akan selalu

membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Perilaku manusia ditujukan
sebagai tanda pengenal dirinya sebagai makhluk sosial yang senantiasa ingin
berhubungan dengan orang lain. Perilaku manusia yang satu dengan yang lainnya
tidak bisa disamakan, karena pribadi manusia merupakan hal yang sangat unik
dan berkembang sesuai dengan bakat dan potensinya masing-masing.
Karakteristik perilaku menurut Purwanto (2009) dibedakan menjadi 2
yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior).
Perilaku tertutup (covert behavior) adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti
dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, berkhayal,

11
Universitas Sumatera Utara

12

sedih, bermimipi, dan takut. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior) adalah
perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu
misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anggotanya ke
puskesmas untuk diimunisasi, atau seseorang yang melakukan tes VCT-HIV ke
fasilitas kesehatan yang tersedia.

2.1.2

Determinan Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan,
faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi 2 macam
yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yangbersangkutan
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkatkecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baiklingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalahmerupakan
totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau
resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
Bloom (1998) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2010) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam 3 karakteristik,

ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.

12

Universitas Sumatera Utara

13

Perilaku manusia menurut Purwanto (2009) terdapat banyakmacamnya yaitu:
1) Perilaku refleks
Perilaku refleks merupakan perilaku yang dilakukan manusia secara
otomatik. Contohnya : mengecilkan kelopak mata, menaikkan bahu ketika
bernafas,

menganggukan

kepala

ketika


menandakan

persetujuan,

dan

menggelengkan kepala ketika menunjukkan penolakan.
2) Perilaku refleks bersyarat
Merupakan perilaku yang muncul karena adanya rangsangan tertentu.
3) Perilaku yang mempunyai tujuan
Disebut juga perilaku naluri.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perilaku negatif
seseorang dapat dilakukan dengan :
1. Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembangan dari kecilhingga
dewasa.
2. Peningkatan status sosial ekonomi keluarga.
3. Menjaga keutuhan keluarga.
4. Mempertahankan sikap dan kebiasaan sesuai dengannorma yang disepakati.
5. Pendidikan keluarga yang disesuaikan dengan status anggota keluarga baik
itu anggota tunggal, anggota tiri, dan lain-lain.

Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip Notoatmodjo (2010)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsang dari luar). Dalam teori Skinner ada 2 (dua) respon, yaitu:

13

Universitas Sumatera Utara

14

1. Respondent respon atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini disebut
eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsangtertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer karena
memperkuat respon.
Tim ahli WHO (2004) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan,
sikap, persepsi, kepercayaan- kepercayaan, dan penilaian - penilaian seseorang
terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan ). dan lain-lain.
2. Orang penting sebagai refrensi
Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia lakukan
ataupun katakan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap
kelompok refrensi seperti kepala suku, guru, kepala desa, dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya
Yang termasuk adalah fasilitas - fasilitas misalnya: waktu, uang , tenaga kerja,
keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat
positif maupun negatif.
4. Kebudayaan

14

Universitas Sumatera Utara

15

Norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu

masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut dengan
kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan
selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap perilaku. Kebudayaan
selau berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat
manusia.
Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam
diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di
luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal atau faktor lingkungan
2.1.3

Domain Perilaku
Lawrence Green dalam Mandy (2010) menganalisis bahwa perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara
lain sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi
berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya

yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi
fasilitas pelayanan kesehatan, personalia atau petugas yang tersedia, klinik atau
sumber daya yang hampir sama. Faktor pemungkin ini juga menyangkut
keterjangkauan berbagai sumber daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam
buka dan sebagainya.

15

Universitas Sumatera Utara

16

c. Faktor Penguat/Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada
tujuan dan jenis program atau kegiatan yang dilakukan. Di dalam pendidikan
pasien, penguat berasal dari perawat, dokter, pasien lain, dan sebagainya. Apakah
penguat itu positif atau negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain
yang berkaitan. Misalnya pada pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah
lanjutan tingkat atas, yang penguatnya datang dari teman sebaya, guru, dan

pejabat sekolah. Penelitian tentang perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku
penggunaan obat di kalangan remaja sangat dipengaruhi oleh dorongan temanteman, terutama teman dekat. Begitupun dengan anggota komunitas perilaku yang
mudah ditiru ialah perilaku dari orang terdekat, seperti anggota komunitas yang
lain, teman sebaya, dan sebagainya.
Seorang ibu hamil yang tidak mau memeriksakan kehamilannyadi fasilitas
kesehatan disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat
dari pemeriksaankehamilan tersebut. Tetapi barangkali juga karena rumahnya jauh
dari fasilitas kesehatan tempat pemeriksaaan kehamilan atau peralatan yang tidak
lengkap (Enabling Factors). Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan
ataustakeholderlain

disekitarnya

tidak

pernah

memberikan

contoh


ataupunpenyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan (Reinforcing
Factors).

16

Universitas Sumatera Utara

17

Cara mengukur perilaku ada 2 cara (Notoatmodjo, 2010) yaitu:
1. Perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara terhadap kegiatankegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu
(recall).
2. Perilaku yang diukur secara tidak langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.
2.1.4 Pembentukan Perilaku
Pembentukan perilaku menurut Ircham (2005) ada beberapa cara,
diantaranya:
1. Kebiasaan (Conditioning)
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan conditioning

atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang
diharapkan akhirnya akan terbentuklah perilaku.
2. Pengertian (Insight)
Pembentukan perilaku yang didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu
belajar disertai dengan adanya pengertian.
3. Menggunakan Model
Cara ini menjelaskan bahwa domain pembentukan perilaku pemimpin
dijadikan model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori
belajar sosial (social learning theory)atau observational learning theory oleh
Bandura (1977).

17

Universitas Sumatera Utara

18

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon
ini berbentuk 2 macam (Dewi, 2010) yakni:
1. Bentuk Pasif
Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap
batin dan pengetahuan.
2. Bentuk Aktif
Perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku
mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata disebut overt behavior.
2.1.5

Teori Terjadinya Perilaku
Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan

lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif
tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005).
Teori perilaku menurut Ircham, antara lain:
1. Teori Insting
Menurut Mc Dougal (2008) perilaku itu disebabkan karena insting. Insting
merupakan perilaku yang innate atau perilaku bawaan dan akan mengalami
perubahan karena pengalaman.
2. Teori Dorongan (Drive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pada pandangan bahwa organisme itu
mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan itu

18

Universitas Sumatera Utara

19

berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme
berperilaku.
3. Teori Insentif (Incentive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu
disebabkan karena adanya insentif, dengan insentif akan mendorong organisme
berperilaku. Insentif atau reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif.
Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong
organisme berbuat atau berperilaku.
4. Teori Atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah itu
disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap) atau oleh keadaan
eksternal.
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) , perubahan perilaku
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan
perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya, ataupun ekonomi dimana ia
beraktifitas.
2. Perubahan terencana (planned change) ialah perubahan ini terjadi karena
memang direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah
perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program
baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami

19

Universitas Sumatera Utara

20

perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang
mempunyai kesedian untuk berubah yang berbeda-beda.
Berdasarkan teori Health Belief Model berkembangnya pelayanan kesehatan
masyarakat akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usahausaha pencegahan atau penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh
provider (Edberg, 2009). Ada 6 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati
penyakitnya:
1. Persepsi Kerentanan (Perceived Susceptibility)
Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang
bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan kalau
ia rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Persepsi Keparahan (Perceived Seriousness)
Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit
dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya
dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak
sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan
sosial.
3. Persepsi Manfaat (Perceived Benefits)
Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena
keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktor
lainnya termasuk yang tidak termasuk dengan perawatan seperti, berhenti
merokok dapat menghemat uang.

20

Universitas Sumatera Utara

21

4. Persepsi Hambatan (Perceived Barriers)
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan
mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih
menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam
melakukan tindakan tersebut.
5. Petunjuk untuk Bertindak (Cues to Action)
Kesiapan seseorang akibat kerentanan atau manfaat yang dirasakan dapat
menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain
faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa atau anjuran dari keluarga,
teman-teman dan sebagainya.
6. Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri adalah kepercayaaan seseorang terhadap kemampuannya dalam
pengambilan tindakan.Health Belief Model (HBM) mengasumsikan proses
internal dan rasional, yakni seseorang menilai derajat resiko mereka dan membuat
perhitungan untung rugi jika mereka tidak ikut dalam perilaku kesehatan preventif
atau kegiatan berorientasi kesehatan. Namun perhitungan tersebut bervariasi
berdasarkan informasi dan interpretasi yang dibuat.
2.2

Perilaku Kesehatan

2.2.1

Pengertian Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, minuman dan serta lingkungan. Karakteristik perilaku
kesehatan dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan

21

Universitas Sumatera Utara

22

(health maintenance), perilaku perencanaan dan penggunaan sistem atau fasilitas
kesehatan, dan perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku pemeliharaan kesehatan
adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk mendapatkan penyembuhan bilamana
sakit. Oleh karena sebab itu perilaku pemeliharaan kesehataan ini terdiri dari 3
(tiga) aspek yaitu perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila
sakit, pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit, serta perilaku
peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat, dan perilaku gizi
(makanan) dan minuman (Notoatmodjo, 2010).
2.2.2

Klasisfikasi Perilaku Kesehatan
Becker (1979) dalam Dewi (2010) mengklasifikasikan perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan sebagai berikut :
1. Perilaku Kesehatan (Health Behavior)
Hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan mencegah
penyakit, kebersihan perorangan dan sebagainya.
2. Perilaku Sakit (Illness Behavior)
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individu yang merasa
sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit,
termasuk kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab sakit,
serta usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku Peran Sakit (The Sick Role Behavior)
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan.

22

Universitas Sumatera Utara

23

Perilaku yang mempengaruhi kesehatan dapat digolongkan dalam dua
kategori (Dewi, 2010), yaitu:
1) Perilaku yang terwujud secara sengaja dan sadar.
2) Perilaku yang terwujud secara tidak sengaja atau tidak sadar.
Perilaku-perilaku disengaja atau tidak disengaja yang membawa manfaat
bagi kesehatan individu dan sebaliknyaperilaku yang disengaja atau tidak
disengaja berdampak merugikan kesehatan antara lain:
a.) Perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan
Mencakup perilaku yang secara sadar oleh seseorang yang berdampak
menguntungkan kesehatan. Golongan perilaku ini langsung berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit serta penyembuhan penyakit yang
dijalankan secara sadar atas dasar pengetahuan bagi diri seseorang.
b.) Perilaku sadar yang merugikan kesehatan
Perilaku sadar yang dijalankan secara sadar diketahui bila perilaku tersebut
tidak menguntungkan kesehatan terdapat pula dikalangan orang berpendidikan
atau professional, atau secara umum pada masyarakat yang sudah maju.
c.) Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan
Golongan

masalah

ini

paling

banyak

dipelajari,

terutama

karena

penanggulangannya merupakan salah satu tujuan utama berbagai program
pembangunan kesehatan masyarakat.
d.) Perilaku tidak sadar yang menguntungkan kesehatan

23

Universitas Sumatera Utara

24

Golongan perilaku ini menunjukkan bahwa tanpa sadar pengetahuan
seseorang dapat menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu yang secara langsung
atau tidak langsung memberi dampak positif terhadap derajat kesehatan mereka.
2.3

Masyarakat

2.3.1

Pengertian Masyarakat
Menurut Kontjaraningrat (2009) masyarakat adalah sekumpulan manusia

yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Suatu kesatuan
manusia dapat mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi.
Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama.
Soekanto (2009) menjelaskan bahwa masyarakat adalah kelompok
manusia yang telah hidup bersama dan bekerja bersama cukup lama, sehingga
mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu
kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan dengan jelas. Masyarakat juga
merupakan kelompok individu yang saling berhubungan, bergantung, dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan (Mubarak, 2009).
Terdapat ciri-ciri masyarakat sehat, yaitu peningkatan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat, mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui
upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
terutama untuk ibu dan anak, peningkatan upaya kesehatan lingkungan terutama
penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, peningkatan status gizi
masyarakat berkaitan dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat,

24

Universitas Sumatera Utara

25

penurunan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan penyakit
(Mubarak, 2009).
Menurut WHO (World Health Organization) ada beberapa indikator untuk
masyarakat sehat yaitu keadaan yang berhubungan dengan status kesehatan
masyarakat dan indikator pelayanan kesehatan. Keadaan yang berhubungan
dengan status kesehatan masyarakat memiliki dua indikator yaitu komprehensif
dan spesifik. Pada indikator komprehensif yang menjadi penilaian adalah angka
kematian kasar menurun, rasio angka mortalitas proporsional rendah dan umur
harapan hidup meningkat. Sedangkan pada indikator spesifik yang menjadi
penilaian adalah angka kematian ibu dan anak menurun, angka kematian karena
penyakit menular menurun dan angka kelahiran menurun. Sebagai indikator
pelayanan kesehatan memiliki poin penting yaitu rasio antara tenaga kesehatan
dan jumlah penduduk seimbang, distribusi tenaga kerja merata, informasi lengkap
tentang jumlah tempat tidur di rumah sakit, fasilitas kesehatan lain dan
sebagainya, informasi tentang jumlah sarana pelayanan kesehatan diantaranya
rumah sakit dan Puskesmas rumah bersalin dan sebagainya (WHO, 2008).
2.3.2

Karakteristik Masyarakat
Secara umum karakteristik masyarakat adalah sebagai berikut :

1) Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit
berdasarkan golongan umur. Misalnya, dikalangan balita banyak yang menderita
penyakit infeksi sedangkan pada golongan usia lanjut lebih bnayak menderita

25

Universitas Sumatera Utara

26

penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker dan lain-lain
(Notoatmodjo, 2010).
2) Jenis Kelamin (Gender)
Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki oleh mahluk hidup,
dalam hal ini manusia. Jenis kelamin sering dibagi ke dalam dua kategori, dengan
menggunakan istilah masing-masing; laki-laki dan perempuan atau pria dan
wanita. Dalam studi epidemiologi, jenis kelamin juga menjadi salah satu bagian
dari karakteristik yang memiliki pengaruh terhadap kejadian kesakitan. Sebagai
contoh, penyakit kanker serviks hanya dijumpai pada wanita, sedangkan kanker
prostat hanya dijumpai pada pria (Notoatmodjo, 2010).
3) Agama
Menurut Az-Zamawi (2004) agama memang mengandung ajaran-ajaran yang
menjadi tuntutan hidup bagi penganutnya. Menurut Jalaludin Rahmat di dalam M.
Mukshin Jamil mengatakan bahwa agama adalah kenyataan terdekat dan sekaligus
misteri terjauh .
4) Status Sosial Ekonomi
Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi
dimasyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih
diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila tingkat
ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan
mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup
mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi dalam sistem
pelayanan kesehatan (Hidayat, 2007).

26

Universitas Sumatera Utara

27

5) Pendidikan
Koentjaraningrat (2009) mengatakan pendidikan adalah kemahiran
menyerap pengetahuan atau meningkatkan sesuai dengan pendidikan seseorang
dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap seseorang terhadap
pengetahuan seseorang yang diserapnya, semakin tinggi tingkat pendidikan
semakin mudah untuk menyerap pengetahuan.
6) Budaya
Kesehatan para anggota masyarakat berhubungan dengan pola kebudayaan
mereka. Jelas bahwa praktik diet dan kebersihan dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit tertentu, tetapi praktik-praktik lain dari kebudayaan dapat mempengaruhi
juga resiko timbulnya penyakit, misalnya memotong tali pusat bayi baru lahir
dengan bambu tajam yang tidak disterilkan dapat mengakibatkan tetanus
neonatorum. Dan dalam masyarakat kita sekarang, merokok, minum minuman
keras dan sebagainya membawa resiko terhadap kesehatan (Maramis,2006).
2.4

Pola Pencarian Pengobatan Masyarakat
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak

merasakan sakit (disease but not illness) sudah tentu tidak akan bertindak apaapaterhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Dari
beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pola pencarian
pengobatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya karena
adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi
faktor-faktor sosial budaya yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas

27

Universitas Sumatera Utara

28

kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam
hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga
(Sarwono, 2007).
Young (2008) menyatakan bahwa ada tiga pertanyaan pokok yang
biasanyadipakai dalam pengambilan keputusan yaitu :
1. Alternatif apa yang dilihat oleh anggota masyarakat agar mampu
menyelesaikan
pengobatan

masalahnya,

sendiri,

disini

pengobatan

alternatif
tradisional,

yang

dimaksud

paramedis,

adalah

dokter

dan

rumahsakit.
2. Kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari berbagai alternatif
yang ada. Kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan
adalahkeparahannya,

pengetahuan

tentang

pengalaman

sakit

dan

pengobatannya,keyakinan efektivitas pengobatan dan obat, serta biaya dan
jarak yangterjangkau.
3. Bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatiftersebut.
Proses pengambilan keputusan ini dimulai dengan penerimaaninformasi,
memproses berbagai informasi dengan kemungkinandampaknya, kemudian
mengambil keputusan dari berbagai kemungkinandan melaksanakannya.
Masyarakat yang berpenyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no
illness)pasti tidak akan berbuat apa-apa mengenai penyakitnya. Ini berbeda
apabila seseorang itu berpenyakit dan merasakan sakit, maka baru timbul berbagai
macam perilaku dan usaha, misalnya:

28

Universitas Sumatera Utara

29

1. Tidak melakukan apa-apa. Ini disebabkan oleh kondisi yang sakit tersebut
tidak

mengganggu

kegiatan

mereka

sehari-hari.

Mungkin

mereka

beranggapan bahwa tanpa bertindak apa pun gejala yang dideritanya akan
lenyap dengan sendirinya. Selain itu ada juga yang beralasan bahwa
kesehatan bukan prioritasdi dalam hidup dan kehidupannya. Alasan yang lain
adalah fasilitas kesehatanjauh,para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak
sanggup biaya, takut kerumah sakit, dan lain-lain.
2. Tindakan berobat sendiri (self treatment). Alasannya juga sama seperti diatas.
Perkara lain yang bisa dijadikan tambahan untuk tindakan mengobatsendiri
ini adalah mereka percaya kepada diri sendiri karena pengalaman yanglalu
dimana

pengobatan

sendiri

mendatangkan

kesembuhan.

Hal

ini

mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
3. Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional
remedy). Bagi masyarakat desa pengobatan tradisional ini masih menjadi
pilihan utama. Selain itu bagi masyarakat sederhana pula pencarian
pengobatan lebih cenderung ke arah sosial budaya masyarakat berbanding
hal-hal yang masih dianggap masih asing.
4. Tindakan berobat melalui pembelian obat-obat di warung. Obat-obat
dibeliumumnya tidak memakai resep dan belum menimbulkan masalah
kesehatanyang cukup serius.
5. Tindakan berobat ke fasilitas-fasilitas pengobatan yang modern seperti balai
pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

29

Universitas Sumatera Utara

30

6. Tindakan mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yaitu ke
praktikdokter.
Health Belief Model (HBM) mencakup 4 komponen utama (Fieldtheory,
Lewin, 1954; Becker, 1974), yaitu:, apabila individu bertindak untukmengobati
sesuatu penyakit, ada empat variabel yang penting dalam tindakan yang akan
dilakukan yaitu :
1. Kerentanan yang dirasakan
Merupakan

suatu

tindakan

pencegahan

terhadap

penyakit

apabila

seseorangtelah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan pada penyakit
tersebut.
2.

Keseriusan yang dirasakan
Merupakan suatu tindakan mencari pengobatan dan pencegahan penyakit

karena didorong oleh keseriusan penyakit tersebut pada dirinya ataumasyarakat.
3. Manfaat dan rintangan- rintangan yang dirasakan
Apabila seseorang merasakan dirinya rentan untuk suatu penyakit, ia akan
melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada
manfaatyang

dirasakan

dan

rintangan-rintangan

yang

ditemukan

dalam

mengambil tindakan tersebut.
4. Isyarat atau tanda- tanda
Faktor-faktor seperti pesan-pesan pada media massa, nasihat kawankawanatau individu lain perlu supaya pasien mendapatkan tingkat penerimaan
yang benar mengenai kerentanan, kegawatan dan keuntungan sesuatu tindakan.

30

Universitas Sumatera Utara

31

2.5. Reaksi dalam Proses Pencarian Pengobatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan
tidakmerasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan
bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang
penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru timbul berbagai macam perilaku
dan usaha. Penyelidikan E.A. Suchman (1965) tentang perilaku kesehatan dalam
konteks sosial budaya cukup memberi harapan, dan menyangkut hubungan yang
bersifathipotesis antara orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan sosial
atau struktur kelompok. Model Suchman yang terpenting adalah menyangkut pola
sosial dan perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan
melakukan perawatan. Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur
yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu:
1. Perilaku itu sendiri;
2. Sekuensinya;
3. Tempat atau ruang lingkup dan
4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perwatan.
Suchman sangat memperhatikan perilaku sakit. Ia mendefenisikan
sebagaicara bilamana gejala dirasakan, dinilai dan kemudian bertindak untuk
mengenalinya sebagai rasa sakit, discomfort atau mengatasi rasa sakit tersebut.
Analisis ini untuk mengidentifikasikan pola pencarian, penemuan dan
penyelenggaraan perawatan. Oleh karena itu pengembangan teori yang mengikuti
individu mulai dari cara pandang dan mengenal penyakit sehingga kembali sehat
di tangan petugas kesehatan. Unsur pertama, perilaku sakit menyangkut

31

Universitas Sumatera Utara

32

serangkaian konsep-konsep yang menggambarkan alternatif perilaku, berikut
akibatnya yaitu:
1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan
sesuai dengan harapan si sakit.
2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
padalokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan
dukun.
3. Procastination ialah proses penundaan, menangguhkan atau mengundurkan
upaya pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.
4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan
berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.
5.

Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian
pengobatan.
Menurut paradigma Suchman, urutan peristiwa medis dibagi atas 5 (lima)

tingkat,yaitu: pengalaman dengan gejala penyakit, penilaian terhadap peran sakit,
kontak dengan perawatan medis, jadi pasien, sembuh atau masa rehabilitasi. Pada
setiap tingkat setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan melakukan
perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat
permulaan terdapat tiga dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya
ketidakberesan dalam diri seseorang, yaitu:
1. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami.

32

Universitas Sumatera Utara

33

2. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat
penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan
terhadap fungsi sosialnya.
3. Perasaan terhadap gejala penyakit tersebut berupa rasa takut atau cemas.
Perlu diketahui bahwa kesimpulan yang diperoleh seseorang pada tahap
pengenalan gejala penyakit (seperti juga pada tahap-tahap lainnya), berbeda satu
sama lain. Secara teoritis, setelah tahap pengalaman gejala hingga tahap mengira
bahwa dirinya sakit, terbuka beberapa alternatif yang dapat dipilih seseorang,
misalnya menolak anggapan bahwa dirinya sakit atau mengulur waktu mencari
pertolongan medis. Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang
akan mencoba mengurangi atau mengontrol atau mengurangi gejala tersebut
melalui pengobatan sendiri. Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman
dimintai nasehat, sistem rujukan awam (lay-referral system) dapat mempengaruhi
seseorang untuk berperan untuk berperan sakit, sedangkan upaya mendiskusikan
gejala itu dengan orang-orang terdekat atau “orang penting” lainnya betujuan
untuk memperoleh “pengakuan” yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan
dari tuntutan dan tanggung jawab sosial tertentu. Selanjutnya, pada saat
berhubungan dengan pihak pelayanan kesehatan, pelaksana tenaga kesehatan
dapat membantu kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dengan jalan memberikan
diagnosis dan pengobatan terhadap gejala, atau memberikan pengesahan
(legitimacy) agar pasien dibebaskan dari tuntutan-tuntutan, tanggung jawab dan
kegiatan tertentu. Seperti juga pada tahap-tahap sebelumnya, seseorang bisa
dipercaya dan menerima tindakan atau saran untuk pengobatan, dan bisa juga

33

Universitas Sumatera Utara

34

menolaknya. Boleh jadi juga ia akan mencari informasi serta pendapat-pendapat
dari sumber pelayanan kesehatan lainnya.
Suchman (1965) memformulasikan suatu pernyataan teoritis mengenai
hubungan antara struktur sosial dan orientasi kesehatan dengan variasi respon
individu terhadap penyakit dan perawatan kesehatan. Dalam pengembangan
model ini, Suchman membahas fungsi dari berbagai faktor lain (faktor tempat,
variasi respon terhadap penyakit, perawatan kesehatan) sesuai dengan kelima
tahap penyakit dan proses perawatan kesehatan tersebut.
Struktur sosial kelompok ditentukan oleh keadaan sosial dari tiga tingkat
kelompok,

yaitu

tingkat

komunitas,

persahabatan,

dan

keluarga.

Pada

tingkatkomunitas, derajat hubungan sosial diukur dengan kuat tidaknya
rasakesukuan, pada tingkat sosial diukur dengan solidaritas persahabatan, dan
pada tingkat keluarga ditandai dengan kuat tidaknya orientasi terhadap tradisi dan
otoritas. Ketiga dimensi hubungan sosial tersebut dikombinasikan kedalam suatu
indeks kosmopolitan parokial struktur sosial. Parokialisme diartikan sebagai suatu
keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan yang kuat, solidaritas persahatan
tinggi, dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga. Orientasi
kesehatan seseorang dilihat sebagai suatu kontinum yang dibedakan atas orientasi
ilmiah (bersifat objektif, profesional, dan impersonal) dan orientasi populer
(bersifat subjektif, awam dan personal), yang disesuaikan menurut tingkat
pengetahuan pasien mengenai penyakit, skeptisisme terhadap perawatan
kesehatan, dan ketergantungan seseorang akibat penyakit. Orientasi pada
kesehatan populer ditandai oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang penyakit

34

Universitas Sumatera Utara

35

(dimensi kognitif), tingginya tingkat skeptisisme terhadap perawatan medis
(dimensi afektif ), dan tingginya tingkat ketergantungan seseorang akibat penyakit
(dimensi perilaku).
Suchman (1965) mengemukakan hipotesis bahwa, perilaku kesehatan yang
terjadi pada setiap tahap penyakit seperti dikemukakan di atas mencerminkan
orientasi kesehatan serta afiliasi masing-masing kelompok sosial. Variasi perilaku
ini mempengaruhi kemajuan setiap tahap penyakit tersebut. Misalnya, seseorang
yang berorientasi kepada kesehatan polpuler dan cenderung pada afiliasi
kelompok parokial akan berperilaku : kurang cepat tanggap dan kurang serius
terhadap bahaya yang mungkin terjadi selama masa permulaan gejala yang
dirasakan; meminta persetujuan orang lain secara berulang-ulang untuk
menyakinkan bahwa ia bolehmeninggalkan tanggung jawab tertentu; berusaha
melakukan pengobatan sendiri dengan obat paten atau ramuan-ramuan dan
ragubertindak pada saat ia mengetahaui dirinya sakit; lalai dalam mencari
pertolongan medis, bertukar-tukar dokter serta sanksi terhadap diagnosis
pelayanan kesehatan, selama masa kontak dengan pelayanan medis; sulit
mengatasi berbagai masalah yang timbul pada saat sakit dan tidak sanggup
menjalankan aturan perawatan medis; dan cepat meninggalkan peran sakit atau
bila ia menderita penyakit kronis ia menolak “sakit”berkepanjangan atau
mengabaikan rehabilitasi kesehatannya.
2.6

Aspek Sosial Budaya Masyarakat dalam Pencarian Pengobatan
Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang

berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan,

35

Universitas Sumatera Utara

36

tetapi ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah
diantara kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
Seseorang yang berasal dari kelas sosial menengah ke bawah merasa diri mereka
lebih rentan untuk terkena penyakit dibandingkan dengan mereka yang berasal
dari kelas atas. Sebagai hasilnya mereka yang berpenghasilan rendah lebih tidak
mungkin untuk mencari pencegahan penyakit (Sarafino, 2006).
Faktor sosial dalam penggunaan pelayanan kesehatan atau pencarian
pengobatan antara lain yaitu :
a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua.
b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan
berpendidikan tinggi.
c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan
penganut agama lain.
d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan
(Sarafino, 2006)
Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan
diantaranya adalah :
a.

Rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.

b.

Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan.

c.

Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.

36

Universitas Sumatera Utara

37

d.

Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan
tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga
meningkat.

e.

Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi
pelayanan kesehatan (Sarafino, 2006).

2.7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Pencarian Pengobatan

a) Umur
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor umur, dalam hal ini
adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia
(bayi- lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan
yang berbeda-beda. Umur adalah lamanya waktu hidup terhitung sejak lahir
sampai dengan sekarang. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari orang
yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman jiwanya
(Hurlock, 2012).Pembagian usia berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock,
2012) bahwa masa dewasa terbagi atas:
a. Masa Dewasa Dini, berlangsung usia 18 s/d 40 tahun
b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 s/d 60 tahun
c. Masa Usia Lanjut, berlangsung antara usia > 60 tahun
Menurut Erfandi (2009) bahwa usia mempengaruhi terhadap daya tangkap
dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakinberkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya

37

Universitas Sumatera Utara

38

semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya
akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.
b) Pekerjaaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anderson
dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu
diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan.
c) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Erfandi, 2009).
Menurut Feldstein yang dikutip oleh Zulkiflan (2004), bahwa tingkat
pendidikan dipercaya mempengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan.
Pendidikan yang tinggi akan memungkinkan seseorang untuk mengetahui atau
mengenal gejala-gejala awal. Kunjungan ke dokter yang rendah adalah sebagai
akibat rendahnya pendidikan dan sikap masa bodoh terhadap pelayanan
kesehatan.

38

Universitas Sumatera Utara

39

d) Penghasilan
Penghasilan adalah akumulasi uang yang diterima setiap bulannya yang
diperoleh seseorang yang digunakan untuk kehidupan sehari-harinya.
e) Petugas Kesehatan
Peran petugas kesehatan sangat penting terhadap keberlanjutan dan
keberhasilan proses pengobatan yang dijalani pasien. Dukungan petugas
kesehatan adalah partisipasi dan pertolongan dari petugas kesehatan sebagai
pemberi informasi, saran, ajakan, motivasi, dan pengawasan dalam berobat.
Semakin tinggi dukungan petugas kesehatan terhadap proses pengobatan yang
dijalani, maka proses pengobatan akan semakin berjalan dengan baik.
Begitu juga sebaliknya apabila sikap petugas kesehatan (dokter, perawat,
bidan dan tenaga kesehatan lainnya) berlaku tidak ramah atau tidak simpatik
kepada pasien, dan tidak responsif saat menerima pasien serta dalam memberika
tindakan medis dan keperawatan. Hal inilah yang menyebabkan menjadi enggan
berobat ke sarana kesehatan, karena mereka tahu informasi tersebut dari anggota
keluarga, teman, ataupun tetanggannya.
f) Dukungan Keluarga
Ada atau tidaknya informasi dan dukungan orang lain di sekitar
lingkungan sosial dari seseorang merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
terjadinya proses perubahan perilaku. Menurut Taylor dalam Sulistyorini (2007),
dukungan tersebut dapat berupa bantuan yang dapat diberikan dalam bentuk uang,
barang, jasa, informasi dan nasehat yang mana membuat si penerima dukungan
akan merasa disayang, dihargai, dan tentram.

39

Universitas Sumatera Utara

40

Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan saling
berbagi, kemampuan sistem pendukung di antara anggota keluarga, kemampuan
perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.Dukungan keluarga
adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang
sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu
siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dampak positif dari
dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap
kejadian-kejadian dalam kehidupan.
g) Media cetak/ elektronik
Kemunculan media memiliki dua pengaruh, baik positif maupun negatif,
media kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak,
elektronika sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya
dapat berubah perilaku kearah psotif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
h) Jarak fasilitas kesehatan
Jauhnya jarak sarana kesehatan berpengaruh dalam mencari bantuan
kesehatan. Semakin jauh jarak pusat kesehatan dari rumah maka mereka tidak
pergi ke tempat pelayanan kesehatan tersebut, masyarakat lebih memilih
mengobati sendiri ataupun pergi ke dukun atau orang pintar lainnya.
i) Dukungan Teman
Seperti halnya dukungan keluarga, dukungan teman sangat berperan untuk
mempengaruhi perilaku seseorang untuk proses pengobatan. Dukungan teman
adalah adanya partisipasi dan perhatian yang diberikan oleh orang yang dekat

40

Universitas Sumatera Utara

41

dengan responden sebagai pemberi informasi, saran, ajakan, motivasi,
pengawasan, maupun dana untuk berobat. Semakin tinggi dukungan teman
terhadap proses pengobatan yang dijalani, maka proses pengobatan akan berjalan
dengan baik. Begitu juga sebaliknya bila dukungan teman semakin rendah, maka
ada kecendrungan proses pengobatan dapat terkendala atau tidak berjalan dengan
baik.
2.8

Kerangka Pikir Penelitian

Karakteristik
Responden
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Umur
Jenis Kelamin
Suku Bangsa
Tingkat Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Tingkat Penghasilan
Jumlah Tanggungan
dalam Keluarga
8. Agama

Pola Pencarian
Pengobatan
Masyarakat Desa
Baru Kecamatan
Pancur Batu
Tahun 2016

Respon
Individu
terhadap
Penyakit

Faktor Yang
Mempengaruhi Pola
Pencarian Pengobatan
Masyarakat
1.Dukungan Budaya
2.Dukungan Keluarga dan
Masyarakat
3.Pengalaman Pengobatan

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

41

Universitas Sumatera Utara

42

Berdasarkanskema kerangka pikir diatas diketahui bahwa karakteristik
individu yang memengaruhi respon individu terhadap penyakit ialah dilihat dari
aspek umur, jenis kelamin, suku bangsa, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
tingkat penghasilan, jumlah tanggungan dalam keluarga dan agama. Sedangkan
faktor-faktor lain yang juga memiliki pengaruh dengan respon individu terhadap
penyakit ialah dukungan budaya, dukungan keluarga dan masyarakat, dan
pengalaman pengobatan, yang mana karakteristik responden dan faktor lain yang
memengaruhi respon individu terhadap penyakit tersebut juga memengaruhi pola
pencarian pengobatan masyarakat, termasuk pola pencarian pengobatan
masyarakat dari Desa Baru Kecamatan Pancur Batu tahun 2016.

42

Universitas Sumatera Utara