Daya Terima Bubur Bayi Instan dengan Penambahan Umbi Bit (Beta vulgaris L) Serta Kandungan Zat Gizi

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat
beradaptasi dengan kemajuan melalui keunggulan diri sendiri. Pertumbuhan serta
perkembangan dalam rangka meningkatkan kemajuan diperlukan sejak dini,yakni
sejak masa konsepsi.
Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan
peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan
Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan
peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu masa
dalam kandungan, bayi dan anak balita. Kelangsungan hidup anak itu sendiri
dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya, yaitu
tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah lima tahun (Maryunani,
2010).

Masa bayi ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan yang cepat
disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi. Selama periode ini, bayi
tergantung sepenuhnya pada perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya.
Pada saat bayi mulai membutuhkan makanan lain di samping air susu ibu untuk
keperluan gizinya, ia belum siap menerima makanan orang dewasa.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Bayi dan anak prasekolah mempunyai kebutuhan gizi yang jauh lebih
besar daripada mereka yang lebih tua, tetapi kemampuan saluran pencernaannya
lebih kecil daripada orang dewasa dan perkembangannya pun bertahap. Oleh
karena itu, mereka memerlukan makanan tambahan yang khusus, yang lunak, dan
mudah dicerna dan tidak voluminous (Kardjati, dkk., 1985).
Pada masa bayi, ASI adalah makanan yang mempunyai unsur gizi yang
paling lengkap. Oleh karena itu, ASI eksklusif harus diberikan pada bayi sampai
usia 6 bulan, dan setelah usia 6 bulan ke atas, bayi harus diberi makanan
pendamping ASI. Tujuan dari pemberian makanan pendamping ini adalah untuk

melengkapi zat-zat gizi dalam ASI yang sudah mulai berkurang, mencoba
adaptasi terhadap bermacam-macam makanan yang mempunyai bentuk dan rasa
yang berbeda serta makanan yang mengandung kadar energi tinggi (Sibagariang,
2010).
Masa peralihan antara penyusuan dan pemberian makanan pendamping
sebagai masukan energi serta zat gizi yang utama, disebut penyapihan. Untuk
sebagian negara berkembang, masa ini meliputi usia 3 hingga 24 bulan (WHO,
A981) dan merupakan masa yang paling kritis karena adanya bahaya
ketidakcukupan gizi dan penyakit infeksi.
Pemberian makanan pendamping ASI untuk yang pertama kalinya
sebaiknya dimulai dari makanan yang bertekstur sedikit halus. Bubur adalah
salah satu bentuk makanan yang paling awal dapat diberikan. Bubur memiliki
tekstur yang lunak, setengah padat, sehingga mudah untuk dikonsumsi.
Pembuatan bubur dapat dilakukan di rumah atau juga dihasilkan oleh pabrik

Universitas Sumatera Utara

3

dalam bentuk pangan instan. Belakangan ini, bentuk pangan instan berupa bubur

instan sudah meningkat permintaannya karena sifatnya yang cukup praktis.
Menurut SK Menteri Kesehatan No. 224/MENKES/SK/II/2007 tentang
spesifikasi teknis MP-ASI, MP-ASI dalam bentuk bubur diberikan kepada anak
usia 7-12 bulan. Bubur instan yang telah ada secara komersial umumnya berbahan
dasar tepung beras sebagai sumber karbohidrat. Tingginya konsumsi beras saat ini
mendorong

berbagai

upaya

diversifikasi

pangan

untuk

menghindari

ketergantungan terhadap satu komoditas (Yustiyani, 2013).

Pada umumnya, MP-ASI bubur bayi instan terbuat dari campuran tepung
beras, tepung susu, tepung gula, dan minyak nabati. Untuk meningkatkan
kandungan gizinya, bahan tersebut dapat di substitusi dengan bahan pangan lain
tetapi memperhatikan agar jumlah kandungan protein dan energi yang terkandung
dalam makanan bayi tetap tinggi. Menurut SNI 01-7111.4-2005, persyaratan
kandungan gizi yang harus dipenuhi dalam 100 g bubur bayi instan antara lain
kandungan energi minimal 80 kkal dan kandungan protein sebesar 8-22 gr.
Protein dan karbohidrat sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
bayi (Tampubolon, 2015).
Bubur bayi instan yang beredar di Indonesia dibuat dengan bahan utama
beras putih dan beras merah. Fenomena ini dapat dijelaskan karena beras
merupakan makanan pokok urutan pertama yang dikonsumsi masyarakat
Indonesia. Padahal, jenis bahan pangan lainnya seperti pati dan tepung dari umbiumbian tidak kalah kandungan gizinya dibandingkan beras jika digunakan sebagai
komponen penyusun bubur bayi instan (Wijatniko, 2013).

Universitas Sumatera Utara

4

Makanan pokok (serealia dan umbi-umbian), di tambah dengan kacangkacangan dan sayuran, apalagi bila dapat di lengkapi dengan bahan makanan

hewani (ikan, telur) adalah patokan yang dianjurkan. Makanan tambahan
berdasarkan pada bahan makanan lokal lebih mudah diterima secara sosio-budaya
dan lebih menguntungkan dari segi ekonomi (Kardjati, dkk. 1985)
MP-ASI bubur bayi instan dapat dibuat dengan menggunakan serealia,
buah-buahan serta sayuran sebagai bahan dasar. Indonesia sebagai penghasil
pangan lokal yang cukup bervariatif dan tinggi, memiliki berbagai jenis sayuran
serta buah-buahan dengan kandungan gizi yang tinggi. Umbi-umbian merupakan
kelompok sayuran dengan kandungan gizi tinggi yang memiliki potensi untuk
digunakan sebagai bahan pembuat makanan pendamping. Selain ketersediaannya
yang besar, umbi sebagai pangan lokal jelas memiliki harga yang lebih terjangkau.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Yustiyani (2013) dalam pembuatan
bubur instan menggunakan komposit tepung kacang merah sebanyak 15% dan
pati ganyong 45% ditujukan untuk menjadi Makanan Pendamping ASI diklaim
sebagai produk pangan yang dapat memenuhi kebutuhan protein dan seng serta
zat besi. Pemanfaatan umbi-umbian sebagai bahan dasar pembuatan bubur instan
juga telah dilakukan oleh Hendy (2007), menggunakan umbi singkong sebanyak
25% dari berat produk bubur instan sebagai pangan pokok alternatif. Bubur instan
dari umbi singkong dengat berat 300 gr produk saji, setara dengan 100 gr nasi.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Slamet (2011) dalam menambahkan tepung
wortel ke dalam produk bubur instan yang terbuat dari tepung umbi kayu dengan

perbandingan 70:30 menghasilkan produk terbaik bubur instan yang memiliki

Universitas Sumatera Utara

5

kadar β karoten sebesar 3.891,78 μg/g. Bubur bayi instan substitusi tepung tempe
dan tepung labu kuning oleh Tampubolon (2015)dengan formulasi tepung tempe:
tepung labu kuning: susu skim: tepung beras: gula: minyak nabati (24: 16: 30: 20:
5: 5) sangat disukai oleh panelis dan telah memenuhi persyaratan kandungan zat
gizi dari parameter berdasarkan spesifikasi MP ASI bubuk instan dan SNI 017111.4-2005.
Bit (Beta vulgaris L), salah satu tanaman sayuran di Indonesia yang
mudah kita temukan di pasaran. Banyak orang bimbang dalam menentukan
kategori tanaman ini. Masih banyak yang mengelompokkan tanaman ini sebagai
buah-buahan, padahal sebenarnya tanaman ini termasuk dalam kategori sayursayuran. Apalagi jika dilihat dari jenisnya yang masih merupakan anggota dari
Amaranthaceae dan termasuk dalam umbi-umbian, maka umbi bit termasuk
kedalam golongan sayuran. Tanaman dengan nama lain Beta vulgaris L ini masih
belum banyak dimanfaatkan di Indonesia.
Umbi bit mengandung sukrosa serta vitamin dan mineral dengan
konsentrasi tinggi. Selain kandungan sukrosa yang tinggi, umbi bit juga

mengandung folat yang tinggi sebesar 109 μg dan kadar potasium sebesar 325
mg. Asam folat sangat penting pada saat pembelahan sel-sel baru pada saat balita.
Asam folat juga mencegah terjadinya anemia, memperbaiki daya ingat,
menurunkan resiko terjadinya Alzheimer, serta diperlukan dalam proses
pembuatan DNA dan RNA. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia
megaloblastik, dermatitis, serta gangguan pertumbuhan terutama anak di bawah

Universitas Sumatera Utara

6

usia 2 tahun. Angka kecukupan asam folat yang dianjurkan bagi bayi berusia 7-12
bulan sebesar 80 mcg (Devi, 2010).
Kandungan potasium yang tinggi ada bit juga memiliki fungsi yang sangat
besar bagi bayi. Potasium memberikan nutrien yang penting bagi fungsi sel yang
membantu menghasilkan energi di dalam tubuh, karena membantu menstabilkan
detak jantung dan tekanan darah, serta mengatur aktivitas di dalam usus dan
ginjal. Kekurangan potasium dapat menimbulkan kelelahan berlebihan, serta
gangguan irama jantung.
Sayangnya, umbi ini masih sangat jarang dikonsumsi masyarakat. Hal ini

dikarenakan rasa dan bau tanah yang sangat menyengat ketika dikonsumsi.
Beberapa cara mengonsumsi umbi bit antara lain diolah menjadi jus, direbus
sebentar untuk salad, dihaluskan menjadi sup. Kebanyakan pengolahannya dalam
bentuk segar dan sederhana. Namun, pengolahan bit merah yang masih jarang
ditemukan salah satunya adalah pengolahan menjadi bubur instan untuk bayi
(Naibaho, 2015).
Bit (Beta vulgaris L) dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam membuat
bubur bayi instan sebagai MP-ASI. Namun kenyataanya, belum semua ibu
mengolah umbi ini sebagai bahan dalam pembuatan MP-ASI bubur bayi instan
dengan kandungan gizi yang bermanfaat.
Beberapa penelitian terdahulu dalam pemanfaatan umbi bit berkisar pada
pembuatan minuman instan dari bit merah oleh Naibaho (2015), pembuatan es
krim berbahan dasar bit dan brokoli oleh Sari (2014), penelitian terhadap ekstrak
etanol pada umbi bit oleh Mulyani (2015), dan pembuatan biskuit merah dari

Universitas Sumatera Utara

7

pewarna umbi bit serta parutan bit merah oleh Melisa (2015) yang menunjukkan

bahwa biskuit dengan penambahan bit merah dapat meningkatkan kandungan zat
besi, kalsium, dan fosfor, dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan bit
merah.
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan bubur bayi instan dengan
penambahan umbi bit sebesar 15% dan 30 % yang diulang sebanyak 2 kali pada
pembuatan bubur instan dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan
yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam
pembuatan bubur instan. Umbi bit yang digunakan dalam penelitian ini adalah
umbi bit merah yang sudah sering dijumpai masyarakat awam di pasar tradisional.
Penggunaan umbi bit merah pada penelitian ini didasarkan karena
ketersediaan bit merah yang lebih banyak dibanding bit putih. Penetapan
konsentrasi umbi bit sebesar 15% dan 30% dilakukan karena peneliti telah
melakukan penelitian terlebih dahulu. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan,
apabila persentase penambahan umbi bit terlalu besar (di atas 30%), maka warna
yang dihasilkan lebih gelap, aroma bubur yang dihasilkan lebih langu, dan rasa
yang dihasilkan lebih kuat, dan serta tekstur yang dihasilkan lebih kental. Tekstur
yang terlalu kental akan mempersulit bayi untuk mencena. Penambahan umbi bit
dalam bentuk tepung bit sebesar 30 % merupakan batas maksimal. Penambahan
umbi bit sebesar 15 % merupakan batas minimal agar dihasilkan bubur instan
yang baik. Pembuatan bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit dilakukan

dengan menambahkan tepung umbit bit sebagai salah satu bahan penyusun. Bit
yang segar dikeringkan daging umbinya kemudian dihaluskan dan diayak menjadi

Universitas Sumatera Utara

8

tepung bit. Pengembangan produk baru bubur bayi instan dengan penambahan
umbi bit dilakukan sebagai salah satu bentuk alternatif MP-ASI dan pengolahan
bit. Produk bubur bayi instan umbi bit diharapkan dapat disukai oleh bayi yang
pada umumnya belum banyak mengonsumsi produk dari umbi bit.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba memanfaatkan bit
sebagai bahan dalam pembuatan bubur bayi instan. Hal ini menarik untuk diteliti
dalam sebuah penelitian yang berjudul “Daya Terima Bubur Bayi Instan Dengan
Penambahan Umbi Bit (Beta vulgaris L) Serta Kandungan Zat Gizi”
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka


yang menjadi permasalahan bahwa banyaknya kandungan gizi dalam bit serta
manfaat yang dihasilkannya tidak sesuai dengan pemanfaatannya yang masih
sangat jarang di masyarakat, khususnya bayi. Pengolahan umbi bit menjadi bubur
instan juga belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Dengan memperhatikan
latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana
daya terima bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit (Beta vulgaris L)
serta kandungan zat gizi.
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya

terima bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit (Beta vulgaris L) serta
kandungan zat gizi.

Universitas Sumatera Utara

9

1.3.2

Tujuan Khusus

1.

Mengetahui daya terima bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit
sebesar 15% dan 30 % dilihat dari indikator warna

2.

Mengetahui daya terima bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit
sebesar 15% dan 30% dilihat dari indikator rasa

3.

Mengetahui daya terima bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit
sebesar 15% dan 30% dilihat dari indikator aroma.

4.

Mengetahui daya terima bubur bayi instan dengan penambahan umbi bit
sebesar 15% dan 30% dilihat dari indikator tekstur.

5.

Mengetahui kandungan gizi bubur bayi instan dengan penambahan umbi
bit sebesar 15% dan 30%.

1.4

Manfaat Penelitian

1.

Memberi informasi kepada masyarakat tentang cara pengolahan yang
berbeda akan umbi bit.

2.

Menghasilkan produk makanan yang bervariasi dari hasil olahan umbi bit.

Universitas Sumatera Utara