Konsep Warisan Bersama Umat Manusia Dalam Perspektif Hukum Internasional

15

BAB II
RUANG LINGKUP WARISAN BERSAMA UMAT MANUSIA
BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

A. Pengertian Warisan Bersama Umat Manusia
Seiring dengan kemajuan dan berkembangnya jaman, umat manusia terus
mencari cara atau sesuatu yang mampu membantu dan mendorong kehidupan
manusia berubah kearah yang lebih baik lagi. Hal ini secara terus menerus
dilakukan oleh manusia dengan tujuan, harapan, dan impian yang sama walaupun
dengan menempuh langkah yang berbeda. Dalam proses pencarian itu, dari waktu
ke waktu mulai banyak ditemukan oleh manusia suatu tempat, benda, elemen
tertentu, serta penemuan lainnya yang dapat membantu kehidupan manusia.
Temuan – temuan ini yang disebut oleh manusia sebagai warisan dikarenakan
sebagian besar berasal dari masa lampau atau telah ada sebelumnya.
Secara garis besar pengertian warisan merupakan sesuatu yang
ditinggalkan untuk penerus yang meninggalkannya seperti harta, nama baik,
pusaka, dan lainnya yang bisa diturunkan.13 Jika dikaitkan dengan temuan –
temuan yang ditemukan oleh manusia, maka temuan tersebut sebagian besar
merupakan suatu warisan yang besar. Namun banyak dari temuan tersebut tidak

diketahui asal atau pembuatnya, banyak juga temuan tersebut telah ada sebelum
adanya manusia atau temuan itu merupakan hasil dari proses alam dan ciptaan
Tuhan. Sehingga sangat sulit untuk mengklaim bahwa temuan itu milik seseorang

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit, hlm. 422

Universitas Sumatera Utara

16

atau suatu negara, tetapi dalam prakteknya ada beberapa negara yang mengklaim
temuan – temuan tersebut sebagai milik mereka dengan mengkaitkannya terhadap
sejarah dan nenek moyang mereka.
Namun hal seperti itu pada masa kini telah ditinggalkan. Karena warisan
tersebut sangat diperlukan untuk kehidupan manusia dan banyak kepentingan
manusia yang membutuhkan warisan itu, maka secara universal warisan tersebut
dianggap dan diakui oleh masyarakat internasional sebagai warisan bersama umat
manusia atau juga bisa disebut sebagai warisan bersama kemanusiaan. Dengan

adanya konsep seperti ini, masyarakat internasional mengharapkan agar tidak
terjadinya sengketa internasional dalam memperebutkan warisan tersebut dan
dapat membantu kehidupan manusia secara global dikarenakan warisan bersama
umat manusia itu adalah milik semua manusia yang ada di bumi ini.14
Secara universal warisan bersama umat manusia (common heritage of
mankind) adalah segala sesuatu yang mempengaruhi hidup orang banyak dan
memberikan keuntungan kepada kehidupan manusia yang penguasaannya tidak
boleh dipegang oleh satu pihak saja, namun diatur oleh hukum internasional
sehingga tidak akan ada pertikaian internasional dalam memperebutkan
penguasaannya.15 Penguasaan atas warisan bersama umat manusia ini diatur oleh
hukum internasional agar semua orang dapat menikmatinya, selain penguasaan
atas penggunaan terhadap warisan ini hukum internasional juga mengatur tentang
tanggung jawab atas hal tersebut. Sehingga manusia atau negara – negara tidak
14

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000 hlm.

32
15


http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780199796953/obo9780199796953-0109.xml;jsessionid=85A8868270AA3F2158490AE0CD8D4B3B, Diakses 13
November 2016

Universitas Sumatera Utara

17

hanya sibuk dalam pemakaian dan penggunaan warisan tersebut namun juga harus
bertanggungjawab atas hal itu. Dengan adanya pengaturan hukum internasional
seperti itu, maka hukum nasional negara – negara yang ada mulai mengikutinya
dalam mengatur tentang warisan bersama ini.
Masyarakat internasional telah sepakat bahwa tanggung jawab atas
warisan bersama umat manusia ini adalah tanggung jawab bersama atau tanggung
jawab

internasional.

Sehingga

konsep


warisan

bersama

menciptakan

pertanggungjawaban bersama (common responbility). Tanggung jawab bersama
merupakan kewajiban yang ditanggung oleh dua atau lebih negara untuk
melindungi kekayaan lingkungan (environmental resources), mengambil tindakan
yang sesuai dengan karakteristik dan alam, lokasi fisik maupun kemanfaatan
sejarah dari kekayaan lingkungan tersebut.Kekayaan alam sebagai kekayaan
lingkungan merupakan kekayaan yang dimiliki oleh suatu negara, atau kekayaan
yang dibagi bersama, atau subjek dari kepentingan hukum bersama, atau
merupakan tidak dimiliki oleh negara manapun.Pertanggungjawaban bersama
dapat diterapkan terhadap kekayaan yang tidak dimiliki oleh siapapun atau
kekayaan yang berada dalam wilayah yurisdiksi eksklusif suatu negara.
Berhubung pertanggungjawaban bersama terhadap warisan bersama umat
manusia adalah manusia itu sendiri, maka warisan bersama yang ada saat ini
merupakan milik bersama seluruh umat manusia. Sehingga setiap orang atau

negara mempunyai hak untuk melarang setiap kegiatan atau pemanfaatan yang
akan berdampak buruk terhadap warisan bersama tersebut. Dalam menjaga
warisan bersama ini, masyarakat dunia telah membentuk suatu lembaga yang

Universitas Sumatera Utara

18

bersifat internasional dan universal untuk mengurus berbagai kepentingan
internasional terhadap warisan bersama ini.
Dari uraian diatas menyatakan secara tegas bahwa warisan bersama umat
manusia adalah segala sesuatu yang mempengaruhi hidup banyak orang atau
memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan manusia sehingga keberadaannya
dan penggunaannya harus dijaga serta diatur secara tegas oleh suatu hukum yang
bersifat universal.

B. Sejarah dan Perkembangan Warisan Bersama Umat Manusia
Konsep warisan bersama umat manusia pertama kali muncul disebabkan
oleh perkembangan hukum laut internasional yang banyak membahas mengenai
wilayah lautan yang tidak berada dalam wilayah yurisdiksi negara manapun.

Konsep warisan bersama umat manusia pertama kali dinyatakan oleh Duta Besar
Malta untuk PBB, Arvid Pardo, pada sidang Majelis Umum PBB 1 November
1967. Arvid Pardo menyatakan:16
“traditionally, international law has been essentially concerned with
the regulation of relations between states. In ocean space, however, the
time has come to recognize as a basic principle of international law the
overriding common interest of mankind in the preservation of the
qualitity of marine environment and in the rational and equitable
development of its resources lying beyond national jurisdiction.”

16

http://www.jstor.org/stable/40706663?seq=1#page_scan_tab_contents, Diakses
tanggal 13 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara

19

Pernyataan Pardo tersebut mengandung dua hal utama, pertama

lingkungan dasar laut harus dimanfaatkan hanya untuk tujuan damai; kedua,
seharusnya tidak ada klaim yurisduksi nasional atas dasar laut.
Sebelum konsep warisan bersama umat manusia lahir telah dikenal dua
konsep populer mengenai wilayah lautan dan digunakan secara universal oleh
negara – negara yang memiliki aktifitas diwilayah lautan, yaitu: res nullius dan
res commanis.
1.

Res nullius, berpendapat bahwa laut sebagai ranah tak bertuan atau kawasan
yang tidak ada pemiliknya. Karena tidak ada pemiliknya, maka laut dapat
diambil atau dimiliki oleh masing - masing negara.

2.

Res communis, berpendapat bahwa laut adalah milik masyarakat dunia,
karena itu tidak dapat diambil dan dimiliki secara individual oleh negara negara. Sebagai milik bersama, maka laut harus dipergunakan untuk
kepentingan semua negara, dan pemanfaatannya terbuka bagi semua negara.
Ini sesuai dengan pendapat Ulpian yang menyatakan bahwa “the sea is open
to everybody by nature”, dan Celcius yang menyatakan “the sea like the air,
is common to all mankind”.17

Dalam praktiknya kedua teori tersebut tidak diterapkan secara kaku,

karena banyak negara – negara yang menggunakan kedua teori tersebut dengan
cara saling melengkapi. Seperti jika dalam suatu batasan tertentu wilayah lautan
dapat diklaim oleh suatu negara, namun jika melewati batasan tersebut maka

17

Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara

20

wilayah lautan tersebut tidak dapat diklaim oleh negara yang bersangkutan.
Praktik penggunaan dua teori tersebut memiliki beberapa fase18, yaitu :
1. Jaman Sebelum Romawi
Punisia kuno, sebuah kerajaan sebelum jaman Romawi menganggap laut
yang mereka kuasai sebagai milik negara mereka. Paham ini juga dianut oleh
bangsa Persia, Yunani dan Rhodia. Di jaman Rhodia, hukum laut telah mulai

berkembang, yang kemudian menjadi dasar bagi Hukum Romawi tentang laut.
2. Jaman Romawi
Setelah perang Punis III, Romawi telah menjadi penguasa tunggal di Laut
Tengah. Laut Tengah kemudian dianggap oleh orang - orang Romawi sebagai
“danau” mereka19. Dalam melaksanakan kekuasaannya di laut tersebut banyak
tanda yang menunjukkan bahwa dalam pandangan orang Romawi laut bisa
dimiliki. Orang Romawi memandang laut sebagai “public property” yakni sebagai
milik Kerajaan Romawi.
3. Setelah Jaman Romawi
Setelah jaman Romawi terdapat banyak negara di sekitar Laut Tengah
yang merupakan pecahan dari Kerajaan Romawi. Negara - negara ini menuntut
laut yang berdekatan dengan pantai mereka sebagai wilayah mereka. Karena itu
masa ini dipandang sebagai awal dari berkembangnya konsep laut wilayah.
Tuntutan atas kepemilikan laut ini misalnya dilakukan oleh:

18

Nur Yanto, Memahami Hukum Laut Indonesia, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2014

19


Ibid., hlm. 13

hlm. 8

Universitas Sumatera Utara

21

(a) Venesia yang menuntut sebagian besar Laut Adriatik. Tuntutan ini diakui
oleh Alexander III pada tahun 1117. Di kawasan ini Venesia memungut
kepada setiap kapal yang melewati kawasan Laut Adriatik,
(b) Genoa menuntut Laut Liguarian dan sekitarnya,
(c) Pysa menuntut dan melaksanakan kedaulatannya atas Laut Tyraania.
Tuntutan - tuntutan itu cenderung menimbulkan penyalahgunaan hak oleh
negara - negara tersebut ( misalnya memungut biaya pelayaran ). Untuk mengatasi
hal ini, para penulis pada waktu itu membatasi tuntutan tersebut sampai batas
tertentu saja. Misalnya, Bartolus, Solorzan dan Cosaregis membatasi laut negara
pantai itu sampai 100 mil Italia ( pada waktu itu 1480 m)20. Baldus, Bodin dan
Targa membatasinya sampai 60 mil, Loccanius membatasinya sampai batas yang

diinginkan oleh negara pantai tanpa merugikan negara tetangganya.
4. Jaman Portugal dan Spanyol
Jatuhnya Constantinopel ke tangan Turki pada tahun 1443, menyebabkan
bangsa Portugis mencari jalan laut lain ke timur menuju Indonesia melalui
Samudera Hindia. Selain itu, Portugal juga menuntut Laut Atlantik sebelah selatan
Maroko sebagai wilayah mereka. Bersamaan dengan ini, Spanyol sudah sampai di
Maluku melalui Samudera Pasifik, dan menuntut Samudera ini bersama dengan
bagian Barat Samudera Atlantik dan Teluk Mexico sebagai kepunyaan mereka.
Tuntutan kedua Negara ini diakui oleh Paus Alexander VI, yang membagi
dua lautan di dunia menjadi dua bagian dengan batas garis meridian 100 leagues (

20

Arif Johan Tunggal, HUKUM LAUT, Jakarta, HARVARINDO, 2013 hlm. 42

Universitas Sumatera Utara

22

400 mil laut ) sebelah Barat Azores21. Sebelah barat dari meridian tersebut
( Samudera Atlantik Barat, Teluk Mexico dan Samudera Pasifik ) menjadi milik
Spanyol, dan sebelah Timur ( Atlantik sebelah Selatan Maroko, dan Samudera
Hindia ) menjadi milik Portugal. Pembagian ini kemudian diperkuat dengan
perjanjian Tordissilias antara Spanyol dan Portugis ( 1494 ) dengan memindahkan
garis perbatasannya menjadi 370 leagues sebelah barat Pulau Cape Verde di
pantai barat Afrika.
Sementara itu, Swedia dan Denmark menuntut kedaulatan atas Laut Baltik,
dan Inggris atas Narrow Seas, dan Samudera Atlantik dari Cape Utara sampai ke
Cape Finnistere, atau laut di sekitar kepulauan Inggris ( Mare Anglicanum )22.
Dan untuk melaksanakan kedaulatannya atas laut - laut tersebut, pada abad ke-17
Inggris memaksa orang - orang asing untuk mendapat lisensi Inggris untuk
melakukan penangkapan ikan di Laut Utara, dan ketika dalam tahun 1636 Belanda
mencoba menangkap ikan, mereka diserang dan dipaksa membayar 30.000 found
sebagai harga kegemaran ( the price of indulgence ).
5. Belanda
Tuntutan kedaulatan atas Samudera Pasifik, Atlantik, dan Hindia oleh
Portugal dan Spanyol serta kedaulatan atas Mare Anglicanum oleh Inggris dirasa
sangat merugikan Belanda di bidang pelayaran dan perikanan. Di bidang
pelayaran Belanda sudah sampai di Indonesia melalui Samudera Hindia pada
tahun 1596, dan mendirikan Verenigde Oost Indische Compgnie ( VOC ) pada
tahun 1602. Penerobosan melalui Samudera Hindia ini langsung berbenturan
21
22

Loc. Cit
Ibid, hlm. 51

Universitas Sumatera Utara

23

dengan kepentingan dan tuntutan Portugal. Di bidang perikanan orang - orang
Belanda selama berabad - abad telah menangkap ikan di sekitar perairan Mare
Anglicanum, dan kegiatan ini telah dijamin oleh berbagai perjanjian antara kedua
negara.
Untuk memperkuat dalil penentangannya atas kepemilikan laut, Belanda
berusaha mencari dasar - dasar hukum yang menyatakan laut adalah bebas untuk
semua bangsa23. Untuk kepentingan ini Belanda menyewa Hugo de Groot,
seorang ahli hukum untuk menulis sebuah buku yang membenarkan pendirian
Belanda, sehingga orang - orang Belanda dapat bebas berlayar ke Indonesia.
Hasilnya, Grotius menyusun sebuah buku dengan judul “ Mare Liberum ”. Buku
ini menguraikan teori kebebasan lautan dalam arti bahwa laut bebas bagi setiap
orang, dan tak dapat dimiliki oleh siapa pun24.
Teori Gratius mendapat tentangan dari banyak penulis seangkatannya.
Gentilis misalnya, membela tuntutan Spanyol dan Inggris dalam bukunya “
Advocatio Hispanica ” yang diterbitkan setelah ia meninggal, tahun 1613. Pada
tahun yang sama William Wellwood membela tuntutan Inggris dalam bukunya “
de Dominio Maris ”. Dan John Seldon menulis Mare Clausum sive de Domino
Marsnya pada tahun 1618 dan terbit pada tahun 1635. Paolo Sarpi menerbitkan “
Del Dominio del mare Adriatico ” tahun 1676 untuk membela tuntutan Venesia
atas lautan Adriatik.
Yang terpenting dari buku - buku yang membela kepentingan kepemilikan
atas laut adalaah Mare Clausum Shelden. Karya ini diperintahkan untuk
23

A. W. Koers, Konvensi Perserikatan Bangsa – Bangsa Tentang Hukum Luat,
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1994 hlm. 27
24
Ibid., hlm. 29

Universitas Sumatera Utara

24

diterbitkan pada tahun 1635 pada masa raja Charles I, yang meminta agar penulis
Mare Liberium dihukum.
6. Inggris
Pada mulanya, sebelum tahun 604 Inggris menganut faham kebebasan
lautan. Faham ini dianut terutama untuk menghadapi tuntutan Denmark atas
kebebasan di laut Utara. Namun dalam tahun 1604 Charles I memproklamirkan “
King Chamber Area ” yang meliputi 26 wilyayah di sepanjang dan sekitar lautan
Inggris ( Mare Anglicanum ) sebagai wilayah kedaulatan Inggris25. Di daerah daerah ini, diantaranya ada yang melebihi 100 mil, Charles I melarang kapal kapal nelayan asing menangkap ikan di kawasan tersebut. Tuntutan ini ditentang
oleh Belanda.
Dalam perkembangan selanjutnya, telah diterima bahwa negara - negara dapat
memiliki jalur - jalur laut yang terletak di sekitar atau di sepanjang pantainya, dan
di luar jalur - jalur tersebut dianggap bebas bagi semua umat manusia26. Beberapa
jalur laut yang dapat dimiliki tidak sama untuk semua negara, dan ini tergantung
pada jenis dan fungsi jalur-jalur tersebut. Lebar laut untuk kepentingan perikanan
misalnya, tidak sama dengan untuk kepentingan netralitas, pengawasan dan
kepentingan yurisdiksi perdata, pidana dan lain-lain.
Dalam perkembangannya hukum laut mulai berkembang dan lahir pula
konsep – konsep baru mengenai laut, dalam fase perkembangan inilah lahir
sebuah konsep yang mengedepankan kepentingan seluruh manusia atas laut
daripada kepentingan negara semata saja. Yaitu konsep warisan bersama umat
25
26

Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Jakarta, PT. RINEKA CIPTA, 2013 hlm. 51
Nur Yanto, Op. Cit., hlm. 34

Universitas Sumatera Utara

25

manusia, pada mulanya konsep ini hanya mencakup wilayah lautan saja, hal ini
dapat dilihat dari pernyataan Majelis Umum

PBB pada tahun 1967 yang

menyatakan bahwa laut dalam dan dasar laut merupakan warisan bersama umat
manusia. Namun konsep ini juga terus mengalami perkembangan. Seperti saat ini
warisan bersama umat manusia tidak hanya wilayah laut saja, tetapi seluruh
wilayah atau kawasan yang memiliki pengaruh besar terhadap keberlangsungan
hidup umat manusia.

C. Ruang Lingkup Warisan Bersama Umat Manusia Berdasarkan Hukum
Internasional
Seiring dengan berkembangannya jaman dan teknologi, umat manusia
terus melakukan ekspedisi dan eksploitasi ke berbagai wilayah di muka bumi ini
demi mencari sesuatu untuk kehidupan mereka. Dalam ekspedisi dan eksploitasi
tersebut tidak jarang dijumpai perselisihan antara negara – negara yang berkaitan,
mulai dari saling mengklaim wilayah temuan baru hingga perebutan kedaulatan
atas wilayah tersebut. Dengan adanya permasalahan ini dikhawatirkan dapat
memicu masalah lebih besar lagi terhadap hidup manusia, apalagi penguasaan
tunggal terhadap wilayah yang memiliki arti penting bagi hidup manusia. Oleh
karena itu, konsep warisan bersama umat manusia mulai dikembangankan dan
diperluas ruang lingkupnya terhadap elemen – elemen vital bagi kehidupan
manusia, untuk menghindari adanya pengusaan tunggal terhadap elemen itu27.

27

Bruno Zeller, GISG and The Unification of International Trade Law, New York,
Routledge – Cavendish, 2007 hlm. 33

Universitas Sumatera Utara

26

Sehingga saat ini warisan bersama umat manusia telah berkembangan,
termasuk ruang lingkupnya tidak hanya wilayah lautan saja namun juga berbagai
kekayaan alam telah dikategorikan menjadi warisan bersama dalam bentuk dan
nama yang berbeda. Pada 1949, ikan tuna menjadi perhatian bersama dalam
Konservasi Tuna Tropis Inter – Amerika karena tingginya tingkat penangkapan
ikan tuna; lingkungan hidup; ruang angkasa dan bulan merupakan province of all
mankind; burung unggas; warisan alam dan budaya; konservasi binatang buas;
kekayaan dasar laut, dasar samudra serta tanah di bawahnya, kekayaan tanaman
genetik; perubahan iklim bumi dan efeknya; keanekaragaman adat dan budaya;
serta keanekaragaman hayati28.
1.

Konservasi Tuna Tropis Inter – Amerika
Ikan tuna begitu banyak dijumpai hampir diseluruh wilayah perairan di

dunia ini, tidak hanya satu daerah tapi semua daerah terdapat ikan jenis ini.
Dengan banyaknya ikan tuna tesebut menyebabkan tingginya hasil produksi ikan
tuna. Selain harga ikan tuna yang begitu tinggi menyebabkan banyak nelayan
yang menjadikan ikan tuna sebagai tangkapan utama. Karena ikan tuna menjadi
tangkapan utama bagi para nelayan menybabkan terjadinya over fishing dan
penurunan jumlah ikan di perairan. Penangkapan ikan ini yang dilakukan secara
besar – besaran menyebabkan populasi ikan tuna di dunia terus menurun,
sehingga untuk mengatasi masalah tersebut dan menjaga populasi ikan tuna
didunia lahirlah konvensi internasional mengenai aturan dan perlindungan
terhadap penangkapan ikan tuna. Kemudian dalam konvensi ini populasi ikan tuna

28

Ibid., hlm. 48

Universitas Sumatera Utara

27

dianggap sebagai warisan bersama umat manusia yang pertanggungjawabannya
dilakukan secara universal atau pertanggungjawaban bersama29.
2. Lingkungan Hidup
Kehidupan manusia yang semakin maju dan kebutuhan terhadap segala
sesuatu yang terus meningkat memaksa manusia untuk melakukan berbagai cara
dan kegiatan dalam menjaga keberlangsungan hidup mereka. Kegiatan seperti
eksplorasi dan eksploitasi terhadap lingkungan hidup terpaksa dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia atau mencari keuntungan semata bagi
sebagian pihak. Kegiatan tersebut baik secara sadar maupun tidak sadar telah
menyebabkan kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi secara tidak langsung telah
memberi pengaruh buruk terhadap kehidupan manusia, tidak hanya terhadap para
pelakunya saja namun juga berpengaruh terhadap kehidupan manusia secara luas
bahkan kehidupan manusia secara universal. Mengingat besarnya pengaruh buruk
dari kerusakan lingkungan menyebabkan para pemimpin dan masyarakat dunia
sepakat menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan salah satu bagian dari
warisan bersama umat manusia30. Yang pengelolaan dan pengawasannya menjadi
tanggungjawab internasional, bahkan kerusakan suatu lingkungan yang berada
dalam yurisdiksi suatu negara tidak hanya menjadi tanggungjawab negara itu saja,
namun juga menjadi tanggungjawab bersama serta negara lain dapat meminta
pertanggungjawaban dari negara yang bersangkutan.

29

Chomariyah, Hukum Pengelolaan Konservasi Ikan, Malang, SETARA Press, 2014

30

Otto Soemarwoto, Op. Cit., hlm. 19

hlm. 12

Universitas Sumatera Utara

28

3.

Ruang Angkasa
Misi Apollo 11, yang membawa Armstrong dan Aldrin ke Bulan, adalah

pencapaian luar biasa bagi upaya manusia di luar angkasa. Inilah yang membuat
Amerika Serikat lebih unggul dari Rusia yang kala itu masih berikhtiar mengirim
astronot mereka ke Bulan. Di era perang dingin, kedua negara ini bersaing keras.
Mereka ingin terdepan

dalam soal teknologi antariksa31. Tapi pertarungan

keduanya, juga membuka jalan kompetisi antar negara lain di dunia. Semua
berlomba menjangkau jarak terjauh di tata surya. Dalam hal ini, negara penghasil
pesawat ulang - alik dan satelit, harus berterima kasih kepada Jerman di Perang
Dunia II. Tentara Nazi lah pada pertengahan 1930an mengembangkan roket
balistik yang mampu terbang hingga ke luar angkasa.
Persaingan ketat

yang tercipta antara negara - negara maju itu

menimbulkan kekhawatiran baru. Siapa yang akan menguasai Bulan, Siapa
pemilik antariksa, dan apakah orbit akan menjadi tempat negara maju meletakkan
senjata mereka. Oleh karena itu, pada 27 Januari 1967 Amerika Serikat, Inggris
dan Rusia menandatangani Traktat Luar Angkasa,

atau Traktat Prinsip

Pengaturan Aktivitas Negara - Negara Dalam Eksplorasi dan Penggunaan Luar
Angkasa, termasuk Bulan dan Benda-benda Langit Lainnya. Pada Oktober 2011,
ada 100 negara tergabung dalam traktat ini. Sementara itu 26 negara lainnya
belum meratifikasinya.
Menurut traktat itu, luar angkasa dan seluruh benda angkasa adalah
warisan bersama umat manusia ( Common heritage of mankind ), jadi harus
31

N. D. White, Keeping The Peace, Manchester, Manchester University Press, 1997 hlm.

11

Universitas Sumatera Utara

29

dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan manusia32. Bulan dan seluruh
benda di angkasa harus bebas dieksplorasi negara manapun tanpa diskriminasi.
Orbit bumi juga tak boleh dipergunakan untuk menempatkan senjata nuklir.
4.

Hewan dan Tumbuhan Langka
Keberadaan dan populasi hewan dan tumbuhan di dunia semakin hari

semakin berkurang, perilaku manusia yang menyebabkan langka nya spesies
hewan dan tumbuhan tertentu adalah dampak buruk

bagi kelestarian alam

semesta. Perdagangan, penjualan dan pemburuan hewan-hewan langka masih
terus di lakukan oleh sekelompok orang tertentu yang tidak bertanggungjawab
sehingga menyebabkan kepunahan bagi spesies hewan dan tumbuhan tertentu.
Melihat kondisi perburuan hewan yang semakin marak dan terancamnya
keberadaan hewan – hewan langka serta

tumbuhan membuat

masyrakat

internasional sepakat menjadikan keberadaan hewan dan tumbuhan langka
merupakan tanggungjawab bersama dan mendapat perlindungan secara universal.
Sehingga saat ini hewan dan tumbuhan langka telah menjadi cakupan atau
ruang lingkup dari warisan bersama umat manusia, dan mendapat perlindungan
hukum internasional secara tegas, yaitu CITES ( Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ) atau konvensi
perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam33. Perjanjian
ini adalah perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi
sidang anggota World Conservation Union (IUCN) tahun 1963. Konvensi
bertujuan

melindungi

tumbuhan

dan

satwa

liar

terhadap

perdagangan

32

Ibid., hlm. 21
Abdullah Marlang, Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem,
Jakarta, Mitra Wacana Media, 2015 hlm. 22
33

Universitas Sumatera Utara

30

internasional spesimen tumbuhan

dan

satwa

liar

yang mengakibatkan

kelestarian spesies tersebut terancam. Selain itu, CITES menetapkan berbagai
tingkatan proteksi untuk lebih dari 33.000 spesies terancam.
Selain itu, tanaman hasil rekayasa genetika atau tanaman genetik yang
memiliki kegunaan dan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia juga
merupakan bagian dari warisan bersama umat manusia, yang

kegiatan dan

eksperimennya diawasi secara bersama dan dibuat aturan khusus untuk itu34.

5.

Alam dan Budaya
Konferensi Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa mengenai Pendidikan,

Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, pertemuan ini dilaksanakan di Paris dari 17
Oktober - 21 November 1972. Memperhatikan bahwa warisan budaya dan warisan
alam

semakin

terancam

dengan

kehancuran tidak hanya oleh penyebab

pembusukan tradisional , tetapi juga oleh perubahan kondisi sosial dan ekonomi
yang memperburuk situasi dengan fenomena lebih tangguh dari kerusakan atau
kehancuran.
Menimbang bahwa penurunan atau hilangnya item dari warisan budaya
atau alam merupakan pemiskinan berbahaya dari warisan semua bangsa di
dunia. Melihat bahwa perlindungan warisan ini di tingkat nasional sering tidak
lengkap karena skala sumber daya yang dibutuhkan dan sumber daya yang tidak
mencukupi, seperti ekonomi, ilmu pengetahuan , dan teknologi dari negara di
mana properti harus dilindungi terletak. Selain itu bahwa Konstitusi Organisasi

34

Loc. Cit

Universitas Sumatera Utara

31

Internasional menyatakan bahwa ia akan mempertahankan, meningkatkan, dan
memberikan pengetahuan dengan menjamin konservasi dan perlindungan
warisan dunia , dan merekomendasikan kepada bangsa - bangsa yang
bersangkutan.
Kemudian konvensi internasional yang ada, rekomendasi, dan resolusi
mengenai kekayaan budaya dan alam menunjukkan pentingnya hal ini untuk
semua bangsa di dunia, pengamanan properti unik yang tak tergantikan35. Alam
dan budaya yang ada di dunia ini memiliki daya tarik dan cirri khas sendiri untuk
itu harus tetap dilestarikan dan dilindungi untuk menghindari terjadinya
kepunahan.
Mengingat besarnya gravitasi dari bahaya baru yang mengancam warisan
ini,

sehingga menjadi kewajiban masyarakat internasional secara keseluruhan

untuk berpartisipasi dalam perlindungan warisan budaya dan alam yang memiliki
nilai universal yang luar biasa.
Oleh karena itu, alam dan budaya merupakan warisan bersama umat
manusia, dan memiliki aturan internasional tersendiri, yaitu Convention
Concerning The Protection Of The World Cultural And Natural Heritage atau
Konvensi Mengenai Perlindungan Dunia Budaya Dan Warisan Alam.
6.

Laut Dalam dan Dasar Laut
Seperti dalam sejarah dan perkembangan konsep warisan bersama umat

manusia, laut dalam dan dasar laut telah menjadi bagian darinya bahkan menjadi
ruang lingkup pertama dari konsep tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
35

Sumardi, Dasar – Dasar Perlindungan Hutan, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2004 hlm. 31

Universitas Sumatera Utara

32

Majelis Umum PBB pada tahun 1967 yang menyatakan bahwa laut dalam dan
dasar laut merupakan warisan bersama umat manusia. Dan hingga saat ini laut
dalam dan dasar laut masih tetap menjadi bagian dari warisan bersama umat
manusia yang berarti setiap manusia bebas melakukan kegiatan eksplorasi
diwilayah laut internasional dan memiliki tanggungjawab bersama untuk
mengawasi dan menjaga wilayah tersebut dari kerusakan36.

36

Nur Yanto, Op. Cit., hlm. 44

Universitas Sumatera Utara