Kinerja Perawat dalam Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) di RSUP Haji Adam Malik Medan

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Standar Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI)
PPI adalah tonggak yang harus selalu diterapkan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman
bagi semua pasien dan mengurangi resiko infeksi lebih lanjut. Standar PPI
adalah langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi dasar yang
diperlukan untuk mengurangi resiko penularan agen infeksi dari yang
diketahui atau tidak diketahui sumber infeksi (Infection Control Team,
2015).
Prinsip utama dari kewaspadaan standar pelayanan kesehatan adalah
menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan

(Depkes RI, 2010). Berikut dijelaskan standar PPI tenaga

kesehatan (WHO, 2007):
2.1.1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene

Kebersihan tangan merupakan hal yang paling penting dan
merupakan pilar untuk PPI. Petugas kesehatan memiliki potensi terbesar
untuk menyebarkan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan infeksi
karena berhubungan langsung dengan pasien, sehingga tindakan
kebersihan tangan ini harus dilaksanakan oleh semua tenaga kesehatan
setiap saat untuk semua pasien (Ritchie & McIntyre, 2015).

Universitas Sumatera Utara

7

Tindakan cuci tangan ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan menggunakan alkohol ataupun menggunakan sabun dan air
mengalir (Clinical Govermance, 2013). Antiseptik berbasis alkohol adalah
metode yang paling disukai untuk mendesinfeksi tangan, kecuali ketika
tangan terlihat kotor (misalnya, kotoran, darah, cairan tubuh), atau setelah
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai terkena infeksi diare
(misalnya, clostridium difficile, norovirus), dimana penggunaan sabun dan
air akan lebih efektif (National Center for Emerging and Zoonatic
Infectious Diseases, 2011)


Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai kebersihan tangan
(Kemenkes RI, 2012) :
1) Sebelum kebersihan tangan, cincin, jam dan seluruh perhiasan yang
ada di perhelangan tangan harus dilepas
2) Kuku harus tetap pendek dan bersih
3) Jangan menggunakan pewarna kuku atau kuku palsu karena dapat
menjadi tempat bakteri terjebak dan menyulitkan terlihatnya kotoran di
dalam kuku
4) Selalu gunakan air mengalir, apabila tidak tersedia, maka harus
menggunakan salah satu pilihan sebagai berikut :
4.1. Ember berkeran yang tertutup
4.2. Ember dan gayung, dimana seseorang menuangkan air sementara
yang lainnya mencuci tangan

Universitas Sumatera Utara

8

5) Tangan harus dikeringkan dengan menggunakan paper towel atau

membiarkan tangan kering sendiri sebelum menggunakan sarung
tangan
Berikut dijelaskan cara-cara mencuci tangan yang benar (WHO, 2009) :
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
1) Basahi tangan dengan menggunakan air mengalir
2) Usapkan sabun keseluruh permukaan tangan
3) Ikuti teknik mencuci tangan yang benar seperti gambar di bawah
ini
4) Gosok tangan selama 15 detik tapi tidak lebih dari 3 menit,
meliputi seluruh permukaan tangan dan jari.
5) Bilas tangan dengan air dan keringkan secara menyeluruh dengan
handuk kering
6) Gunakan hands-free (misalnya siku) untuk mematikan keran.
2. Cuci tangan dengan menggunakan alkohol
1) Tindakan ini dilakukan ketika tangan mungkin terkontaminasi,
tetapi tidak tampak kotor (misalnya memasuki atau meninggalkan
bangsal/daerah klinis/pasien)
2) Langkah-langkah mencuci tangan dengan menggunakan antiseptic
bebasis alkohol sama seperti ketika melakukan cuci tangan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir

3) Gosok tangan dengan alkohol selama 15-30 detik

Universitas Sumatera Utara

9

4) Banyaknya cairan yang digunakan sesuai dengan jumlah yang
direkomendasikan oleh produk biasanya sekitar 3 ml
Selain itu WHO juga menetapkan lima waktu untuk pelaksanaan
hand hygiene (WHO, 2009) :

1) Sebelum menyentuh pasien
2) Sebelum prosedur aseptic
3) Setelah terpajan resiko cairan
4) Setelah menyentuh pasien
5) Setelah menyentuh benda-benda yang melingkupi pasien
Jika tenaga kesehatan berada dalam lima kondisi tersebut, petugas
harus

melaksanakan


hand

hygiene

agar

tangan

petugas

tidak

terkontaminasi. Hand hygiene yang dilakukan sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan, agar kuman yang terdapat pada tangan bisa dihilangkan.
2.1.2. Penggunaan Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari
kontak dengan darah, cairan tubuh, secret, kulit yang tidak utuh, selaput
lender pasien dan benda yang terkontaminasi (WHO, 2007).
Dikenal 3 jenis sarung tangan, yaitu (Depkes RI, 2008):

1) Sarung tangan bersih, yaitu sarung tangan yang didisinfeksi tinggi.
Dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lender
misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka.

Universitas Sumatera Utara

10

2) Sarung tangan steril, yaitu sarung tangan yang disterilkan dan harus
digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak ada sarung tangan steril
baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.
3) Sarung tangan rumah tangga, yaitu satung tangan yang terbuat dari
latex atau vinil tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan
untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan ini biasanya dipakai
pada waktu membersihkan alat kesehatan, dan permukaan meja kerja,
dll.
Prosedur pemakaian sarung tangan steril (Kemenkes, 2012):
1) Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang sisi sebelah dalam
lipatannya.
2) Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menggantung ke lantai,

sehingga bagian lubang jari-jari tangannya terbuka, lalu masukkan
tangan
3) Ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan
yang sudah memakai sarung tangan ke bagian lipatan (bagian yang
tidak tersentuh dengan kulit tangan)
4) Pasang sarung tangan dengan kedua dengan cara memasukkan jari-jari
tangan yang belum memakai sarung tanagan, kemudian luruskan
lipatan dan atur posisi sarung tangan sehingga terasa pas di tangan.

Universitas Sumatera Utara

11

Prosedur melepas sarung tangan (Depkes RI, 2008) :
1) Pegang salah satu tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung jari-jari
tangan sehingga bagian dalam dari sarung tangan pertama menjadi sisi
luar
2) Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih
berada pada tangan sebelum melepas sarung tangan yang kedua. Hal
ini penting untuk mencegah terpajannya kulit tangan yang terbuka

dengan permukaan sebelah luar sarung tangan
3) Biarkan sarung tangan yang pertama sampai disekitar jari-jari, lalu
pegang sarung tangan yang kedua pada lipatannya lalu tarik kearah
ujung jari hingga bagian dalam sarung tangan menjadi sisi luar
4) Pada akhir setelah hampir di ujung jari, maka secara bersama dan
dengan sangat hati-hati sarung tangan dilepas
5) Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyentuh
bagian dalam sarung tangan
2.1.3. Pemakaian Pelindung Wajah (Mata, Hidung, dan Mulut)
Gunakan masker ataupun pelindung mata untuk melindungi
membran mukosa mata, hidung, dan mulut selama aktivitas yang
berhubungan langsung dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi
(WHO, 2007; Depkes RI, 2008).
1. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata melindungi petugas dari percikan darah atau
cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata

Universitas Sumatera Utara

12


mencakup kacamata (googles) plastic bening, kacamata pengaman,
pelindung wajah, dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan
lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan
pelindung

pada

bagian

sisi

mata.

Petugas

kesehatan

harus


menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika
melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara
tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah,
petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau
kacamata biasa serta masker (Depkes RI, 2008).
2. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian
bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk
menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas
bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan
darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas
kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka
masker tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut (Depkes RI,
2008).
National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases

(2011) menyatakan pemakaian masker sebaiknya digunakan:
1) Ketika ada potensi kontak dengan sekresi pernafasan dan
semprotan darah atau cairan tubuh. Bisa juga dikombinasikan


Universitas Sumatera Utara

13

penggunaannya dengan kacamata atau pelindung wajah untuk
melindungi mulut, hidung, dan mata
2) Ketika pemasangan kateter atau menyuntikkan material kedalam
kanal spinal atau subdural. Masker juga sebaiknya digunakan
ketika melakukan kemoterapi.
2.1.4. Apron dan gaun
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti
pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk
melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi
(Depkes RI, 2008).
Clinical Govermance (2013) menyebutkan aturan penggunaan
apron dan gaun:
1) Harus segera dilepaskan setelah tindakan selesai
2) Jangan pernah dipakai ke pasien/klien/area yang berbeda
3) Celemek mungkin memiliki warna-kode untuk tindakan tertentu
dan/atau area tertentu sesuai dengan kebijakan ditempat tersebut
(misalnya ketika menangani atau melayani makanan dalam area
klinik)
4) Jika ada resiko percikan dari darah, cairan tubuh, sekresi atau
eksresi ke seluruh tubuh gaun harus dipakai

Universitas Sumatera Utara

14

5) Untuk mencegah kontaminasi, saat melepas gaun/apron, sisi yang
terluar harus dibalik ke sisi bagian dalam, digulung menjadi bola
dan segera dibunag sebagai limbah klinis
2.1.5. Pencegahan Cedera dari Jarum Suntik dan Benda Tajam Lainnya
Benda tajam misalkan jarum, pisau bedah, stitch cutter , ampul kaca,
dan setiap instrumen yang tajam. Bahaya utama dari cedera benda tajam
adalah penyebaran virus hepatitis B, hepatitis C, dan HIV melalui darah
yang masih ada pada instrumen tersebut (Evans, Liz, dkk., 2012).
Keselamatan injeksi mengacu pada penggunaan yang tepat dan
penanganan persediaan injeksi dan infus (misalnya syringe, needle,
perangkat fingerstik, tabung infus, botol obat). Praktek-praktek ini
dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit menular antara satu
pasien dan yang lain, atau antara pasien dan petugas kesehatan selama
persiapan dan pemberian obat parenteral (National Center for Emerging
Zoomotic Infectious Diseases, 2011).

WHO (2014) menjelaskan pencegahan cedera dan manajemen
injeksi:
1) Setiap pasien harus diinjeksi dengan benar dan hati-hati dan peralatan
yang telah digunakan harus dibuang. Syringe, needle atau peralatan
sejenisnya tidak bisa digunakan lagi
2) Batasi penggunaan jarum dan benda tajam lainnya semaksimal
mungkin

Universitas Sumatera Utara

15

3) Batasi pengeluaran darah dan tes laboratorium seperlunya untuk
evaluasi diagnostik dan perawatan pasien
4) Jika penggunaan benda tajam tidak dapat dihindari, pastikan
pencegahan berikut diamati:
4.1. Jangan ganti tutup jarum yang telah digunakan
4.2. Jangan mengarahkan ujung jarum yang digunakan pada bagian
tubuh
4.3. Jangan lepaskan syringe bekas dari jarum suntik sekali pakai
dengan

tangan,

dan

jangan

membengkokkan,

ataupun

mematahkannya
4.4. Buang syringe, needle, pisau bedah dan benda tajam lainnya di
tempat atau wadah tahan tusukan
5) Pastikan bahwa wadah tahan tusukan untuk benda tajam ditempatkan
sedekat mungkin dengan daerah dimana objek digunakan untuk
membatasi jarak antara penggunaan dan pembuangan. Jika wadah
benda tajam jauh, jangan pernah membawa benda tajam di tangan,
tetapi menempatkannya dalam bengkok atau wadah yang serupa untuk
membawa ke wadah benda tajam
6) Pastikan bahwa wadah tahan tusukan aman dengan tutup yang kuat
dan rapat dan diganti ketika sudah penuh ¾
7) Pastikan wadah ditempatkan di daerah yang tidak mudah diakses oleh
pengunjung, terutama anak-anak

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.6. Hygiene respirasi / Etika Batuk
National center for emerging and zoonotic infectious diseases

(2011), menjelaskan untuk mencegah penularan infeksi pernafasan di
rumah

sakit,

langkah-langkah

pencegahan

infeksi

berikut

ini

diimplementasikan untuk semua orang yang berpotensi terinfeksi. Hal ini
berlaku untuk semua orang (misalnya, pasien dan anggota keluarga yang
menemani, pengasuh, dan pengunjung) dengan tanda-tanda dan gejala
penyakit pernafasan, termasuk batuk, rhinorhhea, atau peningkatan
produksi sekresi pernafasan
1. Identifikasi orang dengan potensial infeksi pernafasan
1) Tenaga kesehatan harus tetap waspada untuk setiap orang dengan
gejala infeksi pernafasan
2) Tanda-tanda

yang

ditimbulkan

di

area

resepsionis

menginstruksikan pasien dan orang yang menemani untuk:
3) Keluhan pasien dengan adanya infeksi pernafasan selama registrasi
4) Praktek kebersihan pernafasan dan etika batuk dan memakai
masker wajah yang diperlukan
2. Tersedianya persediaan
Persediaan berikut diberikan di ruang tunggu dan area tunggu
umum lainnya:
1) Maker, tisu, dan waah limbah no-touching untuk membuang tisu
yang sudah digunakan
2) Dispenser dari antiseptic berbasis alkohol

Universitas Sumatera Utara

17

3. Etika batuk
Terapkan etika kebersihan pernafasan/batuk, sebagai berikut:
1) Tutup mulut & hidung saat batuk/bersin dengan tisu
2) Buang tisu ke tempat sampah
3) Lakukan kebersihan tangan
4) Jika tisu tidak tersedia, bersinkan atau batukkan ke lengan bagian
dalam
2.1.7. Kebersihan Lingkungan
Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, desinfeksi permukaan
lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh,
melakukan pemeliharaan peralatan medis dengan tepat, mempertahankan
mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik (Depkes RI,
2008)
Prinsip dasar manajemen lingkungan :
1) Pastikan lingkungan kerja Anda rapi dan ‘bebas kacau’ untuk
memastikan pembersihan yang efektif dapat dilakukan
2) Pastikan semua peralatan/wadah digunakan untuk membersihkan
lingkungan bersih sebelum digunakan
3) Deterjen netral cocok untuk membersihkan lingkungan secara rutin
(agen antimikroba tidak rutin direkomendasikan)

Universitas Sumatera Utara

18

4) Alkohol dan deterjen tisu tidak cocok untuk membersihkan permukaan
besar dan tidak harus digunakan untuk mebersihkan lingkungan secara
rutin
5) Chlorhexidine (misalnya Hibiscrub dan agen antiseptik tangan lain)
tidak boleh digunakan untuk membersihkan lingkungan
6) Segera bersihkan tumpahan darah atau bahan infeksius lainnya
menggunakan cairan desinfektan
7) Hindari penggunaan karpet dan furniture dari bahan kain yang
menyerap di daerah kerja, laboratorium dan daerah pemrosesan
instrument
2.1.8. Penatalaksanaan Linen
Kain kotor /linen dalam pengaturan kesehatan dapat menimbulkan
potensi sejumlah besar patogen mikroorganisme, oleh karena itu penting
bahwa tindakan ini dilakukan (Clinical Governance, 2013).
Tangani linen yang sudah digunakan dengan hati-hati dengan
menggunakan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur.
Resiko terpajan atau mengalami ISPA akibat membawa linen yang sudah
digunakan relatif kecil. Namun demikian membawa linen yang sudah
digunakan harus dilakukan dengan hati-hati (Depkes RI, 2008).
WHO (2014) menjelaskan manajemen linen sebagai berikut:
1) Linen yang telah digunakan pasien bisa terkontaminasi dengan cairan
tubuh (misalnya darah, muntah) dan dapat menyebabkan percikan
selama penggunaan. Ketika menangani linen kotor dari pasien

Universitas Sumatera Utara

19

sebaiknya tenaga kesehatan menggunakan APD , seperti sarung tangan
karet dan apron.
2) Linen kotor harus ditempatkan pada tas anti bocor atau ember di lokasi
penggunaan dan permukaan wadah harus didesinfeksi (menggunakan
desinfektan yang efektif) sebelum dipindahkan dari ruang isolasi. Jika
ada kotoran padat seperti feses atau muntahan, bersihkan dengan hatihati dan siram ke dalam toilet sebelum linen ditempatkan di wadah.
Jika linen diangkut dari ruangan pasien harus dimasukkan ke dalam
wadah terpisah dan tidak boleh mengenai tubuh
3) Jika linen memiliki kotoran yang bisa menyebabkan penularan infeksi,
sebaiknya linen dibakar atau diproses oleh autoklaf, terutama jika
pembersihan aman dan desinfeksi tidak mungkin atau dapat diandalkan
4) Linen dimaksudkan untuk dicuci dan didekontaminasi, harus diangkut
langsung ke area cuci dalam wadah dan dicuci segera
5) Untuk pencucian suhu rendah, cuci kain dengan deterjen dan air, bilas
dan kemudian rendam dalam larutan klorin 0,05% selama kurang lebih
15 menit. Linen kemudian harus dikeringkan sesuai dengan standar
dan prosedur yang telah ditetapkan
6) Jika linen yang terkontaminasi harus dicuci menggunakan tangan,
karena mesin cuci tidak ada atau daya tidak terjamin, letakkan linen
kotor pada ember besar dan isi dengan air dan sabun. Rendam linen
dalam ember dan pastikan sudah benar-benar tertutup dengan rapat.
Gunakan tongkat untuk mengaduk, kemudian buang air dan isi ember

Universitas Sumatera Utara

20

dengan klorin 0,05% dan rendam selama 15 menit. Keluarkan linen
dan kemudian bilas dengan air bersih.
2.1.9. Manajemen Limbah
Depkes RI (2008) menyebutkan limbah yang berasal dari rumah
sakit/sarana kesehatan dapat dibedakan menjadi:
1) Limbah rumah tangga, atau limbah non-medis, yaitu limbah yang tidak
kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai resiko
rendah
2) Limbah medis, yaitu bagian dari sampah rumah sakit/sarana kesehatan
yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau
cairan tubuh pasien dan dikategorikan sebagai limbah beresiko tinggi
dan bersifat menularkan penyakit. Limbah medis dapat berupa : limbah
klinis, dan limbah laboratorium.
3) Limbah berbahaya, adalah limbah kimia ynag mempunyai sifat
beracun. Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, desinfektan,
obat-obatan sitoksik dan senyawa radio aktif.
Upaya penanganan limbah di pelayanan kesehatan meliputi
penanganan limbah cair dan limbah padat (sampah). Adapun teknik
penanganan sampah meliputi pemisahan, penanganan, penampungan
semestara, dan pembuangan.

Universitas Sumatera Utara

21

1. Pemisahan
Pemilahan dilakukan dengan menyediakan wadah yang sesuai
dengan jenis sampah medis. Wadah-wadah sampah tersebut biasanya
menggunakan kantong plastik berwarna.
1) Hitam, sampah yang tidak mengandung bahan menular, benda
tajam, dan produk medis, hanya untuk bahan non medis.
Pembuangan akhir adalah ke TPA.
2) Orange/Biru Muda
1. Orange, terdiri dari item yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan darah dan/atau cairan tubuh.
2. Biru muda, untuk limbah untuk laboratorium /mikrobiologi.
3) Kuning, limbah yang sangat menular atau item dengan infeksi
tinggi atau yang terkontaminasi. Ini termasuk jaringan tubuh
manusia, alat kesehatan, dan kotak sampah benda tajam.
4) Merah, limbah kimia (Infection Control Team, 2015; Wigglesworh,
2014)
2. Penanganan
Penanganan sampah dari masing-masing sumber dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1) Wadah tidak boleh penuh atau luber. Bila wadah sudah terisi

¾

bagian maka segera dibawa ke tempat pembuangan akhir
2) Wadah berupa kantong plastik dapat diikat rapat pada saat akan
diangkut, dan dibuang berikut wadahnya

Universitas Sumatera Utara

22

3) Pengumpulan sampah dari ruang perawatan atau pengobatan harus
tetap pada wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta
sampah) yang terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya kontaminasi disekitarnya dan mengurangi resiko
kecelakaan terhadap petugas, pasien, dan pengunjung
4) Petugas yang menangani harus selalu menggunakan sarung tangan
dan sepatu, serta harus mencuci tangan dengan sabun setiap selesai
mengambil sampah.
3. Penampungan sementara
Pewadahan sementara sangat diperlukan sebelum sampah
dibuang. Syarat yang harus dipenuhi wadah sementara yaitu :
1) Ditempatkan pada daerah ynag mudah dijangkau petugas, pasien
dan pengunjung
2) Harus bertutup dan kedap air serta tidak mudah bocor agar
terhindar dari jangkauan serangga, tikus, dan binatang lainnya
3) Hanya bersifat sementara dan tidak boleh lebih dari satu hari.
4. Pembuangan/Pemusnahan
Seluruh sampah yang dihasilkan pada akhirnya harus dilakukan
pembuangan atau pemusnahan. System pemusnahan yang dianjurkan
adalah dengan pembakaran. Pembakaran dengan suhu tinggi akan
membunuh mikroorganismedan mengurangi sampai sampai 90%.

Universitas Sumatera Utara

23

2.1.10. Perawatan Peralatan Pasien
Perawatan peralatan yang digunakan pada pasien/klien bisa
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekret, dan eksresi selama
pemberian perawatan dan harus dikelola dengan tepat untuk membatasi
resiko kontaminasi dengan mikroorganisme. Untuk keperluan pedoman
ini, peralatan perawatan harus item yang non invasif dan dapat digunakan
kembali misalnya stetoskop, infuse pumps, drip stands, dan termometer
(Clinical Govermance, 2013).
Perawatan perlatan pasien diklasifikasikan sebagai berikut (Infection
Control Team, 2015) :

1) Alat sekali pakai, yaitu peralatan yang digunakan sekali pada satu
pasien dan jika sudah digunakan segera dibuang. Jangan gunakan
kembali meskipun pasien yang sama
1.1. Needles

dan

syringes

adalah

alat

sekali

pakai.

Tidak

diperbolehkan digunakan untuk lebih dari satu pasien atau
digunakan kembali untuk memasukkan obat
1.2. Jangan pernah memberi obat dari satu botol intravena untuk
beberapa pasien
2) Single patient use, yaitu peralatan yang dapat digunakan kembali pada
pasien yang sama
3) Reusable invasive equipment, yaitu peralatan sekali pakai yang
kemudian harus didesinfeksi, misalnya alat bedah

Universitas Sumatera Utara

24

4) Reusable non-invasive equipment, yaitu peralatan yang bisa dipakai
lebih dari satu pasien namun harus selalu didesinfeksi sebelum
digunakan kembali, misalnya commode, dan patient transfer trolley
Perawatan

peralatan

pasien

menurut

Kemenkes

RI

(2012)

disebutkan, sebagai berikut:
1) Bersihkan dan sterilkan peralatan kritis sebelum digunakan
2) Bersihkan dan sterilkan peralatan semi kritis sebelum digunakan
3) Biarkan pembungkus alat mengering di sterilisator sebelum ditangani
untuk menghindari kontaminasi
4) Area pemrosesan intrumen meliputi area penerimaan, pembersihan dan
desinfeksi, persiapan dan pembungkusan, sterilisasi dan penyimpanan
5) Gunakan alat pembersih otomatis (Ultrasonic cleaner atau washerdesinfector )

6) Pakai sarung tangan rumah tangga untuk membersihkan instrumen dan
prosedur desinfeksi
7) Pakai APD selama melakukan pembersihan peralatan
8) Gunakan system container atau pembungkus yang cocok dengan tipe
proses sterilisasi yang digunakan
9) Sebelum instrumen kritis dan semi kritis disterilisasi, periksa
kebersihan instrument, kemudian bungkus atau tempatkan insrumen
dalam kontainer yang tepat untuk mempertahankan kesterilan selama
penyimpanan
10) Jangan sterilisasi alat implant tanpa dibungkus

Universitas Sumatera Utara