Proporsi Infeksi Opportunistik Pada Penderita HIV/AIDS Di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010

(1)

PROPORSI INFEKSI OPPORTUNISTIK PADA PENDERITA

HIV/AIDS DI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010

Oleh:

ULI ELONA

080100039

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PROPORSI INFEKSI OPPORTUNISTIK PADA PENDERITA

HIV/AIDS DI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010

Nama : ULI ELONA

NIM : 080100039

Pembimbing Penguji

(dr. Donna Partogi, Sp. KK) (dr. Isti Ilmiati Fujiati,Msc,CMFM) NIP: 197201032005012001 NIP. 196705271999032001

(dr. Mistar Ritonga, Sp. F) NIP. 195204081989031001

Medan, Desember 2011 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 19540220 198011 1 001


(3)

ABSTRAK

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunokompeten, karena itu infeksi oportunistik bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Perjalan menuju infeksi oportunistik pada pengidap HIV sangat ditentukan oleh mekanisme regulasi imun pada tubuh pengidap HIV. Pola infeksi oportunistik di berbagai negara dapat berbeda.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi adalah data sekunder penderita HIV/AIDS yang diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

Hasil penelitian ditemukan kelompok terbanyak infeksi oportunistik adalah jamur 250 orang (63,29%); laki-laki 198 orang (79,20%), perempuan 52 orang (20,80%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%); laki-laki 72 orang (83,72%) dan perempuan 14 orang (16,27%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%); laki-laki 43 orang (82,70%), perempuan 9 orang (17,30%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%); laki-laki 3 orang (42,85%), perempuan 4 orang (57,15%).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, masyarakat, dan khususnya seluruh instansi yang terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, baik lembaga pemerintahan maupun lembaga independen sehingga dapat menekan angka sebaran infeksi oportunistik dan HIV/AIDS.


(4)

ABSTRACT

The main cause of mortality and morbidity in patients with late stage HIV infection are opportunistic infections, which are severe infections caused by agents that rarely cause serious illness in immunocompetent individuals, therefore opportunistic infections can be caused by non-pathogenic organisms. The path towards the occurrence of opportunistic infections in HIV patients is determined by the immune regulatory mechanisms in the host. The types of opportunistic infections can differ in different countries.

This is a descriptive study aimed to find out the prevalence of opportunistic infections in HIV/AIDS patients. The study approach used is cross-sectional. The subject population is the secondary data of HIV/AIDS patients during the year 2010, obtained from the Voluntary Counseling Test (VCT) clinic of Haji Adam Malik Hospital.

The results of this study showed that out of the study population, 250 subjects (63,29%) had fungal opportunistic infection; 198 (79,20%) were male and 52(20,80%) were female. 86 subjects (21,77%) were those with bacterial opportunistic infections, with 72 (83,72%) being male and 14 (16,27%) were female. 52 (13,16%) had parasitic opportunistic infections, 43 (82,70%) of them were male, and 9 (17,30%) were female. The group with the lowest number is that of the virus parasitic infections, with a number of 7 subjects (1,77%), 3 of them (42,85%) being male and 4 (57,15%) female.

The results of this study will hopefully be useful for the researched, the public and specifically institutes related to the management of HIV/AIDS in Indonesia, be it a governmental institute or privately run establishment so that the spreading of opportunistic infections and HIV/AIDS can be reduced.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Laporan hasil penelitian ini berjudul “Proporsi Infeksi Opportunistik pada Penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010”. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Donna Partogi, Sp. KK, selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang telah diluangkan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. dr. Isti Ilmiati Fujiati, Msc, CMFM dan dr. Mistar Ritonga, Sp. F selaku dosen penguji proposal dan laporan hasil penelitian, yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan karya tulis ini.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical Education Unit (MEU) yang telah dengan sabar memberi arahan dalam berjalannya penelitian ini.

5. Kepada dr. Tambar Kembaren, Sp. PD selaku ketua divisi serta seluruh staf Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan, yang telah membantu dalam hal pengambilan data bagi penelitian.

6. Teristimewa kedua orang tua terbaik yang pernah ada : Nurdin Z. dan Rohana Y. Sitompul. Terima kasih tiada tara penulis persembahkan untuk doa yang tiada hentinya, dukungan baik moril maupun materil, nasehat,


(6)

kasih sayang, cinta, perhatian, dan pengorbanan serta motivasi yang tulus untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Kepada saudari-saudari tercinta: Eka Nurdian, Lia Melvina, dan Oni Hardina. Terima kasih untuk dukungan serta doa yang telah diberikan. 8. Sahabat-sahabat terbaikku: Pigamitha M.S, Suci H. Asri, dan Yunita

Manurung, serta Hilda Syaf’aini, Safrina Susanna, dan Sri W. Marbun, Tika Ardilla yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan bantuan selama mengikuti pendidikan dan melaksanakan penelitian ini.

9. Teman-teman seperjuangan yang telah mendukung dan membantu penulis serta selalu bersama-sama dalam satu bimbingan: Yusda Rahayu dan Abdurrahman Boerhanuddin serta teman-teman stambuk 2008 FK USU, yang tak dapat penulis lupakan.

10.Pihak-Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian.

Penulis haturkan maaf, jika ada kekurangan dalam penyusunan laporan hasil penelitian penelitian dan harapan adanya kritik serta saran dari pembaca. Akhir kata, besar harapan penulis semoga laporan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi kemajuan pendidikan kita.

Medan, Juni 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 HIV/AIDS ... 4

2.1.1 Epidemiologi ... 4

2.1.2 Dasar Virologi dan Infeksi HIV ... 7

2.1.3 Transmisi Infeksi HIV ... 9

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi HIV ... 10

2.1.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Infeksi HIV/AIDS ... 14

2.1.6 Penatalaksanaan Klinis Infeksi HIV/AIDS ... 16

2.2 Infeksi Opportunistik dan HIV/AIDS ... 17

2.2.1 Patogen Penyebab ... 18


(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep Penelitian ... 28

3.2Defenisi Operasional ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian ... 30

4.2Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

4.3Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

4.4Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5Metode Pengolahan Data ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 33

5.2 Pembahasan ... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan ... 42

6.2Saran ... 42


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Rekapitulasi Global Epidemi AIDS 4

2.2. Epidemiologi HIV/AIDS di Asia 5

2.3. Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV Tahun 2006 6

2.4. Antigen Mayor HIV, Tipe-1 8

2.5. Gejala Mayor dan Minor pada Pasien HIV & AIDS 14 2.6. Klasifikasi klinis dan CD4 orang dewasa menurut CDC 15 2.7. Rekomendasi memulai terapi antiretroviral penderita

dewasa menurut WHO (2006). 17

2.8. Pola Infeksi Oportunistik di RS Ciptomangunkusumo

(n=698) 18

2.9. Penyebab Infeksi Oportunistik pada AIDS,

Sumber dan Transmisinya 19

2.10. Diagnosis Banding Gambaran Rontgen Toraks 24 2.11. Diagnosis Banding Penyakit Sistem Saraf dan Mata 24 3.1. Infeksi Oportunistik/Kondisi yang Sesuai dengan

Kriteria Diagnosis AIDS 29

3.2. Karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi

oportunistik berdasarkan demografi 29 5.1. Distribusi sampel Infeksi Oportunistik dan

Tidak Infeksi Oportunistik 34

5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Infeksi Oportunistik 35 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme

Infeksi Oportunistik 36

5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia 37


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagnosis Infeksi HIV pada dewasa dan remaja dilihat dari perilaku sex dan kategori transmisi,

2009–40 negara dan 5 area dependen Amerika Serikat. 5

2.2. Peta genome dari Lentivirus 7

2.3. Poin potensial dari intervensi pada siklus hidup HIV 8

2.4. Patogenesis HIV 11

2.5. Patofisiologi HIV 12

2.6. Gambaran waktu CD4 T-cell dan perubahan

perkembangan virus berkesinambungan pada infeksi HIV

yang tidak diterapi. 13

3.1. Kerangka konsep penelitian gambaran infeksi

opportunistik pada penderita HIV/AIDS. 28 5.1. Grafik Distribusi Sampel Infeksi Oportunistik dan

Tidak Infeksi Oportunistik 34

5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup 48

2. Master Data Penelitian 49

3. Surat Ethical Clearence 54


(12)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS acquired immunodeficiency syndrome ARV antiretroviral

ART antiretroviral therapy, terapi antiretroviral CD4 cluster of differentiation 4

CDC Center for Disease Control and Prevention CMV cytomegalovirus, sitomegalovirus

CT computerized tomography (scanning), tomografi terkomputerisasi (pemindaian)

EBV Epstein-Barr virus EIA electroimmunoassay

ELISA enzyme-linked immunoadsorbent assay

ERCP endoscopic retrograde cholangiopancreatography

env envelope

gag group-specific antigen/core gp glycoprotein, glikoprotein

HAART highly active antiretroviral therapy, terapi antiretrovirus yang sangat aktif

HBV hepatitis-B virus, virus hepatitis B HCV hepatitis-C virus, virus hepatitis C HHV-8 human herpes virus type 8

HIV human immunodefficiency virus, virus imunodefisiensi manusia

HIVAN HIV – associated nephropathy, nefropfati terkait HIV HLA human leukocyte antigen

IDU injection drug user, pengguna obat suntik ITP idiopathic thrombocytopenia purpura, purpura

trombositopenik idiopatik

KS Kaposis’s sarcoma, sarkoma Kaposi MAC mycobacterium avium complex


(13)

MAI mycobacterium avium intercelluler

MRI magnetic resonance imaging, pencitraan resonansi magnetik MTB mycobacterium tuberculosis, mikobakterium tuberkulosis NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya

NHL non-Hodgkin lymphoma, limfoma non-Hodgkin OCP oral contraceptive pill, pil kontrasepsi oral ODHA Orang dengan HIV/AIDS

OI opportunistic infection, infeksi oprtunistik PCP Pneumocystic carinii pneumonia

PCNSL primary CNS lymphoma

PMFL progressive multifocal leucoencephalopathy pol polymerase, polimerase

Pusyansus VCT Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test RT reverse transcriptase

SPSS Statistical Package for Social Science

UNAIDS United Nations Joint Programme for HIV/AIDS UPIPI Unit Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi VZV varicella-zoster virus

WB Western blot


(14)

ABSTRAK

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunokompeten, karena itu infeksi oportunistik bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Perjalan menuju infeksi oportunistik pada pengidap HIV sangat ditentukan oleh mekanisme regulasi imun pada tubuh pengidap HIV. Pola infeksi oportunistik di berbagai negara dapat berbeda.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi adalah data sekunder penderita HIV/AIDS yang diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

Hasil penelitian ditemukan kelompok terbanyak infeksi oportunistik adalah jamur 250 orang (63,29%); laki-laki 198 orang (79,20%), perempuan 52 orang (20,80%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%); laki-laki 72 orang (83,72%) dan perempuan 14 orang (16,27%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%); laki-laki 43 orang (82,70%), perempuan 9 orang (17,30%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%); laki-laki 3 orang (42,85%), perempuan 4 orang (57,15%).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, masyarakat, dan khususnya seluruh instansi yang terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, baik lembaga pemerintahan maupun lembaga independen sehingga dapat menekan angka sebaran infeksi oportunistik dan HIV/AIDS.


(15)

ABSTRACT

The main cause of mortality and morbidity in patients with late stage HIV infection are opportunistic infections, which are severe infections caused by agents that rarely cause serious illness in immunocompetent individuals, therefore opportunistic infections can be caused by non-pathogenic organisms. The path towards the occurrence of opportunistic infections in HIV patients is determined by the immune regulatory mechanisms in the host. The types of opportunistic infections can differ in different countries.

This is a descriptive study aimed to find out the prevalence of opportunistic infections in HIV/AIDS patients. The study approach used is cross-sectional. The subject population is the secondary data of HIV/AIDS patients during the year 2010, obtained from the Voluntary Counseling Test (VCT) clinic of Haji Adam Malik Hospital.

The results of this study showed that out of the study population, 250 subjects (63,29%) had fungal opportunistic infection; 198 (79,20%) were male and 52(20,80%) were female. 86 subjects (21,77%) were those with bacterial opportunistic infections, with 72 (83,72%) being male and 14 (16,27%) were female. 52 (13,16%) had parasitic opportunistic infections, 43 (82,70%) of them were male, and 9 (17,30%) were female. The group with the lowest number is that of the virus parasitic infections, with a number of 7 subjects (1,77%), 3 of them (42,85%) being male and 4 (57,15%) female.

The results of this study will hopefully be useful for the researched, the public and specifically institutes related to the management of HIV/AIDS in Indonesia, be it a governmental institute or privately run establishment so that the spreading of opportunistic infections and HIV/AIDS can be reduced.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan Tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV (Budimulja, 2008). Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 dan disebabkan oleh human immunodefficiency virus (HIV-1) (Mandal, 2008). Pada tanggal 5 Juni 1981, The Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) mengetangahkansebuah artikel mengenai tercatatnya lima kasus pneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada pria homoseksual di California (Nasronudin, 2007). Pada dua dekade selanjutnya, AIDS tumbuh menjadi penyebab utama kedua beban penyakit di seluruh dunia dan menjadi penyebab utama kematian di Afrika. Virusnya merupakan utama retrovirus RNA dari famili lentivirus. Virus hampir dipastikan berasal dari virus primata yang mempunyai kekerabatan sangat erat (Mandal, 2008). Retrovirus mengkodekan sebaliknya transkriptase (RNA-dependen DNA polimerase) yang menyalin genome menjadi DNA rantai ganda, sehingga terintegrasi pada sel genome pejamu (Drew, 2001).

Infeksi HIV didapati pada setengah grup risiko tinggi: (1) pria yang homoseksual dan biseksual berjumlah lebih dari 60% kasus AIDS di Amerika Serika. (2) penyalahguna obat intravena berjumlah sekitar 15% kasus. (3) perempuan heteroseksual yang berhubungan dengan pria biseksual dan penyalahguna obat intravena berjumlah kurang dari 10% di Amerika Serikat, tetapi proporsi kasus ini meningkat cepat (hampir 50% kasus baru di semua area). (4) pasien-pasien dengan transfusi produk darah–kebanyakan pada penderita hemofilia dan bayi–diperkirakan mencapai 2% (Lange, 2001).

Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum memang masih rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic), yaitu adanya


(17)

prevalensi epidemik lebih dari 5% pada sub populasi tertentu misalnya penjaja seks dan penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya) (Depkes RI, 2006). Surveilans pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan infeksi HIV/AIDS pada masyarakat umum. Persentase kantung darah yang dinyatakan tercemar HIV adalah 0,002% pada periode 1992/1993, 0,003 pada periode 1994/1995, 0,004 pada periode 1998/1999 dan 0,016 pada tahun 2000 (Djoerban, 2007).

Tingginya tingkat keseriusan dan kematian penderita HIV&AIDS disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor adalah penatalaksanaan pada penderita yang masih kurang tepat, termasuk terlambatnya diagnostik infeksi oportunistik. Padahal infeksi oportunistik inilah yang sering mengantarkan ke arah kematian penderita AIDS. Tidak seperti di negara-negara lain yang sudah maju, para pengidap HIV di Indonesia cenderung mudah jatuh ke stadium AIDS oleh karena mengalami infeki oportunistik. Hal ini dimungkinkan karena pengidap HIV di Indonesia umumnya tinggal dan hidup berdampingan dengan angka kejadian infeksi lain yang masih tinggi. Berbagai infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita HIV&AIDS di Indonesia adalah toksoplasmosis, sepsis, pneumonia, pneumoniakistik karinii, tunerkulosis paru, hepatitis B, hepatitis C, infeksi virus sitomegalo, diare kronis, kandidiasis oroesofageal, dan berbagai manifestasi infeksi pada kulit (Nasronudin, 2007).

Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk timbul pada kondisi-kondisis tertentu yang memungkinkan, karena itu IO bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Pola infeksi oportunistik di berbagai negara dapat berbeda. Di Amerika serikat infeksi oportunistik yang sering dijumpai adalah PCP (Pneumocystic carinii Pneumonia) namun di Indonesia infeksi oportunistik yang sering dijumpai adalah infeksi jamur saluran cerna dan TB (Merati, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut gambaran infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.


(18)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana proporsi infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui proporsi infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui proporsi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik berdasarkan demografi, yaitu jenis kelamin. 2. Mengetahui proporsi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan

infeksi oportunistik berdasarkan demografi, yaitu umur.

3. Mengetahui prooporsi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik berdasarkan demografi, yaitu pekerjaan.

4. Mengetahui proporsi infeksi opportunistik bakteri, virus, jamur, dan parasit pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi proporsi infeksi opportunistik pada penderita

HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

2. Dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang proporsi infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.3 HIV/AIDS

2.3.1 Epidemiologi 1. Situasi Global

Berbagai aspek budaya, sosial, dan perilaku yang berbeda menentukan karakteristik penyakit HIV di setiap daerah. Angka seroprevalensi di antara pengguna obat suntik sangat bervariasi di seluruh dunia, namun epidemi terkini terjadi di Eropa bagian timur, Rusia, dan India bagian utara (Mandal, 2008).

Tabel 2.1. Rekapitulasi Global Epidemi AIDS Jumlah orang yang hidup dengan HIV tahun 2008 Total 33,4 juta [31,1 juta-35,8 juta] Dewasa 31.3 juta [29,2 juta-33,7 juta] Wanita 15,7 juta [14,2 juta-17,2 juta] Anak < 15 tahun 2,1 juta [1,2 juta-2,9 juta] Orang yang baru terinfeksi HIV tahun 2008 Total 2,7 juta [2,4 juta- 3,0 juta] Dewasa 2,3 juta [2,0 juta-2,5 juta] Anak < 15 tahun 430.000 [240.000-610.000] AIDS-dengan kematian tahun 2008

Total 2,0 juta [1,7 juta-2,4 juta] Dewasa 1,7 juta [1,4 juta-2,1 juta] Anak < 15 tahun 280.000 [150.000-410.000]

Catatan: jarak estimasi pada tabel dibagi batas jumlah yang aktual, berdasarkan informasi terbaik yang tersedia.


(20)

Gambar 2.1. Diagnosis Infeksi HIV pada dewasa dan remaja dilhat dari perilaku sex dan kategori transmisi, 2009–40 negara

dan 5 area dependen Amerika Serikat. Sumber: CDC, 2009

Tabel 2.2. Epidemiologi HIV/AIDS di Asia Jumlah orang

yang hidup dengan HIV

2008: 4,7 juta [3,8 juta-5,5 juta]

2001: 4,5 juta [3,8 juta-5,2 juta] Jumlah Infeksi

baru HIV

2008: 350.000 [270.000-410.000]

2001: 400.000 [310.000-480.000] Jumlah anak yang

baru terinfeksi

2008: 21.000 [13.000-29.000]

2001: 33.000 [18.000-49.000] Jumlah kematian

terkait AIDS

2008: 330.000 [260.000-400.000]

2001: 280.000 [230.000-340.000] Sumber: UNAIDS dan WHO, 2009

2. Situasi Nasional

Sejak ditemukannya kasus AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987, perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia datri tahun ke tahun secara kumulatif cenderung meningkat.


(21)

Pada tahun 2006 Ditjen PP & PL Depkes RI mengadakan kegiatan estimasi populasi rawan tertular HIV dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 2.3. Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV Tahun 2006

No. Kelompok Rawan Terinfeksi HIV Estimasi Jumlah ODHA 1. Penyalahguna NAPZA suntik (IDU) 90.000 2. Non-IDU partner dari IDU 12.810 3. Wanita Penjaja Seks (WPS) 8.910

4. Pelanggan WPS 28.340

5. Pasangan pelanggan WPS 5.200 6. Laki-laki Suka Laki-laki (LSL) 9.160

7. Waria 3.760

8. Pelanggan waria 2.230

9. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)

5.190

10. Umum 27.470

Total 193.070

Sumber: Depertemen Kesehatan RI, 2006

Pada April 2009, jumlah penderita HIV dan AIDS di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 1680 (AIDS 872+HIV808), dengan kasus terbanyak pada kota Medan dengan jumlah 581 penderita AIDS dan HIV 600 orang, menyusul Deli Serdang berjumlah 142 (HIV 76+AIDS 66) penderita. Jumlah penderita AIDS yang meninggal di Provinsi Sumatera Utara yang dilaporkan berjumlah 124 orang sampai dengan April 2009 (KPA Provinsi Sumatera Utara, 2009).


(22)

2.3.2 Dasar Virologi dan Infeksi HIV 1. Struktur Genomik HIV

Acquired immune defficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immmunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban, 2007). HIV adalah retrovirus, anggota genus Lentivirus, dan menunjukkan banyak gambaran fisikomia yang merupakan ciri khas famili. Genom RNA lentivirus lebih kompleks daripada genom RNA Retrovirus yang bertransformasi. Virus mengandung tiga gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus – gag, pol, dan env (Brooks, 2004.)

Gambar 2.2. Peta genome dari Lentivirus Sumber: Osmand, 2002

Virion HIV-1 berbentuk icosahedral dan memiliki ujun tajam eksternal sebanyak 72. Lebih kompleks dibandingkan HTLV-1 dan HTLV-2. Produk gen dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Winn, 2006).


(23)

Tabel 2.4. Antigen Mayor HIV, Tipe-1

Gen Produk Gen

Group-specific antigen/core (GAG)

P(protein) 18, p24, p55

Polymerase (POL) P31, P51, P666 Envelope (ENV) Gp (glycoprotein)41,

gp120, gp160 Sumber: Winn, 2006

2. Siklus Hidup HIV dan Internalisasi HIV ke Sel Target

HIV merupakan retrovirus obligat intraselular dengan replikasi sepenuhnya di dalam sel host. Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120 pada selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan membran sel target (kebanyakan limfosit T-CD4+). Sel target utama adalah sel yang mempu mengekspresikan reseptor CD4 (astrosit, mikroglia, monosit-makrofag, limfosit, Langerhan’s dendritik).

Gambar 2.3. Poin potensial dari intervensi pada siklus hidup HIV Sumber: University of Washington, 2004


(24)

2.3.3 Transmisi Infeksi HIV

1. Transmisi melalui kontak seksual

Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagian, cairan serviks. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis dan mudah robek, anus sering terjadi lesi.

2. Transmisi melalui darah atau produk darah

Transmisi dapat melalui hubungan seksual (terutama homseksual) dan dari suntikan darah yang terinfeksi atau produk darah (Asjö, 2002). Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang tercemar HIVakan mengalami infeksi. Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan risiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000 (Nasronudin, 2007). Pemeriksaan antibodi HIV pada donor darah sangat mengurangi transmisi melalui transfusi darah dan produk darah (contoh, konsentrasi faktor VIII yang digunakan untuk perawatan hemofolia) (Lange, 2001)

3. Transmisi secara vertikal

Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil , persalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%, sewaktu persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-20% (Nasronudin, 2007). Di mana alternatif yang layak tersedia, ibu-ibu positif HIV-1 tidak boleh menyusui bayinya karena ia dapat menambah penularan perinatal (Parks, 1996). Selama beberapa tahun terakhir, ditemukan bahwa penularan HIV perinatal dapat dikaitkan lebih akurat dengan pengukuran jumlah RNA-virus di dalam plasma.


(25)

Penularan vertikal lebih sering terjadi pada kelahiran preterm, terutama yang berkaitan dengan ketuban pecah dini (Cunningham, 2004).

4. Potensi transmisi melalui cairan tubuh lain

Walaupun air liur pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang terinfeksi, tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu bekerja bagi petugas kesehatan. Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air mata, keringat dan urin dapat merupakan media transmisi HIV (Nasronudin, 2007).

5. Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium

Berbagai penelitian multi institusi menyatakan bahwa risiko penularan HIV setelah kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang tercemar oleh darah seseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% sedangkan risiko penularan HIV ke membran mukosa atau kulit yang mengalami erosi adalah sekitara 0,09%. Di rumah sakit Dr. Sutomo dan rumah sakit swasta di Surabaya, terdapat 16 kasus kecelakaan kerja pada petugas kesehatan dalam 2 tahun terakhir. Pada evaluasi lebih lanjut tidak terbukti terpapar HIV (Nasronudin).

2.3.4 Patogenesis dan Patofisiologi HIV 1. Patogenesis

Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel CD4, yang memicu perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan pengikatan dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4). Setelah itu terjadi penyatuan pori yang dimediasi oleh gp41 (Mandal, 2008).


(26)

Gambar 2.4. Patofisiologi HIV Sumber: Castillo, 2005

Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi dari genom RNA oleh enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini merupakan proses yang sangar berpotensi mengalami kesalahan. Selanjutnya DNA ini ditranspor ke dalam nukleus dan terintegrasi secara acak di dalam genom sel pejamu. Virus yang terintegrasi diketahui sebagai DNA provirus. Pada aktivasi sel pejamu, RNA ditranskripsi dari cetakan DNA ini dan selanjutnya di translasi menyebabkan produksi protein virus. Poliprotein prekursor dipecah oleh protease virus menjadi enzim (misalnya reverse transcriptase dan protease) dan protein struktural. Hasil pecahan ini kemudian digunakan untuk menghasilkan partikel virus infeksius yang keluar dari permukaan sel dan bersatu dengan membran sel pejamu. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel yang belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut. Terdapat tiga grup (hampi semua infeksi adalah grup M) dan subtipe (grup B domina di Eropa) untuk HIV-1 (Mandal, 2008).


(27)

2. Patofisiologi

Karena peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit dan makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan atau melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS (Sherwood, 2001).

Gambar 2.5. Patogenesis HIV Sumber: Fauci, 2003

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3


(28)

tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun (Djoerban 2008).

Gambar 2.6. Gambaran waktu CD4 T-cell dan perubahan perkembangan virus berkesinambungan pada infeksi HIV yang

tidak diterapi. Sumber: Bennet, 2011

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari.


(29)

2.3.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Infeksi HIV/AIDS 1. Diagnosis

Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO dan atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor (Nasronudin, 2007).

Tabel 2.5. Gejala Mayor dan Minor pada Pasien HIV & AIDS Gejala Karekteristik

Mayor Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan Diare kroniks yang berlangsung lebih dari 1 bulan Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

Penurunan kesadaran dan ganggguan neurologis Ensefalopati HIV

Minor Batuk menetap lebih dari 1 bulan Dermatitis generalisata

Herpes zoster multisegmental berulang Kandidiasis orofaringeal

Herpes simpleks kroniks progresif Limfadenopati generalisata

Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita Retinitis oleh virus sitomegalo

Sumber: Nasronudin, 2007

Derajat berat infeksi HIV dapat ditentukan sesuai ketentuan WHO melalui stadium klinis pada orang dewasa serta klasifikasi klinis dan CD4 dari CDC (Nasronudin, 2007).


(30)

Klasifikasi Klinis dan CD4 (CDC)

Tabel 2.6. Klasifikasi klinis dan CD4 orang dewasa menurut CDC

Limfosit CD4 Kategori A (asimtomatis,

infeksi akut)

Kategori B

(simpto-matis)

Kate-gori C (AIDS)

>500 sel/mm3 A1 B1 C1

200-499 sel/mm3 A2 B2 C2

< 200 sel/mm3 A3 B3 C3

Sumber: Nasronudin, 2007

2. Pemeriksaan

Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya infeksi HIV. Salah satu cara penentuan serologi HIV yang dianjurkan adalah ELISA, mempunyai sensitivitas 93-98% dengan spesifitas 98-99%. Pemeriksaan serologi HIV sebaiknya dilakukan dengan 3 metode berbeda. Dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik Western blot (Nasronudin, 2007).

Tes serologi standar terdiri dari EIA dan diikuti konfirmasi WB. Melalui WB dapat ditentukan antibodi terhadap komponen protein HIV yang meliputi inti (p17, p24, p55), polimerase (p31, p51, p66), dan selubung (envelope) HIV (gp41, gp120, gp160). Bila memungkinkan pemeriksaan WB selalu dilakukan karena tes penapisan melalui EIA terdapat potensi false positif 2%. Interpretasi WB meliputi (Nasronudin, 2007):

a. Negatif: tidak ada bentukan pita

b. Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24

c. Indeterminate: terdapat berbagai pita tetapi tidak memenuhi kriteria hasil positif.


(31)

Akurasi pemeriksaan serologi standar (EIA dan WB atau immunoflourescent assay) sensitivitas dan spesifitasnya mencapai > 98%(Nasronudin, 2007).

2.3.6 Penatalaksanaan Klinis Infeksi HIV/AIDS

Penatalaksanaan penderita AIDS di UPIPI (Nasronudin, 2007) a) Penatalaksanaan Umum

Istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan mikronutrien untuk penderita HIV&AIDS, konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial, membiasakan gaya hidup sehat antara lain membiasakan senam seperti yang dilakukan di UPIPI.

b) Penatalaksanaan Khusus

Pemberian antiretroviral therapy (ART) kombinasi, terapi infeksi sekunder sesuai jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignansi.

Terapi Antiretroviral

Pemberian ARV tidak serta merta segera diberikan begitu saja pada penderita yang dicurigai, tetapi perlu menempuh langkah-langkah yang arif dan bijaksana, serta mempertimbangkan berbagai faktor; dokter telah memberikan penjelasan tentang manfaat, efek samping, resistensi dan tata cara penggunaan ARV; kesanggupan dan kepatuhan penderita mengkonsumsi obat dalam waktu yang tidak terbatas; serta saat yang tepat untuk memulai terapi ARV (Nasronudin, 2007).


(32)

Tabel 2.7. Rekomendasi memulai terapi antiretroviral penderita dewasa menurut WHO (2006).

Stadium Klinis WHO

Pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan

Pemeriksaan CD4 dapat dilakukan

I ARV belum direkomendasikan

Terapi bila CD4 <200 sel/ mm3

II ARV belum direkomendasikan

Mulai terapi bila CD4 <200 sel/mm3

III Mulai terapi ARV Pertimbangkan terapi bila CD4 <350 sel/mm3acd dan mulai ARV sebelum CD4 turun <200 sel/mm3 IV Mulai terapi ARV Terapi tanpa

mempertimbangkan jumlah CD4

Sumber: Nasronudin, 2007

2.4 Infeksi Opportunistik dan HIV/AIDS

Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunokompeten. Infeksi oportunistik biasanya tidak terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV hingga jumlah sel T CD4 turun dari kadar normal sekitar 1.000 sel/µ l menjadi kurang dari 200 sel/ µ l. Ketika pengobatan terhadap beberapa patogen oportunistik umum terbentuk dan penatalaksanaan pasien AIDS memungkinkan ketahanan yang lebih lama, spektrum infeksi oportunistik mengalami perubahan (Brooks, 2004).


(33)

Tabel 2.8. Pola Infeksi Oportunistik di RS Ciptomangunkusumo (n=698)

Infeksi Oportunistik %

Kandidiasis (orafaring, esofagus) 40

TBC paru 37,1

Diare kronik 27,1

Pneumonia bakteri 16,7

Toksoplasma ensefalitis 12

TBC luar paru 11,8

Herpes Zoster 6,3

Sumber: Merati, 2007 2.4.1 Patogen Penyebab

Pada infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) , tubuh secara gradual akan mengalami penurunan imunitas akibat penurunan jumlah dan fungsi limfosit CD4. Pada keadaan di mana jumlah dan fungsi limfosit CD4. Pada keadaan di mana jumlah limfosit CD4 <200/ml atau kurang, sering terjadi gejala penyakit indikator AIDS. Spektrum infeksi yang terjadi pada keadaan imunitas tubuh menurun pada infeksi HIV ini disebut infeksi oportunistik (Merati, 2007).

Perjalan menuju infeksi oportunistik pada pengidap HIV sangat ditentukan oleh mekanisme regulasi imun pada tubuh pengidap HIV tersebut. Regulasi imun ternyata dikendalikan oleh faktor genetik, imunogenetika, salah satunya adalah sistem HLA yang pada setiap individu akan menunjukkan ekspresi yang karakteristik. Pada awal masuknya HIV ke dalam tubuh manusia, mekanisme respon imun yang terjadi adalah up regulation, tetapi lambat laun akan terjadi down regulation karena kegagalan dalam mekanisme adaptasi dan terjadi exhausted dari sistem imun. Keadaan ini menyebabkan tubuh pengidap HIV menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik (Nasronudin, 2007).


(34)

Organisme penyebab IO adalah organisme yang merupakan flora normal, maupun organisme patogen yang terdapat secara laten dalam tubuh yang kemudian mengalami reaktivasi. Spektrum IO pada defisiensi imun akibat HIV secara umum mempunyai pola tertentu dibandingkan IO pada defisiensi imun lainnya. Namun ada gambaran IO yang spesifik untuk beberapa daerah tertentu. Semakin menurun jumlah limfosit CD4 semakin berat manifestasi IO dan semakin sulit mengobati, bahkan sering mengakibatkan kematian. Pegobatan dengan antiretroviral (ARV) dapat menekan replikasi HIV, sehingga jumlah limfosit CD4 relatif stabil dalam jangka waktu panjang, dan keadaan ini mencegah timbulnya infeksi oportunistik. Organisme yang sering menyebabkan IO terdapat di lingkungan hidup kita yang terdekat, seperti air, tanah, atau organisme tersebut memang berada dalam tubuh kita pada keadaan normal, atau tinggal secara laten lalu mengalami reaktivasi (Merati, 2007).

Tabel 2.9. Penyebab Infeksi Oportunistik pada AIDS, Sumber dan Transmisinya

Organisme Sumber Cara

Transmisi

Penularan Orang ke

Orang Bakteria

1. MTB Reaktivasi endogen, orang sakit

inhalasi Ya

2. MAC Air, tanah Inhalasi,

ingestion

Tidak

3. Salmonella Air, tanah ingestion Tidak Virus

1. Hepers Simpleks

Reaktivasi endogen, orang sakit


(35)

2. Herpes Zozter Reaktivasi endogen, orang sakit

Tidak tentu Tidak tentu

3. CMV Reaktivasi endogen, orang sakit

Seksual, darah

Ya

4. EBV Reaktivasi endogen, orang sakit Inhalasi/in-gestion? Ya Parasit 1. Pneumocys-tisca carinii Reaktivasi endogen, orang sakit

Inhalasi Mungkin

2. Toksoplas-ma Gondii

Reaktivasi endogen, orang sakit

Ingestion Tidak

3. Mikrospori-dia Air, orang/binatang terinfeksi Ya 4. Cryptospori-dia

Air, orang/binatang terinfeksi

Ya

Jamur

1. Kandida Air, tanah Tidak tentu Tidak 2. Kriptokokkus

Neoforman

Tanah, kotoran burung/ binatang

Inhalasi Tidak

3. Aspergillus Tanah Inhalasi Tidak 4. Histoplasma

Capsulatum

Air, tanah Inhalasi/ing -estion

Tidak

5. Coccidioido immitis

Air, tanah Inhalasi/ing -estion

Tidak

Sumber: Merati, 2007

1. Penyakit kulit dan mulut

Pasien-pasien yang menderita AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) mengalami peningkatan risiko terjadinya sejumlah kelainan mukokutan, yaitu (Brown, 2005): a. Kandiasis mulut yang meluas ke dalam esofagus


(36)

b. “leukoplakia berambut” di mulut–terdapat kerutan-kerutan putih pada bagian tepi lidah yang disebabkan oleh virus Epstein-Barr.

c. Infeksi stafilokokus, herpes zoster, moluskum kontangiosum, dan infeksi jamur dermatofit lebih mudah timbul pada pasien-pasien AIDS.

d. Serangan herpes simpleks terjadi lebih sering dan lebih hebat, dan lesi-lesi bisa menjadi kronis.

e. Sarkoma Kaposi: suatu tumor yang dianggap berasal dari enotel pembuluh darah dan ada hubungannya dengan infeksi human herpes virus type 8 (HHV-8). Lesi biasanya multipel, dan dapat timbul pada bagian manapun di kulit, begitu pula pada bagian organ-organ dalam. Kelainan ini jarang menyebabkan kematian pada pasien AIDS, yang biasanya meninggal akibat terjadinya infeksi yang menyertainya. Merupakan tumor yang radiosensitif.

f. Psoriasis yang sudah ada sebelumnya pada pasien AIDS dapat menjadi lebih hebat dan ekstensif.

g. Angiomatosis basiler. Lesi ini disebabkan oleh basil Bartonella henselae.

h. Angiomatosis basiler. Lesi ini disebabkan oleh basil Bartonella henselae. Lesi yang seperti angioma ini terjadi pada kulit, mukosa, dan organ dalam. Kelainan ini dapat diobati dengan eritromisin.

i. Kelainan-kelainan terkait obat. Obat-obat antiretrovirus yang saat ini digunakan secara luas untuk mengobati infeksi HIV dapat menyebabkan timbulnya bercak-bercak pada kulit dan terjadinya pigmentasi pada kuku.

j. Infeksi varicella-zoster virus (VZV) dapat menjadi buruk, kronis, dan dapat menjadi komplikasi infeksi parenkim, superinfeksi bakterial, dan kematian. Dengan peningkatan


(37)

imunodefisiensi, infeksi VZV memiliki tampilan klinis seperti lesi verukus dermatom kronik; satu atau lebih nyeri ulkus kronik tau lesi ektimatus, ulkus, atau nodulmenyerupai karsinoma sel basal atau karsinoma sel squamos. Herpes zoster dapat rekuren pada dermatom yang sama atau dermatom-dermatom lainnya (Fitzpatrick, 2001).

2. Penyakit Gastrointestinal

Penyakit terkait HIV seringkali melibatkan saluran gastrointestinal (GI). Penurunan berat badan dan selera makan merupakan gejala umum apapun patologinya (Mandal, 2008).

a. Penyakit esofagus biasanya timbul dengan keluhan nyeri saat menelan dan disfagia. Kandidiasis merupakan penyebab 80% kasus (terjadi pada 30% pasien dengan OCP). Plak pseudomembranosa tampak saat pemeriksaan barium meal sebagai defek pengisian (filling defects) dan saat endoskopi. b. Penyakit usus halus sering berhubungan dengan diare cair

bervolume banyak, nyeri perut dan malabsorpsi. Bila terdapat imunidefisiensi sedang (100-200 CD4 sel/mm3), Cryptosporidium, mikrosporidium, dan Giardia merupakan penyebab yang mungkin. Bila kadar CD4 <50 sel/mm3, Mycobacterium avium intercelluler (MAI) dan CMV merupakan diagnosis alternatif.

c. Penyakit usus besar timbul sebagai diare (sering berdarah) bervolume sedikit yang disertai dengan nyeri perut. Suatu patogen enterik bakterial standar mungkin berperan seperti Clostridium difficile. Kolitis CMV merupakan diagnosis penting pada pasien dengan hitung CD4 rendah yang terjadi pada hingga 5% pasien. Penegakan diagnosis diakukakn melalui endoskopi yang sering memperlihatkan ulkus dalam atau dangkal yang konfluen atau segmental, serta dengan


(38)

biopsi. Megakolon toksik, perdarahan, dan perforasi dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi.

3. Penyakit hepatobilier

a. Penyakit bilier dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi CMV, Crytosporidium, atau mikrosporidium dalam bentuk kolangitis sklerosans atau kolesistitis akalkulia. Manifestasinya adalah nyeri kuadran kanan atas, muntah, dan demam; ikterus jarang terjadi. Pada kolangitis sklerosans, peningkatan

fosfatase alkali dan γ-glutamil transferase serum biasanya mendahului timbulnya ikterus. Pencitraan ultra sonografi memperlihatkan pelebaran saluran empedu. Akan tetapi, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) penting untuk memperlihatkan gambaran menyerupai kabut intrahepatik dan ekstrahepatik yang khas untuk kolangitis sklerosans (Mandal, 2008).

b. Penyakit hati dapat disebabkan oleh koinfeksi dengan HBV atau HCV. Koinfeksi hepatitis B atau C menjadi masalah yang meningkat pada HIV. Pada kedua hepatitis tersebut, viremia lebih tinggi dan penyakit lebih agresif. Pada koinfeksi HBV, imunosupresi yang terlihat pada penyakit tahap lanjut dapat memberikan suatu perlindungan, karena kerusakan hepar diperantarai oleh sistem imun. Stimulan imun (interferon) dan antivirus (3TC, tenofovir) memiliki peran dalam pengobatan. Pada hepatitis C, respons terhadap inerferon dan ribavirin tidak sebaik pada orang yang HIV-negatif (Mandal, 2008).


(39)

4. Penyakit Paru

Lebih dari setengah pasien-pasien dengan HIV akan mengalami penyakit paru pada suatu waktu tertentu. Beberapa faktor mempengaruhi kemungkinan penyebabnya termasuk hitung CD4, etnis, dan usia, kelompok risiko, serta riwayat profilaksis PCP.

Tabel 2.10. Diagnosis Banding Gambaran Rontgen Toraks Gambaran Rontgen Penyebab Utama

Infiltrat difus Pneumonia pneumocystis carinii, tuberkulosis (milier), KS, NHL

Konsolidasi nodul/fokal

KS, tuberkulosis, NHL, pneumonia bakterial piogenik

Limfadenopati hilus Tuberkulosis, KS, NHL

Efusi pleura KS, tuberkulosis, pneumonia bakterial piogenik

KS, sarkoma Kaposi; NHL, limfoma non-Hodgkin. Sumber: Mandal, 2008

5. Penyakit sistem saraf/mata

Penyakit sistem saraf umum terjadi pada infeksi HIV. Kategori manifestasinya yang luas merupakan lesi desak ruang (spaceoccupying lesion), suatu penyakit demensia global, serta penyerta saraf radiks dan perifer (Mandal, 2008).

Tabel. 2.11. Diagnosis Banding Penyakit Sistem Saraf dan Mata Lokasi

Penyakit

Manifestasi Penyebab Utama

Otak Lesi desak ruang Toxoplasma, PCNSL, PMFL

Ensefalopati HIV, CMV


(40)

meningitis Cryptococcus

Medula spinalis Paraparesis spastic Mielopati vakuolar HIV

Radiks saraf Kelemahan/ baal pada tungkai, inkontinensia

CMV

Saraf perifer Nyeri, baal pada tungkai

HIV, obat-obatan (ddC, d4T, dll)

Retinitis Floater, defek

lapang pandang

CMV,

toksoplasmosis,

nekrosis retina (herpes simpleks,

VZV) Asimtomatik HIV

CMV, sitomegalovirus; PMFL, progressive multifocal leucoencephalopathy; PCNSL, primary CNS; VZV, virus varisela zoster.

Sumber: Mandal, 2008

6. Kondisi diseminata dan lain-lain

Dalam keadaan deplesi imun yang berat (CD4<50 sel/mm3), penyakit diseminata tidak jarang terjadi dan patogen OI multipel dapat diidentifikasi (misalnya MAI, CMV). Seringkali manifestasinya adalah gejala nonspesifik berupa demam dan penurunan berat badan dengan bukti anemia pada uji laboratorium. 1. Sumsum tulang. Anemia tidak jarang terjadi pada HIV tahap

lanjut. Penyebabnya banyak namun infiltrasi sumsum tulang (misalnya MAI, NHL), supresi sumsum tulang (ZDV), kehilangan darah (sarkoma Kaposi gastrointestinal), dan malabsorpsi (Cryptosporidium) adalah yang tersering.


(41)

Leukopenia biasanya terdapat pada keadaan penggantian sumsum tulang seperti di atas atau toksisitas obat. Limfopenia merupakan penanda untuk HIV dan fungsi imunologis. Trombositopenia dapat timbul pada awal (5-10%) dengan manifestasi yang serupa dengan ITP: responsnya terhadap imunoglobulin baik namun hanya jangka penek; pengobatan pilihan adalah HAART.

2. Mycobacterium avium-intercellulare merupakan mikobakterium lingkungan yang umumnya terdapat dalam air

dan makanan. Infeksi terjadi setelah kolonisasi slauran pernapasan dan gastrointestinal dalam sebagian besar kasus. Penyakit diseminata:

a. Hanya terjadi bila hitung CD4 < 50 sel/mm3.

b. Mengenai semua organ (terutama sistem retikuloendotelial) dengan infiltrasi masif organisme dan respons inflamasi minimal.

c. Timbul sebagai demam, berkeringat, penurunan berat badan, diare kronik, muntah dan nyeri perut; hepatosplenomegali dan limfadenopati biasa didapatkan pada pemeriksaan fisik. CT scan biasanya menunjukkan limfadenopati intraabdomen dan mediastinum.

2.4.2 Profilaksis untuk Infeksi Oportunistik

Penelitian yang sahih telah membuktikan efektifitas profilaksis kotrimoksasol dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan dari berbagai tingkat latar belakang resisten terhadap kotrimoksasol dan prevalensi malaria. Oleh karena itu dianjurkan bagi semua ODHA dewasa dan remaja yang memenuhi kriteria klinik dan imunitas untuk terapi ARV harus pula diberi profilaksis kotrimoksasol untuk mencegah serangan PCP dan toksoplasmosis (Depertemen Kesehatan, 2007).


(42)

Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan ODHA menjadi jauh lebih baik. Infeksi kriptoporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi lebih mudah ditangani. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo dan infeksi mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan (Djoerban, 2007).

Pemberian obat antiretroviral akan menekan jumlah HIV dalam darah sehingga penghancuran CD4 dapat dikurangi. Namun demikian kekebalan tubuh juga dapat menimbulkan sindrom imun rekonstitusi yaitu sindrom yang timbul akibat terjadinya proses radang setelah kekebalan tubuh pulih kembali. Sindrom ini dapat berupa demam, pembengkakan kelenjar limfe, batuk serta perburukan foto toraks. Sindrom ini sering terjadi pada pasien yang mengalami infeksi oportunistik TB namun juga dapat timbul pada infeksi oportunistik lain.


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini untuk mengetahui gambaran infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS.

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian gambaran infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS.

3.2.Defenisi Operasional

3.2.1. HIV/AIDS

Penderita HIV/AIDS adalah penderita HIV/AIDS yang datang berkunjung dan didiagnosis dokter, sesuai dengan yang tercatat dalam laporan Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.2.2. Infeksi Opportunistik

Penderita infeksi oportunistik adalah penderita HIV/AIDS yang memiliki infeksi oportunistik dan telah didiagnosis oleh dokter, sesuai dengan yang tercatat dalam laporan Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. Infeksi Opportunistik

Jenis Kelamin Umur Pekerjaan


(44)

Tabel 3.1. Infeksi Oportunistik/Kondisi yang Sesuai dengan Kriteria Diagnosis AIDS

No. Infeksi Oportunistik No. Infeksi Oportunistik 1. Tuberkulosis 7. Penicilliosis

2. Kandidiasis 8. Herpes zoster 3. Diare Cryptosporidia 9. Herpes genital 4. Meningitis Cryptocococal 10. Toxoplasmosis 5. Pneumocystis pneumonia 11. Hepatitis 6. Cytomegalovirus

Tabel 3.2. Karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik berdasarkan demografi.

Variabel Cara Pengukuran

Alat

Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Jenis

kelamin

Observasi Rekam medis

a. Laki-laki b. Perempuan

Nominal

Umur Observasi Rekam medis

a. < 20 tahun b. 20-39 tahun c. > 40 tahun

Interval

Pekerjaan Observasi Rekam medis

a. Wiraswasta b. Pegawai swasta c. PNS/TNI/Polisi d.

Petani/Pedaga-ng/ Nelayan e. Supir

f. IRT/Pensiunan/ tidak bekerja


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional, akan dilakukan pengumpulan data sekunder penderita HIV/AIDS yang diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini direncanakan bulan Agustus 2011 sampai bulan Oktober 2011.

4.3Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh penderita HIV/AIDS RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 yang telah didiagnosis dokter.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling seluruh penderita HIV/AIDS yang memiliki infeksi oportunistik di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 orang yang telah didiagnosis dokter.

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1) Kriteria Inklusi

a. Penderita Infeksi Oportunistik tahun 2010

b. Memiliki data lengkap karakteristik jenis kelamin, umur, dan pekerjaan.


(46)

c. Terdata pada arsip tahunan VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. 2) Kriteria Eksklusi

a. Data tidak lengkap.

4.4Metode Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti akan mengajukan permohonan izin pelaksana penelitian pada institusi pendidikan Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin yang diperoleh akan dikirim ke bagian diklat RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin, maka peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melihat data sekunder yaitu rekam medik pasien. Data ini diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.5Metode Analisis Data

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu.

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data, maka data tidak dapat dipakai atau dapat diminta konfirmasi ulang dengan pihak Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik.

2. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

3. Entri

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.


(47)

4. Cleaning Data

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis. 6. Analisis data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi, menggunakan program komputer. Jenis analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi.


(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Proses pengambilan data pada penelitian ini diambil pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel pada penelitian ini berjumlahkan 266 data Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. Berdasarkan data Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes NO. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ± 10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 km. 12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.


(49)

5.1.2 Deskripsi Karakteristik penderita Infeksi Oportunistik

Penelitian ini terdiri atas keseluruhan penderita Infeksi Oportunistik RSUP H. Adam Malik tahun 2010. Berikut merupakan sebaran penderita Infeksi Oportunistik berdasarkan keseluruhan penderita HIV RSUP H. Adam Malik tahun 2010.

Tabel 5.1 Distribusi sampel Infeksi Oportunistik dan Tidak Infeksi Oportunistik

Jenis Kelamin

Infeksi Oportunistik

Tidak Infeksi Oportunistik

Total

N % n % n %

Laki-laki 215 56,28 167 43,72 382 69,20 Perempuan 52 30,59 118 69,41 170 30,80 Total HIV 267 48,37 285 51,63 552 100

Berdasarkan tabel 5.1, kelompok menurut jenis kelamin distribusi terbanyak berada pada kelompok laki-laki sebanyak 382 orang (69,20%) yang menderita HIV diikuti dengan perempuan 170 orang (30,80%).

Gambar 5.1. Grafik Distribusi Sampel Infeksi Oportunistik dan Tidak Infeksi Oportunistik

0 50 100 150 200 250

IO Tidak IO

Chart Title

Laki-laki


(50)

Pada infeksi oportunistik dan bukan infeksi oportunistik, sebaran terbanyak berdasarkan jenis kelamin untuk jenis kelamin laki-laki terbanyak menderita Infeksi Oportunistik sejumlah 215 orang (56,28%), bukan infeksi oportunistik terbanyak oleh laki-laki 167 orang (43,72%). Persentase terendah oleh perempuan yang menderita infeksi oportunistik sejumlah 52 orang (30,59%) dan yang bukan infeksi oportunistik 118 orang (69,41%).

Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Infeksi Oportunistik

Infeksi Oportunistik

Laki-Laki Perempuan Total

N % N % n %

Tuberkulosis 72 83,72 14 16,27 86 21,77

Kandidiasis 188 78,67 51 21,33 239 60,50 Diare Cryptosporidia 38 80,85 9 19,45 47 11,90

Meningitis Cryptocococal - - -

Pneumocystis pneumonia 10 90,91 1 9,09 11 2,84

Cytomegalovirus - - -

Penicilliosis - - -

Herpes zooster - 3 100 3 0,76

Herpes genital - - -

Toxoplasmosis 5 100 - 5 1,26

Hepatitis 3 75 1 25 4 1,01

Total 316 80 79 20 395 100

Sebaran sampel berdasarkan tabel 5.2, infeksi oportunistik yang paling banyak diderita adalah Kandidiasi sebanyak 239 orang (60,50%), diikuti Tuberkulosis 86 orang (21,77%), kemudian diare Cryptosporidia sejumlah 47 orang (11,90%). Selanjutnya infeksi oleh Pneumocystis pneumonia 11 orang (2,84%), diikuti Toxoplasmosis 5 orang (1,26%), kemudian diikuti Hepatitis sebanyak 4 orang (1,01%).


(51)

Infeksi oportunistik yang memiliki persentase terendah adalah infeksi oleh herpes zooster berjumlah 3 orang (0,76%).

Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme Infeksi Oportunistik

Mikroorga-nisme

Laki-Laki Perempuan Total

n % n % N %

Bakteri 72 83,72 14 16,28 86 21,77

Virus 3 42,85 4 57,15 7 1,77

Jamur 198 79,20 52 20,80 250 63,29 Parasit 43 82,70 9 17,30 52 13,16

Total 316 80 79 20 395 100

Berdasarkan tabel 53, kelompok sampel terbanyak pada infeksi oportunistik mikroorganisme jamur 250 orang (63,29%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%).

0 50 100 150 200

Bakteri Virus Jamur Parasit

Laki-laki


(52)

Gambar 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme Infeksi Oportunistik

Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Umur

(Tahun)

Laki-Laki Perempuan Total

N % n % N %

< 20 2 50 2 50 4 1,50

20-39 159 79,50 41 20,50 200 75,48 >40 53 86,89 8 13,11 61 23,02 Total 214 80,75 51 19,25 265 100

Berdasarkan tabel 5.4, kelompok sampel dengan distribusi terbanyak pada kelompok usia 20-39 tahun sebanyak 200 orang (75,48%). Diikuti kelompok usia >40 tahun sebanyak 55 orang (23,02%). Kelompok usia paling sedikit adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun sebanyak 4 orang (1,50%).

0 10 20 30 40 50 60

Bakteri Virus Jamur Parasit

Perempuan


(53)

Tabel 5.5. Distribusi Sampel Pekerjaan

Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Total

N % N % N %

Wiraswasta 138 93,87 9 6,13 147 55,47 Pegawai Swasta 16 94,11 1 5,89 17 6,41

PNS/TNI/Polri 7 70 3 30 10 3,77

Petani/Pedagang /Nelayan

29 87,87 4 12,13 33 12,45

Supir 10 100 - - 10 3,77

IRT/pensiunan/ tidak bekerja

14 29,16 34 70,84 48 18,11

Total 214 80,75 51 19,25 265 100

Sebaran sampel berdasarkan tabel 5.5, data menunjukkan bahwa pekerjaan tersebanyak adalah wiraswasta sejumlah 147 orang (55,47%). Diikuti IRT/pensiunan/tidak bekerja 48 orang (18,11%). Selanjutnya diikuti petani/pedagang/nelayan sebanyak 33 orang (12,45%). Kemudiaan diikuti jenis pekerjaan pegawai swasta sejumlah 17 orang (6,41%). Seterusnya diikuti persentase yang paling rendah terdapat pada dua jenis pekerjaan, yaitu PNS/TNI/Polri 10 orang (3,77%) dan Supir 10 orang (3,77%).


(54)

5.2.Pembahasan

5.2.1. Proporsi infeksi opportunistik bakteri, virus, jamur, dan parasit pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang persentase kejadian infeksi oportunistik pada penderita HIV di RSUP H. Adam Malik tahun 2010, didapatkan bahwa sejumlah infeksi oportunistik yang paling banyak diderita adalah Kandidiasi sebanyak 239 orang (60,50%), diikuti Tuberkulosis 86 orang (21,77%), kemudian diare Cryptosporidia sejumlah 47 orang (11,90%). Selanjutnya infeksi oleh Pneumocystis pneumonia 11 orang (2,84%), diikuti Toxoplasmosis 5 orang (1,26%), kemudian diikuti Hepatitis sebanyak 4 orang (1,01%). Infeksi oportunistik yang memiliki persentase terendah adalah infeksi oleh herpes zooster berjumlah 3 orang (0,76%). Infeksi ooportunistik Meningitis Cryptococcal, Cytomegalovirus, Penicilliosis, dan Herpes Genital, tidak terdapat pada data. Infeksi oportunistik pada mikroorganisme jamur 250 orang (63,29%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%).

Sedangkan, di India, tepatnya di Mangalore, Karnataka didapatkan diantara infeksi oportunistik yang ditemukan, Tuberkulosis memiliki prevalensi terbanyak, yaitu (45,3%), diikuti kandidiasis (34,5%). Agen mikotik lainnya yang mengakibatkan infeksi oportunistik adalah Cryptococcus neoformans penyebab meningitis (8,2%) dan Pneumocystis jirovecii penyebab infeksi saluran napas (2,9%). Parasit penyebab infeksi oportunistik adalah Cryptosporidium spp (17,5%), Toxoplasma gondii (4,6%,), Isospora belli (1,6%) dan Giardia lamblia (1,6%). Untuk infeksi virus terdapat Cytomegalovirus (3,6%), Herpes simplex (2,3%) dan Molluscum contagiosum (0,6%). Infeksi saluran


(55)

napas oleh bakteri piogenik (32,9%) adalah Streptococcus pneumoniae (47%), Staphylococcus aureus (32%), Moraxella catarrhalis (13%) dan Klebsiella pneumoniae (8%) (Saldanha, 2008).

5.2.2. Proporsi karakteristik infeksi opportunistik menurut jenis kelamin pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang persentase karakteristik jenis kelamin pada penderita infeksi oportunistik di RSUP H. Adam Malik tahun 2010, didapatkan bahwa sejumlah kelompok jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki sejumlah 214 orang (80,75%) dan diikuti perempuan 51 orang (19,25%). Hasil yang sama juga ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan di India bagian timur, dengan hasil persentase penderita laki-laki 105 orang (84%), sedangkan penderita perempuan sebanyak 20 orang (16%) (Chakraborty, 2008).

5.2.3. Proporsi karakteristik infeksi opportunistik menurut umur pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010. Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang persentase karakteristik umur pada penderita infeksi oportunistik di RSUP H. Adam Malik tahun 2010, didapatkan bahwa sejumlah kelompok sampel dengan distribusi terbanyak pada kelompok usia 20-39 tahun sebanyak 200 orang (75,48%). Diikuti kelompok usia >40 tahun sebanyak 55 orang (23,02%). Kelompok usia paling sedikit adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun sebanyak 4 orang (1,50%).

Pada penelitian yang sama dilakukan di India bagian Timur, kelompok umur tersering adalah 31-40 sejumlah 65 orang (52%), diikuti kelompok usia 21-30 sebanyak 34 orang (26,2%), kemudian kelompok usia 24 orang (19,2%), dan kelompok usia terendah adalah ≤20 berjumlah 2 orang (26,2%) (Chakraborty, 2008). Hasil penelitian ini juga tidak


(56)

berbeda jauh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUP H. Adam Malik, hanya perbedaan rentang pembagian kelompok umur. Kemudian, untuk kelompok usia < 10 tahun ditemukan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa usia anak tersering dari 153 penderita adalah 0-3 sebanyak 133 orang (86,9%). Kemudian, diikuti kelompok usia 4-6 17 orang (11,1%), selanjutnya kelompok usia terendah adalah 7-9 sejumlah 3 orang (2,0%) (R, Steven, 2007).


(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

1. Pada penelitian penderita infeksi oportunistik berjumlah 267 orang, berdasarkan demografi, yaitu jenis kelamin distribusi terbanyak pada laki-laki berjumlah 214 orang (80,75%) sedangkan pada perempuan sejumlah 51 orang (19,25%).

2. Sebaran untuk usia, kelompok usia terbanyak pada usia 20-39 tahun sebanyak 200 orang (75,48%), sedangkan kelompok usia terendah adalah Kelompok usia paling sedikit adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun sebanyak 4 orang (1,50%).

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta sejumlah 147 orang (55,47%). Sedangkan, persentase yang paling rendah terdapat pada dua jenis pekerjaan, yaitu PNS/TNI/Polri 10 orang (3,77%) dan Supir 10 orang (3,77%)

4. Kelompok sampel terbanyak pada infeksi oportunistik, adalah jamur 250 orang (63,29%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%). Kelompok terendah pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%).

4.2.Saran

Dari seluruh proses yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka peneliti ingin mengungkapkan beberapa saran dan berharap saran ini dapat menjadi pertimbangan dan bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dan berhubungan dengan penelitian ini.

1. Peneliti menyarankan kepada penderita oportunistik untuk tetap mengikuti follow-up yang disediakan oleh Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test). Menjaga pola hidup sehat serta semangat diri.


(58)

2. Bagi institusi pelayanan kesehatan, khususnya RSUP H. Adam Malik, bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test), peneliti menyarankan memperbaiki sistem pendataan. Sangat banyak ditemukan kekeliruan pendataan yang terjadi. Data-data statistik seperti status demografi sangat dibutuhkan oleh seluruh kalangan, terutama untuk penelitian dan penanggulangan HIV.

3. Peneliti juga menyarankan pada peneliti selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian yang menjaga homogenitas sampel serta karakteristik penderita infeksi oportunistik lebih variatif, sehingga dimungkinkan dapat dijadikan sumber data lebih akurat dan menyeluruh.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Asjö, B. Human Immunodeficiency Virus (HIV). Haaheim, L.R., Pattison, J.R. A Practical Guide to Clinical Virology Second Edition. England: John Wiley & Sons Ltd; 2001; 213-218.

Bennett, Nicholas John. HIV Disease. 2011. Available from:

[Accesed 23 April 2011].

Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg, Edisi 23. Jakarta: EGC. 2004.

Budimulja, Unandar, Daili, Sjaiful Fahmi. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Djuanda, Adhi, Hamzah, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008; 427-432.

Castillo, Richard. Cell-Mediated Deficiency. 2005. Available from:

[Accesed 23 April 2011].

Center for Disease Control and Prevention. Epidemiology of HIV Infection Through 2009. 2009. Available from:

Cunningham, F. Gary, Gant, Norman F., Leveno, Kenneth J., Gilstrap III, Lary C., Hauth, John C., Wenstrom, Katharine D. Obstetri Williams Edisi 21 Volume 2. Jakarta: EGC. 2004.


(60)

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja Edisi Kedua. 2007. Available from: 2011].

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006. 2006. Availble from:

Djoerban, Zubairi, Djauzi Samsuridjal. HIV/AIDS di Indonesia. W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FK UI 2007; 1803-1808.

Drew, W. Lawrence. HIV & Other Retroviruses. Wilson, Walter R, et al. Current Diagnosis & Treatment in Infectious Disease. USA: The McGraw-Hill Companies; 2001; 442-447.

Fauci, Anthony S. HIV Pathogenenesis. 2003. Available from:

2011].

Fitzpatrick, Thomas B., Johnson, Richard Allen, Wolff, Klaus, Suurmond, Dick. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology: Common and Serious Disease. USA: The McGraw-Hill Companies. 2001.

Graham-Brown, Robin, Burns, Tony. Lecture Notes on Dermatologi. Jakarta: Erlangga. 2005.

Lange & Appleton. Concise Pathology, Third Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 2001.

Mandal, Bibhat K., Wilkins, Edmund G.L., Dunbar, Edward M., Mayon-White, Richard T. Lecture Notes: Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga. 2008.


(61)

Merati, Tuti Parwati, Djauzi, Samsuridjal. Respons Imun Infeksi HIV. W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI 2007; 271-276.

Nasronudin. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. 2007.

Osmand, Büchen C., Whitehead, J. Genome Map of A Lentivirus. 2002. Available from:

April 2011].

Parks, Wade. Virus Imunodefisiensi Manusia. Nelson, Waldo E., Behrman, Richard E., Kliegman, Robert, Arvin, Ann M. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II Edisi 15. Jakarta: EGC; 1996; 1127-1131.

R, Steven, dkk. Trends in Opportunistic Infections in the Preand PostHighly Active Antiretroviral Therapy Eras Among HIV-Infected Children in the Perinatal AIDS Collaborative Transmission Study, 19862004. 2007.

Available from:

http://pediatrics.aappublications.org/content/120/1/100.full.html. [Accesed 17 September 2011].

Saldanha, Dominic, Nitika Gupta, Shalini Shenoy, Vishwas Saralaya. Prevalence of opportunistic infections in AIDS patients in Mangalore, Karnataka. 2008. Available from:

http://td.rsmjournals.com/content/38/3/172.short


(1)

NO UMUR

JENIS

KELAMIN PEKERJAAN Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN APRIL

59 39 L Wiraswasta K, D

60 29 L Wiraswasta K

61 37 L Wiraswasta K

62 31 L Pedagang K

63 48 L Wiraswasta K

64 29 L Petani K

65 24 L Wiraswasta TB

66 36 L IRT TB, K

67 23 L IRT K

68 45 L IRT K

69 34 L Petani K

70 34 P Wiraswasta K

71 31 L Wiraswasta K, D

72 29 L IRT K

73 28 L Wiraswasta K

74 51 L PSK TB, K

75 23 P Wiraswasta TB, K

76 32 P IRT K

77 38 L Wiraswsta K, D

78 40 L Pek.Lepas K

79 29 P Wiraswasta TB, K, D

80 41 L Pek.Lepas K

81 31 L Wiraswasta K

Total 19 4

NO UMUR

JENIS

KELAMIN PEKERJAAN Infeksi Oportunistik

L P

BULAN MEI

82 25 L Pek. Lepas K

83 23 L Wiraswasta TB, K

84 26 L Pek. Lepas D

85 33 L Wiraswasta K, D

86 28 L IRT K

87 39 L Wiraswasta K

88 34 L Pek. Lepas K, D

89 32 L IRT K

90 29 P Pek. Lepas K

91 33 L Pek. Lepas K

92 38 P Wiraswasta TB

93 34 L Supir TB


(2)

94 30 L Karyawati TB, K, D

95 28 P Wiraswasta K

96 24 L Wiraswasta K

97 30 L Wiraswasta K, D

98 24 L Dibawah umur TB, D

99 3 P IRT K, D

100 25 P Wiraswasta K

101 32 L IRT TB

102 28 P Wiraswasta K

103 45 L Hetero K, D

Total 16 6

NO UMUR

JENIS

KELAMIN Pekerjaan Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN JUNI

104 32 P IRT D

105 39 L Wiraswasta TB

106 35 L Petani K, D

107 36 P Wiraswasta D, Z

108 47 L Wiraswasta TB, K

109 30 L IRT K, D

110 26 P Dibawah umur H

111 33 L IRT TB, K

112 32 P Wiraswasta K, D

113 50 L Wiraswasta TB, K

114 29 L Petani K

115 31 L IRT K

116 35 P ABRI K, D

117 28 L Wiraswasta K

118 28 L IRT K,D, TB

119 24 L IRT TB, K

120 27 P IRT K

121 44 P Mahasiswa K, Z

122 44 L Wiraswasta K

123 29 L Dibawah umur K, D

124 29 L Pek. Lepas K

125 29 L Pek. Lepas K

126 42 L Pek. Lepas TB, K

127 32 L IRT K

128 21 P Pek. Lepas K

129 35 L Mahasiswa K

130 21 P Pek. Lepas K

131 25 L Pek. Lepas K

132 29 P Pek. Lepas TB, D, K

TOTAL 19 10


(3)

NO UMUR

JENIS

KELAMIN PEKERJAAN Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN JULI

133 30 L Petani K

134 36 L

Wiraswasta TB, K

135 45 P Karyawan K, D

136 34 P Wiraswasta K

137 30 L Wiraswasta K

138 40 L Pensiunan K

139 69 L IRT K

140 40 P Wiraswasta TB, K

141 36 L Tdk Bekerja K, D

142 30 L Tdk Bekerja TB, K

143 30 L Wiraswasta K

144 28 L IRT K

145 3 L Wiraswasta TB, K

146 35 L Tdk Bekerja TB, K

147 40 L IRT TB, K

148 28 P Wiraswasta T

149 39 L Tdk Bekerja TB, K

150 26 L Supir

151 41 L Wiraswasta K

152 32 L Wiraswasta TB, K, D

153 47 L IRT K

154 45 P IRT K

155 42 L IRT TB, K

156 25 L Petani TB, K

157 28 L IRT K

158 30 L Wiraswasta K, D

150 30 L Tdk Bekerja TB, K, D

160 28 L Petani K

161 58 L Wiraswasta TB, K

162 55 L Petani K, D

163 38 L Pek. Lepas K, D

164 29 L Wiraswasta K

165 28 L Wiraswasta K

166 32 L Karyawan K

167 41 L Wiraswasta D

168 39 L Pek. Lepas TB,K

169 29 P Pegawai

Swasta D

TOTAL 30 6


(4)

NO UMUR

JENIS

KELAMIN PEKERJAAN Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN AGUSTUS

170 38 L Wiraswasta TB, K, D

171 37 L Petani K

172 41 L Wiraswasta K

173 37 L Wiraswasta K

174 35 L Wiraswasta K

175 43 L Wiraswasta TB,K

176 32 L IRT K

177 27 L Wiraswasta K

178 37 L Wiraswasta K

179 37 L Wiraswasta K

180 39 L Dibawah

umur K

181 34 L Petani K

182 45 L Petani K

183 30 L Tdk bekerja K

183 28 L Tdk bekerja TB

184 31 P Guru K

185 26 L Pedagang K

186 21 P Pek. Lepas K

187 34 L Pek. Lepas K

188 46 L Petani K

189 57 L Pek. Lepas K

190 30 L IRT K

191 35 L Pek. Lepas K

192 38 L Pek. Lepas K

193 30 L Pek. Lepas TB, D

194 44 L IRT K

195 37 P Wiraswasta K

196 43 P Wiraswasta K

TOTAL 24 5

NO UMUR

JENIS

KELAMIN PEKERJAAN Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN SEPTEMBER

197 23 L PNS K

198 24 L IRT K

199 37 L IRT TB, K


(5)

200 24 L Wiraswasta K

201 35 P Wiraswasta K

202 45 L Wiraswasta K

203 27 L Wiraswasta K

204 30 L PNS K

205 30 L Polri K

206 31 L PNS K

207 29 L Wiraswasta K

208 49 L Pedagang TB, K

209 40 L IRT K

210 59 L IRT K

211 43 L Wiraswasta K

212 24 L Tdk Bekerja K

213 32 L Satpam K

214 18 P IRT K

215 38 P Pek. Lepas K

216 28 P Pek. Lepas K

217 30 L Pek. Lepas K

218 24 L Pek. Lepas K

219 33 L IRT K

220 42 L Wiraswasta K

221 41 L K

TOTAL 22 3

NO UMUR

JENIS

KELAMIN PEKERJAAN Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN OKTOBER

222 29 P IRT K

223 31 P IRT TB

224 30 L Wiraswasta K, D

225 29 L IRT K

226 31 L IRT K

227 37 L IRT K

228 40 L PNS K, D

229 23 L Supir T

230 26 P IRT TB

231 32 P Wiraswasta K, D

232 20 P IRT K, D

233 24 L Wiraswasta TB, K

234 37 L Pek. Lepas K

235 28 L Wiraswasta K

236 29 P IRT K

TOTAL 9 5


(6)

No Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN NOVEMBER

237 30 L IRT TB, K

238 32 L Wiraswasta TB, K, H

239 33 L Wiraswasta TB, K, D

240 31 P Wiraswasta TB, K

241 23 L Wiraswasta K, D

242 31 L Pek. Lepas TB, K

243 39 L PNS K, D

244 41 L Supir K

245 50 L Wiraswasta TB

246 46 L PNS K, D

247 29 P Pek. Lepas K, T

248 39 L Karyawan TB, K, D

249 27 L Supir TB

250 36 P IRT K

251 24 P Petani TB, K

252 51 L Wiraswasta K

253 23 L PSK K

254 31 P IRT TB, K

255 40 L Wiraswasta K, D

TOTAL 14 5

No Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Infeksi

Oportunistik

L P

BULAN DESEMBER

256 53 L Karyawan TB

257 37 L Pedagang TB

258 28 L Wiraswasta K

259 54 L Supir K

260 42 P Petani K

261 31 L Wiraswasta K, D

262 27 L Wiraswasta TB, K

263 26 L Wiraswasta TB

264 27 L Wiraswasta TB, K

265 41 L Petani K

266 27 L Wiraswasta TB, K