Pengembangan Model Pita Ukur dan Rumus Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Lingkar Dada pada Ternak Sapi

13

TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa Sapi
Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas
sekumpulan persamaan karakteristik tertentu. Atas dasar karakteristik tersebut,
mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang
sama. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya.
Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi
sebagai berikut :Kingdom : Animalia, Phylum :Chordata, Subphylum: Vertebrata,
Class : Mamalia, Ordo : Artiodactyla, Sub ordo : Ruminantia, Famili : Bovidae,
Genus : Bos (cattle), Spesies : Bos taurus (sapi Eropa), Bos indicus (sapi india/sapi
zabu), Bos sondaicus (banteng/sapi Bali).
Sapi Peranakan Ongole ( PO)
Sapi PO (Peranakan Ongele) merupakan sapi yang berasal dari persilangan
antara bangsa sapi Jawa (sapi lokal) dengan bangsa sapi Ongole (India) yang telah
berlangsung cukup lama yakni sejak tahun 1908. Persilangan tersebut merupakan
suatu “Grading Up” yang bertujuan untuk memperoleh ternak sapi yang dapat
digunakan bagi keperluan tenaga tarik membantu petani mengolah tanah pertanian
dan transportasi (Erlangga, 2009).

Ciri khas sapi tersebut yaitu berpunuk besar, bergelambir longgar dan berleher
pendek. Kulit berwarna kuning dengan bulu putih atau putih kehitam-hitaman. Kulit
di sekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku dan bulu cambuk pada ujung ekor
berwarna hitam. Kepala pendek dengan profil melengkung. Mata besar dengan sorot

5

Universitas Sumatera Utara

14

yang tenang. Tanduk pendek dan tanduk pada sapi betina berukuran lebih panjang
dibandingkan dengan sapi jantan. Telinganya panjang dan menggantung (Sarwono
dan Arianto, 2003).
Sapi Brahman Cross
Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai punuk yang besar dan gelambir yang
memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada.. Karakteristik sapi Brahman berukuran
sedang dengan berat jantan dewasa 800-1000 kg, sedangkan betina 500-700 kg, berat
pedet yang baru lahir antara 30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapi
kompetitif dengan jenis sapi lainnya. Presentase karkas 48,6-54,2 dan pertambahan

berat harian 0,83-1,5 kg. Sapi Brahman memiliki warna yang bervariasi dari abu-abu
muda dan abu-abu tua. Sapi jantan berwarna lebih tua dari sapi betina dan memiliki
warna gelap di daerah leher, bahu, dan paha bagian bawah. Sapi brahman dapat
beradaptasi dengan baik terhadap panas tanpa gangguan selera makan dan produksi
susu (Hardjosubroto, 1994).
Sapi Limousin
Sapi limousin merupakan sapi potong keturunan bos taurus yang berhasil
dijinakkan dan di kembangkan di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin yaitu
bulunya berwarna merah mulus dan tumbuh agak panjang bulu di bagian kepala, mata
awas, kaki tegap dan dada besar serta dalam.
Bentuk tubuh memanjang, bagian perut agak mengecil, tetapi bagian paha dan
pinggul cukup besar, penuh daging dan sangat padat. Sapi limousin sudah diimpor
Indonesia di antaranya dipelihara di Balai Inseminasi Buatan Lembaga Jawa Barat.

Universitas Sumatera Utara

15

Sapi Aceh
Sapi Aceh adalah sapi yang hidup dan berkembang biak di provinsi Aceh dan

umumnya dimiliki oleh petani pedesaan sejak dahulu hingga sekarang. Sapi ini
termasuk tipe sapi potong berukuran kecil serta mempunyai kontribusi yang cukup
besar bagi pemenuhan kebutuhan daging di daerah (Diskeswannak, 2011).
Sapi aceh memiliki bentuk badan kecil, padat dan pada sapi pejantan
berpunuk sedangkan pada sapi betina tidak berpunuk namun bagian pundaknya tidak
rata sedikit menonjol dibanding sapi Bali betina. Diantara satu daerah dengan
kabupaten yang lain dalam provinsi Aceh terdapat sedikit perbedaan baik dalam
konformasi tubuh, tanduk, maupun warna bulu. Hal ini mungkin disebabkan asal usul
persilangan yang berbeda dari sapi India dan sebagainya (Umartha, 2005).
Pola warna bulu sapi Aceh yang muda dan dewasa sangat bervariasi yaitu
coklat muda, coklat merah (merah bata), coklat hitam, hitam dan putih kelabu. Warna
coklat merupakan warna yang umum didalam populasi sapi Aceh (Ali, 1980).
Sapi Bali
Sapi Bali (Bos sondaicus) telah mengalami proses domestika yang terjadi
sebelum 3.500 SM di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok. Hal ini diperkuat
dengan kenyataan bahwa sampai saat ini masih dijumpai banteng yang hidup liar di
beberapa lokasi di Pulau Jawa, seperti di Ujung Kulon serta Pulau Bali yang menjadi
pusat gen sapi Bali. Sapi Bali dikenal juga dengan nama Balinese cow yang kadangkadang disebut juga dengan nama Bilbos javanicus, meskipun sapi Bali bukan satu
subgenus dengan bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus.Berdasarkan hubungan


Universitas Sumatera Utara

16

silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasi ke dalam sub genus
Bibovine termasuk genus bos (http://peternakan-deeansosekundip.com/2012/11/
sapi-bali.htm, 2015l)
Sapi Bali memiliki karakteristik ukuran badan berukuran sedang dan bentuk
badan memanjang, kepala agak pendek dengan dahi datar, badan padat dengan dada
yang dalam, tidak berpunuk dan seolah tidak bergelambir, kakinya ramping, agak
pendek menyerupai kaki kerbau, pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam
membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor, cermin hidung, kuku
dan bulu ujung ekornya berwarna hitam, tanduk pada sapi jantan tumbuh ke bagian
luar kepala, sebaliknya untuk jenis sapi betina ke bagian dalam (http://andiwawantornra.com/2010/02/mengenal-sapi-bali.html
Keandalan pita ukur
Suatu alat ukur dikatakan memiliki keterandalan (reliabilitas tinggi) atau dapat
dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam pengertian bahwa hasil yang diperoleh
dengan penerapan alat tersebut tidak berbeda jauh dengan bobot hidup yang
sesungguhnya. Untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur disebut mantap, maka
perlu diketahui indeks atau koefisien reliabilitasnya. Indeks reliabilitas yang lebih

rendah daripada 0.9 menunjukkan reliabilitas yang kurang artinya alat ukur yang
digunakan masih belum dapat diandalkan (Natsir, 1985). Tingkat reliabilitas alat
pengumpul data hanya dapat dilakukan dengan perhitungan korelasi dan data untuk
perhitungan dapat diperoleh dari hasil ujicoba pada sejumlah individu di luar sampel
tetapi berasal dari populasi yang sama (Nawawi, 1985).

Universitas Sumatera Utara

17

Penelitian untuk mengetahui keterandalan pita Coburn dalam menduga bobot
badan juga telah dilakukan oleh Sahat (2013) terhadap 30 ekor sapi . Dari penelitian
tersebut diperoleh bahwa penyimpangan bobot badan dengan pita ukur Coburn
sebesar 6,79%, sedangkan bila dibandingkan dengan rumus Schoorl 0,40%. Sehingga
penyimpangan bobot badan berdasarkan rumus Schoorl nyata (P