Pengembangan Model Pita Ukur dan Rumus Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Lingkar Dada pada Ternak Sapi

9

PENDAHULUAN

Latar belakang
Sapi asli Indonesia (Aceh, Pesisir, sMadura, Sumba-ongole dan Java-ongole)
merupakan hibridisasi banteng termasuk sapi luar yang masuk ke Indonesia dan telah
cukup lama berada di Indonesia sehingga berkembang biak sesuai dengan
lingkungannya. Sapi Indonesia telah mengalami seleksi alam dengan berbagai
beradaptasi terhadap wilayah seperti pakan berkualitas rendah dengan segala penyakit
dan ekstoparasit lokal yang ada di wilayah tersebut, sehingga telah memunculkan
fenotip-fenotip baru yaitu yang dimiliki sapi Aceh, Pesisir, Madura, Bali, dan PO
(Abdullah.,et al.,2008).
Ternak ruminansia sebagai salah satu sumber utama protein hewani yang
perlu terus ditingkatkan pengembangannya. Untuk meningkatkan produktifitas ternak
sapi dalam rangka memenuhi protein hewani masyarakat, salah satu usaha diperlukan
informasi mengenai bobot hidup sapi, bagi penentuan dosis obat dan keperluan dalam
pengelolaan peternakan. Dalam proses jual beli ternak sapi, bila si pembeli dan
penjual mengetahui bobot hidup sapi sebenarnya maka proses jual beli akan berjalan
lancar. Bila timbangan tidak tersedia maka pendugaan bobot hidup yang bisa
mendekati keadaan yang sebenarnya hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah

berpengalaman. Bagi mereka yang tidak berpengalaman usaha satu-satunya yang
digunakan adalah dengan menggunakan pita ukur.
Sampai sekarang untuk menentukan bobot hidup tanpa timbangan dilakukan
dengan memberikan dugaan berdasarkan pengalaman. Dugaan ini sering sangat

Universitas Sumatera Utara

10

berbias dan tidak banyak orang yang bisa melakukannya dengan hasil yang
mendekati. Ketidak cocokan bobot yang sebenarnya dengan bobot hidup pita ukur
pada sapi-sapi Indonesia telah dilaporkan oleh Wachyudar yang diacu dalam
Suardi (1993). Menurut yang bersangkutan pendugaan bobot hidup dengan pita ukur
menghasilkan bobot hidup yang sangat nyata lebih tinggi dari bobot yang sebenarnya.
Suatu alat ukur dikatakan memiliki keterandalan (reliabilitas tinggi) atau dapat
dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam pengertian bahwa hasil yang diperoleh
dengan penerapan alat tersebut tidak berbeda jauh dengan bobot hidup yang
sesungguhnya. Untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur disebut mantap, maka
perlu diketahui indeks atau koefisien reliabilitasnya. Indeks reliabilitas yang lebih
rendah daripada 0.9 menunjukkan reliabilitas yang kurang artinya alat ukur yang

digunakan masih belum dapat diandalkan (Natsir, 1985). Tingkat reliabilitas alat
pengumpul data hanya dapat dilakukan dengan perhitungan korelasi dan data untuk
perhitungan dapat diperoleh dari hasil ujicoba pada sejumlah individu di luar sampel
tetapi berasal dari populasi yang sama (Nawawi, 1985).
Masalah yang sering dihadapi dalam mengukur bobot badan ternak dalam
jumlah yang besar serta biasanya tidak dikandangkan adalah membutuhkan peralatan,
tenaga dan waktu yang banyak sehingga pekerjaan menjadi tidak efektif dan efisien.
Menurut Takaendengan (1998), sudah cukup banyak jenis timbangan yang sifatnya
dapat dibawa (portable) akan tetapi hal tersebut belum dapat mengatasi masalah
pengukuran yang lebih praktis, mudah dan murah tanpa mengurangi efektifitas hasil

Universitas Sumatera Utara

11

kerjanya. Beberapa parameter ukuran tubuh ternak yang memiliki hubungan yang erat
dengan bobot badan sering dimanfaatkan sebagai penduga bobot badan.
Pengukuran bobot badan ternak yang dilakukan dengan baik adalah sangat
membantu peternak dalam menentukan jumlah pemberian pakanyang tepat,
pemberian dosis obat serta menetapkan nilai atau harga jual ternak secara benar

(Hays.dan Brinks., 1982). Bobot badan ternak persisnya dapat diketahui langsung
dengan cara menimbangnya menggunakan timbangan. Namun timbangan ternak
berkapasitas besar misalnya untuk sapi hanya tersedia di lokasi tertentu saja seperti
pasar hewan atau rumah potong, sedangkan pada peternakan rakyat sama sekal.i tidak
ada atau tidak memilikinya.
Bilamana tidak tersedia timbangan, maka pengukuran bobot ternak sapi itu
bisa dilakukan dengan teknik penaksiran oleh penaksir. Menurut Djagra (1994)
bahwa penaksiran bobot badan ternak itu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
penaksiran dengan menggunakan atau berdasarkan panca indera, namun penaksiran
dengan panca indera ini bisa sangat subyektif sifatnya, karena hasilnya sangat
tergantung dari kemahiran dan subyektivitas si penaksir. Cara yang lain adalah
penaksiran dengan menggunakan rumus korelasional antara bobot badan dengan
beberapa ukuran dimensi tubuh ternak sapi. Penaksiran dengan menggunakan rumus
ini adalah untuk menghindari sifat subyektivitas sehingga hasil taksiran dapat lebih
akurat. Menurut Hays dan Brinks (1982) dan De Rose et al (1988) beberapa dimensi
tubuh pada sapi seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi gumba diyakini
memiliki korelasi cukup kuat dengan bobot badannya dan sifat korelasional itu dapat
dimanfaatkan di dalam proses penaksiran bobot badan ternak sapi itu. Berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


12

atas analisis situasi tersebut, maka kegiatan ini dilaksanakan dalam upaya untuk dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam melakukan penaksiran
terhadap bobot badan ternak berdasarkan ukuran dimensi tubuh sehingga dihasilkan
taksiran bobot badan dengan akurasi yang baik.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kehandalan pita ukur dan
rumus pendugaan bobot badan berdasarkan lingkar dada terhadap ternak sapi (Bali,
Aceh, Peranakan Ongole (PO), Brahman Cross dan Limousin), serta mengembangkan
model pita ukur baru dan persamaan rumus baru.

Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi peternak dalam
pemanfaatan pita ukur untuk pendugaan bobot ternak sebagai pengganti timbangan
ternak besar. Sumber data dan informasi bagi penelitian berikutnya dan sebagai bahan
penyusunan skripsi yang menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara