Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awalnya karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai amazone, dan
secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan
dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan baku untuk menyalakan api
dan untuk membuat bola. Dengan adanya penemuan-penemuan baru tentang
manfaat karet, menyebabkan kebutuhan akan karet terus meningkat. Karet
merupakan bahan baku yang dapat menghasilkan banyak jenis barang. Dari
produksi karet alam, 46% digunakan untuk pembuatan ban dan selebihnya untuk
karet busa, sepatu, dan barang-barang lainnya (Djoehana, 2013).
Sekarang ini, karet dihasilkan oleh tidak kurang dari 20 negara di dunia.
Negara-negara penghasil karet alam terbesar terletak di Asia Tenggara. Industri
pengolahan karet di Indonesia banyak berkembang karena Indonesia merupakan
salah satu negara penghasil karet terbesar dengan luas lahan mencapai 34 juta
hektar.
Industri pengolahan karet dalam proses produksinya menggunakan bahan
kimia seperti asam formiat atau biasa disebut asam semut yang digunakan sebagai
asam kuat koagulan karet untuk mempersatukan butir-butir karet yang terdapat
dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Asam formiat
merupakan bahan yang memiliki tingkat koagulasi terbaik dan hasil dari

penggumpalannya memiliki tingkat kekenyalan yang baik sekali. Bahan baku

1
Universitas Sumatera Utara

2

karet yang menggunakan asam formiat akan dapat digunakan untuk berbagai
macam olahan industri.
Menurut International Labour Organization (2000) setiap tahun terjadi 1,1
juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau disebabkan oleh pekerjaan.
Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaaan dan sisanya adalah
kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta
penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Buchari, 2007).
Penyakit biasanya timbul atau menjadi lebih parah pada waktu tenaga kerja
melakukan pekerjaannya seperti halnya asma akibat kerja atau dermatosis
(penyakit kulit) karena bahan kimia yang menyebabkan timbulnya kepekaan
(sensitisitas) atau perangsangan (iritasi) pada kulit (Suma’mur 2009).
Menurut Health and Safety Executive (2006) yang dikutip oleh Budianto
(2010), menyatakan bahwa antara tahun 2001 sampai 2002 terdapat sekitar 39.000

orang di Inggris terkena penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
sekitar 80% dari seluruh penyakit akibat kerja. Berdasarkan penelitian Suuronen
et.al. (2007), dapat disimpukan bahwa pada tahun 1992-2001 penyakit kulit
menyumbang 27% dari semua penyakit akibat kerja pada teknisi yang bekerja di
produk pembuatan logam.
Menurut survey tahunan The National Institute of Occupational Safety
Hazards (1975) yang dikutip oleh Situmeang (2008), menemukan angka penyakit

kulit akibat kerja yang sebenarnya mungkin 20-50% lebih tinggi dari yang
dilaporkan. Berdasarkan data dari United States Bureau of Labor Statistict Annual
Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988, didapati 24%

Universitas Sumatera Utara

3

kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Jumlah kelainan
yang dilaporkan paling banyak ditemukan pada pekerja pabrik.
Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) merupakan penyakit akibat kerja
kedua terbanyak setelah penyakit musculoskeletal, dengan jumlah sekitar 22%

dari seluruh penyakit akibat kerja. Data Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000
pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit
akibat kerja, lebih dari 95% persen merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang
lain merupakan penyakit kulit lainnya seperti akne, urtikaria kontak, dan tumor
kulit (Anies, 2014).
Persentasi dermatosis akibat kerja dari seluruh penyakit akibat kerja
menduduki porsi tertinggi sekitar 50-60%, maka dari itu penyakit ini pada
tempatnya mendapat perhatian yang proporsional. Selain prevalensi yang tinggi,
dermatosis akibat kerja yang kelainannya biasanya terdapat pada lengan, tangan
dan jari sangat mengganggu penderita melakukan pekerjaan sehingga berpengaruh
terhadap produktivitas kerjanya. Penyakit kulit akibat kerja, seperti peradangan,
kekeringan, kemerahan/eritema dan scaling (bersisik), 80% kasus terjadi pada
kulit tangan, yaitu pada titik yang paling sering kontak dengan bahan berbahaya
saat bekerja (Kurpiewska, et.al., 2011).
Industri pengolahan karet mempunyai berbagai faktor risiko bahaya yang
dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Berdasarkan pendapat Suma’mur (2009), dapat disimpukan bahwa faktor
penyebab terjadinya penyakit akibat kerja salah satunya adalah faktor kimiawi.

Universitas Sumatera Utara


4

Beberapa bahan kimia merupakan allergen yang cukup kuat, yang sekali paparan
bisa menyebabkan terjadinya sensitisitasi.
Asam formiat dengan rumus molekul HCOOH merupakan bahan kimia
iritan cair. Bahan kimia ini dapat menimbulkan peradangan atau sensitisasi bila
kontak dengan permukaan tubuh yang lembab, seperti kulit, mata, dan saluran
pernafasan (Cahyono, 2004).
Peradangan kulit yang ditandai dengan rasa gatal, kulit bersisik,
kemerahan, dan kadang-kadang melepuh. Jika terpapar dalam jangka panjang,
dapat menimbulkan iritasi kulit berat. Peradangan pada mata ditandai dengan
kemerahan, mata berair, dan gatal dan peradangan pada saluran napas ditandai
dengan batuk, tersedak, dan napas pendek.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartantyo (2013) dari 143 responden
didapat 57,3% pekerja di area basah (kadar asam semut tinggi), menderita
dermatitis kontak iritan. Pada uji statistik didapat ada hubungan bermakna antara
paparan asam semut tinggi dengan kejadian dermatitis kontak iritan dengan p <
0,001, dan risiko 24 kali lipat.
Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara singkat yang dilakukan

pada asisten pabrik dan 5 pekerja bagian produksi didapatkan informasi bahwa
Pabrik pengolahan karet PTPN III Kebun Sei Silau merupakan salah satu industri
pengolahan

karet

yang

menggunakan

asam

formiat

dalam

proses

koagulasi/pembekuan lateks. Menurut 3 pekerja dari 5 pekerja tersebut, mereka
mengeluh mengalami gangguan kulit seperti kulit kering, kulit terasa gatal, dan

kulit terasa panas pada saat bekerja maupun selesai bekerja.

Universitas Sumatera Utara

5

Dari uraian latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
gangguan kulit dalam penggunaan asam formiat pada pekerja bagian produksi
pabrik pengolahan karet PTPN III Kebun Sei Silau tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan diteliti adalah tentang apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan gangguan kulit dalam penggunaan asam formiat pada pekerja bagian
produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan keluhan gangguan kulit dalam penggunaan asam
formiat pada pekerja bagian produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun

Sei Silau tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran karakteristik individu pekerja.
2. Mengetahui gambaran faktor-faktor keluhan gangguan kulit pada pekerja.

1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara umur dengan keluhan gangguan kulit dalam penggunaan
asam formiat pada pekerja.

Universitas Sumatera Utara

6

2. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan gangguan kulit dalam
penggunaan asam formiat pada pekerja.
3. Ada hubungan antara unit kerja dengan keluhan gangguan kulit dalam
penggunaan asam formiat pada pekerja.
4. Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit dengan keluhan gangguan kulit
dalam penggunaan asam formiat pada pekerja.
5. Ada hubungan antara pemakaian APD dengan keluhan gangguan kulit dalam

penggunaan asam formiat pada pekerja.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pihak perusahaan mengenai faktor-faktor terjadinya
keluhan gangguan kulit yang dirasakan pekerja.
2. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman penulis
dibidang proses pengolahan karet dalam menggunakan bahan kimia dan
efeknya terhadap gangguan kulit.
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

3 13 119

Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Penyakit Kulit pada Pekerja Pencuci Bowldisk di PT. Bakrie Sumatera Plantation Tahun 2016

1 7 98

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

0 0 16

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

0 0 19

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

5 14 3

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat Pada Pekerja Bagian Produksi Pabrik Pengolahan Karet PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2016

0 0 44

Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Keluhan Subyektif Pada Pekerja Bagian Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Kebun Bah Jambi Tahun 2016

0 0 16

Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Penyakit Kulit pada Pekerja Pencuci Bowldisk di PT. Bakrie Sumatera Plantation Tahun 2016

0 0 14

Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Penyakit Kulit pada Pekerja Pencuci Bowldisk di PT. Bakrie Sumatera Plantation Tahun 2016

0 0 2