Pembuatan Nanokomposit Poliuretan Berbasis Minyak Kelapa Sawit Dengan Nanopartikel Montmorillonit Organik Sebagai Bahan Cat Chapter III V

BAB 3
METODELOGI PENELTIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Politeknik Negeri
Lhokseumawe, Laboratorium Polimer USU, Laboratorium Fisika LIPI-Bandung
dan Labaratorium Terpadu USU. Persiapan sampel dan pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan Juni 2012 sampai pada bulan Februari 2014.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat- alat
Alat-alat gelas

Merck

Neraca analitis

Ohaus

Kertas saring whatman

Whatman


Termometer

Fisher

Hotplate
Oven

Memmert

Indikator Universal
Desikator
Ayakan
Simulttaneous DTA-TG

Shimadzu

DSC-60

Shimadzu


SEM

JEOL JSM-6150LA

XRD-7000 X-Ray Difraktometer

Shimadzu

FTIR

Shimadzu

Piknometer

Merck

3.2.2. Bahan-bahan
Bentonit Aceh Utara
Asam oleat turunan minyak kelapa sawit
Aquadest

CTAB

Fluka

Butanadiol p.a

Merck
29

30

H2O2 35% p.a

Merck

H2SO4 p.a

Merck

CH3COOH p.a


Merck

MDI

Merck

p.a

Glyserol p.a

Merck

Dibutyltindilaurate p.a

Merck

Plastik ABS

3.3.Prosedur Penelitian

Tahap-tahap penelitian ini meliputi: 1) epoksidasi minyak kelapa sawit diikuti
hidroksilasi untuk menghasilkan senyawa poliol minyak kelapa sawit beserta
pengujiannya, 2) persiapan bentonit menjadi montmorilonit kemudian menjadi
organoclay beserta karakterisasinya, 3) pembuatan poliuretan melalui polimerisasi
poliol dengan metilen diisosianat beserta karakterisasinya, 4) pembuatan cat dan
karakterisasinya.

3.3.1. Epoksidasi dan Hidroksilasi Minyak Kelapa Sawit
Sintesa poliol dilakukan di dalam reaktor leher empat dengan pengaduk mekanik
pada 200 rpm. Kedalam reaktor dimasukkan 60 ml asasm asetat glasial dan 30 ml
H2O2 35%

secara perlahan-lahan sambil diaduk. Melalui corong penetes

ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dan diaduk perlahan pada suhu 40-45 oC selama 1
jam. Selanjutnya melalui corong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan asam
oleat minyak kelapa sawit sebanyak 100 ml. Suhu dipertahankan pada 40-45 oC
terus diaduk selama 2 jam. Hasil reaksi merupakan senyawa epoksida asam oleat,
kemudian senyawa epoksida yang terbentuk dipisahkan dari fasa air. Selanjutnya
ke dalam reaktor dihubungkan dengan penangas air dan pengaduk dimasukkan

sebanyak 50 ml glyserol sambil diaduk pada suhu kamar melalui corong penetes
dan ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Ke dalam campuran ini secara perlahan-lahan
ditambahkan 50 ml etanol p.a dan melalui corong penetes dimasukkan epoksida
asam oleat. Campuran direfluk selama 5 jam, hasil reaksi diuapkan, residu
dilarutkan dalam 150 ml dietil eter. Lapisan eter dicuci dengan 25 ml larutan

31

NaOH 2M berturut-turur dengan 25 ml aquades. Hasil pencucian dikeringkan
dengan CaCl2 anhydrat. Selanjutnya setelah disaring diikuti pengeringan dengan
Na2SO4 anhydrat kemudian disaring kembali. Hasil penyaringan diuapkan untuk
mendapatkan poliol. Poliol yang dihasilkan diuji dengan FTIR dan dihitung
bilangan hidroksil (Harjono, 2012).
3.3.2. Pengolahan Bentonit Menjadi Montmorillonit
Bentonit diambil dari Desa Blang Dalam, Nisam kabupaten Aceh Utara. Bentonit
dihaluskan, diayak dengan ayakan 200 mesh, kemudian dikeringkan pada suhu
105oC sampai kering dan disimpan dalam desikator. Selanjutnya sampel tersebut
dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan montmorillonit (MMT) murni. Metode
fraksinasi bentonit dilakukan dengan cara sidimentasi. Suspensi bentonit dibuat
dengan menimbang sebanyak 40 gram bentonit dan dimasukkan ke dalam 2 L

aquades. Suspensi bentonit diberi gelombang ultrasonic selama 15 menit dengan
daya 750 Watt pada suhu kamar. Suspensi didiamkan, endapan yang terjadi
diambil dengan cara menuang suspensi melayang ke wadah yang lain dan
filtratnya didiamkan lagi. Endapan yang terjadi

diambil lagi dengan cara

menuangkan. Fraksi melayang kembali diaduk

dengan batang pengaduk

kemudian didiamkan. Fraksi ini dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama
3 jam, kemudian di gerus dan diayak hingga mencapai ukuran 200 mesh. Fraksifraksi ini disimpan dalam desikator, kemudian diidentifikasi FT-IR, difraksi sinar
X , SEM dan PSA (Fisli, 2008, Julinawati, 2012).

3.3.3. Modifikasi Montmorillonit-CTAB
Timbang 0.05 mol 18,2 g cetyl trimetyl ammonium bromide (CTAB) dan
dilarutkan dengan 250 ml aquades didalam 500 ml beker glass, larutan ini
kemudian dipanaskan pada suhu 80 oC selama 1 jam. Ditempat terpisah 20 gram
MMT dilarutkan dengan 250 ml aquades pada bekerglass 1000 ml. Selanjutnya

dispersi larutan MMT dimasukkan kedalam larutan CTAB dan diaduk selama 1
jam. Kemudian disaring, montmorillonit terus dicuci dengan aquades sampai tidak
terdapat lagi klorida atau bromida. MMT dimasukkan dalam oven pada suhu 60

32

o

C selama 36 jam dan selanjutnya dianalisa FT-IR dan XRD (Rihayat, 2007;

Kishore, 2012).

3.3.4. Pembuatan Cat Poliuretan
Pembuatan film poliuretan mengikuti modifikasi prosedur pembuatan poliuretan
(Kausiva, 2006 ; Harjono, 2012). Sejumlah poliol minyak kelapa sawit
dicampurkan dengan organoclay pada wadah pencampuran dan pada suhu kamar
selama 10 menit untuk mendapatkan campuran homogen, kemudian ditambah
isosianat (MDI) dan diaduk lagi selama 5 menit sampai campuran homogen.
Kemudian diaplikasikan pada spesimen plastik ABS yang telah disiapkan, hasil
panel uji didiamkan pada suhu ruang untuk menguapkan pelarut. Lapisan film

poliuretan pada panel logam diuji daya kilap dan daya rekat.

Tabel 3.3. Persiapan Pelapis Cat Poliuretan-MMT
Persiapan pelapis poliuretan yang akan dibuat pada perbandingan Poliol:MDI
mengikuti prosedur kerja Ginting (2010) dan perbandingan pemakaian clay
mengikuti cara Nayani (2013) sebagaimana dapat dilihat pada dapat Tabel 3.1

Tabel 3.1. Komposisi Sampel
Sampel

Komposisi
MDI (g)

Poliol (g)

MMT (g)

PU Komersil

30


70

-

PU MKS

30

70

-

PUMKS-MMT

30

70

5


33

3.4. Karakterisasi Hasil Penelitian
3.4.1. Penentuan Bilangan Iod
Untuk menentukan bilangan Iodium hasil sistesis poliol miyak kelapa sawit
(AOCS Cd 1b-87). Ditimbang dengan teliti sebanyak 0,3 g poliol dalam erlemeyer
bertutup 250 ml, ditambahkan 15 ml pelarut sikloheksana- asam asetat kedalam
sampel dan kocok sampai sampel melarut seluruhnya. Dimasukkan 25 ml larutan
Wijs kedalam labu yang berisi sampel, kemudian ditutup dan dikocok agar
tercampur sempurna. Kemudian disimpan ditempat yang gelap pada suhu kamar
selama 30 menit dan ke dalam campuran ditambahkan 20 ml larutan KI 15 % dan
dikocok. Ditambahkan 100 ml akuades dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N
hingga warna kuning yang terjadi hampir hilang. Selanjutnya ditambahkan 1-2 ml
larutan indikator pati kedalam labu dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat
hilang, catat volume Na2S2O3 yang terpakai. Dilakukan titrasi terhadap blanko
dengan prosedur yang sama. Bilangan Iodium dihitung dengan rumus:
Bilangan Iodium =

(B−S) X N X 12,69

Berat Sampel (gram)

.........(3.1)

Dengan : B = volume titrasi blanko ( ml )
S = volume titrasi sampel ( ml )
3.4.2. Penentuan Bilangan Oksirana
Analisa bilangan oksirana hanya dilakukan untuk senyawa epoksida hasil
epoksidasi mengikuti prosedur (AOCS Cd 8-53). Ditimbang sebanyak (0,3 -0,5
gram) sampel kedalam erlemeyer,larutkan sampel dengan 10 ml CH3COOH
glasial dan klorobenzen, aduk sampai larut sempurna. Tambahkan 5 tetes
indikator metil violet dan tutup rapat. Kemudian titrasi sampel dengan larutan 0,1
N HBr hingga mencapai titik akhir titrasi ditandai terjadinya perubahan warna
biru kehijauan yang bertahan selama 30 menit. Bilangan Oksirana dihitung
dengan rumus :
Bilangan Oksirana =

V HBr X N HBr X1,60
Berat Sampel

.......(3.2)

34

3.4.3. Penentuan Gugus Hidroksil
Gugus hidroksil yang telah terjadi pada proses reaksi epoksida dibuktikan dengan
uji FT-IR dan bilangan hidroksil. Bilangan hidroksil didefinisikan sebagai jumlah
miligram KOH yang ekivalen terhadap kandungan hidroksil sampel.
3.4.4. Analisis Termogravimetri
Analisa TGA dilakukan dengan menggunakan instrumen Shimadzu DTG – 60.
Sampel ditimbang dengan massa 0,2 mg dan dipanaskan pada suhu kamar sampai
600

o

C dengan laju pemanasan 20

o

C/menit. Analisis dilakukan dengan

menaikkan suhu sampel secara bertahap dan menentukan kehilangan berat
terhadap perubahan temperatur. Semua spesimen yang diuji dibawah aliran gas
nitrogen.
3.4.5. Analisis FT-IR
Spektroskopi inframerah dari nanokomposit yang diperoleh dengan pellet KBr
menggunakan Shimadzu FTIR spektrofotometer. Spektra yang diperoleh di
wilayah inframerah pertengahan (4000-800 cm-1) pada suhu kamar.
3.4.6. Analisis Morfologis
Proses pengamatan mikroskopik menggunakan Scanning Electron Microscopy
(SEM) diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam
spesimen older. Kemudian sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel dilapisi
dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang bertekanan1492 x 10-2
atm. Sampel selanjutnya dimasukkan kedalam ruangan yang khusus dan
kemudian disinari dengan pancaran electron bertenaga 10 kVolt sehingga sampel
mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat deteksi dan
detector scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang
menyebabkan timbulnya gambar CRT ( Chatode Ray Tube). Pemotretan
dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran
yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

35

3.4.7. Analisis Difraksi Sinar- X
Analisis difraksi sinsr-X (XRD) pada sampel dilakukn dengan alat Shimadzu
XRD-7000 X-Ray Difraktometer Maxima dengan tabung anoda Cu. Analisis
XRD bertujuan untuk mengetahui bentuk kristal material. Perubahan dalam
intensitas yang terdifraksi diukur, direkam, dan diplot terhadap sudut difraksi 2 θ.
Analisis menggunakan XRD memungkinkan untuk menentukan struktur
kristal,analisis fase kuantitatif dan kualitatif, ukuran kristal, maupun perhitungan
kisi- kisi dari suatu material.
3.4.8. Pengujian Daya rekat pelapis poliuretan pada aplikasi
A. Pengujian Daya rekat Iso 2409
Peralatan yang dipakai untuk uji daya rekat adalah pisau pemotong
(penggores,cutter) yang tajam dan crosscut tape 3 M. Lapisan film poliuretan pada
aplikasi diuji yang telah disiapkan digores dengan pisau sebanyak 11 baris dengan
jarak 2 mm dengan jarak seragam. Goresan yang sama juga dibuat tegak lurus
dengan goresan yang pertama sehingga terbentuk pola bujur sangkar kecil
sebanyak 100 buah. Crosscut tape ditempelkan secara merata diatas goresan yang
dibuat, kemudian ujung crosscut ditarik secara cepat dengan arah 60o terhadap
permukaan panel. Tingkat kerusakan film menunjukkan kualitas daya rekatnya.

B. Pengujian Daya Kilap Lapisan film JIS K 7105
Pralatan yang digunakan adalah Glossmeter bersudut 60o. Lapisan film yang diuji
dibersihkan dari debu dengan menggunakan alat pembersih atau dilap dengan
pelarut yang tidak merusak lapisan film. Glossmeter yang telah dikalibrasi
diletakkan rata dengan permukaan film cat kemudian dilakukan pembacaan angka
pada alat.

36

3.5. Bagan Percobaan
3.5.1. Bagan Pembuatan Epoksida

Asam Asetat Glasial

H2SO4 pekat

H2O2 30%

Reaktor
Dipanaskan
(T: 40-45 oC, t: 1jam)

Asam oleat MKS
Dipanaskan
(T: 40-45 oC, t: 2 jam)
Epoksida MKS

FT-IR, Bil Iod

37

3.5.2. Bagan Pembuatan Poliol MKS

Glyserol

H2SO4

Metanol

Reaktor,
Diaduk (T: 40-45 oC, t: 1 jam)

Epoksida MKS
Refluk (T:40-45 oC, t: 5 jam)

Poliol MKS

Karakterisasi FT-IR

38

3.5.3. Bagan Preparasi Bentonit menjadi MMT

Dianalisa SEM

Bentonit
Digerus, diayak, didespersikan
membentuk suspensi,
didiamkan, saring
Endapan MMT

Analisa XRD dan
SEM

MMT 200 mesh
Dilarutkan dalam air,
diultrasonikasi diaduk,
dipanaskan, dan digerus
MMT nanopartikel

Uji SEM,
PSA

MMT ukuran nano

CTAB

Karakterisasi
XRD

MMT-CTAB

39

3.5.4. Bagan Pembuatan Poliuretan dan Aplikasi

Poliol MKS

MMT

Pelarut

Pencampuran
aduk (t: 30 menit)

MDI

Cat Poliuretan

Aplikasi ke
Panel ABS

Uji Daya rekat,
Daya kilap

FT-IR, SEM, DTA

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Senyawa Poliol dari Minyak Kelapa Sawit.
Pada hasil penelitian ini, epoksida minyak kelapa sawit (MKS) yang dihasilkan
dari hasil sintetis memiliki warna lebih terang dibandingkan dari warna asam oleat
minyak kelapa sawit. Hasil analisa bilangan iodin dan bilangan oksirana minyak
kelapa sawit terhadap epoksida asam oleat minyak kelapa sawit seperti pada Tabel
4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1. Hasil analisis minyak kelapa sawit dan epoksida MKS
Parameter

Asam Oleat MKS

Epoksida MKS

Bilangan Iodin (I2/100 g)

56,72

54,29

Bilangan Peroksida (%)

0,64

7,12

Bilangan iodin asam oleat minyak kelapa sawit 56,72 g I2/100 g menurun
menjadi 54,29 I2/100 g, bilangan oksirana meningkat dari 0,64% menjadi 7,12%.
Penurunan bilangan Iod mengidentifikasikan terjadinya proses oksidasi ikatan
rangkap, sedangkan bilangan oksirana mengindikasikan terjadinya cincin
epoksida sebagai oksidasi ikatan rangkap yang terdapat pada asam oleat minyak
kelapa sawit, reaksi pembentukan senyawa epoksida pada minyak nabati telah
dilakukan (Sugita, 2007; Meyer, 2008; Odetoye, 2012). Epoksida yang terbentuk
merupakan senyawa antara yang dapat bereaksi lebih lanjut membentuk senyawa
diol dengan adanya nukleofil. Berat jenis poliol minyak kelapa sawit hasil sintesis
diperoleh 0,912.
Hasil analisa spektroskopis FT-IR terhadap senyawa epoksida dilakukan
untuk mendeteksi atau melihat pergeseran puncak yang dapat dikaitkan dengan
proses reaksi yang terjadi. Spektrum pada daerah 1050,16 cm-1 dan 1014,06 cm-1
menunjukkan adanya ikatan

C-O pada cincin epoksi dari senyawa epoksida

minyak kelapa sawit yang terjadi pada proses reaksi berlangsung.

40

41

paracetic acid
C

C

C

C

C

epoxidation

CH

C

C
O

(4.1)

Senyawa poliol dari asam oleat minyak kelapa sawit yang terjadi tahap
awal adalah pembentukan zat antara senyawa epoksida, melalui reaksi antara
hidrokarbon tidak jenuh minyak kelapa sawit dengan asam format pada
persamaan (4.1) (Odetoye, 2012). Hasil analisis FT-IR

menunjukkan

terbentuknya gugus hidroksil pada senyawa epoksida minyak kelapa sawit, reaksi
berlangsung selama 5 jam pada suhu 60oC yang dibuktikan dengan serapan
bilangan gelombang yang melebar pada 3396,18 cm-1, dan bilangan hidroksil
adalah 124 KOH/g, gugus hidroksi yang terbentuk akibat reaksi pembukaan
cincin epoksida.

% Transmitan

OH

C=O

CH3

CH3
C-O eter
C=O
As.Oleat
Epoksida
Poliol
4000

3500

CH3
C=O
3000

2500

2000

1500

1000

-1

Bilangan gelombang (cm )

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Asam Oleat MKS, epoksida MKS dan Poliol MKS
Serapan pada bilangan gelombang 1370,4 cm-1 menunjukkan adanya
gugus hidroksil pada atom C sekunder.

42

Tabel 4.2. Bilangan gelombang dengan gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1)

Gugus Fungsi
MKS

Epoksi

-OH

-

-

-CH3

3009,06;2923,73 1056,16; 1014,06

Poliol
3396,18
2925,85; 2855,3

2854,31
C=O ester

1708,55

1709,56

C-H alkana

1459,12;1412,45 1410,35;1378,06

1729,10

1457,75;1438,18
1370,4

C-H alkena

935,39;722,58

-

-

C-O eter

-

1050,16;1014,56

-

C-O alkohol

-

-

1029;1243,2

4.2. Hasil Karakterisasi Bentonit menjadi Montmorillonit
Sampel bentonit diambil dari Desa Blangdalam Kecamatan Nisam Kabupaten
Aceh Utara, dengan karakter fisik warna bentonit abu-abu kecoklatan pada
Gambar 4.2a dan montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam pada Gambar
4.2b. Berdasarkan hasil analisa kimia, bentonit desa Blangdalam Aceh Utara,
mengandung 51,6% montmorillonit (Julinawati, 2012).

43

Gambar 4.2 Sampel a) bentonit alam asal Desa Blangdalam, Aceh Utara dan b)
MMT hasil isolasi

4.2.1. Karakterisasi dengan FT-IR
Analisis spektrum FT-IR

pada Gambar 4.3 menunjukkan sampel bentonit

mempunyai karakteristik yaitu memiliki serapan pada daerah spektrum 3651,45
cm-1 dan 3620,20 cm-1 ini merupakan rentangan H2O dan gugus OH oktahedral.

160

140

% Transmitan

H-O-H
120

O-H

100
Si-O-Al
80

60

Si-O-Si

Bentonit
4000

3500

3000

2500

2000

1500

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Bentonit

1000

44

Serapan pada bilangan gelombang 1637,92 cm-1 adalah vibrasi tekuk HO-H, spektrum 1114,32 cm-1,1003,60 cm-1 merupakan regangan C-H, serapan
1038,83 cm-1 dan 1027,83 cm-1 merupakan asimetris Si-O-Si, serapan regangan
Si-O-Al pada 796,5 cm-1,752,4 cm-1, 692,05 cm-1. Spektrum FT-IR montmorillonit
hasil pengolahan dari bentonit Desa Blangdalam dapat dilihat pada Gambar 4.4
spektrum yang muncul adalah pada panjang gelombang 3367,35 cm-1 yang
menunjukkan adanya gugus OH (ikatan hidrogen) dan gugus OH oktahedral.
Bilangan gelombang pada 1631,50 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
tekuk H-O-H, spektrum 1032,32 cm-1 adanya regangan asimetris Si-O-Si, dan
pada spektrum 797,82 cm-1 911,64 cm-1 vibrasi tekuk dari Al-O-Al. Spektrum
montmorillonit hasil isolasi dapat dilihat pada Gambar 4.4. Montmorillonit ini
merupakan hasil pengolahan dari bentonit Desa Blangdalam Aceh Utara
spektrum montmorillonit

200
190
H-O-H

O-H

% Transmitan

180
170
160
Si-O-Al
150
140
MMT isolasi
130
4000

3500

3000

Si-O-Si
2500

2000

1500

1000

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 4.4. Spektrum FT-IR MMT Hail isolasi

45

250
240

O-H
H-O-H

% Transmitan

230
220
210

Si-O-Al

200
190
MMT standar
180
4000

3500

3000

Si-O-Si
2500

2000

1500

1000

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 4.5. Spektrum FT-IR MMT Standar
Pada Gambar 4.5 spektrum 2923,31 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH
(ikatan hidrogen) yang merupakan gugus OH oktahedral, spektrum 1738,83 cm-1
vibrasi tekuk H-O-H, pada spektrum 1467,94 cm-1 dan 1366,09 cm-1 merupakan
regangan O-H.
Tabel 4.3 Bilangan gelombang dengan gugus fungsi
Bilangan
gelombang
Bentonit

(cm-1)

Vibrasi ulur O-H

3694,08
3620,20

3367,35

2923,31

Tekuk H-O-H

1637,92

1631,50

1738,56

Ulur Si-O-Si

1038,83; 1027,83

1032,32

1035,54

Ulur Si-O-Al

796,50; 752,44
692,05
1114,32;1003,60

797,82

798,12

-

-

Gugus Fungsi

Regangan C-H
Regangan O-H

MMT Hasil Isolasi

MMT Standar

1467,90;1366,07

46

Pada spektrum 1038,94 cm-1 regangan asimetris SI-O-Si dan spektrum 798,19
cm-1 vibrasi tekuk dari Al-O-Al.
4.2.2. Karakterisasi Morfologi
Berdasarkan hasil karakterisasi terhadap morfologi permukaan

dengan SEM,

struktur permukaan bentonit alam Gambar 4.6, montmorillonit hasil isolasi dari
bentonit alam Gambar 4.8 memiliki permmukaan yang berbeda
montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam

dan

pada Gambar 4.7 memiliki

permukaan yang hampir sama. Permukaan montmorillonit lebih homogen
dibandingkan dengan permukaan struktur

Gambar 4.6. Foto SEM Bentonit Alam

Gambar 4.7. Foto SEM MMT Standar

47

Gambar 4.8. Foto SEM MMT hasil isolasi

4.2.3. Karakterisasi dengan Difraksi Sinar –X
Gambar 4.9 Spektrum XRD bentonit alam Desa Blangdalam, Kecamatan Nisam
Kabupaten Aceh Utara.

MMT
MMT
MMT
MMT

Intensitas [-]

MMT
MMT

MMT
MMT

MMT
MMT
MMT

MMT

Bentonit
MMT isolasi
MMT standar

10

20

30

40

50



Gambar 4.9. Spektrum XRD Bentonit, MMT Isolasi, MMT Standar

Hasil

identifikasi

menunjukkan

bentonit

alam

ini

mengandung

montmorillonit. Puncak-puncak yang menunjuk adanya montmorillonit ditemukan

60

48

pada puncak 19,90o, 21,00o, 24,50o, 28,05o dan 35,43o ( Fisli, A, 2007) pada
Gambar 4.9. Setelah dilakukan pengolahan bentonit alam menjadi montmorillonit,
spektrum XRD yang muncul merupakan puncak-puncak khas dari montmorillonit
yaitu pada sudut 2 θ yaitu pada puncak 19,42o, 21,34o, 24,50o dan 35,43o . Setelah
bentonit menjadi montmorillonit, kemudian dimodifikasi terlebih dahulu dengan
CTAB sehingga montmorillonit yang bersifat hidrofilik menjadi hidrofobik. Hal
inilah yang memungkinkan terjadinya interkalasi antarmuka dengan matrik
polimer yang berbeda seperti poliuretan.
4.2.4. Pengujian dngan Particle Size Analizer
Montmorillonit hasil isolasi dari bentonit alam ukurannya antara 50 – 100 µm,
kemudian diproses menjadi nanopartikel dengan metoda pengendapan dan
pengadukan mengguna kan ultrasonik dan pemanasan.

82,15

14

particle MMT
12
10

q%

8
6
4
2
0
0

50

100

150

200

250

300

350

Diameter (nm)

Gambar 4.10 Grafik Diameter Montmorillonit
Untuk membuktikan bahwa sudah dalam nanomolekul terbentuknya
ukuran nanometer yaitu dengan menggunakan Particle Size Analizer. Data hasil
distribusi ukuran partikel pada Gambar 4.10, diperoleh bahwa montmorillonit
nanopartikel hasil isolasi dari bentonit alam diperoleh berdiameter rata-rata 82,15
nm.

49

4.3. Hasil Karakterisasi Poliuretan sebagai Bahan Cat
Pembuatan bahan cat poliuretan berbasis minyak kelapa sawit, yaitu mereaksikan
poliol hasil sintesis dengan methylen diisosianat (MDI), poliol minyak kelapa
sawit yang dihasilkan berwarna agak kekuningan. Setelah direaksikan dengan
MDI dan di aplikasikan ke spesimen plastik ABS tetap menjadi warna
kekuningan, seperti Gambar 4.11 .
Pada gambar 4.11a, spesimen plastik ABS dilapis dengan poliuretan/MMT
pada perbandingan Poliol MKS: MDI: MMT adalah 70: 30: 5% hasilnya lebih
baik, pada permukaan rata dan halus. Gambar 4.11b

spesimen plastik ABS

dengan pelapis cat poliuretan komersil

a

b

Gambar 4.11. Aplikasi pelapis poliuretan pada plastik ABS

4.3.1. Karakterisasi Reaksi Pembentukan Poliuretan dengan FT-IR
Reaksi poliol MKS dengan MDI menghasilkan poliuretan, dan reaksi poliol
komersil dengan MDI menghasilkan poliuretan komersil.

50

160
140

% Transmitan

120
100

N-H(58,46%)

80
60

N-H(76,06%)

40
20
0
4000

N-H(58,36%)
PU Komersil
PU-MKS
PU-MKS+MMT
3500

3000

2500

2000

1500

1000

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 4.12 Spektrum FT-IR PU Komersil, PU-MKS dan PU-MKS/MMT
Hasil karakterisasi terhadap ketiga jenis poliuretan hasil sintesis dengan
spektroskopi pada daerah serapan yang hampir sama, yaitu 3311,86 cm-1, 3315,80
cm-1 3316,86 cm-1 merupakan gugus N-H dan pada daerah serapan 1698,47
cm1,170129 cm-1 dan 1704,76 cm-1 merupakan gugus C=O dari senyawa amida.

Tabel 4.4. Bilangan gelombang dengan gugus fungsi
Gugus Fungsi

Bilangan-

(cm-1)

gelombang
PU Komersil

PU-MKS

PU-MKS/MMT

-N-H

3311,86

3315,80

3316,21

-CH

2942,56

2926,63:2855,51 2934,74: 2870,40

-C=O (amida)

1698,47

1701,29

1704,76

C=C (MDI)

1475,39

1529,02

1601,78;1536,43

816,01

816,72

C-H (aromatik)
C=N

816,57
1310,78;1226,88

1311,38;1229,42 1313,75;1232,02

51

Pada daerah serapan 2942,56 cm-1 untuk PU Komersil, 2926,63 cm-1, 2855,51
cm-1 untuk PU-MKS dan 2934,74 cm-1, 2870,40 cm-1 untuk PU-MKS/MMT
meupakan serapan gugus C-H alkana, dan pada serapan 816,57 cm-1, 816,01 cm-1
dan 816,72 cm-1 gugus C-H aromatik dari senyawa MDI. Serapan pada daerah
1310,78 cm-1, 1311,38 cm

-1

dan 1313,75 cm-1 merupakan serapan gugus C=N

dari senyawa isosianat. Perbandingan spektrum FT-IR poliuretan komersil dan
poliuretan sintesis menunjukkan daerah serapan yang hampir sama. Pada Gambar
4.12 tampak hasil spektrum FT-IR poliuretan komersil, poliuretan sintesis minyak
kelapa sawit dan poliuretan minyak kelapa sawit yang ditambah dengan MMT.

4.3.2. Karakterisasi Termal
Analisis termogravimetri (TGA) dari PU Komersil, PU-MKS dan PU-MKS/MMT
ditunjukkan pada Gambar 4.13.Termogravimetri dapat digunakan untuk
mengkarakterisasi setiap bahan yang menunjukkan perubahan berat bahan pada
saat pemanasan, dan untuk mendeteksi perubahan karena proses dekomposisi.

100

Berat (%)

80

60

40

20

PU komersil
PU-MKS
PU-MKS+MMT

0
0

100

200

300

400

500

600

o

Temperatur ( C)

Gambar 4.13. Termogram dari PU Komersil, PU- MKS, PU- MKS/MMT

52

Pengurangan berat pada awal 50-150 oC air yang menguap untuk PU
Komersil, PU MKS dan PU-MKS/MMT dengan kehilangan berat masing-masing
-1,00 mg, -0,15 mg dan -0,53 mg atau sekitar 5%. dekomposisi dari PU Komersil
pada suhu 380 oC sisa sampel 1,40 mg atau sekitar 14%. Untuk PU MKS
dekomposisi dan PU-MKS/MMT pengurangan berat pada awal 150-200 oC
sebesar 5% dan dekomposisi pada suhu 490 oC. Ini membuktikan bahwa PUMKS/MMT tersebut telah mengalami peningkatan kesetabilan termal.
Tabel 4.5. Kehilangan berat pada variasi tpemperatur
Suhu(Co)

PU-Komersil (mg)

PU-MKS (mg)

PU-MKS/MMT (mg)

50-150

-1,00

-0,15

-0,53

150-300

-3,71

-2,66

-3,53

300-450

-6,93

-6,36

-5,94

450-600

-8.60

-9,01

-8,08

Dari Tabel 4.5. dapat disimpulkan bahwa PU-MKS/MMT terdekomposisi
8,08 mg dan masih ada sisa berat sebanyak 1,92 mg, PU-MKS sisa berat sebanyak
0,09 mg dan PU-Komersil sebanyak 1,40 mg. Data ini menunjukkan bahwa PUMKS/MMT lebih tahan panas.
4.3.3 Karakterisasi Morfologi
Foto SEM terhadap spesimen plastik ABS yang dilapis dengan bahan pelapis
nanokomposit poliuretan komersil Gambar 4.14.

53

Gambar 4.14. Foto SEM pelapis poliuretan Komersil
Foto SEM specimen yang dilapisi dengan bahan pelapis nanokomposit
poliuretan minyak kelapa sawit pada Gambar 4.14.

Gambar 4.15. Foto SEM pelapis poliuretan minyak kelapa sawit
Foto SEM spesimen yang dilapisi dengan bahan pelapis nanokomposit poliuretan
minyak kelapa sawit-MMT Gambar 4.15.

54

Gambar 4.16. Foto SEM pelapis poliuretan minyak kelapa sawit-MMT
Gambar 4.16 memperlihatkan foto SEM pelapis poliuretan minyak kelapa
sawit-MMT menjelaskan bahwa MMT terdispersi dengan baik dalam poliuretan
minyak kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantara adanya
ukuran nano dari MMT dan montmorillonit dimodifikasi dengan CTAB atau
pembentukan menjadi organoclay.

4.3.4. Karakterisasi Klasifikasi Daya Rekat
Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa PU komersil dan PU-MKS masuk dalam
klasifikasi 2, ini menyatakan bahwa spesimen plastik ABS yang diaplikasikan
dengan PU Komersil dan PU-MKS tingkat kerusakan sekitar 15%.

Tabel 4.6. Klasifikasi Daya Rekat
No

Speciment

Klasifikasi

1

PU Komersil

2

2

PU-MKS

2

3

PU-MKS/MMT

1

Spesiment plastik ABS yang diaplikasikan dengan PU-MKS/MMT masuk
dalam klasifikasi 1, ini menyatakan tingkat kerusakan PU-MKS/MMT sekitar 5%

55

(ISO 2409). Penambahan MMT pada poliuretan berbasis minyak kelapa sawit
dapat meningkatkan kuat rekat (daya rekat). Daya rekat antara film pelapis dan
media dapat ditimbulkan oleh gaya ikatan, gaya ikatan hidrogen, gaya dispersi,
dan perekatan secara mekanis (pori-pori) atau kombinasinya. Daya rekat sangat
tergantung pada sifat permukaan media dengan resin. Untuk mendapatkan ikatan
yang baik media dan polimer harus bersifat kompatibel dan dapat membangun
beberapa macam gaya ikatan (Backman, 2002). Berdasarkan hal tersebut diatas
daya rekat yang cukup baik lapisan film poliuretan alam media spesimen ABS
disebabkan oleh terbentuknya gaya-gaya ikatan antara spesiment ABS dengan
film poliuretan. Kekuatan perekat pelapis polimida dengan penambahan clay 3%
meningkat dengan perekat pelapis polimida tanpa clay (Kishore, 2012).

4.3.6 Karakterisasi Daya Kilap Spesiment
Pada Gambar 4.17 daya kilap lapisan film PU Komersil pada aplikasi plastik ABS
secara statistik lebih baik dibandingkan dengan daya kilap PU-MKS hasil sintesis,
dan daya kilap PU-MKS/MMT lebih baik dari daya kilap PU Komersil.

100

Daya kilap (%)

98
96
94
92
90
88
86

PU

PU-MKS

PU-MKS+MMT

Gambar 4.17. Pengaruh Jenis Poliol terhadap Daya Kilap Film PU
Daya kilap lapisan film tergantung pada kehalusan dari lapisan film yang
terbentuk (Talbert, 2008). Penambahan MMT pada poliol hasil sintesis

56

menghasilkan lapisan film poliuretan daya kilap tinggi. Daya kilap dapat
didefinisikan sebagai kemampuan permukaan lapisan film untuk memantulkan
kembali cahaya. Permukaan lapisan film yang halus dapat menghasilkan daya
kilap yang tinggi sebaliknya permukaan lapisan film yang kasar menghasilkan
daya kilap rendah.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Berdasrkan uji termal diperoleh bahwa cat poliuretan berbasis minyak
kelapa sawit yang ditambahkan montmorillonit hasil isolasi dapat
meningkatkan panas dibandingkan dengan poliuretan tanpa penambahan
montmorillonit (PU Komersil).
2. Dekomposisi poliuretan komersil pada temperatur 380 oC, dan pada
poliuretan minyak kelapa sawit dengan penambahan montmorillonit 5%
dekomposisi meninkat pada temperatur 490oC.
3. Dengan penambahan montmorillonit dapat meningkatkan daya rekat
pada aplikasi cat poliuretan dan juga dapat meningkatkan daya kilap dari
permukaan pelapis cat pada aplikasi.
4. Pengolahan

bentonit

montmorillonit

alam

dapat

menjadi

montmorillonit,

hasil isolasi ini dapat dibuat

menjadi

dan

ukuran

nanopartikel dengan ukuran 82,5 nm.

5.2. Saran
Pengaruh penambahan montmorillonit dapat dikembangkan lagi untuk
ketahanan korosi, ketahanan cuaca. Juga perlu diteliti lanjutan aplikasi dari
poliuretan dan montmorillonit untuk pengadaan material yang lain.

57