Pembuatan Senyawa Poliol Dari Minyak Goreng Sebagai Bahan Baku Poliuretan Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan

(1)

PEMBUATAN SENYAWA POLIOL DARI MINYAK GORENG

SEBAGAI BAHAN BAKU POLIURETAN

DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

MEDAN

TUGAS AKHIR

IRMA YUNI MAHARANI

112401018

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBUATAN SENYAWA POLIOL DARI MINYAK GORENG

SEBAGAI BAHAN BAKU POLIURETAN

DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT

MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat

memperoleh Ahli Madya

IRMA YUNI MAHARANI

112401018

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pembuatan Senyawa Poliol Dari Minyak Goreng Sebagai Bahan Baku Poliuretan Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan

Kategori : Karya Ilmiah

Nama : Irma Yuni Maharani Nomor Induk Mahasiswa : 12401018

Program Studi : D3-Kimia Industri Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2014

Disetujui Oleh Pembimbing, Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS Prof. Basuki W, MS., Ph.D NIP. 195408301985032001 NIP. 195204181980021001


(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN SENYAWA POLIOL DARI MINYAK GORENG SEBAGAI BAHAN BAKU POLIURETAN

DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2014

IRMA YUNI MAHARANI 112401018


(5)

PERNGHARGAAN

Alhamdulillahirobbil Alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini dengan judul Pembuatan Senyawa Poliol Dari Minyak Goreng Sebagai Bahan Baku Poliuretan Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Karya ilmiah ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan agar dapat menyelesaikan pendidikan di program studi D-3 Kimia Industri FMIPA USU.

Selanjutnya pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teristimewa Ayahanda ZAinal Abidin dan Ibunda Suminem yang telah memberikan kasih saying dan do’a restunya dengan ikhlas kepada penulis, serta dukungan baik secara materi maupun moril sehingga dapat menghantarkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Selama penulisan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Basuki W, MS., Ph.D selaku dosen pembimbing

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU

3. Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku ketua Departemen Kimia

4. Bapak Dr. Eka Nuryanto, M.Si, serta abang-abang dan kakak-kakak teknisi di Laboratorium Oleokimia Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan selaku pembimbing di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan

5. Kakak Siti Hindun Nurhayati, Adinda Nuri Sulis Tiani dan Delvi Andini 6. Teman terbaik penulis yakni M. Ryan Baihaqi, Nino Vembrianto, Vina,

Rahel, Anrul, dan Marina.

7. Seluruh sahabat dan rekan-rekan mahasiswai Kimia Industri stambuk 2011 Terima kasih atas segala bantuannya, penulis hanya dapat berdo’a semoga amal baik kita mendapat ridho dari Allah SWT, Aamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya memperbaiki dan membangun penulisan karya ilmiah ini sangat diharapkan untuk kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi para pembaca.


(6)

PEMBUATAN SENYAWA POLIOL DARI MINYAK GORENG SEBAGAI BAHAN BAKU POLIURETAN

DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

ABSTRAK

Poliol dari minyak goreng telah dibuat melalui reaksi epoksidasi minyak goreng dilanjutkan dengan reaksi hidrolisis. Kemudian hasil karakterisasi poliol dari minyak goreng dianalisis melalui spektrofotometer FT-IR. Pembentukan poliol ini didukung oleh hasil penentuan bilangan iodin minyak goreng dibandingkan dengan bilangan iodin poliol dari minyak goreng yang mengalami penurunan harga dari 6,36 menjadi 1,56 sedangkan bilangan hidroksi mengalami kenaikan dari 56,06 menjadi 75,55.

Selanjutnya pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan menggunakan toluene diisosianat direaksikan dengan poliol dari minyak goreng. Sintesis poliuretan dilakukan pada perbandingan TDI : poliol (2 : 1). Poliuretan yang diperoleh diidentifikasi dengan spektroskopi FT-IR. Spektrum poliuretan yang dihasilkan memberikan spektrum yang sesuai dan menunjukkan telah terbentuknya gugus uretan dari poliuretan.


(7)

PRODUCTION OF POLYOL COMPOUND FROM COOKING OIL AS POLYURETHANE BASIC MATERIAL

AT PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

ABSTRACT

Polyol from cooking oil has been made through epoksidation reaction of cooking oil continued by hydrolysis reaction. Then, the result of polyol characterization from cooking oil was analyzed by using spectrophotometer FT-IR. This polyol production was supported by the result of determination iodine number of cooking oil compared to the determination iodine number of cooking oil polyol which getting cost reduction from 6,36 to 1,56. Whereas hydroxyl number was marking up cost from 56,06 to 75,66.

Furthermore, through this research it has been made polyurethane synthesis by using toluene diisocyanate reacted by polyol of cooking oil. Polyurethane synthesis was made in ratio between TDI : Polyol (2 : 1). Polyurethane acquired was identificated through spectroscopy FT-IR. The polyurethane spectrum resultant gave the appropriate spectrum and showing urethane cluster formed from polyurethane.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstack v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Singkatan x

Daftar Lampiran xi

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Lemak dan Minyak 4

2.2. Epoksidasi 5

2.3. Poliol 7

2.4. Isosianat 9

2.5. Polimer 12

2.6. Poliuretan 14

2.7. Spektroskopi Inframerah 18 Bab 3. Metode Percobaan

3.1. Alat-alat 21

3.2. Bahan-bahan 22

3.3. Prosedur Percobaan 23 3.3.1. Pembuatan Senyawa Poliol dari Minyak goreng 23 3.3.2. Pembuatan poliuretan 24 3.3.3. Penentuan Bilangan Iodine 24 3.3.4. Penentuan Bilangan Hidroksi 25 Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Percobaan 27

4.2. Reaksi Percobaan 29

4.2.1. Reaksi Pembuatan Senyawa Poliol 29 4.2.2. Reaksi Pembuatan Poliuretan 31


(9)

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 34

5.2. Saran 35

Daftar Pustaka 36


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Frekuensi Regangan Inframerah untuk Beberapa 19 Jenis Ikatan

4.1. Data Penentuan Bilangan Iodine 27 4.2. Data Penentuan Bilangan Hidroksi 28


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1. Reaksi Epoksidasi 5

2.2. Reaksi Epoksidasi terhadap Alkena 6 2.3. Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat 10 2.4. Reaksi Isosianat dengan Alkohol 10 2.5. Reaksi Isosianat dengan Air 11 2.6. Reaksi Isosianat Berlebih dengan Senyawa Amina 11 2.7. Reaksi Asam Asetat dengan Etanol 13 2.8. Reaksi Pembentukan Poliuretan 14 2.9. Reaksi Pembentukan Monomer Poliuretan 14 2.10. Heksana-1,6-Diisosianat 15 4.1. Reaksi Pembentukan Senyawa Poliol 29 4.2. Reaksi Pembentukan Poliuretan 31


(12)

DAFTAR SINGKATAN

FT-IR = Fourier Transform – Infra Red

IUPAC = International Union of Pure and Apllied Chemistry MDI = Methylene Diphenyl Diisosianat

TDI = Toluena Diisosianat NDI = Naftalena 1,5-Diisosianat UV = Ultra Violet


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp

1. Hasil FT-IR dari Minyak Goreng 37 2. Hasil FT-IR dari Poliol Minyak Goreng 38 3. Hasil FT-IR dari Poliuretan 39 4. Pembuatan Reagen dan Standarisasi 40 5.1. Foto Pembuatan Poliol 42 5.2. Foto Poliol dari Minyak Goreng 42 5.3. Foto Pembuatan Poliuretan 42 5.4. Foto Hasil Poliuretan 42


(14)

PEMBUATAN SENYAWA POLIOL DARI MINYAK GORENG SEBAGAI BAHAN BAKU POLIURETAN

DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

ABSTRAK

Poliol dari minyak goreng telah dibuat melalui reaksi epoksidasi minyak goreng dilanjutkan dengan reaksi hidrolisis. Kemudian hasil karakterisasi poliol dari minyak goreng dianalisis melalui spektrofotometer FT-IR. Pembentukan poliol ini didukung oleh hasil penentuan bilangan iodin minyak goreng dibandingkan dengan bilangan iodin poliol dari minyak goreng yang mengalami penurunan harga dari 6,36 menjadi 1,56 sedangkan bilangan hidroksi mengalami kenaikan dari 56,06 menjadi 75,55.

Selanjutnya pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan menggunakan toluene diisosianat direaksikan dengan poliol dari minyak goreng. Sintesis poliuretan dilakukan pada perbandingan TDI : poliol (2 : 1). Poliuretan yang diperoleh diidentifikasi dengan spektroskopi FT-IR. Spektrum poliuretan yang dihasilkan memberikan spektrum yang sesuai dan menunjukkan telah terbentuknya gugus uretan dari poliuretan.


(15)

PRODUCTION OF POLYOL COMPOUND FROM COOKING OIL AS POLYURETHANE BASIC MATERIAL

AT PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN

ABSTRACT

Polyol from cooking oil has been made through epoksidation reaction of cooking oil continued by hydrolysis reaction. Then, the result of polyol characterization from cooking oil was analyzed by using spectrophotometer FT-IR. This polyol production was supported by the result of determination iodine number of cooking oil compared to the determination iodine number of cooking oil polyol which getting cost reduction from 6,36 to 1,56. Whereas hydroxyl number was marking up cost from 56,06 to 75,66.

Furthermore, through this research it has been made polyurethane synthesis by using toluene diisocyanate reacted by polyol of cooking oil. Polyurethane synthesis was made in ratio between TDI : Polyol (2 : 1). Polyurethane acquired was identificated through spectroscopy FT-IR. The polyurethane spectrum resultant gave the appropriate spectrum and showing urethane cluster formed from polyurethane.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lemak (fat) dan Minyak (oil) ialah triester dari gliserol dan disebut juga trigliserida atau triasilgliserol. Bila minyak dan lemak dididihkan dengan alkali, lalu mengasamkan larutan yang dihasilkan, maka akan diperoleh gliserol dan campuran asam lemak (fatty acid) (Hart et al. 1990).

Lemak dan minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipid netral. Minyak dan lemak memegang peran penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia. Sebagaimana diketahui, lemak memberikan energi kepada tubuh sebanyak 9 kalori tiap gram lemak. Minyak nabati pada umumnya merupakan sumber asam lemak tidak jenuh beberapa diantaranya merupakan asam lemak esensial, misalnya asam oleat, linoleat, linolenat, dan asam arachidonat. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida (Ketaren, 1986).

Minyak mengandung persentase asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan lemak, contohnya minyak nabati (seperti minyak jagung dan minyak kedelai) menghasilkan sekitar 80% asam lemak tidak jenuh jika dihidrolisis (Hart et al. 1990).

Adanya ikatan π pada senyawa organik seperti halnya asam lemak tidak jenuh melalui reaksi epoksidasi yang dilanjutkan dengan hidrolisis akan menghasilkan senyawa poliol, seperti halnya epoksidasi senyawa alkena dalam pembentukan senyawa diol (Fessenden, 1986).


(17)

Poliol merupakan suatu senyawa organik yang mengandung lebih dari satu gugus hidroksil pada tiap molekulnya. Dalam aplikasinya poliol banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan salah satu diantaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan poliuretan. Dalam industri polimer sebagai pereaksi seperti pada pembentukan poliuretan. Pembuatan poliuretan adalah reaksi antara gugus isosianat (-NCO-) dengan hidroksil (poliol) apabila isosianat direaksikan dengan gugus hidroksil dari alkohol akan membentuk rantai uretan. Sedangkan bila isosianat dengan amin akan terbentuk rantai jaringan urea dan bila poliuretan termoplastik akan dihasilkan jaringan rantai alofanat. Dari berbagai sintesis poliuretan diketahui bahwa faktor suhu, katalis, waktu dan konsentrasi (rasio – NCO : OH-) sangat mempengaruhi jenis poliuretan yang dihasilkan. Poliuretan di pasaran dijumpai dalam berbagai bentuk yakni busa fleksibel, busa kaku, elastomer serta plastik padat dan keras (Randal dan Lee, 2002).

Dalam dunia industri, produk polimer sudah mencapai ribuan dan telah berhasil secara komersial. Sampai saat ini ada tiga klasifikasi utama dari industri polimer yaitu plastik, serat, dan karet (elastomer). Salah satu elastomer yang banyak digunakan ialah poliuretan. Kebutuhan poliuretan di dunia, termasuk Indonesia, mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan karena poliuretan tersebut digunakan sebagai bahan pembuatan elastomer, perekat, busa, cat, dan lain-lain. Dalam industri cat, poliuretan merupakan salah satu jenis cat yang memiliki banyak kelebihan dibanding jenis cat yang lainnya antara lain: daya tahan terhadap cuaca, daya kilap yang tinggi, tingkat kekerasan yang cukup baik, dan daya rekat yang baik pada berbagai jenis bahan (logam, plastik, kayu). Dalam bidang pelapisan permukaan, keberhasilan cat dan pernis poliuretan


(18)

bertahan dipasaran karena ketahanannya terhadap cuaca dan kikisan (Cowd, 1991).

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dalam penelitian ini penulis tertarik untuk melakukan pembuatan poliol yang dihasilkan dari minyak goreng sebagai bahan baku poliuretan.

1.2. Permasalahan

Poliol merupakan suatu senyawa organik yang mengandung lebih dari satu gugus hidroksil pada tiap molekulnya. Dalam aplikasinya poliol banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan salah satu diantaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan poliuretan.

Sehingga yang menjadi permasalahan bagaimana menghasilkan senyawa poliol dari minyak goreng yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan poliuretan.

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan senyawa poliol dari minyak goreng yang akan digunakan sebagai bahan baku poliuretan.

1.4. Manfaat

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat diperoleh produk poliol yang memadai dari minyak goreng sehingga minyak goreng dapat dimanfaatkan sebagai sumber poliol dalam pembuatan poliuretan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipida yaitu merupakan lipid netral. Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu : lipid netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida yaitu : lipid kompleks (lesitin, cephalin, fosfatida, serta glikolipid), sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak dan hidrokarbon (Ketaren, 1986).

Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Lemak dan minyak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak mempunyai struktur dasar yang sama (Hart et al. 1990).

Lemak dan minyak dapat juga dibedakan berdasarkan perbedaan titik lelehnya, pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair (Wilbraham et al. 1992).

Perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati yaitu : lemak hewani umumnya bercampur dengan steroid hewani yang disebut kolesterol, lemak nabati umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit dibandingkan lemak nabati.


(20)

Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan dari manusia. Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak yang termasuk kedalam golongan setengah mengering (semi drying oil) atau minyak mengering (drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak jagung, minyak biii bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggi, akan cepat teroksidasi sehingga berbau tengik. Pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak (Ketaren, 1986).

2.2. Epoksidasi

Epoksida merupakan eter siklik bercincin tiga. Dalam IUPAC, penamaan epoksida disebut dengan oksirana. Epoksida sederhana sering disebut etilena oksida. Metode yang umum digunakan untuk mensintesis epoksida adalah reaksi alkena dengan asam peroksida dan prosesnya dinamakan epoksidasi.

Reaksi epoksidasi sebagai berikut :

RCH CHR + R' C O OH O

epoksidasi RCH

O

CHR + R' C OH O

asam peroksida

suatu epoksida oksirana

Gambar 2.1. Reaksi Epoksidasi


(21)

Dalam reaksi ini, asam peroksida memberikan sebuah atom oksigen ke alkena. Karena cincinnya beranggotakan tiga, cincin epoksida sangat terikat sehingga epoksida jauh lebih reaktif dibanding eter yang lain. Misalnya, cincin epoksida dari epoksietana mudah membuka. Senyawa alkena yang memiliki ikatan π dapat dioksidasi menjadi anekaragam produk, tergantung kepada reagensia yang digunakan. Reaksi yang melibatkan oksidasi ikatan π karbon -karbon dapat dikelompokkan menjadi dua gugus umum :

1. Oksidasi ikatan π tanpa memutuskan ikatan sigma. 2. Oksidasi ikatan π yang memutuskan ikatan sigma.

Produk oksidasi tanpa pemutusan ikatan sigma ialah suatu epoksida atau 1,2 diol. Senyawa epoksida hasil epoksidasi yang mempunyai atom oksigen dalam cincin beranggotakan tiga disebut juga eter siklik dan jauh lebih reaktif dibanding eter yang lain (Wibraham et al. 1992).

Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran, epoksida juga dapat dipakai untuk berbagai jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer seperti poliester, poliuretan.

Adapun contoh reaksi epoksidasi terhadap senyawa alkena adalah sebagai berikut :

R-C-OH

Asam Karboksilat

+ H2O2

O O

Peroksida Peracid Air

+

R-C-O-OH H2O


(22)

Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul olefin:

1. Epoksidasi dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis asam atau enzim 2. Epoksidasi dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi

alkali dengan hydrogen peroksida dan epoksidasi yang dikatalisis logam transisi.

3. Epoksidasi dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen dengan garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan rangkap.

4. Epoksidasi dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang digunakan karena dapat menyebabkan degradasi dari minyak menjadi senyawa yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai pendek sehingga oksidasi dengan O

2 merupakan

metode yang tidak efisien untuk epoksida minyak nabati (Goud et al. 2006).

2.3. Poliol

Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun bahan additif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun hasil olahan industri kimia. Pengolahan senyawa tersebut secara industri masih banyak dilakukan dengan mengandalkan hasil olahan industri petrokimia yang mana bahan bakunya berasal


(23)

dari gas alam maupun minyak bumi terbatas dan tidak dapat derperbaharui disamping pengolahannya memerlukan energi yang besar, sehingga perlu dikembangkan untuk diteliti sebagai bahan alternatif.

Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak digunakan sebagai bahan pemelastis dalam matrik polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian juga sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diperoleh kekerasan dan kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk keberbagai jenis barang sesuai kebutuhan (Harjono, 2008).

Gugus hidroksil pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil

karena disamping gugus fungsi ini dapat bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berintraksi melalui dipol-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain untuk menghasilkan campuran yang homogen. Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi sifat lifofil. Adanya sifat hidrofil dan lifofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Jung, 1998).

Randall dan Lee (2002) mengatakan dalam industri polimer sebagai pereaksi seperti pembentukan poliuretan kebutuhan bahan baku poliol pada tahun 2000 mencapai 4,85 million ton dan bahan baku tersebut terbanyak digunakan


(24)

adalah senyawa poliol dari polieter poliol (67%), propilen poliol (21%), alkoksilat (3%), glikol eter (4%) dan lainya sebayak 5%, dimana untuk pembuatan bahan poliol ini menggunakan bahan baku hasil olahan industri petrokimia yang tidak dapat diperbaharui.

2.4. Isosianat

Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan. Isosianat memiliki reaktifitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan nukleofilik. Reaktifitas gugus sianat (-N=C=O) ditentukkan oleh sifat positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap komulatif yang terdiri-dari N, C, dan O. Pada dasarnya kumpulan R-N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus nuklefil seperti air, amina, alkohol, dan asam lemak. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik.

Dalam pembentukan poliuretan sangat penting untuk memilih isosianat yang sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhhir seperti biuret, urea, uretan, dan alopanat. Isosianat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk karbamat, dengan air membentuk urea dan gas CO2, dengan

amina membentuk urea, dengan urean membetuk uretan dan dengan isosinat sendiri. Banyak peneliti telah memakai berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan tetapi isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan untuk komersial adalah toluen diisosianat (TDI), difenilmetan


(25)

diisosianat (MDI), naftalena 1,5-diisosianat (NDI), dan lain-lain. Struktur senyawa isosianat tersebut dilihat pada (Gambar 2.3) (Randal dan Lee, 2002).

O C N N C O

O C N CH3

O C N

Difenil diisosianat 2,4 TDI

Naftalena 1,5-diisosianat

2,6 TDI

O C N CH3 O C N

O C N

O C N

Gambar 2.3. Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat.

Isosianat dapat bereaksi dengan gugus hidroksi seperti alkohol membentuk uretan. Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil dari senyawa alkohol ditentukan oleh reaktivitas berbagai jenis kumpulan hidroksil itu. Adapun reaksi isosianat dengan senyawa alkohol adalah sebagai berikut (Gambar 2.4) :

R1-N=C=O R2-OH R1-NH-C-O-R2 Isosianat Alkohol Uretan R1 dan R2 = group alifatik atau aromatik dan lain sebagainya

+

O


(26)

Isosianat sangat reaktif pada uap, reaksi isosianat dengan air menghasilkan asam karbamat. Asam karbamat yang terbentuk tidak stabil dan bereaksi membentuk amina primer dan karbon dioksida (Gambar 2.5) :

O C N

R + H-OH R NH R-NH2 CO2

OH O

C +

Isosianat Air Asam Karbamat Amina

Gambar 2.5. Reaksi Isosianat dengan Air

Reaksi isosianat dengan senyawa yang memiliki gugus fungsi terikat dengan atom hidrogen seperni amina lebih jauh melalui perbandingan reaksi senyawa kandungan hidrogen aktif menghasilkan suatu ureatan, selanjutnya kelebihan isosianat atom hidrogen dari uretan akan bereaksi dengan isosianat (Gambar 2.6) untuk membentuk suatu rantai alopanat (Randal dan Lee, 2002).

R' - NCO + R NH2 R - N - C - N - R' + R' - NCO R - N - CO - NH - R

H O H

C = O N - H

R' Uretan

Biuret Isosianat

Isosianat Amina

Gambar 2.6. Reaksi Isosianat Berlebih dengan Senyawa Amina

Isosianat aromatik seperti TDI dan MDI mempunyai kecendrungan untuk dimerisasi. Kecepatan berpolimerisasi sesamanya tergantung dari faktor sterik dan sifat elektron dari unsur-unsurnya . MDI berpolimerisasi lebih lambat pada suhu ruang (Randal dan Lee, 2002).


(27)

2.5. Polimer

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Polimer sintesis dari molekul-molekul sederhana yang disebut monomer (bagian tunggal). Polimer dapat dibentuk dari bahan anaorganik maupun organik baik secara alami maupun sintetik. Polimer merupakan objek kajian yang amat rumit. Oleh karena itu dibuat pengelompokkan-pengelompokkan polimer menurut struktur, keadaan fisik, reaksi terhadap lingkungan, kimiawi serta penggunaan produk akhirnya.

Secara struktur pembagian polimer adalah polimer yang merupakan molekul individual, polimer bercabang, polimer jaringan raksasa makroskopik. Dari segi penggunaannya bahan polimer biasanya digunakan sebagai : perekat (adhesive), fiber (serat), elastomer, plastik dan pelapis. Dalam penggunaannya bahan polimer biasanya dicampur dengan zat-zat lain seperti plastisizer, antioksidan, anti UV, pemberat dan filler lainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sifat-sifat tertentu yang diinginkan seperti kelenturan, ketahanan terhadap sinar UV, ketahanan terhadap oksidasi, atau sekedar untuk menekan ongkos produksi. Polimer terbentuk melalui suatu proses polimerisasi. Pada dasarnya reaksi polimerisasi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu reaksi polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Steven, 2001).

Polimerisasi adisi yang paling dikenal adalah reaksi pada senyawa yang mengandung ikatan karbon rangkap dua (umumnya dikenal dengan polimerisai vinil). Polimerisasi adisi dapat terjadi pada molekul sejenis untuk membentuk molekul yang besar tanpa terjadi pembentukan molekul sampingan. Beberapa


(28)

contoh polimer yang termasuk polimer poliadisi adalah pembentukan polietilen, polipropilen, polivinil klorida, poliakrilat dan lain-lain. Polimerisasi kondensasi melibatkan penggabungan molekul kecil-kecil, menghasilkan molekul besar-besar melalui reaksi kondensasi (atau adisi penyingkiran) dalam kimia organik, seperti pembentukan poliester, polieter, poliamida, dan poliuretan (Riswiyanto, 2009).

Misalnya, jika campuran etanol (etil alkohol) dan asam etanoat (asam asetat) dihasilkan, disertai penyingkiran air seperti dibawah ini :

CH3COOH C2H5OH CH

3COOC2H5 H20

Asam Asetat Etanol Etiletanoat Air

+ +

Gambar 2.7. Reaksi Asam Asetat dengan Etanol

Polimerisasi kondensasi umumnya melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya. Namun hal ini tidak selalu terjadi contohnya pembentukan poliuretan dari diol (glikol) dan diisosianat tidak melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya (Cowd, 1991).

Sintesa polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer kesegala kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan memerlukan berbagai standar mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus. penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi lebih lanjut, molekul polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer


(29)

baru melalui reaksi polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah (Wirjosentono, 1995).

2.6. Poliuretan

Poliuretan sering juga disebut poliisosianat, gugus isosianat -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol:

R.NCO R'OH R.NH.COO.R'

Isosianat Alkohol Uretan

+

Gambar 2.8. Reaksi Pembentukan Uretan

Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol (senyawa polihidrat, akan terjadi poliuretan :

OCN- R- NCO + HO - R' - OH OCN-R-NH-CO-O-R'-OH

Diisosianat Diol Poliuretan

(-CO-NH-R-NH -CO-O-R'-O-)n Monomer Poliuretan

reaksi dengan monomer- monomer

berikutnya

Gambar 2.9. Reaksi Pembentuan Monomer Poliuretan

Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Upaya pertama untuk membuat poliuretan komersil dilakukan oleh Bayer di Jerman yang membuat polimer dari heksana-l,6-diisosianat (heksametilena diisosianat) dari butana-l,4-diol (-1,4-butanediol).


(30)

Kesatuan berulangnya mempunyai struktur :

-(C-N- (CH2)6-N-C-O-(CH2

)-O)-OH H O

Gambar 2.10. Heksana-l,6-Diisosianat

Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan. Akan tetapi, terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan. Poliuretan yang terbentuk juga dapat berupa foam (busa). Walaupun berasal dari berbagai sampel poliol yang berbeda. Tetapi poliuretan jenis ini lebih keras dibandingkan dengan poliuretan yang lain. Dengan direaksikan melalui isosianat akan terbentuk banyak ueretan yang kemudian akan diperiksa sifatnya. Salah satu kegunaan dari poliuretan foam yaitu dapat digunakan sebagai busa.

Busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer poliuretan dan suatu gas. Jika proses ini seimbang, molekul gas akan terjebak dalam kisi-kisi polimer yang terbentuk, sehingga terbentuk busa. Busa yang kenyal dan busa yang kaku dapat juga dibentuk. Busa yang sedikit bersambung silang bersifat kenyal, sedangkan busa yang banyak bersambung silang bersifat kaku. Dalam pembentukan busa kenyal, dua reaksi terjadi serentak.

Diisosianat + Poliol Poliuretan


(31)

Reaksi kedua menghasilkan gas karbondioksida sebagai zat peniup. Busa kenyal dapat berbahan dasar poliester atau polieter. Dengan kata lain, poliol adalah polyester bermassa molekul nisbi rendah atau polieter yang mengandung gugus hidroksil pada ujungnya. Poliuretan juga digunakan dalam pembuatan elastomer, sifat mekanisnya baik, yakni tahan kikisan dan tahan sobek. Akan tetapi, harganya tinggi sehingga penggunaannya terbatas (Cowd, 1991).

Poliuretan memiliki kekakuan, kekerasan, serta kepadatan yang amat beragam. Beberapa jenis poliuretan yang diperdagangkan dan sangat sesuai dengan penggunanya diantaranya adalah :

1. Busa fleksibel (fleksible foam), berdensitas (kepadatan) rendah yang digunakan dalam bantalan menahan lenturan.

2. Busa kaku (rigid foam), berdensitas rendah yang digunakan untuk isolasi termal dan dasboard pada mobil.

3. Elastomer: bahan padat yang empuk yang digunakan untuk bantalan gel untuk penggiling cetakan.

4. Plastik padat yang keras yang digunakan sebagai bagian struktural dan bahan instrumen elektronik.

Poliuretan digunakan secara meluas dalam sandaran busa fleksibel berdaya lenting (daya pegas) tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, serat Spadeks, alat karpet dan bagian plastik yang keras. Poliuretan secara umum dibentuk dari reaksi antara


(32)

dua atau lebih gugus fungsi hidroksil dengan dua atau lebih gugus isosianat dan jenis reaksinya dinamakan juga reaksi poliaddisi (Randal dan Lee, 2002).

Polimerisasi dari pembentukan poliuretan sangat komplek sehingga untuk memenuhi keperluan dengan sifat tertentu rantai pembentukan polimernya dapat diperpanjang dengan pemberian senyawa yang memiliki dua gugus fungsi (Chain extending agents) seperti air, alkohol (etilen glikol, propilen glikol, dietiilen glikol, 1,4 butanadiol) dan amin (etanolamin, N-Fenil etanolamin, m-fenil diamin). Demikian juga dapat dibentuk suatu ikatan silang melalui penambahan senyawa yang memiliki lebih dari dua gugus fungsi yang terikat dengan hidrogen (Crosslinking agents) seperti alkohol (gliserol, trimetilol propana, 1,2,4-butanatriol), amina (dietanol amina, trietanol amina). Secara umum ada dua tahap pembentukan dua ikatan lanjut poliuretan yakni :

1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksil (poliol) permolekulnya.

2. Poliuretan linier direaksikan dengan gugus hidroksil atau gugus diisosianat yang mempunyai dua gugus fungsi.

Hasil polimerisasi dua jenis monomer pada pembentukan poliuretan (poliol dengan diisosianat) dapat dilanjutkan dengan pemberian bahan-bahan pemerpanjang rantai polimer atau bahan memperkuat ikatan rantai polimer sesuai dengan kriteria kebutuhan yang diinginkan. Demikiaan juga untuk bahan poliuretan foam, untuk menghasilkan busa pada saat proses diberikan bahan pembentuk busa (Blowing agent) seperti hidrokloroflorokarbons, hidroflorokarbons, hidrokarbons, dan lain-lain (Randal dan Lee, 2002).


(33)

2.7. Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi inframerah (infrared spectroscopy) merupakan metode spektroskopi yang umum dipakai untuk meneliti polimer. Manfaat spektroskopi inframerah digunakkan untuk menetapkan jenis ikatan yang ada dalam molekul (dengan menggunakan daerah gugus fungsi) biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wavenumber) yang didefenisikan sebagai banyaknya gelombang per sentimeter, dan untuk menyatakan apakah zat identik atau berbeda (dengan menggunakan daerah sidik jari). Tabel 2.1 memuat kisaran frekuensi regangan untuk beberapa ikatan yang lazim dijumai dalam molekul organik.

Spektrum inframerah suatu senyawa dapat dengan mudah diperoleh dalam beberapa menit. Sedikit sampel senyawa diletakkan dalam instrumen dengan sumber radiasi inframerah. Spektrometer secara otomatis membaca sejumlah radiasi yang menembus sampel dengan kisaran frekuensi tertentu dan merekam pada kertas berapa persen radiasi yang ditransmisikan. Radiasi yang diserap oleh molekul muncul sebagai pita pada spectrum (Hart et al. 1990).

FT-IR (Fourier Transform Infra Red) telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan, dan ditranformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah kopling instrument FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian sampel polimer yang sangat teralokalisasi, dan kemampuan untuk


(34)

substraksi digital memungkinkan seseorang untuk melahirkan spektrum-spektrum lainnya yang tersembunyi (Steven, 2001).

Tabel 2.1. Frekuensi Regangan Inframerah untuk Beberapa Jenis Ikatan

Jenis ikatan Gugus Golongan senyawa Kisaran frekuensi (cm-1-) Ikatan tunggal

dengan hidrogen

C-H Alkana 2850 – 3000

=C-H

Alkena dan senyawa aromatic

3030 – 3140

≡C-H Alkuna 3300

O-H Alkohol dan fenol

3500 – 3700 (bebas) 3200 – 3500

(berikatan hidrogen) O-H Asam karboksilat 2500 – 3000

N-H Amina 3200 – 3600 S-H Tiol 2550 – 2600

Ikatan rangkap C=C Alkena 1600 – 1680 C=N Imina, oksim 1500 – 1650

C=O

Aldehida, keton, ester, asam

1650 – 1780

Ikatan rangkap tiga

C≡C Alkuna 2100 – 2260 C≡N Nitril 2200 – 2400 Sumber : Hart et al. 1990


(35)

Analisis gugus yang terdapat pada bahan polimer seperti poliuretan dilakukan dengan metode FT-IR, yang berguna untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam poliuretan dan ini merupakan kontrol untuk membandingkan dengan gugus fungsi bentuk poliuretan lainnya. Umumnya gugus yang penting adalah C-H sp

3

, C-H sp

2

, C=O, -OH, C=C, -N=C=O, -N-H , C-O-C dari poliuretan. Dalam pembentukan jaringan semi polimer dengan pemakaian monomer aktif toluena diisosianat maka gugus fungsi yang perlu dilihat pada serapan infra merah adalah gugus - NCO, -NH, -COO dan –CONH, dimana serapan gugus ini akan memberikan gambaran reaksi yang terjadi dalam pembentukan rantai poliuretan, diamana rantai ini boleh jadi dalam bentuk alopanat ataupun isosianat. Untuk poliuretan dalam spektrum FT-IR yang ditemakan pada daerah bilangan gelombang (ν) =4000-400 cm-1. yaitu pada daerah (ν) = 3330-2340 cm

-1

yang merupakan vibrasi gugus –NH, dari amida, (ν) = 2230 cm

-1

yang kemungkinan adanya gugus C=O dari –N=C=O yang tersisa, diikuti vibrasi C=O pada amida I (1730-1700

cm-1

) dan amida II (1540-1500 cm

-1

) dan amida III (1300 -1200 cm

-1

) yang merupakan vibrasi dari C-O-C yang terikat pada C=O amida.

Dengan adanya gugus amida dalam molekul poliuretan antara molekul pada gugus –C=0 dengan molekul lainnya pada gugus –NH- akan terjadi jembatan hidrogen sehingga analisis kwantitatif melalui spektroskopi FT-IR terhadap indeks ikatan hidrogen telah banyak dikembangkan dalam mengindentifikasi suatu keberhasilan pembentukan senyawa poliuretan (Randal dan Lee, 2002).


(36)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1. Alat-alat

- Beaker glass 250 mL pyrex

- Gelas erlenmeyer 250 mL pyrex - Gelas ukur 10 mL, 100 mL, 250 mL pyrex - Labu leher tiga 500 mL pyrex - Pipet tetes

- Pipet volumetri 5 mL, 10 mL, 20 mL HBG - Corong pisah

- Termometer IKA ETS D4

- Hotplate IKA RET

- Magnetic stirrer

- Rotarievaporator

- Kertas saring

- Neraca analitik Mettler Toleda

- Buret 50 mL Pyrex

- Statif dan klem - Botol aquades - Corong

- Aluminium voil

- Kondensor

- Labu ukur 1000 mL Pyrex - Spatula


(37)

- Bola karet

- Alat vakum Julabo

- Spektrofotometer FT-IR Shimadzu - Botol vial

3.2. Bahan-bahan

- Minyak goreng

- Asam Formiat (HCOOH) 90 % - Asam sulfat (H2S04) P.a merck

- Hidrogen peroksida (H2O2) 30 %

- Dietel eter P.a merck - Aquades

- Natrium sulfat anhidrat - Toluen diisosianat (TDI) - Sikloheksan

- Larutan wijs

- Larutan indikator amilum - Larutan KI 15 %

- Larutan natrium tioulfat (Na2S2O3) 0,1 N

- Kalium dikromat (K2Cr2O7)

- Kalium Iodine

- Asam klorida (HCl) P.a merck - Reagen asetilasi


(38)

- Indikator PP 0,05 % - KOH-Etanol 0,1 N - Kalium hidroksida - Asam oksalat (H2C2O4)

- Piridin P.a merck

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Pembuatan Senyawa Poliol dari Minyak Goreng

- Diukur sebanyak 60 mL HCOOH 90% dan dimasukkan kedalam labu leher tiga 500 mL

- Ditambahkan 30 mL H2O2 30 % secara perlahan setetes demi setetes

sambil diaduk

- Melalui corong penetes ditambahkan sebanyak 2 mL H2SO4(p) secara

perlahan-lahan, selanjutnya diaduk dengan pengaduk magnetic stirer

pada suhu 40-45 oC selama 1 jam

- Setelah 1 jam ditambahkan perlahan-lahan minyak goreng sebanyak 50 mL melalui corong penetes dan dipertahankan temperatur pemanasan pada suhu 40-45 oC sambil diaduk selama 2 jam

- Hasil reaksi dibiarkan selama satu malam, kemudian diuapkan melalui

rotarievaporator

- Dihasilkan residu dan (HCOOH + Air), residu hasil penguapan dilarutkan dalam 150 mL dietil eter dan dihomogenkan

- Lapisan eter dicuci dengan 25 mL aquades sebanyak 3 kali sehingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (eter) dan lapisan bawah (air)


(39)

- Hasil lapisan atas ditambah dengan Na2SO4 anhidrat secukupnya

kemudian disaring

- Filtrat hasil penyaringan diuapkan melalui rotarievaporator untuk mendapatkan senyawa poliol minyak sebagai residu

- Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis bilangan hidroksi dan bilangan iodine serta gugus fungsi dengan menggunakan spektroskopi FT-IR

3.3.2. Pembuatan Poliuretan

- Dimasukkan 20 mL TDI kedalam beaker glass lalu ditambahkan 10 mL poliol dari minyak goreng yang telah dihasilkan

- Diaduk campuran menggunakan magnetic stirer selama 20 menit pada suhu 40 oC

- Selanjutnya hasil reaksi dihentikan dan dibiarkan pada suhu kamar untuk dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi FTIR

- Dilakukan hal yang sama untuk perbandingan 20 mL TDI : 5 mL poliol

3.3.3. Penentuan Bilangan Iodine

- Ditimbang sampel sebanyak ± 0,10 gram kedalam gelas Erlenmeyer yang bertutup lalu ditambahkan 20 mL sikloheksana kemudian dikocok sampai larutan benar-benar larut

- Ditambahkan 10 mL larutan wijs kemudian ditutup dan dikocok sampai larutan bercampur


(40)

- Ditambahkan 15 mL larutan KI 15 % dan 75 mL aquades dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang

(kuning pucat)

- Ditambahkan 2 mL indikator amilum kedalamnya dan dititrasi kembali sampai jernih

- Dilakukan hal yang sama terhadap larutan blanko

3.3.4. Penentuan Bilangan Hidroksi

- Ditimbang sebanyak 1,0 gram sampel kedalam gelas Erlenmeyer bertutup dan ditambahkan 5 mL reagen asetilasi (asetat anhidrat dalam piridin)

- Selanjutnya larutan direfluks selama 1 jam pada suhu 95-100 0C

- Ditambahkan 10 mL aquades dan diteruskan refluks selama 10 menit kemudian didinginkan pada suhu kamar

- Dibilas kondensor dengan 10 mL butanol netral dan ditampung hasil bilasan kedalam gelas Erlenmeyer lalu dibilas lagi gelas Erlenmeyer dengan 10 mL butanol netral

- Selanjutnya campuran ditambahkan 3 tetes indikator PP 0,05 % dan dititrasi dengan larutan KOH-Alkohol 0,5 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung

- Dicatat volume KOH-Alkohol 0,5 N yang terpakai - Dilakukan hal yang sama untuk larutan blanko

- Ditimbang lagi sampel 1,0 gram kedalam gelas Erlenmeyer bertutup dan ditambahkan piridin sebanyak 10 mL


(41)

- Ditambahkan 3 tetes indikator PP 0,05 % tanpa direfluks kemudian dititrasi dengan KOH-Alkohol 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dan dicatat volume titrasi kedua yang terpakai


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan

Analisis yang dilakukan terhadap minyak dan poliol dari minyak yaitu analisis bilangan iodin (tabel 4.1), analisis bilangan hidroksi (tabel 4.2), serta analisis gugus ujung dengan menggunakan spektroskopi FT-IR, untuk gambar hasil spektrum FT-IR minyak dapat dilihat pada (lampiran 1) dan untuk gambar hasil spekrum FT-IR poliol minyak dapat dilihat pada (lampiran 2).

Tabel 4.1. Data Penentuan Bilangan Iodin

Sampel

Massa Sampel (gram)

Volume Titrasi (mL)

Bilangan Iodin

Blanko - 10,2 -

Minyak goreng 0,1196 9,6 6,36 Poliol dari minyak

goreng

0,1216 10,05 1,56

Setelah dilakukan analisa bilangan iodin pada minyak dan poliol dari minyak, dihasilkan bilangan iodin dari minyak goreng sebesar 6,36 dan bilangan iodine dari poliol minyak goreng sebesar 1,56. Untuk menghasilkan bilangan iodin dapat dihitung sebagai berikut :


(43)

Bilangan Iodin =(B – S) × N × 12,69 Massa Sampel (gram)

Keterangan : B = Volume Blanko (mL) S = Volume Sampel (mL) N = Normalitas Na2S2O3

Bilangan Iodin Minyak = (B – S) × N × 12,69 Massa Sampel (gram)

= (10,2 – 9,6) × 0,0999 × 12,69 0,1196

= 6,36 g Iod/100 g minyak

Tabel 4.2. Data Penentuan Bilangan Hidroksi

Sampel

Massa Sampel (gram)

Volume Titrasi (mL)

Bilangan Hidroksil Sampel 1

(A)

Sampel 2 (C)

Titrasi 1 (B)

Titrasi 2 (D)

Blanko (E) - - 56,7 - - Minyak goreng 1,0049 1.0045 51,65 0,05 56,06 Poliol dari

minyak goreng

1,0060 1,0066 62,15 8,45 75,55

Setelah dilakukan analisa bilangan hidroksi pada minyak goreng dan poliol dari minyak goreng dihasilkan bilangan hidroksi dari minyak goreng sebesar 56.06 dan dari poliol minyak goreng sebesar 75,55. Untuk menghasilkan bilangan hidroksi dapat dihitung sebagai berikut :


(44)

Bilangan Hidroksi = �E +�A × CD� − B �× N × 56,1

Keterangan : A = Berat Sampel 1 (gram)

B = Volume Titrasi 1 (mL)

C = Berat Sampel 2 (gram) D = Volume Titrasi 2 (mL) E = Volume Titrasi Blanko (mL) N = Normalitas KOH-Alkohol 0,05 N

Bilangan Hidroksi Minyak = �E +�A × D

C � − B �× N × 56,1 = �53,6 +�1,00491 × 0,05

,0045 � − 51,65 �× 0,4997 × 56,1

= (53,6 + (0,0500)− 51,67) × 0,4997 × 56,1

= 56,06

4.2. Reaksi Percobaan

4.2.1.Reaksi Pembuatan Senyawa Poliol

Minyak yang tersusun atas trigliserida diepoksidasi. Epoksidasi ikatan rangkap pada gugus alkena, pada minyak dengan cara mereaksikannya dengan asam performat (HCO3H) yang diperoleh dari hasil reaksi HCOOH 90 % dan H2O2 30

% dan dilanjutkan dengan proses hidrolisis yang akan membentuk senyawa poliol.

HC O

OH

+ H

2O2 HC

O

O-O-H

+ H2O

Hidrogen

Peroksida Peracid


(45)

H2C O C-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-CH3

C H

H2C

O C-(CH2)7-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)4-CH3

O C-(CH2)7-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH3

O O

Trigliserida O

+

H2C O C-(CH2)7-CH-CH-(CH2)7-CH3

C H

H2C

O C-(CH2)7-CH-CH-CH2-CH-CH-(CH2)4-CH3

O C-(CH2)7-CH-CH-CH2-CH-CH-CH2-CH-CH-CH2-CH3 O O O HC O O-O-H Peracid -HCOOH

+ H2O

Hidrolisis

Poliol Suatu Epoksida

H2C O C-(CH2)7-CH-CH-(CH2)7-CH3

C H

H2C

O C-(CH2)7-CH-CH-CH2-CH-CH-(CH2)4-CH3

O C-(CH2)7-CH-CH-CH2-CH-CH-CH2-CH-CH-CH2-CH3 O O O O O O O O O OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH


(46)

4.2.2.Reaksi Pembuatan Poliuretan

Sintesis Poliuretan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan monomer diisosianat berupa TDI dan poliol dari minyak goreng. Reaksi polimerisasi pembentukan poliuretan dilakukan pada temperature kamar dengan perbandingan MDI : Poliol (2 :1) reaksi diasuk selama 20 menit sampai diperoleh padatan poliuretan.

+

Poliol

H2C O C-(CH2)7-CH-CH-(CH2)7-CH3 C H H2C O C-(CH2)7-CH-CH-CH2-CH-CH-(CH2)4-CH3 O C-(CH2)7-CH-CH-CH2-CH-CH-CH2-CH-CH-CH2-CH3 O O O OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH Poliuretan CH3 N N C O C O 2,6 TDI C H H

C (CH2)14 CH2 CH3

O OCH3 C O HN CH3 HN C O O n


(47)

4.3. Pembahasan

Analisis yang dilakukan terhadap sampel yaitu analisis bilangan iodin, dan analisis bilangan hidroksi. Berdasarkan perbandingan harga bilangan iodin dari minyak goreng sebesar 6,36 dan senyawa poliol dari minyak goreng sebesar 1,56 menunjukkan bahwa bilangan iodin mengalami penurunan. Sedangkan bilangan hidroksi minyak goreng sebesar 56,06 dan senyawa poliol dari minyak goreng sebesar 75,55 mengalami kenaikan. Ini menunjukkan adanya kenaikan gugus hidroksi sehingga dapat dikatakan telah terjadi reaksi epoksidasi dan proses pembentukan senyawa poliol dari minyak goreng telah berlangsung sempurna.

Senyawa poliol yang diperoleh selajutnya dianalisis gugus ujungnya dengan spektrofotometer inframerah dan memberikan spektrum seperti pada gambar (lampiran 2). Spektrum FT-IR pada senyawa poliol dari minyak goreng menunjukkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2922,82 cm-1 dan 2853,28 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi stretching C-H sp3, 1375,44 cm-1 menunjukkan serapan khas bending C-H sp3, 1711,61 cm-1 menunjukkan serapan khas (C=O), 1232,42 cm-1 menunjukkan serapan khas (C=N), dan puncak serapan khas dari gugus hidroksi OH yang lemah tampak pada daerah sekitar 3300 cm-1. Berdasarkan analisis FT-IR diatas, menunjukkan bahwa poliol dari minyak goreng telah terbentuk sehingga poliol dari minyak goreng ini dapat direaksikan dengan isosianat untuk membuat bahan baku poliuretan.

Selanjutnya poliol direaksikan dengan toluen diisosianat dan diperoleh hasil larutan kuning kental, kemudian dibiarkan pada suhu kamar dan terbentuk padatan keras berupa poliuretan. Poliuretan yang terbentuk kemudian dianalisis


(48)

gugus ujungnya dengan spektrofotometer inframerah. Hasil spektrum FT-IR dari poliuretan seperti yang terlihat pada gambar (lampiran 3) menunjukkan pita serapan pada 3306,28 cm-1 merupakan daerah ulur N-H, puncak serapan pada daerah gelombang 2924,89 cm-1 dan 2854,98 cm-1 merupakan gugus regang C-H sp3, puncak serapan C=O dari –NCO yang tajam pada bilangan gelombang 2250,31 cm-1, gugus C=O uretan pada bilangan gelombang 1738,62 cm-1, dan pada daerah bilangan gelombang 1013,34 cm-1, 1073,48 cm-1, serta 1144,83 cm-1 merupakan puncak serapan gugus C-O uretan. Ini membuktikan telah berhasilnya proses reaksi polimerisasi pembentukan poliuretan. Pada spektrum ini puncak serapan OH masih tampak, ini menunjukkan masih adanya poliol yang belum habis bereaksi dengan isosianat. Hal ini disebabkan karena reaksi antara TDI dan poliol terlalu cepat dihentikan pada suhu kamar, atau dapat dimungkinkan karena jumlah poliol yang tersedia jauh lebih banyak gugusnya dari gugus isosianat yang tersedia.


(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian pembuatan poliol sebagai bahan baku pembuatan poliuretan di pusat penelitian kelapa sawit Medan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Poliol dari minyak goreng dapat dibuat menggunakan H2O2 dan

HCOOH diikuti dengan reaksi hidrolisis, hal ini dapat dilihat dari hasil penentuan bilangan iodin antara minyak goreng dengan poliol yang diturunkan dari minyak goreng mengalami penurunan dari 6,36 menjadi 1,56 sedangkan bilangan hidroksi mengalami kenaikan dari 56,06 menjadi 75,55.

2. Poliol dari minyak goreng dapat digunakan sebagai sumber poliol untuk pembuatan poliuretan dilihat dari spektrum FT-IR, gugus regang C-H sp3 pada daerah gelombang 2924,89 cm-1 dan 2854,98 cm-1, puncak serapan C=O dari –NCO pada bilangan gelombang 2250,31 cm-1, gugus C=O uretan pada bilangan gelombang 1738,62 cm-1, puncak serapan gugus C-O uretan pada daerah bilangan gelombang 1013,34 cm-1, 1073,48 cm-1, dan 1144,83 cm-1 serta puncak serapan N-H pada 3306,28 cm-1. Gugus–gugusini menunjukkan telah terbentuknya uretan.


(50)

5.2. Saran

1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya pada pembuatan poliuretan menggunakan poliol dari minyak goreng ditambahkan polipropilen glikol (PPG) agar poliuretan yang dihasilkan lebih baik.

2. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya perlu analisis lainnya seperti uji sifatmekanik, dan termal untuk melihat luas permukaan dan kristalisasi dengandifraksi sinar X.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Cowd, M,A. 1991. Kimia Polimer. ITB. Bandung.

Fessenden, R.J. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi ketiga. Erlangga. Jakarta. Goud,V.V., Pradhan, N.C dan Patwardhan, A.V. 2006. Epoxidation Of Karanja

Oil by H2O2. Jurnal of Oil Chemistry. 83(2): 635-640. Harjono. 2008. Resin Polyol Berbasis Minyak Nabati.

Hart, H., Craine, L.E., Hart, D.J. 1990. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.

wordpress.com/2008.

Jung, S., Goulon, M., Girardin dan Ghoul, M. 1998. Structure and Surface Active Properties Determinations of Fructosse Mono Oleates. Jurnal of Surfactans and Detergenns. I(1): 53-57.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak. Penerbit UI-press. Jakarta.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. UI-Press. Jakarta.

Randall, D., and Lee, S. 2002. The polyurethane Book. John Wiley & Sons, LTD. Everberg Belgium.

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.

Steven, M.P. 2001. Kimia Polimer. Pradnya Paramita. Jakarta.

Wibraham, C, A., Matta, S, M. 1992. Pengantar Kimia Organik. ITB. Bandung. Wirjosentono, B. 1995. “Analisis dan Karakterisasi polimer”. USU Press. Medan.


(52)

(53)

2921. 34 2852. 29 1743. 46 1463. 71 1159. 44 721. 40 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Wavenumber cm-1 60 70 80 90 100 T r ans m it tanc e [ % ]

Lampiran 1. Hasil FT-IR Dari Minyak Goreng


(54)

2922. 82 2853. 28 1711. 61 1375. 44 1232. 42 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Wavenumber cm-1 60 65 70 75 80 85 90 95 100 T r ans m it tanc e [ % ]

Lampiran 2. Hasil FT-IR Dari Poliol Minyak Goreng


(55)

3838. 04 3800. 96 3748. 07 3673. 80 3648. 22 3306. 28 2924. 89 2854. 98 2358. 02 2250. 31 1797. 15 1738. 61 1644. 94 1615. 03 1594. 48 1513. 54 1452. 68 1381. 08 1294. 62 1203. 21 1144. 83 1073. 48 1013. 34 994. 81 946. 74 919. 14 872. 66 813. 08 783. 53 756. 35 702. 23 668. 08 618. 10 596. 05 558. 73 526. 65 505. 73 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Wavenumber cm-1 20 40 60 80 100 T r ans m it tanc e [ % ]

Lampiran 3. Hasil FT-IR Dari Poliuretan


(56)

Lampiran 4. Pembuatan Reagen dan Standarisasi

4.1. Pembuatan dan Penstandarisasian Larutan Natrium Tiosulfat Pentahidrat

Dilarutkan sekitar 25 gram Kristal Na2S2O4 . 5H2O dalam 1 liter air (dalam

labu ukur 1000 mL sampai garis tanda).

Ditimbang 0,1 gram K2Cr2O7 (Kalium Dikromat), lalu ditambahkan 5 mL

HCl P.a merck dan 15 mL larutan KI 15 %, diaduk hingga larutan bercampur, kemudian dilarutkan dengan aqudes sebanyak 75 mL, dikocok larutan sampai homogen, kemudian larutan dititrasi dengan Na2S2O4 yang telah dibuat sampai

terjadi perubahan warna menjadi kuning gelap (coklat), kemudian ditambahkan 1 mL indikator amilum 1 % dan dititrasi kembali sampai menjadi warna biru kehijauan.

4.2. Pembuatan dan Penstandarisasian KOH-Alkohol 0,5 N

Ditimbang KOH sebanyak 7,0125 gram kemudian dilarutkan dengan alkohol dalam labu ukur 250 mL sampai garis tanda.

Ditimbang 0,5 gram asam oksalat (H2C2O4), dimasukkan kedalam gelas

Erlenmeyer, kemudian diaduk hingga larut, lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP 0,05 %, dan dititrasi dengan KOH-alkohol yang telah dibuat sampai terjadi perubahan warna menjadi pink (merah lembayung).

4.3. Pembuatan Reagen Asetilasi (Asetat Anhidrida dalam Piridin)

Sebanyak 25 mL asam asetat anhidrat dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan piridin sampai garis batas, lalu dihomogenkan.


(57)

4.4. Pembuatan Indikator Amilum

Ditimbang sebanyak 1,0 gram tepung amilum, kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquades, dan dipanaskan diatas pemanas hingga mendidih, kemudian disaring dalam keadan panas.

4.5. Pembuatan Larutan KI 15 %

Ditmbang 15 gram kristal Kalium Iodine kemudian dilarutkan dengan aquades hingga100 mL.

4.6. Pembuatan Indikator Fenoftalein (PP) 0,05 %

Dilarutkan 0,05 gram bubuk PP didalam 50 mL etanol dan 50 mL air suling, diaduk hingga larut.


(58)

Lampiran 5

5.1. Foto Pembuatan Poliol 5.2. Foto Poliol Minyak Goreng


(1)

2921.

34

2852.

29

1743.

46

1463.

71

1159.

44

721.

40

500 1000

1500 2000

2500 3000

3500

Wavenumber cm-1

60

70

80

90

100

T

r

ans

m

it

tanc

e [

%

]

Lampiran 1. Hasil FT-IR Dari Minyak Goreng


(2)

2922.

82

2853.

28

1711.

61

1375.

44

1232.

42

500 1000

1500 2000

2500 3000

3500

Wavenumber cm-1

60

65

70

75

80

85

90

95

100

T

r

ans

m

it

tanc

e [

%

]

Lampiran 2. Hasil FT-IR Dari Poliol Minyak Goreng

Gambar Spektrum FT-IR Poliol Minyak Goreng


(3)

3838. 04 3800. 96 3748. 07 3673. 80 3648. 22 3306. 28 2924. 89 2854. 98 2358. 02 2250. 31 1797. 15 1738. 61 1644. 94 1615. 03 1594. 48 1513. 54 1452. 68 1381. 08 1294. 62 1203. 21 1144. 83 1073. 48 1013. 34 994. 81 946. 74 919. 14 872. 66 813. 08 783. 53 756. 35 702. 23 668. 08 618. 10 596. 05 558. 73 526. 65 505. 73 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Wavenumber cm-1 20 40 60 80 100 T r ans m it tanc e [ % ]

Lampiran 3. Hasil FT-IR Dari Poliuretan


(4)

Lampiran 4. Pembuatan Reagen dan Standarisasi

4.1. Pembuatan dan Penstandarisasian Larutan Natrium Tiosulfat Pentahidrat

Dilarutkan sekitar 25 gram Kristal Na2S2O4 . 5H2O dalam 1 liter air (dalam

labu ukur 1000 mL sampai garis tanda).

Ditimbang 0,1 gram K2Cr2O7 (Kalium Dikromat), lalu ditambahkan 5 mL

HCl P.a merck dan 15 mL larutan KI 15 %, diaduk hingga larutan bercampur, kemudian dilarutkan dengan aqudes sebanyak 75 mL, dikocok larutan sampai homogen, kemudian larutan dititrasi dengan Na2S2O4 yang telah dibuat sampai

terjadi perubahan warna menjadi kuning gelap (coklat), kemudian ditambahkan 1 mL indikator amilum 1 % dan dititrasi kembali sampai menjadi warna biru kehijauan.

4.2. Pembuatan dan Penstandarisasian KOH-Alkohol 0,5 N

Ditimbang KOH sebanyak 7,0125 gram kemudian dilarutkan dengan alkohol dalam labu ukur 250 mL sampai garis tanda.

Ditimbang 0,5 gram asam oksalat (H2C2O4), dimasukkan kedalam gelas

Erlenmeyer, kemudian diaduk hingga larut, lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP 0,05 %, dan dititrasi dengan KOH-alkohol yang telah dibuat sampai terjadi perubahan warna menjadi pink (merah lembayung).

4.3. Pembuatan Reagen Asetilasi (Asetat Anhidrida dalam Piridin)

Sebanyak 25 mL asam asetat anhidrat dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan piridin sampai garis batas, lalu dihomogenkan.


(5)

4.4. Pembuatan Indikator Amilum

Ditimbang sebanyak 1,0 gram tepung amilum, kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquades, dan dipanaskan diatas pemanas hingga mendidih, kemudian disaring dalam keadan panas.

4.5. Pembuatan Larutan KI 15 %

Ditmbang 15 gram kristal Kalium Iodine kemudian dilarutkan dengan aquades hingga100 mL.

4.6. Pembuatan Indikator Fenoftalein (PP) 0,05 %

Dilarutkan 0,05 gram bubuk PP didalam 50 mL etanol dan 50 mL air suling, diaduk hingga larut.


(6)

Lampiran 5

5.1. Foto Pembuatan Poliol 5.2. Foto Poliol Minyak Goreng

5.3. Foto Pembuatan Poliuretan 5.4. Foto Hasil Poliuretan