Pembuatan Sediaan Gastroretentif Ranitidin Hidroklorida Sebagai Antiulkus Menggunakan Polimer Alginat-Kitosan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit tukak lambung merupakan penyakit pada saluran pencernaan
yang masih banyak ditemukan pada penduduk seluruh dunia. Patogenesis
terjadinya tukak peptik adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif yang dapat
merusak mukosa (asam lambung, obat-obat antiinflamasi non steroid, alkohol, dan
bakteri Helicobacter pylori) dan faktor defensif yang memelihara keutuhan
mukosa lambung misalnya mucin, bikarbonat dan prostaglandin (Amandeep, et
al., 2012).
Ranitidin hidroklorida (Ranitidin HCl) merupakan salah satu obat yang
umum digunakan untuk mengobati penyakit ulkus duodenum, ulkus lambung,
kondisi hipersekresi asam lambung, esofagitis erosif dan ulkus akibat stres pada
pasien yang sakit kritis. Ranitidin bekerja dengan mengurangi sekresi asam
lambung. Ranitidin memiliki waktu paruh eliminasi yang relatif singkat yaitu
hanya berkisar 2,5-3 jam. Oleh karena itu sistem penyampaian obat konvensional
sering tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif dalam suatu
terapi untuk periode yang diperlukan, karena obat dieliminasi dengan cepat dari
sirkulasi sistemik. Hal tersebut kurang menguntungkan dalam terapi karena
frekuensi pemberian obat harus berulang-ulang sehingga mengurangi kepatuhan

pasien yang kemungkinan menyebabkan kegagalan terapi. Ranitidin diabsorbsi di
bagian atas usus halus dan menunjukkan bioavailabilitas yang rendah yaitu 50%
(Gennaro, 2000; Lauritsen, 1990; Grant, et al., 1989). Selanjutnya absorpsinya

1

akan berkurang akibat penguraian dan metabolisme ranitidin oleh mikroba di
kolon akibatnya bioavailabilitasnya rendah (Basit dan Lacey, 2001).
Sistem penyampaian obat yang dirancang untuk memberikan efek terapi
yang berkelanjutan dengan terus melepaskan obat selama jangka waktu lama
setelah pemberian dosis tunggal (sustained release) dapat mengatasi masalah
tersebut, sehingga mempertahankan konsentrasi obat yang efektif dalam sirkulasi
sistemik untuk waktu yang lama (Hoffman, 1998). Namun demikian sistem
penyampaian obat ini tidak mampu untuk menahan dan melokalisasi sediaan obat
pada kawasan tempat obat bekerja di saluran pencernaan terutama untuk obat-obat
dengan jendela absorpsi yang sempit di lambung dan bagian atas usus halus
seperti ranitidin. Hal ini disebabkan kondisi fisiologis saluran pencernaan seperti
waktu transit dan waktu tinggal sediaan relatif singkat di segmen saluran
pencernaan yaitu hanya dalam waktu kurang dari 6 jam (2-3 jam), sediaan oral
konvensional ini telah meninggalkan lambung dalam jangka waktu tersebut.

Akibatnya absorpsi obat tidak sempurna pada daerah absorpsi (lambung) sehingga
efikasi obat maupun bioavailabilitasnya rendah (Rajput, et al., 2010). Di samping
itu ranitidin bersifat basa mempunyai kelarutan yang baik dalam pH asam
(lambung) tetapi kurang larut dalam pH basa (usus). Faktor ini juga mendukung
pengembangan suatu sistem penyampaian gastroretentif.
Sistem penyampaian obat gastroretentif (Gastroretentive drug delivery)
yang dapat memperlama waktu tinggal sediaan obat di lokasi absorpsi sehingga
kontak antara sediaan dengan lokasi absorpsi optimal. Perpanjangan waktu tinggal
sediaan obat dalam lambung akan meningkatkan bioavailabilitas, meningkatkan
lamanya pelepasan obat. Di samping itu juga akan bermanfaat terhadap kerja lokal

2

obat pada bagian atas saluran pencernaan terutama untuk pengobatan tukak peptik
(Nayak, et al., 2010).
Beberapa contoh desain dan pengembangan sistem gastroretentif meliputi
sistem penyampaian obat mukoadhesif yang melekat pada permukaan mukosa,
sistem pengembangan (swelling) yaitu sediaan ketika kontak dengan cairan
lambung akan mengembang dan ukuran sediaan obat lebih besar sehingga
mencegah obat melewati pilorus akibatnya sediaan obat


tetap berada dalam

lambung untuk beberapa waktu tertentu, sistem pengapungan (floating system)
yaitu sistem penyampaian dengan membuat densitas bulk sediaan obat yang
sampai di lambung lebih kecil dari densitas cairan lambung sehingga sediaan obat
mengapung dan bertahan dalam lambung sementara obat dilepaskan perlahanlahan dari sediaan (Ami et al., 2012; Nayak, et al., 2010).
Beberrapa penelitian sebelumnya dari sediaan gastroretentif telah
dilakukan meliputi formulasi sediaan floating dan mukoadhesif dari bead alginat
yang disalut kitosan dengan system pelepasan terkontrol dari amoksisilin. Hasil
pelepasan in vitro dari amoksisilin lebih cepat dalam cairan lambung buatan pH
1,2 daripada dalam cairan usus buatan (buffer fosfat pH 7,4) dan dapat
memperlama pelepasan obat selama lebih dari 6 jam di lambung (Sahasathian, et
al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh

Patil et al (2010) yang membuat

sediaan gastroretentif tablet matriks floating dari ranitidin HCl menggunakan
HPMC. Hasil penelitian menunjukkan tablet mengapung lebih dari 12 jam dalam
cairan lambung dan menghasilkan profil pelepasan lambat. Kekurangan sediaan

floating pada umumnya memerlukan jumlah cairan lambung yang cukup banyak
(200-250 ml) agar sediaan bisa floating (Sanjay, et al., 2009).

3

Alginat merupakan suatu polisakarida yang dihasilkan ganggang coklat
(Phaeophyceae) dan bakteri. Alginat adalah kopolimer anionik yang terdiri dari
residu asam β-D-manuronat dan asam α-L-guluronat dalam ikatan 1,4. Alginat
yang biasa digunakan adalah dalam bentuk natrium alginat yang larut dalam air
dan jika dilarutkan dalam larutan kalsium klorida segera terbentuk gel kalsium
alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah
ikatan kelat antara kalsium dengan rantai L-guluronat dari alginat (Morris. et
al.,1978). Gel alginat sebagai matriks dalam pembuatan sediaan sustained release
dari nifedipin telah diteliti (Bangun dan Arianto, 1999). Perbandingan disolusi
obat aspirin dan indometasin dalam cangkang kapsul alginat dan kapsul gelatin
telah dilakukan oleh Bangun et al., pada tahun 2005. Cangkang kapsul alginat
dibuat di laboratorium farmasi fisik fakultas farmasi Universitas Sumatera Utara.
Hasil penelitian menunjukkan disolusi obat lebih lambat pada kapsul alginat
daripada kapsul gelatin dalam medium asam pH 1,2, cairan usus dan medium pH
berganti. Sifat pembentukan gel yang terjadi antara natrium alginat dengan

kalsium klorida dimanfaatkan dalam pembuatan kapsul alginat tipe matriks yang
tahan terhadap asam lambung dan obat terenkapsulasi di dalam gel (Bangun. et
al., 2006). Kelebihan yang paling penting dari natrium alginat sebagai matriks
untuk formulasi pelepasan terkontrol adalah karena sifatnya yang biodegradabel
dan biokompatibel dan mempunyai sifat mukoadhesif (Sachan, et al., 2009).
Kitosan sebagai derivat kitin adalah biopolimer kedua terbanyak yang
terdapat di alam sesudah selulosa. Kitin diperoleh dari kerang, kulit kepiting dan
udang. Kitosan diperoleh melalui deasetilasi kitin. Kitosan dengan pKa dari residu
D-glukosamin kira-kira 6,2 – 7,0 dan oleh karena itu tidak larut dalam pH netral

4

dan alkali, akan tetapi larut dalam asam encer dan membentuk gel. Kitosan
bersifat non-toksik, biokompatibilitas, mudah terbiodegradasi dan bersifat
mukoadhesif (Dhawan, et al., 2004). Mekanisme kerja mukoadhesif dimediasikan
melalui interaksi ionik antara gugus amino kitosan yang bermuatan positif dengan
muatan negatif asam sialat yang terdapat dalam mukus. Selain itu, polimer
hidrofilik ini menarik cairan dari lapisan gel mukus yang terdapat pada permukaan
epitel dan akan mengembang dalam suasana asam (Felt, et al., 1998).
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini dikembangkan suatu

sistem penyampaian obat gastrotetentif sustained release dari ranitidin HCl yang
ditargetkan spesifik dan tinggal lama di lambung, menggunakan polimer alginatkitosan sehingga akan meningkatkan efikasi sebagai obat antiulkus. Pemilihan
penggunaan kedua polimer alginat dan kitosan dalam formula sediaan adalah
berdasarkan kitosan mempunyai sifat yang mengembang dan membentuk gel serta
larut dalam asam (cairan lambung), sedangkan alginat hanya sedikit mengembang
dalam asam sehingga kombinasi dengan alginat dan kitosan akan menghasilkan
interaksi elektrostatik antara gugus karboksilat dari alginat yang bermuatan
negatif dan gugus amin dari kitosan yang bermuatan positif yang membentuk
kompleks polielektrolit yang mempunyai sifat fisik yang berbeda dengan masingmasing polimer. Komplek polielektrolit yang terbentuk mempunyai struktur
jaringan yang lebih kuat dan tidak larut dalam asam sehingga diharapkan akan
memperlambat pelepasan obat. Di samping itu alginat dan kitosan mempunyai
sifat biodegradabel, biokompatibel, dan mukoadhesif (Knil, et al., 2004). Sifat
sifat ini akan menyebabkan sediaan akan tinggal lebih lama dalam lambung
sehingga akan meningkatkan efikasi dari pada obat.

5

1.2. Kerangka Pikir Penelitian
Ranitidin HCl banyak digunakan sebagai obat antiulkus saat ini, namun sediaan dalam bentuk tablet konvensional mempunyai
kekurangan yaitu : pelepasan obatnya cepat, bioavailabilitas rendah, dan waktu tinggal dalam saluran cerna singkat sehingga jumlah

obat yang diabsorbsi sedikit akibatnya efikasi antiulkus kurang efektif

Penanggulangan Masalah

Pengembangan suatu sistem penyampaian obat gastrotetentif sustained release dari ranitidin HCl yang ditargetkan spesifik dan tinggal
lama di lambung, menggunakan polimer alginat-kitosan sehingga efek antiulkus lebih efektif

Variabel bebas

T
A
H
A
P
1

]
Formulasi
sediaan
gastroretentif

yang sustained
release dari
ranitidin HCl

Rasio alginat dan
kitosan
1:0 (hanya alginat),
0:1(hanya kitosan),
1:1, 1:3, 1:5, 3:1,
dan 5:1
Lama perendaman
dalam larutan kalsium
klorida 0,15 M
(15, 25, dan 35’)

Variabel Terikat

Parameter

Laju pelepasan obat


% Kumulatif

Kinetika dan mekanisme
pelepasan obat

Jenis order pelepasan obat
dan eksponen difusi

Daya mengembang
dalam medium pH 1,2

Pertambahan diameter dan
berat

Efisiensi penjeratan obat

% Kadar obat yang terjerat

Laju pelepasan obat


% Kumulatif

Daya mengembang
dalam medium pH 1,2

Pertambahan diameter
dan berat

6

Formula
sediaan
gstroretentif
ranitidin HCl
dengan rasio
alginat dan
kitosan (1:1)
yang
sustained

release dan
daya
mengembang
yang paling
besar

1.2. Kerangka Pikir Penelitian (Lanjutan)
Variabel bebas

T
A
H
A
P
2

Karakterisasi
matriks dari
sediaan
gastroretentif
ranitidin HCl

Rasio alginat dan
kitosan
1:0 (hanya alginat),
0:1(hanya kitosan),
1:1,1:3, 1:5, 3:1,
dan 5:1

Variabel Terikat

Interaksi antara obat polimer dan polimerpolimer
Morfologi permukaan
dan struktur bentuk
matriks
Mukoadhesif

T
A
H
A
P
3

Formula sediaan
gastroretentif
ranitidin HCl
(Alginat-kitosan
1:1) yang sustained
release , daya
mengembang dan
mukoadhesif
paling besar

Sediaan
formula terpilih
(Alginatkitosan 1:1)
dengan dosis
sesuai untuk
tikus
Tablet
konvensional
ranitidin HCl
dengan dosis
sesuai untuk tikus
(pembanding)

Sifat bertahan dalam
lambung tikus

Efek anti ulkus
(Metode induksi
ulkus dengan
pylorus ligation)
Efek anti ulkus
(Metode induksi
ulkus dengan HCl
0,6 N)

7

Parameter
-

Spektrum FT-IR
Kurva DSC
Potensial zeta
Konduktivitas

Foto SEM dan TEM

Formula
Alginatkitosan 1:1
(daya
mukoadhesif
yang palling
besar)

Kekuatan mukoadhesif

Lama tinggal sediaan
dalam lambung
Volume cairan lambung,
Asam bebas, asam total
dan pH
-Makroskopik (jumlah ulkus,
indeks ulkus, dan % proteksi)
-Mikroskopik (histopatologik)
-Makroskopik
(jumlah ulkus, indeks ulkus,
dan % penyembuhan)
- Mikroskopik (histopatologik

Sediaan
gastroretentif
ranitidin HCl
yang efek
antiulkus
lebih efektif
dibanding
dengan tablet
konvensional
ranitidin HCl

1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dan kerangka konsep penelitian di atas, maka
rumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Apakah sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat menggunakan
bahan matriks alginat-kitosan menghasilkan profil disolusi lepas lambat
(sustained release) dan lebih mengembang dalam medium cairan lambung
buatan pH 1,2 dibandingkan dengan sediaan yang dibuat dengan polimer hanya
alginat atau kitosan saja?
b. Apakah bahan polimer alginat yang digunakan dalam pembuatan sediaan
matriks gastroretentif ranitidin HCl dapat berinteraksi dengan polimer kitosan
membentuk kompleks alginat-kitosan?
c. Apakah bahan polimer alginat dan kitosan yang digunakan dalam pembuatan
sediaan matriks gastroretentif tidak berinteraksi dengan bahan obat rantidin
HCl?
d. Apakah sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat dari bahan
matriks alginat-kitosan mempunyai daya mukoadhesif yang lebih besar pada
lambung hewan percobaan dibandingkan dengan sediaan yang dibuat dengan
polimer hanya alginat atau kitosan saja?
e. Apakah sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat dari bahan
matriks alginat-kitosan bertahan (tinggal) dalam lambung tikus selama 12 jam?
f. Apakah sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat dari bahan
matriks alginat-kitosan mempunyai efek antiulkus yang lebih efektif
dibandingkan dengan tablet konvensional ranitidin HCl?

8

1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat menggunakan
bahan matriks alginat-kitosan menghasilkan profil disolusi lepas lambat
(sustained release) dan lebih mengembang dalam medium cairan
lambung buatan pH 1,2 dibandingkan dengan sediaan yang dibuat
dengan polimer hanya alginat atau kitosan saja?
b. Bahan polimer alginat yang digunakan dalam pembuatan sediaan
matriks gastroretentif ranitidin HCl dapat berinteraksi dengan polimer
kitosan membentuk kompleks alginat-kitosan
c. Bahan polimer alginat dan kitosan yang digunakan dalam pembuatan
sediaan matriks gastroretentif tidak berinteraksi dengan bahan obat
rantidin HCl
d. Sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat dari bahan
matriks alginat-kitosan mempunyai daya mukoadhesif yang lebih besar
pada lambung hewan percobaan dibandingkan dengan sediaan yang
dibuat dengan polimer hanya alginat atau kitosan saja
e. Sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat dari bahan
matriks alginat-kitosan bertahan (tinggal) dalam lambung tikus selama
12 jam
f. Sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl yang dibuat dari bahan
matriks alginat-kitosan mempunyai efek antiulkus yang lebih efektif
dibandingkan dengan tablet konvensional ranitidin HCl

9

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1

Tujuan umum
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis diatas, tujuan umum

penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem penghantaran obat
gastrotetentif dari ranitidin HCl menggunakan polimer alginat-kitosan sehingga
dapat bertahan (tinggal) lebih lama dalam lambung yang melepaskan ranitidin
HCl secara sustained release dan memberikan efek anti ulkus yang lebih efektif.
1.5.2. Tujuan khusus
Berdasarkan rumusan masalah, hipotesis, dan tujuan umum diatas maka
tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Membandingkan profil pelepasan bahan obat ranitidin hidroklorida dan daya
mengembang dalam medium cairan lambung buatan pH 1,2 antara sediaan
matriks gastroretentif yang dibuat dengan bahan matriks hanya alginat atau
kitosan saja dengan bahan matriks alginat-kitosan 1:1, 1:3, 1:5, 3:1, dan 5:1,
b. Membandingkan karakter sifat morfologi permukaan dan struktur bentuk dari
matriks hanya alginat, hanya kitosan, dan alginat-kitosan menggunakan alat
SEM dan TEM.
c. Membuktikan interaksi antara alginat dan kitosan melalui spektroskopi FT-IR,
analisis termal DSC, pengukuran potensial zeta dan konduktivitas dari matriks
alginat, kitosan, dan alginat-kitosan.
d. Membandingkan daya mukoadhesif antara sediaan matriks gastroretentif
ranitidin HCl yang dibuat dengan bahan matriks hanya alginat atau kitosan saja
dengan sediaan yang dibuat dengan matriks alginat-kitosan 1:1, 1:3, 1:5, 3:1,
dan 5:1.

10

e. Membuktikan secara In vivo sifat bertahan (tinggal) dalam lambung dari
sediaan matriks gastroretentif ranitidin HCl

yang dibuat dengan matriks

alginat-kitosan 1:1 selama 12 jam.
f. Membandingkan efek anti ulkus secara in vivo antara sediaan gastroretentif
ranitidin HCl yang dibuat dengan bahan matriks alginat-kitosan 1:1 dengan
tablet konvensional ranitidin HCl menggunakan hewan percobaan tikus.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai pengembangan suatu
sistem penyampaian gastroretentif dari obat antiulkus ranitidin HCl yang dapat
mengontrol lamanya pelepasan dan waktu tinggal dari obat dalam lambung
sehingga efek pengobatan ulkus akan lebih efektif.

11