T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tradisi Suran Sendang Sidukun dan Nilai GotongRoyong pada Masyarakat Desa Trajiecamatan Parakanabupaten Temanggung: Kajian AntropologiSosiologi T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori
1. Kebudayaan
Banyak orang mengartikan “kebudayaan” dalam arti yang terbatas
yaitu pikiran, karya, dan semua hasil karya manusia yang memenuhi
hasratnya akan keindahan. Sehingga kebudayaan selalu diartikan sesuatu
yang berkaitan dengan keindahan/kesenian. Pengertian seperti ini
merupakan konsep kebudayaan dalam arti yang sempit. Tetapi sebaliknya,
banyak orang terutama para ahli ilmu-ilmu sosial, memberi pengertian
kebudayaan dalam lingkup yang sangat luas, yaitu seluruh pikiran, karya,
dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan segala
sesuatu yang hanya dapat dicetuskan oleh manusia sesudah melalui proses
belajar dan memahami. Hal-hal yang tidak termasuk kebudayaan hanya
beberapa tindakan yang ditimbulkan oleh reflek yang berdasarkan naluri
(Koentjaraningrat, 1977a: 11-12).
Konsep ahli antropologi, A. L. Kroeber dan C. Kluckhohn pada 1952
dalam bukunya yang berjudul: “Culture A Critical Review of Concepts and
Definitions”, mengungkapkan bahwa,
kebudayaan terdiri dari pola-pola yang nyata maupun tersembunyi, dari

dan untuk perilaku yang diperoleh dan dipindahkan dengan simbolsimbol, yang menjadi hasil-hasil yang tegas dari kelompok-kelompok
manusia, termasuk perwujudannya dalam barang-barang buatan
manusia, inti yang pokok dari kebudayaan terdiri dari gagasan-gagasan
tradisional (yaitu yang diperoleh dan dipilih secara historis) dan

10

11

khususnya nilai-nilainya yang tergabung di satu pihak, sistem-sistem
kebudayaan dapat dianggap sebagai hasil-hasil tindakan, di pihak
lainnya sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi tindakan selanjutnya.
hal ini sesuai dengan keyakinan para filsuf yang cenderung untuk
menganggap gagasan-gagasan, simbol-simbol dan nilai sebagai inti
kebudayaan.
Pada hakekatnya unsur kebudayaan disebut religi adalah amat
komplek, dan berkembang atas berbagai tempat di dunia. Semua manusia
tahu bahwa akan adanya suatu alam dunia yang tak tampak, yang ada di luar
batas panca indranya dan di luar batas akal. Dunia supranatural menurut
kepercayaan manusia adalah dunia gaib yang memiliki kekuatan yang

kemudian ditakuti manusia (Koentjaraningrat, 1977: 228-229).

2. Tradisi
Tradisi dalam bahasa latin “tradition”, yang artinya “diteruskan atau
kebiasaan”, dalam pengertian yang paling sederhana mengenai tradisi
adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari
kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, daerah,
waktu, atau agama yang menggambarkan suatu tempat berkembangnya
suatu tradisi tersebut (James Danandjaja, 1991: 75).
Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa
adanya ini suatu tradisi dapat punah.

12

Tradisi merupakan warisan yang berwujud norma-norma, adatistiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi bukan suatu yang tidak
dapat diubah. Tradisi justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan
manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Manusia yang membuatkan,
ia yang menerima, ia pula yang menolaknya atau mengubahnya. Itulah
sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita perubahan-perubahan

manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan
yang sudah ada (Van Reusen, 1992: 115).
Menurut Bastomi (1986: 1) Upacara tradisi adalah “kegiatan yang
melibatkan warga masyarakat dalam usaha bersama-sama untuk mencapai
tujuan keselamatan bersama”. Berdasarkan dua pengertian di atas maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Upacara tradisi bertujuan untuk menciptakan suasana yang tenang serta
menghindarkan dari bahaya yang akan mengancam di kemudian hari.
b. Upacara tradisi merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya
mengandung makna bahwa upacara tersebut harus diikuti dan
dilaksanakan seluruh warga masyarakat tanpa ada rasa terpaksa.
c. Dalam upacara tradisi ini banyak larangan yang tidak boleh dilanggar
oleh masyarakat, karena bila dilanggar bisa berakibat buruk.
d. Upacara tradisional tumbuh dan menyebar melalui berbagai sikap
perbuatan manusia terhadap peristiwa tertentu.
Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah “tradisional”,
tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan

13


dalam masyarakat. Di dalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir
dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan
dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi. Salah satu tradisi
masyarakat Jawa adalah upacara-upacara adat yang dikemas secara
tradisional. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan
kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki
oleh warga masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya
(Purwadi, 2005: 1).

3. Religi
Religi/agama sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan
manusia dengan dunia roh, terutama dengan Tuhannya, mengatur hubungan
manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan.
Secara khusus, agama diartikan sebagai sistem kepercayaan yang dianut dan
tindakannya diwujudkan oleh kelompok atau komunitas dalam menafsirkan
apa yang dirasakan dan diyakini magis dan sakral. Untuk penganutnya,
agama berisi mengenai ajaran tertinggi dan mutlak kebenaran tentang
keberadaan manusia dan petunjuk untuk hidup dengan aman di dunia dan di
akhirat (Tri Widiarto, 2009: 12-15).

Clifford Geertz memandang agama sebagai sistem budaya,
maksudnya: ” Sebuah sistem simbol yang berperan membangun suasana
hati dan motivasi yang kuat, dan tahan lama di dalam diri manusia dengan

14

cara merumuskan konsepsi tatanan kehidupan yang umum dan
membungkus konsepsi ini dengan suatu aura sakral semacam itu sehingga
suasana hati dan motivasi tampak realistik secara unik” (Clifford Greetz,
1926).
Hendro puspito berpendapat, agama adalah,
Suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang
berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan
didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan
masyarakat luas umumnya.
Dalam kamus antropologi, pengertian agama ada 3 (tiga) macam
yaitu:
1. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual.
2. Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap
sebagai tujuan tersendiri.

3. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.
Dari berbagai definisi agama yang dikemukakan para tokoh
antropolog di atas, dapat kita simpulkan bahwa agama adalah kepercayaan
pada sesuatu yang gaib diyakini mempunyai kekuatan yang lebih. Dan dapat
mendorong pada diri seseorang untuk berbuat kebaikan.

4. Definisi Bulan Sura
Bulan Sura merupakan bulan pertama dalam sistem kalender Jawa.
Tahun baru Jawa ini diciptakan oleh Sultan Agung dengan mengikuti
peredaran bulan (Kamariyah), dan juga dipengaruhi sistem kalender tahun
baru Islam Hijriyah. Menurut tradisi Jawa, bulan Sura dianggap sebagai

15

bulan yang keramat karena bulan ini dianggap sebagai sumber malapetaka
atau bencana dalam segala aktivitas manusia. Pendapat ini didasakan pada
pertimbangan adanya berbagai gejala peristiwa manusia atau alam yang
kurang menguntungkan bagi kehidupan (R. A. Maharkesit, 1988/1989: 29).

5. Gotong-Royong

Gotong-royong adalah sebagai solidaritas sosial dalam segala aspek
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, terutama mereka yang
membentuk komunitas-komunitas, karena dalam komunitas seperti ini akan
terlihat dengan jelas. Gotong-royong terjadi dalam beberapa aktivitas
kehidupan, dilakukan untuk kepentingan bersama.
Kehidupan warga suatu komunitas yang terintegrasi dapat dilihat dari
adanya solidaritas di antara mereka melalui tolong menolong tanpa
keharusan untuk memberi dan mengharap imbalan, seperti adanya musibah
atau membantu warga lain ketika dalam kesusahan. Tetapi tolong menolong
seperti ini menjadi suatu kewajiban untuk saling membalas, terutama dalam
hal pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian atau di saat salah satu
warga melakukan perayaan. Begitu pula, apabila terdapat pekerjaan yang
hasilnya untuk kepentingan bersama, maka diperlukan pengerahan tenaga
dari setiap warga melalui kerja bakti (Parson, 1951: 97-98).
Prof. DR. Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa,
khusus untuk gotong-royong ialah pengerahan tenaga tanpa bayaran
untuk suatu proyek yang bermanfaat untuk umum. Aktifitas gotongroyong sendiri meliputi bidang ekonomi dan mata pencaharian hidup,

16


bidang teknologi, dan perlengkapan hidup, bidang kemasyarakatan,
bidang religi atau kepercayaan yang ada dalam masyarakat.

6. Ritual Upacara
Pengertian ritual adalah hal ihwal ritus atau tata cara dalam upacara
adat tradisi atau keagamaan. Upacara atau ceremony adalah sistem atau
rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam
masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang
biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan (Koentjaraningrat,
1990: 190).
Dalam kajian antropologi agama, Victor Turner memberikan definisi
ritual sebagai berikut,
Ritual dapat diartikan sebagai perilaku tertentu yang bersifat formal,
dilakukan dalam waktu tertentu secara berkala, bukan sekedar sebagai
rutinitas yang bersifat teknis, melainkan menunjuk pada tindakan yang
didasari oleh keyakinan religius terhadap kekuasaan atau kekuatankekuatan mistis.
Dalam analisis Djamari (1993: 36), ritual ditinjau dari dua segi: tujuan
makna dan cara. Dari segi tujuan makna, ada ritual yang tujuannya
bersyukur kepada Tuhan, ada ritual yang tujuannya mendekatkan diri
kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat, dan ada yang

tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan. Adapun dari segi
cara, ritual dapat dibedakan menjadi 2 (dua): individual dan kolektif/umum.
Sebagian ritual dilakukan secara perorangan, bahkan ada yang dilakukan
dengan mengisolasi diri dari keramaian, seperti meditasi, bertapa. Ada pula

17

ritual yang dilakukan secara kolektif (umum), seperti khotbah, ibadah di
rumah ibadah secara berjamaah, dan haji.

7. Unsur-Unsur Ritual Upacara
Upacara baik yang bersifat religi maupun adat memiliki unsur atau
komponen yang sama. Unsur-unsur yang terkandung adalah:
a. Tempat Upacara
Sesuatu yang keramat biasanya berada di tempat yang khusus dan tidak
boleh di datangi orang yang tidak berkepentingan tidak boleh
sembarangan di tempat upacara. Mereka harus hati-hati dan
memperhatikan berbagai macam larangan dan pantangan.
b. Saat Upacara
Saat-saat upacara biasanya dirasa sebagai saat yang genting dan penuh

dengan suasana sakral, karena berhubungan langsung dengan dunia
gaib.
c. Benda-Benda dan Alat Upacara
Benda-benda upacara merupakan alat yang dipakai dalam menjalankan
upacara keagamaan. Alat itu bisa berupa sesaji, makanan, ataupun
benda-benda yang dianggap penting dalam melangsungkan upacara.
d. Orang-Orang Yang Melakukan dan Memimpin Upacara
Dalam masyarakat Jawa peserta upacara tradisi biasanya warga sekitar
yang dipimpin oleh kepala desa setempat dan dibantu oleh pemuka
agama ataupun pemuka adat setempat.

18

Upacara yang dilakukan merupakan prosesi yang keramat, oleh karena
itu unsur atau komponen upacara tersebut dianggap keramat.
Hal ini berkaitan erat dengan prinsip yang mendasari dilaksanakan
kegiatan upacara, yaitu manusia diharapkan pada satu kekuatan yang berada
di luar jangkauan kemampuan pikirannya yang memiliki kegaiban.
Di samping 4 (empat) komponen di atas tersebut, kegiatan upacara
mengandung 11 (sebelas) unsur perbuatan yaitu:

a. Bersesaji
Bersesaji merupakan perbuatan untuk menyajikan makanan,
benda-benda dan sebagainnya kepada roh-roh nenek moyang atau
makhluk halus lain, dengan tujuan supaya acara tersebut bisa berjalan
dengan lancar. Sesaji ini merupakan sarana dan prasarana yang penting
dalam upacara tradisi yang erat hubungannya dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat tentang adanya roh-roh halus.
b. Berkurban
Berkurban merupakan perbuatan penyembelihan binatang kurban
atau manusia secara upacara. Kadang ada maksud bahwa binatang yang
disembelih itu disajikan kepada leluhur atau dewa/dewi, tetapi biasanya
dalam perbuatan upacara serupa itu orang sendirilah yang akan makan
binatang yang dikurbankan itu dan bukan leluhur atau dewa/dewi.
Dengan makan binatang kurban tadi orang akan memasukkan leluhur
atau dewa/dewi ke dalam dirinya sendiri.

19

c. Berdoa
Berdoa adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai
upacara keagamaan di dunia. Doa pada awal mulanya adalah upacara
hormat dan pujian kepada leluhur, biasanya doa diiringi dengan gerak
gerik dan sikap tubuh yang pada dasarnya merupakan gerak dan sikap
menghormat dan merendahkan diri terhadap para leluhur, dewata, atau
terhadap Tuhan.
d. Makan Bersama
Makan bersama merupakan suatu unsur perbuatan bersama yang
amat penting dalam upacara religi/agama di dunia. Dasar pemikiran itu
rupanya mencari hubungan dengan leluhur atau dewa/dewi, dengan
cara mengundang leluhur atau dewa/dewi pada suatu pertemuan makan
bersama.
e. Pergelaran Kesenian
Pagelaran kesenian merupakan suatu unsur penting dalam
upacara adat maupun keagamaan. Karena dianggap sebagai salah satu
media berinteraksi dengan dunia roh atau gaib (Koentjaraningrat, 1967:
230-234).

20

B. Penelitian Yang Relevan
Berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang relevan dengan bahasan
dalam penelitian ini adalah skripsi karya Mustofa (2002), skripsi dengan judul
Tradisi Legenan (Kajian Terhadap Alkuturasi Islam dan Budaya Jawa di Desa
Kluwih Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Jawa Tengah). Skripsi ini

membahas tentang bentuk akulturasi antara Islam dengan budaya Jawa yang ada
dalam tradisi legenan, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah
bagaimana asal-usul, prosesi atau pelaksanaan ritual, tradisi legenan, bagaimana
bentuk akulturasi antara budaya Jawa dan Islam, apa makna atau persepsi
masyarakat Desa Kluwih terhadap pengaruh tradisi bagi kehidupan mereka.
Skripsi karya Agus Atiq Murtadlo (2004), skripsi dengan judul Akulturasi
Islam dan Budaya Lokal Dalam Tradisi Upacara Sedekah Laut Di Pantai Teluk
Penyu Kabupaten Cilacap. Skripsi ini membahas tentang upacara tradisional

yang berkembang dan dilaksanakan oleh masyarakat Jawa yang dilakukan
secara turun temurun. Salah satu tradisi di Jawa yang dilaksanakan sampai
sekarang adalah sedekah laut. Sedekah laut adalah tradisi di masyarakat pantai
Teluk Penyu, Desa Mrombo, Kecamatan Ayah, Kabupaten Cilacap, yang
biasanya dilaksanakan setiap tahun. Upacara sedekah laut dilakukan untuk
menghormati, mendoakan arwah leluhur, dan bersyukur kepada Tuhan atas
limpahan hasil laut.
Dari dua skripsi tersebut nampak bahwa ada relevansinya dengan tema
penelitian yang sedang ditulis.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24