T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Pola Konsumsi Makanan dengan Kejadian Asam Urat pada Lansia di Kelurahan Noborejoecamatan Argomulyoota Salatiga T1 BAB IV
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
HASIL PENELITIAN
4.1.1. Gambaran lokasi Penelitian
Argomulyo adalah sebuah kecamatan di Kota
Salatiga,
Provinsi
Jawa
Tengah,
Indonesia.
Argomulyo di kenal oleh masyarakat luas sebagai
wilayah sejuk di kaki Gunung Merbabu dengan suhu
cuaca berkisar antara 15-26 0C. Menurut keterangan
yang diambil dari Surat Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kota Salatiga, batas wilayah Argomulyo
adalah Kecamatan Sidomukti di sebelah utara,
Kecamatan Tingkir di sebelah timur, Kecamatan
Tengaran di sebelah Selatan, Kecamatan Getasan di
sebelah Barat. Argomulyo terdiri dari 6 Kelurahan
yaitu Kelurahan Cebongan, Kumpulrejo, Ledok,
Noborejo, Randuacir, dan Tegalrejo.
| 37
Gambar 1.1 lokasi kelurahan noborejo
(https://www.google.co.id/search?q=peta+kelurahan
+noborejo&source)
4.1.2.
Gambaran Responden
Responden pada penelitian ini adalah Lansia
di Kelurahan Noborejo RT 01-04/ RW 03 Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga. Responden berjumlah 61
orang tersebut dipilih sesuai dengan kriteria inklusi
yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu lansia
berusia 50 tahun sampai 65 tahun. Responden dari
penelitian ini sebagian besar bekerja sebagai petani.
| 38
4.1.3.
Distribusi
Frekuensi
responden
berdasarkan
jenis kelamin.
Tabel
4.1
Distribusi
Frekuensi
Lansia
Berdasarkan Jenis Kelamin.
Jenis
Jumlah
Presentase
kelamin
responden
Perempuan
34
Laki-laki
27
44%
Total
61
100%
56%
Tabel 4.1 di atas menjelaskan bahwa dari 61
responden 56
% atau 34 responden berjenis
kelamin perempuan dan 44 % atau 27 responden
berjenis kelamin laki-laki.
| 39
4.1.4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Usia.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan usia.
Tingkat
Jumlah
Persentase
Usia
responden
(%)
50-55
30
49%
56-60
14
23%
61-65
17
28%
Total
61
100%
Berdasarkan tabel 4.2 dari 61 responden
sebagian besar, yaitu 30 responden (49%) berusia
50-55 tahun, sedangkan 14 responden (23%) berada
pada usia 56-60 tahun, dan 17 responden (28%)
berusia 61-65 tahun.
| 40
4.1.5.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pekerjaan.
Tabel
4.3
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Pekerjaan.
Pekerjaan
Jumalh
Presentase
responden
IRT
16
26%
Wiraswasta
16
26%
Petani
20
33%
Tidak kerja
9
15%
Total
61
100%
Tabel 4.3 di atas menjelaskan bahwa dari 61
responden terdapat 26 % atau 16 responden bekerja
sebagai IRT, 26 % atau 16 responden bekerja
sebagai wiraswasta, 33 % atau 20 responden yang
bekerja sebagai petani dan 15 % atau 9 responden
yang tidak bekerja.
| 41
4.1.6.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan.
Tabel
4.4
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Pendidikan.
Tingkat
Jumlah
Presentase
Pendidikan
Responden(n)
(%)
Sekolah
11
18 %
Rakyat
SD
20
33 %
SMP
18
29,5 %
SMA
12
19,5 %
Total
61
100 %
Tabel 4.4 di atas 18% atau 11 responden
memiliki tingkat pendidikan sekolah rakyat, 33 %
atau 20 responden
berpendidikan sampai tingkat
SD, 29,5 % atau 18 responden yang berpendidikan
sampai SMP, 19,5 %
atau 12 responden yang
berpendidikan SMA.
| 42
4.1.7.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan hasil
pengukuran kadar asam urat
Tabel
4.5
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat.
Kadar asam
urat
Jumlah responden
N
%
Rendah
21
35
Sedang
32
52
Tinggi
8
13
Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa lebih
dominan atau lebih banyak responden yang memiliki
kadar asam urat normal yaitu 52% atau 32 orang,
35% atau 21 orang yang memiliki kadar asam urat di
bawah normal, sebagian kecil yaitu 13% atau 8
orang yang memiliki kadar asam urat tinggi.
Penderita asam urat pada responden sebagian
besar diderita oleh perempuan yaitu sebanyak 6
orang dan laki-laki sebanyak 2 orang, (usia 50 tahun
satu orang, usia 54 satu orang, usia 57 satu orang,
usia 58 satu orang, usia 60 tahun satu orang, usia 61
tahun satu orang dan usia 64 tahun dua orang).
| 43
4.1.8.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pola Konsumsi
Pada tabel 4.6 dibawah ini yaitu untuk
melihat
frekuensi
konsumsi
makanan
yang
mengandung purin tinggi, purin sedang, dan purin
rendah.
Pengelompokkan
responden
dalam
penelitian ini seperti yang dilakukan dalam penelitian
Lestari dkk (2014).
Tabel
4.6
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Tinggi.
Frekuensi
Jumlah
Presentase
responden(n)
Sering
33
54,4 %
Jarang
23
37,4 %
Tidak
5
8,2 %
61
100 %
pernah
Total
| 44
Tabel
4.7
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Sedang
Frekuensi
Jumlah
Presentase
responden
Sering
32
52%
Jarang
22
36 %
Tidak
7
12 %
61
100 %
pernah
Total
Tabel
4.8
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Rendah.
Frekuensi
Jumlah
responden(n)
Presentase
(%)
Sering
22
37%
Jarang
26
43 %
Tidak
13
22 %
rendah
Total
61
100 %
| 45
Tabel tabel 4.9 Sumber Konsumsi Makanan Yang
Berasal Dari Purin Nabati Dan Hewani.
Jenis
Sering
Jarang
makanan
Tidak
Total
pernah
Nabati
15
10
6
3
1
Hewa
14
12
4
2
ni
8
Dari tabel 4.9 di atas menjelaskan bahwa dari
61 orang responden penelitian sebagian besar yang
mengkonsumsi makanan yang mengandung purin
berasal dari sumber nabati yaitu 31 responden,
diantaranya
mengkonsumsi,
15
responden
10
yang
responden
yang
sering
jarang
mengkonsumsi, dan 6 orang yang tidak pernah
mengkonsumsi.
Sedangkan
responden
yang
mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani
yaitu 28 responden diantaranya 14 responden yang
sering mengkonsumsi, 12 responden yang jarang
| 46
mengkonsumsi, dan 4 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi.
4.1.9.
Analisi Bivariat
Pengujian hubungan antara pola konsumsi
makanan terhadap kejadian kadar asam urat dengan
menggunakan program komputer yaitu SPSS 16,0
dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10. Hubungan Pola Konsumsi Makanan
Dengan Kejadian Asam Urat.
Kategori
Makanan
Frekuensi
Sering
Jarang
N
Tinggi
purin
Sedang
purin
Rendah
purin
Jumlah
Uji chi
square
N
%
Tidak
pernah
N
%
Jumlah
X P
2
Value
2,833
0,048
N
%
%
11 18
8
13,1
2
3,4
21
34,5
10 16,3
7
11, 3
2
3,4
19
31
8 13,1
9
14,6
4
6,8
21
34,5
29 47,4
24 39
8
13,6
61 100%
p=0,048 6mg/dl dan
laki-laki >7mg/dl). Berdasarkan wawancara yang
dilakukan peneliti diketahui bahwa sebelumnya
sudah
ada
sosialisasi
Cebongan sehingga
dari
pihak
Puskesmas
sebagian responden sudah
sadar terhadap penyebab terjadinya peningkatan
asam urat.
| 50
Berdasarkan tabel 4.5 distribusi frekuensi
responden berdasarkan hasil pengukuran kadar
asam urat, yaitu 52 % atau 32 orang asam urat
normal (laki-laki 13 orang dan perempuan 19 orang),
35 % atau 21 orang (laki-laki 11 orang dan
perempuan 10) yang memiliki kadar asam urat di
bawah normal, sedangkan sebagian kecil yaitu 13 %
atau 8 orang yang memiliki kadar asam urat yang
tinggi.
Penderita
asam
urat
pada
responden
sebagian besar diderita oleh perempuan yaitu
sebanyak 6 orang dan laki-laki sebanyak 2 orang,
(usia 50 tahun satu orang, usia 54 satu orang, usia
57 satu orang, usia 58 satu orang, usia 60 tahun
satu orang, usia 61 tahun satu orang dan usia 64
tahun dua orang). Hal ini di dukung oleh pendapat
Kertia (2009) mengatakan kadar asam urat laki-laki
dan perempuan kurang lebih sama, pada perempuan
premenopause, kadar hormon estrogen cukup tinggi.
Hormon ini membantu mengeluarkan asam urat
dalam darah melalui urin sehingga kadar asam urat
pada perempuan cenderung lebih norman. Hal
tersebut membuktikan bahwa perempuan akan
beresiko
tinggi
terkena
asam
urat
setelah
| 51
premenopause. Dalam penelitian ini, responden
yang mengalami asam urat tinggi yaitu sebagian
besar bejenis kelamin perempuan.
4.2.3.
Pola Konsumsi
Peningkatan kadar asam urat dalam tubuh
seseorang cepat terjadi, antara lain karena asupan
makanan yang tinggi purin. Dalam kehidupan seharihari, konsumsi makanan tinggi purin, seperti daging,
jeroan, dan berbagai jenis sayuran dan kacangkacangan yang mengandung purin perlu dilakukan,
pola
konsumsi
kebiasaan
ini
berpeluang
meningkatkan metabolisme purin didalam tubuh
yang menghasilkan kadar asam urat menjadi tinggi,
Indriawan
(2009).
Pola
konsumsi
merupakan
susunan jenis atau ragam pangan yang biasa
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang di
daerah tertentu. Pengelompokkan pola konsumsi
pangan dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau
fungsi pangan dalam tubuh meliputi pola konsumsi
pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber
protein nabati maupun hewani, pola konsumsi
sayuran, dan pola konsumsi buah-buahan.
| 52
Pada penelitian ini bahwa responden dari 61
orang terdapat 31 orang yang mengkonsumsi
makanan yang bersumber purin nabati, diantaranya
15 orang yang sering mengkonsumsi makanan yang
tinggi purin (kategori sering yaitu 1 kali atau 2
sampai 3 kali mengkonsumsi dalam sehari), 10
responden jarang-jarang mengkonsumsi (kategori
jarang yaitu 1 sampai 3 kali mengkonsumsi dalam
seminggu atau 1 sampai 2 kali mengkonsumsi dalam
sebulan), dan 6 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi
(kategori
tidak
pernah
mengkonsumsi yaitu dalam 1 bulan terakhir atau 2
bulan terakhir tidak sama sekali mengkonsumsi
makanan tersebut). Sedangkan 28 responden yang
mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani
yaitu 14 responden sering mengkonsumsi makanan
yang tinggi purin (kategori sering yaitu 1 kali atau 2
sampai 3 kali mengkonsumsi dalam sehari), 12
responden jarang-jarang mengkonsumsi ( kategori
jarang yaitu 1 sampai 3 kali mengkonsumsi dalam
seminggu atau 1 sampai 2 kali mengkonsumsi dalam
sebulan), dan 4 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi
(kategori
tidak
pernah
| 53
mengkonsumsi yaitu dalam 1 bulan terakhir atau 2
bulan terakhir tidak sama sekali mengkonsumsi
makanan tersebut).
Dari hasil penelitian yang lakukan oleh
peneliti yaitu menemukan bahwa partisipan lebih
sering mengkonsumsi sumber purin yang berasal
dari nabati. karena sebagian besar partisipan
penelitian ini yaitu petani sehingga lebih cenderung
mengkonsumsi hasil usahanya.
4.2.4.
Hubungan
Pola
Konsumsi
Purin
dengan
Peningkatan Kadar Asam Urat.
Hasil penelitian ini sebagian besar partisipan
penelitian
menyatakan
bahwa
memiliki
pola
konsumsi makanan yang mengandung purin yang
normal, namun masih ada yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi
purin dalam jumlah sedikit atau kurang dari 1 porsi
setiap kali makan, dan ada juga partisipan yang
memiliki kebiasaan makanan apa adanya yang
sudah tersedia, partisipan tidak melihat status
gizinya yang terkandung dalam makanan tersebut.
Partisipan menyatakan bahwa sudah ada sosialisasi
asam tentang asam di kelurahan tersebut sehingga
| 54
sebagian
besar
partisipan
sudah
mengetahui
makanan-makanan yang mengandung purin yang
tinggi sehingga partisipan menghindari makanan
yang mengandung purin tinggi seperti kacangkacangan, tahu tempe, wortel, buncis, dan daun
singkong.
Berdasarkan
tabel
4.10
perhitungan
uji
korelasi terhadap pola konsumsi makanan dengan
peningkatan kadar asam urat, dan menggunakan Chi
Square p=0,048 ≤ dari α= 0,05 dinyatakan bahwa
ada hubungan antara konsumsi purin dengan
peningkatan kadar asam urat pada lansia di
Kelurahan Noborejo, Kecamatan Argomulyo, Kota
Salatiga.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan ada
8 orang partisipan yang kadar asam uratnya tinggi
yaitu antara usia 50-55 tahun yaitu dua orang, usia
56-60 tahun yaitu tiga orang dan usia 61-65 tahun
yaitu tiga orang. Jika setiap kali mengkonsumsi
makan yang bersumber purin tinggi dalam jumlah
yang
banyak
akan
mempengaruhi
terjadinya
peningkatan kadar asam urat dalam darah.
| 55
Menurut
minuman
Kertia
yang
(2009),
dapat
makanan
menimbulkan
dan
terjadinya
peningkatan kadar asam urat dalam darah. Dugaan
salah satu penyebabnya adalah karena asupan purin
berlebihan yang menyebabkan akumulasi kristal
purin menumpuk pada sendi tertentu yang dapat
meningkatkan
kadar
asam
urat
dalam
darah.
Penelitian menunjukkan bahwa asupan purin yang
berlebih berkontribusi meningkatkan terjadinya asam
urat, dan purin hewani memberikan sumbangan
yang
besar
dalam
meningkatkan
asam
urat
dibandingkan purin yang berasal tanaman.
| 56
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
HASIL PENELITIAN
4.1.1. Gambaran lokasi Penelitian
Argomulyo adalah sebuah kecamatan di Kota
Salatiga,
Provinsi
Jawa
Tengah,
Indonesia.
Argomulyo di kenal oleh masyarakat luas sebagai
wilayah sejuk di kaki Gunung Merbabu dengan suhu
cuaca berkisar antara 15-26 0C. Menurut keterangan
yang diambil dari Surat Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kota Salatiga, batas wilayah Argomulyo
adalah Kecamatan Sidomukti di sebelah utara,
Kecamatan Tingkir di sebelah timur, Kecamatan
Tengaran di sebelah Selatan, Kecamatan Getasan di
sebelah Barat. Argomulyo terdiri dari 6 Kelurahan
yaitu Kelurahan Cebongan, Kumpulrejo, Ledok,
Noborejo, Randuacir, dan Tegalrejo.
| 37
Gambar 1.1 lokasi kelurahan noborejo
(https://www.google.co.id/search?q=peta+kelurahan
+noborejo&source)
4.1.2.
Gambaran Responden
Responden pada penelitian ini adalah Lansia
di Kelurahan Noborejo RT 01-04/ RW 03 Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga. Responden berjumlah 61
orang tersebut dipilih sesuai dengan kriteria inklusi
yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu lansia
berusia 50 tahun sampai 65 tahun. Responden dari
penelitian ini sebagian besar bekerja sebagai petani.
| 38
4.1.3.
Distribusi
Frekuensi
responden
berdasarkan
jenis kelamin.
Tabel
4.1
Distribusi
Frekuensi
Lansia
Berdasarkan Jenis Kelamin.
Jenis
Jumlah
Presentase
kelamin
responden
Perempuan
34
Laki-laki
27
44%
Total
61
100%
56%
Tabel 4.1 di atas menjelaskan bahwa dari 61
responden 56
% atau 34 responden berjenis
kelamin perempuan dan 44 % atau 27 responden
berjenis kelamin laki-laki.
| 39
4.1.4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Usia.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan usia.
Tingkat
Jumlah
Persentase
Usia
responden
(%)
50-55
30
49%
56-60
14
23%
61-65
17
28%
Total
61
100%
Berdasarkan tabel 4.2 dari 61 responden
sebagian besar, yaitu 30 responden (49%) berusia
50-55 tahun, sedangkan 14 responden (23%) berada
pada usia 56-60 tahun, dan 17 responden (28%)
berusia 61-65 tahun.
| 40
4.1.5.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pekerjaan.
Tabel
4.3
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Pekerjaan.
Pekerjaan
Jumalh
Presentase
responden
IRT
16
26%
Wiraswasta
16
26%
Petani
20
33%
Tidak kerja
9
15%
Total
61
100%
Tabel 4.3 di atas menjelaskan bahwa dari 61
responden terdapat 26 % atau 16 responden bekerja
sebagai IRT, 26 % atau 16 responden bekerja
sebagai wiraswasta, 33 % atau 20 responden yang
bekerja sebagai petani dan 15 % atau 9 responden
yang tidak bekerja.
| 41
4.1.6.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan.
Tabel
4.4
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Pendidikan.
Tingkat
Jumlah
Presentase
Pendidikan
Responden(n)
(%)
Sekolah
11
18 %
Rakyat
SD
20
33 %
SMP
18
29,5 %
SMA
12
19,5 %
Total
61
100 %
Tabel 4.4 di atas 18% atau 11 responden
memiliki tingkat pendidikan sekolah rakyat, 33 %
atau 20 responden
berpendidikan sampai tingkat
SD, 29,5 % atau 18 responden yang berpendidikan
sampai SMP, 19,5 %
atau 12 responden yang
berpendidikan SMA.
| 42
4.1.7.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan hasil
pengukuran kadar asam urat
Tabel
4.5
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat.
Kadar asam
urat
Jumlah responden
N
%
Rendah
21
35
Sedang
32
52
Tinggi
8
13
Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa lebih
dominan atau lebih banyak responden yang memiliki
kadar asam urat normal yaitu 52% atau 32 orang,
35% atau 21 orang yang memiliki kadar asam urat di
bawah normal, sebagian kecil yaitu 13% atau 8
orang yang memiliki kadar asam urat tinggi.
Penderita asam urat pada responden sebagian
besar diderita oleh perempuan yaitu sebanyak 6
orang dan laki-laki sebanyak 2 orang, (usia 50 tahun
satu orang, usia 54 satu orang, usia 57 satu orang,
usia 58 satu orang, usia 60 tahun satu orang, usia 61
tahun satu orang dan usia 64 tahun dua orang).
| 43
4.1.8.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pola Konsumsi
Pada tabel 4.6 dibawah ini yaitu untuk
melihat
frekuensi
konsumsi
makanan
yang
mengandung purin tinggi, purin sedang, dan purin
rendah.
Pengelompokkan
responden
dalam
penelitian ini seperti yang dilakukan dalam penelitian
Lestari dkk (2014).
Tabel
4.6
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Tinggi.
Frekuensi
Jumlah
Presentase
responden(n)
Sering
33
54,4 %
Jarang
23
37,4 %
Tidak
5
8,2 %
61
100 %
pernah
Total
| 44
Tabel
4.7
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Sedang
Frekuensi
Jumlah
Presentase
responden
Sering
32
52%
Jarang
22
36 %
Tidak
7
12 %
61
100 %
pernah
Total
Tabel
4.8
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Rendah.
Frekuensi
Jumlah
responden(n)
Presentase
(%)
Sering
22
37%
Jarang
26
43 %
Tidak
13
22 %
rendah
Total
61
100 %
| 45
Tabel tabel 4.9 Sumber Konsumsi Makanan Yang
Berasal Dari Purin Nabati Dan Hewani.
Jenis
Sering
Jarang
makanan
Tidak
Total
pernah
Nabati
15
10
6
3
1
Hewa
14
12
4
2
ni
8
Dari tabel 4.9 di atas menjelaskan bahwa dari
61 orang responden penelitian sebagian besar yang
mengkonsumsi makanan yang mengandung purin
berasal dari sumber nabati yaitu 31 responden,
diantaranya
mengkonsumsi,
15
responden
10
yang
responden
yang
sering
jarang
mengkonsumsi, dan 6 orang yang tidak pernah
mengkonsumsi.
Sedangkan
responden
yang
mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani
yaitu 28 responden diantaranya 14 responden yang
sering mengkonsumsi, 12 responden yang jarang
| 46
mengkonsumsi, dan 4 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi.
4.1.9.
Analisi Bivariat
Pengujian hubungan antara pola konsumsi
makanan terhadap kejadian kadar asam urat dengan
menggunakan program komputer yaitu SPSS 16,0
dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10. Hubungan Pola Konsumsi Makanan
Dengan Kejadian Asam Urat.
Kategori
Makanan
Frekuensi
Sering
Jarang
N
Tinggi
purin
Sedang
purin
Rendah
purin
Jumlah
Uji chi
square
N
%
Tidak
pernah
N
%
Jumlah
X P
2
Value
2,833
0,048
N
%
%
11 18
8
13,1
2
3,4
21
34,5
10 16,3
7
11, 3
2
3,4
19
31
8 13,1
9
14,6
4
6,8
21
34,5
29 47,4
24 39
8
13,6
61 100%
p=0,048 6mg/dl dan
laki-laki >7mg/dl). Berdasarkan wawancara yang
dilakukan peneliti diketahui bahwa sebelumnya
sudah
ada
sosialisasi
Cebongan sehingga
dari
pihak
Puskesmas
sebagian responden sudah
sadar terhadap penyebab terjadinya peningkatan
asam urat.
| 50
Berdasarkan tabel 4.5 distribusi frekuensi
responden berdasarkan hasil pengukuran kadar
asam urat, yaitu 52 % atau 32 orang asam urat
normal (laki-laki 13 orang dan perempuan 19 orang),
35 % atau 21 orang (laki-laki 11 orang dan
perempuan 10) yang memiliki kadar asam urat di
bawah normal, sedangkan sebagian kecil yaitu 13 %
atau 8 orang yang memiliki kadar asam urat yang
tinggi.
Penderita
asam
urat
pada
responden
sebagian besar diderita oleh perempuan yaitu
sebanyak 6 orang dan laki-laki sebanyak 2 orang,
(usia 50 tahun satu orang, usia 54 satu orang, usia
57 satu orang, usia 58 satu orang, usia 60 tahun
satu orang, usia 61 tahun satu orang dan usia 64
tahun dua orang). Hal ini di dukung oleh pendapat
Kertia (2009) mengatakan kadar asam urat laki-laki
dan perempuan kurang lebih sama, pada perempuan
premenopause, kadar hormon estrogen cukup tinggi.
Hormon ini membantu mengeluarkan asam urat
dalam darah melalui urin sehingga kadar asam urat
pada perempuan cenderung lebih norman. Hal
tersebut membuktikan bahwa perempuan akan
beresiko
tinggi
terkena
asam
urat
setelah
| 51
premenopause. Dalam penelitian ini, responden
yang mengalami asam urat tinggi yaitu sebagian
besar bejenis kelamin perempuan.
4.2.3.
Pola Konsumsi
Peningkatan kadar asam urat dalam tubuh
seseorang cepat terjadi, antara lain karena asupan
makanan yang tinggi purin. Dalam kehidupan seharihari, konsumsi makanan tinggi purin, seperti daging,
jeroan, dan berbagai jenis sayuran dan kacangkacangan yang mengandung purin perlu dilakukan,
pola
konsumsi
kebiasaan
ini
berpeluang
meningkatkan metabolisme purin didalam tubuh
yang menghasilkan kadar asam urat menjadi tinggi,
Indriawan
(2009).
Pola
konsumsi
merupakan
susunan jenis atau ragam pangan yang biasa
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang di
daerah tertentu. Pengelompokkan pola konsumsi
pangan dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau
fungsi pangan dalam tubuh meliputi pola konsumsi
pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber
protein nabati maupun hewani, pola konsumsi
sayuran, dan pola konsumsi buah-buahan.
| 52
Pada penelitian ini bahwa responden dari 61
orang terdapat 31 orang yang mengkonsumsi
makanan yang bersumber purin nabati, diantaranya
15 orang yang sering mengkonsumsi makanan yang
tinggi purin (kategori sering yaitu 1 kali atau 2
sampai 3 kali mengkonsumsi dalam sehari), 10
responden jarang-jarang mengkonsumsi (kategori
jarang yaitu 1 sampai 3 kali mengkonsumsi dalam
seminggu atau 1 sampai 2 kali mengkonsumsi dalam
sebulan), dan 6 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi
(kategori
tidak
pernah
mengkonsumsi yaitu dalam 1 bulan terakhir atau 2
bulan terakhir tidak sama sekali mengkonsumsi
makanan tersebut). Sedangkan 28 responden yang
mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani
yaitu 14 responden sering mengkonsumsi makanan
yang tinggi purin (kategori sering yaitu 1 kali atau 2
sampai 3 kali mengkonsumsi dalam sehari), 12
responden jarang-jarang mengkonsumsi ( kategori
jarang yaitu 1 sampai 3 kali mengkonsumsi dalam
seminggu atau 1 sampai 2 kali mengkonsumsi dalam
sebulan), dan 4 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi
(kategori
tidak
pernah
| 53
mengkonsumsi yaitu dalam 1 bulan terakhir atau 2
bulan terakhir tidak sama sekali mengkonsumsi
makanan tersebut).
Dari hasil penelitian yang lakukan oleh
peneliti yaitu menemukan bahwa partisipan lebih
sering mengkonsumsi sumber purin yang berasal
dari nabati. karena sebagian besar partisipan
penelitian ini yaitu petani sehingga lebih cenderung
mengkonsumsi hasil usahanya.
4.2.4.
Hubungan
Pola
Konsumsi
Purin
dengan
Peningkatan Kadar Asam Urat.
Hasil penelitian ini sebagian besar partisipan
penelitian
menyatakan
bahwa
memiliki
pola
konsumsi makanan yang mengandung purin yang
normal, namun masih ada yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi
purin dalam jumlah sedikit atau kurang dari 1 porsi
setiap kali makan, dan ada juga partisipan yang
memiliki kebiasaan makanan apa adanya yang
sudah tersedia, partisipan tidak melihat status
gizinya yang terkandung dalam makanan tersebut.
Partisipan menyatakan bahwa sudah ada sosialisasi
asam tentang asam di kelurahan tersebut sehingga
| 54
sebagian
besar
partisipan
sudah
mengetahui
makanan-makanan yang mengandung purin yang
tinggi sehingga partisipan menghindari makanan
yang mengandung purin tinggi seperti kacangkacangan, tahu tempe, wortel, buncis, dan daun
singkong.
Berdasarkan
tabel
4.10
perhitungan
uji
korelasi terhadap pola konsumsi makanan dengan
peningkatan kadar asam urat, dan menggunakan Chi
Square p=0,048 ≤ dari α= 0,05 dinyatakan bahwa
ada hubungan antara konsumsi purin dengan
peningkatan kadar asam urat pada lansia di
Kelurahan Noborejo, Kecamatan Argomulyo, Kota
Salatiga.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan ada
8 orang partisipan yang kadar asam uratnya tinggi
yaitu antara usia 50-55 tahun yaitu dua orang, usia
56-60 tahun yaitu tiga orang dan usia 61-65 tahun
yaitu tiga orang. Jika setiap kali mengkonsumsi
makan yang bersumber purin tinggi dalam jumlah
yang
banyak
akan
mempengaruhi
terjadinya
peningkatan kadar asam urat dalam darah.
| 55
Menurut
minuman
Kertia
yang
(2009),
dapat
makanan
menimbulkan
dan
terjadinya
peningkatan kadar asam urat dalam darah. Dugaan
salah satu penyebabnya adalah karena asupan purin
berlebihan yang menyebabkan akumulasi kristal
purin menumpuk pada sendi tertentu yang dapat
meningkatkan
kadar
asam
urat
dalam
darah.
Penelitian menunjukkan bahwa asupan purin yang
berlebih berkontribusi meningkatkan terjadinya asam
urat, dan purin hewani memberikan sumbangan
yang
besar
dalam
meningkatkan
asam
urat
dibandingkan purin yang berasal tanaman.
| 56