Analisis Implementasi Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan yaitu situasi sejahtera dari tubuh, jiwa serta sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif dengan cara sosial serta
ekonomis (UU Kesehatan, 2009). Banyak kebijakan-kebijakan yang telah disusun
dalam meningkatkan pembangunan kesehatan manusia. Salah satu kebijakan
kesehatan yaitu dengan membentuk Millenium Development Goals (MDG’s) yang
diadopsi oleh 189 negara pada bulan September tahun 2000, termasuk Indonesia.
MDG’s mempunyai 8 target yang harus dicapai dengan 18 target dan 48
indikator yang diharapkan. Salah satu target MDG’s yaitu mengendalikan
penyebaran HIV dan AIDS dan mulai menurunkan jumlah kasus baru pada tahun
2015, yang tertera pada target keenam. Namun jumlah kasus HIV dan AIDS dari
tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat dan tidak ada negara yang
tidak terkena dampak dari HIV dan AIDS meskipun berbagai upaya pencegahan
terus dilakukan (Depkes RI, 2006).
HIV dan AIDS (Human Immunodeficiency Virus- Acquired Immune
Deficiency Syndrome) merupakan masalah global yang hampir dihadapi di seluruh
dunia saat ini dan belum ada satu negarapun yang dinyatakan bebas dari HIV dan
AIDS. Epidemi HIV dan AIDS telah bergerak dari tingkat epidemi yang rendah

ke arah tingkat epidemi pada kelompok resiko tinggi sehingga mengkhawatirkan
masyarakat dunia karena di samping belum menemukan obat dan vaksin

pencegahan, HIV dan AIDS juga memiliki window periode atau fase tanpa gejala
(asimptomatik) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut
menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg
phenomena) (Depkes RI, 2006).
Laporan Epidemi United Nations Programme on HIV dan AIDS (UNAIDS
2012) menunjukkan bahwa terdapat 34 juta orang dengan HIV di seluruh dunia.
Sebanyak 50% diantaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang
dari 15 tahun. Di Asia Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV.
Menurut Laporan Perkembangann HIV dan AIDS South-East Asia Region of
WHO( WHO-SEARO) 2011, sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi
HIV. Data estimasi UNAIDS/WHO (2009) juga memperkirakan 22.000 anak di
wilayah Asia-Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan, setengah dari anak
yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.
Afrika Selatan, sebagai negara yang mengidap penyakit HIV dan AIDS
terbanyak di dunia, tercatat sebanyak 7.540.000 orang terkena infeksi virus HIV
dan AIDS hingga tahun Desember 2013. Tingkat prevalensi dewasa adalah 17,9%
menurut CIA World Fact Book statistik. Di Afrika Selatan anak juga dipengaruhi

oleh virus. Sebanyak 11,2% dari kejadian HIV pada anak-anak dan pemuda yang
berada di bawah usia 24 tahun. Ketika dicari proporsi jumlah mereka yang
mengidap HIV dengan jumlah penduduk, ternyata anak-anak menyumbang 11%
dari total populasi (data PBB, 2013).
Penderita HIV dan AIDS di Indonesia yang dilaporkan dari tanggal 1
Januari sampai September 2014 tercatat 150.296 orang pengidap HIV dan 55.799

orang pengidap AIDS. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok
umur 25-49 tahun (70,4%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,4%), dan
kelompok umur >= 50 tahun (5,3%). Sedangkan persentase AIDS tertinggi pada
kelompok umur 30-39 tahun (26%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (25,3%)
dan kelompok umur 40-49 tahun (11,6%) (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).
Data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, hingga Februari 2014,
penemuan kasus HIV dan AIDS berjumlah 5.772 orang. Dari 5.722 kasus HIV
dan AIDS yang dilaporkan, penemuan kasus terbesar dijumpai pada golongan
usia 30-39 tahun dengan 2.300 kasus. Begitu juga golongan usia 20-29 tahun
dengan jumlah 2.272 kasus, usia 40-49 tahun 768 kasus, dan lebih dari 50 tahun
ada 185 kasus. Jumlah kasus HIV dan AIDS pada anak juga cukup besar, yakni
dari usia kurang dari 1 tahun hingga usia 19 tahun, ada 197 kasus yang dijumpai
sepanjang 20 tahun ini (Dinkes Kota Medan, 2014).

TAHUN
HIV
AIDS
2003
10
2
2004
4
4
2005
10
8
2006
8
4
2007
3
8
2008
6

3
2009
10
12
2010
2
17
2011
6
30
2012
15
43
2013
18
53
2014
13
70
Jumlah

105
254
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah ODHA di Kabupaten Toba Samosir

Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir, hingga Desember
2014 terdapat 359 kasus HIV dan AIDS (HIV sebanyak 105 orang dan AIDS
sebanyak 254 orang). Resiko penularan yang paling banyak ditemui yaitu melalui
hubungan seksual sebanyak 244 orang dan penasun sebanyak 102 orang. Dari 359
kasus yang dilaporkan, mayoritas penderita HIV dan AIDS terdapat pada
kelompok umur produktif 31-40 tahun, termasuk di dalamnya perempuan yang
akhir-akhir ini mengalami kenaikan, tercatat 109 orang yang terinfeksi. Sampai
saat ini, jumlah penderita HIV dan AIDS yang meninggal tercatat sebanyak 108
orang (Dinkes Kabupaten Tobasa, 2014).
Rumah Sakit merupakan instansi kesehatan yang berperan penting dalam
melawan penyebaran HIV dan AIDS. Awalnya di Indonesia hanya 75 Rumah
Sakit yang dihunjuk pemerintah sebagai Rumah Sakit yang memberikan
perawatan

penderita


HIV

dan

AIDS

(KEPMENKES

RI

No.

832/Menkes/SK/X/2006). Saat ini, kasus Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA)
di kalangan masyarakat khususnya masyarakat usia produktif cenderung
meningkat, sehingga pemerintah membuat keputusan baru untuk menambah
jumlah rumah sakit rujukan ODHA yang tertera pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 451/MENKES/SK/IV/2012 yaitu sebanyak
358 Rumah Sakit. Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien dengan HIV dan AIDS di Sumatera Utara ada 18 Rumah Sakit, salah

satunya adalah Rumah Sakit HKBP Balige.
Rumah Sakit HKBP Balige adalah Rumah Sakit strata II untuk
penanganan (rujukan) HIV dan AIDS. Sebagai Rumah Sakit Rujukan Strata II,

RS HKBP Balige harus memiliki: (1) tim pokja HIV dan AIDS; (2) tenaga dokter,
perawat, konselor, manajer kasus, tenaga farmasi (apoteker), analis laboratorium
yang telah dilatih dan juga harus memiliki ODHA yang berfungsi sebagai
pendukung kepatuhan makan obat dan kelompok dukungan sebaya; (3) layanan
dan kegiatan; (4) obat, dan sarana laboratorium.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP
Balige dengan melakukan wawancara kepada salah satu tenaga pelaksana rujukan
HIV dan AIDS, didapatkan informasi mengenai peningkatan jumlah ODHA setiap
tahunnya. Hingga Desember 2014, jumlah ODHA yang berasal dari Kabupaten
Toba Samosir ada sebanyak 236 orang (Data Rekam Medik Rumah Sakit HKBP
Balige, 2014). Rumah Sakit HKBP Balige juga menerima rujukan dari daerah lain
di Sumatera Utara, seperti daerah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli
Selatan, Padang Sidempuan, Samosir, Humbang Hasundutan, dan Simalungun.
Rumah Sakit HKBP Balige sebagai Rumah Sakit strata II telah memiliki
tenaga pelaksana yang terdiri dari 1 orang dokter, 1 orang dokter gigi, 1 orang
apoteker/farmasi, 6 orang perawat, 2 orang konselor, 2 orang analis laboratorium,

dan 1 orang manajer kasus. Juga memiliki sarana layanan yang disebut Voluntary
Counselling and Testing-Care Support Treatment (VCT-CST). Program-program
yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP Balige adalah capacity building dan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
Kegiatan pada capacity building yaitu testing HIV, pengobatan, pelayanan
konseling dan pendampingan ODHA. Alur pelaksanaannya yaitu pasien yang
dirujuk (baik rawat jalan ataupun pasien rawat inap di Rumah Sakit, yang dida

terkena HIV) akan terlebih dahulu mendapatkan pelayanan konseling lalu pasien
tersebut melakukan testing HIV. Jika hasilnya negatif, maka akan di ulang setelah
tiga bulan, tetapi jika hasilnya positif akan diberikan pengobatan Anti Retroviral
(ARV). Jika kondisi pasien sudah membaik, maka akan dilakukan pendampingan
ODHA oleh manajer kasus. Sedangkan kegiatan KIE yaitu mobile klinik, yakni
dengan menemui orang-orang-orang yang beresiko tinggi seperti Pekerja Seks
Komersial (PSK), tahanan, dan supir untuk diberi informasi agar mereka bersedia
melakukan test HIV; Edukasi seperti misalnya melakukan penyuluhan; Advokasi
dan Pelatihan khusus.
Penelitian Dayaningsih (2009) menyimpulkan bahwa di RSUP Dr. Kariadi
muncul masalah untuk pelayanan VCT-nya yang bersifat pasif, usaha promosi
yang sudah dilaksanakan masih kurang, untuk pelayanan VCT di ruang rawat inap

belum memiliki ruangan khusus untuk VCT, form untuk konseling pre tes ada 4
lembar dirasa tidak efektif. Penelitian Amin (2010) menyimpulkan bahwa
Himpunan Konselor HIV dan AIDS (HiKHA) Jawa Barat mempunyai program
yang disebut dengan Aksi Stop AIDS (ASA). Di dalamnya terdapat layanan
konseling dan testing sukarela HIV dan AIDS atau disebut juga Voluntary
Counseling and Testing (VCT). Program ini bekerja sama dengan sejumlah
lembaga dan institusi dari luar maupun dalam negeri.
Rumah Sakit HKBP Balige telah berusaha memberikan pelayanan dengan
standar yang telah ditentukan, namun kenyataan di lapangan, masih dijumpai
kendala-kendala dalam penanganan HIV dan AIDS seperti pasokan obat ARV
yang sering kehabisan, obat ARV yang sering datang terlambat, hal ini

kemungkinan terjadi karena keterlambatan membuat pelaporan stok ARV yang
kosong kepada subdit AIDS Kemkes, keterlambatan mengirimkan order obat.
Selain itu, di Rumah Sakit HKBP Balige juga tidak ada ODHA yang dihunjuk
sebagai pendukung kepatuhan minum obat dan kelompok dukungan sebaya,
sementara menurut pedoman Depkes, hal tersebut harus dimiliki oleh Rumah
Sakit rujukan HIV dan AIDS.
Penelitian Yuniar (2012) menyimpulkan bahwa ketersediaan dan
keterjangkauan obat ARV dapat meningkatkan kepatuhan minum obat bagi

ODHA di Kota Bandung dan Cimahi. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik
melakukan penelitian tentang Analisis Implementasi penanganan HIV dan AIDS
di Rumah Sakit HKBP Balige tahun 2015.

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah

bagaimana implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit HKBP
Balige tahun 2015.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana

implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit HKBP Balige tahun
2015.


1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak antara
lain:

1.

Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit HKBP Balige, agar semakin
meningkatkan kualitas Rumah Sakit, karena telah dipercayakan sebagai salah
satu rumah sakit rujukan HIV dan AIDS di Sumatera Utara.

2.

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Ilmu Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan dalam menganalisa standar penunjukan Rumah Sakit
sebagai rujukan HIV dan AIDS dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
sesuai dengan pedoman.

3.

Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis dan
berkelanjutan.