LAPORAN PRAKTIKUM biologi (4). docx

LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR
PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks. Ekologi
merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan hipotesis deduktif, yang
menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji penjelasan hipotesis dari fenomenafenomena ekologis (Campbell, 2000).
Semua organisme yang hidup di alam tidak dapat hidup sendiri melainkan harus selalu
berinteraksi baik dengan alam (lingkungan). Organisme hidup dalam sebuah system ditopang
oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling berpengaruh, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Kehidupan semua jenis makhluk hidup sering mempengaruhi, cara
berinteraksi dengan alam membentuk kesatuan disebut ekosistem. Ekosistem juga menunjukkan
adanya interaksi bolak balik antara makhluk hidup (biotik) dengan alam (abiotik) (Firmansyah,
2009).
Fungsi ekosistem menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam system.
Berdasarkan struktur dan fungsi ekosistem, maka seseorang yang belajar ekologi harus
didukung oleh pengetahuan yang komprehensip berbagai ilmu pengetahuan yang relevan
dengan kehidupan. Ekologi tidak hanya mempelajari ekosistem tetapi juga otomatis mempelajari
organisme pada tingkatan organisasi yang lebih kecil seperti individu, populasi dan komunitas.
(Karmana, 2007).
Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor
biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab

perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur
tangan manusia (Andri, 2011).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah percobaan populasi, komunitas
dan ekosistem.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
a)


Menggunakan model untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat
tumbuh.

b)

Mempelajari suatu komunitas, mengumpulkan data sebanyak mungkin
selama

waktu dan kesempatan memungkinkan. Kemudian memeriksa

hubungan antara masing-masing spesies, agar dapat memperkirakan urutan
mana yang paling penting dan untuk mengetahui struktur komunitas itu.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakn pada hari selasa tanggal 22 Oktober 2015 pukul 11.15-14.15
WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar. Percobaan ini dilaksanakan di luar
ruangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Individu berasal dari bahasa latin yaitu in (tidak) dan dividuus (dapat dibagi) jadi
individu merupakan bagian organisasi

kehidupan yang tidak dapat dibagi lagi. Masing-

masing unit yang disebut individu tersebut dapat melakukan proses hidup yang masing-masing
terpisah. Setiap individu seperti pohon pisang dalam rumpunnya akan dapat hidup apabila
dipisahkan dari rumpunnya tersebut. Individu dalam ekologi memiliki makna yang sangat
penting,

karena

dari

individu

dapat


dikumpulkan

bermacam-macam

data

untuk

mempelajari tentang kehidupan dalam hubungannya dengan lingkungannya (Zoer´aini, 2003).
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu
akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam
satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di
sekitar kita. Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang
kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut (Sativan, 2010) :
a.

Netral

Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak
menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara

capung dan sapi.

b.

Predasi

Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat
sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai
pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung
hantu dengan tikus.
c.

Parasitisme

Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme
hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat
merugikan inangnya.
d.

Komensalisme


Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk
kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies
lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
e.

Mutualisme

Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar
kacang-kacangan.
Ekosistem adalah suatu komunitas tumbuhan, hewan dan mikroorganisme beserta
lingkungan non-hayati yang dinamis dan kompleks, serta saling berinteraksi sebagai suatu unit
yang fungsional. Manusia merupakan bagian yang terintegrasi dalam ekosistem. Ekosistem
sangat bervariasi dalam hal ukuran, dapat berupa genangan air pada suatu lubang pohon hingga
ke samudera luas (Caudill, 2005).
Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam (Anonim, 2002) :




Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh
: padang rumput, gurun,laut.


Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia. Contoh : kolam,
sawah, waduk, kebun.
Komponen Penyusun Ekosistem
Suatu ekosistem disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen biotik meliputi
berbagai jenis makhluk hidup dan komponen abiotik meliputi lingkungan fisik dan kimia
(lingkungan tak hidup) (Herni, 2009) :

1.

Komponen Biotik
Komponen biotik suatu ekosistem meliputi semua jenismakhluk hidup, baik berupa
tumbuhan, hewan, jamur, maupun mikroorganisme lain. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan
sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai
dekomposer. Berdasarkan peranannya, komponen biotik dibedakan menjadi komponen autotrof,
heterotrof, dan pengurai.
a.


Komponen autotrof
Komponen autotrof adalah organisme yang mampu mensintesis makanan sendiri berupa

bahan organik daribahan anorganik dengan bantuan energi seperti energi cahaya matahari dan
kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen yang menyediakan makanan bagi
organisme heterotrof. Komponen autotrof yang utama adalah berbagai tumbuhan hijau.
b. Komponen heterotrof
Komponen heterotrof merupakan organisme yangmemperoleh makanan atau bahan
organik dengan memakan organisme lain atau sisa-sisanya. Organisme heterotrof tidak dapat
mensintesis makanan sendiri, sehingga makanan selalu diperoleh dari organisme lain, misalnya

herbivora memperoleh makanan dari tumbuh-tumbuhan dan karnivora memperoleh makanan
dari mangsanya. Contoh
komponen heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
c. Detrivor dan Pengurai (dekomposer)
Detrivor adalah komponen ekosistem yang memakan detritus atau sampah, sedangkan
pengurai adalah organisme heterotrof yang memperoleh makanan dengan menguraikanbahan
organik berupa sisa-sisa organisme yang telah mati. Organisme ini menyerap sebagian hasil
penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali

oleh produsen.
2. Komponen Abiotik
Komponen abiotik adalah semua faktor penyusun ekosistem yang terdiri dari bendabenda mati, antara lain oksigen, kelembapan dan suhu, air dan garam mineral, cahaya matahari,
dan tingkat keasaman tanah atau pH tanah (Suwarno, 2009) :

a. Oksigen
Makhluk hidup dalam ekosistem membutuhkan oksigen untuk respirasi
atau pernapasan. Dengan adanya oksigen, zat organik yang ada dalam
tubuh akan dioksidasi untuk menghasilkan energi untuk tetap bisa bertahan
hidup.
b. Kelembapan dan suhu

Kelembapan

dan

suhu

juga


sangat

memengaruhi

keberadaan

suatu

organisme dalam suatu ekosistem. Kelembapan dan suhu berpengaruh
terhadap hilangnya air yang terjadi melalui penguapan. Setiap organisme
memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu dan kelembapan. Jamur
dan lumut hanya mampu bertahan pada habitat yang memiliki kelembapan
tinggi dan tak mampu hidup pada daerah yang panas. Suhu terendah yang
masih memungkinkan organisme hidup disebut sebagai suhu minimum.
Suhu yang paling sesuai dan mendukung kehidupan untuk organisme
disebut sebagai suhu optimum, sedangkan suhu tertinggi yang masih dapat
ditoleransi atau memungkinkan organisme hidup disebut sebagai suhu
maksimum.
c. Air dan garam mineral
Air merupakan penyusun tubuh setiap makhluk hidup. Sebagian besar

tubuh tersusun oleh air, sehingga begitu pentingnya air bagi metabolisme
kehidupan makhluk hidup. Selain itu, baik hewan maupun tumbuhan juga
memerlukan garam-garam mineral. Meskipun jumlah yang dibutuhkan
sedikit, namun harus ada karena tak bisa diganti oleh zat yang lain.
Contohnya tumbuhan memerlukan zat besi (Fe) untuk pembentukan klorofil.

d. Cahaya matahari
Cahaya matahari merupakan sumber energi dari semua organisme
yang ada.
e. Tanah

Tanah

merupakan

tempat

hidup

bagi

organisme.

Tanah

jugamenyediakan unsur-unsur penting bagi kehidupan organisme, terutama
tumbuhan.


Keseimbangan Ekosistem
Dalam suatu ekosistem yang masih alami dan belum terganggu akan didapati adanya
keseimbangan antara komponen-komponen penyusun ekosistem tersebut. Keadaan seperti ini
disebut juga sebagai homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk dapat menahan berbagai
perubahan dalam sistem secara menyeluruh. Sistem yang dimaksud meliputi penyimpanan zat
hara, pertumbuhan dan perkembangan organisme yang ada, pelepasan zat hara di lingkungan,
reproduksi organisme dan juga meliputi sistem penguraian jasad-jasad makhluk hidup yang telah
mati (Suwarno, 2009).



Rantai makanan.
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan
tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, konsumen,
dan dekomposer (Anonim, 2013).



Jaring-Jaring Makanan.
ghJaring-jaring

makanan

adalah

kumpulan

dari

rantai

makanan

yang

saling

berhubungan. Kelangsungan hidup organisme membutuhkan energi dari bahan organik yang
dimakan. Bahan organik yang mengandung energi dan unsur-unsur kimia transfer dari satu
organisme ke organisme lain berlangsung melalui interaksi makan dan dimakan. Peristiwa
makan dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem membentuk struktur trofik yang
bertingkat-tingkat (Anonim, 1997).


Piramida makanan

Piramida makanan adalah suatu piramida yang menggambarkan jumlah individu pada setiap
tingkat trofik dalam suatu ekosistem.Piramida jumlah umumnya berbentuk menyempit ke atas.
Artinya jumlah tumbuhan dalam taraf trofik pertama lebih banyak dari pada hewan (konsumen
primer) di taraf trofik kedua, jumlah organisme kosumen sekunder lebih sedikit dari konsumen
primer, serta jumlah organisme konsumen tertier lebih sedikit dari organisme konsumen
sekunder (Anonin, 2002).
Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang
melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya
mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme, misalnya
sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora atau konsumen primer. Karnivora
seperti halnya katak yang memakan herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora
sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder dinamakan konsumen tersier, dan
seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik.
Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa rantai makanan yang saling
berhubungan. Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas
produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat
autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik kedua,
karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu
tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas
sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang sema- kin tinggi,
jumlahnya semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida makanan. Salah satu
jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan dengan jumlah individu.
Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa produsen mempunyai jumlah paling

besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada
konsumen tingkat terakhir (Anonim, 1997).

BAB III
METODE KERJA

III.1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pensil, pulpen,
penghapus, kalkulator dan pengalas kertas.
III.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah kertas

grafik

, komponen biotik (Belalang,

kadal, semut, rumput, putri malu, kupu-kupu, burung) dan komponen abotik
(batu, tanah, air)
III.3. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam percobaan ini adalah:
1. Menentukan tempat yang dijadikan objek percobaan untuk mengamati suatu
individu, populasi, komunitas dan ekosistem.

2. Melakukan percobaan, dan mengumpulkan data mengenai komponen yang
terlibat dalam komunitas.
3. Menghitung dan mempersiapkan model, yaitu model I, model II, model III,
dan model IV.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
a. Komponen abiotik :
1.

Batu

2.

Tanah

3.

Air

4.

Cahaya

5.

Sampah
b. Komponen biotik :

1. Cyperus rotundus (rumput teki)
2. Drosophila melanogaster (lalat buah)
3. Monomorium sp. (nyamuk)
4. Diplacodes trivialis (capung)
5. Valanga sp. (belalang)
6. Bufo marinus (katak)
IV.2 Pembahasan
a. Percobaan mengamati ekosistem di lapangan
Rantai Makanan
Pada rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya berlangsung
dalam satu arah, sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang memiliki
dua fungsi sekaligus, karena mereka telah menempati peran masing masing
tanpa ada saling singgung. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora,

energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh
herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu
herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai
makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam
ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energy.
Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu
organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme
ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari
bahan mentah anorganik.
Jaring-jaring Makanan
Pada jaring-jaring makanan arah proses makan dimakan tidak hanya
berlangsung dalam satu arah, melainkan beberapa arah. Karena aring-jaring
makanan merupakan penggabungan dari beberapa rantai makanan. Hal ini
menyebabkan adalah organism yang memiliki dua paranan dalam reaksi
perputaran energy yang terjadi. Semua rantai makanan dimulai dengan
organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti
tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang
dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme,
misalnya sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora
atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan
herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang
memakan

konsumen

sekunder

dinamakan

konsumen

tersier,

dan

seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai makanan disebut

tingkatan trofik. Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa
rantai makanan yang saling berhubungan. Pada rantai makanan telah kita
ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I,
konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat autotrof selalu
menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik
kedua, karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap
perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan
terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi
pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang sema- kin tinggi, jumlahnya
semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida makanan.
Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan
dengan jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan
bahwa produsen mempunyai jumlah paling besar dan konsumen tingkat II
jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada konsumen
tingkat terakhir.
Piramida Makanan dan Piramida Massa
Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme yang
terdapat pada satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya
dan mengelompokan sesuai dengan tingkat trofiknya. Perbandingan populasi
antar trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi produsen lebih besar
dari populasi konsumen primer lebih besar dari populasi konsumen skunder
lebih besar dari populasi konsumen tersier. Ada kalanya tidak dapat
menggambarkan kondisi sebagaimana piramida ekologi.

Piramida biomassa dibuat berdasarkan pada massa (berat) kering
organisme dari tiap tingkat trofik persatuan luas areal tertentu. Secara
umum perbandingan berat kering menunjukkan adanya penurunan biomassa
pada tiap tingkat trofik. Perbandingan biomassa antar trofik belum dapat
menggambarkan kondisi sebagaimana piramida ekologi. Kandungan energi
tiap trofik sangat ditentukan oleh tingkat trofiknya sehingga bentuk
grafiknya sesuai dengan piramida ekologi yang sesungguhnya di lingkungan.
Energi yang mampu disimpan oleh individu tiap trofik dinyatakan dalam
Kkal/m2/hari.
b. Percobaan menghitung pertumbuhan populasi
Pada model 1, asumsi 1 (tahun 2013) terdapat 10 ekor burung, setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi
totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan
induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung
berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua
keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung
masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang
meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
2013, jumlah burung yaitu 50 ekor (25 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2014) terdapat 50 ekor burung, setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 250
ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi totalnya 300 ekor (150

pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan induk betina) mati
sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung berkurang 50 dan
totalnya 250 ekor (125 pasang). Pada asumsi III, semua keturunan hidup
sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung masih tetap 250 ekor
(125 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau
yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung
yaitu 250 ekor (125 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2015) terdapat 250 ekor burung, setiap pasang
burung

menghasilkan

10

keturunan,

selalu

5

jantan

dan

5

betina

menghasilkan 1250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi
totalnya 1500 ekor (750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan
dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung berkurang 250 dan totalnya 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi III,
semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung masih tetap 1250 ekor (625 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada
burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga
pada tahun 2014, jumlah burung yaitu 1250 ekor (625 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2016) terdapat 1250 ekor burung, setiap pasang
burung

menghasilkan

10

keturunan,

selalu

5

jantan

dan

5

betina

menghasilkan 6250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi
totalnya 7500 ekor (3750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan
dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung berkurang 1250 dan totalnya 6250 ekor (3125 pasang). Pada asumsi

III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung masih tetap 6250 ekor (3125 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada
burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga
pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 6250 ekor (3125 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2017) terdapat 6250 ekor burung, setiap pasang
burung

menghasilkan

10

keturunan,

selalu

5

jantan

dan

5

betina

menghasilkan 31250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi
totalnya 37500 ekor (18750 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk
jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi
jumlah burung berkurang 6250 dan totalnya 31250 ekor (15625 pasang).
Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya,
jadi jumlah burung masih tetap 31250 ekor (15625 pasang). Pada asumsi IV,
tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Sehingga pada tahun 2016, jumlah burung yaitu 31250 ekor (15625 pasang).
Pada model 2, asumsi I(tahun 2013), terdapat 10 ekor burung (5
pasang) setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan
dan 5 betina menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah
induk, jadi totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, dua perlima dari
tertua (jantan dan betina)masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5
dari 10 yaitu 4 (2pasang ). 60 dikurang 6 jadi 54 ekor (27 pasang). Pada
asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi
jumlah burung masih tetap 54 ekor (27 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada

burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga
pada tahun 2013, jumlah burung yaitu 54 ekor (27 pasang).
Asumsi I (tahun 2014), terdapat 54 ekor burung (27 pasang), setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 270 ekor (135 pasang)kemudian burung tetua yang telah
menghasilkan 2 keturunan mati, jadi dikurang 4 totalnya 50 ekor, kemudian
ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi
totalnya 320 ekor (160 pasang). Pada asumsi II, dua perlima dari tertua
(jantan dan betina)masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 50
yaitu 20 (10 pasang ).320 dikurang 30 jadi 290 ekor (145 pasang). Pada
asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi
jumlah burung masih tetap 290 ekor (145 pasang). Pada asumsi IV, tidak
adaburung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung yaitu 290 ekor (145 pasang).
Asumsi I (tahun 2015), terdapat 290 ekor burung (145 pasang), setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 1450 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2
keturunan mati, jadi dikurang 20 totalnya 270 ekor, kemudian ditambah
dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya 1720
ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih dapat
mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 270 yaitu 108 ekor. 1720 dikurang
162 jadi 1558 ekor. Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim
bertelur berikutnya, jadi jumlah burung 1558 ekor (779 pasang) masih tetap

1558 ekor (779 pasang). Pada asumsi IV, tidak

ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
2014, jumlah burung yaitu 1558 ekor (779 pasang).
Asumsi I (tahun 2016), terdapat 1558 ekor (779 pasang), setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 7790 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2
keturunan mati, jadi dikurang 108 totalnya 1450 ekor, kemudian ditambah
dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi totalnya 9240
ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan betina) masih dapat
mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 1450ekor yaitu 580 ekor. 9240ekor
dikurang 870 ekor jadi 8370 ekor (4185 pasang). . Pada asumsi III, semua
keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung 8370
ekor (4185 pasang) masih tetap 8370 ekor (4185 pasang). Pada asumsi IV,
tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Sehingga pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 8370 ekor (4185 pasang).
Asumsi I (tahun 2017), terdapat 8370 ekor (4185 pasang), setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 4180 ekor kemudian burung tetua yang telah menghasilkan 2
keturunan mati, jadi dikurang 580 ekor

totalnya 7790 ekor, kemudian

ditambah dengan jumlah induk yang bru menghasilkan keturunan 1, jadi
totalnya 49640 ekor. Pada asumsi II, dua perlima dari tertua (jantan dan
betina) masih dapat mempunyai keturunan lagi yaitu 2/5 dari 7790 ekor
yaitu 3116 ekor. 49640 ekor dikurang 4674 ekor jadi 44966 ekor (22483

pasang). .Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur
berikutnya, jadi jumlah burung 44966 ekor (22483 pasang) masih tetap
44966 ekor (22483 pasang).

Pada asumsi IV, tidak ada burung yang

meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
2015, jumlah burung yaitu 44966 ekor (22483 pasang).
Pada model ke III, asumsi I (2013), terdapat 10 ekor (5 pasang), setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 50 ekor (25 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 60
ekor (30 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati
sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 60 ekor dikurang 10 ekor
menjadi 50 ekor (25 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 50 mati sebelum
musim bertelur yaitu 20 ekor (10 pasang). 50 ekor dikurang 20 ekor jadi 30
ekor (15 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau
yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung
yaitu 30 ekor (15 pasang).
Asumsi I (2014), terdapat 30 ekor (15 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 150
ekor (75 pasang), kemudian ditambah jumlah induk

jadi 180 ekor (90

pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum
musim musim bertelur berikutnya jadi 180 ekor dikurang 30 ekor menjadi
150 ekor (75 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 150 mati sebelum musim
bertelur yaitu 60 ekor (30 pasang). 150 ekor dikurang 60 ekor jadi 90 ekor
(45 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan atau

yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2013, jumlah burung
yaitu 90 ekor (45 pasang).
Asumsi I (2015), terdapat 90 ekor (45 pasang), setiap pasang burung
menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina menghasilkan 450
ekor (225 pasang), kemudian ditambah jumlah induk jadi 540 ekor (270
pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum
musim musim bertelur berikutnya jadi 540 ekor dikurang 90 ekor menjadi
450 ekor (225 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 450 mati sebelum musim
bertelur yaitu 180 ekor (90 pasang). 450 ekor dikurang 180 ekor jadi 270
ekor (135 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang meninggalkan
atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun 2014, jumlah
burung yaitu 270 ekor (135 pasang).
Asumsi I (2016), terdapat 270 ekor (135 pasang), setiap pasang
burung

menghasilkan

10

keturunan,

selalu

5

jantan

dan

5

betina

menghasilkan 1350 ekor (675 pasang), kemudian ditambah jumlah induk
jadi 1620 ekor (810 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan betina)
mati sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 1620 ekor dikurang 270
ekor menjadi 1350 ekor (675 pasang). Asumsi III Dua per lima dari 1350 mati
sebelum musim bertelur yaitu 540 ekor (270 pasang). 1350 ekor dikurang
540 ekor jadi 810 ekor (405 pasang). Pada asumsi IV, tidak ada burung yang
meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut. Sehingga pada tahun
2015, jumlah burung yaitu 810 ekor (405 pasang).

Asumsi I (2017), terdapat 810 ekor (405 pasang), setiap pasang
burung

menghasilkan

10

keturunan,

selalu

5

jantan

dan

5

betina

menghasilkan 4050 ekor (2025 pasang), kemudian ditambah jumlah induk
jadi 4860 ekor (2430 pasang). Asumsi II Setiap tetua (induk jantan dan
betina) mati sebelum musim musim bertelur berikutnya jadi 4860 ekor
dikurang 810 ekor menjadi 4050 ekor (2025 pasang). Asumsi III Dua per lima
dari 4050 mati sebelum musim bertelur yaitu 1620 ekor (810 pasang). 4050
ekor dikurang 1620 ekor jadi 2430 ekor (1215 pasang). Pada asumsi IV, tidak
ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Sehingga pada tahun 2015, jumlah burung yaitu 2430 ekor (1215 pasang).
Pada model IV, asumsi 1 (tahun 2013) terdapat 10 ekor burung, setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi
totalnya 60 ekor (30 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan dan
induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung
berkurang 10 dan totalnya 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi III, semua
keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah burung
masih tetap 50 ekor (25 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50 burung gereja
datang ke pulau tersebut jadi 50 ekor ditambah 50 ekor menjadi 100 ekor
(50 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2014) terdapat 100 ekor burung (50 pasang), setiap
pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5 betina
menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi

totalnya 600 ekor (300 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan
dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung berkurang 100 dan totalnya 500 ekor (250 pasang). Pada asumsi III,
semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung masih tetap 500 ekor (250 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50
burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 500 ekor ditambah 50 ekor
menjadi 550 ekor (275 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2015) terdapat 550 ekor burung, setiap pasang
burung

menghasilkan

10

keturunan,

selalu

5

jantan

dan

5

betina

menghasilkan 50 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk, jadi
totalnya 3300 ekor (1650 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk jantan
dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung berkurang 550 dan totalnya 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi
III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi jumlah
burung masih tetap 2750 ekor (1375 pasang). Pada asumsi IV, terdapat 50
burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 2750 ekor ditambah 50 ekor
menjadi 2800 ekor (1400 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2016) terdapat 2800 ekor burung (1400 pasang),
setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5
betina menghasilkan 14000 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk,
jadi totalnya 16800 ekor (8400 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk
jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi
jumlah burung berkurang 2800 dan totalnya 14000 ekor (7000 pasang). Pada

asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya, jadi
jumlah burung masih tetap 14000 ekor (7000 pasang). Pada asumsi IV,
terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 14000 ekor
ditambah 50 ekor menjadi 14050 ekor (7025 pasang).
Asumsi 1 (tahun 2017) terdapat 14050 ekor burung (7025 pasang),
setiap pasang burung menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 jantan dan 5
betina menghasilkan 70250 ekor kemudian ditambah dengan jumlah induk,
jadi totalnya 84300 ekor (42150 pasang). Pada asumsi II, semua tetua (induk
jantan dan induk betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya, jadi
jumlah burung berkurang 14050 dan totalnya 70250 ekor (35125 pasang).
Pada asumsi III, semua keturunan hidup sampai musim bertelur berikutnya,
jadi jumlah burung masih tetap 70250 ekor (35125 pasang). Pada asumsi IV,
terdapat 50 burung gereja datang ke pulau tersebut jadi 70250 ekor
ditambah 50 ekor menjadi 70300 ekor (35150 pasang).

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pada pengamatan untuk meneliti suatu populasi dapat tumbuh,
menggunakan empat model dengan empat asumsi setiap model serta pada
model pertama faktor yang mempengaruhi populasi yaitu faktor kelahiran,
pada model kedua yaitu adanya faktor kelahiran dan kematian, pada model
ketiga yaitu faktor
mempengaruhi

kematian dan pada model ke empat faktor yang

pertumbuhan

populasi

adalah

factor

migrasi

atau

perpindahan. Model model inilah yang dapat digunakan sebagai model untuk
meneliti pertumbuhan suatu populasi populasi.
Penggunaan model dapat mempermudah dalam studi tentang struktur
komunitas. Model yang dibicarakan hanya suatu angan-angan. Model ini
dapat membantu keadaan yang rumit menjadi sederhana sehingga lebih
mudah kita pahami.
V.2

1.

Saran

Adapun saran dari percobaan ini :
Sebaiknya , dalam pemilihan lokasi menggunakan tempat yang agak luas
sehingga lingkungan yang akan diamati biotik dan abiotiknya banyak.

2.

Dalam melakukan percobaan di butuhkan ketelitian pada saat
mengumpulkan data

DAFTAR PUSTAKA
Andri.2011. Laporan Tetap Ekologi Pertanian.
http://andriecaale.blogspot.com/ 2011/06/laporan-tetap-ekologipertanian.html. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 21.40 WITA.
Anonim.2002.Pengaruh Faktor Biotik Ekosistem. http://novyjuli.blogspot.com / 2013/02/laporanpraktikum-ekologi.html Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.00 WITA.
Anonim. 2000. Simulasi estimasi Populasi Hewan. http://umiraummy.blogspot. com, Diakses pada
tanggal 23 Oktober 2013 pukul 20.19 WITA.
Anonim, 1997. Biologi science 1. http://BiologicalScienceI.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober
2013 pukul 20.00 WITA.
Anonim. 2013. Pengaruh Faktor Biotik Ekosistem. http://novyjuli.blogspot.com / 2013/02/laporanpraktikum-ekologi.html. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 19.55 WITA.
Campbell. 2000. Biologi jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama, Erlangga.
Caudill. 2005. Ekosistem dan Kesejahteraan Manusia:Suatu Kerangka Pikir untuk Penilaian.
Jakarta : Millennium Ecosystem Assessment.
Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/ 12/laporan-ekwankeragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.
Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/ 12/laporan-ekwankeragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.
Firmansyah. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta : Setia Purna Inves.

Herni. 2009. Keragaman Komunitas. http://megabohari.blogspot.com/ 2011/ 12/laporan-ekwankeragaman-komunitas.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 21.44 WITA.
Karmana Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi Untuk Kelas X SMA/MA program IPA. Bandung :
Grafindo.
Sativan. 2010. Ekologi Populasi. http://oryza-sativa135rsh. blogspot.com/ 2010/01 /ekologipopulasi.html. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 20.00 WITA.
Suwarno. 2009. Praktikum Ekologi Umum. www.scribd.com /laporanestimas ipopulasi
hewan.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013 pukul 22.40 WITA.
Zoer´aini D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta. Bumi Aksara.