Desain Pembangkit Listrik Tenaga Panas B (4)

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
DiPippo (1999) dalam jurnal yang dimuat pada GHC buletin, Juni 1999,
membahas tentang desain dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Metode yang digunakan yaitu membandingkan beberapa PLTP yang telah ada
serta dengan menganalisis kondisi sumber panas bumi yang tersedia. Hasil yang
diperoleh berupa desain PLTP sistem direct-steam (pembangkitan langsung) yaitu
sistem yang memanfaatkan panas bumi secara langsung untuk pembangkitan
karena sumber panas bumi dalam kondisi vapor dominated. Kemudian sistem
flash-steam yaitu sistem yang memanfaatkan panas bumi melalui proses
penguapan terlebih dahulu karena sumber panas bumi dalam kondisi water
dominated .Sistem binary yaitu sistem yang memanfaatkan panas bumi dengan
cara mentransfer energi panas dari panas bumi ke fluida kerja (R134a,
C5H11isopentane, C4H10 isobutane, R-114, dll) karena temperatur yang rendah dari
panas bumi (dibawah 1500C) atau panas bumi memiliki potensi scaling
(pembentukan kerak) dan korosi yang tinggi.
Horie (2001) membahas tentang teknologi pada PLTP Berlin di El
Salvador, Amerika Tengah. Metode yang digunakan yaitu metode observasi dan
analisis. Hasil yang diperoleh yaitu energi listrik yang dibangkitkan yaitu sebesar
2 x 28,12 MW serta pada PLTP Berlin menggunakan teknologi remote monitoring

system pada sumur produksi dan sumur reinjeksi. Kendali tekanan dari uap/air
separator dan kendali level pada tanki air sumur produksi dapat dikontrol
langsung dari ruang kendali dengan menggunakan DCS-sebuah sistem berbasis
PLC.
Murakami (2001) membahas tentang performa PLTP di Wayang-Windu
Jawa Barat Indonesia. Metode yang digunakan yaitu menganalisis energi listrik
yang dibangkitkan tiap bulan. Hasil yang diperoleh yaitu energi listrik yang
dibangkitkan PLTP Wayang-Windu setelah beroperasi selama 10 bulan. Pada
bulan Juni dan Agustus energi listrik yang dibangkitkan berkisar pada 60.00070.000 MW. Sedangkan pada bulan yang lain energi listrk yang dapat dibangkitkan sebesar 70.000-80.000 MW.

5

6

Triyono (2001) membahas tentang taksiran termodinamik dan nilai
ekonomi pengembangan pembangkit listrik dari 140 menjadi 200 MWe di
Kamojang Indonesia. Metode yang digunakan yaitu dengan analisis sumber panas
bumi, pengaplikasian peralatan untuk pengembangan pembangkit listrik, metode
pengeluaran berbasis investasi (investment-cost-base) dan pendekatan nilai
pengembalian netto (net-back-value) untuk analisis nilai ekonomi pengembangan

pembangkit. Hasil yang diperoleh yaitu diusulkan penambahan pembangkit 60
MW turbo-generator dengan tekanan masuk turbin berkisar 6-8 bar dengan laju
alir massa 500-540 ton/h. Dari pendekatan metode investment-cost-base, didapat
nilai IRR (Interest Rate of Return) sebesar 16,1% berdasar 0,04 USD/kWh harga
listrik dari pemerintah. Listrik yang dihasilkan PLTP mampu bersaing dengan
pembangkit listrik tenaga batu bara apabila harga listrik dibawah 0,043 USD/kWh
merupakan hasil dari pendekatan metode net-back-value.
Green (2006) membahas tentang emisi gas buang dari beberapa PLTP di
Amerika Serikat. Metode yang digunakan yaitu analisis dan membandingkan
dengan emisi gas buang dari pembangkit tenaga batu bara dan gas alam di
Amerika Serikat. Hasil yang diperoleh yaitu data emisi gas buang CO2 dari batu
bara sebesar 2.068 lb/MWh, gas alam 850 lb/MWh dan dari panas bumi hanya 60
lb/MWh. Data emisi gas buang SO2 dari batu bara sebesar 10,39 lb/MWh, gas
alam 0,22 lb/MWh dan dari panas bumi 0,35 lb/MWh. Data emisi gas buang NOx
dari batu bara sebesar 4,31 lb/MWh, gas alam 1,06 lb/MWh dan dari panas bumi 0
lb/MWh.
Swandaru

(2007)


dalam

jurnalnya

membahas

tentang

analisis

termodinamik dari desain pembangkit listrik unit I Patuha, Jawa Barat, Indonesia.
Metode yang digunakan yaitu analisis dengan perhitungan neraca energi dan
analisis tekanan masuk optimum panas bumi ke separator. Hasil yang diperolah
yaitu perhitungan neraca energi dapat tercapai dengan bantuan program EES
menggunakan sistem pembangkitan single flash flow dengan multiple producing
wells. Hal ini dikarenakan sumber panas bumi dalam kondisi water dominated
sehingga perlu adanya proses flash agar kondisi panas bumi dalam fasa 100% gas.
Diperoleh pula kondisi tekanan masuk optimum ke separator untuk menghasilkan
daya bersih maksimum yaitu pada tekanan 6,5 bar. Daya bersih yang dihasilkan


7

dipengaruhi oleh daya yang dibangkitkan oleh generator, konsumsi daya oleh
pompa, kipas menara pendingin dan peralatan penunjang pembangkit listrik.
Surana (2010) membahas tentang rancang bangun sistem PLTP tipe turbin
kondensasi 5MW. Metode yang digunakan yaitu analisis perhitungan heat and
mass balance, analisis desain separator, desain kondensator dan steam ejector.
Hasil yang diperoleh yaitu perhitungan heat and mass balance dapat tercapai
dengan bantuan program EES menggunakan sistem pembangkitan direct-steam
plants. Hal ini dikarenakan sumber panas bumi dalam kondisi vapor dominated.
Perhitungan desain peralatan pembangkit (separator, kondensator dan steam
ejector) menghasilkan keluaran berupa tabel material (bill of material) dan
gambar desain dari peralatan pembangkit tersebut. Perhitungan separator
dimaksudkan agar kualitas panas bumi yang dihasilkan dapat 100% dalam fasa
gas. Perhitungan kondensator dipengaruhi oleh beban panas dari fluida yang akan
didinginkan sedangkan steam ejector dipengaruhi oleh kondisi NCG yang
terdapat pada panas bumi.
Kitz (2011) membahas tentang proyek pembangunan PLTP di Neal hot
springs serta penggunaan teknologi baru pada kondensator untuk mendinginkan
fluida kerja. Metode yang digunakan yaitu dengan analisis sumber panas bumi

dan mengaplikasikan peralatan untuk membangkitkan energi listrik. Hasil yang
diperoleh yaitu pembangunan PLTP 23MW dengan sistem binary dengan fluida
kerja R-134a. Hal ini dikarenakan sumber panas bumi memiliki temperatur
rendah. Didapatkan pula dari hasil komputasi dinamika fluida, data temperatur
fluida kerja setelah melewati kondensator tradisional sebesar 58,20F dengan
prosentase sirkulasi kembali sebesar 35,7%. Sedangkan data temperatur fluida
kerja setelah melewati kondensator dengan teknologi NHS cooler large fan design
(desain pendingin fan besar) sebesar 52,20F dengan prosentase sirkulasi kembali
sebesar 1,2%.
Barse (2011) membahas tentang studi persiapan pembangunan PLTP
sistem biner dengan menggunakan inovasi berupa teknologi co-produced
geothermal waters. Metode yang digunakan yaitu dengan analisis sumber panas
bumi, mengaplikasikan peralatan untuk membangkitkan energi listrik dan dengan
analisis ekonomi. Hasil yang diperoleh yaitu pembangkitan energi listrik sebesar

8

2x125 kW dengan pertimbangan apabila satu unit mebutuhkan perbaikan, unit
cadangan masih dapat membangkitkan energi listrik. Pada bulan Januari – April
dan November – Desember daya yang dibangkitkan sebesar 125 kW. Pada bulan

Mei – September daya yang dibangkitkan antara 80 – 110 kW.Dari analisis
ekonomi diperoleh pula waktu pengembalian modal yaitu setelah beroperasi 4
tahun dengan penjualan energi listrik sesuai aturan yang berlaku pada North
Dakota, USA.
2.2 Dasar Teori
2.2.1.Panas Bumi
Panas bumi adalah fluida dapat berupa gas, cair ataupun campuran
keduanya yang terbentuk oleh proses-proses geologi yang telah dan sedang
berlangsung sepanjang jalur vulkanisme. Panas bumi merupakan air tanah yang
mendapatkan energi panas dari lapisan magma di bawahnya sehingga memiliki
tekanan dan temperatur yang tinggi. Panas bumi umumnya tersimpan dalam
lapisan tanah tetapi ada juga terobosan-terobosan dari panas bumi yang
menghasilkan mata air panas. Dikarenakan sumber panas bumi berasal dari
lapisan magma yang pada dasarnya tidak terbatas, maka panas bumi dapat
dikategorikan sebagai sumber energi terbarukan. (GEA, 2012)

Gambar 2.1 Model reservoir dari area panas bumi Kamojang (Triyono, 2001)

9


Panas bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegunaan antara
lain untuk pemandian air panas dan penghangat ruangan pada musim dingin.
Selain dua manfaat tersebut panas bumi juga dapat digunakan sebagai sumber
pembangkit energi listrik apabila kondisi panas bumi memenuhi kriteria. Kriteria
panas bumi sebagai pembangkit listrik dibagi menurut tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Klasifikasi reservoir dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam estimasi
potensi energi panas bumi. (SNI, 1999)

Rencana lokasi pembangunan PLTP yaitu pada daerah panas bumi
Kamojang terletak 40 km di sebelah selatan Bandung, Jawa Barat. Daerah
Kamojang memiliki ketinggian 1.730 meter dari permukaan air laut. Koordinat
7°07′30″S 107°48′00″E / 7.125°LS 107.8°BT (Kabupaten Garut, 2012).

Gambar 2.2 Peta lokasi pembangunan PLTP Kamojang

10

Kondisi panas bumi pada daerah Kamojang diketahui seperti tabel 2.2 dan
tabel 2.3 sebagai berikut.
Tabel 2.2 Komposisi hasil analisis kimia PLTP unit IV Kamojang (PGE, 2009)

ITEM

No.

SATUAN

JUMLAH KANDUNGAN

Bar a

11,86

1.

Tekanan Pipa

2.

Temperatur


3.

Electrical Conductivity

4.

Total Dissolved Solid

5.

pH (25oC)

6.

Klorida

ppm

< 0,01


7.

Sulphat (SO4)

ppm

1,65

8.

Belerang (S)

ppm

43,42

9.

Bikarbonat (HCO3)


ppm

9,43

10.

Natrium (Na)

ppm

-

11.

Kalium (K)

ppm

-

12.

Kalsium (Ca)

ppm

-

13

Fluor (F)

ppm

0,024

14.

Amonia (NH4)

ppm

2,57

15.

Silica (SiO2)

ppm

0,54

16.

Besi Total (Fe)

ppm

0,15

17.

Boron (B)

ppm

2,21

o

C

185,70

Mic/cm

36,20

ppm

137,00
4,21

Non-condensable gas
1

CO2

mmol/100 mol cond.

317,96

2.

H2S

mmol/100 mol cond.

10,79

3.

Gas Sisa

mmol/100 mol cond.

7,02

4.

CO2/H2S

5.

CO2/ton steam

6.

PCT Volume (%)

%

0,34

7.

PCT Berat (%)

%

0,81

29,47
Ton CO2/ton steam

0,0078

11

Tabel 2.3 Flow rate hasil analisis PLTP unit IV Kamojang (PGE, 2009)
FLOW RATE

No.
1.

Steam + water

2.

Gas (NCG)
Steam+Water+Gas

(%)

ton/h

kg/s

98

32,340

8,98

2

0,660

0,18

100

33,000

9,17

0

-

-

3.

Air

4.

Steam

99,98

32,3328

8,978

5.

Water

0,02

0,0072

0,002

100,00

32,3400

8,980

Steam+Water

Dari tabel 2.2 dan 2.3 diketahui bahwa panas bumi pada daerah Kamojang
termasuk reservoir dengan temperatur sedang. Dengan metode rancang bangun
yang tepat, maka sumber panas bumi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik.
2.2.2. Rancang Bangun
Rancang bangun adalah kegiatan mengatur segala sesuatu lebih dahulu
sebelum membangun atau mendirikan (mengadakan gedung dsb) (KBI, 2008).
Kegiatan rancang bangun membutuhkan 40-60% dari man hour seorang
perancang. Dalam kegiatan rancang bangun seorang perancang bertanggung
jawab untuk dapat menyajikan perhitungan dasar, gambar-gambar sketsa, lembar
data dan spesifikasi-spesifikasi (Sani, 1994). Pada proses persiapan (preliminary)
diperlukan PFD (Process Flow Diagram) sebagai pedoman dalam perancangan.
Selain juga memerlukan data rancangan rekayasa dasar (BEDD), standar
spesifikasi dan engineering codes.(Sani, 1994)
Data sumber panas bumi, data iklim dan cuaca merupakan data rancangan
rekayasa dasar (BEDD) untuk sebuah PLTP. Standar spesifikasi dan engineering
codes dipakai untuk dapat menentukan peralatan yang akan digunakan.
Setiap lokasi sumber panas bumi pasti memiliki karakteristik yang tidak
sama dengan lokasi lain. Oleh karena itu, setiap lokasi memerlukan metode
pembangkitan yang berbeda pula. Berikut metode- metode yang dapat digunakan :

12

2.2.2.1.Direct-Steam Plants
Direct-Steam plants digunakan pada reservoir yang menghasilkan panas
bumi tipe kering (dry steam) atau panas bumi yang dalam kondisi vapor
dominated. Fluida panas bumi ini membawa gas-gas yang tidak dapat dikondensasi (non-condensable gas) dengan berbagai konsentrasi dan komposisi
yang berbeda-beda. Fluida yang diperoleh dari beberapa sumur produksi
kemudian dialirkan menuju power house menggunakan pipa-pipa. Fluida ini digunakan untuk menggerakkan turbin impuls atau reaksi. (DiPippo, 1999)
Kondisi sumber panas bumi dengan kualitas 90% atau lebih dapat
dimanfaatkan dengan metode ini karena dengan bantuan separator, kualitas
sumber panas bumi tersebut dapat dibuat menjadi 100% dalam fasa gas. Pada
sumber panas bumi vapor dominated, diharapkan dengan menggunakan sistem ini
pembangkitan energi listrik dapat optimum dengan biaya yang rendah.
(DiPippo,1999)
Berikut gambar process flow diagram dari direct-steam plants:

Gambar 2.3 Flow diagram Direct-Steam plants
Dimana :
C

= Kondensator

PW

= Sumur produksi

CP

= Pompa kondensat

SE/C = Steam Ejector/kondensator

CSV = Katup kontrol dan stop

SP

CT

T/G = Turbin/Generator

= Menara pendingin

= Pipa uap

13

CWP = Pompa menara pendingin

WV = Katup Wellhead

MR = Penghilang kelembapan

IW

PR

= Sumur injeksi

= Penghilang partikel

Gambar 2.4 Diagram temperatur-entropi direct-steam plant (DiPippo, 1999)

2.2.2.2.Flash-Steam Plants
Tipe reservoir panas bumi yang paling umum dalam kondisi liquid
dominated. Dengan kondisi liquid dominated, panas bumi tersebut perlu diberi
perlakuan terlebih dahulu agar peralatan pembangkit listrik tidak cepat rusak.
Karena kandungan air dalam panas bumi dapat menimbulkan korosi pada
peralatan pembangkit. Perlakuan yang dikerjakan yaitu penggunaan flasher sebagai
tempat penguapan agar kandungan air dapat dikurangi seminimal mungkin. Berdasar
perlakuan dibagi menjadi :

a. Sistem penguapan tunggal (single-Flash Plants) digunakan untuk
memanfaatkan energi panas dari fluida karena fluida muncul di permukaan bumi
sebagai cairan terkompresi (compressed liquid) atau fluida jenuh (saturated fluid).
Energi yang terkandung dalam fluida tersebut dimanfaatkan dengan mengalirkannya ke dalam suatu alat penguap (flasher) yang beroperasi pada tekanan
yang lebih rendah daripada tekanan uap kering yang masuk ke turbin. Secara
ideal, energi maksimum yang dapat dihasilkan dari air panas tersebut bila
temperatur alat penguap berada di antara temperatur air panas dan temperatur
kondensator yang dipakai. Temperatur optimum didapat dari temperatur rata-rata

14

antara temperatur saturasi pada kondisi kepala sumur dan temperatur saturasi pada
kondisi outlet turbin menuju kondensator.
Proses flash mungkin terjadi di sejumlah tempat :
1. Dalam reservoir saat fluida mengalir melalui formasi lapisan permeabel
dengan penurunan tekanan yang menyertainya.
2. Pada sumur produksi dimana pun dari titik awal sampai wellhead sebagai
hasil dari kerugian tekanan yang disebabkan oleh faktor gesekan dan
gravitasi.
3. Pada saluran masuk pemisah siklon sebagai hasil dari proses throttling
diinduksi oleh katup kontrol atau plat orifice. (DiPippo, 1999)

Gambar 2.5 Flow diagram Single-flash plant (DiPippo, 1999)
Dimana :
BCV = Ball Check Valve

PW

= Sumur produksi

C

= Kondensator

S

= Silencer

CP

= Pompa kondensat

SE/C = Steam Ejector/kondensator

CS

= Cyclone separator

SP

= Pipa uap

CSV = Katup kontrol dan stop

T/G = Turbin/Generator

CT

WP

= Menara pendingin

= Pipa Air

CWP = Pompa menara pendingin

WV = Katup Wellhead

MR = Penghilang kelembapan

IW

= Sumur injeksi

15

Gambar 2.6 Diagram temperatur-entropi untuk single-flash plant (DiPippo, 1999)

b. Double-Flash Plants (Sistem pembangkit penguapan ganda) pada sistem
ini dilakukan dua kali proses penguapan. Hal ini dikarenakan kandungan air sisa
penguapan pertama masih dapat dimanfaatkan. Sehingga menghasilkan highpressure steam untuk penguapan pertama dan low-pressure steam untuk
penguapan kedua. Serta digunakan komposisi 2 turbin, High Pressure-turbine dan
Low Pressure-turbine yang disusun tandem (ganda) atau bisa juga dalam posisi
terpisah. Contoh lapangan yang menggunakan sistem konversi seperti ini adalah
Hatchobaru (Jepang), dan Krafla (Iceland). (DiPippo, 1999)

Gambar 2.7 Flow diagram Double-flash plant (DiPippo, 1999)

16

Dimana :
BCV = Ball Check Valve

S

= Silencer

C

= Kondensator

SE/C = Steam Ejector/kondensator

CP

= Pompa kondensat

SP

CS

= Cyclone separator

T/G = Turbin/Generator

= Pipa uap

CSV = Katup kontrol dan stop

TV

= Throttle Valve

CW = Air pendingin

WP

= Pipa Air

F

WV = Katup Wellhead

= Flasher

MR = Penghilang kelembapan
PW

IW

= Sumur injeksi

= Sumur produksi

Gambar 2.8 Diagram temperatur-entropi double flash plant (DiPippo, 1999)
2.2.2.3.Binary Plants
Binary Plants menggunakan teknologi yang berbeda dengan kedua
teknologi sebelumnya yaitu dry steam dan flash steam. Pada sistem ini, fluida
panas yang berasal dari sumur produksi (production well) tidak pernah menyentuh
turbin. Fluida panas bumi digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang disebut
dengan working fluid pada alat penukar kalor. Working fluid kemudian menjadi
panas dan menghasilkan uap. Uap yang dihasilkan pada alat penukar kalor
kemudian dialirkan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan
generator untuk menghasilkan sumber daya listrik. Uap panas yang dihasilkan
pada heat exchanger inilah yang disebut sebagai secondary (binary) fluid. Binary

17

Cycle Power Plants ini sebetulnya merupakan sistem tertutup. Jadi, tidak ada
energi yang dilepas ke atmosfer. Penggunaan metode ini terutama pada sumber
panas bumi yang memiliki temperatur kecil di bawah 150oC atau mengandung
banyak senyawa pengotor pembentuk kerak (scaling) maupun mempunyai risiko
korosi yang tinggi. (DiPippo, 1999)

Gambar 2.9 Flow diagram binary plant (DiPippo, 1999)
Dimana :
C

= Kondensator

IW

= Sumur injeksi

CP

= Pompa kondensat

P

= Pump well

CSV = Katup kontrol dan stop

PH

= Preheater

CWP = Pompa menara pendingin

PW

= Sumur produksi

E

= Evaporator

M

= Make-up water

FF

= Final filter

SR

= Sand remover

IP

= Injection pump

T/G = Turbin/Generator

18

Gambar 2.10 Diagram tekanan-entalpi binary plant (DiPippo,1999)
2.2.3. Peralatan PLTP
Untuk memanfaatkan panas bumi selain perancangan metode juga
diperlukan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk membangkitkan energi
listrik. Dari flow diagram berbagai metode dapat diketahui peralatan yang
diperlukan, antara lain :
a. Turbin merupakan mesin atau motor yang roda penggeraknya berporos
dengan sudu (baling-baling) yang digerakkan oleh aliran air, uap atau udara (KBI,
2008). Turbin memiliki fungsi mengubah energi mekanik (gerak) menjadi energi
putaran pada poros turbin. Tipe turbin yang biasa dipakai untuk membangkitkan
energi listrik adalah turbin uap.
b. Generator merupakan mesin pembangkit tenaga listrik, uap, dsb (KBI,
2008). Generator memanfaatkan energi putaran poros menjadi energi listrik.
c. Separator merupakan alat pemisah. Alat yang digunakan untuk memisahkan
fluida cair dan padat dengan fluida gas (Swandaru, 2007). Pemanfaatan sumber
panas bumi memerlukan peralatan separator. Karena terdapat kasus panas bumi
yang hendak dimanfaatkan masih memiliki kadar air walaupun hanya sedikit.
Oleh sebab itu separator gas-cair (gas-liquid) digunakan agar uap yang masuk ke
turbin dalam keadaan uap jenuh serta untuk menyaring partikel-partikel yang
tidak diinginkan. Untuk menghindari terjadinya korosi dan timbulnya kerak pada
peralatan pembangkit.

19

Separator memiliki beberapa tipe yaitu tipe vertikal, tipe horisontal dan tipe
bola. Kelebihan separator tipe horisontal antara lain dapat menampung volume
cairan total yang besar, dapat menampung sejumlah gas terlarut, cairan yang
bergerak lambat dapat diakomodasi, terdapat ruang kepala pada ujung separator,
ketika diperlukan cairan dengan kecepatan lambat bergerak ke bawah (untuk
degassing, untuk breakdown atau dalam kasus pemisahan cair-cair yang sulit)
Kelebihan separator vertikal antara lain dipakai ketika rasio gas-cair yang
tinggi, hanya memerlukan area yang kecil, penyaringan benda padat lebih mudah,
efisiensi penyaringan cairan tidak terpengaruh dengan tingkat ketinggian cairan,
volume bejana umumnya lebih kecil.
Separator tipe bola dibuat untuk memperoleh kelebihan baik dari tipe
horisontal maupun vertikal. Namun dalam kondisidi lapangan, separator tipe bola
memiliki volume cairan total yang kecil dan kerumitan dalam proses produksi
yang menyebabkan separator tipe bola ini sangat jarang digunakan.

(a)

(b)

Gambar 2.13 Jenis separator : (a) separator horisontal, (b) separator vertikal.

d. Kondensator merupakan alat untuk mengubah fasa uap menjadi fasa air atau
embun (KBI, 2008). Jenis kondensator dibagi menjadi dua, yaitu direct contact
dan surface condenser.

20

Kondensator kontak langsung (direct contact condenser) adalah jenis
kondensator dimana cairan pendingin dialirkan agar kontak langsung dengan uap.
Keuntungannya adalah biaya rendah dan kesederhanaan desain mekanik, tetapi
penggunaannya dibatasi untuk aplikasi di mana pencampuran uap dan pendingin
diperbolehkan. (Condenser, 2012)

Gambar 2.14 Kondensator tipe kontak langsung.(DiPippo, 1999)
Dalam kondensator permukaan (surface condenser), uap dibawa ke dalam
kontak dengan permukaan padat yang didinginkan pada suhu di bawah suhu
saturasi uap pada tekanan yang berlaku parsial. Permukaan biasanya dalam bentuk
"sarang" atau "bundel" tabung logam, pendingin mengalir di dalam tabung dan
kondensasi uap pada luar atau "shell-side."

Gambar 2.15 Surface Condenser (Babcock & Wilcox Co, 2005)

e. Menara pendingin merupakan alat yang berfungsi untuk mendinginkan
temperatur fluida cair yang berasal dari kondensator serta pompa sebagai pemasok
air dengan temperatur rendah menuju kondensator.

21

Klasifikasi menara pendingin dibagi menjadi menara pendingin aliran udara
alami (natural) dan aliran udara paksa dengan bantuan alat mekanis (mechanical
draft). Untuk aliran udara paksa terbagi lagi menjadi forced draft dan induced
draft, perbedaan terletak pada penempatan kipas. Untuk natural dan mechanical
draft juga terbagi menjadi aliran silang (crossflow) dan aliran berlawanan
(counterflow). (GPSA, 2004)

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.16 Jenis Menara Pendingin (a) Natural Draft Cooling Tower, (b)
Mechanical Forced Draft Cooling Tower, (c) Mechanical Induced Draft Cooling
Tower Counterflow, (d) Mechanical Induced Draft Cooling Tower Crossflow.
(GPSA, 2004)
f. Steam ejector merupakan alat yang berfungsi untuk meningkatkan dan
menjaga kondisi vakum pada sistem. Pada pemanfaatan panas bumi, tak jarang
mengandung non-condensable gas (NCG) yaitu gas yang tidak dapat dikonden-

22

sasi. Hal ini tidak diinginkan karena akumulasi NCG di dalam kondensator
menyebabkan tekanan kondensator naik, yang pada gilirannya mengurangi output
power dari turbin. Untuk menjaga tekanan kondensator tetap rendah, NCG harus
dikeluarkan secara terus menerus dari kondensator dengan menggunakan steam
ejector. Dengan demikian steam ejector merupakan peralatan penting pada sistem
PLTP. Dimungkinkan juga dengan menambahkan beberapa peralatan sehingga
dapat memanfaatkan NCG agar tidak langsung terbuang ke atmosfer. (Swandaru,
2007)
Jenis steam ejector dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu tingkat tunggal
(single stage), dua tingkat (two stage), tiga, empat, lima bahkan enam tingkat
sesuai dengan kebutuhan seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Tipe peralatan vakum berdasarkan kapasitas dan ruang lingkup operasi
(Ludwig, 1999)

Gambar 2.17 Single stage steam ejector (Swandaru, 2007)
Steam jet ejector tingkat tunggal beroperasi berdasarkan prinsip venturi. Uap
diekspansi melewati nosel dengan tekanan hisap desain. Energi tekanan uap

23

diubah menjadi energi kecepatan dan uap meninggalkan nosel dengan kecepatan
supersonik melewati ruang hisap serta memasuki diffuser konvergen atau
entrainment sebagai gas dan uap air terkait. (Swandaru, 2007)
Sistem steam jet ejector dua tingkat terdiri dari dua buah ejector tingkat
tunggal yang beroperasi secara seri dengan saluran keluar masing-masing menuju
kondensator. Dengan tekanan hisap dan keluar yang diberikan, konsumsi uap dari
ejector tingkat tunggal tergantung pada laju alir massa (dan berat molekul) dari
gas yang ditangani.(Swandaru, 2007)

Gambar 2.18 Two-stage steam ejector system (Swandaru, 2007)
Untuk mengurangi konsumsi uap masukan pada ejector, pada tingkat kedua
dapat diganti dengan pompa vakum. Penggabungan steam jet ejector dengan
pompa vakum biasa disebut sistem hibrida.

g. Pompa merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan tekanan fluida
cair. Pada pembangkit listrik, pompa berperan penting dalam sirkulasi air
pendingin.
Jenis-jenis pompa berdasarkan cara mentransfer fluida dari pipa isap ke pipa
tekan dibedakan menjadi dua kelompok utama :

24



Pompa perpindahan positif (Positif Displacement)
Pompa jenis ini prinsip kerjanya adalah dengan memberikan energi
potensial kepada fluida.
Contoh : pompa resiprok dan pompa rotari.



Pompa impeler atau pompa rotodinamik
Pompa jenis ini prinsip kerjanya dengan memindah energi mekanik
pompa menjadi static head dan dynamic head pada fluida pompa.
Contoh : pompa sentrifugal.

Gambar 2.19 Klasifikasi Pompa (Srinivasan, 2008)

2.2.4. Perhitungan Peralatan PLTP
Perhitungan peralatan PLTP memiliki tujuan untuk mendapatkan desain
pembangkit yang optimal. Desain dapat menjalankan fungsinya tetapi cost yang
dikeluarkan tidak berlebihan.
2.2.4.1. Separator
Proses separasi dimodelkan dengan tekanan konstan yaitu, proses isobarik.
Kualitas fraksi kering (x) fluida campuran yang berasal dari sumur produksi dapat
dicari dengan :

=

(2.1)

Dimana : X1 = kualitas uap.
h = entalpi (kJ/kg)

25

Dengan menggunakan perhitungan di atas serta aturan tuas (lever rule)
pada termodinamika, didapatkan pula fraksi massa campuran uap dan jumlah uap
yang masuk ke turbin per satuan massa alir total yang menuju separator. Sehingga
sifat kondisi 1g dapat diperoleh. (DiPippo, 1999)

Gambar 2.20 Temperatur-entropi diagram pembangkit listrik tipe uap kering yang
masih memiliki kadar air. (DiPippo, 1999)
Dimana :
(1)

= kondisi uap masuk dari sumber panas bumi

(1g) = kondisi sumber panas bumi fase uap jenuh hasil separasi.
(1l)

= kondisi sumber panas bumi fase cair jenuh hasil separasi.

Untuk mengetahui ukuran spesifikasi dari separator maka diperlukan
beberapa proses perhitungan, yaitu :
Memilih nilai faktor Kv berdasarkan konfigurasi separator yang dipilih.
Dapat dilihat pada tabel 2.4.

26

Tabel 2.5 Nilai faktor K untuk perhitungan dimensi demister kawat (IPS,2010)
Tipe Separator

Faktor K (m/s)

Horisontal (dengan demister vertikal)

0,122 – 0,152

Bola

0,061 – 0,107

Vertikal

atau

horisontal

(dengan

0,055 – 0,107

demister horisontal)
Pada tekanan atm

0,107

Pada 2.100 kPa

0,101

Pada 4.100 kPa

0,091

Pada 6.200 kPa

0,082

Pada 10.300 kPa

0,064

Uap basah

0,076

Most vapors under vacuum

0,061

Salt and caustic evaporators

0,046

Langkah selanjutnya menghitung kecepatan maksimum gas, Ug.

=

(2.2)

Dimana :
= faktor Kv (m/s)
= massa jenis fluida cair (kg/m3);
= massa jenis fluida gas (kg/m3).
Langkah berikutnya menghitung diameter dan luas penampang dari
separator.

=
=

(2.3)
/4

Dimana :
= Diameter vessel (m);
= laju aliran volume gas (m3/s);
= kecepatan maksimum gas (m/s);
A = luas penampang separator (m2).

(2.4)

27

Langkah berikutnya menghitung tinggi separator. Tinggi separator dibagi
menjadi tinggi level zat cair (L1), tinggi dari bagian bawah nosel masukan menuju
permukaan zat cair (L2), tinggi pengendapan tetesan air (droplet) (L3) dan tinggi
demister (L4). Dapat dilihat ilustrasinya pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Ilustrasi dimensi separator (Bubicco, 1997)
2.2.4.2. Turbin dan generator
Kerja yang dihasilkan dari turbin per satuan massa uap alir yang melalui
turbin dapat dicari dengan:

= ℎ

−ℎ

(2.5)

wt = kerja turbin per satuan massa (kj/kg)
h1g = entalpi panas bumi masuk turbin (kj/kg)
h2 = entalpi panas bumi keluar turbin (kj/kg)
Dengan asumsi tidak ada panas yang terbuang dari turbin dan
mengabaikan perubahan energi kinetik serta potensial dari fluida yang masuk dan
meninggalkan turbin. Kerja maksimum yang mungkin dihasilkan jika turbin
dioperasikan secara adiabatik dan reversibel, yaitu pada kondisi entropi konstan.
Efisiensi isentropis turbin,
dalam kondisi isentropik.

, sebagai perbandingan kerja aktual dengan kerja

28

=

=

(2.6)

= efisiensi isentropis turbin = 0,85 (Swandaru, 2007)

=

(2.7)

Daya yang dihasilkan dari turbin :

̇ =

̇

=

̇



−ℎ

=

̇



−ℎ

(2.8)

Perhitungan di atas merepresentasikan daya mekanis kotor yang dihasilkan
oleh turbin. Daya listrik kotor diperoleh dengan daya turbin dikali efisiensi
generator :

̇ =

̇

(2.9)

= efisiensi generator = 0,75

Seluruh daya tambahan yang diperlukan untuk pembangkit harus
dikurangkan dari daya listrik kotor untuk memperoleh daya listrik bersih, yang
dapat dijual. Kebutuhan daya tambahan tersebut disebut beban parasit yang
mencakup semua daya pompa, daya kipas cooling tower dan penerangan pada
kantor.(DiPippo, 1999)
Pada saat pengoperasiannya turbin uap mengalami kehilangan energi yang
dapat dikategorikan atas dua jenis (Shlyakhin, 1999) yaitu :
a. Kerugian internal, adalah kerugian yang berkaitan dengan kondisi-kondisi
uap sewaktu mengalir melalui turbin, yang meliputi :
1. Kerugian pada katup pengatur
Uap sebelum masuk ke turbin haruslah melalui katup penutup (stop
valve) dan katup pengatur yang mana ini merupakan bagian terpadu dari
turbin tersebut. Aliran uap melalui katup penutup dan katup pengatur
disertai oleh kerugian energi akibat proses pencekikan.
2. Kerugian pada nosel
Kerugian energi pada nosel disebabkan oleh adanya gesekan uap pada
dinding nosel, turbulensi dan lain-lain.
Untuk tujuan perancangan, nilai-nilai koefisien kecepatan nosel dapat
diperoleh dari gambar 2.22.

29

Gambar 2.22 Grafik untuk menentukan koefisien φ sebagai fungsi tinggi nosel
3. Kerugian pada sudu gerak
Kerugian pada sudu gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor :
- Kerugian akibat tolakan pada ujung belakang sudu.
- Kerugian akibat kebocoran uap melalui ruang melingkar antara stator
dan rotor.
- Kerugian akibat gesekan.
- Kerugian akibat pembelokan sembura pada sudu.
Semua kerugian di atas disimpulkan sebagai koefisien kecepatan sudusudu gerak (ψ). Akibat koefisien ini maka kecepatan relatif uap keluar
dari sudu W2 lebih kecil dari kecepatan relatif uap masuk sudu W1.
ψ = Koefisien kecepatan sudu. Ditentukan berdasarkan tinggi sudu-sudu
gerak dapat diperoleh dari gambar 2.23.

Gambar 2.23 Grafik untuk menentukan koefisien ψ berdasarkan tinggi sudu gerak

30

4. Kerugian akibat kecepatan keluar
Uap meninggalkan sisi keluar sudu gerak dengan kecepatan mutlak c2
pada turbin neka tingkat (multistage), energi kecepatan uap yang keluar
dapat dipakai sebagian atau seluruhnya pada tingkat-tingkat yang
berikutnya.
5. Kerugian Akibat Gesekan Cakram dan Pengadukan
Kerugian ini terjadi karena gesekan antara rotor dengan uap dan kerugian
pengadukan dalam hal pemasukan parsial. Sebagai akibat kerja yang
digunakan untuk melawan gesekan dan kecepatan partikel uap akan
dikonversi menjadi kalor sehingga memperbesar kandungan kalor uap.
6. Kerugian Ruang Bebas
Ada perbedaan tekanan diantara kedua sisi cakram nosel yang dipasang
pada stator turbin, sebagai akibat ekspansi uap di alam nosel.
7. Kerugian Akibat Kebasahan Uap
Dalam hal turbin kondensasi, beberapa tingkat yang terakhir biasanya
beroperasi pada kondisi uap basah yang menyebabkan terbentuknya
tetesan air. Tetesan air ini oleh pengaruh gaya sentrifugal akan terlempar
ke arah keliling. Pada saat yang bersamaan tetesan air ini menerima gaya
percepatan dari partikel-partikel uap searah dengan aliran, jadi sebagian
energi kinetik uap hilang dalam mempercepat tetesan air ini.(Shlyakhin,
1999)

b. Kerugian eksternal adalah kerugian yang tidak mempengaruhi kondisikondisi uap, yaitu:
Kerugian mekanis
Kerugian ini disebabkan oleh energi yang digunakan untuk mengatasi
tahanan yang diberikan oleh bantalan. Untuk tujuan desain, kurva-kurva
yang ditunjukkan seperti gambar 2.24 dapat dipakai. Gambar 2.24
memberikan nilai rata-rata efisiensi mekanis untuk berbagai kapasitas
turbin.(Shlyakhin, 1999)

31

Gambar 2.24 Diagram efisiensi relatif efektif turbin
2.2.4.3. Kondensator
Untuk memperoleh perhitungan dimensi kondensator diperlukan untuk
mengetahui kelembapan uap masuk,
X1 =

,

(2.10)

Dimana :
X1 = Kelembapan uap masuk kondensator(lb air / lb udara)
pw = tekanan uap pada titik embun (psia) tabel 2.1
mw = berat molekul air (18)
ma = berat molekul udara (diasumsikan Nitrogen, 29) ( Kern, 1965)
Setelah itu, menghitung total air yang ada dalam uap masukan,
Total air dalam uap masukan = X1 x G

(2.11)

Dimana :
X1 = Kelembapan uap masuk kondensator (lb air / lb udara)
G = Jumlah uap masuk kondensator (lb/hr) ( Kern, 1965)
Dengan mengetahui temperatur uap masuk, titik embun dan menggunakan
panas spesifik dari nitrogen 0,25 Btu/lb 0F, dapat ditentukan nilai H1,
H1 = (X1 x Tdp) + (X1 x hfg@Tdp) + (X1 x 0,45 x (T-Tdp)) + (0,25 x T) (2.12)
Dimana ;
T = temperatur uap masuk kondensator (0F)
Tdp = temperatur dew point (titik embun, 0F)
hfg@Tdp = entalpi pada temperatur titik embun (Btu/lb water)

32

H1 = entalpi pada temperatur uap masuk kondensator (Btu/lb dry air)( Kern, 1965)
Dengan mengasumsikan 20 persen dari uap awal berupa air, maka,
( ,

X2 =

, )

(2.13)

Dimana :
X2 = kelembapan uap keluar kondensator (lb air/lb udara) ( Kern, 1965)
Untuk memperoleh titik embun uap keluar kondensator dengan cara,
,

= X2

(2.14)

Dimana :
pw2 = tekanan uap pada titik embun uap keluar kondensator ( Kern, 1965)
Setelah diperoleh nilai pw2, maka dengan melakukan interpolasi pada tabel
2.6 akan didapat temperatur titik embun uap keluar kondensator.
Tabel 2.6 Entalpi & kelembapan campuran udara-air pada 14,7 psia. ( Kern, 1965)

33

Dengan mengetahui temperatur uap keluar kondensator, titik embun dan
menggunakan panas spesifik dari nitrogen 0,25 Btu/lb 0F, dapat ditentukan nilai
H2,
H2 = (X2 x Tdp2) + (X2 x hfg@Tdp2) + (X2 x 0,45 x (T2-Tdp2)) + (0,25 x T2) (2.15)
Dimana ;
T2 = temperatur uap keluar kondensator (0F)
Tdp2 = temperatur dew point (titik embun, 0F) uap keluar kondensator
hfg@Tdp2 = entalpi pada temperatur titik embun (Btu/lb water)
H2 = entalpi pada temperatur uap keluar kondensator (Btu/lb dry air)( Kern, 1965)
Sehingga total heat load (beban panas), q, dapat diperoleh
q = G x (H1 – H2)

(2.16)

Dimana :
q = total beban panas (Btu/hr) ( Kern, 1965)
Setelah itu, menghitung total air masukan yang diperlukan
L=

(2.17)

Dimana :
L = total air masukan yang diperlukan (lb/hr)

t1 = temperatur air masuk kondensator (0F)
t2 = temperatur air keluar kondensator (0F)
Setelah memperoleh nilai G dan L, untuk menghitung dimensi kondensator
yang dibutuhkan diperlukan penentuan nilai Kxα. Dengan menggunakan data
yang telah ada pada tabel 2.7.

34

Tabel 2.7 Data hasil percobaan Direct Contact Heat Transfer (Kern, 1965)

Ketinggian kondensator, Z =
Luas area =

̇

Dimana :
Z = Ketinggian kondensator (ft)
nd = bilangan difusi
L = total air masukan yang diperlukan (lb/hr)
Kxα = koefisien overall dari transfer massa
̇ = laju alir massa gas (lb/hr)

G = Jumlah uap masuk kondensator(lb/hr) ( Kern, 1965)

(2.18)
(2.19)

35

2.2.4.4. Menara Pendingin
Jumlah uap air di udara dapat ditentukan dengan berbagai cara. Cara yang
paling logis yaitu menentukan langsung massa uap air dalam satuan massa udara
kering. Hal itu disebut kelembapan absolut dapat juga dinamakan rasio
kelembapan dan dilambangkan dengan

. Persamaan hukum pertama kondisi

tunak aliran tunak dengan tiga fluida yang mengisi menara akan ditulis dan
sistemnya dapat dilihat pada gambar sistem pengisi menara kondisi tunak aliran
tunak. Hal tersebut berlaku untuk semua tipe menara pendingin basah. Perubahan
pada energi potensial dan kinetik diabaikan serta tidak ada kerja mekanis yang
berlaku. Dengan demikian hanya entalpi dari ketiga fluida yang muncul. Setelah
praktik psikrometri, persamaan ditulis untuk satu satuan massa udara kering (ElWakil, 1984).

Gambar 2.25 Sistem pengisi menara kondisi tunak aliran tunak (Swandaru, 2007)



+

Dimana:
ha



+



= ℎ

+



+



= Entalpi air kering (kJ/kg).
= Massa uap air per unit massa air kering, kelembapan absolut.

hv

= Entalpi uap air (kJ/kg).

(2.20)

36

W

= Massa air sirkulasi per unit massa air kering.

hW

= Entalpi air sirkulasi (kJ/kg).
Perancangan unit menara pendingin ini dimaksudkan agar dapat

mendinginkan air dari kondensator sesuai dengan beban pendinginan. Untuk
mengetahui beban tersebut, terlebih dahulu perlu dicari aliran massa air yang
disirkulasikan oleh pompa menuju menara pendingin.
L = Qpompa x ηpompa

(2.21)

Setelah itu dapat dicari jumlah kalor yang dilepas oleh kondensator menggunakan
rumusan berikut :
L=

. .(

)

(2.22)

maka :
q = L . Cp . γ . (t1-t0)

(2.23)

Dimana :
L

= jumlah air yang disirkulasikan ke menara pendingin (L/min)

Qpompa = debit air yang disalurkan dari pompa (L/min)
ηpompa = efisiensi pompa
q

= jumlah kalor yang dilepas oleh kondensator (kcal/h)

Cp

= kalor spesifik air = 1 kcal/kg 0C

γ

= berat jenis air = 1 kg/L

t0, t1

= temperatur air, berturut-turut pada sisi masuk dan keluar kondensator, 0C
Jumlah kalor yang dilepas oleh kondesator menjadi beban pendinginan

dari menara pendingin tersebut. (Prasetyo, 2003)
Make Up Water adalah penambahan kebutuhan air yang digunakan untuk
menggantikan air yang hilang karena adanya proses evaporasi pada menara
pendingin (E), terbawanya air karena hembusan udara atau drift (W) dan air yang
sengaja dibuang untuk mengurangi endapan yang terjadi atau blow down (B).
Sehinga jumlah air yang ditambahkan adalah
M= E + W + B (%) (Ludwig, 1997)

(2.24)

37

a. Kehilangan Air karena Evaporasi
Karena adanya perpindahan massa uap air dari muka basah ke udara akan
menyebabkan jumlah air yang disirkulasikan berkurang akibat penguapan. Hal ini
karena dalam menara pendingin udara mengalami proses penjenuhan dan keluar
dalam kondisi udara jenuh. Air yang hilang ini dapat diperhitungkan dengan
menggunakna persamaan berikut
E = G (W2 – W1) (Ludwig, 1997)

(2.25)

Dimana :
E

= prosentase evaporasi air (%)

G

= aliran air yang melalui menara pendingin (gpm)

W2,W1 = rasio kelembaban udara, berturut-turut pada sisi keluar menara dan kondisi masuk menara (lb/lb dry air)
b. Kehilangan Air karena Drift
Drift adalah terbuangnya air bersama hembusan udara keluar. Drift
eliminator tidak mungkin dapat mencegah seluruh air keluar bersama hembusan
udara. Tetapi, untuk desain yang baik, sistem akan kehilangan air diperkirakan
kurang dari 0,2 % dari total air yang disirkulasikan.
Operasi menara pendingin yang normal didesain kehilangan air berkisar
0,3 – 1 % dari sirkulasi air yang masuk menara pendingin (untuk tipe menara
pendingin natural draft) dan 0,1 – 0,3 % untuk tipe mechanical draft cooling
tower. (Ludwig, 1997)
c. Kehilangan Air karena Blow Down
Blow down adalah sejumlah air yang sengaja dikeluarkan dari menara
pendingin untuk mengontrol kadar konsentrasi garam atau kotoran lain pada air
yang disirkulasikan. Dengan adanya blow down ini maka diperlukan adanya air
untuk menggantikan air yang keluar dengan persamaan sebagai berikut
B=

.

Dimana :
π.c

− W (Ludwig, 1997)
= cycle of concentration (harganya bervariasi antara 3-7)

B,E dan W dalam %.

(2.26)

38

2.2.4.5. Pompa
Dalam memilih pompa ada beberapa faktor yang perlu diketahui terlebih
dahulu yaitu ketinggian head, laju aliran massa air dan daya yang dibutuhkan
sistem instalasi. (Murni, 2003)
Kondensator membutuhkan suplai air untuk proses pengembunan uap panas
keluaran dari turbin. Kebutuhan itulah yang menjadi dasar penentuan laju aliran
massa air pompa. Dengan mengalikan laju aliran massa dengan massa jenis air
pada temperatur tersebut akan diperoleh debit pompa yang dibutuhkan.
Qpompa = ṁ air x ρair

(2.27)

Dimana :
Q

= debit aliran (m3/s)

ṁ = laju aliran massa (kg/s)

ρair = massa jenis air (kg/m3)

Ketinggian head merupakan perbedaan energi per unit berat dari fluida
antara sisi masuk dan sisi keluar dari pompa. Dapat dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Einlet = E1 =

+ Z +

Eoutlet = E2 =

(2.28)

+ Z +

(2.29)

Dimana :
p

= tekanan (N/m2)

Z

= posisi terhadap permukaan referensi (m)

V

= kecepatan aliran fluida (m/s)

γ

= berat spesifik fluida (N/m3)

g

= percepatan gravitasi (m/s2)
Head total dapat diperoleh :
H = (E2 – E1) =

(

)

+ (Z − Z ) +

(Srinivasan, 2008) (2.30)

Daya yang dibutuhkan oleh pompa juga perlu diketahui. Daya pompa
merupakan jumlah energi yang diperlukan untuk memindahkan fluida dari sisi
masuk menuju sisi keluar pompa. Semakin kecil daya pompa yang diperlukan

39

untuk memenuhi kebutuhan, maka pompa tersebut semakin layak untuk dipilih.
Dapat dicari menggunakan rumus :
P=

=

(Srinivasan, 2008)

(2.31)

Dimana :
P = daya pompa (kW)
H = ketinggian head (m)
W = berat fluida (N) = γ x Q
C = Konstanta = 1.000 untuk berat dengan satuan N.
= 102 untuk berat dengan satuan kgf.
Setelah mengetahui tekanan dan kapasitas yang diinginkan dari pompa,
dapat menentukan jenis pompa yang dibutuhkan dengan menggunakan gambar
daerah operasi pompa seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.26 Daerah operasi kerja pompa (Karassik, 1986)

40

2.2.4.6. Steam Ejector
Untuk menghitung dimensi dari steam ejector yang diperlukan dengan cara :
Steam ejector tingkat I
1. Menentukan entrainment ratio untuk gas NCG dan sumber uap dari
gambar kurva entrainment ratio.
2. Menentukan total udara ekuivalen untuk NCG dan sumber uap.
3. Menghitung rasio kompresi.
4. Menghitung rasio ekspansi uap (tekanan uap/tekanan hisap).
5. Menentukan rasio udara/steam dengan melihat gambar kurva entrainment
ratio molecular weight, dari harga rasio kompresi dan rasio ekspansi.
6. Dengan cara yang sama, dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan
uap untuk steam ejector tingkat kedua.

Gambar 2.27 Kurva entrainment ratio (Ludwig, 1999)

41

Gambar 2.28 Kurva entrainment ratio molecular weight (Ludwig, 1999)

Perhitungan tersebut :
P03 dihitung dari rumus : P03 = Pint =

(2.32)

/

P0b = P2

(2.33)

Maksimum rasio kompresi

= P03/P0b

(2.34)

Rasio ekspansi

= P0b/P0a

(2.35)

Dengan menggunakan grafik pada gambar 2.24 (Perry, 1999), diperoleh
rasio area

= A2/At

(2.36)

Rasio Entrainment

= Wb/Wa

(2.37)

Rasio Entrainment dikoreksi dengan persamaan
W/Wa

= Wb/Wa x (

/

)

(2.38)

Dengan menggunakan nilai W/Wa dan menggunakan grafik pada gambar kurva
desain optimum untuk single stage ejector, diperoleh rasio area koreksi, A2/At.
Perhitungan luas penampang leher nozzle, At
Kecepatan motive steam dihitung dengan menggunakan asumsi :
Mach Number, M = V/c = 1,
Aliran kritikal atau sonic, V = c = (
Dimana : k = 1,4,

/

),

42

R = 8,314 J/kgmol.K,
Mw = 18.
Laju alir massa motive steam = Wa.
Laju alir volume motive steam = Wa x volume spesifik motive steam.

(2.39)

At = laju alir volume motive steam / V.

(2.40)

At =

(2.41)

Dari grafik telah diperoleh A2/At, sehingga dapat diperoleh A2 dan D2.
Dimana :
Wa = Kebutuhan motive steam
W = Wb = Laju alir massa fluida hisap
At = Luas penampang leher nosel.
Dt = Diameter leher nosel.
A2 = Luas penampang constant area mixing section (diffuser throat).
D2 = Diameter constant area mixing section (diffuser throat).
V = kecepatan motive steam

Gambar 2.29 Notasi steam ejector dalam perhitungan.

43

Gambar 2.30 Kurva desain optimum untuk single stage ejector. (Perry, 1999)