Hubungan Ekspresi NF-KB pada astrositoma dengan sistem klasifikasi WHO dan Luaran di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2015. Chapter III VII

BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori
NF-KB

Inti (+)

RAF

Sitoplasma
(+)

MEK

Inti (+)
Sitoplasma
(+)

Progresi
siklus sel


ERK

Proliferasi sel

Angiogenesis

Grading WHO
Gambar 3.1 Kerangka teori penelitian.

3.2. Kerangka Konsep

Ekspresi NF-κB

1. Derajat WHO
2. Outcome Pasien

3.3. Hipotesis
1. Hipotesis Mayor
Terdapat hubungan antara ekspresi NF-κB pada astrositoma dengan sistem klasifikasi

WHO dan outcome.

Universitas Sumatera Utara

2. Hipotesis Minor
a.

Terdapat hubungan ekspresi NF-κB inti dengan derajat WHO pada penderita
astrositoma di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan

b.

Terdapat hubungan ekspresi NF-κB sitoplasma dengan derajat WHO pada penderita
astrositoma di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan

c.

Terdapat hubungan ekspresi NF-κB inti dengan luaran pada penderita astrositoma di

Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

d.

Terdapat hubungan ekspresi NF-κB sitoplasma dengan luaran pada penderita
astrositoma di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1.Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan potong lintang
(cross sectional) yang bertujuan menganalisis hubungan antara ekspresi NF-κB
dengan sistem grading WHO dan outcome.

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian mulai Januari 2015 s.d September 2016. Tempat peneltian

adalah Departemen Ilmu Bedah Saraf RSUP H Adam Malik Medan dan laboratorium
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi Target
Populasi yang dilakukan generalisasi/ inferensialnya yaitu seluruh penderita
astrositoma intrakranial.
4.3.2. Populasi Terjangkau
Kumpulan dari satuan/ unit yang dilakukan pengambilan sampel penelitian, yaitu
penderita astrositoma intrakranial yang ditatalaksanai oleh Departemen Ilmu Bedah
Saraf di FK USU /RSUP H. Adam Malik Medan.
4.3.3. Sampel Penelitian
Bagian dari populasi terjangkau yang diambil untuk dilakukan pengukuran, yaitu
penderita astrositoma intrakranial yang ditatalaksanai Departemen Ilmu Bedah Saraf

Universitas Sumatera Utara

di FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015. Sampel penelitian
diambil dengan cara total sampling.


4.4.Kr iter ia Sampel Penelitian
4.6.1. Kriteria Inklusi
Seluruh penderita astrositoma intrakranial yang diagnosismya ditegakkan dengan
histopatologi dan ditatalaksanai oleh Departemen Ilmu Bedah Saraf di FK USU/
RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015.
4.6.2. Kriteria eksklusi
-

Penderita dengan blok paraffin yang tidak layak untuk dilakukan pemeriksaan
IHC

-

Kejadian berulang (rekurensi) atau kekambuhan (residif)

-

Menderita tumor lain.

4.5.Besar Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, dimana
jumlah sampel sama dengan pasien yaitu sebanyak 25 sampel. Sampel penelitian adalah
seluruh kasus yang memenuhi kriteria inklusi yang berada pada tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

4.6.Alur Penelitian

Pengumpulan blok paraffin
astrositoma
(seleksi kriteria)

Konfirmasi ulang diagnosis
astrositoma

Pemeriksaan IHC NF-κB

4.7.Car a Ker ja
Dimulai dengan pengumpulan seluruh blok paraffin dan slide penderita astrositoma
antara tahun 2015-2016 yang sudah diwarnai dengan hematoxylin-eosin. Dilakukan

pencatatan nama, usia, jenis kelamin, derajat WHO, serta luaran (hidup/meninggal).
Astrositoma kembali dikonfirmasi ulang oleh seorang ahli patologi anatomi dan
seorang peserta senior program pendidikan dokter spesialis patologi anatomi. Untuk
pembuatan slide, blok paraffin ditempelkan pada holder dan dilakukan pemotongan setebal 57 μm dengan rotary microtome. Setelah itu dilakukan mounting pada gelas objek dengan
dilapisi poly-L-lysine.
Selanjutnya, dilakukan pewarnaan immunhistokimia. Slide dicuci menggunakan PBS
pH 7,4 satu kali selama 5 menit. Bloking endogenous peroksida menggunakan 3% H2O2
selama 15 menit. Cuci menggunakan PBS pH 7,4 sebanyak tiga kali, masing-masing selama
3 menit. Bloking unspesifik protein menggunakan 5% FBS yang mengandung 0,25% Triton
X-100. Cuci menggunakan PBS pH 7,4 sebanyak tiga kali, masing-masing selama 3 menit.

Universitas Sumatera Utara

Inkubasi menggunakan antibodi primer (NF-κB) selama 60 menit. Cuci menggunakan PBS
pH 7,4 tiga kali, masing-masing selama 3 menit. Inkubasi menggunakan anti mouse biotin
conjugated selama satu jam pada suhu ruang. Cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali,
masing-masing selama 3 menit. Inkubasi menggunakan SA-HRP (Strep-Avidin Horse Radis
Peroxidase) selama 10 menit. Cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali, masing- masing
selama 3 menit. Tetesi dengan DAB (DiaminoBenzidine) dan inkubasi selama 5-15 menit.
Cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali, masing-masing selama 5 menit. Counter staining

menggunakan Mayer Hematoxilen yang diinkubasi selama 1 menit dan cuci menggunakan

tap water . Bilas menggunakan H2O dan kering anginkan. Mounting menggunakan entelan
dan tutup dengan cover glass. Amati pada mikroskop cahaya.

4.8.Definisi dan Batasan Oper asional

Ekspresi
NF-κB

Definisi

Alat ukur

Cara ukur

Skala ukur

Jumlah sel yang


Mikroskop cahaya

Perhitungan manual

Ordinal (+/-)

mengekspresikan NF-

Slide dengan

κB pada

pewarnaan IHC

imunohistokimia, baik
pada inti maupun
sitoplasma
Derajat

Klasifikasi glioma


Slide yang diwarnai

Penilaian individu

Nominal (low

WHO

berdasarkan

hematoxyline-eosin

berdasarkan

grade/high grade)

International

Mikroskop cahaya


gambaran sel pada

Classification of

slide

Diseases - Oncology,
versi 3 (ICD-O-3)
yang ditetapkan oleh
WHO

Universitas Sumatera Utara

Luaran

Hasil akhir terapi saat
pulang, dinilai dengan

-

Pencatatan rekam

Nominal

medis

(hidup/meninggal)

hidup atau meninggal

4.9.Analisis Data
Variabel kategorik dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase yang disajikan
baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Analisis deskriptif variabel numerik dilakukan dalam
bentuk ukuran pemusatan (mean, median) dan ukuran penyebaran (standar deviasi,
minimum-maksimum). Jika sebaran data normal, digunakan pasangan mean dan standar
deviasi. Jika sebaran data tidak normal, digunakan median dengan minimum-maksimum.
Data medis dan demografis dianalisa secara komputerisasi dengan uji statistik Chi square
atau Fischer’s exact test.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1.

Hasil Penelitian
Sampel penelitian diambil dari bulan Januari 2015 hingga September 2016.
Penelitian ini memperoleh 25 spesimen dari pasien-pasien astrositoma intrakranial yang
telah menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP. H. Adam Malik Medan. Diagnosis
astrositoma berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan histopatologi jaringan yang sesuai
dengan gambaran astrositoma. Spesimen astrositoma yang telah berbentuk blok parafin
tersebut dilakukan pewarnaan imunohistokimia NF-KB. Hasil lengkap data penderita
dapat dilihat pada lampiran.

5.1.1. Distribusi Jenis Kelamin
Tabel 5.1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

n

%

Laki-Laki

15

60

Perempuan

10

40

Total

25

100.0

Pendataan sampel penelitian yang telah dikumpulkan menunjukan bahwa pembagian
penderita astrositoma berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan sebanyak 10 orang (40%)
dan laki-laki 15 orang (60%). Tabel tersebut menunjukan bahwa penderita meningioma lakilaki lebih banyak dibandingkan daripada perempuan dengan perbandingan 3:2.

Universitas Sumatera Utara

5.1.2. Distribusi Usia
Tabel 5.2. Analisis Deskriptif Berdasarkan Usia
Kelompok Usia

n

%

0–9

1

4,0

10 – 19

3

12,0

20 – 29

4

16,0

30 – 39

5

20,0

40 – 49

8

32.0

50 – 59

3

12,0

60 – 69

1

4,0

Total

25

100.0
Nilai

Mean

35,9

Median

37,0

Std. Deviation

14,6

Minimum

9

Maximum

68

Analisis sampel penelitian ini berdasarkan usia memberikan nilai mean sebesar 35,96
(SD 14,66) tahun dengan rentang usia 9 tahun hingga usia 68 tahun. Nilai mediannya adalah
37,0 tahun.
Pada penelitian ini dilakukan klasifikasi usia terhadap sampel yang dikumpulkan per
10 tahun. Pada tabel kelompok usia diperoleh bahwa angka kejadian astrositoma terbanyak

Universitas Sumatera Utara

pada kelompok usia 40 – 49 tahun yaitu sebesar 8 kasus (32%). Sedangkan frekuensi
kejadian paling sedikit ditemukan pada kelompok usia 0-9 dan 60-69 yaitu 1 kasus (4%)

5.1.3. Distribusi Berdasarkan Klasifikasi WHO
Pembagian klasifikasi astrositoma berdasarkan grade WHO menunjukan bahwa
frekuensi terbanyak adalah tipe astrositoma grade I yaitu sebanyak 9 (36,0%) kasus.
Kemudian diikuti oleh astrositoma grade II dan grade IV masing-masing sebanyak 6 kasus
(24,0%) dan astrositoma grade III sebanyak 4 kasus (16,0%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Penderita Astrositoma Intrakranial Berdasarkan
Klasifikasi WHO
Grade WHO

n

%

Grade I

9

36,0

Grade II

6

24,0

Grade III

4

16,0

Grade IV

6

24,0

Total

25

100.0

Universitas Sumatera Utara

5.1.4. Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan Klasifikasi WHO

Tabel 5.4 Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan
Klasifikasi WHO
Ekspresi NF-ΚB

Positif

Negatif

P

Sitoplasma

22

3

0,543*

Inti

10

15

0,442**

*Fisher’s Exact Test; **Chi Square Test
Dalam penelitian ini, terdapat tiga subjek yang tidak mengekspresikan NF-ΚB pada
sitoplasma, dimana satu subjek diantaranya tidak mengekspresikan NF-ΚB pada inti maupun
pada sitoplasma, subjek tersebut menderita low grade astrositoma. Dalam penelitian ini,
didapati 22 sampel dengan ekspresi NF-ΚB (+) pada sitoplasma dengan kategori pasien Low
grade sebanyak 14 orang dan kategori High grade sebanyak 8 orang. 3 sampel dengan
ekspresi NF-ΚB (-) di sitoplasma terdiri dari 1 responden Low grade dan 2 responden High
grade berdasarkan uji Fisher’s exact, perbedaan tersebut tidak signifikan (p = 0,543); dimana
10 sampel dengan ekspresi NF-ΚB (+) pada inti yang dibagi atas 5 kategori Low grade dan 5
kategori High grade, serta 15 sampel dengan ekspresi NF-ΚB (-) di inti dengan pembagian
10 kategori Low grade dan 5 kategori High grade, sesuai dengan nilai p = 0,442 pada Chi
Square Test.
5.1.5. Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan Luaran
Tabel 5.5: Distribusi Pewarnaan Imunohistokimia NF-κB Berdasarkan Luaran
Luaran
Ekspresi NF-ΚB

(+)

Hidup

Meninggal

17

5

P

0,180*

Sitoplasma
(-)

1

2

Universitas Sumatera Utara

(+)

6

4

(-)

12

3

0,378*

Inti

*Fisher’s Exact Test
Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa luaran pasien dengan ekspresi NF-ΚB (+)
di sitoplasma lebih baik dari pasien dengan ekspresi NF-ΚB (-) di tempat yang sama dengan
hasil yang hidup 17 dan yang meninggal 5 pasien pada Sitoplasma (+) dimana hasil di
sitoplasma (-) menunjukkan yang hidup 1 pasien dan yang meninggal 2 pasien (p = 0,180).
Dimana pada ekspresi NF-ΚB (+) di inti menunjukkan angka 10 pasien dengan pembagian
yang hidup 6 orang dan yang meninggal 4 orang sedangkan ekspresi NF-ΚB (-) di tempat
yang sama menghasilkan responden yang hidup sebanyak 12 orang dan yang meninggal
sebanyak 3 orang (nilai p = 0,378).
5.1.6. Distribusi Klasifikasi Astrositoma Menurut WHO Berdasarkan Luaran.
Berdasarkan data dari penelitian ini didapatkan 9 orang penderita astrositoma grade I
dan 6 orang penderita astrositoma grade II seluruhnya hidup. Pada penderita astrositoma
grade III didapatkan 2 orang hidup dan 2 orang meninggal. Pada penderita astrositoma grade
IV didapatkan 1 orang hidup dan 5 orang meninggal.
Tabel 5.6. Distribusi Klasifikasi Astrositoma Menurut WHO Berdasarkan Luaran
Grade WHO

Hidup

Meninggal

Total

Grade I

9 (100%)

0 (0%)

9 (36%)

Grade II

6 (100%)

0 (0%)

6 (24%)

Grade III

2 (50%)

2 (50%)

4 (16%)

Grade IV

1 (16,6%)

5 (83,3%)

6 (24%)

Total

18 (72%)

7 (28%)

25 (100%)

Chi square

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tabel diatas, nilai korelasi yang didapat pada hubungan antara klasifikasi
astrositoma berdasarkan WHO dengan outcome adalah

p = 0,001 (p 75% dari
seluruh glioma. Glioma sendiri merupakan tumor reuroektodermal yang berasal dari sel
neuroglia sustentakular (Thotakurta et al, 2014). Astrositoma diklasifikasikan menjadi empat
grade dimana grade I dan grade II digolongkan menjadi low grade astrositoma, sedangkan
grade III dan grade IV digolongkan menjadi high grade glioma (Omuro, 2013).
High grade astrositoma bisa didapati pada segala usia dan lebih sering ditemukan
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 1,5:1. Pada astrositoma anaplastik, ratarata usia saat terdiagnosa adalah sekitar 40 tahun. Untuk glioblastoma, rata-rata usia saat
muncul adalah 62 tahun. Bahkan dengan terapi yang optimal, rata-rata angka keselamatan
hanya kurang dari 2 tahun pada glioblastoma dan antara 2 hingga 5 tahun pada gliosarkoma
(Ostrom et al., 2013).
Pada penelitian ini diperoleh dari 25 sampel penderita astrositoma intrakranial yang
berobat ke RSUP H Adam Malik Medan. Dari 25 sampel tersebut, 10 sampel perempuan dan
15 sampel laki-laki. Jika dilakukan perbandingan pada kedua jenis kelamin ini didapatkan
perbandingan sebesar laki-laki:perempuan sama dengan 1,5:1.
Pada tahun 2014 Thotakura melalui studinya memaparkan hal yang sama bahwa
insidensi astrositoma lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
dengan perbandingan laki-laki:perempuan = 1,84:1. Hal ini mendukung literatur-literatur
yang sebelumnya menyebutkan bahwa astrositoma lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan. High grade astrositoma pada perempuan lebih sering
dijumpai pada usia menopause sehingga terdapat spekulasi bahwa hormon perempuan
memiliki efek protektif terhadap astrositoma (Ostrom et al., 2013).

Universitas Sumatera Utara

Usia penderita astrositoma

terbanyak pada rentang 40-49 tahun (32%) dengan

median 37, usia termuda 9 tahun dan usia tertua 68 tahun.CBTRUS mengemukakan hal yang
serupa dimana pada studinya ditemukan angka kejadian astrositoma terbanyak ditemukan
pada dekade keempat dan kelima yaitu meliputi 49,52 dari seluruh sampel (Ostrom et al.,
2013).
Pada penelitian ini ditemukan bahwa astrositoma grade I berdasarkan klasifikasi
WHO merupakan jenis astrositoma yang terbanyak yaitu sebesar 36%, diikuti dengan grade
II dan grade IV masing-masing sebesar 24%, dan grade III sebesar 14%. Hasil ini tidak
menyerupai studi sebelumnya dimana insidensi terbanyak ditemukan pada astrositoma grade
II sebesar 39,9% diikuti astrositoma gr IV sebesar 36,2%, astrositoma grade III sebesar
14,3% dan astrositoma grade I sebesar 9,5% (Ostrom et al., 2013).
Sedangkan untuk melihat apakah Klasifikasi WHO memiliki peranan pada prognosis
pada studi ini maka dilakukan uji Chi-square dengan hasil p=0,001 (p,0,05). Hal ini
menunjukkan terdapat

ada hubungan yang signifikan antara klasifikasi WHO dengan

prognosis dari pasien.Pada penelitian ini didapatkan 9 orang penderita astrositoma grade I
dan 6 orang penderita astrositoma grade II seluruhnya hidup. Pada penderita astrositoma
grade III didapatkan 2 orang hidup dan 2 orang meninggal. Pada penderita astrositoma grade
IV didapatkan 1 orang hidup dan 5 orang meninggal. Banyak penelitian menyatakan bahwa
luaran akan semakin buruk jika grade semakin tinggi (Colen & Allcut, 2012).
Pada penelitian ini, ekspresi NF-KB, baik pada inti maupun sitoplasma terlihat pada
96% kasus. Pada literature sebelumnya, ekspresi ini dilaporkan berkisar antara 71%-100%
(Korkolopoulou et al., 2008). Perbedaan hasil ini kemungkinan berhubungan dengan
permasalahan metodologi (apakah sediaan beku atau paraffin), jenis antibodi yang digunakan,
serta perbandingan antara high grade dengan low grade.

Universitas Sumatera Utara

Meskipun demikian, kami tidak menemukan hubungan antara derajat astrositoma
dengan ekspresi NF-KB. Hal ini sangat berbeda dengan peneltiian-penelitian sebelumnya.
Dalam sebuah peneltiian berskala kecil, Hayashi melaporkan bahwa ekspresi NF-KB pada
inti berhubungan erat dengan derajat astrositoma (HAYASHI et al., 2001). Hal ini juga
didukung oleh penelitian selanjutnya yang melibatkan subjek penelitian lebih banyak
(Korkolopoulou et al., 2008). Serupa dengan hal di atas, kami menduga ini terjadi
sehubungan dengan masalah metodologi.
Hal yang menarik terjadi saat kami melakukan analisis mengenai hubungan derajat
WHO dengan luaran. Pada penelitian ini, kami menilai luaran dalam bentuk hidup atau
meninggal. Kami menemukan hubungan yang signifikan antara luaran dengan derajat WHO.
Meskipun demikian, kami tidak menemukan hubungan yang sama saat menilai hubungan
ekspresi NF-KB dengan luaran. Hal ini berbeda dengan temuan peneliti sebelumnya
(Korkolopoulou et al., 2008).
Keterbatasan utama dalam penelitian ini adalah penilaian ekspresi NF-KB yang
dilakukan hanya dalam bentuk positif atau negatif. Selain itu, proprosi jumlah subjek
penelitian yang tidak seimbang antarkelompok derajat WHO juga menjadi kelemahan.

Universitas Sumatera Utara

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
1. Penderita meningioma laki-laki lebih banyak dibandingkan daripada perempuan
dengan perbandingan 3:2
2. Penelitian ini menunjukkan frekuensi terbanyak untuk derajat astrositoma adalah
grade I yaitu sebanyak 9 (36,0%) kasus.
3. Tidak terdapat hubungan bermakna antara ekspresi NF-KB inti dan sitoplasma dengan
klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO (p=0,442 dan p=0,543).
4. Tidak terdapat hubungan antara ekspresi NF-KB pada inti dan sitoplasma dengan
prognosis penderita astrositoma (p=0,378 dan p=0,180). Sehingga dapat disimpulkan
bahwasanya NF-KB tidak dapat digunakan sebagai prediktor prognosis pada pasien
dengan astrositoma
7.2. Saran
1. Diharapkan penelitian selanjutnya dilakukan dengan berfokus pada high grade
astrocytoma saja (Grade III dan Grade IV) agar peranan NF-KB dapat lebih jelas
terlihat
2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya, penilaian tidak hanya dilakukan pada NFKB, tetapi juga pada inhibitor dan faktor-faktor pemicunya yang terkait jalur EGFR.

Universitas Sumatera Utara