Hubungan Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Dengan KI-67 Labeling Index Pada Penderita Astrositoma Di Rsup H. Adam Malik Medan Chapter III VII

BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori
EGF

PDGF

IGF

VEGF

Receptor Tyrosine Kinase

LPA

Ras

PLCG

PI3K


PI(3)P

RAF

PKC

AKT

IR51
SRC

Cell

NFMEK

ERK

Cell


Cell cycle
progression

Angiogenes
Permeabilit

MDM2

KiProliferatio

CDKN1A

TP53

EP30

ATM

INK4


BRC
A

eNOS

E2F1

DNA
Repai

Cell
Migration

G1/S
Progression

Apoptosis
G2/M

Histopathology

grading

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3 Kerangka teori penelitian.

3.2 Kerangka Konsep

Variabel Bebas:
VEGF
Ki-67

Variabel Terikat:
1. Derajat Klasifikasi WHO
Astrositoma
2. Mortalitas
3. Jenis Kelamin

3.3 Hipotesis
1. Hipotesis Mayor

Terdapat hubungan antara ekspresi VEGF dengan ekspresi Ki-67 labeling
index pada penderita astrositoma
2. Hipotesis Minor
a. Terdapat hubungan derajat WHO histopatologi dengan jenis kelamin
b. Terdapat hubungan derajat WHO histopatologi dengan mortalitas
c. Terdapat hubungan ekspresi Ki-67 labeling index terhadap derajat WHO
histopatologi astrositoma
d. Terdapat hubungan ekspresi Ki-67 labeling index terhadap mortalitas

Universitas Sumatera Utara

e. Terdapat hubungan ekspresi VEGF dengan derajat WHO histopatologi
astrositoma
f. Terdapat hubungan ekspresi VEGF dengan mortalitas

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Desain
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang menggunakan

metode penelitian analitik untuk menganalisis hubungan antara ekspresi VEGF
dengan Ki-67 pada penderita astrositoma intrakranial di RSUP HAM pada Januari
2014 - Juni 2015. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah sebanyak 25 subjek.

4.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Saraf RSUP.H. Adam
Malik/FK USU Medan dan Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan,
Sumatera Utara, dilaksanakan mulai November 2016 – Desember 2016.

4.3. Populasi dan Subjek
A. Populasi target adalah seluruh penderita astrositoma intrakranial.

Universitas Sumatera Utara

B. Populasi terjangkau adalah penderita astrositoma yang menjalani operasi
pengangkatan tumor di RSUP.H. Adam Malik Medan.
C. Subjek penelitian adalah seluruh penderita astrositoma yang menjalani
operasi pengangkatan tumor di RSUP H. Adam Malik Medan antara bulan
Januari 2014 sampai Juni 2015. Subjek penelitian ditentukan dengan
metode total sampling dengan penetapan kriteria inklusi dan eksklusi.


4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.1. Kriteria Inklusi
a. Penderita tumor otak yang telah ditegakkan diagnosis astrositoma
berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan di Departemen
Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan

4.4.2. Kriteria Eksklusi
a. Menderita tumor pada organ tubuh lain yang dibuktikan dengan data
sekunder pemeriksaan fisik dan radiologi bila dibutuhkan.
b. Lesi multipel pada otak berdasarkan pemeriksaan head CT scan
c. Kejadian berulang (rekurensi) atau kekambuhan (residif), yaitu pasien
telah dilakukan tindakan pembedahan sebelumnya untuk pengangkatan
tumor astrositoma pada otak, namun terjadi rekurensi atau residif.

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel Penelitian

Universitas Sumatera Utara


1. Variabel

independen

adalah

jumlah

sel

astrositoma

yang

mengekspresikan VEGF dan Ki-67
2. Variabel dependen adalah derajat astrositoma menurut WHO dan
luaran pasien

Universitas Sumatera Utara


4.6.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel

Definisi

Cara Ukur

Ekspresi

Jumlah

sel

astrositoma Menilai

VEGF

yang

mengekspresikan sel


Alat Ukur

jumlah Mikroskop

astrositoma cahaya

Ordinal
Hasil:
+1

VEGF pada pemeriksaan yang
imunohistokimia

Skala Ukur

mengekspresikan

+2


VEGF

+3

pada

pemeriksaan

+4

imunohistokimia.
Ekspresi

Jumlah

sela

Ki-67

yang mengekspresikan Ki- sel
67pada

strositoma Menilai

jumlah Mikroskop

astrositoma cahaya

Hasil:
Negatif

pemeriksaan yang

imunohistokimia

Ordinal

< 10%

mengekspresikan
pada

Ki-67

>10%

pemeriksaan
imunohistokimia.
Derajat

Pengelompokan

WHO

astrositoma

Menilai sifat sel Mikroskop

berdasarkan tumor

potensi proliferasi, bentuk spesimen
nucleus,

nekrosis,

Ordinal

pada cahaya

Hasil:

yang

Derajat I

dan mendapat

Derajat II

aktivitas

mitosis pewarnaan

Derajat III

menggunakan

system hematoksilin-

Derajat IV

klasifikasi
(Reifenberger,

WHO eosin
Blümcke,

Pietsch, & Paulus, 2010)
Outcome

Keadaan akhir penderita Menilai

keadaan -

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

saat pulang

akhir

penderita

saat

pulang

Hasil:
- Hidup
- Meninggal

(hidup/
meninggal)

4.6. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
4.6.1. Cara Kerja
1. Diawali dengan identifikasi seluruh subjek penelitian yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. Data subjek penelitian diambil dari bank data
Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan.
Data yang diambil meliputi nama, umur, nomor rekam medis, dan
gambaran imaging (MRI atau CT Scan).
2. Data outcome pasien saat pulang didapatkan dari rekam medis penderita.
3. Berdasarkan nomor rekam medis, dilakukan konfirmasi pada Departemen
Patologi Anatomi untuk mendapatkan nomor pemeriksaan Patologi
Anatomi yang akan digunakan untuk mendapatkan blok paraffin.
4. Pewarnaan VEGF dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU
oleh tenaga laboran yang sudah terlatih. Proses pewarnaan memakan
waktu selama ± 270 menit dengan rincian sebagai berikut:
a. Blok paraffin dari specimen astrositoma dipotong dengan
microtome dengan ketebalan 3 micron
b. Slide hasil potongan microtome dipanaskan pada hotplate dengan
suhu 60 0C selama 60 menit
c. Dehidrasi dengan alcohol absolut 80% / 70% selama 2 menit
d. Kemudian slide dibilas dengan air mengalir (keran) selama 2 menit

Universitas Sumatera Utara

e. Bilas lagi dengan aquadesselama 5 menit
f. Masukkan slide kedalam TRS yang sudah dihangatkan
g. Masukkan ke dalam microwave samsung TDS dengan kondisi
sebagai berikut: jika 800 watt panaskan selama 2,5-3 menit dan jika
100 watt panaskan selama 10 menit
h. Setelah itu dinginkan slide selama 20 menit
i. Slide dibilas lagi dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit
j. Kemudian bloking dengan DAKO FLEX Peroxidase selama 5
menit
k. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit
l. Antibodi primer selama 20-60 menit
m. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit
n. DAKO FLEX HRP selama 20 menit
o. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit
p. DAKO FLEX DAB + SUBSTRAT selama 5 menit
q. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit
r. Hematoxylin selama 2 menit
s. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit
t. Dehidrasi dengan alkohol 70%, 80% dan absolute selama 2 menit
u. Xylene 2 kali selama 2 menit
v. Mounting medium dan coverslip
5. Analisis ekspresi VEGF dilakukan secara semikuantitatif oleh seorang
spesialis patologi anatomi tanpa mengetahui data klinis dan diagnosis

Universitas Sumatera Utara

sebelumnya. Setiap specimen dikategorikan berdasarkan sistem berikut
(Oehring et al., 1999):
a. 0: tidak ada sel yang imunopositif
b. 1: sel imunopositif berjumlah90%.
6. Pewarnaan Ki-67 Li dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU
oleh tenaga laboran yang sudah terlatih. Proses pewarnaan memakan
waktu selama ± 270 menit dengan rincian sebagai berikut:
a. Blok parafin dari spesimen meningioma dipotong dengan
microtome dengan ketebalan 0,3 micron
b. Slide hasil potongan microtome dipanaskan pada hotplate dengan
suhu 60 0C selama 60 menit
c. Dehidrasi dengan alkohol absolut 80% / 70% selama 2 menit
d. Kemudian slide dibilas dengan air mengalir (keran) selama 2 menit
e. Bilas lagi dengan aquades selama 5 menit
f. Masukkan slide kedalam TRS yang sudah dihangatkan
g. Masukkan kedalam microwave samsung TDS dengan kondisi
sebagai berikut: jika 800 watt panaskan selama 2,5-3 menit dan jika
100 watt panaskan selama 10 menit
h. Setelah itu dinginkan slide selama 20 menit
i. Slide dibilas lagi dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit

Universitas Sumatera Utara

j. Kemudian bloking dengan DAKO FLEX Peroxidase selama 5
menit
k. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit
l. Antibodi primer selama 20-60 menit
m. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit
n. DAKO FLEX HRP selama 20 menit
o. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit
p. DAKO FLEX DAB + SUBSTRAT selama 5 menit
q. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit
r. Hematoxylin selama 2 menit
s. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit
t. Dehidrasi dengan alkohol 70%, 80% dan absolut selama 2 menit
u. Xylene 2 kali selama 2 menit
v. Mounting medium dan coverslip
w. Pengamatan dibawah mikroskop
Pemeriksaan IHC Ki-67 menggunakan reagen Monoclonal Mouse AntiHuman Ki-67 Antigen yang diproduksi Dako North America Inc.
7. Analisis ekspresi Ki-67 dilakukan secara semikuantitatif oleh seorang
spesialis patologi anatomi tanpa mengetahui data klinis dan diagnosis
sebelumnya. Setiap specimen dikategorikan berdasarkan sistem berikut
(Johannessen, 2006):
a. Pewarnaan Ki-67 negatif adalah apabila pada gambaran mikroskopis
jaringan tumor tidak menyerap warna sama sekali

Universitas Sumatera Utara

b. Pewarnaan Ki-67 lemah adalah apabila pada gambaran mikroskopis
terdapat 10% nukleus yang menyerap warna dari 1000 sel tumor.

4.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Seluruh specimen blok paraffin astrositoma yang sebelumnya telah
dilakukan pewarnaan dasar hematoxylin-eosin dan dikonfirmasi sebagai suatu
astrositoma sejak Januari 2014 hingga Juni 2015 dikumpulkan dan dilakukan
pencatatan data-data pasien yang diperoleh dari rekam medik pasien dan assesmen
departemen bedah saraf. Data yang dicatat meliputi jenis kelamin, usia, grading
WHO, dan jenis histopatologi.
Dilakukan pewarnaan imunohistokimia VEGF pada seluruh blok parafin
yang terkumpul. Setelah dilakukan pewarnaan VEGF, dihitung persentase inti sel
tumor yang menyerap warna.
Data ekspresi Ki-67 pada subjek penelitian ini diperoleh dari pemeriksaan
sebelumnya yang telah dilakukan dan dilakukan penghitungan ulang presentase
ekspresi sel.
Data mengenai mortalitas pasien didapatkan melalui pencatatan rekam
medis.

Universitas Sumatera Utara

4.7. Alur Penelitian
Pengumpulan data penderita astrositoma di RSUP H. Adam Malik

Seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Pengumpulan blok paraffin dan preparat slide pemeriksaan IHC Ki67 di Lab. Patologi Anatomi RSUP HAM

Pewarnaan IHC (VEGF) di Dep. Patologi Anatomi FK USU
Penghitungan ekspresi Ki-67

Analisis data

4.8. Rencana Pengolahan dan Analisa Data
Data yang didapatakan diolah dengan menggunakan menggunakan
perangkat lunak pengolah data. Normalitas data akan dinilai menggunakan uji
Kolmogorov. Variabel kategorik dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase
yang disajikan dalam bentuk tabel. Variabel numerik disajikan dalam bentuk
rerata dan standar deviasi jika distribusi normal. Jika distribusi tidak normal,
digunakan pengelompokan data kedalam kelompok.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari bulan Januari 2014 hingga Juni 2015.
Penelitian ini memperoleh 25 spesimen dari pasien-pasien astrositoma intrakranial
yang telah menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP. H. Adam Malik
Medan. Diagnosis astrositoma berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan
histopatologi jaringan yang sesuai dengan gambaran astrositoma. Spesimen
astrositoma yang telah berbentuk blok parafin tersebut dilakukan pewarnaan
imunohistokimia VEGF. Hasil pemeriksaan Ki-67 labeling index diperoleh
dengan penghitungan ekspresi sel pada preparat slide pemeriksaan IHC yang
telah dilakukan sebelumnya.

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, didapati bahwa rerata usia subjek penelitian adalah
35,96 ± 14,67 tahun. Sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki
(15 orang/60%), sedangkan subjek perempuan sebanyak 10 orang (40%).
Berdasarkan klasifikasi klasifikasi astrositoma berdasarkan grade WHO, terlihat
bahwa frekuensi terbanyak adalah tipe astrositoma grade I yaitu sebanyak 9 orang
(36%), kemudian diikuti oleh astrositoma grade II dan grade IV masing-masing
sebanyak 6 orang (24) dan astrositoma grade III sebanyak 4 orang (tabel 5.1).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik
Usia (tahun)

35,96 ± 14,67

Jenis kelamin (n/%)
Laki-laki

15 (60)

Wanita

10 (40)

Derajat WHO (n/%)

Total

I

9 (36)

II

6 (24)

III

4 (16)

IV

6 (24)
25 (100)

5.2 Analisis Astrositoma Berdasarkan Derajat WHO
5.2.1 Analisis Derajat WHO dan Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, terlihat bahwa sebagian besar subjek penelitian
menderita astrositoma derajat I (33,3% pada laki-laki dan 40% pada perempuan).
26,7% subjek penelitian dengan jenis kelamin pria menderita astrositoma derajat
II, sementara 40% sisanya menderita astrositoma derajat III (20%) dan derajat IV
(20%). Sementara itu, 20% subjek dengan jenis kelamin wanita menderita
astrositoma derajat II, 10% menderita astrositoma derajat I, dan 30% sisanya
menderita astrositoma derajat IV (tabel 5.2). Setelah dilakukan uji statistik, tidak

Universitas Sumatera Utara

terdapat perbedaan derajat WHO yang bermakna antara kelompok laki-laki
dengan perempuan (p=1,000;tabel 5.2).
Tabel 5.2 Derajat WHO dan jenis kelamin
Derajat WHO

Laki-laki n(%)

Perempuan n(%)

I

5 (33,3)

4 (40)

II

4 (26,7)

2 (20)

P

1,000a
III

3 (20)

1 (10)

IV

3 (20)

3 (30)

Total

15 (100)

10 (100)

a

Uji Chi Square

5.2.2 Analisis derajat WHO dan mortalitas
Pada penelitian ini, terlihat bahwa tidak ada satu pun penderita astrositoma
derajat I dan II yang meninggal (tabel 5.3). Sementara itu, 28.6% penderita
astrositoma derajat III meninggal. Pada kelompok derajat IV, 71.3% penderita
meninggal. Terdapat perbedaan signifikan derajat WHO antara kelompok yang
hidup dengan kelompok yang meninggal (p=0,001, tabel 5.3).

Tabel 5.3 Derajat WHO dan mortalitas

Universitas Sumatera Utara

Derajat WHO

Hidup n(%)

Meninggal n(%)

I

9 (50)

0 (0)

II

6 (33,3)

0 (0)

P

0.001a
III

2 (11,1)

2 (28,6)

IV

1 (5,5)

5 (71,3)

Total

18 (100)

7 (100)

a

Uji Chi Square

5.3 Ekspresi Ki-67 labeling index
Dari 25 subjek penelitian, terdapat 2 subjek dengan ekspresi Ki-67 Li
negatif, 9 subjek dengan ekspresi Ki-67 Li lemah, dan 14 subjek dengan ekspresi
Ki-67 Li yang kuat.

A

B

Gambar 4 Hasil Pewarnaan Ki-67: (A) Kuat (> 10 sel/10 LPB) (B) Lemah (< 10
sel/10 LPB)

5.3.1 Analisis Ekspresi Ki-67 labeling index Berdasarkan Jenis Kelamin

Universitas Sumatera Utara

Sebagian besar pria (53,3%) menunjukkan ekspresi Ki-67 Li yang kuat.
Sementara itu, sekitar 40% wanita menunjukkan ekspresi Ki-67 Li yang lemah.
Tidak ada satupun wanita yang menujukkan ekspresi Ki-67 Li yang negatif. Tidak
terdapat perbedaan ekspresi Ki-67 Li yang bermakna antara laki-laki dengan
perempuan (p=0,483, tabel 5.4)

Tabel 5.4 Ekspresi Ki-67 Li berdasarkan jenis kelamin
Ki-67 LI

Laki-laki n (%

Perempuan n (%)

Negatif

2(13.3)

0 (0)

Lemah

5(33,3)

4 (40)

Kuat

8 (53,3)

10 (10)

Total

15 (100%)

10 (100%)

p

0.483a

a

Uji Chi Square

5.3.1 Ekspresi Ki-67 labeling index dan Klasifikasi Astrositoma
Jumlah mitosis yang diukur berdasarkan klasifikasi astrositoma didapati
bahwa mayoritas astrositoma grade I memiliki mitosis yang lemah yaitu sebesar 6
subjek (66.67%) dan mitosis kuat sebesar 2 subjek (22.2%). Mayoritas strositoma
grade II memiliki mitosis yang kuat yaitu sebesar 5 subjek (83.33%) dan mitosis
lemah sebesar 1 subjek (16.67%). Mayoritas astrositoma grade III memiliki
mitosis yang kuat yaitu sebesar 3 subjek (75%) dan mitosis lemah sebesar 0.
Subjek. Mayoritas strositoma grade IV memiliki mitosis yang kuat yaitu sebesar 4
subjek (66.67%) dan mitosis lemah sebesar 2 subjek (33.33%, tabel 5.5).

Universitas Sumatera Utara

Uji statistik menunjukkan korelasi positif yang tidak signifikan antara
ekspresi Ki-67 dengan derajat astrositoma berdasarkan WHO (r=0,362; p=0,076).

Tabel 5.5 Distribusi ekspresi Ki-67 Li terhadap klasifikasi Astrositoma
Ki-67
LI

Grade I

Negatif

1 (11,11%)

Grade II

Grade III

Grade IV

0 (0,0%)

1 (25,0%)

0 (0,0%)

1

0 (0,0%)

2 (33,33%)

3 (75,0%)

4 (66,67%)

4 (100%)

6 (100%)

Lemah

r (p)

0,362 (0,076)a

6 (66,67%)
(16,67%)
Kuat

5
2 (22,22%)
(83,33%)

Total

9 (100%)

6 (100%)

a

Uji Spearman

5.3.2 Analisis Ekspresi Ki-67 labeling index terhadap Mortalitas
Berdasarkan data dari penelitian ini didapati bahwa pasien-pasien dengan
ekspresi Ki-67 labeling index yang lemah terdapat 7 pasien (77.7%) yang hidup
dan 2 pasien (22.22%) yang meninggal, sedangkan pada pasien-pasien dengan
hasil pewarnaan Ki-67 kuat terdapat 9 pasien (64.2%) yang hidup dan 5 pasien
(35.7%) yang meninggal. Dua pasien dengan hasil pewarnaan Ki-67 negatif,
keduanya hidup (tabel 5.6).
Setelah dilakukan analisa statistik, terlihat tidak ada korelasi yang
signifikan antara ekspresi Ki-67 Li dengan mortalitas (p=0,512; Tabel 5.6).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.6 Distribusi ekspresi Ki-67 labeling index terhadap mortalitas
Ki-67 LI

Hidup

Meninggal

Total

p

Negatif

2 (100%)

0 (0%)

2 (8%)

Lemah

7 (77,7%)

2 (22,2%)

9 (36%)

Kuat

9 (64,2%)

5 (35,7%)

14 (56%)

Total

18 (72%)

7 (28%)

25 (100%)

0.512a

a

Uji chi square

5.4 Ekspresi VEGF
Dari 25 subjek penelitian, terdapat 1 subjek dengan ekspresi VEGF + 2, 5
subjek dengan ekspresi VEGF +3 dan 19 subjek dengan ekspresi VEGF +4.

A

B

C

D

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Ekspresi VEGF pada astrositoma. (A) Ekspresi VEGF +2, (B) ekspresi
VEGF + 3, (C) dan (D) ekspresi VEGF +4

5.4.1 Analisis Ekspresi VEGF berdasarkan Jenis Kelamin
Sebagian besar pria (53,3%) menunjukkan ekspresi VEGF yang sangat kuat (+4).
Sementara itu, sekitar 80% wanita menunjukkan ekspresi VEGF yang sangat kuat
(+4). 20% subjek penelitian, baik pada kelompok pria maupun wanita,
menunjukkan ekspresi VEGF +3. Tidak terdapat perbedaan ekspresi VEGF yang
bermakna antara laki-laki dengan perempuan (p=0,704, tabel 5.7)

Tabel 5.7 Ekspresi VEGF berdasarkan jenis kelamin
VEGF

Laki-laki n(%)

Perempuan n(%)

+2

1(13.3)

0 (0)

+3

3(20)

2 (20)

+4

11 (53,3)

8 (80)

Total

15 (66,7)

10 (100)

p

0.704a

a

Uji chi square

5.4.1 Analisis Ekspresi VEGF dengan Klasifikasi Astrositoma
Pada penelitian ini terlihat bahwa dari 25 subjek yang dilakukan
pewarnaan VEGF, mayoritas memiliki ekspresi +4 yaitu 19 subjek (76%), 4
subjek (16%) memiliki ekspresi +3, 1 subjek (4%) memiliki ekspresi +2, dan tidak
ada subjek yang memiliki ekspresi negatif dan +1 (tabel 5.8).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.8 Distribusi ekspresi VEGF terhadap klasifikasi astrositoma
Derajat WHO n (%)

VEG

Total

r (p)

F

I

II

III

IV

+2

0 (0)

0 (0)

1 (25)

0 (0)

1 (4)

+3

1

1 (16.67)

0 (0)

3 (50)

4 (16)

-0,331

5 (83.33)

3 (75)

3 (50)

19 (76)

(0,106)a

6 (24)

4 (16)

6 (24)

25 (100)

(11.11)
+4

8
(88.89)

Total

9 (36)

a

Uji Spearman
Setelah dilakukan analisis statistik, diketahui bahwa nilai signifikansi

ekspresi VEGF terhadap klasifikasi astrositoma adalah p = 0.106 (p > 0.05) dan
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak dijumpai korelasi yang signifikan antara
kedua variabel tersebut (tabel 5.8).

5.4.2 Analisis Ekspresi VEGF dengan Mortalitas
Pada penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas pasien yang meninggal
sebanyak 5 orang (71.43%) memiliki ekspresi VEGF +4, dan 2 orang (28.57%)
memiliki ekspresi VEGF +3. Sedangkan pasien yang hidup mayoritas memiliki
ekspresi +4 yaitu 14 orang (73.68%), +3 sebanyak 3 orang (15.79%) dan +2
sebanyak 1 orang (5.56%, tabel 5.9).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.9 Distribusi ekspresi VEGF terhadap mortalitas
VEGF

Hidup

Meninggal n(%)

Total

p

n(%)
+2

1 (5.56)

0 (0)

1 (4)

+3

3 (15.79)

2 (28.57)

5 (20)

+4

14 (73.68)

5 (71.43)

19 (76)

Total

18 (72)

7 (28)

25 (100)

(0,680)a

a

Uji chi square
Setelah dilakukan analisis statistik, didapatkan nilai signifikansi p = 0.680,

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ditemukan korelasi yang
signifikan antara ekspresi VEGF terhadap mortalitas pasien dengan astrositoma
intrakranial (tabel 5.9).

5.4.3 Hubungan Ekspresi VEGF terhadap Ki-67 labeling index
Setelah dilakukan analisis statistik, ditemukan bahwa nilai signifikansi
antara kedua variabel tersebut adalah p = 0.508, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara ekspresi
VEGF terhadap Ki-67 labeling index (tabel 5.10).

Tabel 5.10. Hubungan ekspresi VEGF dengan Ki-67
Ki-67
VEGF

r (p)
Negatif

Lemah

Kuat

+2

1

0

0

+3

0

2

3

0,139 (0,508)

Universitas Sumatera Utara

+4
a

1

7

11

Uji Spearman

BAB 6
PEMBAHASAN

Astrositoma merupakan jenis tumor glioma terbanyak yaitu sebesar > 75%
dari seluruh glioma. Glioma sendiri merupakan tumor neuroektodermal yang
berasal dari sel neuroglia sustentakular (Thotakurta et al, 2014).
Dalam abad terakhir, klasifikasi tumor otak telah didasarkan pada konsep
histogenesis bahwa tumor dapat diklasifikasikan berdasarkan kesamaan
mikroskopik dengan sel-sel asli yang berbeda dan tingkatan diferensiasi yang
diperikirakan. Karakteristik dari kesamaan histologi ini terutama bergantung pada
gambaran pada mikroskopik cahaya pada potongan yang diwarnai dengan
hematoxylin dan eosin, ekspresi protein-protein tertentu pada imunohistokimia
dan karakteristik utrastruktural (Louis, 2016).
Pada 2007, WHO membuat klasifikasi yang mengelompokkan semua
tumor dengan fenotip astrositik terpisah dengan fenotip oligodendroglial, tidak
masalah apakah beberapa tumor astrositik secara klinis sama atau berbeda. Studi-

Universitas Sumatera Utara

studi dalam dua dekade terakhir telah mengklarifikasi dasar genetik dari
tumorigenesis pada beberapa tumor otak yang biasa dan yang lebih jarang,
meningkatkan kemungkinan bahwa pengetahuan tersebut mungkin terlibat dalam
klasifikasi tumor (Louis, 2016).
Astrositoma diklasifikasikan menjadi empat grade dimana grade I dan
grade II digolongkan menjadi low grade astrositoma, sedangkan grade III dan
grade IV digolongkan menjadi high grade glioma (Tonn et al,2006; Winn ,2011).
Indeks proliferasi merupakan marker poten yang dapat mengestimasi
pertumbuhan dari neoplasma secara kuantitatif dan sangat berguna

untuk

menentukan prognosis pada pasien-pasien dengan neoplasma. Ki-67 secara
kuantitatif terkait dengan mitotik indeks melalui perbedaan dari perbedaan waktu
siklus sel dan dapat menunjukan perbedaan grading malignansi pada tumor-tumor
astrositik. Oleh karena itu Ki-67 diharapkan dapat menjadi parameter proliferasi
yang penting untuk menentukan faktor-faktor prognosis lainnya (Schröder, Feisel,
& Ernestus, 2002).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan suatu vascular
permeability factor (VPF), suatu protein yang disekresikan oleh tumor yang
dimurnikan dari cairan asites yang disekresi oleh karsinoma hepar pada babi yang
menyebabkan kebocoran vaskular. Beberapa karakter VEGF menjelaskan bahwa
molekul ini terutama bertanggung jawab dalam proses angiogenesis di bawah
kondisi fisiologis dan patologis. VEGF bertindak secara spesifik pada sel-sel
endotelial; merupakan suatu mitogen dan suatu faktor kemotaktik untuk sel-sel
endotelial dan menginduksi produksi protease seperti urokinase-type plasminogen
activator dan interstisial collagenase oleh sel-sel endotelial. VEGF meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

permeabilitas

pembuluh

darah

normal

terhadap

protein

plasma

tanpa

menyebabkan cedera sel endotel, degranulasi sel mast, atau respon inflamasi yang
signifikan (Machein & Plate, 2000).
Neovaskularisasi yang nyata merupakan karakter dari banyak neoplasma
pada sistem saraf. Kebanyakan morbiditas dan mortalitas dari neoplasma sistem
saraf ganas atau jinak berhubungan dengan derajat vaskular tumor dan luas edema
vasogenik peritumoral (Machein & Plate, 2000). Bentuk ekspresi dari VEGF dan
reseptornya pada tumor otak mengundikasikan bahwa VEGF mungkin memiliki
peran besar dalam angiogenesis tumor dan pembentukan edema peritumoral yang
berhubungan dengan tumor otak (Licht & Kesbet, 2013).
Pada penelitian ini ditemukan bahwa astrositoma grade I berdasarkan
klasifikasi WHO merupakan jenis astrositoma yang terbanyak yaitu sebesar 36%,
diikuti dengan grade II dan grade IV masing-masing sebesar 24%, dan grade III
sebesar 14%. Hasil ini tidak menyerupai studi sebelumnya dimana insidensi
terbanyak ditemukan pada astrositoma grade II sebesar 39,9% diikuti astrositoma
gr IV sebesar 36,2%, astrositoma grade III sebesar 14,3% dan astrositoma grade I
sebesar 9,5% (Thotakura, 2014). Studi lain mendapatkan insidensi terbanyak
adalah astrositoma grade IV (52%), diikuti astrositoma grade II (21%),
astrositoma grade III (17.1%) dan grade I (9.6%) (Anvari, 2015). Studi oleh Hu
juga memperoleh hasil yang berbeda, di mana insidensi terbanyak adalah
astrositoma derajat II (56 kasus), diikuti derajat III (52 kasus), derajat IV (35
kasus), dan derajat I (9 kasus) dari total 152 kasus astrositoma (Hu, 2013).
Berdasarkan beberapa studi tersebut, insidensi astrositoma berdasarkan derajat
histopatologi masih bervariasi. Hal ini juga dikarenakan belum adanya studi

Universitas Sumatera Utara

epidemiologi tentang kejadian astrositoma di Indonesia secara umum, dan di kota
Medan secara khusus.
Dari 25 subjek tersebut, 10 subjek perempuan dan 15 subjek laki-laki. Jika
dilakukan perbandingan pada kedua jenis kelamin ini didapatkan perbandingan
sebesar laki-laki : perempuan sama dengan 1,5:1, namun secara statistik tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok tersebut (p = 1.000).
Pada tahun 2014 Thotakura melalui studinya memaparkan hal yang sama bahwa
insidensi astrositoma lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan dengan perbandingan laki-laki:perempuan = 1,84:1 (Thotakura, 2014).
Hal ini mendukung literatur-literatur yang sebelumnya menyebutkan bahwa
astrositoma lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
(Winn, 2011).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa klasifikasi WHO memiliki peranan
pada mortalitas dengan hasil signifikansi p=0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan
terdapat ada hubungan yang signifikan antara klasifikasi WHO dengan prognosis
dari pasien. Sama dengan studi yang dilakukan oleh Anvari et al, menyimpulkan
bahwa derajat WHO klasifikasi astrositoma berhubungan dengan mortalitas
(Anvari, 2016).
Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara ekspresi
Ki-67 Li terhadap jenis kelamin (p = 0.483). Hal ini sama dengan studi yang
dilakukan oleh Darweesh et al yang menyimpulkan bahwa tidak ditemukan
hubungan yang bermakna antara ekspresi Ki-67 terhadap jenis kelamin (p =
0.481) (Darweesh, M.F, 2016).

Universitas Sumatera Utara

Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa ekspresi Ki-67 tidak memiliki
peranan pada klasifikasi astrositoma dengan hasil signifikansi p=0,076 (p>0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persentase
Ki-67 dengan klasifikasi astrositoma intrakranial. Hal ini tidak sesuai dengan
publikasi-publikasi yang telah dilakukan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara Ki-67 dengan derajat klasifikasi
astrositoma. Publikasi oleh Johannessen et al (2006) memaparkan bahwa nilai ki67 semakin meningkat dengan meningkatnya derajat klasifikasi WHO. Hal ini
disebabkan oleh karena Ki-67 dapat menilai aktifitas proliferasi dari sel-sel tumor
sehingga semakin tinggi nilai Ki-67 maka semakin meningkat derajat keganasan
dari tumor tersebut (Johannessen, 2006). Dari studi yang dilakukan oleh
Thotakura pada tahun 2014 juga didapatkan hasil yang serupa (Thotakura, 2014).
Pada penelitian ini juga tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara
ekspresi Ki-67 terhadap mortalitas (p = 0.512). Hal ini tidak sesuai dengan
publikasi-publikasi yang telah dilakukan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara Ki-67 dengan prognosis pasien-pasien
penderita astrositoma. Pada tahun 1994, Sallinen menyimpulkan bahwa
sensitifitas dan spesifisitas yang terbaik didapatkan pada nilai Ki-67 sebesar 8%
dan Ki-67 dikatankan memiliki potensi untuk menilai prognosis yang kuat dengan
angka 15,3% sebagai batas. Pada studi yang dilakukan oleh Di pada tahun 1997
menyimpulkan bahwa nilai Ki-67 20% memiliki resiko kematian 2,2 kali lebih

Universitas Sumatera Utara

besar dibandingkan dengan pasien-pasien penderita astrositoma dengan nilai Ki67 75% berhubungan secara signifikan
terhadap Ki-67 (p = 0.023) (Djordjevic, 2007). Studi yang dilakukan oleh Mineta
et al pada 2002 pada 109 pasien dengan karsinoma sel skuamosa lidah,
menemukan bahwa VEGF berkorelasi dengan Ki-67 secara signifikan. Ekspresi
VEGF juga berhubungan secara signifikan terhadap stadium lanjut dan VEGF
merupakan prediktor independen terhadap relapse free survival (RFS) (Hiroyuki,
2002). Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Ji et al pada studi yang
dilakukannya pada 45 pasien dengan karsinoma kelenjar air liur pada 2003, bahwa
tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara ekspresi VEGF terhadap Ki-67
dan VEGF juga merupakan fator prognostik independen pada karsinoma kelenjar
liur (Lim, 2003). Studi yang dilakukan oleh Sun et al pada pasien-pasien dengan

Universitas Sumatera Utara

karsinoma sel skuamosa laring menemukan bahwa ditemukan korelasi yang
positif antara VEGF dan Ki-67. Namun Bao et al melalui studi yang dilakukannya
tentang hubungan Ki-67 dengan p53, VEGF dan C-erbB-2 menemukan bahwa
tidak ditemukan korelasi bermakna antara Ki-67 dengan VEGF, namun koekspresi dari Ki-67 dan VEGF berhubungan dengan ukuran tumor dan stadium
klinis (Li et al., 2004).
Sebagai limitasi dari penelitian ini adalah tidak adanya pembatasan usia
pada pengambilan subjek, mengingat bahwa sifat biologis yang mendasari
astrositoma anak berbeda dengan dewasa. Limitasi berikutnya adalah perhitungan
subjek dihitung dengan total sampling, sehingga perhitungan statistik tidak sesuai.
Jumlah subjek yang high grade sedikit dan tidak dilakukan pemeriksaan
angiografi untuk menilai pembuluh darah pada tumor karena tindakan
pembedahan yang dilakukan bersifat urgency juga menjadi limitasi pada
penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
1. Tidak ditemukan hubungan ekspresi VEGF terhadap Ki-67 labeling index
pada penderita astrositoma, p = 0.508 (p>0.05)
2. Tidak terdapat hubungan antara klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO
dengan jenis kelamin penderita astrositoma, p = 1,000 (p>0.05)
3. Terdapat hubungan antara klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO
dengan mortalitas penderita astrositoma, p = 0,001 (p0.05)
5. Tidak ada hubungan antara indeks proliferasi berdasarkan nilai Ki-67
dengan mortalitas penderita astrositoma, p = 0,512 (p>0.05)

Universitas Sumatera Utara

6. Tidak

ditemukan

hubungan

ekspresi

VEGF

terhadap

klasifikasi

astrositoma berdasarkan WHO, p = 0.704 (p>0.05)
7. Tidak ditemukan hubungan ekspresi VEGF terhadap mortalitas penderita
astrositoma, p = 0.680 (p>0.05)

7.2 Saran
1. Jumlah subjek yang diambil sebaiknya dihitung berdasarkan perhitungan besar
subjek merujuk pada penelitian sebelumnya

Universitas Sumatera Utara