Formulasi dan Efektivitas Minyak Bekatul Sebagai Pelembab pada Sediaan Krim Tangan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Padi

Padi adalah tanaman pangan berupa rumput berumpun yang banyak dijadikan sebagai bahan makanan pokok didunia. Indonesia juga termasuk salah satu produsen padi terbesar di dunia (Rofi’ie, 2011). Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman semusim, berakar serabut, batang sangat pendek, struktur berupa batang yang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna dengan pelepah tegak, berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam (Wikipedia, 2015).

2.1.1 Taksonomi tanaman padi

Sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman padi diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales


(2)

Familia : Poaceae Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa. 2.1.2 Uraian bekatul

Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi. Pada proses penggilingan beras pecah kulit diperoleh hasil samping dedak 8-9% dan bekatul sekitar 2-3% (Damayathi, dkk., 2007). Menurut BPS, angka produksi padi di Indonesia tahun 2014 mencapai 70,83 juta ton gabah kering giling. Sebagai perbandingannya di Amerika Serikat bahwa 10% dari total produksi padi dapat menghasilkan bekatul, sehingga jika konversi dari 70,83 juta ton produksi padi nasional maka diperkirakan akan dapat menghasilkan 7,0 juta ton bekatul (Michwan, 2008).

2.1.3 Manfaat dan kandungan minyak bekatul

Minyak bekatul atau yang dikenal dengan rice bran oil merupakan minyak hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul merupakan salah satu jenis minyak yang memiliki kandungan nutrisi tinggi serta berbagai macam asam lemak yaitu asam oleat 35,1- 46,7%, linoleat 25,3- 38,2%, palmitat 12,0- 26,0%, dan stearat 0,5- 3,0%, senyawa- senyawa biologis aktif dan senyawa- senyawa antioxidan seperti: oryzanol, tocopherol, tocotrienol, phytosterol, polyphenol dan squalene (Nasir, dkk., 2009).

Menurut definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul (polish) adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat


(3)

penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul saja. Bekatul kaya dengan protein, mineral, lemak, vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B5, B6, dan B15) serta serat pencernaan (dietary fibres) (Sulistiawati, dkk., 2012).

Manfaat dari kandungan oryzanol antara lain adalah sebagai agen antioksidan yang hanya terdapat pada minyak bekatul, sangat kuat dalam mencegah oksidasi, menurunkan penyerapan kolesterol, menghambat waktu monopause serta lebih efektif mencegah radikal bebas dibanding vitamin E. Kandungan oryzanol di dalam minyak bekatul jumlahnya dapat mencapai 10-20 kali lebih banyak dibandingkan total kandungan tokoferol dan tokotrienol (Hapsari, dkk., 2013).

Minyak bekatul juga mengandung asam ferulat, yang telah telah diketahui secara luas sebagai antioksidan dan bahan fotoprotektif. Asam ferulat akan melindungi asam lemak melawan kerusakan oksidasi yang disebabkan oleh berbagai jenis polutan, dan radikal bebas yang dibentuk selama proses metabolisme tubuh. Asam ferulat juga dapat bekerja secara sinergis dengan komponen antioksidan lain, seperti vitamin C, dan betakaroten, untuk menghilangkan radikal bebas, peroksida, dan zat berbahaya potensial lain (Michwan, 2008).

2.2 Kulit

Kulit menutupi dan melindungi tubuh dari perusak eksternal dan dari kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2. Ketebalan kulit tergantung umur, jenis kelamin, dan tempat tinggalnya. Kulit


(4)

terluar terbagi dalam tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. Berbagai tambahan, seperti rambut, kuku, dan kelenjar (keringat dan sebaseus) juga terdapat pada kulit (Mitsui, 1997).

2.2.1 Struktur kulit

Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda- beda, yaitu lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan subkutan (hipodermis) (Guyton dan Hall, 1996).

a. Epidermis

Lapisan ini terletak pada bagian paling luar atau paling atas (tipis sekitar 0,001 inci) dan sebgaian besar terdiri dari sel-sel mati. Lapisan epidermis terdiri atas lima lapisan sel, yaitu: stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum, dan stratum korneum (Guyton dan Hall, 1996). b. Dermis

Dermis tersusun atas pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat, akar rambut, otot penegak rambut, dan kelenjar sebaseus (Guyton dan Hall, 1996). Kelenjar sebaseus menghasilkan minyak kulit (sebum) yang berguna meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering. Kelenjar ini terdapat diseluruh kulit, kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Hipodermis

Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel- sel penyimpan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain. Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk melindungi tubuh dari benturan- benturan fisik serta berperan pula dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila


(5)

makan berlebihan. Sebaliknya, bila tubuh memerlukan energi atau kalori ekstra, maka lapisan ini akan memberikan energi atau kalori dengan cara memecah simpanan lemaknya (Guyton dan Hall, 1996).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit adalah organ yang memiliki berbagai fungsi penting, yaitu: a. Pelindung/Proteksi

Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi UV (Mitsui, 1997).

b. Pengaturan Suhu Tubuh/Termoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah melalui kulit dengan dilatasi dan kontriksi kapiler darah kulit dengan penguapan uap air (Mitsui, 1997).

c. Persepsi Pancaindera

Kulit merasakan perubahan pada lingkungan eksternal dan bertanggung jawab untuk sensasi kulit. Kulit memiliki berbagai reseptor, sehingga dapat merasakan tekanan, sentuhan, suhu dan nyeri (Mitsui, 1997).

d. Penyerapan/Absorpsi

Berbagai senyawa diabsorpsi melalui kulit kedalam tubuh. Ada dua jalur absorpsi, satu melalui epidermis dan yang lainnya melalui kelenjar sebaseus pada folikel rambut. Senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi melalui kulit karena


(6)

adanya sawar (barier) terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan tanduk (Mitsui, 1997).

e. Fungsi lain

Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan (pucat dan bulu kuduk berdiri tegak) dan digambarkan sebagai organ yang menunjukkan emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar UV terhadap prekursor vitamin D dalam kulit (Mitsui, 1997).

2.2.3 Pentingnya melembabkan kulit

Ada berbagai faktor, baik dari luar tubuh (eksternal) maupun dari dalam tubuh (internal), yang dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, antara lain: udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut. Faktor- faktor tersebut dapat menyebabkan kulit menjadi lebih kering akibat dari kehilangan air oleh penguapan yang tidak disadari (Fajriyah, 2011). Secara alamiah, kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit (Tranggono dan latifah, 2007).

Kandungan air di dalam stratum korneum, meskipun sedikit (hanya 10%), sangat penting. Air yang terkandung dalam stratum korneum sangat berpengaruh pada kelembutan dan elastisitas stratum korneum (Tranggono dan latifah, 2007).

Jika kandungan air dari stratum korneum semakin sedikit, maka semakin rendah elastisitas jaringan stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah-pecah, membentuk retak-retak mendalam mirip huruf V. Jika bahan-bahan asing, seperti sisa sabun, kotoran dan mikroorganisme masuk dan menumpuk dalam celah V ini,


(7)

maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak akan menimbulkan iritasi dan peradangan yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetika pelembab kulit untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebakan kekeringan dan retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan latifah, 2007).

2.3 Emulsi

Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan terdipersi dalam bentuk globul dalam cairan lainnya (Anief, 2004).

Emulsi mengandung bahan obat cair atau larutan obat,terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi biasanya mengandung dua zat yang tidak tercampur, yaitu air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar diperoleh emulsi yang stabil (Anief, 2004).

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase dispersi merupakan fase yang tidak tercampur dengan air, dan air merupakan fase kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air dalam minyak (a/m). Pada umumnya, sebagian besar kosmetika yang beredar adalah sistem minyak dalam air karena mudah menyebar pada pemukaan kulit. Dengan pemilihan formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket (Ditjen POM, 1985).

Keuntungan dari tipe emulsi m/a menurut Voigt, 1994, adalah: 1. Mampu menyebar dengan baik pada kulit


(8)

2. Memberi efek dingin terhadap kulit 3. Bersifat lembut

4. Mudah dicuci dengan air, sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit. Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase. Secara umum, ada 3 pola kerusakan emulsi, yaitu:

1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan emulsi yang lebih encer, masing-masing mengandung lemak berkisar 30-35% dan 8-10% (Ditjen POM, 1985).

2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fase, antara lain: konsentrasi volume kedua fase, sifat, dan jumlah zat pengemulsi (Ditjen POM, 1985).

3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu:

a. Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan membentuk kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi sempurna (Ditjen POM, 1985).

b. Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok partikel dispersi membentuk kelompok yang lebih besar, yang sifatnya irreversibel, secara visual terlihat memisah, tetapi jika dikocok kuat akan terdispersi sempurna (Ditjen POM, 1985).


(9)

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme. Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat dan protein sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur dan bakteri lain (Rawlins, 1977).

2.4 Kosmetika Untuk Kulit

Kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.

Dalam defenisi kosmetika di atas, yang dimaksudkan dengan ‘tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit’ adalah sediaan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun, bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia, meskipun berasal dari alam dan organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu kosmetika itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Tujuan penggunaan kosmetika pada masyarakat adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui riasan, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan dini dan secara umum, membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (Mitsui, 1997).


(10)

2.4.1 Kosmetika pelembab

Kosmetika pelembab (moisturizers) termasuk kosmetika perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).

Kandungan air dalam sel-sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi penguapan air yang berlebihan maka nilai kandungan air tersebut berkurang. Cara mencegah penguapan air dari sel kulit adalah (Wasitaatmadja, 1997):

1. Oklusif, yaitu: Menutup permukaan kulit dengan lapisan minyak tipis..

2. Humektan,yaitu: Zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit, sehingga mempertahankan kelembaban kulit dan mencegah kulit kering.

3. Emollien, yaitu: memberikan kesan lembab dan lentur pada tekstur kulit. Kosmetika pelembab dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu: kosmetika pelembab berdasarkan lemak dan kosmetika pelembab berdasarkan gliserol atau sejenisnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

a. Kosmetika Pelembab berdasarkan lemak

Kosmetika pelembab tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Viskositas lemak tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar ke mana-mana di permukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan terlalu berminyak. Pelembab ini harus dapat menutup daerah-daerah tertentu


(11)

permukaan kulit, menutup tepi-tepi tajam sisik stratum korneum, mencegah masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit, dan mencegah penguapan air dari kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar kongesti perspirasi dan pengeluaran panas badan tetap terjadi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Dalam formulasi krim tangan dan krim cair, asam stearat adalah asam lemak pilihan yang digunakan sebagai emolien. Asam stearat bersifat oklusif, tetapi berbeda dengan emolien yang bersifat oklusif lain, karena secara alami kering dan tidak berminyak (Balsam, 1972).

b. Kosmetika pelembab yang didasarkan pada gliserol atau sejenisnya Preparat jenis ini akan mengering di permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit tampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum korneum kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4.2 Krim tangan

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI, sediaan krim tangan termasuk penggolongan kosmetika bagian preparat perawatan kulit. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1985).

Sediaan krim tangan harus mengandung suatu bahan pelembab untuk tangan yang secara konstan terpapar dengan sabun, air dan detergen. Sediaan ini seharusnya juga mengandung minyak dan meninggalkan rasa lembut di kulit, tetapi tidak boleh terlalu berminyak (Young, 1972).


(12)

Suatu sediaan krim tangan dikatakan baik apabila fungsinya dapat melembutkan kulit, menjaga keseimbangan kulit, dapat dipakai dengan mudah dan dapat disapukan dengan cepat pada permukaan kulit, tidak meninggalkan selaput yang retak- retak pada pemakaiannya, tidak mempengaruhi pengeluaran keringat, mempunyai bau, warna dan kestabilan fisik yang baik (Balsam, 1972).

Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan krim tangan mencakup zat emolien, zat sawar (barier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan (pelembab), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).

Komponen krim tangan yang digunakan yaitu: a. Asam Stearat

Pemeriannya yaitu keras, berwarna putih atau kuning pucat, agak mengkilap, kristal padat atau serbuk putih atau putih kekuningan, bau lemah atau berasa lemak. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam benzena, kloroform dan eter; larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur 69-70oC. Penggunaannya dalam sediaan topikal sebesar 1-20%, meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Tidak hanya itu, asam stearat juga digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika direaksikan dengan basa (Rowe, dkk., 2009).

b. Setil Alkohol

Setil alkohol berbentuk lilin, lempengan putih, granul atau dadu. Memiliki bau yang lemah dan tidak berasa. Kelarutannya yaitu larut dalam etanol (95%) dan eter, tidak larut dalam air, larut saat dilebur dengan minyak, parafin cair dan padat dengan titik lebur 45-520C. Dalam losion, krim dan salep, digunakan karena


(13)

sifat emoliennya dan sebagai bahan pengemulsi. Setil alkohol meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Sebagai emolien dan emulgator, digunakan dalam konsentrasi 2-5%. Sebagai pengental dalam krim dan losion, biasanya digunakan dengan konsentrasi di bawah 1% (Rowe, dkk., 2009).

c. Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan adalah sabun trietanolamin- stearat yang termasuk pengemulsi anionik. Kelebihan dari pengemulsi ini adalah lebih lembut dan lebih mudah larut dari pada natrium atau kalium stearat.Sabun trietanolamin- stearat menghasilkan emulsi yang stabil. Sedangkan pengemulsi natrium stearat akan menghasilkan krim yang pada awalnya memiliki konsistensi yang sangat keras. Pada penyimpanan, konsistensinya menjadi lebih lunak dan akhirnya sangat pekat. Hal ini dikarenakan natrium stearat tidak larut sempurna dalam air pada temperatur rendah (Balsam, 1972).

Trietanolamin merupakan cairan kental yang bening, tidak berwarna sampai kuning pucat dan memiliki bau ammoniak yang lemah, bersifat sangat higroskopis, memiliki titik lebur 20- 250C dan pH 10,5. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air, metanol dan aseton. Digunakan sebagai bahan pengemulsi dengan konsentrasi 0,5-3%, menambah kebasaan dan sebagai humektan (Rowe, dkk., 2009).

d. Pengawet

Pengawet yang digunakan adalah metil paraben (nipagin). Metil paraben berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut


(14)

dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air 80oC. Penggunaan dalam sediaan topikal sebanyak 0,02-0,3% sebagai antimikroba, efektif pada pH 4-8 (Rowe, dkk., 2009).

e. Butilhidroksitoluen (BHT)

Butilhidroksitoluen merupakan serbuk atau kristal padat putih atau kuning pucat dengan bau fenol lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan alkali hidrosida; larut dalam etanol, eter, metanol, benzen, toluen dan minyak mineral. Titik leburnya adalah 70oC. Dalam sediaan topikal, digunakan sebagai antioksidan, untuk menghambat atau mencegah ketengikan oksidatif dari lemak dan minyak, dan mencegah hilangnya aktivitas vitamin larut minyak, penggunaannya sebanyak 0,0075-0,1% (Rowe, dkk., 2009).

f. Minyak lavender

Minyak lavender diekstraksi melalui proses penyulingan uap dari bunga lavender, memiliki berat jenis 0,885 g/ml. Sejak lama, telah digunakan di aroma terapi dan produksi parfum.

2.5 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk


(15)

untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.5.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan Skin analyzer, yaitu:

a. Moisture (Kadar air)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur. 2.5.2 Parameter pengukuran

Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan Skin analyzer dapat dilihat kriterianya pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture (Kelembaban)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-50 51-100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (Pori) Kecil Beberapa besar Sangat besar

0-19 20-39 40-100

Spot (Noda) Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (Keriput)

Tidak keriput Berkeriput Banyak keriput


(1)

2.4.1 Kosmetika pelembab

Kosmetika pelembab (moisturizers) termasuk kosmetika perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).

Kandungan air dalam sel-sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi penguapan air yang berlebihan maka nilai kandungan air tersebut berkurang. Cara mencegah penguapan air dari sel kulit adalah (Wasitaatmadja, 1997):

1. Oklusif, yaitu: Menutup permukaan kulit dengan lapisan minyak tipis..

2. Humektan,yaitu: Zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit, sehingga mempertahankan kelembaban kulit dan mencegah kulit kering.

3. Emollien, yaitu: memberikan kesan lembab dan lentur pada tekstur kulit. Kosmetika pelembab dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu: kosmetika pelembab berdasarkan lemak dan kosmetika pelembab berdasarkan gliserol atau sejenisnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

a. Kosmetika Pelembab berdasarkan lemak

Kosmetika pelembab tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Viskositas lemak tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar ke mana-mana di permukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan terlalu berminyak. Pelembab ini harus dapat menutup daerah-daerah tertentu


(2)

permukaan kulit, menutup tepi-tepi tajam sisik stratum korneum, mencegah masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit, dan mencegah penguapan air dari kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar kongesti perspirasi dan pengeluaran panas badan tetap terjadi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Dalam formulasi krim tangan dan krim cair, asam stearat adalah asam lemak pilihan yang digunakan sebagai emolien. Asam stearat bersifat oklusif, tetapi berbeda dengan emolien yang bersifat oklusif lain, karena secara alami kering dan tidak berminyak (Balsam, 1972).

b. Kosmetika pelembab yang didasarkan pada gliserol atau sejenisnya

Preparat jenis ini akan mengering di permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit tampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum korneum kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4.2 Krim tangan

Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI, sediaan krim tangan termasuk penggolongan kosmetika bagian preparat perawatan kulit. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM, 1985).

Sediaan krim tangan harus mengandung suatu bahan pelembab untuk tangan yang secara konstan terpapar dengan sabun, air dan detergen. Sediaan ini seharusnya juga mengandung minyak dan meninggalkan rasa lembut di kulit, tetapi tidak boleh terlalu berminyak (Young, 1972).


(3)

Suatu sediaan krim tangan dikatakan baik apabila fungsinya dapat melembutkan kulit, menjaga keseimbangan kulit, dapat dipakai dengan mudah dan dapat disapukan dengan cepat pada permukaan kulit, tidak meninggalkan selaput yang retak- retak pada pemakaiannya, tidak mempengaruhi pengeluaran keringat, mempunyai bau, warna dan kestabilan fisik yang baik (Balsam, 1972).

Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan krim tangan mencakup zat emolien, zat sawar (barier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan (pelembab), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).

Komponen krim tangan yang digunakan yaitu: a. Asam Stearat

Pemeriannya yaitu keras, berwarna putih atau kuning pucat, agak mengkilap, kristal padat atau serbuk putih atau putih kekuningan, bau lemah atau berasa lemak. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam benzena, kloroform dan eter; larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur 69-70oC. Penggunaannya dalam sediaan topikal sebesar 1-20%, meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Tidak hanya itu, asam stearat juga digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika direaksikan dengan basa (Rowe, dkk., 2009).

b. Setil Alkohol

Setil alkohol berbentuk lilin, lempengan putih, granul atau dadu. Memiliki bau yang lemah dan tidak berasa. Kelarutannya yaitu larut dalam etanol (95%) dan eter, tidak larut dalam air, larut saat dilebur dengan minyak, parafin cair dan padat dengan titik lebur 45-520C. Dalam losion, krim dan salep, digunakan karena


(4)

sifat emoliennya dan sebagai bahan pengemulsi. Setil alkohol meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi. Sebagai emolien dan emulgator, digunakan dalam konsentrasi 2-5%. Sebagai pengental dalam krim dan losion, biasanya digunakan dengan konsentrasi di bawah 1% (Rowe, dkk., 2009).

c. Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan adalah sabun trietanolamin- stearat yang termasuk pengemulsi anionik. Kelebihan dari pengemulsi ini adalah lebih lembut dan lebih mudah larut dari pada natrium atau kalium stearat.Sabun trietanolamin- stearat menghasilkan emulsi yang stabil. Sedangkan pengemulsi natrium stearat akan menghasilkan krim yang pada awalnya memiliki konsistensi yang sangat keras. Pada penyimpanan, konsistensinya menjadi lebih lunak dan akhirnya sangat pekat. Hal ini dikarenakan natrium stearat tidak larut sempurna dalam air pada temperatur rendah (Balsam, 1972).

Trietanolamin merupakan cairan kental yang bening, tidak berwarna sampai kuning pucat dan memiliki bau ammoniak yang lemah, bersifat sangat higroskopis, memiliki titik lebur 20- 250C dan pH 10,5. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air, metanol dan aseton. Digunakan sebagai bahan pengemulsi dengan konsentrasi 0,5-3%, menambah kebasaan dan sebagai humektan (Rowe, dkk., 2009).

d. Pengawet

Pengawet yang digunakan adalah metil paraben (nipagin). Metil paraben berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut


(5)

dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air 80oC. Penggunaan dalam sediaan topikal sebanyak 0,02-0,3% sebagai antimikroba, efektif pada pH 4-8 (Rowe, dkk., 2009).

e. Butilhidroksitoluen (BHT)

Butilhidroksitoluen merupakan serbuk atau kristal padat putih atau kuning pucat dengan bau fenol lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan alkali hidrosida; larut dalam etanol, eter, metanol, benzen, toluen dan minyak mineral. Titik leburnya adalah 70oC. Dalam sediaan topikal, digunakan sebagai antioksidan, untuk menghambat atau mencegah ketengikan oksidatif dari lemak dan minyak, dan mencegah hilangnya aktivitas vitamin larut minyak, penggunaannya sebanyak 0,0075-0,1% (Rowe, dkk., 2009).

f. Minyak lavender

Minyak lavender diekstraksi melalui proses penyulingan uap dari bunga lavender, memiliki berat jenis 0,885 g/ml. Sejak lama, telah digunakan di aroma terapi dan produksi parfum.

2.5 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi


(6)

untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.5.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan Skin analyzer, yaitu:

a. Moisture (Kadar air)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

2.5.2 Parameter pengukuran

Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan Skin analyzer dapat dilihat kriterianya pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture (Kelembaban)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-50 51-100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (Pori) Kecil Beberapa besar Sangat besar

0-19 20-39 40-100

Spot (Noda) Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (Keriput)

Tidak keriput Berkeriput Banyak keriput