Formulasi Sediaan Krim Cair Tangan Dan Badan Menggunakan Sari Tomat (Solanum Lycopersicum) Sebagai Bahan Pelembab

(1)

FORMULASI SEDIAAN KRIM CAIR TANGAN DAN BADAN

MENGGUNAKAN SARI TOMAT (

Solanum lycopersicum

)

SEBAGAI BAHAN PELEMBAB

SKRIPSI

OLEH: CHRISTINE NIM 091501044

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FORMULASI SEDIAAN KRIM CAIR TANGAN DAN BADAN

MENGGUNAKAN SARI TOMAT (

Solanum lycopersicum

)

SEBAGAI BAHAN PELEMBAB

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: CHRISTINE NIM 091501044

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN KRIM CAIR TANGAN DAN BADAN

MENGGUNAKAN SARI TOMAT (

Solanum lycopersicum

)

SEBAGAI BAHAN PELEMBAB

OLEH:

CHRISTINE NIM 091501044

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 7 Februari 2014 Pembimbing I,

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Pembimbing II,

Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 194901131976032001

Panitia Penguji,

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 130672239

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

Medan, April 2014

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Krim Cair Tangan dan Badan Menggunakan Sari Tomat (Solanum lycopersicum) Sebagai Bahan Pelembab”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universita Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan Dra. Saodah, M.Sc., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan petunjuk, perhatian, saran dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritikan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Farmasetika Dasar dan Bapak Prof. Dr. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku Kepala Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada orang tua, Ayahanda Wendy AW dan Ibunda Tok Sioe Mei, atas doa dan dukungan baik


(5)

moril maupun materil, serta Fransiska dan Iwan atas doa, dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada teman-teman seangkatan yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan saran, dukungan, dan doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, 7 Februari 2013

Penulis,

Christine


(6)

FORMULASI SEDIAAN KRIM CAIR TANGAN DAN BADAN

MENGGUNAKAN SARI TOMAT (

Solanum lycopersicum

)

SEBAGAI BAHAN PELEMBAB

ABSTRAK

Tomat merupakan sumber vitamin A, B, C, dan E, sejumlah mineral penting dan pigmen alami yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Tomat mempunyai beberapa manfaat untuk perawatan kulit sehingga kulit lebih sehat dan cantik. Vitamin A dan karoten dalam tomat dapat meningkatkan kandungan air pada kulit. Oleh karena itu kelembapan kulit akan terjaga dan kulit tidak akan menjadi kering. Telah dilakukan penelitian sari tomat (Solanum lycopersicum) yang diformulasi dalam sediaan krim cair sebagai pelembab. Tujuan penelitian untuk mengetahui manfaat sari tomat sebagai pelembab dan dapat diformulasi dalam bentuk sediaan krim cair tipe emulsi m/a.

Tomat dijus dengan menggunakan juicer. Sari tomat dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer pada suhu -40°C dan tekanan 2 atm. Dibuat sediaan krim cair dengan konsentrasi sari tomat yang digunakan adalah 2, 4, 6, dan 8% kemudian sediaan dibandingkan dengan sediaan blanko (dasar krim) dan gliserin 2%. Pengujian yang dilakukan terhadap sediaan adalah pemeriksaan mutu fisik meliputi uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, viskositas, pengamatan stabilitas sediaan (yang meliputi perubahan bau, warna dan pecah tidaknya emulsi selama 12 minggu), penentuan pH, uji iritasi terhadap kulit dan uji kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari tomat dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8% dapat diformulasi menjadi sediaan krim cair dengan tipe emulsi m/a. Uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim cair tangan dan badan yang dihasilkan adalah homogen. pH sediaan berkisar 6,2 - 6,6. Sediaan tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Data pengamatan stabilitas sediaan menunjukkan bahwa sediaan yang mengandung sari tomat 2% dan 4% tetap stabil hingga minggu ke-12 sedangkan untuk sediaan yang mengandung sari tomat 6% dan 8% mengalami perubahan bau. Hasil uji kemampuan krim dalam mengurangi penguapan air dari kulit dengan konsentrasi sari tomat 2; 4; 6; 8%; krim yang mengandung gliserin 2%; dan dasar krim adalah 28,44; 33,64; 37,95; 40,39; 39,66; dan 23,59%. Sediaan yang mengandung sari tomat 8% memiliki kemampuan mengurangi penguapan air dari kulit yang lebih besar dari sediaan pembanding. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sari tomat dapat diformulasikan menjadi sediaan krim cair tipe emulsi m/a dan sediaan mampu mengurangi penguapan air dari kulit.

Kata kunci: Sari tomat (Solanumlycopersicum), krim cair, pelembab, perawatan kulit


(7)

THE FORMULATION OF HAND AND BODY LOTION USING TOMATO JUICE (Solanum lycopersicum) AS A MOISTURIZING AGENT

ABSTRACT

Tomato is a source of vitamin A, B, C, and E, some minerals and pigments which have ability as an antioxidant. Tomato has some advantages for skin care in order to create more healthy and beautiful skin. Vitamin A and carotene in tomato are able to elevate water contents on skin. Moisture levels will be maintained and skin would not be dry. A research had been conducted to formulate the tomato juice (Solanum lycopersicum) into a hand and body lotion as a moisturizing agent. The research purposes were to determine the ability of tomato juice as a moisturizing agent and to formulate into lotion with o/w emulsion type.

Tomato juice was obtained by using a juicer. Tomato juice was dried using freeze dryer at -40°C temperature and 2 atm pressure. The concentrations of tomato juice were used are 2, 4, 6, and 8% and then they were compared with blank product and a product which contains 2% glycerin. Some tests were performed on the product were physical quality inspection including homogeneity test, determinate the type of emulsion, product’s viscosity, product’s stability examination (such as the changes of odor, color and the consistency for 12 weeks), pH determination, skin irritation test and the ability of the product to reduce water evaporation from the skin using 12 volunteers.

The concentration of tomato juice 2, 4, 6 and 8% show that the type of emulsion was o/w. Result from homogeneity test showed that hand and body lotion were homogenous. The pH of product which contains tomato juice were 6.2 – 6.6. The product didn’t cause any irritations to the skin. Product’s stability examination data showed that product which contains 2% and 4% tomato juice remained stable until week 12 while preparate contains 6% and 8% tomato juice experienced the change of odor. Result of the ability of preparations to reduce water evaporation from skin at concentration of tomato juice 2, 4, 6, 8%, lotion containing 2% glycerin, and blank product were 28.44, 33.64, 37.95, 40.39, 39.66, and 23.59%. Compare with product which contains glycerin, the ability of 8% tomato juice for reducing water evaporation from skin is better. The conclusions of this research are tomato juice can be formulated into lotion with o/w emulsion type and the preparation has the ability of reducing water evaporation from skin. Key words: Tomato juice (Solanum lycopersicum), lotion, moisturizer, skin care


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tomat ... 5

2.1.1 Sistematika tanaman tomat ... 5

2.1.2 Manfaat dan kandungan tomat ... 6

2.2 Kulit ... 7


(9)

2.2.3 Pentingnya melembabkan kulit ... 11

2.3 Emulsi ... 12

2.3.1 Stabilitas emulsi ... 13

2.4 Kosmetik untuk Kulit ... 14

2.4.1 Kosmetik pelembab ... 14

2.4.2 Jenis kosmetik pelembab ... 16

2.5 Krim Cair Tangan dan Badan ... 17

2.5.1 Bahan-bahan dalam sediaan krim cair tangan dan badan ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat-alat ... 21

3.2 Bahan-bahan ... 21

3.3 Sukarelawan ... 21

3.4 Prosedur Kerja ... 22

3.4.1 Pengumpulan sampel ... 22

3.4.2 Identifikasi sampel ... 22

3.4.3 Pembuatan sari tomat ... 22

3.4.4 Formulasi sediaan krim cair tangan dan badan ... 22

3.4.4.1 Formula standar ... 22

3.4.4.2 Formula modifikasi ... 23

3.4.4.3 Pembuatan sediaan krim cair tangan dan badan ... 24

3.5 Pemeriksaan Terhadap Sediaan ... 24

3.5.1 Pemeriksaan homogenitas ... 24


(10)

3.5.3 Pengukuran pH sediaan ... 25

3.5.4 Penentuan stabilitas sediaan ... 25

3.5.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 25

3.5.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ... 26

3.5.7 Pengukuran viskositas sediaan ... 27

3.5.8 Pengukuran angka lempeng total ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Hasil Pembuatan Sari Tomat ... 28

4.2 Pemeriksaan terhadap Sediaan ... 28

4.2.1 Pemeriksaan homogenitas ... 28

4.2.2 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 28

4.2.3 Pengukuran pH sediaan ... 29

4.2.4 Penentuan stabilitas sediaan ... 30

4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 32

4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ... 33

4.2.7 Pengukuran viskositas sediaan ... 35

4.2.8 Pengukuran angka lempeng total sediaan ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kandungan nilai gizi dan kalori pada sari dan buah tomat

per 100 gram ... 7

Tabel 2 Formula krim cair yang dibuat ... 23

Tabel 3 Data penentuan tipe emulsi sediaan ... 29

Tabel 4 Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat ... 29

Tabel 5 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama 12 minggu ... 30

Tabel 6 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu ... 31

Tabel 7 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 33

Tabel 8 Data pengurangan penguapan air dari kulit ... 34

Tabel 9 Data pengukuran viskositas absolut sediaan ... 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Gambar sediaan krim cair tangan dan badan ... 40

Lampiran 2 Gambar tomat ... 41

Lampiran 3 Gambar sari tomat kering ... 41

Lampiran 4 Gambar juicer ... 42

Lampiran 5 Gambar alat freeze dryer ... 43

Lampiran 6 Gambar viskometer Brookfield ... 44

Lampiran 7 Gambar spindle ... 44

Lampiran 8 Gambar pH meter ... 45

Lampiran 9 Gambar uji kelarutan metilen biru ... 46

Lampiran 10 Gambar rangkaian alat yang digunakan pada pengujian penguapan air pada kulit ... 47

Lampiran 11 Perhitungan dan data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ... 48

Lampiran 12 Hasil determinasi ... 53


(13)

FORMULASI SEDIAAN KRIM CAIR TANGAN DAN BADAN

MENGGUNAKAN SARI TOMAT (

Solanum lycopersicum

)

SEBAGAI BAHAN PELEMBAB

ABSTRAK

Tomat merupakan sumber vitamin A, B, C, dan E, sejumlah mineral penting dan pigmen alami yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Tomat mempunyai beberapa manfaat untuk perawatan kulit sehingga kulit lebih sehat dan cantik. Vitamin A dan karoten dalam tomat dapat meningkatkan kandungan air pada kulit. Oleh karena itu kelembapan kulit akan terjaga dan kulit tidak akan menjadi kering. Telah dilakukan penelitian sari tomat (Solanum lycopersicum) yang diformulasi dalam sediaan krim cair sebagai pelembab. Tujuan penelitian untuk mengetahui manfaat sari tomat sebagai pelembab dan dapat diformulasi dalam bentuk sediaan krim cair tipe emulsi m/a.

Tomat dijus dengan menggunakan juicer. Sari tomat dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer pada suhu -40°C dan tekanan 2 atm. Dibuat sediaan krim cair dengan konsentrasi sari tomat yang digunakan adalah 2, 4, 6, dan 8% kemudian sediaan dibandingkan dengan sediaan blanko (dasar krim) dan gliserin 2%. Pengujian yang dilakukan terhadap sediaan adalah pemeriksaan mutu fisik meliputi uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, viskositas, pengamatan stabilitas sediaan (yang meliputi perubahan bau, warna dan pecah tidaknya emulsi selama 12 minggu), penentuan pH, uji iritasi terhadap kulit dan uji kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari tomat dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8% dapat diformulasi menjadi sediaan krim cair dengan tipe emulsi m/a. Uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim cair tangan dan badan yang dihasilkan adalah homogen. pH sediaan berkisar 6,2 - 6,6. Sediaan tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Data pengamatan stabilitas sediaan menunjukkan bahwa sediaan yang mengandung sari tomat 2% dan 4% tetap stabil hingga minggu ke-12 sedangkan untuk sediaan yang mengandung sari tomat 6% dan 8% mengalami perubahan bau. Hasil uji kemampuan krim dalam mengurangi penguapan air dari kulit dengan konsentrasi sari tomat 2; 4; 6; 8%; krim yang mengandung gliserin 2%; dan dasar krim adalah 28,44; 33,64; 37,95; 40,39; 39,66; dan 23,59%. Sediaan yang mengandung sari tomat 8% memiliki kemampuan mengurangi penguapan air dari kulit yang lebih besar dari sediaan pembanding. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sari tomat dapat diformulasikan menjadi sediaan krim cair tipe emulsi m/a dan sediaan mampu mengurangi penguapan air dari kulit.

Kata kunci: Sari tomat (Solanumlycopersicum), krim cair, pelembab, perawatan kulit


(14)

THE FORMULATION OF HAND AND BODY LOTION USING TOMATO JUICE (Solanum lycopersicum) AS A MOISTURIZING AGENT

ABSTRACT

Tomato is a source of vitamin A, B, C, and E, some minerals and pigments which have ability as an antioxidant. Tomato has some advantages for skin care in order to create more healthy and beautiful skin. Vitamin A and carotene in tomato are able to elevate water contents on skin. Moisture levels will be maintained and skin would not be dry. A research had been conducted to formulate the tomato juice (Solanum lycopersicum) into a hand and body lotion as a moisturizing agent. The research purposes were to determine the ability of tomato juice as a moisturizing agent and to formulate into lotion with o/w emulsion type.

Tomato juice was obtained by using a juicer. Tomato juice was dried using freeze dryer at -40°C temperature and 2 atm pressure. The concentrations of tomato juice were used are 2, 4, 6, and 8% and then they were compared with blank product and a product which contains 2% glycerin. Some tests were performed on the product were physical quality inspection including homogeneity test, determinate the type of emulsion, product’s viscosity, product’s stability examination (such as the changes of odor, color and the consistency for 12 weeks), pH determination, skin irritation test and the ability of the product to reduce water evaporation from the skin using 12 volunteers.

The concentration of tomato juice 2, 4, 6 and 8% show that the type of emulsion was o/w. Result from homogeneity test showed that hand and body lotion were homogenous. The pH of product which contains tomato juice were 6.2 – 6.6. The product didn’t cause any irritations to the skin. Product’s stability examination data showed that product which contains 2% and 4% tomato juice remained stable until week 12 while preparate contains 6% and 8% tomato juice experienced the change of odor. Result of the ability of preparations to reduce water evaporation from skin at concentration of tomato juice 2, 4, 6, 8%, lotion containing 2% glycerin, and blank product were 28.44, 33.64, 37.95, 40.39, 39.66, and 23.59%. Compare with product which contains glycerin, the ability of 8% tomato juice for reducing water evaporation from skin is better. The conclusions of this research are tomato juice can be formulated into lotion with o/w emulsion type and the preparation has the ability of reducing water evaporation from skin. Key words: Tomato juice (Solanum lycopersicum), lotion, moisturizer, skin care


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitar. Di Mesir, 3500 tahun Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang, batubara. Penggunaan susu, akar, daun, kulit pohon, rempah, minyak bumi, minyak hewan, madu dan lainnya sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan masyarakat saat itu. Sekarang kosmetika dibuat tidak hanya dari bahan alami tetapi juga dari bahan sintetik untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Menurut Ditjen POM, kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, dan mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari cahaya


(16)

sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan cara memberikan kosmetik pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik pelembab (moisturizers) merupakan kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, angin keras, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).

Tomat merupakan sumber vitamin A, B, C dan E dan sejumlah mineral dan pigmen. Kandungan pigmen alami berupa karotenoid antara lain beta-karoten, likopen, lutein, beta-cryptoxanthin. Likopen merupakan antioksidan utama yang dimiliki tomat. Berdasarkan uji laboratorium terbukti bahwa likopen memiliki efektivitas antioksidan dua kali lebih efektif dibanding beta-karoten dan sepuluh kali lebih efektif dibanding vitamin E (Lingga, 2012). Vitamin A dan karoten memiliki keunggulan dalam produk kosmetik, antara lain dapat mudah diserap oleh kulit dan mampu meningkatkan kandungan air pada kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).


(17)

Berdasarkan zat yang terkandung pada tomat, peneliti melakukan penelitian dengan sari tomat sebagai bahan pelembab pada sediaan krim cair tangan dan badan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian adalah:

a. Apakah sari tomat (Solanum lycopersicum) dapat diformulasikan dalam sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a.

b. Apakah sari tomat dalam bentuk sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit.

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Sari tomat dapat diformulasikan dalam sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a.

b. Sari tomat dalam bentuk sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah sari tomat dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a.


(18)

b. Untuk mengetahui kemampuan sari tomat dalam bentuk sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a dalam mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari tomat yaitu tidak hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kosmetik yaitu sebagai bahan pelembab dalam sediaan krim cair tangan dan badan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tomat

Buah tomat (Solanum lycopersicum) berasal dari Amerika tropis, ditanam sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada ketinggian 1 - 1600 m dpl. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan subur (Dalimartha, 2007).

Tanaman tomat tergolong tanaman semusim (annual). Artinya, tanaman berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau semak yang menjalar pada permukaan tanah dengan panjang mencapai ± dua meter (Firmanto, 2011).

2.1.1 Sistematika tanaman tomat

Menurut hasil determinasi dari Herbarium Medanese, tomat diklasifiksasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum


(20)

2.1.2 Manfaat dan kandungan tomat

Kandungan yang terdapat dalam buah tomat meliputi alkaloid solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, biflavonoid, protein, lemak, gula (fruktosa, glukosa), adenine, trigonelin, kolin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E, niasin), histamin, dan likopen (Dalimartha, 2007).

Sebagai sumber vitamin, buah tomat sangat baik untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit, seperti sariawan karena kekurangan vitamin C, xeropthalmia pada mata akibat kekurangan vitamin A, beri-beri, radang syaraf, lemahnya otot-otot, dermatitis, bibir menjadi merah dan radang lidah akibat kekurangan vitamin B. Sebagai sumber mineral, buah tomat dapat bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi (zat kapur dan fosfor), sedangkan zat besi (Fe) yang terkandung didalam buah tomat dapat berfungsi untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Buah tomat juga mengandung serat yang berfungsi memperlancar proses pencernaan makanan didalam perut dan membantu memudahkan buang kotoran. Selain itu, tomat mengandung zat potassium yang sangat bermanfaat untuk menurunkan gejala tekanan darah tinggi. Kandungan nilai gizi dan kalori pada tomat ditunjukkan pada Tabel 1 (Firmanto, 2011).

Kandungan vitamin E pada tomat segar dan pada sari tomat per 100 gram adalah sebesar 0,38 mg dan 0,91 mg. Vitamin E sudah banyak digunakan dalam kosmetik diantaranya adalah sebagai pelembab dan sebagai agen antioksidan. Vitamin E dapat mengurangi penuaan kulit akibat sinar matahari dan mencegah pembentukan sel kanker kulit. Manfaat vitamin E yang lain adalah memelihara


(21)

stabilitas jaringan ikat didalam sel sehingga kelenturan dan kekenyalan kulit terjaga (Tranggono dan Latifah, 2007).

Tabel 1 Kandungan nilai gizi dan kalori pada sari dan buah tomat per 100 gram Jenis Zat Gizi Sari tomat Tomat muda Tomat masak

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (mg)

Vitamin A (si) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Air (g) 15 1 0,2 3,5 600 0,5 10 7 15 0,4 94 23 2 0,7 2,3 320 0,07 30 5 27 0,5 93 20 1 0,3 4,2 1500 0.6 40 5 26 0,5 94 2.2 Kulit

Kulit menutupi seluruh tubuh dan melindunginya dari rangsangan eksternal dan kerusakan serta dari kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2. Ketebalan kulit bervariasi terhadap usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup. Umumnya, kulit pria lebih tebal dibandingkan kulit wanita. Namun, wanita mempunyai lapisan lemak yang tebal pada subkutan. Secara umum, kulit pada kelopak mata adalah yang paling tipis dan kulit pada telapak kaki adalah yang paling tebal (Mitsui, 1997).

2.2.1 Struktur kulit

Kulit manusia terdiri atas tiga bagian jaringan yang saling berkaitan, lapisan epidermis dan lapisan dermis sebagai jaringan penghubung. Dibawah lapisan dermis terdapat lapisan subkutan yang berlemak (Mithal dan Saha, 2000).


(22)

a. Epidermis

Lapisan-lapisan penyusun pada epidermis bervariasi pada ketebalan, tergantung pada ukuran sel dan jumlah lapisan sel, berkisar antara 0,8 mm pada telapak tangan dan tapak kaki hingga 0,06 mm pada kelopak mata.

Sel-sel yang mempunyai jaringan epitel yang berbeda dari semua organ, dari lapisan proliferasi sel basal sel-sel tersebut berubah dari sel aktif metabolik menjadi padat, mati, protein keratin. Secara berurutan, epidermis dibedakan atas 5 lapisan (Mithal dan Saha, 2000):

 Lapisan tanduk (stratum corneum)

Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati dipermukaan kulit akan melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam disebut mantel asam kulit.

 Lapisan jernih (stratum lucidum)

Terletak tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak pada telapak tangan dan telapak kaki.


(23)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.

 Lapisan malphigi (stratum spinosum)

Memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filament-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

 Lapisan basal (stratum germinativum)

Lapisan terbawah epidermis. Didalam stratum germinivatum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya (Tranggono dan Latifah, 2007).

b. Dermis

Lapisan ini jauh lebih tebal daripada epidermis, terbentuk oleh jaringan elastic dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar, dan rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas (Wasitaatmadja, 1997):

- Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

- Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutan, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin. c. Hypodermis (Subkutan)

Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini


(24)

terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening. Lapisan lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit sebagai organ tubuh yang paling utama mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut:

a. Pelindung Tubuh/Proteksi

Serat elastis dermis dan lapisan lemak subkutan mencegah gangguan mekanik eksternal diteruskan secara langsung terhadap bagian tubuh dalam. Kulit memiliki kapasitas penetralisir basa dan permukaan kulit dijaga tetap pada pH asam lemah agar terlindung dari toksin kimia. Bagian tubuh yang sering mendapat gangguan mekanik kronik akan mempunyai lapisan tanduk yang tebal sehingga terlindung dari rangsangan luar. Lapisan tanduk terluar dan lemak pada permukaan kulit berfungsi sebagai penghalang penetrasi air, cairan tubuh dan terhadap racun dari luar masuk kedalam tubuh. Asam lemak tak jenuh pada kulit mempunyai sifat bakterisid dan mencegah tumbuhnya bakteri dikulit. Pigmen melanin pada kulit mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi UV (Mitsui, 1997).

b. Pengatur Suhu Tubuh/Termoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah melalui kulit dengan dilatasi dan kontriksi kapiler darah kulit dan dengan penguapan uap air (Mitsui, 1997).

Pada keadaan suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut


(25)

c. Sistem Pancaindera

Kulit memiliki banyak reseptor sehingga dapat merasakan perubahan disekitarnya. Kulit dapat merasakan tekanan, sentuhan, suhu dan nyeri. Badan Meissner, lempeng Merkel, Golgi Mazzoni menerima rangsangan sentuhan. Badan Pacinian menerima rangsangan tekanan, dan ujung saraf bebas menerima rangsangan nyeri (Mitsui, 1997).

d. Absorpsi

Berbagai substansi diserap melalui kulit kedalam tubuh. Ada 2 jalur penyerapan, yang satu melalui epidermis dan yang lainnya melalui kelenjar sebaseus pada folikel rambut. Steroid seperti hormon wanita, pria dan adrenokortikosteroid, dan juga zat larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K diabsorpsi melalui kulit, tetapi zat larut air tidak dapat dengan mudah diserap akibat adanya sawar air dan zat larut air pada lapisan tanduk (Mitsui, 1997).

e. Fungsi Lain

Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan (pucat dan bulu kuduk berdiri tegak), dan digambarkan sebagai organ yang menunjukkan emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar UV terhadap prekursor vitamin D dalam kulit (Mitsui, 1997).

2.2.3 Pentingnya melembabkan kulit

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).


(26)

Kandungan air di dalam stratum korneum, meskipun sedikit (hanya 10%), sangat penting. Air yang terkandung dalam stratum korneum sangat berpengaruh pada kelembutan dan elastisitas stratum korneum (Tranggono dan Latifah, 2007).

Jika kandungan air dari stratum korneum semakin sedikit, semakin rendah elastisitas jaringan stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah-pecah, membentuk retak-retak mendalam mirip huruf V. Jika bahan-bahan asing seperti sisa sabun, kotoran dan mikroorganisme masuk dan menumpuk dalam celah V ini, maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak akan menimbulkan iritasi dan peradangan yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetika pelembab kulit untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.3 Emulsi

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi “a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase


(27)

Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi dalam farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat). Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair bisa dipakai secara oral, topikal atau parenteral; emulsi semisolid digunakan secara topikal. Banyak preparat farmasi yang mungkin sebenarnya emulsi tidak digolongkan sebagai emulsi karena cocok untuk masuk dalam kategori sediaan farmasi lainnya yang lebih tepat. Misalnya, lotio-lotio tertentu, liniment, krim, dan salep (Ansel, 2005).

2.3.1 Stabilitas emulsi

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase. Secara umum, ada 3 pola kerusakan emulsi, yaitu: Kriming adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan emulsi yang lebih encer, masing-masing mengandung lemak berkisar 30 – 35% dan 8 – 10% (Ditjen POM, 1985).

Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fase antara lain adalah konsentrasi volume kedua fase, sifat, dan jumlah zat pengemulsi (Ditjen POM, 1985).

De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu (Ditjen POM, 1985):


(28)

a) Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan membentuk kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi sempurna.

b) Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok partikel dispersi membentuk kelompok yang lebih besar, yang sifatnya ireversibel, secara visual terlihat memisah, tetapi jika dikocok kuat-kuat akan terdispersi sempurna.

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme. Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat, dan protein sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur, dan bakteri lain (Rawlins, 1977).

2.4 Kosmetik untuk Kulit

Kata ‘kosmetik’ berasal dari bahasa Yunani ‘kosmeticos’ yang berarti berhias. Sejak saat itu semua bahan yang digunakan untuk mempercantik atau mengubah penampilan disebut kosmetik. Kosmetik secara umum untuk penggunaan luar tubuh. Dengan kata lain, diaplikasikan pada kulit, rambut dan kuku untuk menutupi, mewarnai, melembutkan, membersihkan, menutrisi, membentuk, memelihara, menghilangkan dan melindungi (Mithal dan Saha, 2000).

2.4.1 Kosmetik pelembab

Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan, yaitu dengan adanya tabir lemak diatas kulit yang didapat dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah


(29)

alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Umumnya krim pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan, maupun sintetis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan minyak kulit semula. Kosmetika pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan dalam bentuk cairan minyak tersebut (moisturizing oil), atau campuran minyak dalam air (moisturizing cream) dan dapat ditambah atau di kurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja, 1997).

Cara mencegah penguapan air dari sel kulit adalah (Wasitaatmadja, 1997): 1. Menutup permukaan kulit dengan minyak (oklusif), seperti minyak

hidrokarbon, waxes, minyak tumbuhan dan hewan, asam lemak, lanolin, asam stearat, lemak alkohol, setil alkohol, lauril alcohol, propilen glikol, beeswax, steril stearat, carnauba, candelilla, lesitin, kolesterol.

2. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit. Misalnya: gliserin, propilenglikol, sorbitol, gelatin, dan beberapa vitamin.

3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat hidrofilik yang menyerap air.

4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruh buruk sinar matahari yang mengeringkan kulit.


(30)

2.4.2 Jenis kosmetik pelembab

Kosmetik pelembab dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : kosmetik pelembab berdasarkan lemak dan kosmetik pelembab berdasarkan gliserol atau humektan sejenis (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik pelembab berdasarkan lemak

Kosmetik pelembab tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Viskositas lemak tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar ke mana-mana di permukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan terlalu berminyak. Pelembab ini harus dapat menutup daerah tertentu permukaan kulit, menutup tepi-tepi tajam sisik stratum corneum, mencegah masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit, dan mencegah penguapan air kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar kongesti perspirasi dan pengeluaran panas badan tetap terjadi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik pelembab yang didasarkan pada gliserol dan sejenisnya

Preparat jenis ini akan mongering dipermukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya dipermukaan kulit. Preparat ini membuat kulit tampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum corneum kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).


(31)

2.5 Krim Cair Tangan dan Badan

Krim tangan dan badan adalah suatu sediaan kosmetika yang digunakan dengan maksud melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, tidak bersisik dan tidak mudah pecah. Biasanya dibuat dalam bentuk krim dan krim cair atau emulsi (Ditjen POM, 1985).

Formula krim tangan konvensional adalah modifikasi vanishing cream dengan tipe m/a, komposisi dasar menggunakan sabun asam stearat sebagai pengemulsi, asam stearat berlebih, humektan seperti gliserol, dan jumlah air yang tinggi. Formula krim cair bisa sangat mirip, yang membedakan hanya jumlah bahan padatnya (Balsam dan Sargarin, 1972).

Suatu sediaan krim cair tangan dan badan dikatakan baik apabila fungsinya dapat melembutkan kulit, menjaga keseimbangan kulit, dapat dipakai dengan mudah dan dapat disapukan dengan cepat pada permukaan kulit, tidak meninggalkan selaput yang retak-retak pada pemakaiannya, tidak mempengaruhi pengeluaran keringat, mempunyai bau, warna, dan kestabilan fisik yang baik (Balsam dan Sargarin, 1972).

2.5.1 Bahan-bahan dalam sediaan krim cair tangan dan badan

Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat sawar (barrier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan (pelembab), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).


(32)

Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak, lemak alkohol (Ditjen POM, 1985).

Setil alkohol berbentuk lilin, lempengan putih, granul, atau dadu. Memiliki bau yang lemah dan tidak berasa. Kelarutannya yaitu larut dalam etanol (95%) dan eter, tidak larut dalam air, larut saat dilebur dengan minyak, parafin cair dan padat dengan titik lebur 45°C -52°C. Dalam losion, krim, dan salep, digunakan karena sifat emoliennya dan sebagai bahan pengemulsi. Setil alkohol meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi. Sebagai emolien dan emulgator digunakan dalam konsentrasi 2%-5%. Sebagai pengental dalam krim dan losion biasanya digunakan dengan konsentrasi di bawah 1% (Rowe, dkk., 2009).

a. Zat sawar

Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam stearat (Ditjen POM, 1985).

Asam stearat memiliki struktur yang keras, berwarna putih atau kuning pucat, agak mengkilap, kristal padat atau serbuk putih atau putih kekuningan, bau lemah dan berasa lemak. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam benzena, kloroform, dan eter; larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur 69°C-70°C. Penggunaannya dalam sediaan topikal sebesar 1%-20%, digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika direaksikan dengan basa (Rowe, dkk., 2009).


(33)

c. Humektan

Humektan adalah suatu zat yang dapat mengontrol perubahan kelembaban diantara produk dan udara, baik di dalam kulit maupun di luar kulit. Biasanya bahan yang digunakan adalah gliserin yang mampu menarik air dari udara dan menahan air agar tidak menguap (Ditjen POM, 1985).

d. Zat pengemulsi

Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan secara merata (homogen), misalnya gliseril monostearat, trietanolamin (Wasitaatmadja, 1997).

Sabun trietanolamin-stearat termasuk pengemulsi anionik. Kelebihan dari pengemulsi ini adalah lebih lembut dan lebih mudah larut daripada natrium atau kalium stearat. Sabun trietanolamin-stearat menghasilkan emulsi yang stabil, tetapi pada penyimpanan cenderung mengental dan akhirnya membentuk gel. (Balsam dan Sargarin, 1972).

e. Pengawet

Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat anti kuman sehingga menangkal aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja, 1997).

Metil paraben berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air 80°C. Penggunaan dalam


(34)

sediaan topikal sebanyak 0,02%-0,3% sebagai antimikroba, efektif pada pH 4-8 (Rowe, dkk., 2009).

f. Antioksidan

Proses oksidasi dialihkan dan kestabilan dari obat diawetkan dengan zat-zat yang disebut antioksidan, yang bereaksi dengan satu atau lebih senyawa dalam obat. Untuk menjaga kemajuan reaksi rantai umumnya, antioksidan bereaksi dengan memberikan atom-atom hidrogen yang tersedia kepada elektron-elektron dari radikal bebas. Antioksidan yang paling sering digunakan dalam preparat air adalah natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, asam hipofosforus, dan asam askorbat (Ansel, 2005).

Natrium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan dalam sediaan oral, parenteral dan topikal, pada konsentrasi 0,01-1,0% b/v. Natrium metabisulfit juga memiliki aktivitas antibakteri, yang berperan lebih baik pada pH asam, dan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada preparat oral seperti sirup (Rowe, dkk., 2009).

g. Parfum

Pemilihan parfum yang digunakan pada sediaan krim biasanya didasarkan atas nilai keindahan, tetapi sudah pasti jika wangi yang ditimbulkan dari parfum menambah daya tarik dari konsumen untuk memilih produk yang ditawarkan produsen (Lachman, dkk., 1994).


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi proses penyiapan sampel, pembuatan sari, formulasi sediaan, pemeriksaan mutu fisik sediaan, uji iritasi terhadap sukarelawan, dan uji kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit.

3.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : viskometer Brookfield, pH meter (Hanna Instruments), juicer (Cosmos), neraca listrik (Boeco Germany), freeze dryer (VirTis “benchtop K”), mikroskop (Boeco Germany), lumpang porselen, stamfer, objek dan dek gelas, alat-alat gelas, kain kasa, penangas air, spindle no.63, batang pengaduk, spatel, sudip, pot plastik, selotip transparan.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Asam stearat, setil alkohol, gliserin, trietanolamin, akuades, nipagin, natrium metabisulfit, oleum rosae, silika gel, tomat, metil biru, larutan dapar pH asam (4,01) dan larutan dapar pH netral (7,01).

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 12 orang dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):


(36)

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah tomat yang dibeli di Pajak Sore, Padang Bulan.

3.4.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, USU. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 52. Gambar tomat dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 41 .

3.4.3 Pembuatan sari tomat

Tomat segar berwarna merah seberat 1,5 kg dibersihkan dari kotoran dengan cara mencucinya dengan air bersih, ditiriskan, dan dihaluskan dengan juicer hingga diperoleh sari sebanyak 1,2 L. Sari tomat lalu dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -40°C dengan tekanan 2 atm selama 48 jam. Gambar juicer dapat dilihat pada lampiran 4, halaman 42 . Gambar alat freeze dryer dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 43.

3.4.4 Formulasi sediaan krim cair tangan dan badan 3.4.4.1 Formula standar


(37)

Asam stearat 12 g Setil alkohol 0,5 g Sorbitol sirup 5 g Propilen glikol 3 g

Nipagin 0,1 g

Trietanolamin 1 g

Air suling ad 100 ml

Parfum 3 tetes

3.4.4.2 Formula modifikasi

Formula krim cair yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 2. Modifikasi dilakukan dengan menghilangkan sorbitol sirup dan propilen glikol yang merupakan humektan dan menambahkan natrium metabisulfit sebagai antioksidan. Sehingga formula dasar krim cair yang digunakan adalah:

Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Nipagin 0,1 g

Natrium metabisulfit 0,2 g

Trietanolamin 1 g

Air suling ad 100 ml

Parfum (oleum rosae) 3 tetes Tabel 2. Formula krim cair yang dibuat

Komposisi Formula

A B C D E F

Sari Tomat (g) - 2 4 6 8 -

Gliserin (g) - - - 2

Dasar krim (g) 100 98 96 94 92 98

Keterangan:

A : Formula krim blanko (sediaan krim tanpa sampel) B : Formula krim dengan konsentrasi sari tomat 2% C : Formula krim dengan konsentrasi sari tomat 4% D : Formula krim dengan konsentrasi sari tomat 6%


(38)

E : Formula krim dengan konsentrasi sari tomat 8% F : Formula krim dengan konsentrasi gliserin 2%

3.4.4.3 Pembuatan sediaan krim cair tangan dan badan

Lumpang porselin diisi dengan air panas dan didiamkan sampai dinding luar lumpang terasa panas, kemudian air panas dibuang dan lumpang dikeringkan. Ditimbang bahan-bahan yang akan diperlukan untuk membuat dasar krim. Asam stearat dan setil alkohol dilebur di atas penangas air (massa I). Kemudian nipagin, natrium metabisulfit dan trietanolamin dilarutkan dalam akuades panas (massa II). Kemudian massa I dimasukkan ke dalam lumpang porselin panas, ditambahkan massa II dan di aduk secara konstan hingga diperoleh massa krim cair.

Sari tomat digerus halus dan ditimbang. Lalu ditambahkan dasar krim yang telah ditimbang dan digerus hingga homogen. Ditambahkan oleum rosae sebanyak 3 tetes, diaduk, kemudian dimasukkan ke dalam wadah.

3.5 Pemeriksaan terhadap sediaan 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengenceran fase dan dengan pewarnaan.

Pengenceran fase dilakukan dengan mengencerkan 5 ml sediaan krim cair dengan air dalam beaker glass. Jika tidak terdapat gumpalan, maka sediaan


(39)

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk. Tutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM, 1985).

3.5.3 Pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudiaan elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,5 gram sediaan dan dilarutkan dalam 50 ml akuades. Kemudiaan elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 1977).

3.5.4 Penentuan stabilitas sediaan

Sebanyak 50 ml dari masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik 100 ml. Selanjutnya dilakukan pengamatan berupa pecah atau tidaknya emulsi, perubahan warna, dan perubahan bau pada saat sediaan selesai dibuat serta dalam penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu (Ansel, 2005). 3.5.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan sebanyak 500 mg dioleskan dibelakang telinga dengan diameter 3 cm, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan, gatal, dan pembengkakan pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).


(40)

3.5.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ditentukan dengan menggunakan dua buah tutup pot plastik berdiameter 4,5 cm yang dirangkai. Gambar rangkaian alat yang digunakan pada pengujian penguapan air pada kulit dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 47.

Sediaan ditimbang sekitar 500 mg. Pada bagian lengan bawah sukarelawan diberikan tanda berupa lingkaran yang sama diameternya dengan diameter tutup pot plastik yang digunakan. Dioleskan sediaan pada bagian tersebut. Sebelum dipakai, silika gel diaktifkan terlebih dahulu agar dicapai berat konstan, kemudiaan disimpan pada desikator. Pada kain kasa ditimbang seksama 10 g silika gel dan dibungkus, lalu dimasukkan dalam wadah plastik yang belum dilubangi. Wadah plastik yang lain dilubangi, kemudian wadah plastik disatukan dengan menggunakan selotip transparan, wadah yang berlubang berada pada bagian bawah, dan posisi kedua wadah menelungkup. Selanjutnya wadah plastik diletakkan pada lengan bawah sukarelawan yang telah diolesi sediaan. Agar wadah plastik tersebut dapat melekat dengan baik dan untuk mencegah pengaruh udara dari lingkungan maka digunakan selotip transparan yang ditempelkan sedemikian rupa pada lengan bagian bawah tersebut. Alat ini dibiarkan menempel selama 3 jam kemudiaan segera dilepas, silika gel yang digunakan ditimbang kembali. Cara ini dilakukan untuk setiap sediaan dan pembanding (deNavarre, 1975).


(41)

3.5.7 Pengukuran viskositas sediaan

Viskositas sediaan dapat ditentukan dengan menggunakan viskometer Brookfield (Ansel, 2005).

Sebanyak 200 ml sediaan dimasukkan dalam wadah, lalu dimasukkan spindle sampai batas pencelupan dan dijalankan rotor. Viskositas diukur menggunakan Viskometer Brookfield model DV-E seri LV dengan spindle dan kecepatan yang disesuaikan. Pengukuran ini dilakukan pada suhu ruangan, maka akan diperoleh viskositas absolut dari sediaan. Gambar viskometer Brookfield dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 44. Gambar spindle dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 44.

3.5.8 Pengukuran angka lempeng total

Sebanyak 1 g sampel dimasukkan kedalam tabung yang berisi 9 ml akuades dan divortex (konsentrasi 10-1) kemudian dipipet 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung yang berisi 9 ml akuades lalu divortex (konsentrasi 10-2) dan diulangi hingga didapatkan konsentrasi 10-5. Kemudian dipipet sebanyak 1 ml pengenceran konsentrasi 10-5 dimasukkan kedalam cawan petri yang telah dimasukkan media agar Plate Count Agar (PCA) sebanyak 9-10 ml, dihomogenkan. Kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37°C. Lalu dihitung jumlah ALT dengan menggunakan colony counter.


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Sari Tomat

Filtrat sari tomat yang diperoleh sebanyak 1,2 L, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer dan diperoleh sari tomat yang berupa serbuk kering seberat 60,84 g. Gambar sari tomat kering dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 41. 4.2 Pemeriksaan terhadap Sediaan

4.2.1 Homogenitas sediaan

Dari percobaan yang dilakukan, pada sediaan tidak diperoleh butiran-butiran kasar, maka sediaan tersebut dikatakan homogen. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada sediaan pembanding yakni blanko dan gliserin 2%, hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada objek gelas.

4.2.2 Tipe emulsi sediaan

Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan dengan mengamati kelarutan dalam metilen biru dapat dilihat pada Tabel 3.

Menurut Ditjen POM (1985), penentuan tipe emulsi suatu sediaan dapat dilakukan dengan menggunakan biru metil, jika biru metil terlarut bila diaduk maka emulsi tersebut adalah tipe m/a. Gambar uji kelarutan metilen blue dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 46.


(43)

Tabel 3. Data penentuan tipe emulsi sediaan

No Formula Kelarutan Metilen Biru Kelarutan dalam Air

Ya Tidak Ya Tidak

1 Blanko  -  -

2 ST 2%  -  -

3 ST 4%  -  -

4 ST 6%  -  -

5 ST 8%  -  -

6 SG 2%  -  -

Keterangan :

ST : Sediaan yang mengandung sari tomat

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Dari hasil uji tipe emulsi yang dapat dilihat pada tabel di atas, formula krim cair dengan konsentrasi sari tomat 2%, 4%, 6%, 8%, gliserin dan blanko dapat bercampur dengan metilen biru dan air. Dengan demikian terbukti bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe emulsi m/a.

4.2.3 pH sediaan

pH sediaan ditentukan dengan menggunakan alat pH meter. Gambar pH meter dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 45. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 di bawah ini:

Tabel 4. Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat

No. Formula pH pH rata-rata

pH 1 pH 2 pH 3

1 Blanko 6,5 6,6 6,6 6,6

2 ST 2% 6,3 6,3 6,4 6,3

3 ST 4% 6,4 6,5 6,6 6,5

4 ST 6% 6,6 6,7 6,7 6,7

5 ST 8% 7,0 6,9 6,8 6,9


(44)

Tabel 5. Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama 12 minggu

No. Formula pH pH rata-rata

pH 1 pH 2 pH 3

1 Blanko 6,4 6,3 6,3 6,3

2 ST 2% 6,2 6,2 6,2 6,2

3 ST 4% 6,3 6,3 6,4 6,3

4 ST 6% 6,4 6,4 6,5 6,4

5 ST 8% 6,6 6,6 6,5 6,6

6 SG 2% 6,9 7,0 7,0 7,0

Keterangan:

ST : Sediaan yang mengandung sari tomat

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Dari hasil pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat, diperoleh pH pada sediaan blanko yakni 6,6. Sedangkan pH sediaan krim yang mengandung sari tomat adalah 6,3-6,9 dan pH sediaan krim yang mengandung gliserin 2% adalah 7,0. Hasil pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama 12 minggu untuk sediaan blanko pH sediaan blanko yakni 6,3, untuk sediaan krim yang mengandung sari tomat terdapat perubahan pH menjadi 6,2-6,6 dan untuk sediaan mengandung gliserin 2% pH yang diperoleh adalah 7,0.

Menurut Balsam dan Sagarin (1972), pH dari krim tangan antara 5 dan 8, sehingga sediaan krim cair tangan memenuhi syarat pH.

Semakin alkalis atau semakin asam bahan yang mengenai kulit, semakin sulit kulit untuk menetralisirnya sehingga kulit dapat menjadi kering, pecah-pecah, sensitive dan mudah terkena infeksi (Tranggono dan Latifah, 2007).

4.2.4 Stabilitas sediaan


(45)

pada penyimpanan terjadi up ward creaming yaitu pembentukan massa krim ke atas yang disebabkan berat jenis fase terdispersi lebih kecil dari pada berat jenis fase pendispersi, sebaliknya down ward creaming yaitu pembentukan massa krim ke bawah, hal ini disebabkan berat jenis fase terdispersi lebih besar dari pada fase pendispersi. Rusak atau tidaknya suatu sediaan yang mengandung bahan yang mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau. Gambar sediaan krim cair tangan dan badan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 40.

Tabel 6. Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu.

No Formula

Pengamatan setelah Selesai

dibuat

1

minggu 4 minggu

8

minggu 12 minggu

x y z x y z x Y z X y z x y z

1 Blanko - - -

2 ST 2% - - -

3 ST 4% - - -

4 ST 6% - - - √ -

5 ST 8% - - - - - - - - √ - - √ -

6 SG 2% - - -

Keterangan :

ST : Sediaan yang mengandung sari tomat SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% x : Perubahan warna

y : Perubahan bau z : Pecahnya emulsi - : Tidak terjadi perubahan


(46)

Menurut Rawlins (1977), sumber tidak stabilnya suatu emulsi adalah mikroorganisme. Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan-bahan alami seperti gom, karbohidrat, dan protein mudah sekali ditumbuhi fungi dan bakteri pembusuk. Dan tingginya kandungan air juga menyebabkan mikroba cepat berkembang, sehingga kebutuhan konsentrasi pengawet pada fase air harus cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba, dan sebagian pengawet juga dimasukkan dalam fase minyak.

Menurut Ansel (2005), rusak atau tidaknya suatu sediaan yang mengandung bahan yang mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau.

Dari data di atas diperoleh hasil bahwa pada sediaan krim cair blanko, gliserin 2% dan krim cair sari tomat konsentrasi 2% dan 4% tidak terjadi perubahan warna, bau, dan pecah emulsi selama 12 minggu penyimpanan, sedangkan pada sediaan krim cair sari tomat pada konsentrasi 6% mengalami perubahan bau pada penyimpanan 12 minggu dan krim cair sari tomat konsentrasi 8% mengalami perubahan bau pada penyimpanan 8 minggu. Hal ini dikarenakan tomat memiliki kandungan air dan protein yang tinggi.

Dengan demikian, krim cair tangan dan badan yang mengandung sari tomat 2% dan 4% memenuhi persyaratan kestabilan. Sedangkan untuk sediaan mengandung sari tomat dengan konsentrasi di atas 4% yakni 6% dan 8% tidak memenuhi persyaratan kestabilan.

4.2.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan


(47)

Menurut Wasitaatmadja (1997), uji kulit yang dilakukan untuk mencegah terjadinya efek samping pada kulit dengan mengoleskan sediaan pada bagian depan bawah lengan atau dibelakang daun telinga, dan sediaan dapat digunakan jika setelah 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang tidak diinginkan. Dari data uji iritasi di bawah, diketahui bahwa sediaan tidak menimbulkan reaksi iritasi pada kulit sukarelawan seperti kemerahan, bengkak, dan gatal.

Tabel 7. Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Pernyataan Sukarelawan

I II III IV V VI VII VII IX X XI XII

Eritema - - -

Eritema

dan Papula - - -

Eritema, Papula,

dan Vesikula

- - - Edema dan

Vesikula - - -

Keterangan :

- : Tidak menimbulkan iritasi + : Terjadi reaksi iritasi

4.2.6 Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

Pengujian dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan berusia 20-25 tahun yang berjenis kelamin perempuan, diperoleh data seperti yang tertera pada Tabel 8, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sari tomat yang ditambahkan pada formulasi sediaan krim cair, maka akan semakin tinggi kemampuan sediaan krim tersebut dalam menahan penguapan air dari kulit. Kekuatan dalam mengurangi penguapan air dari kulit masing-masing sukarelawan berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga nilai persentasenya pun


(48)

berbeda. Faktor yang mempengaruhi besarnya penguapan air dari kulit yakni perbedaan cuaca pada saat pengujian dan pengaruh banyaknya keringat yang dihasilkan oleh setiap sukarelawan dikarenakan aktivitas yang berbeda-beda.

Dari data yang diperoleh juga dapat dilihat perbandingan dari persentase kemampuan sediaan pembanding yakni sediaan gliserin 2% dengan sediaan krim cair yang mengandung sari tomat dimana sediaan krim cair yang mengandung tomat memiliki kemampuan mengurangi penguapan air yang mendekati kemampuan gliserin bahkan untuk konsentrasi sari tomat 8% kemampuannya cenderung lebih baik. Perhitungan dan tabel kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 48. Tabel 8. Data kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit

No. Sukarelawan

Pengurangan Penguapan Air pada Setiap Formula (%)

Blanko ST 2% ST 4% ST 6% ST 8% SG 2%

1 I 19,51 31,22 32,19 35,61 37,56 36,09

2 II 17,65 25,88 29,41 38,82 41,18 42,35

3 III 14,72 38,05 40,47 42,88 44,49 43,68

4 IV 28,69 30,43 33,04 36,52 38,26 38,26

5 V 10,26 11,54 16,66 19,23 23,08 21,79

6 VI 12,57 16,77 19,15 20,36 22,16 21,56

7 VII 26,39 30,46 34,52 40,61 42,64 44,16

8 VIII 20,31 32,03 39,84 41,41 44,53 43,75

9 IX 22,09 24,86 37,02 43,09 45,30 39,78

10 X 24,83 35,86 40,00 45,52 48,97 49,65

11 XI 18,35 33,03 44,95 49,54 51,37 51,37

12 XII 20,49 31,15 36,89 41,80 45,08 43,44

Nilai rata-rata 23,59 28,44 33,64 37,95 40,39 39,66 Keterangan :


(49)

4.2.7 Viskositas sediaan

Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield dengan spindle no. 63 sehingga diperoleh data seperti yang tercantum dalam Tabel 9.

Menurut Sugihartini (2010), viskositas berpengaruh pada kemampuan sediaan menyebar dan melekat pada permukaan kulit. Semakin tinggi viskositas (semakin kental) sediaan, maka kemampuannya untuk menyebar pada permukaan kulit akan menurun sedangkan kemampuan melekat pada kulit akan meningkat, begitu pula sebaliknya.

Tabel 9. Data pengukuran viskositas absolut sediaan No. Formula Spindle Speed

Rpm

Viskositas cP

1 Blanko 63 5 14070

2 ST 2% 63 5 14130

3 ST 4% 63 5 22220

4 ST 6% 63 1 32400

5 ST 8% 63 1 36100

6 SG 2% 63 1 37270

Keterangan :

ST : Sediaan yang mengandung sari tomat

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Viskositas menunjukkan kekentalan produk. Dari data di atas dapat dilihat bahwa penambahan sari tomat dalam sediaan krim cair tangan dan badan mempengaruhi viskositas sediaan. Dengan bertambahnya konsentrasi sari tomat, viskositas sediaan juga semakin besar. Dalam SNI 16-4399-1996, syarat viskositas adalah 2000-50000 cP. Sediaan yang mengandung sari tomat memiliki viskositas 14130-36100 cP sehingga memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 16-4399-1996. Sediaan yang mengandung gliserin 2% memiliki viskositas 37270 cP.


(50)

4.2.8 Pengukuran angka lempeng total sediaan

Sumber kontaminasi mikroba dapat melalui beberapa perantara diantaranya seperti bahan baku terutama air, alat-alat pengolahan, bahan kemasan atau tempat penyimpanan, operator atau lingkungan produksi. Proses aseptis pada saat produksi menjadi mutlak untuk menghindari kontaminasi terhadap produk (Rahmanto, 2011). Hasil pengukuran angka lempeng total (ALT) dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:

Tabel 10. Data pengukuran angka lempeng total sediaan No. Formula Hasil ALT ( x105)

1 Blanko 640

2 ST 2% 217

3 ST 4% 92

4 ST 6% 15

5 ST 8% 3

6 SG 2% 309

Keterangan :

ST : Sediaan yang mengandung sari tomat

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Dari data diatas dapat dilihat bahwa sediaan krim dengan pengenceran lima kali menunjukkan adanya koloni mikroba.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. Sari tomat (Solanum lycopersicum) dengan konsentrasi 2, 4, 6, dan 8% dapat

diformulasikan menjadi sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a. Untuk sediaan krim yang mengandung 2 dan 4% sari tomat memenuhi persyaratan stabilitas sediaan sedangkan untuk sediaan dengan konsentrasi 6 dan 8% sari tomat tidak memenuhi syarat stabilitas karena mengalami perubahan bau.

b. Penambahan sari tomat (Solanum lycopersicum) dalam sediaan krim cair tangan dan badan tipe emulsi m/a mampu mengurangi penguapan air dari kulit, semakin tinggi konsentrasi sari tomat yang ditambahkan ke dalam sediaan, maka kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit akan meningkat. Sediaan dengan sari tomat 8% memiliki kemampuan mengurangi penguapan air yang lebih baik dari sediaan pembanding. Pada sediaan dengan sari tomat 8% mampu mengurangi penguapan air hingga 40,39% dan pada sediaan gliserin 2% (pembanding) sebesar 39,66%.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan formulasi dari sari tomat ke dalam bentuk sediaan lain seperti sediaan anti-aging dan anti acne.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 162-163, 357-389.

Badan Standardisasi Nasional. (1996). Sediaan Tabir Surya. SNI 16-4399-1996. Jakarta. Hal. 1.

Balsam, M.S., dan Sagarin, E. (1972). Cosmetics: Science and Technology. Volume II. Edisi Kedua. New York: John Willey and Sons, Inc. Hal. 219.

Dalimartha, S. (2007). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid Ketiga. Jakarta: Trubus Agriwidya. Hal. 175-177.

deNavarre, M.G. (1975). The Chemistry and Manufacture of Cosmetics. Edisi Kedua. Florida: Continental Press. Hal. 119.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI. Hal. 8.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI. Hal. 22, 84, 97, 356.

Ditjen POM. (2011). Metode Analisi Kosmetika. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 3.

Firmanto, B.H. (2011). Sukses Bertanam Tomat Secara Organik. Bandung: Angkasa. Hal. 10-11.

Lachman, L., Liberman, A.H., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Penerjemah: Siti Suyatmi. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 1117-1118.

Lingga, L. (2012). The Healing Power of Antioxidant. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 145.

Mithal, B.M., dan Saha, R.N. (2000). A Handbook of Cosmetics. Edisi Kesatu. Delhi: Vallabh Prakashan. Hal. 11-16.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Amsterdam: Elsevier Science B. V. Hal. 13, 19-21.


(53)

Rawlins, E.A. (1977). Bentley's Textbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan. Eastbourne: Bailliere Tindall. Hal. 20-22, 262-264.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi Keenam. London: Pharmaceutical Press. Hal. 155, 441-442, 669-670, 697, 754.

Syamsuni. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 133. Sugihartini, N. (2010). Optimasi Komposisi Emulgator Krim Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis L.) sebagai Sediaan Kemopreventif Kanker Kulit dengan Metode Factorial Design. Hibah Disertasi. Yogyakarta:

Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 4.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 5, 58-59.

Young, A. (1972). Practical Cosmetic Science. London: Mills and Boon Limited Hal. 40.


(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar sediaan krim cair tangan dan badan

Keterangan:

ST : Sediaan yang mengandung sari tomat

SG : Sediaan yang mengandung gliserin (pembanding)


(55)

Lampiran 2. Gambar tomat


(56)

(57)

(58)

Lampiran 6. Gambar viskometer Brookfield


(59)

(60)

(61)

Lampiran 10. Gambar rangkaian alat yang digunakan pada pengujian penguapan air pada kulit

Keterangan:

1 : Tutup yang tidak berlubang 2 : Lengan bawah

3 : Tutup yang berlubang 4 : Selotip transparan

A : Gambar tutup pot plastik yang berlubang B : Gambar rangkaian kedua tutup pot plastik

1 2 3

4


(62)

Lampiran 11. Perhitungan dan data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

Contoh perhitungan persentase pengurangan penguapan air pada sukarelawan i. Perhitungan berat

Berat awal = 10,020 g Berat akhir = 10,185 g Pertambahan berat = 165 mg ii. Persentase pengurangan penguapan

Pertambahan berat tanpa sediaan = 205 mg Pertambahan berat sediaan = 165 mg

Persentase pengurangan penguapan = 19,51%

a. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan I No. Formula Berat awal

(g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,052 10,257 205 0,00

2 Blanko 10,020 10,185 165 19,51

3 ST 2% 10,118 10,259 141 31,22

4 ST 4% 10,024 10,163 139 32,19

5 ST 6% 10,323 10,455 132 35,61

6 ST 8% 10,247 10,375 128 37,56

7 SG 2% 10,043 10,174 131 36,09

Keterangan :

ST : Sediaan yang mengandung sari tomat

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding) Pertambahan berat = berat akhir – berat awal

Pertambahan berat tanpa sediaan – Pertambahan berat sediaan


(63)

Lampiran 11. (lanjutan)

b. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan II No. Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,068 10,153 85 0,00

2 Blanko 10,534 10,604 70 17,65

3 ST 2% 10,097 10,160 63 25,88

4 ST 4% 10,010 10,070 60 29,41

5 ST 6% 10,098 10,150 52 38,82

6 ST 8% 10,091 10,141 50 41,18

7 SG 2% 10,033 10,082 49 42,35

c. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan III

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,038 10,162 124 0,00

2 Blanko 10,433 10,539 106 14,72

3 ST 2% 10,501 10,578 77 38,05

4 ST 4% 10,063 10,137 74 40,47

5 ST 6% 10,164 10,235 71 42,88

6 ST 8% 10,079 10,148 69 44,49

7 SG 2% 10,751 10,821 70 43,68

d. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan IV

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,060 10,175 115 0,00

2 Blanko 10,045 10,127 82 28,69

3 ST 2% 10,066 10,146 80 30,43

4 ST 4% 10,248 10,325 77 33,04

5 ST 6% 10,454 10,527 73 36,52

6 ST 8% 10,351 10,422 71 38,26


(64)

Lampiran 11. (lanjutan)

e. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan V No. Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,078 10,153 78 0,00

2 Blanko 10,116 10,186 70 10,26

3 ST 2% 10,051 10,120 69 11,54

4 ST 4% 10,041 10,106 65 16,66

5 ST 6% 10,310 10,940 63 19,23

6 ST 8% 10,184 10,784 60 23,08

7 SG 2% 10,073 10,683 61 21,79

f. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan VI

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,031 10,198 167 0,00

2 Blanko 10,493 10,639 146 12,57

3 ST 2% 10,699 10,838 139 16,77

4 ST 4% 10,016 10,151 135 19,16

5 ST 6% 10,115 10,248 133 20,36

6 ST 8% 10,066 10,196 130 22,16

7 SG 2% 10,818 10,949 131 21,56

g. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan VII

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,078 10,275 197 0,00

2 Blanko 10,088 10,233 145 26,39

3 ST 2% 10,048 10,185 137 30,46

4 ST 4% 10,027 10,156 129 34,52

5 ST 6% 10,044 10,161 117 40,61

6 ST 8% 10,163 10,276 113 42,64


(65)

Lampiran 11. (lanjutan)

h. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan VIII

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,115 10,243 128 0,00

2 Blanko 10,217 10,319 102 20,31

3 ST 2% 10,220 10,307 87 32,03

4 ST 4% 10,027 10,104 77 39,84

5 ST 6% 10,178 10,253 75 41,41

6 ST 8% 10,204 10,275 71 44,53

7 SG 2% 10,243 10,315 72 43,75

i. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan IX

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,228 10,409 181 0,00

2 Blanko 10,034 10,175 141 22,09

3 ST 2% 10,179 10,179 136 24,86

4 ST 4% 10,234 10,348 114 37,02

5 ST 6% 10,103 10,206 103 43,09

6 ST 8% 10,248 10,347 99 45,30

7 SG 2% 10,672 10,781 109 39,78

j. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan X No. Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,003 10,148 145 0,00

2 Blanko 10,342 10,451 109 24,83

3 ST 2% 10,005 10,098 93 35,86

4 ST 4% 10,144 10,231 87 40,00

5 ST 6% 10,063 10,142 79 45,52

6 ST 8% 10,134 10,208 74 48,97


(66)

Lampiran 11. (lanjutan)

k. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan XI

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,113 10,222 109 0,00

2 Blanko 10,042 10,131 89 18,35

3 ST 2% 10,629 10,702 73 33,03

4 ST 4% 10,157 10,217 60 44,95

5 ST 6% 10,001 10,056 55 49,54

6 ST 8% 10,175 10,228 53 51,37

7 SG 2% 10,768 10,821 53 51,37

l. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan XII

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,296 10,418 122 0,00

2 Blanko 10,068 10,165 97 20,49

3 ST 2% 10,440 10,524 84 31,15

4 ST 4% 10,020 10,097 77 36,89

5 ST 6% 10,335 10,406 71 41,80

6 ST 8% 10,163 10,230 67 45,08


(67)

(68)

(1)

b. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan II No. Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,068 10,153 85 0,00 2 Blanko 10,534 10,604 70 17,65 3 ST 2% 10,097 10,160 63 25,88 4 ST 4% 10,010 10,070 60 29,41 5 ST 6% 10,098 10,150 52 38,82 6 ST 8% 10,091 10,141 50 41,18 7 SG 2% 10,033 10,082 49 42,35

c. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan III

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,038 10,162 124 0,00 2 Blanko 10,433 10,539 106 14,72 3 ST 2% 10,501 10,578 77 38,05 4 ST 4% 10,063 10,137 74 40,47 5 ST 6% 10,164 10,235 71 42,88 6 ST 8% 10,079 10,148 69 44,49 7 SG 2% 10,751 10,821 70 43,68

d. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan IV

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,060 10,175 115 0,00 2 Blanko 10,045 10,127 82 28,69 3 ST 2% 10,066 10,146 80 30,43 4 ST 4% 10,248 10,325 77 33,04 5 ST 6% 10,454 10,527 73 36,52 6 ST 8% 10,351 10,422 71 38,26 7 SG 2% 10,896 10,967 71 38,26


(2)

Lampiran 11. (lanjutan)

e. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan V No. Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,078 10,153 78 0,00 2 Blanko 10,116 10,186 70 10,26 3 ST 2% 10,051 10,120 69 11,54 4 ST 4% 10,041 10,106 65 16,66 5 ST 6% 10,310 10,940 63 19,23 6 ST 8% 10,184 10,784 60 23,08 7 SG 2% 10,073 10,683 61 21,79

f. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan VI

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,031 10,198 167 0,00 2 Blanko 10,493 10,639 146 12,57 3 ST 2% 10,699 10,838 139 16,77 4 ST 4% 10,016 10,151 135 19,16 5 ST 6% 10,115 10,248 133 20,36 6 ST 8% 10,066 10,196 130 22,16 7 SG 2% 10,818 10,949 131 21,56

g. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan VII

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,078 10,275 197 0,00 2 Blanko 10,088 10,233 145 26,39 3 ST 2% 10,048 10,185 137 30,46 4 ST 4% 10,027 10,156 129 34,52 5 ST 6% 10,044 10,161 117 40,61 6 ST 8% 10,163 10,276 113 42,64 7 SG 2% 10,216 10,326 110 44,16


(3)

h. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan VIII

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,115 10,243 128 0,00 2 Blanko 10,217 10,319 102 20,31 3 ST 2% 10,220 10,307 87 32,03 4 ST 4% 10,027 10,104 77 39,84 5 ST 6% 10,178 10,253 75 41,41 6 ST 8% 10,204 10,275 71 44,53 7 SG 2% 10,243 10,315 72 43,75

i. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan IX

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,228 10,409 181 0,00 2 Blanko 10,034 10,175 141 22,09 3 ST 2% 10,179 10,179 136 24,86 4 ST 4% 10,234 10,348 114 37,02 5 ST 6% 10,103 10,206 103 43,09 6 ST 8% 10,248 10,347 99 45,30 7 SG 2% 10,672 10,781 109 39,78

j. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan X No. Formula Berat awal

(g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,003 10,148 145 0,00 2 Blanko 10,342 10,451 109 24,83 3 ST 2% 10,005 10,098 93 35,86 4 ST 4% 10,144 10,231 87 40,00 5 ST 6% 10,063 10,142 79 45,52 6 ST 8% 10,134 10,208 74 48,97 7 SG 2% 10,141 10,214 73 49,65


(4)

Lampiran 11. (lanjutan)

k. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan XI

No. Formula Berat awal (g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,113 10,222 109 0,00 2 Blanko 10,042 10,131 89 18,35 3 ST 2% 10,629 10,702 73 33,03 4 ST 4% 10,157 10,217 60 44,95 5 ST 6% 10,001 10,056 55 49,54 6 ST 8% 10,175 10,228 53 51,37 7 SG 2% 10,768 10,821 53 51,37

l. Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan XII

No. Formula Berat awal (g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,296 10,418 122 0,00 2 Blanko 10,068 10,165 97 20,49 3 ST 2% 10,440 10,524 84 31,15 4 ST 4% 10,020 10,097 77 36,89 5 ST 6% 10,335 10,406 71 41,80 6 ST 8% 10,163 10,230 67 45,08 7 SG 2% 10,453 10,522 69 43,44


(5)

(6)