Pengggunaan Minyak Kelapa Murni (VCO) Sebagai Pelembab Dalam Sediaan Krim

(1)

PENGGGUNAAN MINYAK KELAPA MURNI (VCO) SEBAGAI PELEMBAB DALAM SEDIAAN KRIM

SKRIPSI

OLEH:

SASNIWIATI SARI HASIBUAN NIM 060804017

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGGUNAAN MINYAK KELAPA MURNI (VCO) SEBAGAI PELEMBAB DALAM SEDIAAN KRIM

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SASNIWIATI SARI HASIBUAN NIM 060804017

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN MINYAK KELAPA MURNI (VCO) SEBAGAI PELEMBAB DALAM SEDIAAN KRIM

OLEH:

SASNIWIATI SARI HASIBUAN NIM 060804017

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juni 2011

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. Dra. Julia Reveny, M.Si., Ph.D., Apt. NIP 195404121987012001 NIP 195807101986012001

Pembimbing II, Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt.

NIP 195011171980022001 NIP 195107031977102001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

Medan, Juni 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penggunaan Minyak Kelapa Murni (VCO) Sebagai Pelembab Dalam Sediaan Krim”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan penggunaan minyak kelapa murni (VCO) ke dalam sediaan krim dimana minyak kelapa murni dapat berfungsi sebagai pelembab. Hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kepada pihak-pihak terkait tentang minyak kelapa murni (VCO) yang dapat digunakan sebagai pelembab dalam sediaan krim.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ayah dan Ibu tercinta, adinda Zoelhani Iskandar Hasibuan, Rifqi Alwi Hasibuan dan Hifzul Fadhli Hasibuan atas segala perhatian, doa, dan dukungan serta pengorbanan baik moril maupun materiil yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan beserta para

Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas dan sarana.

2. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt sebagai penasehat akademik atas nasehat dan bimbingannya selama proses perkuliahan.

3. Ibu Dra.Lely Sari Lubis, M.Si., Apt dan Fat Aminah, M.Sc., Apt sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Panitia Penguji atas segala arahan dan masukan yang sangat berarti dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis dalam perkuliahan.


(5)

6. Kepala Laboratorium Farmasetika Dasar Fakultas Farmasi USU beserta staf dan asisten atas seluruh bantuan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan penulis angkatan 2006 dan seluruh rekan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas doa, dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, maka diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juni 2011 Penulis


(6)

Penggunaan Minyak Kelapa Murni (VCO) Sebagai Pelembab Dalam Sediaan Krim

Abstrak

Kosmetika pelembab adalah kosmetika yang digunakan untuk mengurangi terjadinya penguapan air yang berlebihan dari kulit. Umumnya kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun sintetis yang dapat mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan dari minyak kulit semula. Minyak kelapa murni merupakan pelembab kulit alami karena mampu mencegah kerusakan jaringan. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan VCO yang berfungsi sebagai pelembab dalam sediaan krim. Penelitian ini meliputi: Pembuatan krim, uji homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, penentuan pH, penentuan tipe emulsi, iritasi terhadap kulit, dan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim pelembab yang dihasilkan adalah homogen. Stabil atau tidak mengalami perubahan pada penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu pada temperatur kamar. Sediaan mempunyai pH 6,46-6,8, sediaan krim yang dihasilkan merupakan tipe emulsi m/a, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan kulit gatal serta tidak menyebabkan kulit kasar. Hasil pengujian kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak kelapa murni (VCO) maka semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi penguapan air dari kulit.


(7)

Usage Virgin Coconut Oil (VCO) As Moisturizer In Cream Preparation

ABSTRACT

Moisturizing cosmetic is a cosmetic used to decrease over vaporizing of water from the skin. Generally moisturizing cosmetics consist of various plant oils, animal oils or synthetic oils that can decrease the water vaporization from skin cells but unable to replace all functions and uses of the formed natural skin oil. Virgin coconut oil (VCO) is a natural skin moisturizer because it can prevent tissue damage. This research was done to formulate VCO in function as moisturizer in a cream preparation. This research connsist of: homogenity test, preparation stability test, pH determination, emulsion type determination, isritating ability to skin, and the ability of the preparation to decrease vaporization from the skin with the help of 12 volunteers. The result of the homogenity test shwed that the moisturizer cream preparation produced was homogenous, stable or experienced no change in 1, 4, 8, and 12 weeks storage at room temperature. The cream preparation has the pH of 6,46-6,8, with emulsion type o/w, did not cause any irritation and itch in the skin, also did not roughen the skin. The result of the test about the cream’s ability to decrease vaporization from the skin showed that the higher the VCO concentration, to more powerful the cream preparation’s abilty to decrease water vaporization from the skin.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Hipotesis ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Uraian Minyak Kelapa Murni (VCO) ... 6

2.1.1. Minyak Kelapa Murni (VCO) ... 6


(9)

2.1.3. Pembuatan Minyak Kelapa Murni (VCO) ... 8

2.2. Kulit ... 11

2.2.1. Fungsi Kulit ... 12

2.2.2. Jenis Kulit ... 14

2.3. Kosmetika Pelembab ... 15

2.4. Krim ... 17

2.5. Emulsi ... 18

2.6. Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab ... 19

2.7. Silika Gel ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1. Alat-Alat ... 22

3.2. Bahan-Bahan ... 22

3.3. Sukarelawan ... 22

3.4. Prosedur Kerja ... 23

3.4.1. Formula Dasar Krim ... 23

3.4.2. Pembuatan Sediaan Krim ... 23

3.5. Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 25

3.5.1. Pemeriksaan Homogenitas ... 25

3.5.2. Pengamatan Stabilitas Sediaan Setelah Selesai Dibuat, Penyimpanan 1, 4, 8 dan 12 Minggu ... 25

3.5.3. Penentuan pH Sediaan ... 26

3.6. Penentuan Tipe Emulsi Sediaan ... 26

3.7. Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ... 26 3.8. Penentuan Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi


(10)

Penguapan Air Dari Kulit ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 29

4.1.1. Pemeriksaan Homogenitas ... 29

4.1.2. Pengamatan Stabilitas Sediaan ... 29

4.1.3. Penentuan pH Sediaan ... 31

4.2. Tipe Emulsi Sediaan ... 33

4.3. Uji Daya Iritasi Terhadap Sukarelawan ... 34

4.4. Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Dari Kulit ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Formula Sediaan Krim ... 29 Tabel 2. Data Pengamatan Terhadap Kestabilan Sediaan Pada Saat

Sediaan Selesai dibuat, 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 29 Tabel 3. Data Pengukuran pH Sediaan Setelah Pembuatan ... 31 Tabel 4. Data Pengukuran pH Sediaan Setelah Penyimpanan 1, 4, 8, 12

Minggu ... 31 Tabel 5. Data Penentuan Tipe Emulsi Sediaan ... 33 Tabel 6. Data Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 34 Tabel 7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Formula Sediaan Krim ... 40 Gambar 2. Minyak Kelapa Murni (VCO) ... 40 Gambar 3. Rangkaian Alat Yang Digunakan Untuk Pengujian


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Sediaan Formula Krim Minyak Kelapa Murni (VCO) .. 40 Lampiran 2. Minyak Kelapa Murni (VCO) ... 40 Lampiran 3. Gambar Rangkaian Alat Yang Digunakan Untuk Pengujian Penguapan Air Dari Kulit ... 41 Lampiran 4. Perhitungan ... 42 Lampiran 5. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan I ... 43 Lampiran 6. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan II ... 44 Lampiran 7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan III ... 45 Lampiran 8. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan IV ... 46 Lampiran 9. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan V ... 47 Lampiran 10. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan VI ... 48 Lampiran 11. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan VII ... 49 Lampiran 12. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan


(14)

Lampiran 13. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan IX ... 51 Lampiran 14. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan X ... 52 Lampiran 15. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan

Air Pada Sukarelawan XI ... 53 Lampiran 16. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan


(15)

Penggunaan Minyak Kelapa Murni (VCO) Sebagai Pelembab Dalam Sediaan Krim

Abstrak

Kosmetika pelembab adalah kosmetika yang digunakan untuk mengurangi terjadinya penguapan air yang berlebihan dari kulit. Umumnya kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun sintetis yang dapat mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan dari minyak kulit semula. Minyak kelapa murni merupakan pelembab kulit alami karena mampu mencegah kerusakan jaringan. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan VCO yang berfungsi sebagai pelembab dalam sediaan krim. Penelitian ini meliputi: Pembuatan krim, uji homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, penentuan pH, penentuan tipe emulsi, iritasi terhadap kulit, dan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan krim pelembab yang dihasilkan adalah homogen. Stabil atau tidak mengalami perubahan pada penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu pada temperatur kamar. Sediaan mempunyai pH 6,46-6,8, sediaan krim yang dihasilkan merupakan tipe emulsi m/a, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan kulit gatal serta tidak menyebabkan kulit kasar. Hasil pengujian kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit menunjukkan semakin tinggi konsentrasi minyak kelapa murni (VCO) maka semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi penguapan air dari kulit.


(16)

Usage Virgin Coconut Oil (VCO) As Moisturizer In Cream Preparation

ABSTRACT

Moisturizing cosmetic is a cosmetic used to decrease over vaporizing of water from the skin. Generally moisturizing cosmetics consist of various plant oils, animal oils or synthetic oils that can decrease the water vaporization from skin cells but unable to replace all functions and uses of the formed natural skin oil. Virgin coconut oil (VCO) is a natural skin moisturizer because it can prevent tissue damage. This research was done to formulate VCO in function as moisturizer in a cream preparation. This research connsist of: homogenity test, preparation stability test, pH determination, emulsion type determination, isritating ability to skin, and the ability of the preparation to decrease vaporization from the skin with the help of 12 volunteers. The result of the homogenity test shwed that the moisturizer cream preparation produced was homogenous, stable or experienced no change in 1, 4, 8, and 12 weeks storage at room temperature. The cream preparation has the pH of 6,46-6,8, with emulsion type o/w, did not cause any irritation and itch in the skin, also did not roughen the skin. The result of the test about the cream’s ability to decrease vaporization from the skin showed that the higher the VCO concentration, to more powerful the cream preparation’s abilty to decrease water vaporization from the skin.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetika sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur,

arang, batubara bahkan api, air, embun, pasir atau sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

Kulit merupakan ‘selimut’ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kulit juga mengandung lapisan lemak yang berfungsi untuk mengontrol penguapan air, tetapi kulit juga mengeluarkan cairan pelembab alami. Kesetimbangan kandungan air dalam kulit sangat penting untuk diperhatikan (Ditjen POM, 1985).

Kekeringan pada kulit dapat terjadi jika bahan-bahan yang melindungi kulit dari kekeringan terangkat dari kulit oleh perspirasi atau pencucian. Bahan-bahan tersebut terangkat jika tidak dilindungi oleh lapisan lemak tipis yang tidak larut air. Penggosokan berkali-kali dengan sabun dan detergan juga akan menimbulkan kekeringan pada kulit. Kelembaban udara juga diketahui berpengaruh terhadap kekeringan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).


(18)

Pada kondisi kulit tertentu pelembaban diperlukan oleh kulit untuk mempertahankan struktur dan fungsinya. Oleh karena beberapa faktor baik faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar, kulit dapat menjadi lebih kering. Secara alamiah kulit berusaha untuk melindungi dirinya. Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi untuk melindungi kelembaban kulit dan karena itu dibutuhkan perlindungan tambahan nonalamiah yang berasal dari luar kulit yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997 ).

Menurut Rindengan (2004) pelembab yang ideal adalah pelembab yang mampu melembutkan kulit dan melindunginya dari kerusakan. Umumnya kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun sintetis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan dari minyak kulit semula (Wasitaatmadja, 1997).

Pada umumnya, sebagian besar sediaan kosmetika yang beredar adalah sediaan minyak dalam air, karena mudah menyebar dan merata pada permukaan kulit. Dengan pemilihan komponen yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket sehingga dapat dengan mudah dihilangkan dengan pencucian (Ditjen POM, 1985).

Emulsi minyak dalam air mengandung bahan-bahan emulgator nonionik, sabun-sabun trietanolamine dan humektan seperti gliserol,sirup sorbitol, propilen

glikol dan lain-lain yang dapat berguna sebagai pelembab kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).


(19)

Minyak kelapa murni merupakan pelembab kulit alami karena mampu mencegah kerusakan jaringan dan memberikan perlindungan terhadap kulit tersebut. Minyak kelapa murni pun mampu mencegah berkembangnya bercak-bercak di kulit akibat penuaan dan melindungi kulit dari cahaya matahari. Bahkan minyak kelapa murni dapat memperbaiki kulit yang rusak atau sakit. Oleh karena itu, penggunaan minyak kelapa murni akan mampu menampilkan kulit lebih muda (Rindengan dan Novarianto, 2004).

Indonesia yang merupakan negara tropis dengan banyaknya pulau merupakan negara produsen kelapa utama di dunia. Tidak heran jika pohon kelapa telah mendampingi kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman nenek moyang ribuan tahun yang silam. Semua bagian pohon kelapa memberikan manfaat bagi kehidupan sehari-hari (Rindengan dan Novarianto, 2004).

Semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan menjadi bahan pangan atau bahan baku industri. Dari sabut kelapa, air kelapa, buah, sampai tempurung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Selama ini, orang memanfaatkan daging buah kelapa untuk kopra. Dari kopra ini nantinya dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan minyak goreng. Hasil sampingan pembuatan minyak goreng, berupa blondo masih dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan roti. Dan hasil sampingan lain berupa ampas kelapa banyak digunakan oleh peternak sebagai pakan ternak ( Setiaji dan Prayugo, 2006 ).

Menurut Wardani ( 2007) Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa murni merupakan minyak murni yang dalam proses pembuatannya tidak mengalami proses pemanasan atau tambahan bahan apapun sehingga komponen antioksidan nya tidak mengalami kerusakan. Dalam pembuatan minyak kelapa


(20)

murni tidak mengalami proses fermentasi ataupun penambahan enzim, sehingga hasil yang diperoleh berupa VCO yang berwarna bening, tidak berbau tengik tetapi beraroma khas kelapa (Andi, 2005).

Karena tidak mengalami proses pemanasan, maka pembuatan minyak kelapa murni dilakukan dengan proses dingin yaitu dapat dilakukan dengan cara pengadukan, pancingan, sentrifugasi, pemanasan terkendali, pengeringan parutan kelapa secara cepat dan lain-lain ( Darmoyuwono, 2006 ).

Minyak kelapa sudah sejak lama digunakan untuk kulit agar tetap halus, lembut dan mulus. Susunan molekular dari minyak kelapa murni memberikan tekstur lembut dan halus pada kulit. Minyak yang dioleskan pada kulit akan mempengaruhi jaringan tubuh, terutama jaringan konektif. Bersatunya jaringan konektif membuat kulit menjadi kuat (Rindengan dan Novarianto, 2004).

Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) memiliki banyak manfaat di bidang farmasi dan kesehatan. Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) juga memiliki kandungan antioksidan dan pelembab yang sangat tinggi dimana antioksidan ini berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Nilamsari, 2006). Kandungan antioksidan dari minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) tidak mengalami kerusakan dan masih lengkap dalam

jumlah yang seimbang dengan pemanasan pada suhu 60-75⁰ C ( Setiaji dan Prayugo, 2006 ).

Berdasarkan uraian di atas dan sebagai gerakan kembali ke alam dengan memanfaatkan minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO), maka penulis tertarik untuk menggunakan minyak kelapa murni atau virgin coconut oil ( VCO ) sebagai pelembab dalam sediaan krim.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) dapat diformulasikan kedalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.

2. Apakah minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim.

1.3. Hipotesa

1. Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil ) dapat diformulasikan kedalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.

2. Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk memformulasikan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil ) dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.

2. Untuk menguji seberapa besar kemampuan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil ) mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit dalam bentuk sediaan krim.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomis dari minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil ) sehingga semakin banyak di produksi dan digunakan oleh masyarakat.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Minyak Kelapa Murni (VCO) 2.1.1 Minyak Kelapa murni ( VCO )

Selama sekitar 3960 tahun yang lalu, dari 4000 tahun sejak adanya catatan sejarah, telah diketahui penggunaan buah kelapa sebagai bahan makanan dan kesehatan. Selama itu, dicatat bahwa buah kelapa memang sangat bermanfaat, tanpa efek samping. Pohon kelapa dipandang sebagai sumber daya berkelanjutan yang memberikan hasil panen yang berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan masyarakat di daerah tropis. Dan yang penting adalah buahnya, daging kelapa, air kelapa, santan, dan minyaknya ( Darmoyuwono, 2006 ).

Belakangan ini, pemanfaatan daging buah kelapa menjadi lebih variatif. Virgin coconut oil ( VCO ) merupakan bentuk olahan daging kelapa yang baru-baru ini banyak diproduksi orang. Di beberapa daerah, VCO lebih terkenal

dengan nama minyak perawan, minyak sara, atau minyak kelapa murni ( Setiaji dan Prayugo, 2006 ).

Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional dihasilkan minyak kelapa bermutu kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa. Bahkan warnanya agak kecokelatan sehingga cepat menjadi tengik. Daya simpannya pun tidak lama, hanya sekitar dua bulan saja. Oleh karena itu, dilakukan serangkaian pengujian untuk memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa tersebut sehingga diperoleh minyak kelapa dengan


(23)

mutu yang lebih baik dari cara sebelumnya. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening, serta berbau harum. Daya simpannya pun menjadi lebih lama, bisa lebih dari 12 bulan ( Rindengan dan Novarianto, 2004 ).

Minyak kelapa murni merupakan hasil olahan kelapa yang bebas dari trans-fatty acid (TFA) atau asam lemak-trans. Asam lemak trans ini dapat terjadi akibat proses hidrogenasi. Agar tidak mengalami proses hidrogenasi, maka ekstraksi minyak kelapa ini dilakukan dengan proses dingin. Misalnya, secara fermentasi, pancingan, sentrifugasi, pemanasan terkendali, pengeringan parutan kelapa secara cepat dan lain-lain ( Darmoyuwono, 2006 ).

Minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-fisika antara lain : 1. penampakan : tidak berwarna, Kristal seperti jarum

2. aroma : ada sedikit berbau asam ditambah bau caramel

3. kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol (1:1) 4. berat jenis : 0,883 pada suhu 20⁰C

5. pH : tidak terukur, karena tidak larut dalamair. Namun karena termasuk dalam senyawa asam maka dipastikan memiliki pH di bawah 7

6. persentase penguapan : tidak menguap pada suhu 21⁰C (0%) 7. titik cair : 20-25⁰C

8. titik didih : 225⁰C

9. kerapatan udara (Udara = 1) : 6,91

10. tekanan uap (mmHg) : 1 pada suhu 121⁰C

11. kecepatan penguapan (Asam Butirat = 1) : tidak diketahui ( Darmoyuwono, 2006 ).


(24)

2.1.2 Kandungan Minyak Kelapa Murni (VCO)

Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah penimbunan di dalam tubuh. Di samping itu ternyata kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi seperti tokoferol dan betakaroten. Antioksidan ini

berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006).

Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam laurat . VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat. Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Sedangkan menurut Price (2004) VCO mengandung 92% lemak jenuh, 6% lemak mono tidak jenuh dan 2% lemak poli tidak jenuh (Wardani, 2007).

2.1.3 Pembuatan Minyak Kelapa Murni (VCO)

Ada beberapa cara pembuatan minyak kelapa murni (VCO) yaitu: a. Cara Tradisional

Cara ini sudah lama dipraktikkan oleh ibu-ibu di pedesaan. Umumnya, VCO yang dihasilkan digunakan untuk minyak goreng. VCO yang dihasilkan dengan cara tradisional berwarna agak kekuningan dan memiliki daya simpan yang tidak lama. Kandungan antioksidan dan asam lemak rantai sedang juga sudah banyaj yang hilang. Cara pembuatannya yaitu sabut buah kelapa dikupas kemudian dibelah dan daging buahnya dicongkel. Daging buah tersebut dibersihkan dengan air mengalir kemudian diparut. Hasil parutan kelapa di


(25)

campur dengan air dengan perbandingan 10:6. Endapkan santan sekitar 1 jam sampai terbentuk krim santan dan skim santan. Ambil krim santan dan panaskan hingga mendidih pada suhu sekitar 100-110⁰ C. Matikan api bila sudah terbentuk minyak dan blondo. Lama waktu yang dibutuhkan sekitar 3-4 jam. Minyak yang sudah diperoleh disaring dengan menggunakan kain dan kertas saring.

b. Cara Pemanasan Bertahap

Cara ini dilakukan untuk menyempurnakan pembuatan VCO cara tradisonal. Minyak yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan cara tradisional. Minyak yang dihasilkan berwarna bening seperti kristal dan memiliki daya simpan yang lebih lama berkisar 10-12 tahun. Kandungan asam lemak tidak banyak yang berubah dan kandungan antioksidannya pun masih lengkap dalam jumlah yang seimbang. Cara pembuatan dengan metode ini sama dengan cara pembuatan dengan cara tradisional, yang berbeda terletak pada suhu pemanasan. Dimana, pada pemanasan bertahap suhu yang digunakan sekitar 60-75⁰ C. Bila suhu mendekati angka 75⁰ C matikan api dan bila suhu mendekati angka 60⁰C nyalakan lagi api. Demikian seterusnya sampai terbentuk minyak dan blondo. Kemudian lakukan penyaringan.

c. Cara Enzimatis

Cara ini merupakan cara pembuatan VCO tanpa proses pemanasan. Minyak yang dihasilkan berwarna bening seperti kristal. Kandungan asam lemak rantai sedang dan antioksidannya tidak banyak berubah sehingga tidak mudah tengik. Enzim yang dibutuhkan adalah enzim protease, enzim papain (daun papaya), enzim bromelin (buah nanas), dan enzim protease dari kepiting sungai.


(26)

Cara pembuatan santan sama dengan dua metode di atas. Setelah terbentuk santan diamkan selama 1 jam sampai terbentuk krim dan skim santan. Buang bagian skim santan dengan menggunakan selang. Parut nanas hingga halus. Jika menggunakan daun papaya iris tipis-tipis sampai mengeluarkan getah. Jika menggunakan kepiting sungai maka kepiting tersebut dihaluskan. Campurkan santan dengan enzim bromelin atau enzim papain atau enzim protease kepiting sungai dengan cara diaduk. Diamkan selama 20 jam hingga terbentuk 3 lapisan yaitu minyak, blondo dan air. Buang air dengan selang dan ambil minyak dengan sendok besar secara hati-hati agar blondo tidak ikut. Lalu lakukan penyaringan. d. Cara Pengasaman

Cara ini tidak memerlukan pemanasan sehingga minyak yang dihasilkan bening, tidak cepat tengik, dan daya simpannya sekitar 10 tahun. Cara pembuatan santan sama dengan cara diatas. Diamkan santan sampai terbentuk krim dan skim. Buang bagian skim kemudian tambahkan beberapa ml asam cuka kedalam krim santan. Ambil kertas lakmus, celupkan kedalam campuran santan-cuka. Cek pH nya. Jika kurang dari 4,3 maka, tambahkan lagi asam cuka. Jika lebih dari 4,3 maka, tambahkan lagi air. Jika pH sudah cocok diamkan campuran tersebut selama 10 jam hingga terbentuk minyak, blondo, dan air. Buang bagian air dan ambil bagian minyak kemudian lakukan penyaringan.

e. Cara Sentrifugasi

sentrifugasi merupakan cara pembuatan VCO dengan cara mekanik. Cara ini membutuhkan biaya yang mahal karena menggunakan alat yang mahal. Cara ini lebh cocok digunakan dalam skala besar seperti di pabrik. Waktu yang diperlukan relatif cepat yaitu sekitar 15 menit. Cara pembuatan santan sama


(27)

dengan yang di atas. Diamkan santan selama 1 jam. Masukkan krim santan kedalam alat sentrifuse. Atur pada angka 20.000 rpm dan waktu pada angka 15 menit. Kemudian nyalakan alat sentrifuse. Diamkan sentrifuse dan diamkan sebentar. Ambil tabung dimana di dalam tabung terbentuk 3 lapisan. Ambil bagian VCO dengan menggunakan pipet tetes.

f. Cara Pemancingan

Cara ini ditemukan untuk memperbaiki cara-cara pembuatan VCO sebelumnya. Untuk mendapatkan VCO yang baik maka, pada cara ini memerlukan VCO sebagai umpan. Cara pembuatan santan sama dengan cara diatas. Diamkan santan sampai terbentuk krim dan skim. Buang bagian skim kemudian tambahkan VCO kedalam bagian krim dengan perbandingan 1:3. Aduk rata sekitar 5-10 menit. Diamkan selama 10 jam sampai terbentuk VCO, blondo dan air. Buang bagian air dengan selang. Ambil VCO dengan sendok. Kemudian lakukan penyaringan dengan cara yang sama seperti yang di atas.

2.2 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu :

1. Lapisan epidermis atau kutikel yang terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis (Wasitaatmadja, 1997).


(28)

Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik karena kosmetik dipakai pada epidermis (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin) yang terdiri dari pars papilaris yaitu dan pars retikularis (Wasitaatmadja, 1997).

3. Lapisan subkutis (hypodermis)

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel lemak didalamnya (Wirakusumah, 1994).

2.2.1 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi yang sangat penting bagi tubuh manusia. Fungsi tersebut antara lain :

1. Fungsi Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997).

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. (Tranggono dan Latifah, 2007).

2. Fungsi Absorpsi

Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal dan tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis vehikulum zat yang


(29)

menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antarsel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut.

3. Fungsi Ekskresi

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, ammonia dan sedikit lemak. Sebum yang diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dengan cara meminyaki kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.

4. Fungsi Pengindra (Sensori)

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan Krause.

5. Fungsi Pengaturan suhu Tubuh (Termoregulasi)

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori/panas tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri dari kehilangan panas pada waktu dingin.

6. Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis)

Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal epidermis. Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Selain oleh pigmen, warna kulit dibentuk pula oleh tebal tipisnya kulit, Hb-reduksi, Hb-oksidasi, dan karoten.


(30)

7. Fungsi Keratinisasi

Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai tiga jenis sel utama : keratinosit, melanosit dan sel Langerhans. Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih polygonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat melaksanakan fungsinya secara baik.

8. Fungsi Produksi Vitamin D

Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D.

9. Fungsi Ekspresi Emosi

Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi sebagai alat untuk menyatakan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.2 Jenis Kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit umumnya terdiri atas 3 jenis, dengan tambahan jenis kulit kombinasi dan kulit yang bermasalah.

1. Kulit normal; merupakan kulit ideal yang sehat, tidak mengkilap atau kusam, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban cukup.

2. Kulit berminyak; adalah kulit yang mempunyai kadar minyak permukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilat, kotor dan kusam, biasanya pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.


(31)

3. Kulit kering; adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang atau sedikit sehingga pada permukaan terasa kering, kasar karena banyak lapisan kulit yang lepas dan retak, kaku atau tidak elastis dan mudah terlihat kerutan.

4. Kulit campuran atau kombinasi; yaitu kulit seseorang yang sebagian normal sebagian lafi kering atau berminyak.

5. Kulit sensitif; yaitu kulit yang peka terhadap aplikasi zat kimia di atasnya. 6. Kulit berjerawat; yaitu kulit yang disertai adanya jerawat, biasanya

berminyak

7. Kulit hiperpigmentasi; yaitu kulit yang disertai dengan bercak hitam (Wasitaatmadja, 1997).

2.3 Kosmetika Pelembab

Kosmetika berasal dari bahasa Yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan menghias, mengatur. Dalam defenisi tersebut, yang dimaksud dengan ‘tidak dimaksudkan untuk mengobati dan menyembuhkan suatu penyakit’ adalah sediaan tersebut seyogiyanya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetika pelembab merupakan jenis kosmetika yang digunakan untuk mencegah terjadinya penguapan air yang berlebihan dari kulit. Mekanisme dimana kulit mengalami kekeringan belum jelas dipahami. Beberapa orang dapat mengalami kulit kering pada waktu dan berbagai kondisi lingkungan tertentu, tetapi pada beberapa orang lainnya jarang mengalami gejala yang sama pada berbagai kondisi lingkungan. Kekeringan pada umumnya terlihat pada keadaan udara dingin dan ketika kelembaban relatif rendah (Navarre, 1975).


(32)

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit. Selain itu, kulit juga dilindungi oleh bahan-bahan yang bisa menyerap air seperti asam amino, purin, pentose, choline, dan derivate asam fosfat yang jumlah totalnya 20% dari berat lapisan stratum corneum (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kandungan air dalam sel-sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi penguapan air berlebihan maka nilai kandungan air tersebut berkurang. Cara mencegah penguapan air dari sel kulit adalah :

1. Menutup permukaan kulit dengan minyak ( oklusif).

2. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan salam kulit.

3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat hidrofilik yang menyerap air.

4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruhnya yang mengeringkan kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Umumnya kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun sintetis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan dari minyak kulit semula (Wasitaatmadja, 1997).

Ada dua macam kosmetika pelembab, yaitu : a. Kosmetika pelembab berdasarkan lemak


(33)

Kosmetika pelemban tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut.

b. Kosmetika pelembab berdasarkan gliserol atau humektan sejenis

Preparat jenis ini akan mongering di permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum corneum kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Namun, sekarang ini lebih diarahkan untuk produk yang

terdiri dari emulsi minyak dalam air, yang dapat dicuci dengan air ( Ditjen POM, 1995).

Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak di dalam air, dan dikenal sebagai krim. Basis vanishing cream termasuk dalam golongan ini, diberi istilah demikian karena waktu krim ini digunakan dan digosokkan pada kulit,

hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang adanya krim tersebut ( Lachman, 1994).


(34)

Basis krim (vanishing cream) lebih banyak disukai pada penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Vanishing cream mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat. Humektan (gliserin, propilenglikol, sorbitol 70%) sering ditambahkan pada vanishing cream dan emulsi o/w untuk mengurangi peguapan air dari permukaan basis (Voight, 1995).

2.5 Emulsi

Menurut Ditjen POM (1995) emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan-tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirhnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Dikenal dua macam tipe emulsi emulsi yaitu emulsi tipe minyak dalam air dimana tetesan minyak terdispersi dalam fase air dan tipe air dalam minyak dimana tetesan air terdispersi dalam fase minyak (Anief, 2005).

Dalam sediaan kosmetika, biasanya fase air dan fase minyak bukan merupakan komponen tunggal, tetapi dalam setiap fase tersebut kemungkinan mengandung beberapa komponen (Ansel, 1989). Pada umumnya, sebagian besar sediaan kosmetika yang beredar adalah sistem minyak dalam air, karena mudah menyebar pada permukaan kulit. Emulsi minyak dalam air dapat dengan mudah dicuci dengan air karena sifatnya yang mudah dibasahi oleh air. Tipe emulsi ini


(35)

cocok untuk preparat-preparat krim, lotio yang pada penggunaannya diinginkan dapat dengan mudah dihilangkan dari kulit (Ditjen POM, 1985 ).

Selain itu, tipe emulsi minyak dalam air mengandung 10 sampai 35% fase minyak dan dapat menurunkan viskositas emulsi dari fase minyak 5 sampai 15%. Air sebagai fase eksternal membantu mengurangi kekeringan stratum korneum pada kulit sehingga emulsi minyak dalam air banyak digunakan dalam sediaan krim (Barel dan Maibach, 2001).

2.6. Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab

Bahan-bahan yang biasanya digunakan pada sediaan krim pelembab mencakup zat emolien, zat sawar (barier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan, zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).

1. Zat emolien

Zat emolien adalah zat yang digunakan pada kulit untuk mengurangi gejala kekeringan pada kulit (Navarre, 1975). Zat ini juga berfungsi untuk melunakkan kulit. Yang termasuk emolien adalah lanolin dan derivatnya, sterol, phospholipid, hydrocarbon, asam lemak, ester asam lemak, ester asam lemak dengan alkohol.

2. Zat sawar (barier)

Berfungsi untuk melindungi kulit dari kehilangan air yang berlebihan pada lapisan tanduk. Bahan yang biasa digunakan adalah paraffin, cera, Na CMC, tragacanth, dll.


(36)

3. Zat humektan

Berfungsi untuk mengatur kelembaban sediaan baik dalam wadah maupun pemakaiannya pada kulit. Yang biasa dipakai adalah gliserin, propilen glikol, sorbitol.

4. Zat pengental dan pembentuk lapisan tipis

Biasa digunakan dengan kadar lebih kecil dari 1%. Contohnya: gom,

alginate, derivate sellulosa, carbopol, PVP dan lain-lain (Balsam, 1972).

5. Zat pengemulsi

Digunakan untuk menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-permukaan antara tetesan dan fase eksternal (Ditjen POM, 1995). 6. Pengawet

Bahan untuk mencegah tumbuhnya atau untuk bereaksi dan menghancurkan mikroorganissme yang bisa merusak produk atau tumbuh pada produk. Kontaminasi dengan mikroorganisme dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap, perubahan warna, perubahan viskositas, penurunan daya kerja bahan aktif, pemisahan

emulsi, perubahan perasaan atas pemakaian produk (Tranggono dan Latifah, 2007).

7. Parfum

Untuk memberikan bau yang segar harum pada sediaan. 8. Pewarna

Digunakan untuk memberikan warna pada sediaan agar sediaan memiliki tampilan yang baik (Wasitaatmadja, 1997).


(37)

2.7. Silika Gel

Pemerian silika gel merupakan silicon dioxide (SiO2) terhidrat sebagian, amorf, terdapat dalam bentuk granul seperti kaca dengan berbagai ukuran. Jika digunakan sebagai pengering, seringkali dialut dengan senyawa yang berubah warna jika kapasitas penguapan air telah habis (Ditjen POM, 1995).

Silika gel bersifat non-toxic, dan mampu memberikan kapasitas dehumidification fisikawi dan kimiawi karena memiliki kemampuan adsorbsi dan stabilitas kimia yang baik, area permukaan yang luas, serta kekuatan mekanis yang tinggi. Silika gel digunakan sebagai desiccant yang berfungsi menyerap kelembaban dan mencegah kerusakan selama penyimpanan. Di dalamnya terdapat granula yang menghubungkan pori-pori mikroskopik yang akan menangkap dan menahan uap air. Silika gel yang siap digunakan berwarna biru, sedangkan jika silika gel sudah menyerap uap air, maka silika gel akan berubah warna menjadi pink.Bahan pengering tersebut dapat diaktifkan lagi dengan cara pemanasan pada suhu 110oC hingga warna semula tampak lagi (Anonim, 2009)


(38)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat-Alat yang Digunakan

Neraca listrik (Mettler Toledo), pH meter (Orion EA 940), mikroskop, lumpang porselen, stamfer, objek gelas, alat-alat gelas, tutup pot plastik, kain kasa, penangas air, batang pengaduk, spatel, pot plastik, selotip transparan.

3.2. Bahan-Bahan yang Digunakan

Asam stearat (E-merck), setil alkohol (E-merck), trietanolamina, gliseril monostearat (E- merck), lanolin (E-merck), propilen glikol (E-merck), span 80 (E-merck), tween 80 (E-merck) , metil paraben (E-merck), natrium metabisulfit (E-merck), propil paraben (E-merck), silika gel, minyak kelapa murni (VCO), aquadest, parfum aroma buah.

3.3. Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 12 orang dengan kriteria sebagai berikut:

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-25 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985).


(39)

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Formula Dasar Krim (Formularium Kosmetika Indonesia, 1985) Gliseril monostearat SE 4,0%

Asam stearat 4,0%

Setil alkohol 2,0%

Lanolin 2,0%

Robane 4,0%

Propilen glikol 3,0%

Trietanolamina 1,0%

Parfum q.s

Zat pengawet q.s

Air ad 100%

Formula yang telah dimodifikasi: Gliseril monostearat SE 4,0%

Asam stearat 4,0%

Setil alkohol 2,0%

Lanolin 2,0%

Span 80 0,5%

Tween 80 4,5%

Propilen glikol 3,0%

Trietanolamina 1,0%

Metil paraben 0,2%

Propil paraben 0,2%

Natrium metabisulfit 0,2%

Parfum q.s

Air ad 100%

3.4.2. Pembuatan Sediaan Krim

Konsentrasi virgin coconut oil yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 10%; 20%; 30%; 40%.Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut:


(40)

Tabel 1. Formula Sediaan Krim Komposisi

(%)

Formula

A B C D E F G H

Gliseril Monostearat

4 4 4 4 4 4 4 4

Asam stearat 4 4 4 4 4 4 4 4

Setil alkohol 2 2 2 2 2 2 2 2

Lanolin - - - 2 2

propilen glikol - - - 3 - 3

Virgin Coconut Oil

- 10 20 30 40 - - -

TEA 1 1 1 1 1 1 1 1

Span 80 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Tween 80 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5

Natrium metabisulfit

0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Metil paraben 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Propil paraben 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Air suling 83,4 73,4 63,4 53,4 43,4 81,4 80,4 78,4

Parfum (tetes) 5 5 5 5 5 5 5 5

Keterangan : Formula A : Blanko

Formula B : Konsentrasi virgin coconut oil 10% Formula C : Konsentrasi virgin coconut oil 20% Formula D : Konsentrasi virgin coconut oil 30% Formula E : Konsentrasi virgin coconut oil 40%

Formula F : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% (pembanding) Formula G : Konsentrasi dengan lanolin 2% (pembanding)

Formula H :Konsentrasi dengan propilen glikol 3% dan lanolin 2% (pembanding)

Cara Pembuatan:

Asam stearat, setil alkohol, gliseril monostearat, dimasukkan ke dalam cawan penguap dan dilebur di atas penangas air (massa I). Metil paraben, propil paraben, natrium metabisulfit dan trietanolamina dilarutkan dalam air panas (massa II). Kemudian ke dalam lumpang panas dimasukkan massa I dan massa II gerus cepat, tambahkan span 80 dan tween 80, gerus cepat sampai terbentuk dasar krim yang homogen, ditambahkan parfum 5 tetes, gerus sampai homogen.


(41)

Cara Pembuatan krim dengan minyak kelapa murni:

Asam stearat, setil alkohol, gliseril monostearat, minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dimasukkan ke dalam cawan penguap dan dilebur di atas penangas air (massa I). Metil paraben, propil paraben, natrium metabisulfit dan trietanolamina dilarutkan dalam air panas (massa II). Kemudian ke dalam lumpang panas dimasukkan massa I dan massa II gerus cepat, tambahkan span 80 dan tween 80, gerus cepat sampai terbentuk dasar krim yang homogen, ditambahkan parfum 5 tetes, gerus sampai homogen.

3.5. Penentuan Mutu Fisik Sediaan 3.5.1. Pemeriksaan Homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Cara:

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.5.2. Pengamatan Stabilitas Sedíaan Setelah Selesai Dibuat, Penyimpanan 1, 4, 8, 12 Minggu

Cara:

Masing-masing formula sedíaan dimasukkan kedalam gelas ukur 25 ml, ditutup bagian atasnya dengan plastik. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sedíaan telah selesai dibuat, penyimpanan 1 minggu, 4 minggu, 8 minggu, dan 12 minggu dilakukan pada temperatur kamar, bagian yang diamati berupa pecah atau tidaknya emulsi, perpisahan fase, perubahan warna dan bau dari sedíaan.


(42)

3.5.3. Penentuan pH Sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Cara:

Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudiaan elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudiaan elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. (Rawlins, 2003).

3.6. Penentuan Tipe Emulsi Sediaan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui tipe emulsi dari masing-masing sediaan.

Cara :

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan diatas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Tutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM, 1985).

3.7. Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

Percobaan ini dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan untuk mengetahui apakah sediaan yang dibuat dapat menyebabkan iritasi pada kulit, gatal pada kulit atau pengkasaran pada kulit.


(43)

Cara:

Kosmetika dioleskan dibelakang telinga, kemudian di biarkan selama 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi berupa iritasi pada kulit, gatal dan pengkasaran (Wasitaatmadja, 1997).

3.8. Penentuan Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air dari Kulit

Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dilakukan dengan menggunakan dua buah gelas silinder dimana salah satu gelas silinder di lubangi kemudian kedua gelas silinder tersebut di satukan atau direkatkan dengan menggunakan polyethylene (Navarre, 1975). Alat ini kemudian di modifikasi dengan menggunakan dua buah tutup pot plastik berdiameter 4,5 cm dimana salah satu tutup pot dilubangi dan dirangkai seperti pada lampiran 3. Uji ini di lakukan untuk mengetahui banyaknya penguapan air dari kulit sehingga dapat diketahui kelembaban dari kulit

Cara :

Sediaan ditimbang sebanyak 100 mg. Pada bagian lengan bawah sukarelawan diberikan tanda berupa lingkaran yang sama diameternya dengan diameter tutup pot plastik yang digunakan. Dioleskan sediaan pada bagian tersebut. Sebelum dipakai, silika gel dipanaskan terlebih dahulu agar dicapai berat konstan, kemudiaan diletakkan pada desikator. Pada wadah plastik yang belum dilubangi ditimbang 10 g silika gel. Wadah silika gel tersebut diselubungi dengan kain kasa sehingga silika gel tersebut tidak jatuh meskipun wadah silika dibalikkan. Wadah plastik yang lain dilubangi, kemudian wadah plastik disatukan dengan menggunakan isolatip transparan, wadah yang berlubang berada pada


(44)

bagian bawah, dan posisi kedua wadah menelungkup. Selanjutnya wadah plastik diletakkan pada lengan bawah sukarelawan yang telah diolesi sediaan. Agar wadah plastik tersebut dapat melekat dengan baik dan untuk mencegah pengaruh udara dari lingkungan maka digunakan isolatif transparan yang ditempelkan sedemikian rupa pada lengan bagian bawah tersebut. Alat ini dibiarkan menempel selama 3 jam kemudiaan segera dilepas, silika gel yang digunakan ditimbang kembali. Cara ini dilakukan untuk setiap sediaan dan pembanding yaitu sediaan yang menggunakan propilen glikol 3%, lanolin 2%, propilen glikol 3% dengan lanolin 2% dan blanko sebagai kontrol pengujian tanpa diolesi sediaan.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.1.1. Pemeriksaan Homogenitas

Dari percobaan yang dilakukan pada sedíaan krim pelembab tidak diperoleh butiran-butiran, maka sedíaan krim pelembab dikatakan homogen. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sedíaan pembanding yaitu formula A, F, G, dan H hasil yang diperoleh juga menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada objek gelas.

4.1.2. Pengamatan Stabilitas Sediaan

Tabel 2. Data Pengamatan Terhadap Kestabilan Sediaan Pada Saat Sediaan Selesai dibuat, 1, 4, 8 dan 12 minggu

No Formula Pengamatan setelah

Selesai dibuat

1 Minggu 4 Minggu 8 Minggu 12 Minggu X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z

1 A - - - -

2 B - - - -

3 C - - - -

4 D - - - -

5 E - - - -

6 F - - - -

7 G - - - -

8 H - - - -

Keterangan : Formula A : Blanko

Formula B : Konsentrasi virgin coconut oil 10% Formula C : Konsentrasi virgin coconut oil 20% Formula D : Konsentrasi virgin coconut oil 30% Formula E : Konsentrasi virgin coconut oil 40%

Formula F : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% (sebagai pembanding)

Formula G : Konsentrasi dengan lanolin 2% (sebagai pembanding) Formula H : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% dan lanolin


(46)

X : Perubahan warna Y : Perubahan bau Z : Pecahnya emulsi - : Tidak terjadi

Stabilitas dari suatu sediaan farmasi dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan warna, rasa dan bau selama penyimpanan. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi jika bahan-bahan yang terdapat dalam sediaan tersebut teroksidasi.

Suatu sediaan emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami flokulasi, creaming dan koalesensi. Flokulasi merupakan proses yang terjadi antara droplet dari fase internal emulsi dimana droplet tersebut bergabung menjadi suatu partikel besar tetapi dengan pengocokan sedikit akan terdispersi sempurna . Koalesensi merupakan agregasi antara dua partikel dimana jika dua partikel tersebut bergabung, maka akan membentuk satu partikel besar, secara visual akan terlihat adanya pemisahan (Barel dan Maibach, 2001).

Creaming terjadi jika agregat dari bulatan fase dalam mempunyai kecendrungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut daripada partikel-partikelnya sendiri. Dikenal dua macam creaming yaitu up ward creaming dimana terjadi pembentukan massa krim ke atas yang disebabkan berat jenis fase terdispersi lebih kecil daripada berat jenis fase pendipersi dan down ward creaming yaitu terjadi pembentukan massa krim kebawah yang disebabkan berat jenis fase terdispersi lebih besar daripada berat jenis fase pendispersi. Oleh karena itu utnuk meningkatkan stabilitas emulsi, maka

perbedaan fase terdispersi dan fase pendispersi harus sekecil mungkin ( Ansel, 1989).


(47)

Berdasarkan data yang diperoleh dan dapat dilihat pada tabel 2 menujukkan bahwa masing-masing formula yang telah diamati selama 12 minggu memberikan hasil yang baik yaitu tidak mengalami perubahan warna, bau dan juga pemisahan fase.

4.1.3. Penentuan pH Sediaan

pH sediaan ditentukan dengan mengggunakan pH meter. Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 3. Data pengukuran pH sediaan setelah pembuatan

No Formula pH

1 A 7,33

3 B 6,8

5 C 6,63

8 D 6,53

9 E 6,46

10 F 7,1

11 G 6,73

12 H 6,9

Tabel 4. Data pengukuran pH sediaan setelah pengamatan 1, 4, 8, 12 minggu

No Formula pH

1 A 7,4

3 B 6,8

5 C 6,57

8 D 6,5

9 E 6,36

10 F 7,13

11 G 6,77

12 H 6,97

Keterangan : Formula A : Blanko

Formula B : Konsentrasi virgin coconut oil 10 % Formula C : Konsentrasi virgin coconut oil 20 % Formula D : Konsentrasi virgin coconut oil 30 % Formula E : Konsentrasi virgin coconut oil 40 %

Formula F : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% (sebagai pembanding)

Formula G : Konsentrasi dengan lanolin 2% (sebagai pembanding) Formula H : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% dan lanolin


(48)

Hasil penentuan pH sediaan setelah pembuatan, didapatkan bahwa pH dari formula A: 7,33, formula B: 6,8, formula C: 6,63, formula D: 6,53, formula E: 6,46, formula F: 7,1, formula G: 6,73, formula H: 6,9. Sedangkan pH setelah 3 bulan pengamatan stabilitas, didapatkan bahwa pH dari formula A: 7,4, formula B: 6,8, formula C: 6,57, formula D: 6,5, formula E: 6,36, formula F: 7,13, formula G: 6,77, dan formula H: 6,97.

Dari data dapat dilihat bahwa semakin banyak jumlah minyak kelapa murni atau VCO yang ditambahkan maka pH sediaan semakin menurun atau dengan kata lain pH sediaan semakin asam. Ini dapat disebabkan karena banyaknya kandungan asam pada minyak kelapa murni yang menyebabkan pH dari sediaan menjadi asam.

Komponen utama minyak kelapa murni atau VCO adalah asam lemak jenuh yang terdiri dari ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat serta asam lemak tidak jenuh sehingga minyak kelapa murni memiliki pH asam (Wardani, 2007).

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pH setelah pembuatan berbeda dengan pH setelah pengamatan selama 3 bulan, dimana setelah pengamatan 3 bulan pada masing-masing formula lebih rendah di bandingkan setelah pembuatan. Penurunan pH ini dapat terjadi karena minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dalam masing-masing formula terhidrolisis. Ini terjadi karena dalam sediaan pelembab mengandung air yang dapat menyebabkan minyak kelapa murni terhidrolisis sehingga mengeluarkan atom H yang lebih banyak dan membuat pH sediaan semakin menurun. Meskipun terjadi penurunan pH dari masing-masing formula, tetapi sediaan tersebut masih aman digunakan. Dimana pH sediaan ini


(49)

masih sesuai dengan pH kulit (5-8) sehingga aman digunakan dan tidak menyebabkan iritasi (Balsam, 1972).

4.2. Tipe Emulsi Sediaan

Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan dengan menggunakan biru metil adalah:

Tabel 5. Data Penentuan Tipe Emulsi Sediaan

No Formula Kelarutan Biru Metil pada Sediaan

Ya Tidak

1 A 

2 B 

3 C 

4 D 

5 E 

6 F 

7 G 

8 H 

Keterangan : Formula A : Blanko

Formula B : Konsentrasi virgin coconut oil 10 % Formula C : Konsentrasi virgin coconut oil 20 % Formula D : Konsentrasi virgin coconut oil 30 % Formula E : Konsentrasi virgin coconut oil 40 %

Formula F : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% (sebagai pembanding)

Formula G : Konsentrasi dengan lanolin 2% (sebagai pembanding) Formula H : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% dan lanolin

2% (sebagai pembanding)

Dari hasil uji tipe emulsi yang dapat dilihat pada tabel 5 di atas, formula krim dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40%, propilen glikol 3%, lanolin 2%, propilen glikol 3% dan lanolin 2%, serta blanko menunjukkan warna biru metil dapat larut dalam krim tersebut sehingga dapat membuktikan bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe emulsi m/a. Tipe emulsi minyak dalam air memiliki keuntungan lebih mudah menyebar di permukaan kulit, tidak lengket dan mudah dihilangkan dengan adanya pencucian.


(50)

4.3. Uji Daya Iritasi Terhadap Sukarelawan Tabel 6. Data Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

No Pernyataan Sukarelawan

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII 1 Iritasi pada kulit - - - - 2 Gatal pada kulit - - - - - - - - - - - - 3 Kulit menjadi kasar - - - - - - - - - - - - Keterangan:

+ : Terjadi Iritasi

- : Tidak Terajadi Iritasi

Menurut Wasitaatmadja (1997), uji kulit yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya efek samping pada kulit, dengan memakai kosmetika dibagian bawah lengan atau dibelakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam. Dari data tabel diatas, ternyata tidak terlihat adanya efek samping berupa iritasi, gatal atau pengkasaran pada kulit yang ditimbulkan oleh sediaan.

4.4. Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Dari Kulit Tabel 7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Dari Kulit

No Sukarelawan

Persentase Pengurangan Penguapan Air Pada Masing-masing Formula (%)

A B C D E F G H

1 I 4,55 22,73 36,36 50 63,64 27,27 40,91 45,45 2 II 6,25 21,88 37,5 53,13 62,5 28,125 40,625 46,88 3 III 5,56 22,22 38,89 50 61,11 27,78 41,67 44,44 4 IV 4,17 25 37,5 54,17 62,5 29,17 41,66 45,83 5 V 5,26 21,05 36,84 52,63 63,16 26,31 42,10 47,37

6 VI 4 20 36 52 60 28 40 44

7 VII 5,71 25,71 37,14 51,43 62,86 28,57 42,86 45,71 8 VIII 7,14 28,57 39,29 53,57 64,29 32,14 42,86 46,43 9 IX 5,41 24,32 37,84 51,35 62,16 27,02 40,54 48,65 10 X 3,33 23,33 33,33 50 63,33 26,67 43,33 46,67 11 XI 6,67 20 33,33 46,67 60 26,67 40 46,66 12 XII 4,76 23,81 38,09 52,38 61,90 28,57 42,86 47,62


(51)

Keterangan : Formula A : Blanko

Formula B : Konsentrasi virgin coconut oil 10 % Formula C : Konsentrasi virgin coconut oil 20 % Formula D : Konsentrasi virgin coconut oil 30 % Formula E : Konsentrasi virgin coconut oil 40 %

Formula F : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% (sebagai pembanding)

Formula G : Konsentrasi dengan lanolin 2% (sebagai pembanding) Formula H : Konsentrasi dengan propilen glikol 3% dan lanolin

2% (sebagai pembanding)

Pengujian ini dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan yang berusia 20-25 tahun yang berjenis kelamin perempuan dengan menggunakan rangkaian tutup pot plastik.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa minyak kelapa murni (VCO) dengan konsentrasi 10% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 20% sampai 28,57%, untuk konsentrasi 20% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 33,33% sampai 39,29%, untuk konsentrasi 30% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 46,67% sampai 54,17% dan untuk konsentrasi 40% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 60% sampai 64,29%. Pengukuran ini dibandingkan dengan sediaan yang mengandung propilen glikol 3%, lanolin 2%, propilen glikol 3% dengan lanolin 2%, dan blanko. Dimana sediaan dengan penambahan propilen glikol 3% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 26,31% sampai 32,14%, sediaan dengan lanolin 2% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 40% sampai 43,33%, sediaan dengan campuran propilen glikol 3% dan lanolin 2% mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 44% sampai 48,65%, dan blanko hanya mampu mengurangi penguapan air dari kulit sebesar 3,33% sampai 7,14%.

Dari data di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak kelapa murni (VCO) yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi


(52)

kemampuan sediaan krim tersebut menahan penguapan air dari kulit. Bila dibandingkan dengan propilen glikol 3%, lanolin 2% dan propilen glikol 3% yang ditambah dengan lanolin 2%, minyak kelapa murni memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mengurangi penguapan air dari kulit. Minyak kelapa murni membentuk lapisan tipis pada permukaan kulit sehingga dapat menahan penguapan air yang berlebihan dari kulit.


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Minyak kelapa murni (VCO) dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan

krim dengan tipe emulsi m/a. Sediaan krim yang dihasilkan semuanya homogen, stabil pada penyimpanan 12 minggu, mempunyai pH 6,46-6,8 serta tidak mengiritasi kulit.

2. Penambahan minyak kelapa murni (VCO) kedalam sediaan krim dapat mengurangi penguapan air pada kulit, dimana dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak kelapa murni (virgin coconut oil) yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuan sediaan krim tersebut mengurangi penguapan air dari kulit. Dibandingkan dengan sediaan yang mengandung propilen glikol 3%, lanolin 2% dan propilen glikol 3% ditambah lanolin 2% ternyata kemampuan minyak kelapa murni untuk mengurangi penguapan air dari kulit lebih besar daripada sediaan yang mengandung propilen glikol 3%, lanolin 2% dan propilen glikol 3% ditambah lanolin 2%.

5.2. Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar memformulasikan minyak kelapa murni (VCO) dalam formula yang lain misalnya lipstik.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Andi, N.A. (2005). Virgin Coconut oil Minyak penakluk Aneka Penyakit. Tangerang: PT Agro Media Pustaka. hal. 5

Anonim. (2009). Teknologi-Pengemasan-Aplikasi 2009/teknologi-pengemasan-aplikasi.html diakses pada tanggal 21 Februari 2011

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah: Farida Ibrahim. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. hal. 388 Balsam, M. S. (1972). Cosmetic Science and Technology. 2nd Edition. New York: John Willey and Son. A Wiley Interscience Publication. hal.

179-218

Barel, A.O., Paye, M., and Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Tecnology. New York: Marcel Dekker, Inc. hal. 514, 774-775

Darmoyuwono, W. (2006). Gaya hidup Sehat Dengan Virgin Coconut Oil. Jakarta: PT. Indeks. hal. 2, 9, 47

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal 33

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 22, 29, 83, 97, 356-357, 360

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hal 6, 1197

Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Penerjemah: suyatni S. Edisi III. Jakarta: UI Press. hal. 1117

Navarre, M.G. (1975). The Chemistry and Manufacture of Cosmetics. Florida: Continental Press. 2nd Edition. 18th Volum. Hal. 119-120

Nilamsari., (2006). Optimasi terhadap Kestabilan emulsi Krim pelembab Dari Minyak Kelapa Murni. http//adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-nilamsarip-2126diakses pada tanggal 9 Oktober 2010

Price, M. (2004). Terapi Minyak Kelapa. Terjemaham Drs. Bahrul Ulum, SE. Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher. hal. 25

Rawlins, E. A. (2003). Bentley's Textbook of Pharmaceutics. 18th Edition. London: Bailierre Tindall. hal. 22,355


(55)

Rindengan, B, dan Novarianto, H. (2004). Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 6, 9, 64-65.

Setiaji, B, dan Prayugo, S. ( 2006). Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya. hal. 8

Tranggono, R.I. dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, Editor: Joshita Djajadisastra, Pharm., MS, Ph.D. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama. hal. 6-7, 11, 26, 75, 77-80, 152

Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi Kelima.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal. 399-400

Wardani, I.E. (2007). Uji Kualitas VCO Berdasarkan Cara Pembuatan dari Proses pengadukan Tanpa Pemancingan dan Proses Pengadukan dengan Pemancingan. Skripsi Fakultas MIPA UNS. Hal. 2

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press. hal. 3-5, 11-15, 48, 59, 62, 69, 111-112

Wirakusumah, E. S. (1994). Cantik dan Bugar dengan Ramuan Nabati. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. hal. 3-6


(56)

Lampiran 1. Gambar Sediaan Formula Krim Minyak Kelapa Murni (VCO)

Gambar 1. Sediaan Formula Krim

Lampiran 2. Gambar Minyak Kelapa Murni (VCO)


(57)

Lampiran 3. Gambar Rangkaian Alat Yang Digunakan Untuk Pengujian Penguapan Air Dari Kulit

Tutup pot plastik tidak berlubang Tutup pot plastik berlubang

Rangkaian Kedua Tutup Pot Plastik

Gambar 3. Rangkaian Alat Yang Digunakan Untuk Pengujian Penguapan Air Dari Kulit


(58)

Lampiran 4. Perhitungan

Perhitungan persentase pengurangan penguapan air pada sukarelawan.

a. Pertambahan berat

Petambahan berat = berat akhir – berat awal Berat awal = 10,02 gr

Berat akhir = 10,21 gr Pertambahan berat = 190 mg

b. Presentase pengurangan penguapan

= pertambahan berat tanpa sedíaan – pertambahan berat sediaan

Pertambahan berat tanpa sediaan = 220 mg Pertambahan berat sediaan = 170 mg Persentase pengurangan penguapan = 22,73%

pertambahan berat tanpa sediaan


(59)

Lampiran 5. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada Sukarelawan I

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,03 10,25 220 0%

2 Blanko 10,02 10,23 210 4,55%

3 10% 10,01 20,18 170 22,73%

4 20% 10,03 10,17 140 36,36%

5 30% 10,01 10,12 110 50%

6 40% 10,01 10,09 80 63,64%

7 Propilen glikol 10,01 10,17 160 27,27%

8 Lanolin 10,01 10,14 130 40,91%

9 Propilen glikol dan lanolin


(60)

Lampiran 6. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan II

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,02 10,34 320 0%

2 Blanko 10,05 10,35 300 6,25%

3 10% 10,05 20,30 250 21,88%

4 20% 10,03 10,23 200 37,5%

5 30% 10,02 10,17 150 53,13%

6 40% 10,03 10,15 120 62,5%

7 Propilen glikol 10,02 10,25 230 28,125%

8 Lanolin 10,00 10,19 190 40,625%

9 Propilen glikol dan lanolin


(61)

Lampiran 7. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan III

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,01 10,37 360 0%

2 Blanko 10,04 10,38 340 5,56%

3 10% 10,05 10,33 280 22,22%

4 20% 10,01 10,23 220 38,89%

5 30% 10,01 10,19 180 50%

6 40% 10,03 10,17 140 61,11%

7 Propilen glikol 10,03 10,29 260 27,78%

8 Lanolin 10,01 10,22 210 41,67%

9 Propilen glikol dan lanolin


(62)

Lampiran 8. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan IV

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,02 10,26 240 0%

2 Blanko 10,08 10,31 230 4,17%

3 10% 10,04 10,22 180 25%

4 20% 10,03 10,18 150 37,5%

5 30% 10,01 10,12 110 54,17%

6 40% 10,02 10,11 90 62,5%

7 Propilen glikol 10,04 10,21 170 29,17%

8 Lanolin 10,01 10,15 140 41,66%

9 Propilen glikol dan lanolin


(63)

Lampiran 9. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan V

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,02 10,21 190 0%

2 Blanko 10,01 10,19 180 5,26%

3 10% 10,03 10,17 150 21,05%

4 20% 10,02 10,14 120 36,84%

5 30% 10,05 10,14 90 52,63%

6 40% 10,06 10,13 70 63,16%

7 Propilen glikol 10,02 10,18 140 26,31%

8 Lanolin 10,04 10,15 110 42,10%

9 Propilen glikol dan lanolin


(64)

Lampiran 10. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan VI

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,01 10,26 250 0%

2 Blanko 10,01 10,25 240 4%

3 10% 10,04 10,24 200 20%

4 20% 10,02 10,18 160 36%

5 30% 10,01 10,13 120 52%

6 40% 10,04 10,14 100 60%

7 Propilen glikol 10,02 10,20 180 28%

8 Lanolin 10,04 10,19 150 40%

9 Propilen glikol dan lanolin


(65)

Lampiran 11. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan VII

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,01 10,36 350 0%

2 Blanko 10,02 10,35 330 5,71%

3 10% 10,03 10,29 260 25,71%

4 20% 10,02 10,24 220 37,14%

5 30% 10,00 10,17 170 51,43%

6 40% 10,02 10,15 130 62,86%

7 Propilen glikol 10,00 10,25 250 28,57%

8 Lanolin 10,00 10,20 200 42,86%

9 Propilen glikol dan lanolin


(66)

Lampiran 12. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan VIII

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,02 10,30 280 0%

2 Blanko 10,06 10,32 260 7,14%

3 10% 10,03 10,23 200 28,57%

4 20% 10,01 10,18 170 39,29%

5 30% 10,01 10,14 130 53,57%

6 40% 10,03 10,13 100 64,29%

7 Propilen glikol 10,01 10,20 190 32,14%

8 Lanolin 10,00 10,16 160 42,86%

9 Propilen glikol dan lanolin


(67)

Lampiran 13. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan IX

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,02 10,39 370 0%

2 Blanko 10,03 10,38 350 5,41%

3 10% 10,01 10,29 280 24,32%

4 20% 10,02 10,25 230 37,84%

5 30% 10,05 10,23 180 51,35%

6 40% 10,02 10,16 140 62,16%

7 Propilen glikol 10,03 10,30 270 27,02%

8 Lanolin 10,03 10,25 220 40,54%

9 Propilen glikol dan lanolin


(68)

Lampiran 14. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan X

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,00 10,30 300 0%

2 Blanko 10,02 10,31 290 3,33%

3 10% 10,01 10,23 230 23,33%

4 20% 10,03 10,23 200 33,33%

5 30% 10,05 10,20 150 50%

6 40% 10,01 10,12 110 63,33%

7 Propilen glikol 10,02 10,24 220 26,67%

8 Lanolin 10,03 10,20 170 43,33%

9 Propilen glikol dan lanolin


(69)

Lampiran 15. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan XI

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,04 10,19 150 0%

2 Blanko 10,03 10,17 140 6,67%

3 10% 10,01 10,13 120 20%

4 20% 10,03 10,13 100 33,33%

5 30% 10,02 10,10 80 46,67%

6 40% 10,00 10,06 60 60%

7 Propilen glikol 10,01 10,12 110 26,67%

8 Lanolin 10,02 10,11 90 40%

9 Propilen glikol dan lanolin


(70)

Lampiran 16. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan XII

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,00 10,21 210 0%

2 Blanko 10,02 10,22 200 4,76%

3 10% 10,03 10,19 160 23,81%

4 20% 10,05 10,18 130 38,09%

5 30% 10,04 10,14 100 52,38%

6 40% 10,01 10,09 80 61,90%

7 Propilen glikol 10,03 10,18 150 28,57%

8 Lanolin 10,02 10,14 120 42,86%

9 Propilen glikol dan lanolin


(1)

Lampiran 11. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan VII

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,01 10,36 350 0%

2 Blanko 10,02 10,35 330 5,71%

3 10% 10,03 10,29 260 25,71%

4 20% 10,02 10,24 220 37,14%

5 30% 10,00 10,17 170 51,43%

6 40% 10,02 10,15 130 62,86%

7 Propilen glikol 10,00 10,25 250 28,57%

8 Lanolin 10,00 10,20 200 42,86%

9 Propilen glikol dan lanolin


(2)

Lampiran 12. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan VIII

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,02 10,30 280 0%

2 Blanko 10,06 10,32 260 7,14%

3 10% 10,03 10,23 200 28,57%

4 20% 10,01 10,18 170 39,29%

5 30% 10,01 10,14 130 53,57%

6 40% 10,03 10,13 100 64,29%

7 Propilen glikol 10,01 10,20 190 32,14%

8 Lanolin 10,00 10,16 160 42,86%

9 Propilen glikol dan lanolin


(3)

Lampiran 13. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan IX

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,02 10,39 370 0%

2 Blanko 10,03 10,38 350 5,41%

3 10% 10,01 10,29 280 24,32%

4 20% 10,02 10,25 230 37,84%

5 30% 10,05 10,23 180 51,35%

6 40% 10,02 10,16 140 62,16%

7 Propilen glikol 10,03 10,30 270 27,02%

8 Lanolin 10,03 10,25 220 40,54%

9 Propilen glikol dan lanolin


(4)

Lampiran 14. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan X

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,00 10,30 300 0%

2 Blanko 10,02 10,31 290 3,33%

3 10% 10,01 10,23 230 23,33%

4 20% 10,03 10,23 200 33,33%

5 30% 10,05 10,20 150 50%

6 40% 10,01 10,12 110 63,33%

7 Propilen glikol 10,02 10,24 220 26,67%

8 Lanolin 10,03 10,20 170 43,33%

9 Propilen glikol dan lanolin


(5)

Lampiran 15. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan XI

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,04 10,19 150 0%

2 Blanko 10,03 10,17 140 6,67%

3 10% 10,01 10,13 120 20%

4 20% 10,03 10,13 100 33,33%

5 30% 10,02 10,10 80 46,67%

6 40% 10,00 10,06 60 60%

7 Propilen glikol 10,01 10,12 110 26,67%

8 Lanolin 10,02 10,11 90 40%

9 Propilen glikol dan lanolin


(6)

Lampiran 16. Data Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air Pada sukarelawan XII

No Formula Berat

Awal (g)

Berat Akhir (g)

Pertambahan Berat (mg)

% Pengurangan Penguapan

1 Tanpa Sediaan 10,00 10,21 210 0%

2 Blanko 10,02 10,22 200 4,76%

3 10% 10,03 10,19 160 23,81%

4 20% 10,05 10,18 130 38,09%

5 30% 10,04 10,14 100 52,38%

6 40% 10,01 10,09 80 61,90%

7 Propilen glikol 10,03 10,18 150 28,57%

8 Lanolin 10,02 10,14 120 42,86%

9 Propilen glikol dan lanolin