Studi Deskriptif Mengenai Self-Compassion pada Anggota Tim Search and Rescue (SAR) BASARNAS di Kantor SAR Bandung.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung. Penelitian ini dilakukan kepada 32 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei. Alat ukur yang digunakan merupakan alat ukur yang dibuat oleh Neff (2003) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Riasnugrahani pada tahun 2012. Setelah itu, alat ukur tersebut diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh Sarintohe pada tahun 2012 dan telah disetujui oleh Neff. Penghitungan validitas dan reliabilitas dilakukan oleh Riasnugrahani dengan menggunakan teknik korelasi dari Pearson dan Alpha Cronbach dengan 26 item valid dengan nilai 0.552-0.772 dan reliabilitas 0.832 yang tergolong tinggi.

Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung yang memiliki derajat self-compassion rendah sebanyak 68,75% dan anggota tim SAR di Kantor SAR BASARNAS Bandung yang memiliki derajat self-compassion tinggi sebanyak 31,25%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung memiliki derajat self-compassion yang rendah.

Saran yang diberikan peneliti adalah melakukan penelitian korelasi mengenai hubungan self-compassion dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperhatikan homogenitas sampel, dan melakukan uji validitas dan reliabilitas pada sampel yang akan diteliti.


(2)

Abstract

This research was conducted to determine the degree of self-compassion of team members of SAR (Search and Rescue) BASARNAS in Bandung Office. The research participants were 32 members. This research used descriptive method with survey technique. Data were collected by using instrument that was created by Neff (2003) which has been translated into Indonesian by Riasnugrahani. The instruments was translated back into English by Sarintohe and has been approved by Neff. Validity and reliability calculation were done by Riasnugrahani using Pearson correlation and Cronbach Alpha and discovered that 26 items are valid with value 0.552 – 0.772 and the coefficient reliability is 0.832 (high).

Data were analyzed and concluded 68,75% member of SAR BASARNAS in Bandung Office have a low degree of self-compassion and 31,25% member of SAR BASARNAS in Bandung Office have a high degree of self-compassion. The conclusion of this study is that the majority of SAR BASARNAS members in Bandung Office have a low degree of self-compassion.

It is suggested to conduct further research regarding correlation between self-compassion and self-compassion factor, consider the homogeneous of the sample, and measurement the validity and reliability of the sampel.


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 10


(4)

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10

1.6 Asumsi Penelitian ... 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Self-Compassion ... 27

2.2 Komponen Self-Compassion 2.2.1 Self-Kindness ... 29

2.2.2 Common Humanity ... 30

2.2.3 Mindfulness ... 31

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Compassion 2.3.1 Faktor Internal 2.3.1.1 Personality ... 33

2.3.1.2 Attachment ... 35

2.3.2 Faktor Eksternal 2.3.2.1 Role of Parents ... 39

2.3.2.1.1 Maternal Criticism ... 40

2.3.2.1.2 Modeling Parent ... 41

2.3.2.2 Role of Culture ... 42

2.4 Dampak Self-Compassion 2.4.1 Emotional Resilience ... 43


(5)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian... 49

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 49

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian... 50

3.3.2 Definisi Konseptual ... 50

3.3.3 Definisi Operasional ... 50

3.4 Alat Ukur 3.4.1 Kisi-kisi Alat Ukur Self-Compassion ... 51

3.4.2 Prosedur Pengisian Alat Ukur ... 52

3.4.3 Sistem Penilaian Alat Ukur ... 53

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang... 54

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas 3.4.5.1 Validitas Alat Ukur ... 54

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur... 55

3.5 Populasi 3.5.1 Populasi Sasaran ... 55

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 55

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 56

3.6 Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 57


(6)

4.1.1 Gambaran Hasil Penelitian ... 57

4.2 Pembahasan ... 59

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

5.2.1 Saran Teoretis ... 70

5.2.2 Saran Praktis ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

DAFTAR RUJUKAN ... 73


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur ... 52

Tabel 3.2 Sistem Penilaian Setiap Komponen Self-compassion ... 53

Tabel 4.1 Gambaran Self-compassion Subjek Penelitian ... 57


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 25 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 49


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Profil BASARNAS

Lampiran 2 Kisi-kisi Alat Ukur Self-Compassion Lampiran 3 Kata Pengantar Kuesioner

Lampiran 4 Lembar Persetujuan, Identitas, dan Kuesioner

Lampiran 5 Tabel Data Kuesioner Self-Compassion dan Data Penunjang Lampiran 6 Tabel Data Frekuensi dan Tabel Tabulasi Silang

Lampiran 7 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Self-Compassion Lampiran 8 Biodata Peneliti

Lampiran 9 Lembar Pengesahan Pengambilan Data di Kantor SAR BASARNAS Bandung


(10)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara dengan intensitas bencana alam yang cukup tinggi. Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia diantaranya gempa bumi, tsunami, letusan gunung merapi, tanah longsor, banjir, dan angin puting beliung. Sekitar 13% gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan bencana alam dengan

intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda

(http://www.academia.edu/4066595/Bencana_Alam_di_Indonesia_10_Tah un_Terakhir). Selain itu, kejadian puting beliung di Indonesia juga meningkat 28 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir dan menempati 14% dari total kejadian bencana alam yang terjadi (http://nasional.kompas.com/read/2012/12/09/23341392/Kejadian.Puting. Beliung.Meningkat.28.Lipat).

Salah satu bencana yang pernah melanda Indonesia yaitu gempa bumi dan tsunami di Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh merupakan salah satu bencana alam terdahsyat yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Menurut PBB, sebanyak 229.826 korban gempa dan tsunami hilang dan 186.983 lainnya tewas. Gempa berkekuatan 9,3 SR (menurut Pacific Tsunami Warning Center) ini telah meluluhlantakkan Aceh bagian


(11)

Utara, Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan Pantai Timur Afrika. Bencana ini menyebabkan jumlah korban jiwa terbesar sepanjang sejarah, dimana Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan negara-negara

dengan jumlah kematian terbesar

(http://www.academia.edu/4066595/Bencana_Alam_di_Indonesia_10_Tah un_Terakhir).

Untuk menangani para korban dari bencana alam, pemerintah memiliki instansi khusus yang bertugas memberikan pelayanan SAR (Search and Rescue) di Indonesia yaitu Badan SAR Nasional (BASARNAS). Berdasarkan Peraturan Presiden No.99 Tahun 2007, BASARNAS ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presidenuntuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan (search and rescue). Untuk menjadi anggota BASARNAS, individu harus mengikuti tes CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), karena BASARNAS termasuk ke dalam lembaga pemerintah. Selain mengikuti rangkaian pengetesan CPNS, seperti tes administrasi, tes kompetensi dasar, tes kompetensi bidang, serta wawancara. Disamping mengikuti rangkaian tes tersebut, calon anggota BASARNAS juga mengikuti pendidikan kilat dasar berupa tes fisik, mengingat pekerjaan mereka sebagai anggota tim SAR yang menuntut kekuatan fisik.


(12)

BASARNAS memiliki visi yaitu berhasilnya pelaksanaan operasi SAR pada setiap waktu dan tempat dengan cepat, handal, dan aman, serta memiliki misi menyelenggarakan kegiatan operasi SAR yang efektif dan efisien melalui upaya tindak awal yang maksimal serta pengerahan potensi SAR yang didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, fasilitas yang memadai, dan prosedur kerja yang mantap dalam rangka mewujudkan visi Badan SAR Nasional (Buku Panduan BASARNAS). BASARNAS juga bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan search and rescue (SAR) yang meliputi usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran dan atau penerbangan atau bencana dan atau musibah. Agar dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan optimal, anggota tim SAR BASARNAS dibekali dengan berbagai pelatihan untuk mengolah fisik mereka, seperti pelatihan jungle rescue untuk pelatihan dalam situasi hutan, water rescue untuk pelatihan dalam air, hard rescue untuk pelatihan di medan ketinggian, seperti tebing, cerobong asap, tower. Selain itu, anggota tim SAR juga mempelajari SAR plan, yaitu perencanaan dalam operasi SAR, misalnya saja saat ada kapal yang tenggelam, maka anggota tim SAR harus mampu menghitung kapal tersebut kemungkinan ada di koordinat berapa dan kecepatan anginnya berapa untuk memperkirakan dimana posisi korban berada.


(13)

Dalam melaksanakan tugas pokoknya, BASARNAS mempunyai 33 Kantor SAR yang terdiri dari 10 Kantor Kelas A dan 23 Kantor Kelas B. Kantor SAR mempunyai wilayah tanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan, koordinasi, dan pelaksanaan operasi SAR di wilayahnya. Penentuan kelas dari Kantor SAR berdasarkan pada status kepegawaian karyawannya, lamanya Kantor SAR tersebut berdiri dan luas wilayah cakupannya, yaitu Kantor SAR Kelas A untuk yang wilayah kerjanya luas, dan Kantor SAR Kelas B untuk yang wilayah kerjanya lebih sempit. Salah satu Kantor SAR Kelas B yaitu Kantor SAR yang terdapat di Bandung (http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_SAR_Nasional).

Kantor SAR Bandung tergolong Kelas B denganjumlah karyawan sebanyak 35 orang yang terdiri dari 25 orang bagian rescue dan 10 orang bagian administrasi. Minimnya jumlah karyawan yang tersedia membuat hampir semua karyawan di Kantor SAR Bandung pernahikut terjun ke lapangan secara langsung dalam pemberian bantuan pada berbagai bencana alam yang terjadi, termasuk staff bagian administrasi dan satpam kantornya. Misalnya saja saat menangani korban kecelakaan pesawat di gunung Sukhoi, saat itu sebagian besar anggota SAR BASARNAS Bandung yang lain juga sedang sibuk menangani musibah di tempat lain, akhirnya tim SAR BASARNAS Bandung mengajak satpam Kantor SAR BASARNAS Bandung yang seharusnya berjaga-jaga di kantor untuk ikut serta dalam menangani kecelakaan pesawat di gunung tersebut sebagai penjaga barang.


(14)

Selama menjalankan tugasnya, para anggota tim SAR BASARNAS Bandung seringkali menemui beberapa situasi yang dapat menghambat para anggota tim SAR dalam memberikan bantuan.Berdasarkan hasil wawancara kepada lima orang anggota tim SAR BASARNAS Bandung, kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh anggota tim SAR BASARNAS Bandung dalam menjalankan pekerjaannya yaitu dua orang (40%) anggota tim SAR BASARNAS Bandung merasa faktor kesiapan mental yang terkadang membuat mereka sulit untuk dapat menjalankan tugas dengan optimal dan mengarahkan mereka menuju kegagalan dalam berkerja.

Pekerjaan sebagai anggota tim SAR BASARNAS yang harus selalu aktif memberikan bantuan dalam setiap musibah ternyata terkadang menimbulkan perasaan trauma yang dapat mempengaruhi kinerja anggotanya. Misalnya saja yaitu ketika ada laporan mengenai orang yang tenggelam ke dalam sumur. Saat itu tim diberangkatkan menuju lokasi untuk melakukan evakuasi korban, tetapi begitu sampai di lokasi ada anggota tim SAR yang menjadi tidak siap mental karena melihat kondisi korban yang mengenaskan padahal saat itu ia bertugas mengevakuasi tubuh korban dari dalam sumur. Akhirnya tim pun melakukan rolling tugas, dimana anggota yang seharusnya mengangkat tubuh korban dari dalam sumur bertukar posisi dengan temannya yang bertugas membuat sistem tali untuk turun naik ke dalam sumur. Pada saat menghadapi situasi


(15)

seperti itu, timbul perasaan bersalah dalam diri anggota tim SAR tersebut karena merasa gagal dan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Kemudian dua orang (40%) anggota tim SAR BASARNAS Bandung merasa bahwa faktor kepentingan pribadi juga terkadang mempengaruhi kinerjanya dalam memberikan bantuan. Ketika harus melakukan operasi SAR padahal anggota tim SAR memiliki kepentingan pribadi lainnya, maka mereka terkadang menjadi kurang konsentrasi dalam bekerja karena memikirkan kepentingan pribadinya yang harus ia kesampingkan, dampaknya yaitu mereka menjadi kurang konsentrasi dalam bekerja dan dapat mengakibatkan kegagalan dalam berkerja.

Satu orang (20%) anggota tim SAR BASARNAS Bandung lainnya merasa bahwa faktor kesehatan turut mempengaruhi kinerjanya. Ketika kondisi kesehatan anggota tim SAR kurang bagus sementara ada tugas operasi SAR, maka anggota tim SAR tersebut harus ikut operasi SAR dan bekerja dengan semampunya, meskipun terkadang mereka merasa bahwa usahanya dalam menolong menjadi kurang maksimal yang mengakibatkan dirinya gagal dalam menjalankan operasi SAR.

Hal-hal tersebut dapat menghambat kinerja anggota tim SAR BASARNAS Bandung dalam memberikan pertolongan secara optimal, sehingga terkadang anggota tim SAR BASARNAS Bandung mengalami kegagalan dalam menyelamatkan korban dan kegagalan dalam mencari korban yang hilang.


(16)

Sebanyak 40% (2 orang) anggota tim SAR BASARNAS Bandung merasa sangat bersalah baik kepada keluarga korban yang berharap anggota keluarganya dapat diselamatkan atau ditemukan jasadnya, maupun rasa menyesal terhadap diri sendiri ketika tidak berhasil menyelamatkan ataupun gagal menemukan korban. Para anggota tim SAR Bandung tersebut merasa bahwa kegagalan ini karena dirinya yang kurang maksimal dalam memberikan bantuan. Mereka juga seringkali merasa dibayang-bayangi oleh kejadian ketika dirinya tidak dapat menyelamatkan korban, mengingat wajah korban dan merasa tidak dapat menjalankan tugas dengan baik. Sementara 60% (3 orang) anggota tim SAR BASARNAS Bandung pernah merasa bersalah juga atas kegagalannya dalam menyelamatkan atau menemukan korban, tetapi mereka menyadari bahwa dirinya juga memiliki keterbatasan sehingga mereka mampu menerima kegagalannya tersebut.

Sebanyak 20% (1 orang) anggota tim SAR BASARNAS Bandung merasa bahwa kegagalannya dalam menyelamatkan korban yang seharusnya masih bisa diselamatkan itu hanya dialami oleh dirinya. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung tersebut merasa bahwa kegagalan yang dirasakannya lebih besar daripada kegagalan yang dirasakan oleh teman-temannya, karena korban tersebut meninggal “ditangannya”, dan seharusnya korban tersebut masih dapat diselamatkan. Sedangkan 80% (4 orang) anggota tim SAR BASARNAS Bandung


(17)

merasa bahwa kegagalan yang dirasakannya juga dirasakan oleh orang lain.

Selain itu 60% (3 orang) anggota tim SAR BASARNAS Bandung merasa bahwa mentalnya yang terkadang kurang siap dan kurang konsentrasinya dalam menjalankan operasi SAR menyebabkannya tidak dapat menolong korban secara maksimal. Bahkan salah seorang dari anggota tim SAR BASARNAS Bandung tersebut selalu menolak menemui keluarga korban meskipun dirinya yang menemukan jasad korban tersebut, karena merasa tidak mampu menghadapi situasi dimana terkadang keluarga korban terkesan menyudutkannya atas kematian korban. Sementara itu, 40% (2 orang) anggota tim SAR BASARNAS Bandung merasa bahwa kegagalannya dalam menyelamatkan korban atau kegagalannya dalam menemukan korban tidak hanya karena kesalahannya. Pengalaman kegagalan yang pernah dialami oleh anggota tim SAR BASARNAS Bandung menimbulkan perasaan bersalah, menyesal, dan dibayang-bayangi oleh kegagalannya tersebut. Untuk itulah diperlukan self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung, karena self-compassion dapat memberikan ketenangan hati, melindungi diri dari perasaan takut dan kecemasan, lebih bijaksana dalam menyikapi masalah, optimis, serta memberikan perasaan aman secara emosional (Neff, 2011).

Self-compassion adalah keterbukaan dan kesadaran individu terhadap penderitaan diri, tanpa menghindar dari penderitaan itu, memberikan pemahaman dan kebaikan terhadap diri sendiri ketika


(18)

menghadapi penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri (self-kindness), melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia (common humanity), serta memandang kegagalan dan ketidaksempurnaan yang dimiliki secara objektif (mindfulness) (Neff, 2003).

Berdasarkan pemaparan di atas mengenai kesulitan dan penghayatan yang dimiliki oleh anggota tim SAR BASARNAS Bandung, peneliti bermaksud untuk mengetahui lebih lanjut mengenai self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana derajat self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Memperoleh gambaran mengenai derajat self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung.

1.3.2 Tujuan

Mengetahui gambaran derajat self-compassion yang dilihat dari komponen-komponen self-compassion dan faktor-faktor yang memengaruhi self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung.


(19)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Memberikan informasi mengenai self-compassion ke dalam bidang ilmu psikologi, yaitu positive psychology.

2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai self-compassion dengan subjek lainnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Menambah informasi kepada Kepala Kantor SAR BASARNAS Bandung untuk membimbing anggotanya agar dapat mempertahankan atau meningkatkan derajat self-compassion anggota tim SAR BASARNAS Bandung.

2. Menambah informasi kepada anggota tim SAR BASARNAS Bandung mengenai cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat self-compassion yang mereka miliki.

1.5 Kerangka Pemikiran

Cukup seringnya terjadi bencana alam di Indonesia dan keikutsertaan Indonesia dalam International Civil Aviation Organization (ICAO) pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendorong pemerintah untuk mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan bencana, yaitu BASARNAS (Badan SAR Nasional). BASARNAS adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen


(20)

(LPND) yang berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan (search and rescue) terhadap masyarakat yang tengah mengalami bencana atau musibah sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005.

Dalam menjalankan pekerjaannya sebagai anggota tim SAR BASARNAS Bandung, anggota tim SAR BASARNAS Bandung kerap kali menemukan kesulitan dan kegagalan dalam menjalankan pekerjaannya. Pengalaman kegagalan yang pernah dialami oleh anggota tim SAR BASARNAS Bandung menimbulkan perasaan bersalah, menyesal, dan dibayang-bayangi oleh kegagalannya tersebut. Untuk itulah diperlukan self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung, karena self-compassion dapat memberikan ketenangan hati, melindungi diri dari perasaan takut dan kecemasan, lebih bijaksana dalam menyikapi masalah, optimis, serta memberikan perasaan aman secara emosional (Neff, 2011).

Self-compassion adalah keterbukaan dan kesadaran individu terhadap penderitaan diri sendiri tanpa menghindar dari penderitaan itu, memberikan pemahaman dan kebaikan terhadap diri sendiri ketika menghadapi penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami oleh semua manusia (Neff, 2003). Self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung adalah adanya keterbukaan dan kesadaran


(21)

anggota tim SAR BASARNAS Bandung untuk tetap memberikan kebaikan pada diri sendiri saat mengalami kegagalan dalam kehidupannya, yaitu kegagalan dalam memberikan pertolongan kepada korban, melihat kegagalan yang dialami sebagai kejadian yang pada umumnya dialami juga oleh orang laindan memandang kegagalan yang dialaminya secara objektif. Self-compassion terdiri dari tiga komponen, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness.

Self-kindness adalah kemampuan individu untuk bersikap hangat terhadap diri sendiri ketika mengalami penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan daripada mengkritik dan menghakimi diri sendiri secara berlebihan. Pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung, self-kindness adalah kemampuan anggota tim SAR BASARNAS Bandung untuk bersikap hangat terhadap diri sendiri ketika mengalami kegagalan dalam menyelamatkan korban atau gagal dalam menemukan korban. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki self-kindness tinggi mampu menerima kegagalannya dalam menyelamatkan korban dan kegagalannya dalam menemukan korban tanpa mengkritik diri secara berlebihan, sehingga anggota tim SAR BASARNAS Bandung merasa menjadi lebih peduli, tenang, dan nyaman terhadap diri sendiri serta mampu melihat sisi positif dari kejadian tersebut, karena bersikap kindness terhadap diri sendiri juga dapat mengurangi penderitaan atau rasa sakit yang dialami.


(22)

Sebaliknya, anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki self-kindness yang rendah seringkali menghakimi dirinya sendiri atas kegagalannya menyelamatkan atau menemukan korban, sehingga timbul perasaan cemas, khawatir, dan menyesali segala yang terjadi. Hal tersebut menyebabkan anggota tim SAR BASARNAS Bandung sulit untuk mengatasi rasa sakitnya yang disebabkan oleh kegagalan dalam menyelamatkan atau menemukan korban.

Common hummanity yaitu kesadaran anggota tim SAR BASARNAS Bandung bahwa kegagalannya dalam menyelamatkan dan menemukan korban merupakan suatu hal yang manusiawi dan dapat dialami oleh orang lain. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki common humanity tinggi memiliki perspektif yang lebih luas. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang pernah mengalami kegagalan dalam menjalankan tugas. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung juga menyadari bahwa setiap orang tidak akan bisa mendapatkan semua yang diinginkan, termasuk keinginan para anggota tim SAR BASARNAS Bandung untuk selalu berhasil dalam menjalankan tugasnya menolong sesama, sehingga anggota tim SAR BASARNAS Bandung mampu mendapatkan ketenangan secara emosional ketika mengalami kegagalan dalam menjalankan tugasnya.

Sedangkan anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki common humanity rendah cenderung sering mengeluh atas kegagalannya dalam menjalankan tugas, merasa bersalah akan kegagalan


(23)

yang pernah dialaminya, marah atas kenyataan dimana dirinya tidak berhasil menjalankan tugas dengan baik, merasa frustrasi ketika teringat akan kegagalan dalam bertugas yang pernah dialaminya, padahal perasaan-perasaan seperti itu dapat mendorong anggota tim SAR BASARNAS Bandung menjadi individu yang mengisolasi diri dari lingkungan sosialnya.

Mindfulness yaitu kemampuan anggota tim SAR BASARNAS Bandung melihat secara jelas dan memandang kegagalan yang dialaminya secara objektif tanpa melebih-lebihkan ataupun menyangkalnya. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki mindfulness tinggi mengakui bahwa dirinya pernah mengalami kegagalan, tetapi dirinya tidak terpaku pada kegagalan itu serta menjadikan pengalamannya tersebut sebagai pelajaran berharga baginya di kemudian hari.

Sebaliknya, anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki mindfulness rendah cenderung terlalu sibuk memikirkan kegagalan yang pernah dialaminya dalam menjalankan tugas sehingga anggota tim SAR BASARNAS Bandung diliputi oleh kekecewaan dan kesedihan terus-menerus.

Kaitan antar komponen perlu diperhatikan untuk dapat melihat self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung. Self-kindness dapat menunjang common humanity pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung. Ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung dapat memberikan perhatian, pemahaman, dan kelembutan dengan tidak


(24)

memberikan kritik ataupun menghakimi diri secara berlebihan atas kegagalannya dalam menjalankan tugas, yaitu tidak berhasil menyelamatkan atau menemukan korban serta dapat melihat sisi positif dari pengalamannya tersebut (self-kindness), anggota tim SAR BASARNAS Bandung tidak berputus asa terhadap kegagalannya, sebaliknya anggota tim SAR BASARNAS Bandung menjadi lebih termotivasi untuk dapat bekerja lebih baik lagi, karena anggota tim SAR BASARNAS Bandung menyadari bahwa kejadian tersebut bukan hanya dialami olehnya saja, tetapi juga dapat dialami oleh orang lain (common humanity).

Kemudian terdapat kaitan antara self-kindness dan mindfulness pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung. Ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung tidak berhasil menyelamatkan atau menemukan korban, mulai timbul perasaan sedih yang mendalam, menyesali apa yang telah terjadi, dan menyalahkan diri secara berlebihan (self-kindness rendah), padahal dengan bersikap seperti itu, maka rasa sakit yang dirasakannya akan semakin meningkat, bahkan beberapa anggota tim SAR BASARNAS Bandung masih kerapkali dibayang-bayangi oleh perasaan bersalah meskipun kejadiannya sudah berlangsung lama (mindfulness rendah).

Common humanity dapat menunjang self-kindness pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung. Ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung mampu memandang kegagalannya dalam menyelamatkan atau


(25)

menemukan korban merupakan hal yang wajar dan dapat dialami oleh siapa pun (common humanity), anggota tim SAR BASARNAS Bandung dapat lebih menerima kenyataan dan mampu memaafkan serta mengasihi dirinya tanpa menghakimi dan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan serta mengambil hikmah dari kejadian tersebut (self-kindness).

Common humanity juga berkaitan dengan mindfulness. Ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung menerima kegagalannya dalam menyelamatkan atau menemukan korban sebagai suatu hal yang wajar dan dapat dialami oleh siapa pun (common humanity), anggota tim SAR BASARNAS Bandung cenderung mampu memandang peristiwa yang dialaminya secara objektif tanpa disertai penyangkalan ataupun dilebih-lebihkan (mindfulness).

Selanjutnya yaitu kaitan antara mindfulness dan self-kindness. Ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung dapat memandang kegagalannya menyelamatkan atau menemukan korban secara objektif, yaitu tidak menyangkalnya ataupun terlalu fokus pada kesedihannya secara terus-menerus (mindfulness), anggota tim SAR BASARNAS Bandung dapat bersikap peduli, tidak menyalahkan diri secara terus-menerus, dan dapat melihat sisi positif dari semua kejadian yang telah terjadi, yaitu harus lebih sigap lagi dalam menjalankan tugas (self-kindness).

Kaitan antara komponen yang terakhir adalah kaitan antara mindfulness dan common humanity. Ketika anggota tim SAR BASARNAS


(26)

Bandung dapat memandang kegagalan dalam menyelamatkan atau menemukan korban yang dialaminya secara objektif (mindfulness), anggota tim SAR BASARNAS Bandung menyadari bahwa apa yang dialaminya juga dialami oleh orang lain selain dirinya, dan segala yang dirasakannya juga dirasakan oleh orang lain yang mengalami peristiwa yang sama dengannya (common humanity).

Anggota tim SAR BASARNAS Bandung dikatakan memiliki self-compassion tinggi ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung menunjukkan derajat yang tinggi pada ketiga komponen dari self-compassion. Sebaliknya, anggota tim SAR BASARNAS Bandung dikatakan memiliki self-compassion rendah ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung memiliki derajat yang rendah pada salah satu komponen atau pada lebih dari satu komponen self-compassion.

Selain ketiga komponen tersebut, self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi self-compassion yaitu kepribadian (personality) dan attachment. Sedangkan faktor eksternalnya yaitu role of culture, modeling, dan maternal criticism.

Faktor internal yang dapat mempengaruhi self-compassion adalah kepribadian. Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif cenderung terhindar dari


(27)

konflik dan stress (Santrock, 1999; Ryff, 1995). Teori kepribadian yang digunakan untuk menjelaskan self-compassion disini yaitu Big Five Theory. Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience.

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh NEO-FFI (Neff, Rude et al., 2007) diperoleh bahwa self-compassion memiliki hubungan negatif yang kuat dengan neuroticism. Semakin tinggi derajat neuroticism yang dimiliki oleh anggota tim SAR BASARNAS Bandung maka semakin rendah derajat self-compassion yang dimilikinya. Menurut Costa & McCrae (1997) neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif, seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman, mudah mengalami kecemasan, rasa marah, dan depresi. Hubungan ini bukanlah suatu hal yang mengejutkan, karena mengritik diri dan perasaan terasing yang menyebabkan rendahnya self-compassion memiliki kesamaan dengan neuroticism.

Menurut hasil pengukuran oleh NEFF-FFI (Neff, Rude et al., 2007) diperoleh bahwa self-compassion memiliki hubungan positif dengan agreeableness, extraversion, dan conscientiousness, tetapi tidak ditemukan hubungan dengan opennes to experiences. Individu yang extovert


(28)

cenderung ramah, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktifdan aggreableness yaitu kecenderungan individu untuk selalu mengalah, menghindari konflik dan mengikuti orang lain (Costa & McCrae, 1997). Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki derajat tinggi dalam agreeableness dan extraversion berorientasi pada sifat sosial, sehingga dapat mendorong anggota tim SAR BASARNAS Bandung untuk dapat bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat kegagalan yang pernah dialaminya merupakan hal yang wajar dan pernahdialami juga oleh semua orang. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki derajat self-compassion tinggi cenderung lebih extrovert, karena dirinya tidak terlalu khawatir dengan pandangan orang lain mengenai dirinya yang dapat mengarahkannya pada rasa malu dan perilaku menyendiri.

Selanjutnya yaitu trait conscientiousness. Menurut Costa & McCrae (1997), conscientiousness merupakan kontrol terhadap lingkungan sosial, kecenderungan untuk berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Hal ini dapat membantu individu untuk lebih memperhatikan kebutuhannya dan merespon situasi yang sulit dengan sikap yang lebih bertanggung jawab (Costa & McCrae, 1997). Dengan demikian, individu dapat merespon situasi dengan tanpa memberikan kritik yang berlebihan berkaitan dengan derajat self-compassion yang tinggi (Neff, 2009). Anggota tim SAR BASARNAS


(29)

Bandung yang memiliki derajat tinggi pada conscientiousness memiliki self-compassion pada derajat yang tinggi juga.

Self-compassion tidak berhubungan dengan openness to experience, karena trait tersebut mengukur karakteristik individu yang memiliki imajinasi aktif dan memiliki pilihan yang bervariasi untuk dapat membuka pikiran (Costa & McCrae, 1992) sehingga tidak sesuai dengan self-compassion. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai individu yang memiliki nilai imajinasi, pikiran yang luas, dan a world of beauty. Sedangkan anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, memiliki pemikiran yang sempit, konservatif, dan tidak menyukai adanya perubahan.

Faktor internal berikutnya yang memengaruhi self-compassion adalah attachment. Attachment yaitu suatu ikatan emosional yang kuat antara individu dengan pengasuhnya (Bowlby, 1969 dalam Santrock, 2003). Individu yang saat masa kecilnya merasa terhibur dan mendapatkan dukungan dari orangtuanya ketika merasa marah atau takut, mereka belajar untuk memercayai orang tuanya. Sebaliknya, individu yang saat kecil mendapatkan sikap yang dingin dan dukungan yang tidak konsisten dari orang tuanya, akan mengembangkan perasaan tidak aman. Perasaan secure dan insecure ini akan terus berlanjut sampai individu tersebut dewasa. Meskipun demikian, hal ini masih dapat diubah. Individu yang ketika masa kanak-kanaknya mengembangkan insecure attachment


(30)

tetapi kemudian menemukan cinta dan mendapatkan dukungan dari pasangannya ketika dewasa, pada akhirnya dapat belajar untuk mengembangkan secure attachment (Neff, 2011).

Bortholomeuw dan Horowitz (dalam Neff dan McGehee, 2010) membagi tipe attachment ke dalam empat kelompok, yaitu secure attachment, preoccupied attachment, fearfull attachment dan dismissing attachment. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang mengembangkan secure attachment cenderung memiliki rasa percaya dan kenyamanan dengan keintiman sehingga memiliki self-compassion yang tinggi. Kemudian anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki preoccupied attachment cenderung membutuhkan pembenaran dari orang lain tentang dirinya (Wei, Mallinckrodt, Larzon & Zakalik, 2005 dalam Wei, Liao, et.al., 2011). Ketika angota tim SAR BASARNAS Bandung menunjukkan ketergantungan terhadap pembenaran dari orang lain, maka anggota tim SAR BASARNAS Bandung akan sulit untuk melihat potensi dalam dirinya sehingga memiliki self-compassion yang rendah. Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang mengembangkan fearfull attachment cenderung tidak memiliki rasa percaya kepada orang lain dan meragukan keberhargaan dirinya sehingga memiliki self-compassion yang rendah. Sedangkan dismissing attachment style tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan self-compassion, karena individu dengan dismissing attachment menolak pentingnya hubungan interpersonal yang


(31)

membuat individu tidak dapat menjelaskan secara akurat apakah mereka telah self-compassion atau belum (Neff dan McGeHee, 2010).

Self-compassion juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu faktor budaya (role of culture), modeling, dan maternal criticism. Kecenderungan untuk melihat diri sendiri lebih baik dan superior dibandingkan orang lain adalah hal utama yang dapat ditemukan dalam budaya individualistic, sedangkan dalam budaya collectivistic, individu berpikir bahwa dirinya lebih sederhana dibandingkan orang lain (Neff, 2011). Masyarakat dengan budaya collectivistic lebih mengkritik diri dibandingkan masyarakat budaya individualistic (Kitayama & Markus, 2000; Kitayama, Markus, Mtsumoto & Norasakkunit, 1997). Ketika orang individualistik cenderung berpikir bahwa dirinya independen, percaya diri, original, dan berbakat menjadi pemimpin, orang kolektivistik justru cenderung berpikir bahwa dirinya lebih kooperatif, self-sacrificing, menghargai, dan sederhana atau rendah diri dibandingkan teman sebayanya (Neff, 2011). Anggota tim SAR Bandung yang hidup dalam budaya kolektivistik yang menekankan pada self-criticism secara berlebihan memiliki self-compassion lebih rendah daripada anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang hidup dalam budaya individualistik yang tidak terlalu menekankan pada self-criticism.

Selanjutnya yaitu modeling of parents. Model orang tua yang sering mengkritik dirinya saat mengalami kegagalan akan menjadi model bagi anak untuk melakukan hal yang sama saat dirinya mengalami


(32)

kegagalan (Neff, 2009). Individu akan belajar mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui belajar observasi, individu secara kognitif merepresentasikan tingkah laku orang lain kemudian akan mengambil langkah tersebut (Bandura, 1991 dalam Santrock 2003). Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang diasuh oleh orang tua yang sering mengritik dirinya sendiri, cenderung mengkritik dirinya sendiri saat mengalami kegagalan dan memiliki self-compassion yang rendah, karena mengritik diri memiliki kaitan yang kuat dengan depresi dan ketidakpuasan dalam hidup.

Terakhir adalah maternal criticism. Anak-anak mempercayakan kebutuhan makanan, kenyamanan, kehangatan, tempat tinggal, perlindungan dari segala ancaman dan membantunya menghadapi berbagai tantangan yang muncul kepada orang tuanya. Sayangnya, banyak orang tua yang tidak memberikan kenyamanan dan dukungan, tetapi lebih mencoba mengontrol anaknya dengan cara mengkritik. Ketika orang tua menggunakan kritikan secara kasar dengan maksud untuk melindungi anaknya agar terbebas dari masalah, atau untuk memperbaiki sikapnya, anak-anak beranggapan bahwa mengkritik merupakan hal yang berguna dan dibutuhkan sebagai cara untuk memotivasi. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang tumbuh dengan orang tua yang menggunakan kritikan secara keras pada masa kanak-kanak, akan lebih sering mengkritik dirinya sendiri saat dewasa (Neff, 2011). Schafer (1964, 1968) mengemukakan bahwa empati dikembangkan melalui proses internalisasi


(33)

saat masa kanak-kanak. Strolow, Brandchaft dan Atwood (1987) juga menyatakan bahwa kemampuan untuk menyadari dan melakukan empati berkaitan dengan empati yang diberikan oleh pengasuh pada masa kanak-kanak. Ketika anggota tim SAR BASARNAS Bandung mendapatkan kehangatan dan hubungan saling mendukung dengan orangtuanya, serta menerima dan mengasihi orang tuanya, maka anggota tim SAR BASARNAS Bandung cenderung akan memiliki self-compassion lebih tinggi dibandingkan anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang sering mendapatkan kritikan dan sikap „dingin‟ dari orang tuanya.

Anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki self-compassion tinggi mampu menerima kegagalan yang dialaminya tanpamenghakimi diri sendiri, memahami kegagalan sebagai suatu hal yang manusiawi dan mampu melihat bahwa orang lain juga pernah mengalami kegagagalan, menyadari bahwa setiap orang tidak akan bisa mendapatkan semua yang diinginkan, termasuk keinginan para anggota tim SAR BASARNAS Bandung untuk selalu berhasil dalam menjalankan tugas, mampu memandang kegagalan yang dialami secara apa adanya tanpa melebih-lebihkanataupun menyangkalnya, serta tidak terpaku secara terus-menerus pada kegagalan yang dialaminya, sehingga anggota tim SAR BASARNAS Bandung mampu mendapatkan ketenangan secara emosional ketika mengalami kegagalan.

Sebaliknya, anggota tim SAR BASARNAS Bandung yang memiliki self-compassion rendah seringkali menghakimi diri sendiri,


(34)

merasa bahwa hanya dirinyalah yang mengalami kegagalansehingga timbul perasaan cemas, khawatir, dan menyesali segala yang terjadi dan sulit untuk mengatasi rasa sakit yang disebabkan oleh kegagalan yang dialaminya, sering mengeluh, merasa takut, marah, tidak berguna dan frustrasi ketika mendapatkan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan, serta cenderung mudah panik karena memandang kegagalan yang dialaminya secara berlebihan.

Penjabaran di atas kemudian akan digambarkan dalam bentuk skema atau bagan sebagai berikut

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Anggota Tim SAR

BASARNAS Bandung Self-compassion

Tinggi

Rendah

Faktor-faktor yang memengaruhi 1.Faktor Internal

Kepribadian Attachment 2.Faktor Eksternal

Modeling of Parents Maternal Criticsm Role of Culture

Komponen self-compassion

1. Self-kindness 2. Common

humanity 3. Mindfulness


(35)

1.6 Asumsi Penelitian

Self-compassion yang dimiliki oleh anggota tim SAR BASARNAS Bandung berbeda-beda dan anggota tim SAR BASARNAS Bandung dapat menunjukkan derajat self-compassion yang tinggi atau rendah.

Derajat self-compassion dapat ditentukan berdasarkan komponen-komponennya, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness. Self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung tergolong tinggi jika derajat ketiga komponen dari compassion, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness menunjukkan derajat tinggi. Sebaliknya, self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung tergolong rendah jika salah satu atau lebih dari satu komponen self-compassion, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness menunjukkan derajat rendah.

Self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung dipengaruhi oleh berbagai faktor internal yaitu kepribadiandan attachment, sertafaktor eksternal yaiturole of culture, maternal criticism dan modeling parent dari orang tua anggota tim SAR BASARNAS Bandung.


(36)

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil pengolahan data terhadap 32 orang anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung, beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebanyak 68,75 % anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung memiliki derajat self-compassion yang rendah, dan sebanyak 31,25 % anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung memiliki derajat self-compassion yang tinggi.

2. Anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung yang memiliki derajat self-compassion tinggi menunjukkan derajat tinggi pada ketiga komponennya, yaitu self-kindness tinggi, common humanity tinggi, dan mindfulness tinggi.

3. Anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung yang memiliki derajat self-compassion rendah memiliki profil komponen yang bervariasi, dimana salah satu atau lebih dari satu komponennya menunjukkan derajat rendah.


(37)

4. Faktor personality, attachment, maternal criticism, modeling, dan role of culture tidak berkaitan dengan derajat self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini juga dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

5.2.1 Saran Teoretis

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi dengan self-compassion pada subjek penelitian.

Peneliti selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan homogenitas sampel penelitian.

Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan validitas dan reliabilitas alat ukur terhadap sampel penelitiannya.

5.2.2 Saran Praktis

Bagi Kepala Kantor SAR BASARNAS Bandung dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai sumber informasi bahwa sebagian besar anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung memiliki derajat self-compassion yang rendah. Diharapkan Kepala Kantor SAR BASARNAS Bandung dapat melakukan kegiatan sesi sharing antar anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung mengenai pengalamannya dan kegagalan yang pernah dialaminya untuk dapat mempertahankan derajat


(38)

self-compassion yang tinggi dan meningkatkan derajat self-compassion yang rendah. Sesi sharing ini bertujuan agar anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung dapat menyadari bahwa kegagalan itu hal yang manusiawi dan bukan hanya dialami oleh dirinya saja, sehingga mereka dapat memandang kegagalan yang dialaminya dengan pemikiran yang lebih terbuka dan tidak menyalahkan atau mengkritik diri secara berlebihan ketika mengalami kegagalan.


(39)

Barnard, Laura K. & John F. Curry. 2011. Self-Compassion: Conceptualizations, Correlates,& Interventions. American Psychological Association.

Bartholomeuw, K. & Horowitz, L. M. 1991. Attachment Styles Among Young Adults: A Test of a Four-Category Model, Journal of Personality and Social Psychology Vol. 61, 226-244. American Psychological Association. Kumar, Ranjit. 2010. Research Methodology : A Step by Step Guide for Beginners,

Edisi Ketiga. London: Sage Publication.

Neff, Kristin. 2011. Self-Compassion. New York: Harper Collins Publisher.

Neff, K. & Beretvas, N. 2012. The Role of Self-compassion in Romantic Relationship. Psychology Press.

Riasnugrahani, M. 2014. Self-Compassion dan Compassion For Other pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Rude, S. & Kirkpartrick, K. 2006. Brief Report: An Examination of Self-Compassion in Relation to Positive Psyhological Functioning and Personality Traits, Journal of Research in Personality. (Online). (www.webspace.utexas.edu, di akses tanggal 25 Februari 2014).

Soehartono, Irwanto. 2011. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejateraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Cetakan VIII.

Bandung: Rosda.

2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(40)

Administrator. Big Five Personality. (Online). (www.rumahbelajarpsikologi.com, di akses tanggal 29 Oktober 2013).

Arif, A. Kompas, 9 Desember 2012. Kejadian Puting Beliung Meningkat 28 Kali Lipat. (Online). (www.nasional.kompas.com, di akses tanggal 29 Oktober 2013).

Azila, N. Bencana Alam di Indonesia 10 Tahun Terakhir. (Online). (www.academia.edu, di akses tanggal 29 Oktober 2013).

BASARNAS. (Online). (www.basarnas.go.id, di akses tanggal 31 Oktober 2013).

Januarani, Dela. 2014. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self Compassion Pada Mahasiswa Akademi Keperawatan “X” Semester 4 dan 6 Program Diploma III Di Bandung. Skripsi. Bandung. Fakultas Psikologi Maranatha.

Neff, K. 2009. Self Compassion Scale for Researcher. (Online). (www.self-compassion.org, di akses tanggal 20 Oktober 2013).


(1)

1.6 Asumsi Penelitian

Self-compassion yang dimiliki oleh anggota tim SAR BASARNAS Bandung berbeda-beda dan anggota tim SAR BASARNAS Bandung dapat menunjukkan derajat self-compassion yang tinggi atau rendah.

Derajat self-compassion dapat ditentukan berdasarkan komponen-komponennya, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness. Self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung tergolong tinggi jika derajat ketiga komponen dari compassion, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness menunjukkan derajat tinggi. Sebaliknya, self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung tergolong rendah jika salah satu atau lebih dari satu komponen self-compassion, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness menunjukkan derajat rendah.

Self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS Bandung dipengaruhi oleh berbagai faktor internal yaitu kepribadiandan attachment, sertafaktor eksternal yaiturole of culture, maternal criticism dan modeling parent dari orang tua anggota tim SAR BASARNAS Bandung.


(2)

69

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil pengolahan data terhadap 32 orang anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung, beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebanyak 68,75 % anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung memiliki derajat self-compassion yang rendah, dan sebanyak 31,25 % anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung memiliki derajat self-compassion yang tinggi.

2. Anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung yang memiliki derajat self-compassion tinggi menunjukkan derajat tinggi pada ketiga komponennya, yaitu self-kindness tinggi, common humanity tinggi, dan mindfulness tinggi.

3. Anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung yang memiliki derajat self-compassion rendah memiliki profil komponen yang bervariasi, dimana salah satu atau lebih dari satu komponennya menunjukkan derajat rendah.


(3)

4. Faktor personality, attachment, maternal criticism, modeling, dan role of culture tidak berkaitan dengan derajat self-compassion pada anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian ini juga dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

5.2.1 Saran Teoretis

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi dengan self-compassion pada subjek penelitian.

Peneliti selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan homogenitas sampel penelitian.

Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan validitas dan reliabilitas alat ukur terhadap sampel penelitiannya.

5.2.2 Saran Praktis

Bagi Kepala Kantor SAR BASARNAS Bandung dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai sumber informasi bahwa sebagian besar anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung memiliki derajat self-compassion yang rendah. Diharapkan Kepala Kantor SAR BASARNAS Bandung dapat melakukan kegiatan sesi sharing antar anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung mengenai pengalamannya dan


(4)

71

Universitas Kristen Maranatha self-compassion yang tinggi dan meningkatkan derajat self-compassion yang rendah. Sesi sharing ini bertujuan agar anggota tim SAR BASARNAS di Kantor SAR Bandung dapat menyadari bahwa kegagalan itu hal yang manusiawi dan bukan hanya dialami oleh dirinya saja, sehingga mereka dapat memandang kegagalan yang dialaminya dengan pemikiran yang lebih terbuka dan tidak menyalahkan atau mengkritik diri secara berlebihan ketika mengalami kegagalan.


(5)

Badan SAR Nasional. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Operasi SAR Musibah Penerbangan. Bandung: BASARNAS.

Barnard, Laura K. & John F. Curry. 2011. Self-Compassion: Conceptualizations, Correlates,& Interventions. American Psychological Association.

Bartholomeuw, K. & Horowitz, L. M. 1991. Attachment Styles Among Young Adults: A Test of a Four-Category Model, Journal of Personality and Social Psychology Vol. 61, 226-244. American Psychological Association. Kumar, Ranjit. 2010. Research Methodology : A Step by Step Guide for Beginners,

Edisi Ketiga. London: Sage Publication.

Neff, Kristin. 2011. Self-Compassion. New York: Harper Collins Publisher.

Neff, K. & Beretvas, N. 2012. The Role of Self-compassion in Romantic Relationship. Psychology Press.

Riasnugrahani, M. 2014. Self-Compassion dan Compassion For Other pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Rude, S. & Kirkpartrick, K. 2006. Brief Report: An Examination of Self-Compassion in Relation to Positive Psyhological Functioning and Personality Traits, Journal of Research in Personality. (Online). (www.webspace.utexas.edu, di akses tanggal 25 Februari 2014).

Soehartono, Irwanto. 2011. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejateraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Cetakan VIII.

Bandung: Rosda.

2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(6)

73

DAFTAR RUJUKAN

Administrator. Big Five Personality. (Online). (www.rumahbelajarpsikologi.com, di akses tanggal 29 Oktober 2013).

Arif, A. Kompas, 9 Desember 2012. Kejadian Puting Beliung Meningkat 28 Kali Lipat. (Online). (www.nasional.kompas.com, di akses tanggal 29 Oktober 2013).

Azila, N. Bencana Alam di Indonesia 10 Tahun Terakhir. (Online). (www.academia.edu, di akses tanggal 29 Oktober 2013).

BASARNAS. (Online). (www.basarnas.go.id, di akses tanggal 31 Oktober 2013).

Januarani, Dela. 2014. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Self Compassion Pada Mahasiswa Akademi Keperawatan “X” Semester 4 dan 6 Program Diploma III Di Bandung. Skripsi. Bandung. Fakultas Psikologi Maranatha.

Neff, K. 2009. Self Compassion Scale for Researcher. (Online). (www.self-compassion.org, di akses tanggal 20 Oktober 2013).