Perbedaan Work Family Conflict antara Karyawan dan Karyawati Level Manajerial pada Bank "X" Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan Work Family Conflict terhadap karyawan dan karyawati level manajerial pada Bank “X” Bandung. Penelitian sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling dan jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang

merupakan karyawan dan karyawati level manajerial pada Bank “X” Bandung

yang sudah menikah dan tinggal bersama dengan pasangannya. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kacmar & Williams (2000) dan diterjemahkan oleh Indah Soca K., M.Psi., Psikolog (2012).

Berdasarkan uji coba alat ukur yang terdiri dari 18 item, diperoleh hasil 18 item yang dapat digunakan untuk mengukur work family conflcit dengan rentang reliabilitas 0,62 sampai 0,88 dan rentang validitas secara keseluruhan antara 0,50 sampai 0,90. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil sebesar -1.426, dimana hal ini menunjukan bahwa Ho ditolak.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa tidak terdapat perbedaan Work Family Conflict antara karyawan dan karyawati level manajerial pada

Bank “X” Bandung. Ada tidaknya perbedaan Work Family Conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial ini dapat dilihat dari dua arah Work Family Conflict yaitu Family Interfering with Work (FIW) dan Work Interfering with Family (WIF).

Saran bagi peneliti selanjutnya adalah untuk melakukan penelitian pada hubungan atau kontribusi dari faktor yang berpengaruh terhadap Work Family Conflict dan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian ini disarankan untuk dapat menambahkan jumlah responden dengan karakteristik sampel yang lebih spesifik atau seragam. Bagi para karyawan dan karyawati level manajerial agar dapat memahami mengenai Work Family Conflict sehingga dapat bermanfaat dalam menjalani peran mereka baik sebagai karyawan maupun sebagai anggota rumah tangga dengan langkah memahami peran mereka dan peluang akan munculnya Work Family Conflict dan bagi Bank “X” Bandung supaya dapat memahami Work Family Conflict yang berpeluang dialami oleh karyawan dan karyawati level manajerial dan membantu karyawannya untuk dapat mengontrol dan mengarahkan bagi para karyawan yang berpeluang mengalami Work Family Conflict dengan melaksanakan kegiatan seperti konsultasi, seminar atau training / pelatihan terkait dalam hal menghadapi Work Family Conflict.


(2)

ix

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This research is conducted to determine the difference between male and

female worker at managerial level in the Bank “X” Bandung related to Work Family Conflict. The samples of this research, were chosen using the purposive sampling method. The number of samples is 30 people, covering male and female

worker at managerial level in the Bank “X” Bandung that are married and live

with their partner in their household. The measurement instrument use in this research is Work Family Conflict questionnaires which are adaptade from Carlson, Kacmar & Williams (2000) and translated by Indah Soca K., M.Psi., Psikolog (2012).

The measurement instrument consists of 18 items. A testing is done against the measurement instrument. The results are 18 items that are employed to measure the Work Family Conflict with overall reliability ranging from 0,62 to 0,88 and an overall validity ranging from 0,50 to 0,90. Based on the calculation, the result is -1.426, which is this result has shown that Ho accepted.

Based on the results, it is concluded that there is no difference in Work Family Conflict between male and female worker at managerial level in the Bank

“X” Bandung. The form of Work Family Conflict mainly depends on the level of Family Interfering with Work (FIW) and Work Interfering with Family (WIF).

The recommendation for the next research is to do research with correlational method or contribution method from the factors which affect Work Family Conflict and for the next researcher that may interested to do the next research in Work Family Conflict, it is recommended to add more respondent which have more spesifics or same characteristics. For the male and female worker at managerial level, it is recommended to have knowledge in Work Family Conflict to gain more in their roleas a worker or in their role of partnership in their household. The steps is to understand their role and the probabilities when the Work Family Conflict will appear and for the Bank “X” Bandung, it is recommended to have knowledge in Work Family Conflict that may happened with their worker and help their worker to control and to direct those who have tendencies to experience Work Family Conflict and help them with counseling, seminar, and training to face Work Family Conflict.


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN... i

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... ii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR... ... vi

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 10

1.3.1 Maksud Penelitian... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

1.4.1 Kegunaan Teoretis... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis... 11

1.5 Kerangka Pemikiran... 12

1.6 Asumsi... 21


(4)

xi

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran... 22

2.2 Work Family Conflict... 25

2.2.1 DefinisiWork Family Conflict (WFC)...25

2.2.2 BentukWork Family Conflict……….25

2.2.3 LingkupWork Family Conflict………...28

2.2.4 ArahWork Family Conflict………29

2.2.5 Dampak – DampakWork Family Conflict………...30

2.3 Gender………...34

2.3.1 Efek Dari PeranKaryawanTerhadapPeranKeluarga……34

2.3.2 Efek Dari Peran Keluarga Terhadap Peran Karyawan.... 35

2.3.3KesulitanDalamMengkombinasikanPeran…... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 37

3.2 SkemaProsedurPenelitian... 37

3.3 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional....38

3.3.1 Variabel Penelitian... 38

3.3.2 Definisi Konseptual... 38

3.3.3 Definisi Operasional... 39

3.4 Alat Ukur... 40

3.4.1 Alat Ukur Work Family Conflict... 40


(5)

3.4.3 ProsedurPengisian Item………..…………...42

3.4.4 SistemPenilaian………...………...42

3.4.5 Data Penunjang………...…..…………43

3.5 Validitas dan ReliabilitasAlatUkur... 44

3.5.1 Validitas Alat Ukur... 44

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur... 46

3.6 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling... 48

3.6.1 PopulasiSasaran... 48

3.6.2 KarakteristikPopulasi...48

3.6.3 TeknikPenarikanSampel... 48

3.6.4 TeknikAnalisis Data... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian... 51

4.1.1 Gambaran Responden... 51

4.1.2 Hasil Pengolahan Data... 57

4.2 Pembahasan... 58

4.3 Diskusi... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 63

5.2 Saran... 63

5.2.1 Saran Teoritis... 63


(6)

xiii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAK ……… 65

DAFTAR RUJUKAN ………. 67

LAMPIRAN DAFTAR BAGAN Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran... 20

Bagan 3.1 Skema Rancangan Penelitian... 37

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Work Family Conflict………... 41

Tabel 3.2 Penilaian Alat Ukur Kuesioner... 43

Tabel 3.3 Kriteria Validitas... 45

Tabel 3.4 Kriteria ValiditasAlatUkur…... 45

Table 3.5 KriteriaReliabilitas……….………...…….…. 46

Tabel 3.6 Hasil Reliabilitas Alat Ukur……….... 47

Tabel 4.1 Tabel Total Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………….. 51

Tabel 4.2 Tabel Responden Berdasarkan Usia………... 52

Tabel 4.3 Tabel Responden Berdasarkan Masa Kerja……….... 52

Tabel 4.4 Jam Kerja Dalam Seminggu……….. 53

Tabel 4.5 Tabel Responden Berdasarkan Lama Menikah……….. 53

Tabel 4.6 Tabel Responden Berdasarkan Keberadaan Anak………. 54

Tabel 4.7 Tabel Jumlah Anak……… 54

Tabel 4.8 Tabel Usia Anak……… 55


(7)

Tabel 4.10 Keberadaan Pembantu Rumah Tangga Atau Pengasuh……...56

Tabel 4.11 Penghayatan Waktu Kerja………56

Tabel 4.12 Penghayatan Mengenai Dukungan Sosial dari Atasan atau Organisasi……… 57

Tabel 4.13 Penghayatan Mengenai Dukungan Dari Keluarga………….. 57

Tabel 4.14 Hasil Uji Beda Pada Sampel………... 58

DAFTAR LAMPIRAN  Lampiran 1 Lembar Persetujuan... [2]

 Lampiran 2 Kuesioner Data Penunjang... [3]

 Lampiran 3 Kuesioner Work Family Conflict... [5]

 Lampiran 4 Keterangan Data Penunjang... [6]

 Lampiran 5 Data Mentah... [7]

 Lampiran 6 Data Mentah Penunjang... [8]


(8)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak negara berkembang yang semakin berusaha untuk memajukan negaranya masing-masing. Sektor perekonomian merupakan salah satu hal yang menjadi patokan untuk melihat apakah suatu negara dapat dikatakan semakin berkembang, dan selain itu juga dilihat melalui kesejahteraan penduduknya. Sampai dengan saat ini perekonomian di Indonesia dapat dikatakan telah cukup stabil. Ditengah stabilnya perekonomian di Indonesia saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin hingga Maret 2013 mengalami penurunan sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah penduduk miskin ini terjadi karena masyarakat Indonesia sudah mengalami penigkatan pendapatannya (http://bisniskeuangan.kompas. Com /read /2013 /07 /01 /1339226/BPS.Jumlah.Penduduk.Miskin.Turun).

Banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan warganya. Beberapa diantaranya yaitu dengan menjalin kerja sama dengan negara lain untuk membuka perusahaan di Indonesia sehingga tercipta lapangan kerja yang banyak untuk masyarakat yang


(9)

mencari pekerjaan. Ditengah kebutuhan akan pekerjaan yang semakin meningkat , perbedaan gender kini tidak lagi menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian khusus. Pria dan wanita dapat bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan dan juga sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan atau tempat mereka melamar pekerjaan. Diantara para pelamar kerja, baik pria maupun wanita, memiliki latarbelakang yang berbeda-beda ketika mencari pekerjaan, dan salah satunya yaitu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam beberapa keluarga tidak cukup ketika hanya salah satu antara suami atau istri saja yang bekerja, terkadang karena tuntutan ekonomi yang tinggi dan terlepas dari alasan yang bekerja.

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai bank note. Bank merupakan perusahaan yang bergerak dibidang penghimpunan dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa kepada bank lainnya. Bank juga menjadi salah satu tempat dimana peluang untuk pria dan wanita dapat bekerja. Bank “X” merupakan salah satu Bank Sentral yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya dalam menjalankan tugasnya yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, sesuai dengan ketetapan dari Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia. Bank “X” mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. Berdasarkan undang-undang,

Bank “X” telah diberikan kedudukan khusus dalam struktur ketatanegaraan


(10)

3

Universitas Kristen Maranatha mengabaikan segala bentuk intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan Bank “X” sebagai lembaga yang independen diberikan agar Bank “X” dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Sebagai Bank sentral, Bank “X” wajib menjaga kestabilan nilai rupiah dan terdapat dua aspek dalam menjaga kestabilan nilai rupiah yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang Negara lain. Dalam usahanya mencapai tujuan tersebut Bank “X” didukung oleh tiga bidang tugas, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.

Bank “X” Bandung mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari

pemimpin Bank “X” koordinator bidang, pengawas bank eksekutif senior, kepala bidang, dan pengawas bank eksekutif. Dari struktur organisasi tersebut, masing-masing jabatan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda, sehingga pada tiap jabatan terdapat pula divisi yang membantu dalam pelaksanaan kerjanya. Bank “X” yang merupakan perusahaan besar dan dengan struktur organisasi yang ada tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja yang dipekerjakan di bagian – bagian yang ada dalam struktur organisasi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Kebutuhan akan jumlah karyawan pada Bank “X” ini membuka peluang kerja bagi individu untuk dapat bekerja pada bagian di Bank “X” tersebut. Kesempatan untuk dapat bekerja pada Bank “X” ini antara pria dan wanita dapat dikatakan memiliki peluang yang sama besarnya, untuk bekerja pada level manajerial.


(11)

Menurut George R. Berry mengemukakan bahwa level manajerial dalam perusahaan mempunyai fungsi sebagai berikut yaitu Planning, Organizing, Actuating & Controlling (POAC). Fungsi planing mengharuskan para karyawan level manajerial untuk membuat rencana untuk mencapai tujuan perusahaan. Kemudian fungsi Organizing yaitu dimana karyawan level manajerial harus mampu memanfaatkan dengan tepat sumber daya manusia yang ada dari perusahaan untuk mencapai tujuan dari perusahaan. Fungsi Actuating yaitu dimana para karyawan level manajerial harus mampu mengerjakan setiap tugas dengan tepat dan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya. Sementara itu fungsi controlling yaitu bukan hanya melaksanakan tugas dengan tepat dan bertanggung jawab namun karyawan level manajerial juga harus mampu mengontrol dan mengawasi setiap proses kerja yang telah didelegasikan karena akan berkaitan dengan koreksi hasil kerja. Dengan beragamnya tuntutan dalam pekerjaan tersebut, tidak sedikit para calon karyawan yang menjadikan target manager sebagai pilihan untuk bekerja. Penelitian ini lebih memfokuskan pada karyawan yang bekerja di level managerial, karena pada level managerial memilik tuntutan dan tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan level non managerial, seperti dalam hal mengatur tugas untuk karyawan-karyawan yang memiliki level pekerjaan yang ada di bawahnya dan juga bertanggung jawab akan hasil kerjanya terhadap atasannya yang ada di perusahaannya.

Saat ini sudah banyak terjadi suatu fenomena dimana dalam sebuah keluarga para suami dan istri bekerja demi memenuhi tuntutan keluarga seiring dengan tuntutan kehidupan yang semakin meningkat. Hal ini berdampak pada


(12)

5

Universitas Kristen Maranatha bagaimana peran para suami dan istri dalam memenuhi tuntutan dalam pekerjaan dan juga memenuhi tuntutan yang ada di dalam rumah tangganya. Bagi keluarga yang hanya salah satu pasangan yang bekerja, pembagian tugas rumah tangga makin tidak sekompleks pasangan yang keduanya memutuskan untuk bekerja. Berdasarkan usaha untuk memenuhi tuntutan keluarga dan memenuhi tuntutan dalam pekerjaan dapat menimbulkan konflik pada masing-masing pasangan suami istri tersebut.

Work family conflict adalah sebuah bentuk konflik peran sebagai dua tekanan yang terjadi secara bersamaan, dimana pemenuhan pada satu sisi akan menyebabkan kesulitan pemenuhan yang lain. Dapat diartikan yaitu, pemenuhan akan satu sisi tugasnya yaitu tugas pekerjaan rumah tangga, akan menyebabkan kesulitan akan pemenuhan tugas pekerjaan yang berasal dari kantor dan demikian sebaliknya (Khan et al. Dalam Greenhaus dan Beutell 1985). Menurut Gutek et al (dalam Carlson 2000) work family conflict dapat muncul dalam dua bentuk yaitu work interfering with family (WIF) yang merupakan konflik dari pekerjaan yang memengaruhi keluarga serta family interfering with work (FIW) yang merupakan konflik dari keluarga yang memengaruhi pekerjaan. WIF akan muncul ketika peran karyawan dan karyawati di tempat pekerjaan mengganggu perannya di keluarga, sedangkan FIW akan muncul ketika peran karyawan dan karyawati di keluarga dengan segala tugas rumah tangganya mengganggu perannya di pekerjaannya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara pria dan wanita dalam work family conflict


(13)

mendapatkan hasil yang sangat berkontradiksi (Voydanoff, 2002). Sementara beberapa penelitian menemukan bahwa pria lebih mengalami work family conflict dibandingkan wanita (Duxbury & Higgins, 1991; Huffman, Payne & Castro, 2003; Livingstone & Burley, 1991; Yang, Chen, Choi & Zhou, 2000). Namun, ditemukan juga hasil penelitian bahwa wanita dikatakan lebih mengalami work family conflict dibandingkan laki-laki (Burley, 1995; Carlson, Kacmar & Williams, 2000; Hammer, Allen & Grigsby, 1997, as cited in Hammer, Colton, Cauet & Brockwood, 2002).

Pada penelitian lainnya mengenai work family conflict memberikan hasil yang beragam. Sebagai contohnya, Eagle, Miles, dan Icenogle (1997) menemukan bahwa pria dilaporkan lebih mengalami ketegangan dalam hal family interfering with work (FIW) dan waktu- dan ketegangan dalam WIF dibandingkan wanita, tetapi tidak ada perbedaan gender dalam FIW waktu. Pada penelitian yang serupa (Gutek et al., 1991; McElwain et al., 2005) menemukan bahwa wanita lebih memiliki pengalaman pada WIF dibandingkan pria, walaupun saat bekerja dalam rentang waktu yang sama, tetapi tidak terdapat perbedaan gender berdasarkan FIW. Untuk lebih jelasnya, Fu dan Shaffer (2001) menemukan bahwa wanita mengalami FIW dengan tingkatan yang lebih tinggi, tetapi pria mengalami tingkatan yang lebih tinggi pada WIF. Akhirnya Duxbry et al. (1994), menemukan bahwa wanita dilaporkan memiliki lebih banyak WIF dan FIW dari pada pria.

Penelitian di atas menunjukan hasil yang kurang lebih sama antara pria dan wanita yang mengalami WFC, namun menunjukan perbedaan pada


(14)

dimensi-7

Universitas Kristen Maranatha dimensinya. Hal ini berkaitan dengan tuntuan yang terdapat pada pria maupun wanita baik pada pekerjaannya di perusahaan maupun pada keluarga mereka masing-masing. Pria dan wanita di dalam keluarga memiliki tugas yang berdeda-beda, tergantung juga dari bagaimana aturan yang ada dalam keluarga itu sendiri, keduanya sama-sama memiliki tugas untuk merawat dan mendidik anak-anak mereka dan juga mengurus kebutuhan rumah lainnya.

Survey telah dilakukan peneliti dengan menggunakan teknik wawancara terhadap 3 karyawan dan 2 karyawati level manajerial di Bank “X” Bandung. Dari hasil survey didapatkan hasil sebagai berikut, sebanyak 100% karyawan memastikan diri untuk dapat tiba di kantor pada pukul 08.00, sebanyak 30% tiba di rumah pada pukul 20.00 dan 70% tiba dirumah pada pukul 19.30 WIB, hal ini dikarenakan ada rapat, tugas yang belum diselesaikan serta kondisi jalanan yang macet. Kondisi tersebut hampir rutin dijalani setiap karyawan sehingga menyebabkan karyawan merasa lelah secara fisik hanya untuk perjalanan pulang pergi ke kantor dan ditambah dengan adanya rapat tambahan. Sebesar 70% dari karyawan seringkali membawa pekerjaan kantor ke rumah karena tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas tersebut, dan 30% terkadang membawa pekerjaan kantor ke rumah. Hal ini menyebabkan para karyawan memiliki waktu yang terbatas utnuk keluarga meskipun telah berasda dirumah dikarenakan masih harus menyelesaikan tugas kantor yang dibawa ke rumah. Sebanyak 70% para karyawan banyak menghabiskan waktu mereka bersama keluarga dan melakukan tugas rumah tangga di hari Sabtu dan Minggu, sebanyak 30% hanya menghabiskan waktu mereka dengan keluarga di hari Minggu saja, sedangkan hari Sabtu


(15)

digunakan untuk menyelesaikan tugas kantor dan menyiapkan pekerjaan untuk hari Senin serta mengistirahatkan diri.

Pada karyawati didapatkan hasil survey sebagai berikut, sebanyak 100% memastikan diri untuk dapat tiba di kantor pada pukul 08.00, sebanyak 50% tiba di rumah pada pukul 20.00 dan 50% tiba dirumah pada pukul 19.30 WIB, hal ini juga dikarenakan ada rapat serta tugas yang belum diselesaikan serta kondisi jalanan yang macet. Hal ini menyebabkan secara fisik, karyawati lebih cepat mengalami kelelahan. Sebesar 50% dari karyawan seringkali membawa pekerjaan kantor kerumah karena tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas tersebut, dan 50% terkadang membawa pekerjaan kantor ke rumah, hal ini menyita waktu karyawati ketika harus menyelesaikan tugasnya dirumah. Sebanyak 50% para karyawan banyak menghabiskan waktu mereka bersama keluarga dan melakukan tugas rumah tangga di hari Sabtu dan Minggu, sebanyak 50% hanya menghabiskan waktu mereka dengan keluarga di hari Minggu saja, sedangkan hari Sabtu digunakan untuk menyelesaikan tugas kantor dan menyiapkan pekerjaan untuk hari Senin serta mengistirahatkan diri.

Ketika berada dalam situasi kerja, 100% karyawan dan karyawati pernah mengalami konflik interpersonal dengan karyawan lainnya baik itu terhadap atasan maupun bawahannya, dimana hal itu berdampak pada kinerja mereka yang terganggu karena konsentrasi yang tidak dapat fokus sepenuhnya pada pekerjaan. Serta sebanyak 100% karyawan pernah mengalami pelimpahan tugas yang menumpuk dan dengan adaya deadline dari atasan yang menyebabkan karyawan dan karyawati semakin lama menghabiskan waktu mereka di kantor dan kembali


(16)

9

Universitas Kristen Maranatha ke rumah untuk menghabiskan waktu dengan keluarga menjadi berkurang. Dari hasil surey didapati bahwa para karyawan level manajerial diharuskan dapat bersikap tegas dan memiliki tanggung jawab saat menjalan tugas mereka. Pada karyawan sebanyak 100% membawa sikap mereka ketika berada di kantor tersebut ke dalam keluarga, seperti bersikap keras kepada staff dan memerintah kepada bawahan yang dimana hal tersebut akan memiliki konteks yang berbeda ketika karyawan berada di dalam keluarga, sehingga hal ini berdampak kepada hubungan dengan pasangan dan anak menjadi renggang. Sedangkan pada karyawati hanya 50% yang membawa sikap mereka ketika berada di kantor seperti harus bersikap keras kepada staff-nya dan memerintah bawahan ke dalam keluarga dan 50% tidak membawa sikap mereka di kantor ke dalam keluarga. Meskipun memiliki level manajerial namun di dalam berumah tangga baik karyawan dan karyawati tetap menghormati dan mempercayakan tugas dan tanggung jawab terhadap pasangan mereka. Dari hasil survey yang sudah dilakukan terlihat bahwa terdapat fenomena work family conflict pada karyawan maupun karyawati level manajerial.

Dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari konflik dalam pekerjaan dan keluarga beberapa diantaranya berupa berkurangnya semangat untuk menyelesaikan tugas pekerjaanya di kantor, hubungan relasi dengan lingkungan yang menjadi kurang harmonis, baik pada keluarga maupun dengan rekan yang ada di kantor, dan juga dapat berdampak pada kesehatan para karyawan serta karyawati itu sendiri. Berdasarkan hasil survey di atas dan dengan merujuk pada adanya pembahasan mengenai adanya kesulitan dalam mengkombinasikan


(17)

mengenai peran seorang karyawan serta karyawati di kantor dan peran karyawan serta karyawati dalam keluarga, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “ Studi Uji Beda mengenai Work family conflict pada Karyawan dan

Karyawati Level Manajerial di Bank “X” di Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perbedaan work family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial pada Bank “X” di Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai perbedaan Work – Family Conflict pada Karyawan dan Karyawati Level Manajerial pada Bank “X” di Bandung.

1.3.2 Tujuan penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai perbedaan Work – Family Conflict pada Karyawan dan Karyawati Level Manajerial Bank “X” di Bandung.


(18)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

- Memberikan informasi pada bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi industri untuk mengetahui bagaimana perbedaan Work family conflict pada Karyawan dan Karyawati Level Manajerial

Bank “X” di Bandung.

- Memberikan informasi kepada peneliti lain yang membutuhkan bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran perbedaan Work family conflict pada Karyawan dan Karyawati Level Manajerial Bank “X” di Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi kepada karyawan dan karyawati level manajerial Bank “X” di Bandung mengenai perbedaan work family conflict, diharapkan mereka dapat memahami konflik peran yang dihadapinya.

- Memberikan informasi kepada Bank “X” di Bandung mengenai perbedaan work family conflict, diharapkan mereka dapat memahami konflik peran yang dihadapi oleh karyawan dan karyawati level manajerial.


(19)

1.5 Kerangka Pikir

Setiap orang pada saat ini membutuhkan pekerjaan. Secara tidak langsung dengan bekerja, maka mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dalam hal-hal ekonomi. Pada dunia kerja sendiri khususnya pada masa kini, pria dan wanita memiliki peluang yang sama besarnya untuk dapat bekerja, semuanya itu tergantung pada tingkat pendidikan yang dimiliki masing-masing individu. Dengan tingkat pendidikan tertentu maka akan menentukan pula posisi yang akan mereka dapatkan pada pekerjaan dan akan berkaitan pula terhadap gaji atau upah yang mereka terima pula.

Tidak sedikit dari para karyawan pria dan wanita yang telah berkeluarga. Dengan bekerja, kebutuhan keluarga mereka akan lebih tercukupi salah satunya untuk bidang materiil. Salah satu posisi dalam level pekerjaan yaitu adalah level manajerial. Pada level manajerial, para pria dan wanita yang bekerja memiliki tugas yang berupa tanggung jawab dan kewenangan untuk mengkoordinasikan sumber daya yang ada serta membuat keputusan. Level manajerial memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda dengan level non manajerial, pada level manajerial memiliki tuntutan yang lebih besar terhadap perusahaan. Dengan tuntutan dan tanggung jawab yang besar maka tekanan dalam peran manajer pun akan semakin lebih besar.

Karyawan pada level manajerial sudah pasti memiliki peran dan tugas serta tanggung jawab yang berbeda dari karyawan non manajerial.


(20)

13

Universitas Kristen Maranatha Di dalam peran sebagai karyawan level manajerial, pria dan wanita memiliki peran yang sama yaitu terhadap tugas dan tanggung jawab yang diberikan dari perusahaan. Sementara untuk peran di dalam keluarga antara pria dan wanita memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Pria memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dan sebagai kepala keluarga, pria memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga secara finansial.

Berdasarkan beraneka ragam budaya yang ada, secara umum mulai sejak kecil anak perempuan disosialisasikan lebih ke arah pengasuhan (nurturance), tanggung jawab, dan kepatuhan, sementara anak laki – laki lebih ke arah ketidaktergantungan, pencukupan diri (self-reliance), dan pencapaian. Perbedaan tersebut berpengaruh terhadap pola sosialisasi yang di dalamnya berkaitan dengan faktor budaya seperti stratifikasi sosial dan faktor ekologis seperti perekonomian pokok dan kepadatan penduduk.

Para suami istri yang berperan sebagai karyawan maupun karyawati level manajerial pasti pernah mengalami konflik antara tuntutan mereka baik di pekerjaan dan tuntutan mereka di keluarga yang bisa disebut WFC . Work family conflict adalah sebuah bentuk inter-role (konflik antar peran) konflik dimana tekanan peran yang berasal dari pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan. Dengan kata lain WFC merupakan bentuk tekanan atau ketidaksesuaian peran yang dirasakan oleh pasangan suami istri baik di pekerjaan dan peran di dalam keluarganya.


(21)

Adanya dua peran yang sama-sama memiliki tuntutan yang besar akan memerlukan konsentrasi dan kemampuan yang baik untuk dapat memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing peran tersebut.

Gutek et al (dalam Carlson, 2000) ada dua arah dari konflik antara kerja dan keluarga, yaitu Work Interfering with Family (WIF), dan Family Interfering with Work (FIW). Work Interfering with Family (WIF) memiliki pengertian yaitu konflik dari pekerjaan yang memengaruhi kehidupan keluarga. Dalam hal ini, Work Interfering with Family (WIF) akan terlihat pada karyawan pada level manajerial di Bank “X” yang memiliki peran baik sebagai pencari nafkah dimana tugas pekerjaan dari kantor telah menyita waktunya untuk dapat memiliki waktu yang lebih dalam mengurus tugas rumah tangga serta menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya serta merawat kondisi rumah sebagaimana yang dapat dilakukan sebagai pria. Sedangkan pada karywati level manajerial di Bank “X” yang memiliki peran sebagai ibu rumah tangga merasa bahwa tugas pada pekerjaannya di perusahaan menghambat dirinya untuk dapat meluangkan waktunya bersama dengan keluarga seperti menghabiskan waktu dengan anak-anak, mengasuh dan membimbing anak-anak serta menyelesaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang dapat mengurus kondisi rumah. Sedangkan Family Interfering with Work (FIW) akan terlihat pada karyawan dan karyawati pada level manajerial di Bank “X”


(22)

15

Universitas Kristen Maranatha yang merasa bahwa tugas dan tanggung jawab yang ada dirumah menghambat dirinya untuk dapat bekerja dengan maksimal di perusahaan.

Kedua arah tersebut dapat dikombinasikan dengan tiga bentuk Work family conflict yang kemudian akan menghasilkan enam kombinasi Work family conflict. Hasil dari kombinasi dua dimensi konflik dan tiga bentuk Work family conflict yaitu terdiri dari Time based WIF, Time based FIW, Strain based WIF, Strain based FIW, Behavior based WIF, dan Behavior based FIW. Pertama mengenai Time based WIF yaitu adalah ketika tekanan waktu dari pekerjaan memengaruhi tugas dan tanggung jawabnya di keluarga. Konflik seorang karyawan dan karyawati level manajerial pada Bank “X” yang berperan sebagai kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga muncul ketika tuntutan waktu dari perusahaan yang tinggi sehinga menghalanginya untuk memenuhi tugas dan tanggung jawabnya di keluarga seperti membimbing anak serta merawat kondisi rumah serta menyiapkan segala sesuatu kebutuhan anggota keluarga. Kemudian yang kedua demikian sebaliknya pada Time based FIW adalah ketika tekanan waktu dari tugas dan tanggung jawab di keluarga memengaruhi tugas dan tuntutan karyawan dan karyawati level manajerial di perusahaan. Ketika karyawan dan karyawati terganggu dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dikarenakan adanya tuntutan peran dari keluarga yang harus diselesaikan.

Ketiga yaitu Strain based WIF adalah merupakan munculnya konflik pada saat ketegangan terjadi pada perannya sebagai karyawan dan


(23)

karyawati level manajerial di perusahan ”X” yang memengaruhi tugas dan tanggung jawabnya di keluarga. Beberapa indikator dari stress yang berkaitan dengan Strain based WIF berupa sikap yang apatis, tegang, iritabilitas, kelelahan, dan kecemasan. Tuntutan dan tugas berat yang dialami oleh para karyawan dan karyawati level manajerial di Bank “X” kemudian menyebabkan stress dan situasi tersebut memengaruhi ketika berada di rumah. Dengan situasi tersebut mengakibatkan karyawan dan karyawati level manajerial tidak dapat memberikan bimbingan serta perhatian baik kepada anak maupun kepada pasangan di dalam keluarga yang kemudian dapat menimbulkan konflik.

Keempat yaitu Strain based FIW adalah suatu kondisi munculnya konflik yang terjadi karena adanya ketegangan pada tanggung jawab di dalam keluarga yang memengaruhi pekerjaan. Tanggung jawab yang harus dijalankan oleh para karyawan dan karyawati level manajerial di Bank “X” pada keluarga, seperti mengurus anak, merawat rumah dan memenuhi kebutuhan pasangan telah menyita konsentrasi, sehingga hal tersebut berdampak pada kinerja di pekerjaannya.

Kelima adalah Behavior based WIF yaitu sebuah konflik yang muncul karena adanya pola perilaku pada karyawan dan karyawati level manajerial di pekerjaan yang memengaruhi pola perilakunya kepada pasangannya dan anaknya ketika berada di keluarga. Bagaimana cara bersikap dari karyawan dan karyawati level manajerial di Bank “X” kepada para rekan kerja, baik kepada atasan maupun bawahannya yang


(24)

17

Universitas Kristen Maranatha kemudian terbawa ketika karyawan dan karyawati level manajerial berprilaku di rumah sebagai anggota keluarga. Dan yang keenam adalah Behavior based FIW yaitu konflik yang muncul karena pola perilaku pada karyawan dan karyawati level manajerial menghalangi pola perilakunya di pekerjaannya. Pola perilaku yang dimiliki seorang suami atau istri yaitu sebagai kepala rumah tangga atau pun ibu rumah tangga, telah menghalangi pola perilaku karyawan dan karyawati level manajerial di

Bank “X” ketika bekerja, seperti ketika karyawan dan karyawati level

manajerial harus bersikap kepada bawahan seperti ketika bersikap kepada anaknya sendiri sehingga menjadi kurang tegas dalam bersikap.

Pada Work family conflict, Greenhaus 1985 menjelaskan dua hal yang dapat memicu munculnya konflik yaitu tempat kerja dan keluarga. Pertama adalah ruang lingkup area kerja, yaitu ketika karyawan dan karyawati menghadapi tekanan dalam pekerjaan yang berupa waktu kerja yang padat dan terkadang tidak teratur, bahkan dapat berupa tugas pekerjaan yang berlebihan. Ketika karyawan dan karyawati harus menghadapi setiap kondisi kerja tersebut menyebabkan mereka harus menyediakan waktu ekstra untuk dapat menyelesaikan tugas mereka dan hal ini berdampak pada berkurangnya waktu mereka untuk keluarga, sementara kondisi yang ada di rumah membutuhkan peran mereka untuk dapat mengerjakan tugas mereka di rumah. Hal lain yang terkait dengan lingkungan kerja yaitu seperti adanya konflik interpersonal baik dengan bawahan maupun terhadap atasan. Pada konflik interpersonal yang dialami


(25)

karyawan dan karyawati menyebakan mereka tidak dapat bekerja dengan baik karena konsentrasi yang terpecah oleh kondisi tersebut yang dimana ketika bekerja harus berada dalam satu lingkungan kerja yang menjadi sumber stressor mereka. Kondisi supervisor atau organisasi yang tidak mendukung karyawan dan karyawati dalam bekerja juga menjadi salah satu faktor pemicu konflik. Hal ini berdampak pada karyawan yang ketika telah bekerja dengan baik dan sesuai dengan tuntutan yang diberikan, namun tidak mendapat dukungan seperti dengan tidak memerhatikan kondisi dari karyawannya terlepas dari urusan pekerjaan dan hanya terus memberikan tuntutan tugas yang berlebih kepada karyawannya sehingga karyawan dan karyawati merasa tidak nyaman untuk bekerja.

Kemudian yang kedua adalah ruang lingkup area keluarga. Pada area keluarga dapat terlihat yaitu ketika karyawan dan karyawati memiliki anak sehingga memiliki tanggung jawab sebagai orang tua terutama pada anak usia balita dan remaja. Karyawan dan karyawati diwajibkan untuk memiliki tanggung jawab khusus dalam mengurus dan mengasuh anak mereka. Saat dimana anak membutuhkan sosok orang tua yang selalu mendampingi namun harus terbagi karena peran mereka di perusahaan yang juga mendesak mereka harus dapat bekerja dengan profesional, sehingga karyawan dan karyawati mengalami konflik ketika kedua tuntutan dari peran mereka sebagai pekerja dan orang tua harus muncul secara bersamaan dan dengan intensitas yang sering muncul dalam pekerjaan. Faktor lain dalam area keluarga yang dapat memicu munculnya


(26)

19

Universitas Kristen Maranatha konflik yaitu ketika karyawan dan karyawati memiliki konflik dengan anggota keluarga dan keberadaan anggota keluarga yang tidak mendukung karyawan dan karyawati dalam menjalani aktivitasnya terutama pada pekerjaannya. Ketika karyawan dan karyawati mengalami konflik dengan anggota keluarga, menyebabkan mereka tidak dapat fokus dengan pekerjaan mereka di kantor karena mengalami masalah dengan pasangan atau pun anak mereka, dimana mereka seharusnya mendapatkan suatu kondisi yang mendukung dari keluarga mereka menjalani pekerjaan.


(27)

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Karyawan

Karyawati

Work family conflict

Work family conflict

- Strain based

- Behavior based

Uji Beda Karyawan level

manajerial Bank “X” Bandung.

Faktor yang memengaruhi Work family conflict :

a. Lingkup/area kerja, yaitu waktu kerja yang padat, konflik interpersonal di tempat kerja, serta supervisor atau organisasi yang tidak mendukung.

b. Lingkup/area keluarga, yaitu kehadiran anak masih mempunyai tanggungjawab utama pada anak usia balita dan remaja, mempunyai konflik dengan anggota keluarga dan keberadaan anggota keluarga yang tidak mendukung.

- Time based

- Strain based

- Behavior based

dan kantor

Peran karyawati dirumah dan kantor


(28)

21

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi penelitian

Berdasarkan pemaparan mengenai work family conflict pada kerangka pikir, maka asumsi yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :

1. Work family conflict yang dialami karyawan dan karyawati level manajerial di Bank “X” Bandung dipengaruhi oleh faktor tekanan dalam lingkup kerja, yaitu berupa waktu kerja yang padat, konflik interpersonal di tempat kerja, social support dari atasan maupun rekan kerja dan faktor tekanan dalam lingkup keluarga, berupa jumlah anak yg dimiliki, memiliki anak usia balita dan remaja,social support dari anggota keluarga inti dan anggota keluarga lainnya (selain keluarga inti) yang tidak mendukung.

2. Pada karyawan dan karyawati level manajerial perusahan “X” Bandung,

work family conflict yang dialami dapat terlihat dalam enam arah yang merupakan hasil kombinasi dari 3 bentuk work family conflict dan dua dimensi work family conflict. Keenam kombinasi tersebut yaitu Time based WIF, Time based FIW, Strain based WIF, Strain based FIW, Behavior based WIF, dan Behavior based FIW.

1.7 Hipotesis Teori

Terdapat perbedaan work family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial Bank “X” Bandung.


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab berikut ini, akan dipaparkan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, serta memberikan saran yang sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai work family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial pada perusahaan “X” Kota Bandung, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat perbedaan work family conflict antara karyawan dengan karyawati level manajerial pada perusahaan “X” Kota Bandung.

2. Faktor yang menunjukan kecenderungan keterkaitan dengan peluang untuk mengalami work family conflict yaitu total jam kerja dalam seminggu, keberadaan anak, dukungan dari atasan atau organisasi dan dukungan dari keluarga, sementara faktor yang tidak menunjukan keterkaitan dengan peluang untuk mengalami work family conflict yaitu keberadaan pengasuh atau pembantu rumah tangga dan pasangan yang bekerja.


(30)

64

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian pada hubungan atau kontribusi dari faktor yang mempengaruhi terhadap work family conflict.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang uji beda mengenai work family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial disarankan untuk dapat menambahkan jumlah responden dengan karakteristik sampel yang lebih spesifik atau seragam.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi para karyawan dan karyawati level manjaerial agar dapat memahami mengenai work family conflict sehingga dapat bermanfaat dalam menjalani peran mereka baik sebagai karyawan maupun sebagai anggota rumah tanggga dengan langkah memahami peran mereka dan peluang akan munculnya work family conflict.

2. Bagi perusahaan “X” Kota Bandung supaya dapat memahami akan work family conflict yang berpeluang dialami oleh karyawan dan karyawati level manajerial dan membantu kepada pihak perusahan untuk dapat mengontrol dan mengarahkan bagi para karyawan yang berpeluang mengalami work family conflict dengan melaksanakan kegiatan seperti konsultasi, seminar


(31)

atau training / pelatihan terkait dalam hal menghadapi work family conflict.


(32)

65 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Allen, T. D., Herst, D. E., Bruck, C. S., & Sutton, M. (2000). Consequences associated with work-to-family conflict: A review and agenda for future research. Journal of Occupational Health Psychology, 5, 278–308. Carlson, D. S., Kacmar, K. M dan Williams, L. J. 2000. Construction and Initial

Validation of Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, hal 249-267

Duxbury L.E., Higgins C.A. (1991). Gender Differences in Work-Family Conflict. Journal of applied psycology, 76; 1 Duxbury, L.E, Higgins, C.A., Lee, C. (1994).

Eagles, B.W, Miles, E.W, & Icenogle, M.L. (1997). Interrole conflicts and the pemeability of work and family domains: are there gender differences. Journal of Vocational Behavior, 50, 168-184.

Gutek, B A; Searle, S; Klepa, L. 1991. Rational Versus Gender Role Explanations for Work-Family Conflict. . Journal of Applied Psychology, Vol.76, No.4, p:560-568.

Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J. (1985). Sources of Conflict Between Work and Family Roles. The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 1 (Jan, 1985), hal. 76-88.

Higgins et al. 2007. Reducing Work Family Conflict: What Works? What Doesn’t. Research Report : University of Western Ontario

Helgeson, Vicki.S., The Pschology of Gender (Vol. 4, No. 1; hal 442-453) 2012.Published by Pearson Education, Inc.

Kopelman, R et al. 1983.“A Model of Work, Family and Interrole Conflict: A Construct Validity Study”.Journal of Organizational Behavior and Human Performance, 32: 198-215.

Kumar. Ranjit. 1996. Research Metodology. New York : Sage Publication

Liu. Yuxin and Zhang Jianwei. Antecedents of Work-Family Conflict: Review and Prospect. International Journal of Business and Management (Vol. 6, No. 1; hal 89-98) January 2011.Published by Canadian Center of Science and Education


(33)

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi 3. Bandung : Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.

Netemeyer, R.G., Boles, J.S. and McMurrian, R. 1996. Development and validation of work-family conflict and family-work conflict scales. Journal of Applied Psychology. Vol. 81 ( 4), 400-10.

Singarimbun, M., (1981), Metode Penelitian Survei, Penerbit LP3ES, Jakarta. Sudjana.1984.Metode Statistika.Bandung. Tarsito.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:Alfabeta

T. Gilbert, S. T. Fiske and G. Lindzey (eds), The Handbook of Social Psychology (4th edn., Vol. 1, hal. 269-322). New York:McGraw-Hill


(34)

67

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/07/01/1339226/BPS.Jumlah.Pendud uk.Miskin.Turun

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/fungsi-bi/tujuan/Contents/Default.aspx


(1)

63 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab berikut ini, akan dipaparkan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, serta memberikan saran yang sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai work family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial pada perusahaan “X” Kota Bandung, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat perbedaan work family conflict antara karyawan dengan karyawati level manajerial pada perusahaan “X” Kota Bandung.

2. Faktor yang menunjukan kecenderungan keterkaitan dengan peluang untuk mengalami work family conflict yaitu total jam kerja dalam seminggu, keberadaan anak, dukungan dari atasan atau organisasi dan dukungan dari keluarga, sementara faktor yang tidak menunjukan keterkaitan dengan peluang untuk mengalami work family conflict yaitu keberadaan pengasuh atau pembantu rumah tangga dan pasangan yang bekerja.


(2)

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian pada hubungan atau kontribusi dari faktor yang mempengaruhi terhadap work family conflict.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang uji beda mengenai work family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial disarankan untuk dapat menambahkan jumlah responden dengan karakteristik sampel yang lebih spesifik atau seragam.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi para karyawan dan karyawati level manjaerial agar dapat memahami mengenai work family conflict sehingga dapat bermanfaat dalam menjalani peran mereka baik sebagai karyawan maupun sebagai anggota rumah tanggga dengan langkah memahami peran mereka dan peluang akan munculnya work family conflict.

2. Bagi perusahaan “X” Kota Bandung supaya dapat memahami akan work family conflict yang berpeluang dialami oleh karyawan dan karyawati level manajerial dan membantu kepada pihak perusahan untuk dapat mengontrol dan mengarahkan bagi para karyawan yang berpeluang mengalami work family conflict dengan melaksanakan kegiatan seperti konsultasi, seminar


(3)

64

Universitas Kristen Maranatha atau training / pelatihan terkait dalam hal menghadapi work family conflict.


(4)

65 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Allen, T. D., Herst, D. E., Bruck, C. S., & Sutton, M. (2000). Consequences associated with work-to-family conflict: A review and agenda for future research. Journal of Occupational Health Psychology, 5, 278–308.

Carlson, D. S., Kacmar, K. M dan Williams, L. J. 2000. Construction and Initial Validation of Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, hal 249-267

Duxbury L.E., Higgins C.A. (1991). Gender Differences in Work-Family Conflict. Journal of applied psycology, 76; 1 Duxbury, L.E, Higgins, C.A., Lee, C. (1994).

Eagles, B.W, Miles, E.W, & Icenogle, M.L. (1997). Interrole conflicts and the pemeability of work and family domains: are there gender differences. Journal of Vocational Behavior, 50, 168-184.

Gutek, B A; Searle, S; Klepa, L. 1991. Rational Versus Gender Role Explanations for Work-Family Conflict. . Journal of Applied Psychology, Vol.76, No.4, p:560-568.

Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J. (1985). Sources of Conflict Between Work and Family Roles. The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 1 (Jan, 1985), hal. 76-88.

Higgins et al. 2007. Reducing Work Family Conflict: What Works? What Doesn’t. Research Report : University of Western Ontario

Helgeson, Vicki.S., The Pschology of Gender (Vol. 4, No. 1; hal 442-453) 2012.Published by Pearson Education, Inc.

Kopelman, R et al. 1983.“A Model of Work, Family and Interrole Conflict: A Construct Validity Study”.Journal of Organizational Behavior and Human Performance, 32: 198-215.

Kumar. Ranjit. 1996. Research Metodology. New York : Sage Publication

Liu. Yuxin and Zhang Jianwei. Antecedents of Work-Family Conflict: Review and Prospect. International Journal of Business and Management (Vol. 6, No. 1; hal 89-98) January 2011.Published by Canadian Center of Science and Education


(5)

66

Universitas Kristen Maranatha Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia 2009. Pedoman

Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi 3. Bandung : Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.

Netemeyer, R.G., Boles, J.S. and McMurrian, R. 1996. Development and validation of work-family conflict and family-work conflict scales. Journal of Applied Psychology. Vol. 81 ( 4), 400-10.

Singarimbun, M., (1981), Metode Penelitian Survei, Penerbit LP3ES, Jakarta. Sudjana.1984.Metode Statistika.Bandung. Tarsito.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:Alfabeta

T. Gilbert, S. T. Fiske and G. Lindzey (eds), The Handbook of Social Psychology (4th edn., Vol. 1, hal. 269-322). New York:McGraw-Hill


(6)

DAFTAR RUJUKAN

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/07/01/1339226/BPS.Jumlah.Pendud uk.Miskin.Turun

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/fungsi-bi/tujuan/Contents/Default.aspx