Studi Deskriptif Mengenai Dimensi Work-Family Conflict pada Karyawati Level Operasional PT. "X" yang Memiliki Anak Balita.

(1)

vii

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui dimensi Work-Family Conflict (WFC) yang paling dominan pada karyawati level operasional PT. “X” yang memiliki anak balita. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling, sampel berjumlah 44 orang. Rancangan yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif.

Peneliti mengonstruksi sendiri Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini dengan mengacu kepada skala Work-Family Conflict yang disusun oleh Carlson, Kacmar & Williams (2000). Terdapat masing-masing 6 item pada setiap dimensi yang diukur, sehingga alat ukur ini berjumlah 36 item.

Pengukuran validitas dan reliabilitas dilakukan pada setiap dimensi, dengan bantuan program SPSS. Validitas diukur dengan korelasi Rank Spearman, seluruh item dinyatakan valid dengan rentang nilai koefisien 0,411 –

0,868. Pengukuran reliabilitas dilakukan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha,

rentang nilai alpha yang didapat adalah 0,691 – 0,901.

Hasil penelitian membuktikan bahwa dimensi yang paling dominan

dialami oleh karyawati PT. “X” adalah time-based WIF (22,7%), behavior-based FIW (20,5%), dan time-based FIW (18,2%). Waktu mulainya bekerja, perilaku yang diharapkan keluarga, dan teralihkannya konsenterasi saat bekerja merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dimensi yang dialami tersebut.

Peneliti memberikan saran teoretis seperti menggali data penunjang di luar teori yang dapat mempengaruhi dimensi WFC yang dialami karyawati PT.

“X”, menggali data dari pihak suami, serta menyarankan agar tidak

menggunakan kembali alat ukur yang digunakan pada penelitian ini.

Saran Praktis yang disampaikan adalah pihak perusahaan untuk mempertimbangkan pembuatan peraturan mengenai “waktu untuk keluarga” di sela-sela jam kerja, serta mengadakan training dan coaching bagi karyawati PT.


(2)

viii

Universitas Kristen Maranatha Abstract

The study is conducted to determine the most dominant Work-Family Conflict (WFC) dimension on the PT. X’s operational level employees who have toddlers. Using purposive sampling technique and the total sample is 44

employees. The study’s design is descriptive research design.

The researcher constructed the istrument and used Work-Family Conflict scale that constructed by Carlson, Kacmar & Williams (2000). There six items each dimension, thus, the total item of the instrument is 36 items.

The validity and reliability measured from each dimension with SPSS program. Validity measured by the correlation of Spearman’s Rank, all the items is valid with the coeffisien range from 0,411 to 0,868. Reliability measured by

Cronbach’s Alpha, the result range is from 0,691 to 0,901.

The result of the study is the most dominant WFC dimension are time-based WIF (22,7%), behavior-time-based FIW (20,5%), and time-time-based FIW (18,2%). The working start time, expected behavior by the family, and distracted concentration during work are the influencing factors of the dominant dimension that experienced by the employees.

Theoretical suggestions from this research are collect the other supporting data that influencing the dominant dimension that experienced by the PT. X’s employee, data from the husbands, and to suggest that this research’s instrument cannot be used by another researchers.

Practical suggestions from this research that the company shall consider

about to make a regulation about “family time” in working hours, to held training

and coaching programs for the employees who have toddlers.


(3)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

LEMBAR ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 12

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1.Maksud Penelitian ... 12

1.3.2.Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Kegunaan Penelitian... 13

1.4.1.Kegunaan Teoretis ... 13

1.4.2.Kegunaan Praktis ... 13


(4)

x

Universitas Kristen Maranatha

1.6. Asumsi Penelitian... 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 29

2.1. Work-Family Conflict ... 29

2.1.1. Definisi Peran dan Konflik Peran ... 29

2.1.2. Definisi Work-Family Conflict ... 31

2.1.3. Bentuk Work-Family Conflict ... 34

2.1.4. Sumber Work-Family Conflict ... 37

2.1.5. Dimensi Work-Family Conflict ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47

3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 47

3.2. Bagan Rancangan Penelitian ... 47

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 48

3.3.1. Variabel Penelitian ... 48

3.2.2. Definisi Operasional... 48

3.4. Alat Ukur ... 50

3.4.1. Alat Ukur WFC ... 50

3.4.2. Gambaran Alat Ukur WFC ... 50

3.4.3. Sistem Penilaian ... 52

3.4.4. Data Sosiodemografi dan Data Penunjang ... 52

3.4.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 53


(5)

xi

Universitas Kristen Maranatha

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 55

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 56

3.5.1 Populasi Sasaran... 56

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 56

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 57

3.6. Teknik Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1. Gambaran Umum Responden ... 58

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 58

4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 59

4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan Direktorat ... 59

4.1.4. Gambaran Responden Berdasarkan Posisi di Perusahaan ... 60

4.1.5. Gambaran Responden Berdasarkan Penghayatan Terhadap Durasi Jam Kerja ... 60

4.1.6. Gambaran Responden Berdasarkan Penghayatan Terhadap Frekuensi Lembur Per Minggu ... 61

4.1.7. Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Waktu Tempuh Pulang-Pergi Dalam Sehari ... 61

4.1.8. Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak... 62

4.1.9. Gambaran Responden Berdasarkan Ada/Tidaknya Anggota Keluarga Lain yang Tinggal Bersama di Rumah ... 62


(6)

xii

Universitas Kristen Maranatha 4.1.10. Gambaran Responden Berdasarkan Ada/Tidaknya Pembantu

dan/atau Pengasuh Anak ... 63

4.2. Hasil Penelitian ... 64

4.2.1. Dimensi Paling Dominan ... 64

4.2.2. Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan Penghayatan Terhadap Durasi Jam Kerja ... 68

4.2.3. Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan Jumlah Waktu Tempuh Pulang-Pergi Dalam Sehari ... 69

4.2.4. Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan Penghayatan Terhadap Frekuensi Lembur ... 70

4.2.5. Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan Jumlah Anak... 71

4.3. Pembahasan ... 72

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1. Simpulan ... 79

5.2. Saran ... 79

5.2.1. Saran Teoretis... 79

5.2.2. Saran Praktis... 80

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(7)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Gambaran Alat Ukur Work-Family Conflict ... 50

Tabel 3.2 Skor Jawaban Alat Ukur Work-Family Conflict ... 52

Tabel 3.3 Kriteria Friendenberg ... 54

Tabel 3.5 Kriteria Guilford... 56

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 58

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 59

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Direktorat ... 59

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Posisi di Perusahaan ... 60

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Penghayatan Terhadap Durasi Jam Kerja ... 60

Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Penghayatan Terhadap Frekuensi Lembur Per Minggu ... 61

Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Waktu Tempuh Pulang-Pergi Dalam Sehari ... 61

Tabel 4.8 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 62

Tabel 4.9 Gambaran Responden Berdasarkan Ada/Tidaknya Anggota Keluarga Lain yang Tinggal Bersama di Rumah ... 62

Tabel 4.10 Gambaran Responden Berdasarkan Ada/Tidaknya Pembantu dan/atau Pengasuh Anak ... 63


(8)

xiv

Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.12 Tabel Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan

Penghayatan Terhadap Durasi Jam Kerja ... 68 Tabel 4.13 Tabel Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan Jumlah Waktu Tempuh Pulang-Pergi Dalam Sehari ... 69 Tabel 4.14 Tabel Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan

Penghayatan Terhadap Frekuensi Lembur ... 70 Tabel 4.15 Tabel Tabulasi Silang Antara Dimensi Paling Dominan dan Jumlah Anak ... 71


(9)

xv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran... 27 Bagan 2.1 Work-Family Role Pressure Incompatible ... 33


(10)

xvi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-Kisi Alat Ukur Lampiran 2 : Letter of Concent Lampiran 3 : Alat Ukur WFC

Lampiran 4 : Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Lampiran 5 : Tabel Data Mentah

Lampiran 6 : Tabel Data Tabulasi Silang

Lampiran 7 : Kerangka Wawancara Data Penunjang Lampiran 8 : Data Wawanncara

Lampiran 9 : Tentang Lokasi Penelitian

Lampiran 10 : Lembar Pengesahan Pengambilan Data Lampiran 11 : Biodata Peneliti


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masa modern seperti yang terjadi saat ini membawa berbagai perkembangan dan perubahan, salah satunya adalah peran wanita di lapangan pekerjaan. Wanita tidak hanya memiliki tugas di rumah, melainkan berperan juga di dunia kerja sebagai karyawati di berbagai bidang, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun industri. Peningkatan jumlah wanita yang bekerja dapat dilandasi berbagai hal, seperti kebutuhan untuk mengembangkan diri, tuntutan keluarga, atau bahkan tuntutan ekonomi. Berdasarkan data dari Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 25/05/32/Th.XVI (2014), pada tahun 2013 terdapat 6.192.562 orang wanita yang bekerja, pada tahun 2014 meningkat menjadi 6.468.342 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada jumlah wanita yang bekerja, yaitu sebesar 4,45%.

Wanita bekerja dan juga sudah menikah tentu mengalami tantangan tersendiri dalam menjalani kehidupannya, mereka dituntut untuk profesional di pekerjaan dan tidak mengabaikan keluarganya. Terdapat ekspektasi sosial yang bersifat normatif berkaitan dengan mengurus anak-anak, meskipun terjadi perubahan. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa banyak wanita tetap merasa wajib untuk mempertahankan dua peran yaitu pekerja ideal dan orang tua ideal (Stone & Lovejoy, 2004; Williams, 2000; dalam Korabik 2008).


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha Indonesia merupakan negara yang berkebudayaan timur, memiliki pandangan bahwa mengurus keluarga dan rumah tangga merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang wanita yang sudah menikah. Sadli dalam Bachtiar (2010) menyatakan bahwa kesibukan karyawati di luar rumah membuat peran yang dijalankan menjadi bertambah, sehingga karyawati tidak saja berperan menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga, tapi juga turut berperan di dunia pekerjaan sebagai karyawan. Menjadi seorang wanita yang bekerja adalah suatu pilihan, karena dengan memilih jalan tersebut, seorang wanita mengetahui bahwa dirinya menanggung resiko dari pilihan yang dibuatnya. Dikatakan resiko karena wanita harus mampu untuk mengatur perannya di dalam keluarga, yang memang sudah menjadi kewajibannya, dengan peran di dunia pekerjaan.

Santrock (1995) menyatakan, hakekat keterlibatan perempuan dalam pekerjaan rumah tangga seringkali berbeda dengan laki-laki. Selain mengerjakan lebih banyak, yang dikerjakan perempuan dan penghayatan mereka mengenai pekerjaan rumah tangga berbeda dengan penghayatan laki-laki. Pekerjaan rumah tangga yang sebagian dilakukan oleh perempuan adalah yang tidak pernah berakhir, berulang-ulang, dan rutin, biasanya mencakup membersihkan, memasak, mengawasi anak, berbelanja, mencuci pakaian, dan membereskan rumah.

Wanita bekerja yang telah menikah dan memiliki anak, yang menduduki dua tuntutan peran sosial, ditambahan dengan peran sebagai karyawati, juga sebagai tuntutan peran, akan memiliki energi yang lebih sedikit pada masing-masing multiple roles-nya. Multiple roles dapat berefek negatif terhadap wanita karena energi manusia terbatas. Berdasarkan pada hipotesis tersebut, energi lebih


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha banyak dikeluarkan pada satu peran sosial, energi sisanya untuk peran sosial lainnya (Korabik, 2008, hal.78). Menurut Khan et al. (dalam Greenhaus & Beutell, 1985), konflik antar peran terjadi ketika dua atau lebih tekanan muncul dari peran berbeda secara bersamaan, yang mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lain. Salah satu bentuk dari konflik antar peran ini adalah Work Family

Conflict (WFC).

Work-family conflict adalah sebuah bentuk interrole conflict yang

merupakan ketidakcocokan antara tekanan peran yang berasal dari pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan dalam beberapa hal (Greenhaus dan Beutell, 1985). Greenhaus& Beutell (1985), membedakan dua hal untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya WFC yaitu lingkup/area kerja (Work domain) dan keluarga (Family domain), tetapi keduanya mempunyai kesamaan yaitu saling memberi tekanan.

Menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) ada tiga bentuk dari konflik antara kerja keluarga, yaitu Time-based conflict, Strain-based conflict, dan

Behavior-based conflict. Menurut Gutek et al (dalam Carlson, 2000) ketiga bentuk

WFC masing-masing memiliki dua arah yaitu konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga (WIF: Work interfering with family), dankonflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan (FIW: family interfering

with work).

Ketiga bentuk WFC tersebut bila dikombinasikan dengan dua arah WFC akan menghasilkan enam dimensi WFC, yaitu time-based work interfering with


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha

family, time-based family interfering with work, strain-based work interfering with family, strain-based family interfering with work, behavior-based work interfering with family, serta behavior-based family interfering with work.

Bidang pekerjaan yang ada di Indonesia sangat beragam, seperti bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, dan industri farmasi. Indonesia memiliki berbagai perusahaan yang disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), masing-masing BUMN tentu menjalani bidangnya tersendiri, salah satunya adalah bidang industri farmasi, PT. “X” merupakan satu-satunya BUMN di Indonesia yang memproduksi vaksin dan antisera untuk manusia.

PT. “X” merupakan pembuat vaksin yang memenuhi kualifikasi World

Health Organization (WHO), maka PT. “X” dipercaya sebagai penyedia vaksin untuk lebih dari 122 Negara (www.PT.”X”.co.id). PT. “X” memiliki enam direktorat, di antaranya adalah Direktorat Utama, Direktorat Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM), Direktorat Perencanaan dan Pengembangan (Renbang), Direktorat Keuangan, serta Direktorat Produksi. Seluruh direktorat tersebut diisi oleh para karyawan dan karyawati dengan berbagai level, yaitu level Struktural, level profesional, dan level operasional.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Kepala Bagian Reward

and Performance Management (PRM) SDM PT. “X”, menyatakan bahwa permasalahan signifikan yang kerap muncul di PT. “X” sejak tahun 2008 hingga 2014 bersumber dari karyawati level operasional yang memiliki anak-anak yang masih kecil, terutama yang masih balita. Sedangkan para karyawan/karyawati level operasional berperan penting dalam menjalani kebijakan-kebijakan dan


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha

fungsi PT. “X” sendiri dalam memproduksi vaksin dan antisera baik di dalam hal

administrasi, maupun produksi.

Surat Keputusan Direksi PT. “X” yang menjelaskan tentang Sistem Perencanaan Karir Karyawan, Pasal 1 (Ketentuan Umum) menyatakan bahwa Jabatan Operasional adalah jabatan yang memiliki fungsi untuk mendukung pekerjaan operasional di bagian (untuk staf) dan seksi (untuk staff muda dan pelaksana). Secara umum, pekerjaan yang dihadapi oleh karyawan/karyawati level operasional adalah pekerjaan yang berinteraksi langsung dengan alat dan mengikuti Standard of Procedure (SOP) yang telah ditentukan. Keluasan dalam berinovasi pun dibatasi, bilapun ada hanya sekedar ide atau gagasan yang disampaikan melalui Kepala Bagian atau Kepala Seksi.

Kepala Bagian PRM SDM PT. “X” menambahkan, permasalahan yang terjadi pada karyawati level operasional yang memiliki anak balita di antaranya ada kesenjangan antara job standard dengan job actual, terutama pada karyawati dengan usia pernikahan muda (kurang dari 10 tahun). Perusahaan berharap setiap karyawati dapat bekerja lebih dari standar yang sudah ditentukan, seperti target penyelesaian baik kuantitas maupun kualitas. Kenyataannya, perusahaan menilai karyawati level operasional bekerja hanya mencapai standar.

Kurang optimalnya kinerja para karyawati level operasional yang dikeluhkan antara lain kurangnya ketelitian, turunnya partisipasi dalam bekerja lembur, meningkatnya jumlah karyawati yang cuti, terlambat dengan alasan mengurus keluarga dahulu, datang lebih pagi hanya untuk absen dan pergi kembali untuk mengurus keluarga.


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha Begitu pula dalam jam bekerja, terdapat sejumlah karyawati yang dalam masa menyusui kerap mencuri waktu untuk memerah ASI ke ruang laktasi sedangkan tidak ada peraturan yang membolehkan hal itu, terkadang juga ada karyawati yang pulang saat masih jam bekerja karena anaknya sakit.

Konsekuensi yang terjadi berkaitan dengan fenomena di atas adalah kurang optimal dan efektifnya proses kerja karyawati level operasional PT. “X”, seperti pencapaian tugas yang seadanya, banyaknya kesalahan dalam input data sehingga harus beberapa kali revisi, pekerjaan selesai sangat dekat atau bahkan tepat saat deadline, dengan begitu jumlah pekerjaan yang selesai hanya sesuai dengan ketentuan sedangkan perusahaan mengharapkan lebih dari jumlah yang diharapkan.

Secara personal, kinerja yang seadanya tersebut mempengaruhi pada jumlah bonus yang diterima karyawati, ditambah bila jumlah cuti yang diambil melampaui hak cuti keperluan mendesak (cuti anak sakit) maka diberlakukan pemotongan gaji. Selain itu perusahaan menilai kompetensi karyawati akan stagnan bila hal tersebut terus menerus terjadi.

Menindaklanjuti fenomena yang disampaikan pihak perusahaan, dilakukan survei awal dengan metode wawancara kepada 9 orang Karyawati Level Operasional yang memiliki anak balita. Secara umum, karyawati level operasional menghayati tuntutan dari pekerjaan adalah masuk bekerja sesuai waktu yang ditentukan, mencurahkan kinerja yang maksimal terhadap pekerjaan, dan dapat bekerja dengan sigap sesuai dengan SOP yang ditentukan. Sebaliknya, tuntutan dari keluarga adalah mencurahkan waktu untuk anak dan suami, berkontribusi


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha penuh dalam mengurus keluarga, dan bersikap keibuan seperti penyayang, ramah, lemah lembut, dan dapat berempati.

Wawancara tersebut menunjukkan bahwa seluruh karyawati mengalami permasalahan berkaitan dengan pemenuhan tuntutan di keluarga dan juga pekerjaan. Karyawati kerap bermasalah dalam pembagian waktu, tekanan-tekanan dan kelelahan yang diterima dan dirasakan dari kedua peran yang dijalani, serta pemenuhan perilaku yang diharapkan dari masing-masing peran tersebut.

Sebanyak 100% karyawati mengalami permasalahan dalam pembagian waktu, waktu yang digunakan untuk kepentingan pekerjaan menghambat pemenuhan waktu untuk keluarga. Jam kerja dinilai karyawati sebagai hal yang menyita waktu bersama keluarga. Kurangnya durasi untuk berkumpul bersama keluarga, terutama anak, karena kesibukannya di kantor terutama bila datangnya masa lembur merupakan hal utama yang menjadi keluhan para karyawati. Hal lainnya adalah membawa pekerjaan kantor yang belum terselesaikan ke rumah sehingga waktu di rumah yang seharusnya dipakai untuk mengurus anak, digunakan untuk menyelesaikan tugas pekerjaan.

Pada saat ada anak yang sakit, karyawati menilai bahwa seorang ibu seharusnya tetap berada di rumah untuk menjaga anaknya yang masih kecil, sedangkan mereka harus mengorbankan anaknya demi bekerja. Adapun seorang karyawati yang sedang menjalani studi S1 untuk menunjang karirnya, perkuliahan dilakukan di malam hari sehingga tidak ada waktu sama sekali untuk memperhatikan keluarganya. Permasalahan-permasalahan tersebut berkaitan dengan Time-based Work Interfering with Family (WIF). Time-based WIF adalah


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha konflik yang berkaitan dengan tuntutan waktu pada peran sebagai pekerja menghambat pemenuhan waktu pada peran dalam keluarga.

Selain pemenuhan peran untuk keluarga, permasalahan waktu pun mengganggu pemenuhan peran sebagai pekerja. Sebanyak 78% karyawati menyatakan bahwa waktu yang digunakan untuk keperluan keluarga menghambat pemenuhan waktu untuk pekerjaan. Permasalahannya seperti kehadiran anak yang masih balita sehingga membutuhkan perhatian yang cukup intens sedangkan karyawati tersebut harus bekerja. Memberikan perhatian terhadap anaknya pun dilakukan di kantor dengan cara menelepon rumah untuk memastikan anaknya baik-baik saja, ada pula yang memerah ASI di jam kerja. Bila terdapat anak yang sakit, mereka memilih untuk merawat anaknya terlebih dahulu sebelum berangkat ke kantor atau bahkan mengambil cuti untuk merawat anaknya. Selain itu terdapat karyawati yang sering terlambat karena mengurus keluarga dahulu sebelum ke kantor.

Karyawati selalu berusaha untuk bersiap-siap pulang lebih awal dari jam pulang, supaya ketika jam pulang (pukul 16.00) tiba, bisa langsung pergi meninggalkan kantor agar waktu berkumpul dengan anak lebih lama. Sebagai ibu dengan anak yang masih balita, karyawati harus menemani anaknya bermain, memberi makan, hingga menidurkan anaknya. Selain itu, terdapat karyawati yang kerap bertengkar dengan suaminya sebelum berangkat bekerja dan membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya sehingga terlambat sampai ke kantor. Fenomena tersebut menggambarkan dimensi Time-based Family Interfering with Work (FIW). Time-based FIW merupakan konflik yang berkaitan dengan tuntutan waktu


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha pada peran dalam keluarga menghambat pemenuhan waktu pada peran sebagai pekerja.

Sebanyak 33% karyawati menyatakan ketegangan dan kelelahan yang dialami di kantor mempengaruhi pemenuhan peran di rumah. Ketegangan dan kelelahan yang dirasakan di kantor seperti merasa tidak cocok atau kurang nyaman dengan atasannya sehingga suasana pekerjaan dirasa tidak menyenangkan, hubungan kurang baik dengan atasan, adanya transisi karir berupa peleburan dua seksi menjadi satu di direktorat keuangan, tuntutan ketelitian yang cukup tinggi dalam bekerja, tuntutan untuk bekerja cepat terutama bila masa produksi yang massif, dirasa menghambat peran karyawati tersebut sebagai ibu dan istri.

Aktivitas di kantor yang cukup menyita energi tersebut membuat karyawati merasa sangat lelah saat tiba di rumah,tidak sanggup mengerjakan aktivitas di rumah untuk mengurus keluarganya, merasa emosional sehingga untuk meredakannya harus menjaga jarak dahulu terhadap anaknya agar tidak marah-marah, mengalami tekanan darah tinggi sedangkan tidak ada riwayat sebelumnya, merasa masih kurang tidur terutama saat masa lembur tiba, bahkan jatuh sakit. Hal tersebut menggambarkan Strain-based WIF. Strain-based WIF merupakan konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau kelelahan pada peran sebagai pekerja menghambat pemenuhan tanggung jawab pada peran dalam keluarga.

Ketegangan yang bersumber dari rumah pun menghambat kinerja di kantor. Sebanyak 44% karyawati yang menyatakan bahwa permasalahan yang


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha bersumber dari keluarga menghambat kinerja di kantor. Ketegangan yang dirasakan karyawati di antaranya adalah kurangnya dorongan dari suami, bila tidak ada pengasuh anak (baby sitter), terdapat permasalahan keluarga yang cukup pelik, adanya kehadiran orang tua yang tinggal serumah yang seringkali mengeluh atas kesibukan yang dijalani karyawati.

Permasalahan tersebut berpengaruh terhadap kurangnya konsentrasi saat bekerja sehingga ketelitian pun berkurang, mengantuk saat bekerja sehingga perlu pergi ke toilet beberapa kali untuk membasuh muka, serta keadaan emosi yang kurang terkendali. Fenomena tersebut menggambarkan konflik Strain-based FIW.

Strain-based FIW adalah konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau

kelelahan pada peran dalam keluarga menghambat pemenuhan tanggng jawab pada peran sebagai pekerja.

Sebanyak 33% karyawati menyatakan, perilaku yang efektif di kantor menghambat pemenuhan perilaku yang diharapkan di keluarga. Karyawati tersebut sangat patuh terhadap SOP, peran tersebut kerap dilakukan saat mengurus anak-anaknya yang sudah bersekolah, dengan demikian karyawati tersebut membuat jadwal-jadwal khusus yang harus dilaksanakan anaknya, bila tidak dilaksanakan maka karyawati tersebutlah yang akan melakukannya.

Selain itu, karyawati menilai atasannya menuntut untuk bekerja cepat dan segera setelah diperintahkan, hal tersebut pun kerap dilakukan saat memberikan perintah kepada anaknya di rumah. Namun perilaku tersebut dinilai kurang cocok dengan apa yang diharapkan oleh anak dan suami, anak-anak karyawati tersebut terkadang mengeluhkan hal itu karena suasana di rumah seolah menjadi suasana


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha di kantor. Hal tersebut menggambarkan Behavior-based WIF. Behavior-based

WIF adalah konflik yang berkaitan dengan perilaku pada peran sebagai pekerja

menghambat pemenuhan perilaku pada peran dalam keluarga.

Sebanyak 11% karyawati yang pernyataannya berkaitan dengan permasalahan perilaku yang diharapkan di keluarga menghambat pemenuhan perilaku yang diharapkan di pekerjaan. Karyawati tersebut merupakan individu yang berorientasi keluarga dan selalu menciptakan suasana hangat di rumah. Karyawati tersebut menyatakan bahwa perilaku-perilaku hangat tersebut terbawa ke kantor sehingga karyawati tersebut memperlakukan rekan kerja dan atasannya langsung seperti keluarganya sendiri.

Perilaku tersebut membuat karyawati itu sangat berhati-hati dalam bekerja dan bertidak, tidak ingin ada rekan kerja yang tersinggung karena perilakunya. Perilaku tersebut mengalami ketidakcocokan dengan perilaku yang diharapkan di kantor, yang salah satunya adalah bekerja dengan sigap. Perilaku tersebut menggambarkan dimensi behavior-based FIW, adalah konflik yang berkaitan dengan perilaku pada peran dalam keluarga menghambat pemenuhan perilaku pada peran sebagai pekerja.

Pemaparan di atas menunjukkan, konflik yang dialami masing-masing karyawati level operasional PT. “X” sangat khas dan berbeda-beda dari setiap dimensinya. Dengan permasalahan tersebut, tentu merugikan pihak perusahaan

karena WFC yang dialami oleh karyawati level operasinal PT. “X” dinilai


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha Dengan adanya permasalahan yang berkaitan dengan WFC yang mengganggu kinerja karyawati, maka peneliti menilai penting untuk meneliti dimensi Work-Family Conflict pada karyawati Level Operasional PT. “X” yang memiliki anak balita.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui dimensi work-family conflict yang paling dominan pada karyawati Level Operasional PT. “X” yang memiliki anak balita.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Memperoleh gambaran mengenai dimensi Work-Family Conflict yang terdiri dari Time-based WIF, Time-based FIW, Strain-based WIF, Strain-based FIW, Behavior-based WIF dan Behavior-based FIWpada karyawati level operasional PT. “X” yang memiliki anak balita.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Memperoleh dimensi Work-family Conflict yang paling dominan pada

karyawati PT. “X” Bandung yang sudah berkeluarga disertai dengan gambaran faktor-faktor yang melekat pada karyawati PT. “X” serta faktor-faktor yang mempengaruhi.


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha 1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

1. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi ilmu Psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi dalam memberikan informasi tentang

Work-Family Conflict pada karyawati level operasional yang memiliki

anak balita.

2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai work-family conflict.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada perusahaan mengenai gambaran dimensi Work-Family Conflict karyawati level operasional PT. “X” yang memiliki anak balita untuk dijadikan acuan dalam pembuatan program seminar atau pelatihan yang berkaitan dengan konflik antara pekerjaan dan keluarga.

2. Menggambarkan peta WFC dari setiap divisi pada level operasional

PT. “X” dan menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan tertentu seperti kebijakan mengenai jam lembur, jam laktasi, dan kebijakan lainnya yang diterapkan pada karyawati level operasional PT. “X” terutama pada karyawati yang memiliki anak balita.

3. Menjadi acuan dalam program konseling yang dilakukan PT. “X” terhadap Karyawati Level Operasional yang memiliki anak balita.


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha 1.5. Kerangka Pemikiran

Pada masa modern yang terjadi saat ini, tidak hanya laki-laki yang bekerja di luar rumah, wanita pun memiliki peran dalam dunia kerja. Berbagai alasan dan tujuan yang mendorong para wanita untuk berkarir, seperti mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, mengaktualisasikan dirinya, mengisi waktu luang, atau bahkan membantu suami dalam menambah penghasilan keluarga. Bagi wanita yang sudah berkeluarga, bekerja dapat menjadi salah satu cara untuk mendorong perekonomian keluarganya sehingga pendapatan yang diterima pun bertambah, tidak hanya mengandalkan dari penghasilan suami.

Pekerjaan sebagai karyawati dapat dilakukan di berbagai bidang, salah satunya di bidang industri farmasi. PT. “X” merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang industri farmasi yang mempekerjakan wanita sebagai karyawatinya. Karyawati yang bekerja di PT. “X” tersebar di level-level jabatan, seperti level struktural, profesional, dan level operasional. Level jabatan yang diisi oleh karyawati terbanyak adalah level operasional.

Sebagai pekerja, Karyawati Level Operasional PT. “X” bertugas dan berfungsi untuk mendukung pekerjaan operasional di bagian (untuk staff) dan seksi (untuk staff muda dan pelaksana). Sebagian besar dari Karyawati Level Operasional sudah berkeluarga dan memiliki anak balita. Karyawati Level

Operasional PT. “X” yang memiliki anak balita selanjutnya akan disebut sebagai

Karyawati PT. “X”.

Baron (1989), mendefinisikan peran adalah suatu set perilaku yang diharapkan dilakukan oleh individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha kelompok. Karyawati PT. “X” tentu berperan sebagai pekerja bila di kantor, pun berperan sebagai ibu rumah tangga dan istri bila berada di rumah. Karyawati yang sudah berkeluarga tentu memiliki tuntutan tersendiri, terutama di Indonesia yang berbudaya timur, mengurus keluarga merupakan peran utama yang tidak boleh ditinggalkan seorang wanita yang sudah berkeluarga. Tuntutan peran sebagai pekerja pun harus dipenuhi oleh wanita tersebut, karena Karyawati PT. “X” terikat dengan peraturan-peraturan dan juga tugas di PT. “X” itu sendiri.

Tekanan-tekanan yang berupa tuntutan peran dari dua lingkup peran yang dijalani oleh Karyawati PT. “X” terjadi saling bertentangan satu sama lain. Berdasarkan hasil wawancara, secara umum karyawati level operasional menghayati tuntutan dari pekerjaan adalah masuk bekerja sesuai waktu yang ditentukan, mencurahkan kinerja yang maksimal terhadap pekerjaan, dan dapat bekerja dengan sigap sesuai dengan SOP yang ditentukan. Sebaliknya, tuntutan dari keluarga adalah mencurahkan waktu untuk anak dan suami, berkontribusi penuh dalam mengurus keluarga, dan bersikap keibuan seperti penyayang, ramah, lemah lembut, dan dapat berempati.

Pada satu sisi sebagai pekerja, karyawati PT. “X” harus mengalokasikan

waktu untuk bekerja yaitu pukul 07.00 hingga 16.00, alokasi tersebut tentu menyita waktu karyawati PT. “X” untuk mengurus anaknya, ditambah dengan budaya di Indonesia yang sudah dijelaskan di atas bahwa mengurus keluarga merupakan peran utama yang tidak boleh ditinggalkan seorang wanita yang sudah berkeluarga. Waktu bekerja yang lebih lama bila masa lembur tiba kerap dialami oleh para karyawati, harus membina hubungan yang baik dengan rekan kerja dan


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha atasan, serta memenuhi tuntutan pekerjaan yang mengutamakan ketelitian dan kecepatan.

Pada sisi lainnya sebagai ibu dan istri, karyawati PT. “X” memerlukan

waktu untuk mengurus anaknya, terutama anak yang masih balita tentu perlu perhatian yang lebih bila dibandingkan anak yang sudah cukup dewasa, seperti mengatur dan menyuapi anak untuk makan, menidurkan anak bila akan tidur, bila ada anak yang sakit perlu mengatur dosis, jadwal, dan juga meminumkan obatnya kepada anaknya karena anak yang masih kecil belum bisa mandiri untuk mengurus dirinya, ditambah pula bila ada anggota keluarga yang kurang mendukung, seperti suami atau orang tua atau mertua, atau keluarga lainnya yang

tinggal serumah dengan karyawati PT. “X”. Hal tersebut diperkuat dengan adanya hasil beberapa penelitian yang telah menemukan bahwa orang tua dari anak yang masih kecil (yang cenderung sangat menuntut waktu orang tuanya) memiliki pengalaman konflik yang lebih dari pada orang tua dari anak yang sudah besar (Beutell & Greenhaus, 1980; Greenhaus & Kopelman, 1981; Pleck et al., 1980; dalam Greenhaus & Beutell, 1985).

Mengalami tekanan-tekanan dari dua peran yang saling bertentangan

tersebut, karyawati PT. “X” menilai partisipasi untuk berperan dalam pekerjaan menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga, begitupun sebaliknya. Menjalani dua peran dalam satu waktu memungkinkan karyawatiPT. “X” mengalami konflik antar peran, Khan et al (dalam Greenhaus & Beutell, 1985) mendefinisikan konflik antar peran (interrole conflict) sebagai munculnya dua atau lebih tekanan dari peran berbeda secara bersamaan, yang


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lain. Bentuk interrole conflict yang dialami karyawati PT. “X” adalah Work-Family Conflict, berdasarkan peran yang dijalaninya sebagai pekerja di kantor dan ibu dan juga istri di rumah.

Definisi work-family conflict adalah sebuah bentuk interrole conflict yang merupakan ketidakcocokan antara tekanan peran yang berasal dari pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan dalam beberapa hal (Khan et al. dalam Greenhaus dan Beutell, 1985). Work-family conflict merupakan hasil dari kompetisi antara keluarga dan pekerja dalam hal waktu dan energi individu, yang merupakan bentuk interrole conflict yang muncul setiap kali tuntutan satu peran membuat individu menjadi kesulitan untuk memenuhi persyaratan dari peran yang lain (Greenhaus dan Beutell, 1985). Selanjutnya Work-family Conflict akan disebut sebagai WFC.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa karyawati PT. “X” menilai partisipasi untuk berperan dalam pekerjaan menjadi lebih sulit dengan adanya partisipasi untuk berperan di dalam keluarga begitupun sebaliknya, dan hal tersebut terjadi pada setiap hari kerja, maka dalam penelitian ini diasumsikan

bahwa seluruh karyawati PT. “X” mengalami WFC.

Menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000) ada tiga bentuk dari WFC, yaitu Time-based, Strain-based, dan Behavior-based Conflict. Time-based

Conflict merupakan konflik yang dialami ketika tekanan waktu menuntut

pemenuhan suatu peran dan menghambat pemenuhan peran yang lain. Terdapat dua bentuk konflik dari Time-base Conflict, pertama adalah waktu yang


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha dihabiskan untuk melakukan aktivitas disuatu peran membuat seseorang tidak bisa memenuhi tugas peran yang lain, dan yang kedua adalah tuntutan waktu membuat seseorang mengalami kebingungan atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dengan satu peran meskipun seseorang tersebut telah berusaha secara fisik untuk memenuhi tugas peran yang lainnya.

Bentuk kedua dari WFC adalah strain-based Conflict,merupakan konflik yang muncul karena ketegangan atau kelelahan pada satu peran sehingga mempengaruhi kinerja dalam peran yang lain, ataupun ketegangan disatu peran bercampur dengan pemenuhan tanggung jawab diperan yang lain. Terdapat bukti bahwa stressor dari pekerjaan dapat menimbulkan gejala-gejala ketegangan, seperti merasa tertekan, kecemasan, kelelahan, depresi, sikap tidak peduli, dan mudah marah (Brief, Schuler, & Van Sell, 1981; Ivancevich & Matteson, 1980; dalam Greenhaus & Beutell, 1985).

Sedangkan Behavior-based Conflict merupakan suatu konflik pola-pola perilaku dalam satu peran tidak sesuai dengan pola-pola perilaku peran yang lain. Pola perilaku tertentu dalam sebuah peran dapat tidak sesuai dengan harapan mengenai perilaku dalam peran yang lain. Bila seseorang tidak dapat mengatur perilakunya untuk memenuhi tuntutan dari peran-peran berbeda tersebut, maka dimungkinkan mereka mengalami konflik (Greenhaus & Beutell, 1985).

Tuntutan sebagai karyawati yang memiliki anak balita selain memenuhi tugas di kantor, juga harus mengerjakan tuntutan sebagai ibu dan istri. Tuntutan-tuntutan tersebut saling memberi tekanan kepada masing-masing karyawati yang dapat menjadi sumber WFC yang dialami karyawati PT. “X”.


(29)

19

Universitas Kristen Maranatha Greenhaus (1985) membedakan dua hal yang menjadisumber terjadinya WFC, yaitu lingkup kerja (Work domain) dan lingkup keluarga (Family domain), kedua sumber tersebut saling memberi tekanan. Menurut Gutek et al (dalam Carlson, 2000) WFC dapat terjadi dalam dua arah, yaitu konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga/Work interfering with family (WIF), dan konflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan/family interfering with work

(FIW).

Work Interfering with Family (WIF) merupakan konflik yang bersumber

dari pemenuhan individu atas perannya di pekerjaan mengakibatkan kurang terpenuhinya atau mengganggu tuntutan peran di keluarga. WIF dapat terjadi bila karyawati lebih memprioritaskan pekerjaan daripada keluarga, secara waktu maupun energi yang dikerahkan. Berlaku sebaliknya, FIW merupakan konflik yang bersumber dari pemenuhan individu atas perannya di keluarga mengakibatkan kurang terpenuhinya atau mengganggu tuntutan peran di pekerjaan. FIW terjadi bila karyawati lebih memprioritaskan keluarga dibanding dengan pekerjaannya.

Arah konflik tersebut bila dikombinasikan dengan tiga bentuk WFC akan menghasilkan enam dimensi WFC, yaitu Time-based WIF, Time-based FIW,

Strain-based WIF, Strain-based FIW, Behavior-based WIF, Behavior-based FIW

(Gutek et al.dalam Carlson, 2000).

Dimensi pertama adalah time-based WIF, yaitu konflik yang berkaitan dengan tuntutan waktu pada peran sebagai pekerja menghambat pemenuhan waktu pada peran dalam keluarga. Sebagian besar waktu yang dihabiskan


(30)

20

Universitas Kristen Maranatha karyawati PT. “X” adalah untuk keperluan bekerja, ditambah dengan waktu tempuh dari rumah ke kantor begitupun sebaliknya. Bila masa lembur tiba, waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan pun akan lebih lama, ditambah bila membawa pekerjaan yang belum terselesaikan ke rumah. Waktu yang dibutuhkan untuk keluarga, seperti memasak untuk suami dan anak-anak, membersihkan rumah, mengurus anak dan suami, menjadi lebih sedikit dengan lebih banyaknya alokasi waktu yang ditentukan untuk pekerjaan. Gambaran karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi time-based WIF ialah, karyawati tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan waktu untuk keluarga pada perannya sebagai ibu dan istri karena waktu yang dimilikinya dihabiskan untuk keperluan pekerjaan, seperti pulang ke rumah terlalu larut, setibanya di rumah masih mengerjakan pekerjaan kantor, dan masih memikirkan pekerjaan meskipun sudah di rumah.

Dimensi kedua adalah time-based FIW, yaitu konflik yang berkaitan dengan tuntutan waktu pada peran dalam keluarga menghambat pemenuhan waktu pada peran sebagai pekerja. Tuntutan waktu yang dibutuhkan untuk keperluan keluarga seperti yang sudah disebutkan di atas, ditambah dengan bila ada anak yang sakit, mengantar anak ke sekolah, dapat menghambat pemenuhan tuntutan waktu sebagai karyawati seperti datang ke kantor tepat waktu (sebelum pukul 07.00), waktu kerja hanya diperuntukkan untuk urusan pekerjaan, jam pulang

adalah pukul 4 sore. Karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi

time-based FIW adalah karyawati yang kerap terlambat datang ke kantor karena

keperluan keluarga, saat bekerja masih terpikirkan anaknya, memerah ASI di jam kerja, atau pulang lebih awal dari jam pulang yang ditentukan.


(31)

21

Universitas Kristen Maranatha Dimensi ketiga, strain-based WIF yaitu konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau kelelahan pada peran sebagai pekerja menghambat pemenuhan tanggung jawab pada peran dalam keluarga. Tuntutan untuk bekerja dengan teliti dan sigap, sangat dibutuhkan bagi para karyawati PT. “X”, hubungan dengan rekan kerja dan atasan yang kurang harmonis pun kerap menimbulkan ketegangan. Tuntutan dan ketegangan yang dialami karyawati PT. “X” dapat membuat karyawati tersebut kelelahan, dengan kelelahan tersebut mungkin saja menghambat peran karyawati PT. “X” di keluarga sebagai ibu dan istri. Karyawati

PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi strain-based WIF, sering mengalami kehabisan energi bila tiba di rumah, sehingga merasa tidak sanggup lagi untuk mengurus keluarga, atau bahkan jatuh sakit karena terlalu sibuk bekerja. Kelelahan yang dialami karyawati tersebut dapat membuatnya mudah marah dan cenderung bersikap tidak peduli terhadap keluarga.

Keempat, dimensi strain-based FIW, yaitu konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau kelelahan pada peran dalam keluarga menghambat pemenuhan tanggung jawab pada peran sebagai pekerja. Sebagai ibu dan istri karyawati PT. “X” memiliki tanggung jawab untuk mengurus anak dan suami, dengan tuntutan seperti itu, karyawati harus mengerahkan energi agar keluarga

terurus dengan baik. Kelelahan dirasakan karyawati PT. “X” bila tidak ada yang

membantu tugasnya, dalam hal ini, seperti tidak adanya pembantu rumah tangga dan atau pengasuh anak (baby sitter), kurangnya dukungan suami serta kehadiran keluarga lain yang tinggal satu rumah seperti orang tua, dapat membuat energi karyawati PT. “X” lebih banyak terkuras. Lebih berat lagi bila karyawati PT. “X”


(32)

22

Universitas Kristen Maranatha mengalami permasalahan keluarga baik dengan suami atau dengan orang tua yang belum terselesaikan. Karyawati PT. “X” mengalami konflik pada dimensi

strain-based FIW, bila kelelahan dan ketegangan yang bersumber dari keluarga

mengganggu kinerjanya di kantor. Kurang konsentrasi, kurang teliti dan kurang cepat dalam bekerja, merasakan kantuk di kantor sehingga sering ke toilet untuk membasuh muka, merupakan gangguan-gangguan yang dirasakan karyawati yang bersangkutan.

Dimensi kelima adalah behavior-based WIF, yaitu konflik yang berkaitan dengan perilaku pada peran sebagai pekerja menghambat pemenuhan perilaku pada peran dalam keluarga. Dalam pekerjaan terdapat perilaku-perilaku yang diharapkan dari karyawati PT. “X”, mengikuti Standard of Procedure (SOP), bekerja sesuai dengan arahan atasan, bekerja dengan teliti dan sigap. Karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi behavior-based WIF kerap melakukan kebiasaannya dalam bekerja ke rumah, namun hal itu dinilai kurang efektif atau kurang cocok saat diterapkan di rumah, dalam artian karyawati tersebut sering menyuruh anaknya melakukan perintahnya seperti layaknya atasan kepada bawahan, terlalu menuntut anak untuk bekerja cepat dan segera, seperti layaknya perilaku atasan dan bawahan di kantor, sedangkan yang diharapkan oleh

anak dan suami adalah karyawati PT. “X” berperilaku lemah lembut terhadap

anaknya tersebut.

Dimensi keenam adalah behavior-based FIW, yaitu konflik yang berkaitan dengan perilaku pada peran dalam keluarga menghambat pemenuhan perilaku pada peran sebagai pekerja. Seorang ibu dan istri secara normatif


(33)

23

Universitas Kristen Maranatha memiliki tuntutan perilaku yang diharapkan, seperti lemah lembut, memilki sifat penyayang, memiliki kepekaan perasaan, dan berorientasi keluarga. Perilaku yang diharapkan di dalam keluarga dinilai tidak efektif dan tidak cocok bila dilakukan di kantor, sehingga tuntutan untuk bekerja sesuai dengan SOP, bekerja teliti dan cepat akan terhambat adalah hal yang dialami oleh karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi behavior-based FIW.

Setelah penjelasan mengenai WFC dan dimensi-dimensi WFC secara terperinci di atas, terdapat faktor-faktor yang melekat pada diri karyawati PT.

“X”, yaitu faktor demografis dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi WFC. Faktor-faktor tersebut dapat saja membedakan dimensi yang paling dominan yang dialami masing-masing karyawati PT. “X”.

Faktor demografis dalam penelitian ini di antaranya usia, masa bekerja, direktorat tempat karyawati bekerja, dan posisi di perusahaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi WFC yang dialami masing-masing karyawati PT. “X” adalah penghayatan durasi jam kerja, penghayatan frekuensi lembur, jumlah waktu tempuh pulang-pergi dari rumah ke kantor, jumlah anak, adanya anggota keluarga lain yang tinggal di rumah, dan adanya asisten rumah tangga.

Seperti yang dijelaskan oleh pada ilmuwan sebelumnya, bahwa WFC secara positif berhubungan pada jumlah jam kerja per minggu (Burke et al. 1980b; Keith & Schafer. 1980; Pleck et al., 1980; dalam Greenhaus & Beutell, 1985) serta jumlah jam pulang-pergi dari rumah ke tempat kerja setiap minggunya (Bohen & Viveros-Long, 1981; dalam Greenhaus & Beutell, 1985).WFC memiliki hubungan yang positif dengan jumlah dan frekuensi lembur (Pleck et al,


(34)

24

Universitas Kristen Maranatha 1980; dalam Greenhaus & Beutell, 1985). Jumlah jam kerja dan waktu tempuh tentu mengurangi banyak kesempatan karyawati PT. “X” untuk berkumpul bersama keluarga terutama anaknya. Belum lagi bila masa lembur tiba, tentu akan

menimbulkan konflik yang lebih pada karyawati PT. “X” yang berkaitan dengan konflik time-based baik WIF maupun FIW. Apabila karyawati PT. “X” menghayati durasi kerja yang lama dan frekuensi lembur yang sering, maka

memungkinkan karyawati PT. “X” secara dominan mengalami konflik pada

dimensi time-based WIF.

Terdapat beberapa kemungkinan ketika membahas jumlah waktu tempuh pulang-pergi. Karyawati PT. “X” merasa jumlah waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan pulang-pergi lebih lama, bisa saja sering terlambat datang ke kantor karena saat pagi sebelum berangkat melakukan persiapan untuk keluarga, yang berarti mengalami time-based FIW. Bilapun tidak terlambat, bisa saja karyawati mengabaikan atau tidak melakukan persiapan untuk keluarganya sebelum berangkat karena menghindari keterlambatan yang berarti karyawati yang tersebut mengalami time-based WIF. Bisa saja karyawati tetap mampu mengurus keluarga sebelum pergi ke kantor dan tidak datang terlambat, meskipun waktu tempuh yang dibutuhkan cukup panjang, tetapi setibanya di kantor karyawati yang bersangkutan menjadi mengantuk atau kelelahan yang berarti karyawati PT. “X” tersebut mengalami strain-based FIW.

Faktor berikutnya adalah jumlah anak. Keluarga yang besar lebih banyak menuntut waktu daripada keluarga yang kecil, juga telah dikaitkan dengan tingkat


(35)

25

Universitas Kristen Maranatha & Beutell, 1985). Faktor ini dapat mempengaruhi beberapa dimensi WFC yang

dialami karyawati PT. “X”. Dengan pernyataan teori di atas, dapat dikatakan

bahwa semakin banyak anak yang dimiliki karyawati, maka karyawati PT. “X” akan cenderung mengalami time-based FIW lebih dominan.

Faktor berikutnya adalah terdapat keluarga lain yang tinggal di rumah. Bila mengacu pada hasil survey awal, terdapat data yang menunjukkan karyawati

PT. “X” yang mengalami ketegangan dengan adanya seorang ibu dan adiknya yang tinggal serumah, dikarenakan ibu tersebut banyak mengatur kehidupan rumah tangganya dan seringkali mengeluh bila karyawati tersebut pulang terlambat. Jumlah keluarga yang lebih banyak dalam satu rumah dapat dikatakan sebagai keluarga yang besar, sejalan dengan paparan di atas, Cartwright (1978); Keith & Schafer (1980) dalam Greenhaus dan Beutell (1985), menyatakan keluarga yang besar lebih banyak menuntut waktu daripada keluarga yang kecil, juga telah dikaitkan dengan tingkat WFC.

Faktor terakhir adalah adanya pembantu atau pengasuh, faktor ini tidak dijelaskan secara teoritis, namun dapat dibayangkan bila tidak ada yang membantu pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak di rumah sedangkan karyawati PT. “X” harus bekerja. Selain waktu, tentu tenaga yang dibutuhkan akan sangat banyak. Kehadiran pembantu dan pengasuh mungkin dapat

mempengaruhi konflik yang dialami oleh karyawati PT. “X”.

Sejalan dengan pemaparan di atas, bahwa dalam penelitian ini diasumsikan seluruh karyawati PT. “X” mengalami WFC, terdapat 6 dimensi WFC, serta terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi WFC yang dialami


(36)

26

Universitas Kristen Maranatha

karyawati PT. “X”, maka dalam penelitian ini akan berfokus pada dimensi yang


(37)

27

Universitas Kristen Maranatha - Usia

- Masa Kerja

- Direktorat pekerjaan - Posisi di perusahaan - Durasi jam kerja

- Frekuensi lembur per minggu - Jumlah waktu tempuh

pulang-pergi dari rumah ke kantor - Jumlah anak

- Terdapat keluarga lain yang tinggal di rumah

- Memiliki pembantu dan/atau pengasuh

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Tekanan yang bersumber dari pekerjaan:

- Jam bekerja

- Hubungan dengan rekan kerja dan atasan

- Tuntutan tugas pekerjaan Tekanan yang bersumber

dari keluarga: - Kehadiran anak

- Tanggung jawab utama

terhadap anak balita - Anggota keluarga yang

kurang mendukung Time-based WIF Time-based FIW Strain-based WIF Strain-based FIW Behavior-based WIF Behavior-based FIW

Karyawati PT. “X”

yang sudah berkeluarga Work-Family Conflict

Bentuk WFC: -Time-based -Strain-based -Behavior-based

Arah WFC:

-Work interfering with family (WIF)

-Family interfering


(38)

28

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi Penelitian

1. Karyawati PT. “X” menjalani dua peran sekaligus yaitu sebagai seorang pekerja di kantor dan juga sebagai ibu rumah tangga dan istri di rumah. 2. Masing-masing peran yang dijalani karyawati PT. “X” saling memberi

tekanan yang bertentangan sehingga seluruh karyawati PT. “X” mengalami WFC

3. Karyawati PT. “X” mengalami satu dimensi yang paling dominan dari enam dimensi WFC, yaitu time-based WIF, time-based FIW, strain-based

WIF, strain-based FIW, behavior-based WIF, dan behavior-based FIW.

4. Faktor-faktor demografisdan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat membedakan dimensi WFC yang dialami oleh karyawati PT. “X”.


(39)

79 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Dimensi WFC yang paling dominan yang dialami oleh Karyawati PT. “X”

adalah dimensi time-based WIF, behavior-based FIW, dan time-based FIW. 2. Waktu mulainya bekerja cenderung mempengaruhi terhadap sebagian besar

karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi time-based WIF

secara dominan.

3. Tuntutan-tuntutan perilaku yang diharapkan keluarga seperti perilaku lemah lembut, berempati, menyayangi keluarga, dan perilaku mencurahkan perhatian, cenderung berpengaruh pada seluruh karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi behavior-based FIW secara dominan. 4. Teralihkannya konsenterasi terhadap keperluan keluarga cenderung

mempengaruhi seluruh karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi time-based FIW secara dominan.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Bagi Peneliti selanjutnya yang akan meneliti variabel WFC, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan acuan.

2. Bagi Peneliti selanjutnya yang akan meneliti variabel WFC, disarankan untuk menggali faktor-faktor lain di luar teori yang dapat mempengaruhi


(40)

80

Universitas Kristen Maranatha WFC yang dialami seperti alasan bekerja, pekerjaan suami, penghayatan terhadap pekerjaan dan penghasilan suami, dan tuntutan perilaku apa saja yang diharapkan keluarga, usia anak paling kecil, serta menggali data dari pihak suami masing-masing responden.

3. Alat ukur yang dikonstruksi oleh peneliti pada penelitian ini tidak dapat digunakan kembali oleh peneliti berikutnya.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi pihak perusahaan (Direksi SDM) hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan peraturan mengenai “waktu

untuk keluarga” di sela-sela jam kerja bagi karyawati level operasional

yang memiliki anak balita.

2. Mengadakan training serta coaching mengenai keseimbangan kehidupan keluarga dan pekerjaan pada karyawati level operasional yang memiliki anak balita.


(41)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Baron, Robert A. 1989. Psychology: The Essential Science. Massachusetts: Allyn & Bacon

Carlson, Dawn S., Kacmar, Michele K. & Larry J.Williams. 2000. Construction

and Initial Validation of a Multidimensional Measure of Work-Family Conflict. London: Academic Press

Greenhaus, Jeffrey H. & Beutell, Nicholas J. 1985. Sources of Conflict between

Work and Family Roles. Vol. 10, No. 1 (Jan., 1985), pp. 76-88.New York: Academy of Management Review

Korabik, Karen., Lero, Donna S. & Whitehead, Denise L. 2008. Hanbook of

Work-Family Integration: research, theory and best practices. London:

Academic Press

Lindzey, Gardner & Aronson, Elliot.1968. The Handbook of Social Psychology. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company

Manurung, Rosida T. 2009. Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Jendela Mas Pustaka

Myers, David G. 1994. Exploring Social Psychology. United States of America: McGraw-Hill, Inc.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Sadli, Saparinah. Bachtiar Imelda. 2010. Berbeda Tetapi Setara: Pemikiran tentang Kajian Perempuan. Hlm. 109. Jakarta : Kompas

Santrock, John. 1995. Lifespan Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta


(42)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://bumistatistika.weebly.com/cronbach-alpha.html, diakses pada 11 Juli 2014 http://disnakertrans.jabarprov.go.id, diakses pada 12 Januari 2014

http://jabar.bps.go.id/ketenagakerjaan, diakses pada 1 Januari 2015

http://tabalongkab.bps.go.id/berita-uji-validitas-dan-reliabilitas-instrumen-penelitian.html, diakses 11 Juli 2014

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III Februari 2009. Bandung:

Fakultas Psikologi UK Maranatha.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan


(1)

27

Universitas Kristen Maranatha - Usia

- Masa Kerja

- Direktorat pekerjaan - Posisi di perusahaan - Durasi jam kerja

- Frekuensi lembur per minggu - Jumlah waktu tempuh

pulang-pergi dari rumah ke kantor - Jumlah anak

- Terdapat keluarga lain yang tinggal di rumah

- Memiliki pembantu dan/atau pengasuh

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Tekanan yang bersumber dari pekerjaan:

- Jam bekerja

- Hubungan dengan rekan kerja dan atasan

- Tuntutan tugas pekerjaan Tekanan yang bersumber

dari keluarga: - Kehadiran anak

- Tanggung jawab utama terhadap anak balita - Anggota keluarga yang

kurang mendukung Time-based WIF Time-based FIW Strain-based WIF Strain-based FIW Behavior-based WIF Behavior-based FIW Karyawati PT. “X”

yang sudah berkeluarga Work-Family Conflict

Bentuk WFC: -Time-based -Strain-based -Behavior-based

Arah WFC:

-Work interfering with family (WIF) -Family interfering with work (FIW)


(2)

28

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi Penelitian

1. Karyawati PT. “X” menjalani dua peran sekaligus yaitu sebagai seorang pekerja di kantor dan juga sebagai ibu rumah tangga dan istri di rumah. 2. Masing-masing peran yang dijalani karyawati PT. “X” saling memberi

tekanan yang bertentangan sehingga seluruh karyawati PT. “X” mengalami WFC

3. Karyawati PT. “X” mengalami satu dimensi yang paling dominan dari enam dimensi WFC, yaitu time-based WIF, time-based FIW, strain-based WIF, strain-based FIW, behavior-based WIF, dan behavior-based FIW. 4. Faktor-faktor demografisdan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat


(3)

79 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Dimensi WFC yang paling dominan yang dialami oleh Karyawati PT. “X”

adalah dimensi time-based WIF, behavior-based FIW, dan time-based FIW. 2. Waktu mulainya bekerja cenderung mempengaruhi terhadap sebagian besar

karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi time-based WIF

secara dominan.

3. Tuntutan-tuntutan perilaku yang diharapkan keluarga seperti perilaku lemah lembut, berempati, menyayangi keluarga, dan perilaku mencurahkan perhatian, cenderung berpengaruh pada seluruh karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi behavior-based FIW secara dominan. 4. Teralihkannya konsenterasi terhadap keperluan keluarga cenderung

mempengaruhi seluruh karyawati PT. “X” yang mengalami konflik pada dimensi time-based FIW secara dominan.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Bagi Peneliti selanjutnya yang akan meneliti variabel WFC, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan acuan.

2. Bagi Peneliti selanjutnya yang akan meneliti variabel WFC, disarankan untuk menggali faktor-faktor lain di luar teori yang dapat mempengaruhi


(4)

80

Universitas Kristen Maranatha WFC yang dialami seperti alasan bekerja, pekerjaan suami, penghayatan terhadap pekerjaan dan penghasilan suami, dan tuntutan perilaku apa saja yang diharapkan keluarga, usia anak paling kecil, serta menggali data dari pihak suami masing-masing responden.

3. Alat ukur yang dikonstruksi oleh peneliti pada penelitian ini tidak dapat digunakan kembali oleh peneliti berikutnya.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi pihak perusahaan (Direksi SDM) hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan peraturan mengenai “waktu untuk keluarga” di sela-sela jam kerja bagi karyawati level operasional yang memiliki anak balita.

2. Mengadakan training serta coaching mengenai keseimbangan kehidupan keluarga dan pekerjaan pada karyawati level operasional yang memiliki anak balita.


(5)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Baron, Robert A. 1989. Psychology: The Essential Science. Massachusetts: Allyn & Bacon

Carlson, Dawn S., Kacmar, Michele K. & Larry J.Williams. 2000. Construction and Initial Validation of a Multidimensional Measure of Work-Family Conflict. London: Academic Press

Greenhaus, Jeffrey H. & Beutell, Nicholas J. 1985. Sources of Conflict between Work and Family Roles. Vol. 10, No. 1 (Jan., 1985), pp. 76-88.New York: Academy of Management Review

Korabik, Karen., Lero, Donna S. & Whitehead, Denise L. 2008. Hanbook of Work-Family Integration: research, theory and best practices. London: Academic Press

Lindzey, Gardner & Aronson, Elliot.1968. The Handbook of Social Psychology. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company

Manurung, Rosida T. 2009. Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Jendela Mas Pustaka

Myers, David G. 1994. Exploring Social Psychology. United States of America: McGraw-Hill, Inc.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Sadli, Saparinah. Bachtiar Imelda. 2010. Berbeda Tetapi Setara: Pemikiran tentang Kajian Perempuan. Hlm. 109. Jakarta : Kompas

Santrock, John. 1995. Lifespan Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta


(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://bumistatistika.weebly.com/cronbach-alpha.html, diakses pada 11 Juli 2014 http://disnakertrans.jabarprov.go.id, diakses pada 12 Januari 2014

http://jabar.bps.go.id/ketenagakerjaan, diakses pada 1 Januari 2015

http://tabalongkab.bps.go.id/berita-uji-validitas-dan-reliabilitas-instrumen-penelitian.html, diakses 11 Juli 2014

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III Februari 2009. Bandung: Fakultas Psikologi UK Maranatha.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia