Studi Deskriptif Mengenai Kecerdasan Emosi Karyawan Divisi Assurance Tingkat Junior Pada Perusahaan Jasa "X" di Jakarta.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif mengenai Kecerdasan Emosi Karyawan Divisi Assurance Tingkat Junior pada Perusahaan Jasa “X” di Jakarta bertujuan untuk menguraikan dan menjabarkan tentang tingkat kecerdasan emosi pada karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta. Total sampel yang digunakan adalah 143 orang.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survey. Teori-teori yang digunakan adalah teori kecerdasan emosi yang berasal dari Daniel Goleman dan teori perkembangan yang berasal dari John W. Santrock.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Daniel Goleman (2001). Validitas hasil penelitian ini adalah berkisar antara -0.35-0.676 dengan 11 item yang tidak digunakan, yaitu item no. 1, 9, 10, 21, 28, 32, 33, 34, 36, 42, 49., sedangkan reliabilitasnya adalah 0.846 yang berarti memiliki realibitas yang tinggi.

Pada penelitian ini, terdapat factor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa

“X”di Jakarta, yaitu keluarga, kebudayaan, pendidikan, keadaan ekonomi dan hubungan dengan atasan dan rekan kerja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 67.1% karyawan divisi

assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta memiliki tingkat

kecerdasan emosi yang tergolong rendah dan sisanya, yaitu sebanyak 32.9% memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tergolong tinggi.


(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………..v

Daftar Isi ………...viii

Daftar Tabel ………..xi

Daftar Bagan ……….xii

Daftar Lampiran ………xiii Bab I Pendahuluan 1.1Latar Belakang Masalah ………..1

1.2Identifikasi Masalah ………....11

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ……….11

1.3.2 Tujuan Penelitian ………...11

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis ………..11

1.4.2 Kegunaan Praktis ………12

1.5Kerangka Pikir ………..13

1.6Asumsi ………..23

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Emosi ………..24


(3)

2.2 Emosi Dasar Manusia ………..24

2.3 Dua Jenis Pikiran ……….25

2.4 Sejarah Kecerdasan Emosi ………..26

2.5 Kecerdasan Emosi menurut Daniel Goleman ………...27

2.6 Teori Perkembangan ………29

Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Desain Penelitian ……….33

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ………...34

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian ……….34

3.3.2 Definisi Operasional ………..34

3.4 Alat Ukur 3.4.1 Alat Ukur untuk Mengukur Kecerdasan Emosional …………..36

3.4.2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.2.1 Validitas Alat Ukur ………39

3.4.2.2 Reliabilitas Alat Ukur ………40

3.5 Teknik Penarikan Sampel dan Karakteristik Sampel 3.5.1 Teknik Penarikan Sampel ……….41

3.5.2 Karakteristik Sampel ………41


(4)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Hasil Penelitian Kecerdasan Emosi ………..43

4.1.2 Gambaran Hasil Penelitian menurut 5 Aspek Kecerdasan Emosi …44 4.1.3 Gambaran Hasil Penelitian Tabulasi Silang antara masing-masing Aspek dan Kecerdasan Emosi ……….44

4.2 Pembahasan ……….45

Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ………..……....53

5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoritis ……….53

5.2.2 Saran Praktis ………..54

Daftar Pustaka ………..….xiv

Daftar Rujukan ………..xv Lampiran


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Aspek, Indikator dan Item Alat Ukur ……….….37 Tabel 4.1 Tabel Gambaran Hasil Penelitian Kecerdasan Emosi ...……….43

Tabel 4.2 Tabel Gambaran Hasil Penelitian berdasarkan Kelima Aspek Kecerdasan

Emosi ………...………..44

Tabel 4.3 Tabel Gambaran Hasil Penelitian Tabulasi Silang Aspek 1 dan Kecerdasan Emosi ………44

Tabel 4.4 Tabel Gambaran Hasil Penelitian Tabulasi Silang Aspek 2 dan Kecerdasan Emosi ………44

Tabel 4.5 Tabel Gambaran Hasil Penelitian Tabulasi Silang Aspek 3 dan Kecerdasan Emosi ………45

Tabel 4.6 Tabel Gambaran Hasil Penelitian Tabulasi Silang Aspek 4 dan Kecerdasan Emosi ………...…45

Tabel 4.7 Tabel Gambaran Hasil Penelitian Tabulasi Silang Aspek 5 dan Kecerdasan Emosi ………...45


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir ……….22 Bagan 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ………..34


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : Quesioner Kecerdasan Emosi LAMPIRAN II : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur LAMPIRAN III : Data Mentah

Hasil Perhitungan Statistik

Hasil Perhitungan Tabulasi Silang LAMPIRAN IV : Job Description dan Stuktur Organisasi


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, kita dapat melihat munculnya berbagai macam perusahaan yang sangat beraneka ragam bidangnya. Baik perusahaan yang bergerak dalam produksi barang sampai perusahan yang bergerak dalam bidang jasa, dari perusahaan yang kecil sampai perusahaan yang besar. Tetapi, apapun jenis perusahaannya tetap harus memiliki sumber daya manusia (SDM) yang menunjang kesuksesan perusahaan.

SDM ini merupakan salah satu aspek yang mendukung kesuksesan suatu perusahaan, sehingga perusahaan harus benar-benar mampu memilih dan menentukan SDM yang layak untuk ada dalam perusahaan tersebut. Kesalahan dalam memilih SDM ini tentu akan ikut serta menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang bersangkutan. Pemilihan dan penentuan SDM yang akan dipekerjakan dalam perusahaan tentu mengusung pada beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh perusahaan jauh-jauh hari sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing yang ada dalam perusahaan tersebut.

Ada pula perusahan yang sangat menitikberatkan kriteria dimana SDM ini mampu berinteraksi baik dengan semua pihak yang terkait dengan perusahaan. Salah satu contoh perusahaan yang akan sangat membutuhkan kemampuan berinteraksi dengan baik dengan orang lain ini adalah perusahaan jasa.


(9)

Perusahaan jasa sendiri adalah sebuah perusahaan yang menjual jasa, bukan

barang produksi kepada para konsumennya.

(http://dahlanforum.wordpress.com/2009/04/04/jenis-jenis-perusahaan).

Pentingnya SDM ini juga turut diperhatikan oleh perusahaan jasa “X” di

Jakarta ini. Perusahaan jasa “X” di Jakarta menyadari bahwa kemampuan untuk

berinteraksi baik dengan orang lain adalah salah satu aspek yang sangat penting,

karena perusahaan jasa “X” ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang

jasa. Perusahaan jasa “X” ini berdiri pada tahun 1989, yang memiliki salah satu

kantor cabang di Jakarta. Perusahaan jasa “X” di Jakarta ini memiliki kurang lebih 3.000 orang karyawan yang berasal dari berbagai daerah. Perusahaan jasa

“X” ini merupakan salah satu cabang perusahaan sejenis terbesar di dunia.

Dalam perusahaan jasa “X” ini juga terdapat empat divisi utama yang

memiliki tugas sebagai sarana untuk perusahaan dalam mendapatkan penghasilan atau pendapatan setiap bulannya serta memiliki tujuh divisi pendukung yang bertugas sebagai pendukung divisi utama dalam menjaga berlangsungnya perusahaan dan membantu mengatur segala perlengkapan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Divisi utama yang ada dalam perusahaan jasa “X” ini adalah Advisory, yang secara garis besar bertugas untuk memberikan jasa konsultasi berupa laporan tertulis kepada konsumen dalam bidang teknologi. Divisi yang kedua adalah Tax, yang bertugas untuk memberikan jasa konsultasi tentang pajak yang ada di seluruh dunia melalui laporan yang diberikan setiap bulannya. Divisi selanjutnya


(10)

adalah Transaction, yang bertugas untuk memberikan jasa konsultasi untuk transaksi yang dilakukan sewaktu-waktu, misalnya penggabungan perusahaan. Divisi yang terakhir adalah assurance, yang bertugas untuk memberikan jasa auditing keuangan beserta masukannya terhadap keadaan keuangan tersebut dan memberikan hasil auditing ini kepada konsumen melalui rapat dengan dewan-dewan yang bertanggung jawab dalam perusahaan.

Terdapat tujuh divisi pendukung dalam perusahaan ini, yang terdiri dari Administrator, yang bertugas untuk mengatur arus administrasi dalam perusahaan. Human Resource Development (HRD), yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan karyawan yang ada dalam perusahaan, baik karyawan yang baru akan bekerja atau yang sudah lama bekerja. Information Technology, yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi, terutama teknologi komputer yang digunakan oleh perusahaan. Accounting, yang bertugas untuk mencatat arus keuangan dalam perusahaan, baik pemasukan sampai pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan. Procurement, yang bertugas untuk mengatur pembelian alat atau perlengkapan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Management, yang bertugas untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan management yang ada dalam perusahaan. Lalu, yang terakhir adalah Marketing, yang bertugas untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemasaran dan promosi yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Dari sekian banyak divisi yang ada dalam perusahaan jasa “X” ini, didapati bahwa divisi assurance ini memiliki tuntutan lebih dalam berinteraksi dengan


(11)

orang lain. Divisi ini berhubungan secara langsung dengan konsumen dan memberitahu keadaan keuangan yang sedang dialami oleh konsumen, baik keadaan yang positif maupun keadaan yang negatif sehingga dapat menimbulkan kritikan dari konsumen jika cara penyampaiannya tidak sesuai dengan harapan dari konsumen tersebut. Masalah keuangan ini tentu saja sangat rentan untuk dibicarakan. Sebanyak 40 orang karyawan yang diwawancarai secara acak saat survei awal mengungkapkan bahwa diantara banyak divisi yang ada dalam perusahaan jasa “X” ini, maka divisi inilah yang memiliki tuntutan untuk dapat membangun relasi yang baik dengan orang lain melebihi divisi lain yang ada. Sebanyak 40 orang senior yang ada dalam perusahaan ini, menyatakan bahwa divisi assurance tingkat junior inilah yang sebenarnya membutuhkan kemampuan berinteraksi baik dengan orang lain yang sangat tinggi, karena para juniorlah yang akan menghadapi konsumen dalam rapat.

Divisi assurance ini memiliki ± 30 tim, yang di dalam masing-masing tim ini terdiri dari 25-30 orang sebagai anggotanya. Mereka ini akan dibagi lagi ke dalam beberapa tingkatan. Tingkatan yang tertinggi adalah partner yang terdiri dari dua orang. Mereka hanya bertugas untuk mencari konsumen untuk perusahaan dan mengadakan pertemuan dengan dewan untuk membahas kinerja karyawannya. Partner dikatakan merupakan posisi yang tertinggi karena dalam tingkat ini para partner telah mendapatkan keuntungan dari perusahaan konsumen dengan sistem bagi hasil, yang menjadikan penghasilan mereka menjadi dua kali lipat dari gaji pokok mereka yang seharusnya. Tingkatan berikutnya adalah manager, yang


(12)

terdiri dari tiga orang, bertugas untuk mengawasi anak buahnya, memberikan konsultasi informal pada anak buahnya jika mengalami kendala dalam lapangan dan melaporkan hasil kerjanya pada partner. Tingkatan selanjutnya adalah senior yang terdiri dari empat orang yang memiliki tugas melakukan pengecekan ulang terhadap hasil kerja anak buahnya, mengajarkan proses auditing pada anak buahnya dan melaporkan hasil kerja anak buahnya pada manager.

Tingkatan yang terakhir adalah junior yang memiliki tugas beragam dari tugas yang sederhana sampai tugas yang kompleks dalam lapangan yang berhubungan langsung dengan konsumen seperti menjelaskan hasil auditing yang telah dikerjakan pada konsumen, termasuk masalah, saran, dan kritik terhadap keadaan keuangan yang dialami oleh perusahaan tersebut, menerima saran dan kritik dari konsumennya terhadap hasil kerja dan hasil rapat yang telah dilakukan, membuat kertas kerja atas pekerjaan lapangan tersebut dan melaporkannya pada senior, menjelaskan apa yang telah dikerjakan dalam suatu tenggat waktu pada senior dan melaporkan segala permasalahan yang terjadi dalam lapangan pada senior. Tingkatan junior ini merupakan tingkatan dimana kinerja perusahaan dinilai oleh konsumen. Tuntutan pekerjaan inilah yang membuat para karyawan divisi assurance tingkat junior diharapkan mampu menyikapi dengan baik saran dan kritikan yang diberikan oleh konsumen dan diharapkan pula mampu menunjukkan sikap yang baik selama rapat berlangsung yang tentunya akan menunjang keberhasilan perusahaan jasa “X”.


(13)

Kemampuan berinteraksi ini yang kemudian disebut kecerdasan emosi oleh Goleman (2005). Kecerdasan emosi sendiri adalah kemampuan seseorang beradaptasi dan berinteraksi dengan orang lain yang dapat dilihat dari kelima aspeknya, yaitu kemampuan seseorang dalam mengenali emosi yang dirasakan, mengatur emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan mampu membina hubungan baik dengan orang lain. Mengenali emosi ini berguna untuk membantu individu dalam mengenali emosi apa yang sedang dirasakannya dan mampu mengenali hal apa yang menjadi penyebab timbulnya emosi ini. Lalu, kemampuan mengatur emosi, dimana kemampuan ini membantu individu untuk dapat menyeimbangkan apa yang sedang dirasakan dengan tuntutan lingkungan dimana mereka berada, sehingga ekspresi emosi yang ditampilkan tidak melanggar aturan yang berlaku dalam perusahaan. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri berguna untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dengan cara kerja yang bertanggung jawab dan mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan sehingga akan menghasilkan suatu prestasi yang baik dalam hasil kerjanya.

Hal lain yang juga akan menunjang kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengenali emosi orang lain yang berguna untuk membantu individu dalam memahami emosi yang dirasakan oleh orang lain, sehingga dapat memaklumi sudut pandang orang lain dan akan menciptakan hubungan yang baik dengan orang lain yang juga akan membuat individu lebih peka dalam memperhatikan kepentingan orang lain. Kemampuan mengenali emosi orang lain


(14)

inilah yang kemudian akan membantu individu dalam menjalin relasi dengan orang lain. Individu yang memiliki kemampuan berelasi dengan orang lain ini, akan lebih mudah untuk memulai suatu relasi dengan orang lain, yang tentunya akan membantu individu dalam keberhasilan pekerjaannya.

Kelima aspek kecerdasan emosi ini tergambar dari hasil survei awal dengan para karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X”. Mereka kerap kali menerima kritikan yang tajam dari para konsumen jika konsumen merasa mereka kurang mampu bersikap sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen pada saat rapat berlangsung. Kritikan yang sering kali didapatkan dari konsumen adalah junior yang kurang tanggap dalam menyikapi segala hal yang berlangsung dalam rapat. Mereka tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh konsumen mereka karena melamun, sehingga mereka tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan konsumennya. Mereka mengaku kurang bersemangat dalam bekerja tetapi tidak mengetahui dengan pasti hal apa yang menyebabkannya. Dari 40 orang karyawan divisi assurance tingkat junior yang diwawancarai, diakui oleh 95% (38 orang) karyawan tingkat junior, mereka pernah mendapat teguran keras dari konsumennya, bahkan ada karyawan yang diminta untuk keluar dari ruangan rapat karena terlihat tidak menyimak berjalannya rapat, sehingga tidak mampu memberikan pendapat kepada konsumen. Karyawan divisi assurance tingkat junior ini tidak menyadari apa yang menyebabkan mereka diminta untuk keluar dari ruangan dimana rapat berlangsung, maka terkadang mereka langsung menampilkan ekspresi wajah yang menunjukkan mereka tidak terima atas


(15)

perlakuan konsumennya. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan tersebut kurang mampu mengenali emosi yang sedang dirasakannya.

Sebanyak 70% (28 orang) karyawan tingkat junior lainnya mengungkapkan bahwa mereka pun pernah mengalami hal serupa dengan kejadian diatas. Mereka mendapatkan surat peringatan dari para seniornya karena mereka tidak mampu mengatur emosi yang mereka rasakan. Misalnya, pada saat para konsumen meminta pendapat salah satu karyawan ini, maka mereka memberikan pendapat sekenanya karena mereka pun sedang mengalami masalah pribadi yang membuat mereka tidak mampu berpikir dengan baik. Adapun kejadian lainnya seperti membentak konsumen yang banyak bertanya pada saat rapat, yang menyebabkan konsumen mengajukan complain kepada para seniornya. Para junior mengaku, bahwa kebanyakan dari mereka pernah meluapkan emosi yang sedang mereka rasakan pada saat konsumen mereka bertanya dalam ruang rapat, seperti membalas apa yang diungkapkan oleh para konsumennya dengan nada yang tinggi atau mengeluarkan ekspresi yang menggambarkan ketidak senangan mereka terhadap sikap konsumen sehingga menimbulkan complain dari konsumen.

Adapun sebanyak 55% (22 orang) karyawan tingkat junior mengakui bahwa terkadang mereka juga sering kali malas dalam mempelajari segala sesuatu yang baru, sehingga terkadang dalam rapat mereka tidak mengetahui apa-apa, hal ini menyebabkan konsumen merasa kecewa atas kinerja mereka yang dinilai kurang profesional. Para junior yang kurang mampu memotivasi dirinya, kerap kali


(16)

menunda pekerjaan yang sedang mereka tangani saat itu hanya karena alasan mereka sedang mengalami masalah. Mereka enggan untuk mengkesampingkan masalah yang sedang mereka hadapi ini walaupun mereka sedang berada dalam runag lingkup pekerjaan.

Sebanyak 80% (32 orang) junior mengaku tidak akan menanggapi telepon ataupun email yang berasal dari konsumennya jika mereka sedang mengalami suatu masalah. Mereka mengaku malas mendengarkan apa yang dibicarakan oleh konsumennya padahal mereka sendiri pun sedang mengalami suatu masalah. Jikalau para karyawan divisi assurance tingkat junior merasa terpaksa untuk menerimanya, mereka menjadi sulit menerima pendapat dan segala sesuatu yang dilontarkan oleh konsumennya. Para karyawan divisi assurance tingkat junior menjadi tidak menyadari apa yang diinginkan oleh konsumennya, karena hanya fokus pada masalah pribadi yang sedang dirasakannya. Hal ini membuat para konsumen sering kali kecewa sehingga memilih untuk menunda rapat.

Para junior ini pun kerap kali memilih-milih konsumen, sehingga jika mereka mendapat konsumen yang tidak mereka sukai, mereka tidak akan maksimal dalam menjalankan tugasnya dalam rapat dan malas menanggapi jika ada masukan, apalagi kritikan yang dilontarkan oleh konsumen. Hal diatas tentu sangat mempengaruhi penilaian konsumen kepada perusahaan jasa “X” di Jakarta ini dan tentunya pun sangat mempengaruhi hubungan baik yang telah dibina oleh perusahaan tersebut, karena mencerminkan bahwa para junior ini tidak mampu membina hubungan baik dengan konsumen, sehingga membuat konsumen merasa


(17)

tidak dihargai. Hal ini diakui oleh 80% (32 orang) karyawan yang ada karena mereka mengaku pernah mengalami masalah yang berat, seperti mendapatkan surat peringatan dan mendapatkan penambahan jam kerja dari seniornya yang dianggap hukuman atas kesalahan kinerja yang dilakukan mereka.

Menurut Goleman, kecerdasan emosi ini sangat penting dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan berorganisasi seperti dalam perusahaan jasa

“X” ini. Dengan memenuhi kelima aspek ini, maka karyawan divisi assurance

tingkat junior ini akan mengetahui seperti apa kecerdasan emosi yang dimiliki para karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta ini dan akan mampu memperbaiki dirinya sendiri demi memajukan diri sendiri

dan juga perusahaan jasa “X” ini. Jika para karyawan divisi assurance tingkat

junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta memiliki kelima aspek tersebut, maka

karyawan divisi assurance tingkat junior akan menjalankan tugas mereka dengan lebih baik dan penuh tanggung jawab sehingga hasil yang mereka dapatkan akan maksimal. Menurut Goleman, kecerdasan emosi menyumbang sekitar 80% untuk kesuksesan seseorang, maka dari itu kecerdasan emosi ini akan sangat dibutuhkan oleh karyawan karena akan mempengaruhi kinerja yang ditampilkan oleh seseorang. Mereka akan dapat menjadi pribadi yang unggul (Goleman, 2007 ; 44). Melihat banyaknya fenomena dan pentingnya kecerdasan emosi ini, maka peneliti menjadi tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang kecerdasan emosi ini, terlebih pada karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta.


(18)

1.2Identifikasi Masalah

Ingin mengetahui gambaran tingkat kecerdasan emosi karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Peneliti mengambil topik tentang kecerdasan emosi karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tingkat kecerdasan emosi karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang tingkat kecerdasan emosi dengan faktor-faktornya terhadap karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta.

1.4Kegunaan Penelitian

Peneliti mengharapkan penelitian yang memiliki topik kecerdasan emosi karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta ini dapat memberikan kegunaan sebagai berikut :


(19)

1.4.1 Kegunaan Teoritis

a. Memberikan informasi tambahan khususnya bidang ilmu psikologi industri dan organisasi dalam kaitannya dengan tingkat kecerdasan emosi karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta.

b. Sebagai landasan informatif bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang kecerdasan emosi pada karyawan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Sebagai sumber informasi bagi senior mengenai gambaran kecerdasan emosi karyawannya di divisi assurance tingkat junior pada perusahaan

jasa “X” di Jakarta sehingga dapat membantu dalam menangani masalah

kecerdasan emosi yang dialami dan mengontrol hasil pekerjaan yang telah dilakukan dengan melakukan tindak lanjut.

b. Sebagai sumber informasi bagi perusahaan mengenai gambaran kecerdasan emosi karyawan divisi assurance tingkat junior pada

perusahaan jasa “X” di Jakarta sehingga mampu untuk menanggulangi

masalah kecerdasan emosi yang dialami misalnya dengan cara memberikan penyuluhan atau seminar.

c. Sebagai sumber informasi bagi para karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta mengenai gambaran kecerdasan emosi yang dimilikinya sehingga mampu menyadari dan kemudian mengambil sikap terhadap dirinya agar lebih baik.


(20)

1.5Kerangka Pikir

Setiap manusia di dunia ini pasti pernah merasakan apa yang disebut dengan emosi. Perasaan ini tidak mengenal status, agama, ras termasuk posisi seseorang dalam lingkungan sosial. Emosi juga pasti akan dirasakan oleh setiap profesi, seperti dokter, pedagang, wiraswastawan sampai karyawan dengan berbagai masalah yang dihadapinya sesuai dengan job description yang dimiliki masing-masing karyawan dalam suatu perusahaan. Salah satu perusahaan jasa yang ada

adalah perusahaan jasa “X” di Jakarta. Dalam perusahaan ini, terdapat cukup

banyak karyawan yang memiliki penguraian tugas masing-masing yang dibagi ke dalam berbagai divisi dan tingkatan. Salah satunya adalah divisi assurance yang bertugas memberikan auditing data keuangan beserta masukkannya terhadap keadaan keuangan yang ditangani tersebut dan juga memberikan hasil auditing ini kepada konsumen yang bersangkutan.

Dalam divisi ini, terdapat pula tingkatan-tingkatan, yang salah satunya adalah tingkatan junior dimana mereka memiliki tugas yang sederhana seperti mengkopi lembar kerja sampai tugas yang kompleks dalam lapangan yang berhubungan langsung dengan konsumen seperti menjelaskan hasil auditing yang telah dikerjakan pada konsumen, termasuk masalah, saran, dan kritik terhadap keadaan keuangan yang dialami oleh perusahaan tersebut, menerima saran dan kritik dari konsumennya terhadap hasil kerja dan hasil rapat yang telah dilakukan, membuat kertas kerja atas pekerjaan lapangan tersebut dan melaporkannya pada senior, menjelaskan apa yang telah dikerjakan dalam suatu tenggat waktu pada senior dan


(21)

melaporkan segala permasalahan yang terjadi dalam lapangan pada senior. Hal ini menuntut mereka untuk dapat mengolah emosi yang dimilikinya dengan baik demi kelangsungan kerja sama pekerjaan mereka dengan konsumennya.

Karyawan perusahaan jasa “X” di Jakarta ini berusia sekitar 20-40 tahun,

yang menurut Santrock termasuk ke dalam dewasa awal. Menurutnya, pada masa ini individu akan menerima dan memikul tanggung jawab yang lebih berat untuk bekerja dengan baik dan akan mengalami masa transisi, yaitu transisi fisik, intelektual dan juga peran sosial.

Menurut Santrock, transisi fisik yang akan dialami berupa menjadi matangnya fisik dan kematangan fisik ini turut mendukung aktivitasnya sebagai individu yang dewasa, seperti bekerja, menikah dan memiliki anak. Transisi intelektual juga akan dialami oleh individu, dimana individu akan lebih mampu memecahkan masalah dan mengatur diri mereka, termasuk mengatur apa yang dirasakannya, termasuk emosi yang sedang dirasakan. Kemampuan inilah yang akan digunakan dalam dunia karier yang akan mereka jalani. Terakhir, transisi peran sosial dimana ada perubahan terhadap perannya dalam masyarakat. Dalam kehidupan nyata hal ini misalnya menjadi ibu rumah tangga dan wanita karier untuk wanita dan pencari nafkah untuk pria.

Dalam mencapai sikap emosi yang baik, seseorang harus mampu mengenali emosi diri, mengatur emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan mampu membina relasi baik dengan orang lain (Goleman, 2007). Hal ini tentu dibutuhkan oleh karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa


(22)

“X” di Jakarta untuk menunjang pekerjaannya. Mereka memiliki beberapa tugas yang sangat berhubungan dengan orang lain, seperti partner, manager, senior dan yang terutama konsumen yang mereka tangani. Maka peranan kecerdasan emosi ini akan sangat dibutuhkan.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi lebih baik dan lebih baik dalam membina hubungan dengan orang lain. Goleman kemudian mengadaptasikan model dari Salovey ini kedalam lima aspek utama, yaitu mengenali emosi diri, mengatur emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Kelima aspek inilah yang kemudian disebut dengan aspek kecerdasan emosi.

Mengenali emosi diri dapat meliputi perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosi diri, mampu memahami penyebab perasaan yang timbul dan mampu mengenali perasaan serta tindakan. Dengan adanya pengenalan emosi diri ini, maka karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta dapat mengetahui apa yang sedang dirasakannya sehingga mampu mengetahui jalan terbaik apa yang akan diambil jika menghadapi masalah. Hal ini juga membantu memberikan kesadaran pada mereka tentang tanggung jawab yang harus mereka kerjakan dalam perusahaan, sehingga tidak merugikan perusahaan. Pengenalan emosi diri ini juga membantu para karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta dapat mengenali diri mereka baik kelebihan maupun kekurangan yang mereka miliki sehingga dapat


(23)

digunakan dengan lebih baik dan berguna untuk perusahaan jasa “X” di Jakarta. Mereka menjadi tahu apa yang sedang mereka rasakan sehingga mereka mampu mengatur ekspresi wajah mereka saat bertemu dengan konsumen. Seorang yang kurang mampu mengenali emosinya, maka akan menampilkan ekspresi emosi yang kurang sesuai dengan keadaan dan situasi yang sedang mereka jalankan (Goleman, 2007).

Aspek kedua adalah mengatur emosi diri. Hal ini berarti usaha seseorang dalam menyeimbangkan apa yang sedang mereka rasakan dengan tuntutan lingkungan dimana mereka berada, sehingga emosi yang keluar tidak meledak-ledak. Karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta yang memiliki kemampuan ini akan menampilkan ciri-ciri yang diantaranya memiliki toleransi yang tinggi terhadap frustrasi dan memiliki pengolahan emosi yang baik, perkelahian dan gangguan dalam lingkungan, mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi, berkurangnya ketegangan dalam diri, berkurangnya perilaku agresif dan merusak, memiliki perasaan yang positif untuk diri sendiri dan lebih baik dalam menangani apa yang dirasakan. Karyawan yang tidak memiliki kemampuan ini maka tidak akan mampu menerima suatu perubahan, sehingga akan mudah tersinggung dan melampiaskan emosinya secara berlebihan (Goleman, 2007). Hal ini sangat penting terutama pada saat mereka

bertemu dengan konsumennya. Mereka harus mampu “menutupi” emosi apa yang

sedang mereka rasakan sehingga konsumen tetap akan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.


(24)

Memotivasi diri sendiri juga merupakan aspek kecerdasan emosi yang sama pentingnya dengan aspek lainnya. Seseorang yang memiliki kemampuan dalam memotivasi diri sendiri memiliki karakteristik memiliki rasa tanggung jawab, mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan, mampu menguasai diri dan memiliki nilai yang tinggi pada prestasi (Goleman, 2007). Hal ini perlu dimiliki oleh karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta agar dapat menggunakan emosi yang mereka miliki untuk memotivasi diri dalam melakukan tugas-tugasnya. Mereka harus mampu mengubah emosi itu menjadi pendorong mereka agar lebih cepat dan maksimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Misalnya, karyawan yang kesal karena mendapatkan teguran dari seniornya, menjadi lebih giat lagi dalam melaksanakan tugasnya untuk membuktikan kepada senior bahwa apa yang dikatakan senior tersebut adalah salah. Hal ini juga dibutuhkan untuk membantu karyawan divisi assurance

tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta dalam memiliki sikap yang

optimis untuk mencapai tujuannya dan tujuan perusahaan tersebut. Jika seorang karyawan memiliki sikap ini, maka karyawan biasanya dapat mencapai puncak prestasi dalam kariernya dan optimis akan tujuannya dalam perusahaan tersebut. Sedangkan karyawan yang tidak memilikinya, maka akan cenderung pesimis, berdaya juang rendah dan kurang memiliki sasaran dalam kariernya (Goleman, 2007).

Aspek lainnya dalam kecerdasan emosi adalah mengenali emosi orang lain atau yang biasa disebut dengan empati. Empati adalah kemampuan mengetahui


(25)

emosi orang lain dari ekspresi yang ditampilkan berupa pesan non verbal (Goleman, 2005). Karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta yang memiliki empati akan memiliki cita-cita untuk lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, terus memperbaiki rasa empati diri terhadap orang lain dan lebih baik dalam mendengarkan pendapat orang lain. Karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta perlu memiliki adanya kemampuan berempati ini. Hal ini dikarenakan mereka diharuskan mampu bekerja sama secara baik dengan rekan kerjanya, atasan, terutama dengan konsumen mereka. Jika mereka kurang mampu berempati, maka akan merusak suasana dengan karyawan lainnya, yang tentunya akan menimbulkan adanya keterlambatan dalam melaksanakan tugas satu sama lainnya.

Aspek yang terakhir adalah mampu membina hubungan dengan orang lain dengan cara memahami emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat dalam membaca situasi, berinteraksi secara lancar dan bekerja sama dalam kelompok. Hal ini sangat dibutuhkan para karyawan divisi assuirance tingkat junior karena membantu mereka dalam membangun hubungan dengan orang lain, terutama dengan konsumennya. Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual saja tidak akan berhasil jika tidak memiliki kemampuan dalam membina hubungan baik dengan orang lain. Kemampuan seseorang dalam membina hubungan baik dengan orang lain ini akan ditampilkan dengan ciri-ciri meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami suatu hubungan, lebih


(26)

baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan persengketaan, lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam suatu hubungan, lebih tegas dan terampil dalam komunikasi, mudah bergaul dan bersahabat dengan teman sebaya, memiliki perhatian dan tenggang rasa, lebih memikirkan kepentingan orang lain dan selaras dengan kelompok (Goleman, 2007). Hal ini sangat penting untuk dimiliki karyawan divisi assurance tingkat junior pada

perusahaan jasa “X” di Jakarta karena mereka bekerja banyak berhubungan

dengan orang lain, yaitu konsumennya. Dengan hubungan baik inilah, maka mereka dapat lebih mudah dalam mempengaruhi para konsumennya. Jika mereka tidak memiliki kemampuan ini, maka mereka akan cenderung kurang berhasil dalam karier yang mereka jalani, terutama dalam tingkat junior yang memang mengharuskan mereka menjalin relasi dengan orang lain. Mereka akan sulit memulai suatu pembicaraan, tidak mampu mengirimkan pesan kepada konsumennya dan cenderung kurang baik dalam berkomunikasi (Goleman, 2007). Kelima aspek tersebut memberikan gambaran tentang kecerdasan emosi yang dimiliki oleh karyawan divisi assurance tingkat junior pada perusahaan jasa “X” di Jakarta. Hasil tersebut dapat dikategorikan dengan tingkat tinggi dan rendah. Kelima aspek kecerdasan emosi diatas ini saling terkait satu dan lainnya dan tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Kelimanya membentuk suatu tingkatan yang jika salah satunya tergolong masih rendah, maka dapat dilakukan upaya untuk meningkatkannya (Goleman, 2007). Seorang karyawan yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan memenuhi kelima aspek kecerdasan emosi yang


(27)

diungkapkan oleh Goleman (2007) tersebut. Hal ini dapat dilihat dari mampunya karyawan mengenali emosi dirinya sendiri sehingga mampu mangatur emosinya tersebut dan memotivasi diri mereka agar dapat menghasilkan kinerja yang baik

dalam perusahaan jasa “X” ini. Karyawan pun diharapkan dapat mengenali emosi

orang lain agar mampu menyikapi apa yang terjadi dalam lingkungan perusahaan dan agar mereka dapat membina relasi yang baik dengan siapapun yang ada

dalam lingkungan perusahaan jasa “X” ini. Karyawan diharapkan untuk memiliki

sikap sosial yang mantap, mudah bergaul dengan orang lain, tidak mudah takut/gelisah, memiliki kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain, memiliki pandangan moral yang baik, memiliki rasa simpatik dan hangat dalam berhubungan dan merasa nyaman dengan dirinya (Goleman, 2007 ; 60-61).

Sedangkan karyawan yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah justru menampilkan sikap-sikap yang bertentangan dengan orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Mereka tidak memiliki salah satu atau lebih aspek kecerdasan emosi. Misalnya seorang karyawan yang memiliki kemampuan dalam mengenali emosi dirinya tetapi tidak memiliki kemampuan dalam mengaturnya, sehingga mereka sering kali tidak dapat mengendalikan apa yang mereka rasakan, sehingga mengganggunya dalam membina hubungan baik dengan orang lain.

Kecerdasan emosi ini pun dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu latar belakang pendidikan, keadaan ekonomi, dan hubungan dengan rekan kerja/atasan. Latar belakang pendidikan dinilai akan mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang. Jika pendidikan yang dimiliki seseorang cukup rendah, maka mereka cenderung


(28)

memiliki kecerdasan emosi yang mudah terganggu walaupun dengan stimulus yang kecil (Goleman, 2007 : 372, 390, 395). Keadaan ekonomi yang dimiliki individu pun akan turut mempengaruhi kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang. Menurut suatu penelitian yang dilakukan oleh Ronald Kessler, ahli sosiologi dari Univeristy of Michigan (Goleman, 2007 ; 365), individu yang memiliki keadaan ekonomi rendah, akan cenderung mudah terganggu dalam kecerdasan emosinya, hal ini dikarenakan banyaknya beban dan pikiran yang dimiliki individu sehingga mempengaruhi kecerdasan emosinya (Goleman, 2007, 364). Dalam pekerjaan di kantor, karyawan tingkat junior memiliki beberapa orang rekan kerja dan atasan, dimana mereka memegang peranan penting pula dalam kecerdasan emosi individu. Apakah mereka memberikan dukungan pada individu yang bersangkutan dan membantu individu jika sedang mengalami suatu masalah atau mereka semakin memberikan tekanan-tekanan dalam pekerjaan. Hal-hal diatas sangat mempengaruhi kecerdasan emosi karyawan divisi assurance

tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta dalam dunia pekerjaan yang


(29)

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir Faktor yang mempengaruhi :

- Pendidikan - Keadaan ekonomi - Atasan dan rekan kerja

KECERDASAN EMOSI 5 aspek kecerdasan emosi :

a. Mengenali emosi diri b. Mengatur emosi diri c. Memotivasi diri

d. Mengenali emosi orang lain e. Membina hubungan baik

dengan orang lain

Tinggi

Rendah Karyawan

divisi assurance tingkat junior

perusahaan jasa “X” di


(30)

1.6Asumsi

1. Karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta memiliki tingkat kecerdasan emosi yang berbeda satu dengan yang lainnya. 2. Kecerdasan emosi pada karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan

jasa “X” di Jakarta terdiri dari 5 aspek, yaitu mengenali emosi diri, mengatur

emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan baik dengan orang lain.

3. Kecerdasan emosi pada karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan

jasa “X” di Jakarta ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu latar belakang


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Sebagian besar karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta memiliki kecerdasan emosi yang rendah dan aspek dominan yang terendah adalah aspek mengelola emosi diri.

2. Rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki oleh karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta ini diakibatkan juga oleh ketiga faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang paling mempengaruhinya adalah tingkat ekonomi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil yang didapat diatas, peneliti ingin memberikan saran bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang kecerdasan emosi pada karyawan agar dapat membuat pembahasan yang lebih mendalam tentang kecerdasan emosi (Daniel Goleman) dan aspek-aspeknya, serta hubungannya


(32)

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti menambahkan pertanyaan-pertanyaan untuk lebih menjaring lagi apa yang diinginkan . Selain hal-hal ini, peneliti juga mengharapkan agar peneliti lain dapat memperbaiki alat ukur ini agar dapat digunakan lebih baik.

5.2.2 Saran Praktis

Selain saran yang diajukkan untuk peneliti selanjutnya, maka peneliti juga ingin memberikan saran yang dapat dipergunakan bagi :

1. Senior yang ada dalam perusahaan, agar dapat lebih mengembangkan pemahaman tentang kecerdasan emosi pada karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta dengan cara lebih memperhatikan lagi junior dan mau meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah dan beban yang dialami oleh juniornya agar kinerja yang dikerjakan oleh para junior semakin lebih baik dengan cara memberikan waktu khusus untuk konsultasi.

2. Perusahaan, agar dapat menyelenggarakan dan memberikan pelatihan, seminar ataupun ceramah-ceramah tentang pentingnya kecerdasan emosi dalam perusahaan karena didapati bahwa kecerdasan emosi yang dialami oleh karyawan divisi assurance tingkat junior ini masih tergolong rendah agar dapat memaksimalkan aspek-aspek kecerdasan emosi yang masih rendah. 3. Karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta, agar


(33)

memperbaiki kecerdasan emosi yang rendah dan mampertahankan bahkan meningkatkan kecerdasan emosi yang sudah tinggi.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Bradberry & Greaves, 2009. Taklukan emosimu! The Way of Emotional Quotient for Your Better Life. Yogyakarta; Garailmu.

Goleman, Daniel, 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.

M. Hariwijaya, Triton P.B, S.Si., M.Si, 2001. Pedoman Penulisan Ilmiah Skripsi dan Tesis: Landasan Teori, Hipotesis, Analisa Statistik, Pedoman Teknis, Bahasa Ilmiah, Pendadaran dan Yudisium. Yogyakarta; Oryza.

Santrock, John. W, 2002. Edisi Kelima : Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Dallas; Erlangga.


(35)

DAFTAR RUJUKAN

(http://dahlanforum.wordpress.com/2009/04/04/jenis-jenis-perusahaan) (http://bahaden.tripod.com/)

(http://qalbinur.wordpress.com/2008/03/27/periodisasiperkembangan-masa-dewasa-awal/)

Anggasari Adriana, Pratiwi. 2005. Kecerdasan Emosional pada Anggota POLRI Satuan Pengendali Massa di Kepolisian Resort Kota Bandung Tengah. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Cynthea. Studi Deskriptif mengenai Kecerdasan Emosional pada Tahap

Perkembangan Akhir, Penelitian terhadap Mahasiswa Usia 19-22 di Universitas “X” di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Risanto. 2009. Kecerdasan Emosional pada Remaja Panti Asuhan “X” di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.


(1)

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi

1. Karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta memiliki tingkat kecerdasan emosi yang berbeda satu dengan yang lainnya. 2. Kecerdasan emosi pada karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan

jasa “X” di Jakarta terdiri dari 5 aspek, yaitu mengenali emosi diri, mengatur emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan baik dengan orang lain.

3. Kecerdasan emosi pada karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu latar belakang pendidikan, keadaan ekonomi dan hubungan dengan atasan dan rekan kerja.


(2)

53

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Sebagian besar karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta memiliki kecerdasan emosi yang rendah dan aspek dominan yang terendah adalah aspek mengelola emosi diri.

2. Rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki oleh karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta ini diakibatkan juga oleh ketiga faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang paling mempengaruhinya adalah tingkat ekonomi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil yang didapat diatas, peneliti ingin memberikan saran bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang kecerdasan emosi pada karyawan agar dapat membuat pembahasan yang lebih mendalam tentang kecerdasan emosi (Daniel Goleman) dan aspek-aspeknya, serta hubungannya


(3)

Universitas Kristen Maranatha dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, seperti menambahkan pertanyaan-pertanyaan untuk lebih menjaring lagi apa yang diinginkan . Selain hal-hal ini, peneliti juga mengharapkan agar peneliti lain dapat memperbaiki alat ukur ini agar dapat digunakan lebih baik.

5.2.2 Saran Praktis

Selain saran yang diajukkan untuk peneliti selanjutnya, maka peneliti juga ingin memberikan saran yang dapat dipergunakan bagi :

1. Senior yang ada dalam perusahaan, agar dapat lebih mengembangkan pemahaman tentang kecerdasan emosi pada karyawan divisi assurance tingkat

junior perusahaan jasa “X” di Jakarta dengan cara lebih memperhatikan lagi

junior dan mau meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesah dan beban yang dialami oleh juniornya agar kinerja yang dikerjakan oleh para junior semakin lebih baik dengan cara memberikan waktu khusus untuk konsultasi.

2. Perusahaan, agar dapat menyelenggarakan dan memberikan pelatihan, seminar ataupun ceramah-ceramah tentang pentingnya kecerdasan emosi dalam perusahaan karena didapati bahwa kecerdasan emosi yang dialami oleh karyawan divisi assurance tingkat junior ini masih tergolong rendah agar dapat memaksimalkan aspek-aspek kecerdasan emosi yang masih rendah. 3. Karyawan divisi assurance tingkat junior perusahaan jasa “X” di Jakarta, agar


(4)

55

Universitas Kristen Maranatha memperbaiki kecerdasan emosi yang rendah dan mampertahankan bahkan meningkatkan kecerdasan emosi yang sudah tinggi.


(5)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bradberry & Greaves, 2009. Taklukan emosimu! The Way of Emotional Quotient for Your Better Life. Yogyakarta; Garailmu.

Goleman, Daniel, 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.

M. Hariwijaya, Triton P.B, S.Si., M.Si, 2001. Pedoman Penulisan Ilmiah Skripsi dan Tesis: Landasan Teori, Hipotesis, Analisa Statistik, Pedoman Teknis, Bahasa Ilmiah, Pendadaran dan Yudisium. Yogyakarta; Oryza.

Santrock, John. W, 2002. Edisi Kelima : Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Dallas; Erlangga.


(6)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

(http://dahlanforum.wordpress.com/2009/04/04/jenis-jenis-perusahaan) (http://bahaden.tripod.com/)

(http://qalbinur.wordpress.com/2008/03/27/periodisasiperkembangan-masa-dewasa-awal/)

Anggasari Adriana, Pratiwi. 2005. Kecerdasan Emosional pada Anggota POLRI Satuan Pengendali Massa di Kepolisian Resort Kota Bandung Tengah. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Cynthea. Studi Deskriptif mengenai Kecerdasan Emosional pada Tahap

Perkembangan Akhir, Penelitian terhadap Mahasiswa Usia 19-22 di Universitas “X” di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Risanto. 2009. Kecerdasan Emosional pada Remaja Panti Asuhan “X” di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.