EVALUASI PROGRAM KONSERVASI GUNA MELESTARIKAN KELANGSUNGAN EKOLOGI DI TAMAN TEGALLEGA.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Masalah...Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah ...Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ...Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ...Error! Bookmark not defined.

BAB II KAJIAN TEORI ... Error! Bookmark not defined. A. Evaluasi ...Error! Bookmark not defined. B. Deskripsi Konservasi ...Error! Bookmark not defined. C. Kawasan Konservasi ...Error! Bookmark not defined. D. Ruang Terbuka Hijau ...Error! Bookmark not defined. E. Taman Kota ...Error! Bookmark not defined. F. Fungsi Taman Di Kota Bandung ...Error! Bookmark not defined. G. Ekologi ...Error! Bookmark not defined. H. Kerangka Pemikiran ...Error! Bookmark not defined.


(2)

Dhani Farisanto, 2012

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Lokasi Penelitian ...Error! Bookmark not defined. B. Populasi dan Sampel ...Error! Bookmark not defined. 1. Populasi ...Error! Bookmark not defined. 2. Sampel...Error! Bookmark not defined. C. Metode Penelitian ...Error! Bookmark not defined. D. Definisi Operasional ...Error! Bookmark not defined. E. Variabel Penelitian ...Error! Bookmark not defined. F. Teknik Pengumpulan Data ...Error! Bookmark not defined. G. Teknik Analisi Data ...Error! Bookmark not defined.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined.

A. Kondisi Umun Taman Konservasi Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 1. Letak Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 2. Luas Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. B. Kondisi Fisik Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 1. Kondisi Vegetasi ...Error! Bookmark not defined. 2. Penggunaan Lahan ...Error! Bookmark not defined. C. Sejarah Singkat Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. D. Sarana dan Prasarana Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. E. Pengelola Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 1. UPT Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 2. Institusi Yang Terkait Dalam Pengeloaan Taman TegallegaError! Bookmark not defined.

F. Proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Bandung ...Error! Bookmark not defined. G. Aspek-aspek dan Kriteria Evaluasi ...Error! Bookmark not defined. H. Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi ...Error! Bookmark not defined.


(3)

I. Kesesuaian Fungsi Taman Dengan Kondisi EksistingError! Bookmark not defined. 2. Fungsi Sosial ...Error! Bookmark not defined. 3. Fungsi Estetika ...Error! Bookmark not defined. J. Penilaian Penguunjung Terhadap Program KonservasiError! Bookmark not defined.

1. Keindahan Taman ...Error! Bookmark not defined. 2. Kenyamanan dan Keamanan Taman ...Error! Bookmark not defined. 3. Keadaan dan Keanekragaman Hayati ...Error! Bookmark not defined. 4. Potensi Sejarah , Rekreasi Dan Olahraga ...Error! Bookmark not defined. 5. Ketertiban Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 7. Kondisi Vegetasi Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 8. Kondisi Kebersihan Taman Tegallega ...Error! Bookmark not defined. 9. Kondisi Sarana dan Prasarana ...Error! Bookmark not defined. 10. Penataan Kawasan Hijau ...Error! Bookmark not defined. K. Kendala Dalam Pelaksanaan Program Konservasi Di Taman Tegallega ... Error! Bookmark not defined.

1. Sumber Daya Manusia ...Error! Bookmark not defined. 2. PKL ...Error! Bookmark not defined. 3. Pungutan Liar ...Error! Bookmark not defined. 4. Anggaran pemeliharaan sarana dan prasarana Taman TegallegaError! Bookmark not defined.

5. Sampah ...Error! Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .. Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ...Error! Bookmark not defined. B. Rekomendasi ...Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.


(4)

Dhani Farisanto, 2012

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1.1 Proporsi RTH Di Kota-Kota Besar ... 2

2.1 Klasifikasi Kawasan Konservasi ... 13

3.1 Data Pengunjung Taman Tegallega Tahun 2011 ... 39

3.2 Variabel Penelitian ... 43

3.3 Skala Likert ... 46

3.4 Penilaian Dan Kelas Interval ... 47

4.1 Luas Lahan Wilayah Taman Tegallega... 57

4.2 Penggunaan Lahan ... 59

4.3 Fasilitas Taman Konservasi Tegallega... 62

4.4 Tugas Pokok UPT Tegallega ... 66

4.5 Luasan RTH Kota Bandung ... 64

4.6 Aspek Dan Kriterian Evaluasi Konservasi Di Taman Tegallega ... 69

4.7 Pelaksanaan Program Konservasi Di Taman Tegallega ... 70

4.8 Pola Aktifitas Di Taman Tegallega ... 80

4.9 Penilaian Masyarakat Tentang Program Konservasi ... 94

4.10 Skor Pendapat skala Likert... 94

4.11 Penilaian Dan Kelas Interval ... 95


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

4.1 Peta Lokasi... 49

4.2 Master Plan Taman Tegallega ... 50

4.3 Struktur Organisasi UPT Tegallega ... 58

4.4 Chart Persentase Status Dan Jabatan Pegawai ... 59

4.5 Persebaran Vegetasi Taman Tegallega ... 72

4.6 Proporsi Lahan Terbuka Hijau Taman Tegallega ... 74

4.7 Pintu Gerbang ... 81

4.8 Tempat Sampah ... 82

4.9 Lampu Taman ... 83

4.10 Monumen Bandung Lautan Api ... 84

4.11 Fasilitas Olahraga ... 85

4.12 Jalur Pedestrian Taman Tegallega …...………... 86

4.13 Persentase Daerah Asal Pengunjung Taman Tegalega ... 87

4.14 Vandalisme Di Taman Tegallega ... 89

4.15 Keindahan Taman Tegallega Dalam Skala Likert ... 92

4.16 Kenyamanan Taman Tegalega Dalam Skala Likert ... 93

4.17 Keadaan Dan Keanekaragaman Hayati Taman Tegallega ... 94

4.18 Potensi Sejarah, Rekreasi, dan Olahraga Taman Tegallega ... 95


(6)

Dhani Farisanto, 2012

4.20 Chart PersentaseBelanjaWisatawan ... 97

4.21 Kesigapan Pengelola Taman Tegallega ... 97

4.22 Kondisi Kebersihan Taman Tegallega ... 98

4.23 Kondisi Sarana dan Prasarana Taman Tegallega ... 99

4.24 Penataan Kawasan Hijau Taman Tegallega ... 100


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Isu mengenai masalah lingkungan hidup makin menjadi bahasan yang sangat menarik dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya ruang publik, terutama Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) publik. Kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10% dari luas kota itu sendiri. Kondisi tersebut sangat jauh dibawah ketentuan pemerintah pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ( UUPR ) yang mewajibkan pengelola perkotaan yang menyediakan ruang terbuka hijau publik dengan luas minimal 20% dari luas kota tersebut.

Kurangnya proporsi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan disebabkan oleh tingginya permintaan lahan untuk kegiatan perkotaan. Sementara banyak pihak menganggap ruang terbuka hijau memiliki nilai ekonomi yang rendah sehingga termarjinalkan. Dengan berlakunya Undang-undang Tentang Penataan Ruang, banyak pemerintah daerah yang merasakan kesulitan dalam memenuhi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau publik seluas 20% dari luas kawasan perkotaan. Kekurangan proporsi ruang terbuka hiju yang ada di kota-kota di Indonesia disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata dan kian mempersempit ruang terbuka hijau yang ada. Pembangunan yang ada di kota-kota di Indonesia umumnya tidak memperhaitakan unsure ruang terbuka hijau. Berikut merupakan data mengenai luas RTH kota-kota besar di Indonesia :


(8)

Tabel 1.1

Proporsi RTH di kota-kota besar

NO Nama Kota Proporsi RTH

1 Jakarta 9,97%

2 Bandung 8,76%

3 Bogor 19,32%

4 Surabaya 9%

5 Surakarta 16%

6 Malang 4%

7 Makassar 3%

8 Medan 8%

9 Jambi 4%

10 Palembang 5% Rataan Luas RTH di

kota-kota besar di Indonesia

8, 69%

Sumber :Nirwono Joga, Aspek Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan, Presentasi dalam Workshop Nasional Pembangunan Kota yang Berkelanjutan , Jakarta 1 Oktober 2009

Berdasarkan Tabel 1.1 tentang proporsi ruang terbuka hijau di kota-kota yang ada di Indonesia, kota-kota besar yang ada di Indonesia belum memenuhi syarat ruang terbuka hijau seperti yang ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kota Bogor menjadi satu-satunya kota yang memiliki proporsi


(9)

ruang terbuka hijau dengan luas 19,32% dari luas keseluruhan kota. Pembenahan ruang terbuka hijau yang ada di kota-kota di Indonesia mutlak diperlukan guna memenuhi ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam upaya memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau diperlukan kerja sama di setiap elemen. Upaya pemenuhan ruang terbuka hijau bukan hanya menjadi tugas pemerintah, masyarakat pun dituntut agar peduli dengan keberadaan ruang terbuka hijau dengan menjaga kelestarian ekologis yang ada di dalamnya.

Kesulitan dalam pemenuhan proporsi ruang terbuka hijau yang kini dirasakan oleh kota-kota besar mulai tertular ke kota-kota yang lebih kecil. Namun, pengelola perkotaan dan masyarakat yang tidak menghargai nilai RTH juga masih terlihat. Banyak kota kecil yang semakin gersang karena pepohonannya ditebang untuk pelebaran jalan atau kegiatan perkotaan lainnya.

Seperti yang telah dijabarkan diatas, besarnya RTH dan berbagai permasalahan lainnya merupakan kombinasi yang menyulitkan pemerintah dalam memenuhi proporsi RTH dalam sebuah kota. Oleh karena itu, diperlukan inovasi untuk memenuhi fungsi sosial dan ekologis yang ada pada ruang terbuka hijau. Tentu sebelumnya perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui fungsi sosial dan ekologi RTH bila ketentuan penyediaan 20% dari luas kawasan perkotaan telah terpenuhi. Selanjutnya juga perlu dihitung fungsi sosial dan fungsi ekologis yang sudah dipenuhi oleh RTH yang ada. Dengan demikian inovasi atau terobosan yang dikembangkan adalah untuk memenuhi fungsi tersebut.

Demi menanggulangi permasalahan RTH yang kian kompleks, salah satu solusi jitu dalam mengatasi masalah ini adalah dengan dibangunnya lahan-lahan konservasi.


(10)

Kawasan konservasi dalam arti yang luas adalah kawasan dimana konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Adapun pengertian kawasan konservasi yang ditemukan dan digunakan oleh Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKAI), Departemen Kehutanan adalah : ‘kawasan yang ditetapkan sebagai

kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman baru, dan hutan lindung’.

Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman hayati sangat penting guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Pemerintah memiliki komitmen pada kegiatan konservasi keanekaragaman hayati, Direktoral Perlindungan dan Pelestarian Alam ( PPA ) telah ada semenjak urusan kehutanan masih dibawah Departemen Pertanian. Pada saaat Departemen Kehutanan terbentuk pada tahun 1983, Direktorat PPA ditingkatkan menjadi Direktorat Jendral Perlindungan dan Pelestarian Alam ( PPHA ).

Kota Bandung memiliki banyak sekali lahan konservasi yang ditujukan untuk mejaga kelestarian lingkungan dan objek daya tarik wisata. Salah satu lahan konservasi yang memiliki dua fungsi tersebut adalah kawasan Tegal Lega. Lapangan Tegal Lega itu sendiri memiliki luas 19,66 hektare. Di kelilingi beberapa fasilitas olahraga seperti lapangan sepakbola, trek jogging, kolam renang, lapangan upacara, monument Bandung Lautan Api dan di tumbuhi oleh pohon-pohon yang rimbun oleh


(11)

delegasi Negara Asia Afrika sebagai symbol perdamaian ketika Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika yang dilangsungkan pada bulan April tahun 2005.

Taman Tegal Lega merupakan taman konservasi yang dilindungi oleh peraturan daerah Kota Bandung. Dalam Peraturan Daerah Kota Bandung No. 1 Tahun 2008 disebutkan sebagai berikut :

a. Bahwa penempatan Monumen Bandung Lautan Api sebagai perjuangan masyarakat Jawa Barat dan penanaman puluhan jenis tanaman langka negara-negara Asia-Afrika pada Peringatan Lima Puluh Tahun Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 di Taman Tegallega telah menempatkan Taman Tegallega sebagai kawasan yang perlu dikonservasi itu dipandang perlu mengoptimalkan pengelolaannya

b. Bahwa optimalisasi pengelolaan kawasan konservasi Taman Tegallega untuk memberikan perlindungan terhadap pelestarian nilai kesejarahan sekaligus untuk meningkatkan fungsi ekologi, fungsi sosial, dan fungsi estetika yang melekat padanya

Dalam Peraturan Daerah Kota Bandung No. 1 Tahun 2008 Pasal 2 juga disebutkan mengenai maksud dan tujuan dari pengelolaan Taman Konservasi Tegallega. Berikut merupakan maksud dan tujuan dikelolanya Taman Konservasi Tegallega :

a. Memberikan sumbangan bagi pewarisan nilai-nilai kesejarahan b. Merupakan bagian dari pengembangan hutan kota dan paru-paru kota c. Merupakan bagian dari usaha penanggulangan fenomena pemanasan global


(12)

d. Menyediakan lahan serapan air dan mengurangi penurunan permukaan air tanah

e. Memelihara tanaman-tanaman langka dan tanaman lainnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kelestarian lingkungan hidup

f. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pengunjung baik yang melakukan rekreasi maupun melakukan studi

g. memelihara dan meningkatkan sarana dan prasarana yang tersedia h. Meningkatkan pendapatan asli daerah.

Jika dilihat dari Peraturan Daerah Kota Bandung No.1 Tahun 2008, dapat disimpulkan Taman Konservasi Tegallega memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai taman konservasi yang melindungi berbagai tanaman langka dan sebagai sarana rekreasi bagi masyarakat Kota Bandung. Untuk kegiatan rekreasi itu sendiri, Taman Tegallega memiliki beberapa fasilitas pendukung seperti Monumen Bandung Lautan Api dan beberapa fasilitas pendukung lainnya. Demi mendukung dua fungsi dari Taman Tegallega, maka pemerintah menyediakan beberapa fasilitas publik yang dapat menjadi sarana kegiatan rekreasi bagi pengunjung.

Dewasa ini taman konservasi Tegal Lega mengalami pergeseran fungsi dari yang telah dicanagkan oleh pemerintah daerah Kota Bandung. Peningkatan fungsi ekologi dan fungsi estetika taman konservasi Tegal Lega tidak lagi relevan dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah. Aspek komersialisasi lebih ditonjolkan dengan banyaknya event-event yang bertajuk diluar konservasi di taman ini. Tentunya hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik bukan hanya bagi pemerintah tetapi juga akan berdampak pada lingkungan.


(13)

Atas permasalahan yang telah dijabarkan diatas maka Taman Konservasi Tegallega memerlukan langkah evaluasi terhadap program konservasi yang telah dicanangkan oleh PERDA. Hal ini dikarenakan fungsi Taman Tegallega yang merupkan salah satu paru-paru kota Bandung yang harus dijaga. Evaluasi program konservasi ini betujuan untuk mengembalikan program yang telah dicanangkan ke tujuan awalnya, yakni melestarikan kelangsungan ekologi. Sisi ekologis di Taman Tegallega bukan hanya berperan sebagai ruang terbuka hijau tetapi juga dapat menjadi daya tarik wisata karena keanekaraman hayati yang ada. Tanaman-tanaman langka mendominasi Taman Tegallega yang telah ditanam oleh para delegasi Asia-Afrika pada tahun 2005.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang telah dijabarkan diatas menjelaskan permassalahan yang sangat penting adalah peralihan fungsi yang terjadi di taman konservasi Tegal Lega yang oleh pemerintah daearah kota Bandung ditetaapkan sebagai kawasan konservasi beralih fungsi menjadi kawasan komersial. Oleh karena itu diperlukan adanya penelitian tentang fungsi kawasan ini guna mengembalikan fungsi aslinya, mengingat kebutuhan suatu daerah akan ruang terbuka hijau ( RTH ).

Diperlukan langkah real oleh UPT Tegallega guna menemukan solusi yang tepat agar fungsi taman konservasi kembali seperti yang telah dicanangkan. Dimana akan menyelesaikan permasalahan bukan hanya dari sisi pemerintah, tetapi juga pihak swasta dan masyarakat. Salah satu langkah yang harus diambil adalah dengan proses pengevaluasian program yang telah ditetapkan oleh UPT Tegallega tentang pelestarian kawasan konservasi. Proses pengevaluasian program ini bertujuan untuk


(14)

mengetahui sejauh pencapaian pihak pengelola dalam menjaga fungsi Taman Tegalega.

Sistem pengelolaan yang baik akan menghasilkan output yang baik. Begitu pula dengan pengelolaan kawasan konservasi, dibutuhkan pengelolaan yang baik guna menjaga kelangsungan ekologi yang ada di dalamya. Tentu dalam proses pengelolaannya terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh pengelola dalam mewujudkan kawasan konservasi yang ideal.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka dapat dirumuskan batasan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah pengelolaan Taman Tegallega telah mengacu pada prinsip-prinsip konservasi ?

2. Apakah fungsi Tegal Lega telah sesuai dengan yang telah dicanangkan Pemerintah Daerah Kota Bandung ?

3. Kendala apa yang menjadi hambatan dalam mengelola Taman Tegal Lega ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya peneitian ini adalah untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan UPT Tegallega dalam mengelola Taman Konservasi Tegallega yang telah ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) demi menjaga kelangsungan ekologi yang ada. Fungsi lahan konservasi akan bermanfaat bagi semua elemen masyarakat bila dapat dilaksanakan dengan menghasilkan sintesa sebagai berikut:

1. Menganalisis sejauh mana pencapaian pengelola Taman Tegallega dalam mengadakan kegiatan yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi.


(15)

3. Meminimalisir kendala dalam pengelolaan Taman Tegallega sebagai taman konservasi.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari adanya penelitan ini adalah :

1. Sebagai bahan rujukan bagi pemerintah daerah kota Bandung dalam pelestarian Tegal Lega.

2. Bagi masyarakat sebagai bahan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ruang terbuka hijau ( RTH ) bagi kelestarian alam.

3. Sebagai bahan rujukan untuk para pelaku pariwisata agar tidak mengkomersialisasikan di Tegal Lega.

4. Sebagai bahan rujukan kepada pengelola agar terus meningkatkan program konservasi di Taman Tegallega.


(16)

(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Taman Tegal Lega secara administratif berada pada Kecamatan Regol Kelurahan Ciateul, Kota Bandung. Secara astronomis taman konservasi Tegal Lega

berada di koordinat 107º 36’ 17,6 " BT dan 06 º 56’ 4,7" LS dengan luas 19.6594 ha.

Kecamatan Regol termasuk dalam wilayah pembangunan Karees yang merupakan pusat Kota Bandung. Berikut merupakan batas-batas Tegal Lega, Kecamatan Regol Kelurahan Ciateul :

a. Sebelah utara : jl. Inggit Ganarsih b. Sebelah timur : jl. Mohammad Toha c. Sebelah selatan : jl. Peta / jl. lingkar dalam d. Sebelah barat : jl. Otto Iskandardinata

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2009:115) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. populasi juga bukan


(18)

sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu.

Sedangkan menurut Bungin, Burhan ( 99:2010 ) dalam metode penelitian kata populasi amat populer, digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.

Dalam penelitian ini populasi terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah populasi fisik yang berupa taman konservasi Tegallega. Yang kedua adalah populasi sosial yaitu Pengelola Taman Konservasi Tegallega dan pengunjung Taman Tegallega.

2. Sampel

Menurut Sugiyono ( 2009 : 116 ) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh poplasi tersebut. Apabila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu , maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif. Sampel fisik dalam penelitian ini adalah representasi potensi Taman Tegallega sebagai ruang publik . Sedangkan sampel manusianya


(19)

didasari pada pengelola Taman Tegallega dan pengunjung yang datang ke Taman Tegallega. Besaran sampelnya akan dirumuskan dengan menggunakan Slovin. Berikut adalah rumus Slovin yang dimaksud :

=

N 1+� �

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah seluruh anggota populasi e : Nilai toleransi terjadinya kesalahan

Sampel pada penelitian ini diambil berdasrkan data kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Taman Tegallega dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1

Data Pengunjung Taman Tegallega Tahun 2011

No Uraian Jumlah Pengunjung

1 HTM Kolam Renang

Anak-anak 16.883

Dewasa 5.314

Hari Libur 14.847

2 Atletik

Hari kerja 8.946


(20)

3 Kios bunga 21.673

4 Sepak bola

Hari kerja 390

Hari libur 110

5 Peron masuk kawasan 200.373 Jumlah Keseluruhan 283.307 Sumber : Arsip UPT Tegallega

Dalam penelitian ini jumlah wisatawan pada tahun 2011 sejumlah 283.307 wisatawan jika dirata-ratakan setiap bulannya maka jumlah wisatawan perbulannya adalah 23.608,91. Jumlah ini dikategorikan sebagai populasi besar, sehingga nilai kritis e atau batas ketelitiannya adalah 0,1 (10%). Maka dengan menggunakan rumus Slovin, berikut adalah perhitungannya :

�= 23.608,91 1 + 23.608,91 0,1 2

= 99,58

Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah minimum sampel wisatawan yang masuk dalam wilayah kajian penelitian yang harus diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 99,58 orang/responden, dibulatkan menjadi 100 orang/responden.


(21)

Menurut Sugiyono (2009:5) metode penelitian dapat diartikan sebagai cara alamiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditentukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu. Menurut Soehartono (1995: 9) metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Tika (2005: 6) studi deskriptif adalah penelitian yang mengarah kepada pengungkapan suatu masalah atau keadaan dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada di lapangan, walaupun kadang-kadang diberikan intepretasi atau analisis. Melalui studi deskriptif akan diidentifikasi kondisi faktual di daerah penelitian kemudian dianalisis berdasarkan data primer dan data sekunder.

Metode yang digunakan adalah metode Analisis deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best, 1982:119). Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.


(22)

Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan

tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan” (Yunanda : 2009).

Menurut Rijksen (1981) Konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Kelestarian adalah suatu bentuk penjagaan terhadap sumber daya yang telah ada agar tidak terjadi kerusakan yang menyebabkan sumber daya tersebut kehilangan fungsi aslinya.

Ekologi merupakan suatu ilmu yang membahas tentang ilmu yang mempelajari inti dari permasalahan antara hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya. Timbale baik antara lingkungan dengan makhluk hidup yang menempatinya dinamakan Ekologi. Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Ernest Haeckl di pertengahan tahun 1860. Kata ekologi secara harfiah berasal dari bahasa Romawi yaitu oikos yang berarti rumah dan logos berarti ilmu. Maka dapat diartikan bahwa ekologi adalah cabang ilmu yang mempelajari makhluk hidup di dalam rumahnya atau ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup.


(23)

Sugiyono ( 2009:58 ) mengemukakan bahwa variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Hatch dan Fahrady ( 1981 ) secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lainnya atau suatu obyek dengan obyek lainnya. Variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Variabel penelitian

Sumber : Hasil penelitian 2012

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Variabel Variabel Operasional Indikator

Konservasi (X) - Efektifias pengelolaan kawasan

- Persentase penggunaan lahan

- Konservasi ekosistem secara berkala

- Kondisi existing Tegallega Taman

Konservasi (Y)

- Program pelestarian taman

- Perawatan hayati di Taman Tegallega secara berkala - Kesesuaian fungsi

Taman Tegallega dengan PERDA


(24)

Teknik pengumpulan data yang dilakkan pada penelitian ini guna mendapatkan data yang akurat dan aktual adalah :

1. Observasi

Sutrisno Hadi ( 1986 ) mengemukakan bahwa, obsevasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Melalaui observasi ini diharapakan dapat mengetahui kondisi eksisting yang ada di lapangan.

2. Studi Literatur

Dengan menggunkan studi literature sebagai salah satu teknik pengumpulan data, diharapkan dapat mengetahui data-data yang berhubungan dengan lokasi, penguunaan lahan menurut PERDA Kota Bandung dan sebagai bahan perbandingan antara data-data tertulis dengan kondisi eksisting di lapangan.

3. Wawancara

Sugiyono ( 2009:194 ) mengutarakan bahwa wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit. Dengan dilakukannya wawancara terhadap pengunjung dan pengelolaa diharapkan dapat diketahui apa saja kendala yang dihadapi dalam program konservasi di Taman Tegallega seperti yang ditetapkan oleh PERDA Kota Bandung No.1 Tahun 2008. 4. Dokumentasi


(25)

Dilakukan untuk melengkapi data dalam menganalisis masalah yang sedang diteliti dengan jalan mencari informasi dari dokumen yang diperlukan dalam mendukung penelitian ini baik dari instansi pemerintah maupun swasta. Data tersebut berupa foto, peta atau dokumen lainnya.

5. Angket

Angket adalah teknik pengumpulan data melalui penyebaran seperangkat daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden yang menjadi anggota sampel penelitian.

Bentuk angket yang digunakan pada penelitian kali ini adalah jenis angket tertutup dimana responden hanya memilih alternatf jawaban yang tersedia yang dianggap sesuai dengan pertanyaan dan pernyataan. Responden tidak diwajibkan untuk memberikan alas an atas jawaban yang diberikan. Dalam penelitian ini juga digunakan angket dengan skala sikap kategori likert. Seperti yang dikemukakan

Sugiyono (2010:67) bahwa: “ skala likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan sikap sesorang atau kelompok tentang fenomena sosial’. Penulis

memberikan alternatif jawaban dengan skor sebagai berikut. Tabel 3.3

Skala Likert

Pernyataan Nilai

Sangat setuju/Selalu/Sangat baik 5


(26)

Ragu-ragu/Kadang/Cukup 3 Tidak setuju/Hampir tidak pernah/Kurang baik 2 Sangat tidak setuju/Tidak pernah/Sangat tidak baik 1 Sumber : Sugiyono 2010

Untuk menentukan nilai tertinggi, nilai terendah dan jarak atau interval dalam skala likert digunakan rumus sebagai berikut :

Nilai tertinggi : total responden x bobot terbesar 100 x 5 = 500

Nilai terendah : total responden x bobot terkecil 100 x 1 = 100

Interval : nilai tertinggi – nilai terendah Banyaknya kelas penilaian

(500-100) : 5 = 80

Jadi dalam skala likert mengenai pendapat atau penilaian pengguna terhadap program konservasi yang ada di Taman Tegallega, nilai terendahnya adalah 100 dan nilai tertinggi adalah 500, sedangkan interval pada tiap kelas penilaian adalah 80.

Tabel 3.4

Penilaian dan Kelas Interval

Interval Penilaian

100 - 179 Sangat Tidak Baik 180 – 259 Tidak Baik


(27)

260 - 339 Cukup

340 - 419 Baik

420 - 500 Sangat baik Sumber : hasil penelitian 2012

G. TEKNIK ANALISIS DATA

Analisi data merupakan sebuah proses penting dalam sebuah penelitian analisi data digunakan untuk memproses data yang telah ditemukan oleh penulis sehingga data tersebut bisa menjadi sebuah kesimpulan yang dapat diterima secara faktual. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah di fahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2012).

Berdasarkan pengertian di atas maka penulis membagi dua proses analisis data dalam melakukan penelitian ini. pertama yaitu Analisis Sebelum di Lapangan dan Analisis Data di Lapangan.

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Analisis ini dilakuka terhadap hasil studi pendahuluan atau data sekunder, namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang saat penulis terjun ke lapangan dengan melakukan Observasi.


(28)

2. Analisis Data di Lapangan

Analisis yang digunakan oleh penulis adalah model Miles dan Huberman, dimana analisis ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntan, sehingga menghasilkan data yang jenuh. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012) menjelaskan Aktifitas dalam analisis ini ada 3 yaitu :

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh di rangkum, lalu di pilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila perlu.

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dengan bentk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, Flowchart dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

c. Conclusion/ Verification

Langkah selanjutnya adalah pengambilan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan


(29)

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penulis kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Taman Tegallega mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awalnya Taman Tegallega dikenal sebagai lapangan tempat digelarnya event pacuan kuda oleh waga Belanda. Tepatnya pada tahun 1976, sebuah kolam sederhana dibangun diatas areal seluas 1,66 hektare. Pada tahun 2008 Taman Tegallega ditetapkan sebagai taman konservasi oleh Pemerintah Kota Bandung. Penetapan Taman Tegallega sebagai taman konservasi dimaksudkan untuk melindungi tanaman yang ditanam oleh para Delegasi Konferensi Asia Afrika dan memberikan manfaat bagi warga Kota Bandung. Penetapan Taman Tegallega sebagai taman konservasi membuat UPT Tegallega mengemban tugas berat dalam menjaga kelestarian ekologi yang ada dan seluruh sarana dan prasarana yang ada di Taman Tegallega.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pihak UPT Tegallega telah menjalankan program-program yang berbasis pada pilar konservasi. Hanya saja terdapat tiga program yang belum tercapai yaitu Pendataan habitat liar sebagai upaya memproteksi tanaman langka yang ada, pembibitan ulang terhadap vegetasi yang rusak, dan perlindungan system penyangga kehidupan. Tetapi sejauh ini pihak


(31)

UPT Tegallega telah menjalankan aktivitas yang mengacu pada pilar konservasi dan tingkat keberhasilan program tersebut sudah cukup baik apabila dilihat dari kondisi di faktual di lapangan.

2. Keseuaian kondisi faktual Taman Tegallega dengan fungsinya yang telah ditetapkan pada PERDA No.1 Tahun 2008. Fungsi ekologis Taman Tegallega bila dilihat dari proporsi lahan hijau sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hanya saja pola persebaran vegetasi yang ada di Taman Tegallega kurang merata. Hal ini terlihat masih terdapatnya areal yang jarang terdapat vegetasi.

3. Peran Taman Tegallega sebagai fungsi sosial juga telah baik. Berbagai aktifitas dilakukan oleh warga di taman ini. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di Taman Tegallega antara lain adalah aktifitas perdagangan, olahraga, rekreasi, dan aktifitas sosial dan budaya. Namun dengan banyaknya aktifitas yang terjadi di Taman Tegallega membuat kelangsungan ekologis yang ada menjadi rentan akan kerusakan. Dampak yang ditimbulkan akibat aktifitas perdagangan yang didominasi oleh PKL harus lebih diperhatikan apabila tidak ingin terjadi kerusakan pada vegetasi di Taman Tegallega.

4. Taman Tegallega memiliki fungsi sebagai penambah estetika Kota Bandung. Jika dilihat dari tiga aspek dasar penilaian sisi estetika sebuah taman, Taman Tegallega telah mencapai standar yang


(32)

ditentukan. Jika dilihat dari aspek fungsional sebuah taman, Taman Tegallega telah memiliki keragaman pada elemen lunak dan memiliki kelengkapan elemen keras yang menunjang aktifitas yang terjadi. Bila ditinjau dari segi proporsi lahan untuk vegetasi, Taman Tegallega memiliki space yang luas untuk lahan terbuka hijau. Bila dilihat dari aspek visualnya, dominasi warna alami lebih kental dibandingkan dengan warna yang mecolok.

5. Terdapat banyak sekali kendala yang dihadapi UPT Tegalega dalam mengelola Taman Tegallega menjadi taman yang memiliki banyak fungsi bagi warga Kota Bandung. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah kurangnya sumber daya manusia yang mengelola Taman Tegallega, menjamurnya pedagang kaki lima disekitar areal taman, pungutan liar yang dilakukan oleh oknum tertentu pada pengunjung yang akan menggunakan fasilitas Taman Tegallega, minimnya anggaran pengelolaan taman yang diberikan oleh PEMKOT Bandung, dan masalah sampah yang menumpuk di beberapa sudut taman.

B. Rekomendasi

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk pengelolaan Taman Tegallega agar kelestarian ekologi didalamnya tetap terjaga :

1. Pihak UPT Tegallega harus memenuhi tiga program yang dijalankan agar program konservasi yang dicanangkan bberjalan dengan baik.


(33)

2. Penanaman vegetasi pada areal yang jarang terdapat vegetasi perlu dilakukan oleh pihak UPT Tegallega agar meratanya persebaran vegetasi yang ada di Taman Tegallega.

3. Penambahan sumber daya manusia yang mengelola Taman Tegallega khusus nya pada bagian polisi taman mengingat banyaknya pengrusakan tanaman dan sarana yang terjadi di Taman Tegallega. 4. Melakukan penertiban terhadap oknum-oknum yang melakukan

pungutan liar di pintu gerbang.

5. Melakukan penertiban pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di areal Taman Tegallega dengan melakukan relokasi tempat para pedagang kaki lima atau menentukan waktu tertentu yang memperbolehkan para pedagang kaki lima menggelar dagangannya di areal taman.

6. Menambah jumlah tempat sampah serta menambah porsi pembersihan areal taman guna menanggulangi masalah sampah akibat ulah pengunjung.

7. Menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pengrusakan terhadap sarana dan prasarana taman agar terjaganya kesan keindahan yang ditimbulkan Taman Tegallega.

8. Perlunya melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan Taman Tegallega agar permasalahan anggaran pemeliharaan yang minim dapat ditanggulangi, tetapi dengan catatan kegiatan yang bersifat


(34)

konservatif lebih ditonjolkan dibandingkan kegiatan yang bersifat ekonomis.

9. Perlunya pembatasan penggunaan areal taman dalam segala kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada vegetasi yang ada di Taman Tegallega.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H. S. dan Nurhayati H. S, A. (1992) . Perencanaan Taman-Taman Umum. Bagian Khsusus Majalah Trubus. Jakarta

Attaya. (2009). Ruang Terbuka Hijau (RTH). (Online). Tersedia:

http://www.attayaya.net/2009/07/ruang-terbuka-hijau-rth.html (20 juni 2012)

Atmojo, S. W. (2007). “Menciptakan Taman Kota Berseri” . Solo Pos. (28 Mei

2007).

Direktorat Jendral Planologi Kehutanan. (2011). Kawasan Konservasi. (Online). Tersedia: http://bpkh8.net/pemolaan-kawasan-hutan/kawasan-konservasi/ (4 juni 2012)

Djamal. (2005). Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta : Bumi Aksara.

Fajri. (2010). Standar Dan Fungsi Taman Kota. (Online). Tersedia:

http://blog.ub.ac.id/rhiea/2010/10/31/standar-taman-kota/ ( 23 Mei 2012 ) Hakim, Rustam. (2000). Ruang Terbuka Dan Ruang Terbuka Hijau. (Online).

Tersedia: http://rustam2000.wordpress.com/ruang-terbuka-hijau/ (20 juni 2012) Kaslan A. Thohir. (1995). Butir-butir Tata Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.

Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Laurie, M. (1986). Pengantar kepada arsitektur pertamanan. Intermatra. Bandung Mclntyre, G. (1993). Sustainable Tourism Developments for Local Planners.

Spain: Omtor Madrid.


(36)

Riyadi, Slamet. (1981). Ecology, ilmu lingkungan, dasar-dasar pengetahuan dan

pengertiannya. Surabaya. Usaha Nasional Surabaya.

Rososoedarmo, Soedirjan. (1985). Pengantar Ekologi. Jakarta. Diterbitkan oleh fakultas pasca sarjana IKIP

SK Dirjen PHPA No 129, Tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung.

Singarimbun, M. dan Efendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: PD. Mahkota.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta

Soehartono.(1995). Pengantar Penelitian Sosial. Jakarta. Gunung Agung.

Tika, M. Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Pasal 3 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

Zoer’aini. (2003). Prinsip-prinsip ekologi, ekosistem, lingkungan dan pelestariannya.


(1)

UPT Tegallega telah menjalankan aktivitas yang mengacu pada pilar konservasi dan tingkat keberhasilan program tersebut sudah cukup baik apabila dilihat dari kondisi di faktual di lapangan.

2. Keseuaian kondisi faktual Taman Tegallega dengan fungsinya yang telah ditetapkan pada PERDA No.1 Tahun 2008. Fungsi ekologis Taman Tegallega bila dilihat dari proporsi lahan hijau sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hanya saja pola persebaran vegetasi yang ada di Taman Tegallega kurang merata. Hal ini terlihat masih terdapatnya areal yang jarang terdapat vegetasi.

3. Peran Taman Tegallega sebagai fungsi sosial juga telah baik. Berbagai aktifitas dilakukan oleh warga di taman ini. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di Taman Tegallega antara lain adalah aktifitas perdagangan, olahraga, rekreasi, dan aktifitas sosial dan budaya. Namun dengan banyaknya aktifitas yang terjadi di Taman Tegallega membuat kelangsungan ekologis yang ada menjadi rentan akan kerusakan. Dampak yang ditimbulkan akibat aktifitas perdagangan yang didominasi oleh PKL harus lebih diperhatikan apabila tidak ingin terjadi kerusakan pada vegetasi di Taman Tegallega.

4. Taman Tegallega memiliki fungsi sebagai penambah estetika Kota Bandung. Jika dilihat dari tiga aspek dasar penilaian sisi estetika sebuah taman, Taman Tegallega telah mencapai standar yang


(2)

ditentukan. Jika dilihat dari aspek fungsional sebuah taman, Taman Tegallega telah memiliki keragaman pada elemen lunak dan memiliki kelengkapan elemen keras yang menunjang aktifitas yang terjadi. Bila ditinjau dari segi proporsi lahan untuk vegetasi, Taman Tegallega memiliki space yang luas untuk lahan terbuka hijau. Bila dilihat dari aspek visualnya, dominasi warna alami lebih kental dibandingkan dengan warna yang mecolok.

5. Terdapat banyak sekali kendala yang dihadapi UPT Tegalega dalam mengelola Taman Tegallega menjadi taman yang memiliki banyak fungsi bagi warga Kota Bandung. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah kurangnya sumber daya manusia yang mengelola Taman Tegallega, menjamurnya pedagang kaki lima disekitar areal taman, pungutan liar yang dilakukan oleh oknum tertentu pada pengunjung yang akan menggunakan fasilitas Taman Tegallega, minimnya anggaran pengelolaan taman yang diberikan oleh PEMKOT Bandung, dan masalah sampah yang menumpuk di beberapa sudut taman.

B. Rekomendasi

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk pengelolaan Taman Tegallega agar kelestarian ekologi didalamnya tetap terjaga :

1. Pihak UPT Tegallega harus memenuhi tiga program yang dijalankan agar program konservasi yang dicanangkan bberjalan dengan baik.


(3)

2. Penanaman vegetasi pada areal yang jarang terdapat vegetasi perlu dilakukan oleh pihak UPT Tegallega agar meratanya persebaran vegetasi yang ada di Taman Tegallega.

3. Penambahan sumber daya manusia yang mengelola Taman Tegallega khusus nya pada bagian polisi taman mengingat banyaknya pengrusakan tanaman dan sarana yang terjadi di Taman Tegallega. 4. Melakukan penertiban terhadap oknum-oknum yang melakukan

pungutan liar di pintu gerbang.

5. Melakukan penertiban pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di areal Taman Tegallega dengan melakukan relokasi tempat para pedagang kaki lima atau menentukan waktu tertentu yang memperbolehkan para pedagang kaki lima menggelar dagangannya di areal taman.

6. Menambah jumlah tempat sampah serta menambah porsi pembersihan areal taman guna menanggulangi masalah sampah akibat ulah pengunjung.

7. Menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pengrusakan terhadap sarana dan prasarana taman agar terjaganya kesan keindahan yang ditimbulkan Taman Tegallega.

8. Perlunya melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan Taman Tegallega agar permasalahan anggaran pemeliharaan yang minim dapat ditanggulangi, tetapi dengan catatan kegiatan yang bersifat


(4)

konservatif lebih ditonjolkan dibandingkan kegiatan yang bersifat ekonomis.

9. Perlunya pembatasan penggunaan areal taman dalam segala kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada vegetasi yang ada di Taman Tegallega.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H. S. dan Nurhayati H. S, A. (1992) . Perencanaan Taman-Taman Umum. Bagian Khsusus Majalah Trubus. Jakarta

Attaya. (2009). Ruang Terbuka Hijau (RTH). (Online). Tersedia: http://www.attayaya.net/2009/07/ruang-terbuka-hijau-rth.html (20 juni 2012) Atmojo, S. W. (2007). “Menciptakan Taman Kota Berseri” . Solo Pos. (28 Mei

2007).

Direktorat Jendral Planologi Kehutanan. (2011). Kawasan Konservasi. (Online). Tersedia: http://bpkh8.net/pemolaan-kawasan-hutan/kawasan-konservasi/ (4 juni 2012)

Djamal. (2005). Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta : Bumi Aksara.

Fajri. (2010). Standar Dan Fungsi Taman Kota. (Online). Tersedia: http://blog.ub.ac.id/rhiea/2010/10/31/standar-taman-kota/ ( 23 Mei 2012 ) Hakim, Rustam. (2000). Ruang Terbuka Dan Ruang Terbuka Hijau. (Online).

Tersedia: http://rustam2000.wordpress.com/ruang-terbuka-hijau/ (20 juni 2012) Kaslan A. Thohir. (1995). Butir-butir Tata Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.

Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Laurie, M. (1986). Pengantar kepada arsitektur pertamanan. Intermatra. Bandung Mclntyre, G. (1993). Sustainable Tourism Developments for Local Planners.

Spain: Omtor Madrid.


(6)

Riyadi, Slamet. (1981). Ecology, ilmu lingkungan, dasar-dasar pengetahuan dan pengertiannya. Surabaya. Usaha Nasional Surabaya.

Rososoedarmo, Soedirjan. (1985). Pengantar Ekologi. Jakarta. Diterbitkan oleh fakultas pasca sarjana IKIP

SK Dirjen PHPA No 129, Tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung.

Singarimbun, M. dan Efendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: PD. Mahkota.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta

Soehartono.(1995). Pengantar Penelitian Sosial. Jakarta. Gunung Agung.

Tika, M. Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Pasal 3 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

Zoer’aini. (2003). Prinsip-prinsip ekologi, ekosistem, lingkungan dan pelestariannya. Bandung. Bumi Aksara.