MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MULTIPEL MATEMATIS, PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN SELF ESTEEM SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR………... HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL……….. DAFTAR GAMBAR………. DAFTAR LAMPIRAN……….. BAB I PENDAHULUAN..…………..………... A. Latar Belakang………... B. Rumusan Masalah………... C. Tujuan Penelitian………... D. Manfaat Penelitian………... E. Definisi Operasional………... BAB II KAJIAN PUSTAKA………...

A. Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika…... B. Representasi Multipel Matematis……..………... C. Pemecahan Masalah Matematis……….………... D. Keterkaitan Antara Kemampuan Representasi dan Pemecahan

Masalah Matematis serta Pendekatan Open Ended sebagai Suatu Solusi………... E. Situasi Didaktis dan Pedagogis dalam Pembelajaran

Matematika dengan Pendekatan Open Ended... F. Self Esteem………...

G. Beberapa Hasil Studi yang Relevan………... H. Hipotesis Penelitian………... BAB III METODE PENELITIAN……….………..

A. Disain Penelitian………...

B. Subyek Penelitian………..

i ii iii iv vi vii viii ix xi xv xvii 1 1 15 16 16 17 19 19 34 40 52 55 61 68 75 77 77 79


(2)

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya………... E. Perangkat Pembelajaran dan Pengembangannya……….. F. Prosedur Penelitian………... G. Prosedur Analisis Data………..

H. Waktu Penelitian………...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... A. Hasil Penelitian dan Analisis Data………

B. Pembahasan………...

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI………

A. Kesimpulan………...

B. Implikasi………

C. Rekomendasi………...

DAFTAR PUSTAKA………...………... LAMPIRAN ………..

82 105 107 109 112 113 114 184 200 200 203 206 207 213


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan: (1) komunikasi matematis, (2) penalaran matematis, (3) pemecahan masalah matematis, (4) koneksi matematis, dan (5) representasi matematis (NCTM, 2000: 7). Menurut Sumarmo (2005), kemampuan-kemampuan tersebut disebut dengan daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematis (doing math). Lebih lanjut Sumarmo menyatakan bahwa melalui keterampilan matematis (doing math) di atas, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik masa kini dan kebutuhan peserta didik masa datang. Kebutuhan peserta didik masa kini adalah siswa memahami konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya ketika siswa masih duduk di bangku sekolah, sedangkan kebutuhan peserta didik masa datang adalah siswa memiliki kemampuan penalaran yang sangat diperlukannya di masyarakat sehingga mampu berkompetetif dengan bangsa lain. Dengan demikian, pembelajaran matematika pada jenjang sekolah manapun diharapkan dapat mengembangkan kemampuan matematis peserta didik melalui tugas matematika yang dapat mendukung tujuan di atas.

Salah satu keterampilan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Standar pemecahan masalah NCTM,


(4)

menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk:

1. membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; 2. memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam

konteks-konteks yang lain;

3. menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah;

4. memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematis. (NCTM, 2000: 52)

Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.


(5)

3

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dilihat dari kedua tujuan tersebut pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang cukup penting dalam proses pembelajaran matematika. Melalui kegiatan pemecahan masalah aspek-aspek kemampuan matematika yang penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematis dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik (Suherman, et al., 2003: 89).

Pentingnya pemecahan masalah juga ditegaskan dalam NCTM (2000: 52) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2006: 341) yang mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Soedjadi (1994: 36) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu keterampilan pada diri peserta didik agar mampu menggunakan kegiatan matematis untuk memecahkan masalah dalam matematika, masalah dalam ilmu lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, kemampuan pemecahan masalah diperlukan untuk melatih siswa agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupannya yang


(6)

semakin kompleks, bukan hanya pada masalah dalam matematika itu sendiri tetapi juga masalah-masalah dalam bidang studi lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya.

Namun, kenyataan di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan, pembelajaran matematika masih cenderung berorientasi pada buku teks, tak jarang dijumpai guru matematika masih terpateri pada kebiasaan mengajarnya dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa. Pembelajaran seperti ini tentunya kurang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang dicontohkan guru, jika diberikan soal yang berbeda mereka akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya..

Lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Indonesia ditunjukkan oleh survey yang dilakukan JICA Technical Cooperation Project for

Development of Science and Mathematics Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia atau IMSTEP pada tahun 1999 di kota Bandung, yang

menemukan bahwa salah satu kegiatan bermatematika yang dipandang sulit oleh siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya adalah pemecahan masalah. Hasil ini didukung pula oleh hasil studi internasional dari


(7)

5

TIMSS pada tahun 1999 untuk siswa kelas delapan SLTP bahwa soal-soal matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia (Suryadi, 2005: 3). Demikian pula dengan hasil studi PISA pada tahun 2006, Indonesia berada pada peringkat 52 dari 57 negara dalam mata pelajaran matematika. Salah satu hal yang dinilai dalam tes tersebut adalah kemampuan pemecahan masalah matematis.

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sangat berhubungan dengan kemampuan representasi matematis mereka. Konstruksi representasi matematis yang tepat akan memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Suatu masalah yang rumit akan menjadi lebih sederhana jika menggunakan representasi yang sesuai dengan permasalahan tersebut, sebaliknya konstruksi representasi yang keliru membuat masalah menjadi sukar untuk dipecahkan.

Standar representasi (NCTM), menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: 1. menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat,

dan mengomunikasikan ide-ide matematis;

2. memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematis untuk memecahkan masalah;

3. menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematis.


(8)

Pencantuman representasi sebagai komponen standar proses dalam

Principles and Standards for School Mathematics selain kemampuan pemecahan

masalah, penalaran, komunikasi dan koneksi cukup beralasan karena untuk berpikir matematis dan mengomunikasikan ide-ide matematis seseorang perlu merepresentasikannya dalam berbagai bentuk representasi matematis. Selain itu tidak dapat dipungkiri bahwa obyek dalam matematika itu semuanya abstrak sehingga untuk mempelajari dan memahami ide-ide abstrak itu tentunya memerlukan representasi.

Jones (2000) mengatakan bahwa terdapat tiga alasan mengapa representasi merupakan salah satu dari proses standar, yaitu:

1. kelancaran dalam melakukan translasi diantara berbagai jenis representasi yang berbeda merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematis,

2. ide-ide matematis yang disajikan guru melalui berbagai representasi akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap siswa dalam mempelajari matematika,

3. siswa membutuhkan latihan dalam membangun representasinya sendiri sehingga memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Dengan demikian diharapkan bahwa bilamana siswa memiliki akses ke representasi-representasi dan gagasan-gagasan yang mereka tampilkan, mereka


(9)

7

memiliki sekumpulan alat yang siap secara signifikan akan memperluas kapasitas mereka dalam berpikir matematis (NCTM, 2000: 67).

Beberapa bentuk representasi matematis, seperti verbal, gambar, numerik, simbol aljabar, tabel, diagram, dan grafik merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari pelajaran matematika. Namun pada umumnya dalam pembelajaran matematika, representasi matematis dipelajari atau diajarkan hanya sebagai pelengkap dalam menyelesaikan masalah matematika. Seharusnya sebagai komponen pembelajaran yang esensial, kemampuan representasi matematis siswa perlu senantiasa dilatih dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.

Hudiono (2005: 3) dalam penelitiannya pada pembelajaran matematika di SMP menyimpulkan bahwa keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar di kelas dengan cara konvensional belum memungkinkan untuk mengembangkan daya representasi siswa secara optimal. Sejalan dengan pendapat tersebut, dalam NCTM (2000: 207) dinyatakan bahwa kemampuan representasi matematis siswa sangat terbatas, sehingga ketika siswa memecahkan masalah, cara penyelesaian yang digunakannya cenderung melihat keterkaitan unsur-unsur penting dalam masalah tersebut, yang didominasi representasi simbolik, tanpa memperhatikan representasi bentuk lain. Sebagaimana yang dicontohkan tentang peran representasi siswa dalam memecahkan masalah berikut: ”Apa yang akan terjadi terhadap luas daerah sebuah persegipanjang jika panjang sisi-sisinya menjadi dua kali dari panjang semula?”. Terdapat berbagai pemikiran siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Dijelaskan lebih lanjut, salah satu bentuk penyelesaiannya adalah memisalkan panjang dan lebar persegi panjang semula dengan a dan b. Kemudian


(10)

menentukan panjang dan lebar persegi panjang yang baru adalah 2a dan 2b, sehingga diperoleh luas yang baru adalah 2a × 2b = 4ab. Disimpulkan luas daerah persegipanjang yang baru adalah empat kali luas persegi panjang semula.

Selain cara tersebut, terdapat siswa yang dengan tergesa-gesa menduga persegipanjang yang baru akan memiliki luas daerah sebesar dua kali luas daerah persegipanjang semula. Padahal dengan menggunakan gambar akan sangat membantu penyelesaian masalah tersebut, seperti bentuk gambar yang diajukan oleh seorang siswa, yakni:

= 41 dari seluruh persegipanjang

Gambar 1.1. Representasi Siswa dari Hasil Menduakalikan Ukuran

Panjang Sisi-Sisi Persegipanjang

Dari hasil representasi tersebut terlihat bahwa persegipanjang yang baru memiliki luas daerah sebesar empat kali luas daerah persegipanjang semula.

Keterkaitan yang erat antara kemampuan representasi matematis dan pemecahan masalah matematis juga telah dibuktikan dalam beberapa hasil penelitian. Brenner et al. (Neria dan Amit, 2004) menyatakan bahwa proses dari kesuksesan pemecahan masalah bergantung pada ketrampilan representasi yang meliputi konstruksi dan menggunakan representasi matematis dalam kata-kata, grafik, tabel dan persamaan, memecahkan dan manipulasi simbol. Gagne dan Mayer (Hwang, et al., 2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan representasi yang baik merupakan kunci untuk memperoleh solusi yang tepat dalam memecahkan masalah.


(11)

9

Kemampuan pemecahan masalah matematis dan representasi multipel matematis merupakan suatu kemampuan yang dapat dikembangkan pada setiap siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat akan menunjang pengembangan kedua kemampuan tersebut. Ruseffendi (2006: 240) menyatakan bahwa pendekatan merupakan suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pelajaran itu dikelola. Salah satu altenatif pendekatan pembelajaran matematika yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan representasi multipel dan pemecahan masalah matematis siswa adalah pendekatan open ended.

Pendekatan open ended dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970an. Pendekatan open ended merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah terbuka yang dapat dijawab dengan banyak cara/metode penyelesaian atau jawaban benar yang beragam. Dengan keberagaman cara penyelesaian dan jawaban tersebut, maka memberikan keleluasaan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah. Siswa dapat menggali pengetahuan ataupun sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menarik suatu kesimpulan, membuat rencana dan memilih cara atau metode dalam menyelesaikan masalah, serta menerapkan kemampuan matematika mereka sehingga diharapkan siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman menemukan sesuatu yang baru dalam suatu proses penyelesaian masalah.

Pembelajaran dengan menggunakan masalah atau soal open ended dapat memberikan siswa banyak pengalaman dalam menafsirkan masalah dan mungkin pula membangkitkan gagasan-gagasan yang berbeda dalam menyelesaikan suatu


(12)

masalah (Silver, 1997: 77). Hal ini tentunya akan membuka kemungkinan siswa menggunakan berbagai representasi untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapinya, dan dapat membantu siswa melakukan pemecahan masalah secara kreatif, sehingga melalui pembelajaran dengan pendekatan open ended diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa.

Keberagaman cara penyelesaian dan jawaban dalam pembelajaran dengan pendekatan open ended akan mendorong respon yang luas dari suatu masalah dan memungkinkan siswa menjelaskan ide-ide matematis dengan cara yang berbeda. Dengan demikian jika seorang guru bermaksud menerapkan pendekatan open

ended dalam pembelajaran matematika maka guru perlu memikirkan prediksi

respon siswa atas situasi masalah terbuka serta antisipasinya sehingga akan memperlancar jalannya proses pembelajaran. Antisipasi tersebut tidak hanya menyangkut hubungan siswa dengan materi tetapi juga hubungan guru dengan siswa baik secara individu, kelompok atau kelas. Terpeliharanya hubungan yang baik antara guru – siswa – materi dalam situasi didaktis dan pedogogis diharapkan dapat menciptakan suatu proses pembelajaran matematika dengan hasil yang optimal.

Sebagai contoh, berikut ini disajikan gambaran situasi didaktis dan pedagogis yang terjadi pada saat ujicoba pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan (Fadillah, 2009: 9) pada materi relasi dan fungsi. Masalah open ended yang disajikan di awal pembelajaran adalah sebagai berikut.


(13)

11

Di RT IV terdapat tiga keluarga yang rumahnya berdekatan. Keluarga pertama memiliki empat anggota keluarga yaitu Pak Andi dan Bu Dini serta kedua anak mereka, Dono dan Doni. Keluarga kedua terdiri dari Pak Budi dan Bu Tuti dengan ketiga anaknya Tina, Toni dan Tini. Keluarga ketiga terdiri dari Pak Amir dan Bu Rini

1. Dapatkah kamu membuat tiga himpunan dari anggota-anggota keluarga tersebut?

2. Misalkan himpunan yang kamu buat pada bagian a diberi nama himpunan A, B, dan C. Isikanlah anggota dari masing-masing himpunan yang kamu buat tersebut pada diagram berikut!

A B C

Selain ketiga himpunan di atas, masih adakah himpunan lain yang anggotanya berbeda dengan himpunan A, B dan C yang dapat kamu buat? Jika ada, gambarkan himpunan tersebut dalam diagram seperti di atas!

3. Buatlah hubungan antara anggota dua himpunan (misalkan hubungan antara anggota himpunan A dan anggota himpunan B, anggota himpunan A dan anggota himpunan C atau yang lainnya) yang kamu gambarkan pada bagian b dengan tanda panah. Kemudian beri nama hubungan tersebut dengan kata-katamu sendiri.

Masalah tersebut bertujuan untuk mengenalkan siswa tentang konsep relasi. Beberapa respon yang berbeda diharapkan muncul ketika siswa mencoba untuk


(14)

membuat berbagai macam himpunan dari anggota-anggota keluarga tersebut. Siswa diharapkan dapat membuat himpunan ayah, himpunan ibu, himpunan anak atau himpunan-himpunan lainnya,yang pada akhirnya dari himpunan-himpunan tersebut, siswa diharapkan dapat membuat berbagai macam relasi antar dua himpunan, seperti: ”ayah dari”, ”ibu dari”, ”anak dari”, ”teman dari”, dan sebagainya.

Namun kenyataan di lapangan, sebagian besar kelompok merespon masalah tersebut dengan jawaban yang sama, yakni himpunan keluarga pertama terdiri dari Pak Andi, Bu Dini, Dono, dan Doni; himpunan keluarga kedua terdiri dari Pak Budi, Bu Tuti, Tina, Toni,dan Tini; dan himpunan keluarga ketiga terdiri dari Pak Amir dan Bu Rini. Beberapa kelompok lainnya tidak dapat memberikan respon sama sekali terhadapmasalah tersebut, mereka kesulitan dalam membuat himpunan.

Kesamaan dan ketiadaan respon yang diberikan siswa tersebut mengakibatkan siswa mengalami kesulitan ketika mencoba membuat relasi antar dua himpunan. Kesamaan respon ini juga mengakibatkan pembelajaran open

ended menjadi kurang efektif. Hal ini menunjukkan bahwa situasi didaktis yang

dirancang guru tidak serta merta bisa membuat siswa belajar dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, guru harus memberikan scaffolding yang tepat agar siswa dapat memberikan respon yangsesuai dengan harapan guru.

Antisipasi didaktis dan pedagogis diperlukan guna mengatasi berbagai respon siswa yang tidak mendukung proses pembelajaran, yang mungkin saja akan terjadi dalam suatu proses pembelajaran. Prediksi respon siswa dapat dibuat dalam skenario pembelajaran yang merupakan bagian dari rencana pembelajaran. Prediksi yang matang akan sangat membantu guru sebagai kerangka acuan untuk


(15)

13

mempersiapkan teknik scaffolding yang harus dilakukannya ketika respon yang diberikan siswa belum sesuai dengan harapan guru.

Penerapan pembelajaran dengan pendekatan open ended yang dilengkapi dengan antisipasi didaktis dan pedagogis yang dipersiapkan secara matang, selain diharapkan dapat meningkatkan kemampuan representasi multipel matematis dan pemecahan masalah matematis, diharapkan pula dapat meningkatkan self esteem siswa dalam matematika. Self Esteem (kekaguman diri) sebagai salah satu komponen afektif juga perlu mendapatkan perhatian dalam dunia pendidikan.

Muijs dan Reynolds (2008: 217) mengatakan bahw self-esteem yang rendah memiliki efek yang merugikan terhadap prestasi belajar siswa. Tobias (Cristian, et

al, 1999) dalam penelitiannya melaporkan bahwa siswa yang memiliki sikap

negatif terhadap matematika adalah siswa yang memiliki self esteem yang lemah. Mereka senantiasa mencela diri mereka sendiri untuk memperoleh kesuksesan dalam matematika. Siswa yang telah merasa bahwa dirinya tidak akan pernah bisa sukses dalam matematika tentunya akan putus asa ataupun tidak mau berusaha belajar matematika, walaupun belum tentu selamanya mereka tidak bisa memahami matematika. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.

Menemukan hubungan antara prestasi belajar siswa dengan self-esteem siswa, merupakan sesuatu yang saat ini banyak dikaji oleh para pemerhati pendidikan. Secara umum beberapa penelitian menunjukkan self-esteem dan prestasi belajar siswa saling mempengaruhi, artinya meningkatnya prestasi belajar siswa dapat meningkatkan self esteem siswa. Sebaliknya, meningkatnya self


(16)

Dalam pembelajaran matematika, guru harus berupaya menciptakan suatu kondisi pembelajaran agar siswa tidak selalu merasa bahwa matematika itu sulit, siswa yang berkemampuan kurang pun masih dapat mengikuti pembelajaran ataupun menyelesaikan masalah matematis dengan baik. Hal ini dapat mengembangkan self-esteem siswa, khususnya dalam bidang matematika. Ketika

self-esteem yang tinggi telah terbentuk dalam diri siswa, maka siswa tidak lagi

mudah putus asa dalam menyelesaikan soal ataupun memecahkan masalah matematis. Dengan kondisi ini, diharapkan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika dapat ditingkatkan.

Lebih spesifik, Hembree (Opachich dan Kadijevich, 2000) dalam penelitiannya menemukan hubungan yang sangat signifikan antara tingkat self

esteem siswa dalam matematika dan kemampuan pemecahan masalah. Karena itu

melalui pembelajaran dengan pendekatan open ended, selain diharapkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa meningkat, sekaligus diharapkan self esteem siswa dalam matematika juga meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mengkaj peningkatan kemampuan representasi multipel matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan self esteem siswa dalam matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan yang memperoleh pembelajaran biasa. Di samping itu ditinjau pula faktor level sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah).


(17)

15

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan diteliti dan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini yaitu:

1. Apakah peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) kemampuan awal matematis siswa?

2. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa?

4. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) kemampuan awal matematis siswa?

5. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

6. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

7. Apakah self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih baik daripada siswa yang memperoleh


(18)

pembelajaran biasa ditinjau dari: (1) keseluruhan, (2) level sekolah, dan (3) kemampuan awal matematis siswa?

8. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap self

esteem siswa dalam matematika?

9. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa terhadap self esteem siswa dalam matematika?

10. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan representasi multipel matematis, pemecahan masalah matematis, dan self esteem siswa dalam matematika?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tersusunnya deskripsi hasil penelitian secara komprehensif tentang perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis, pemecahan masalah matematis dan self esteem siswa dalam matematika menurut variasi pembelajaran yaitu dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa dan kaitan antara kedua pembelajaran tersebut dengan level sekolah dan kemampuan awal matematis siswa.

2. Tersusunnya deskripsi hasil penelitian secara komprehensif tentang interaksi antara pembelajaran dan level sekolah serta pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan representasi multipel matematis, pemecahan masalah matematis dan self esteem siswa dalam matematika.


(19)

17

3. Untuk mendeskripsikan asosiasi antara kemampuan representasi multipel matematis, pemecahan masalah matematis, dan self esteem siswa dalam matematika.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan representasi multipel matematis dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Bagi guru, diharapkan dengan tersusunnya deskripsi yang rinci dari proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended, dapat menjadi acuan bagi guru ketika akan menerapkan pendekatan open ended dalam pembelajarannya dan dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika yang dapat digunakannya untuk meningkatkan kemampuan representasi multipel matematis dan pemecahan masalah matematis siswa.

3. Bagi peneliti, menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk peneliti lain (penelitian yang relevan) dan pada penelitian yang sejenis.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti, maka berikut ini dituliskan definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.


(20)

1. Pembelajaran dengan pendekatan open ended adalah suatu pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah yang memiliki metode/cara atau penyelesaian yang benar lebih dari satu. Kemudian siswa bekerja secara individual dan berkelompok untuk menyelesaikan masalah, selanjutnya hasil pekerjaan siswa, baik secara individu maupun kelompok disimpulkan dalam diskusi kelas.

2. Kemampuan representasi multipel matematis adalah kemampuan menggunakan berbagai bentuk matematis untuk menjelaskan ide-ide matematis, melakukan translasi antar bentuk matematis, dan menginterpretasi fenomena matematis dengan berbagai bentuk matematis, yaitu visual (grafik, diagram, tabel, atau gambar); simbolik (pernyataan matematis/ notasi matematis, numerik/ simbol aljabar); verbal (kata-kata atau teks tertulis). 3. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan memahami

masalah, merencanakan strategi dan prosedur pemecahan masalah, melakukan prosedur pemecahan masalah, memeriksa kebenaran jawaban dan hasil yang diperoleh serta menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal. 4. Self esteem siswa dalam matematika adalah penilaian siswa terhadap

kemampuan, keberhasilan, kemanfaatan dan kebaikan diri mereka sendiri dalam matematika.

5. Kemampuan awal matematis adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang sebelum pembelajaran berlangsung, pengetahuan ini diukur melalui soal-soal yang diadopsi dari soal ujian nasional SMP tahun pelajaran 2006/2007 dan 2007/2008.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian ekperimen, dengan desain penelitian kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design), yang dapat digambarkan sebagai berikut:

O X O O O

Dipilih tiga sekolah, yang masing-masing tergolong dalam level sekolah tinggi, sedang, dan rendah. Dari masing-masing sekolah dipilih dua kelas, satu kelas untuk eksperimen dan satu kelas lagi untuk kontrol. Pada kelompok eksperimen diberi perlakuan (X) yaitu pembelajaran dengan pendekatan open ended, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan khusus. Sebelum perlakuan siswa diberi pretes (O) dan setelah diberi perlakuan diberi postes (O).

Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pendekatan tersebut terhadap kemampuan representasi multipel matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis dan self esteem siswa dalam matematika maka dalam penelitian ini dilibatkan faktor level sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Dengan menggunakan model Weiner, disain penelitian ini dapat disajikan seperti pada Tabel 3.1., Tabel 3.2., dan Tabel 3.3.


(22)

Tabel 3.1

Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Multipel Matematis, Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis Siswa

REPRESENTASI MULTIPEL MATEMATIS (R) Level

Sekolah (L)

Pembelajaran Open Ended (PO) Pembelajaran Biasa (PB)

Kemampuan Awal Matematis (K) Kemampuan Awal Matematis (K)

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL TINGGI

(T)

R - PO (LT,KT)

R - PO (LS,KT)

R - PO (LR,KT)

R - PO (KT)

R - PB (LT,KT)

R - PB (LS,KT)

R - PB (LR,KT)

R - PB (KT) SEDANG

(S)

R - PO (LT,KS)

R - PO (LS,KS)

R - PO (LR,KS)

R - PO (KS)

R - PB (LT,KS)

R - PB (LS,KS)

R - PB (LR,KS)

R - PB (KS) RENDAH

(R)

R - PO (LT,KR)

R - PO (LS,KR)

R - PO (LR,KR)

R - PO (KR)

R - PB (LT,KR)

R - PB (LS,KR)

R - PB (LR,KR)

R - PB (KR) TOTAL R - PO

(LT)

R - PO (LS)

R - PO (LR)

R - PO

R - PB (LT)

R - PB (LS)

R - PB (LR)

R - PB Keterangan:

R - PO (LT,KT) : kemampuan representasi multipel matematis siswa berkemampuan tinggi pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended

R - PB (KS) : kemampuan representasi multipel matematis siswa berkemampuan sedang yang memperoleh pembelajaran biasa. R – PO (LR) : kemampuan representasi multipel matematis siswa pada level

sekolah rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended.

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis Siswa

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS (P)

Level Sekolah

(L)

Pembelajaran Open Ended (PO) Pembelajaran Biasa (PB)

Kemampuan Awal Matematis (K) Kemampuan Awal Matematis (K)

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL TINGGI

(T)

P - PO (LT,KT)

P - PO (LS,KT)

P - PO (LR,KT)

P - PO (KT)

P - PB (LT,KT)

P - PB (LS,KT)

P - PB (LR,KT)

P - PB (KT) SEDANG

(S)

P - PO (LT,KS)

P - PO (LS,KS)

P - PO (LR,KS)

P - PO (KS)

P - PB (LT,KS)

P - PB (LS,KS)

P - PB (LR,KS)

P - PB (KS) RENDAH

(R)

P - PO (LT,KR)

P - PO (LS,KR)

P - PO (LR,KR)

P - PO (KR)

P - PB (LT,KR)

P - PB (LS,KR)

P - PB (LR,KR)

P - PB (KR) TOTAL P - PO P - PO P - PO P - PO

P - PB P - PB P - PB P - P B


(23)

79

Keterangan:

P - PO (LT,KT) : kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berkemampuan tinggi pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended P - PB (KS) : kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

berkemampuan sedang yang memperoleh pembelajaran biasa. P - PO (LR) : kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada level

sekolah rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended.

Tabel 3.3

Keterkaitan antara Self Esteem Siswa dalam Matematika, Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis Siswa

SELF ESTEEM (S)

Level Sekolah

(L)

Pembelajaran Open Ended (PO) Pembelajaran Biasa (PB)

Kemampuan Awal Matematis (K) Kemampuan Awal Matematis (K)

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL TINGGI

(T)

S - PO (LT,KT)

S - PO (LS,KT)

S - PO (LR,KT)

S - PO (KT)

S - PB (LT,KT)

S - PB (LS,KT)

S - PB (LR,KT)

S - PB (KT) SEDANG

(S)

S - PO (LT,KS)

S - PO (LS,KS)

S - PO (LR,KS)

S - PO (KS)

S - PB (LT,KS)

S - PB (LS,KS)

S - PB (LR,KS)

S - PB (KS) RENDAH

(R)

S - PO (LT,KR)

S - PO (LS,KR)

S - PO (LR,KR)

S - PO (KR)

S - PB (LT,KR)

S - PB (LS,KR)

S - PB (LR,KR)

S - PB (KR) S - PO

(LT)

S - PO (LS)

S - PO (LR)

S - PO S - PB (LT)

S - PB (LS)

S - PB (LR)

S - PB Keterangan:

S - PO (LT,KT) : self esteem siswa kelompok tinggi pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended. P - PB (KS) : self esteem siswa kelompok sedang yang memperoleh

pembelajaran biasa.

P - PO (KS) : self esteem siswa pada level sekolah rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended.

B. Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP se Kota Pontianak. Subyek sampelnya adalah siswa kelas VIII SMP dari tiga SMP yang ada di Pontianak yang tergolong dalam level sekolah tinggi, sedang dan rendah.


(24)

Dipilihnya siswa kelas VIII SMP dengan pertimbangan bahwa siswa di kelas ini sudah lebih homogen dalam kemampuan dasarnya.

Level sekolah ditetapkan berdasarkan hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun ajaran 2007/2008 pada empat mata pelajaran. Dari 67 SMP di Pontianak terdapat 7 SMP berada pada level sekolah tinggi, 34 SMP berada pada level sekolah sedang, dan 16 SMP berada pada level sekolah rendah. Dari level sekolah tinggi, sedang, dan rendah dipilih masing-masing satu SMP secara acak. Terpilih SMP Negeri 3 yang tergolong dalam level sekolah tinggi, SMP Negeri 11 yang tergolong dalam level sekolah sedang, dan SMP Haruniyah yang tergolong dalam level sekolah rendah sebagai sekolah yang akan dilibatkan dalam penelitian ini.

Dari ketiga sekolah (SMPN 3, SMPN 11, dan SMP Haruniyah), dipilih dua kelas VIII secara acak pada masing-masing sekolah sebagai subyek sampel. Selanjutnya dari kedua kelas VIII pada masing-masing sekolah, dipilih secara acak pula untuk menentukan masing-masing satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Rumus yang digunakan untuk menentukan ukuran sampel minimal pada penelitian ini adalah: 2

2 2

j z n= σx

(Ruseffendi, 2005: 105), dengan: n : besarnya ukuran sampel

j : setengah jarak kekeliruan terhadap nilai rata-rata hitung yang dapat ditoleransi (setengah interval konfidensi)

z : nilai z untuk derajat konfidensi terpilih x


(25)

81

Dengan menggunakan taksiran parameter σx2= 1,66 (dari hasil ujian nasional tahun 2007/2008), kekeliruan yang ditolerir adalah 0,5, maka dapat dihitung besar sampel minimal sebagai berikut:

2 2

) 5 , 0 (

) 66 , 1 ( ) 57 , 2 ( =

n = 43,86 ≈ 44.

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka besar sampel minimal untuk penelitian ini adalah 44 siswa.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang penerapan pembelajaran matematika di kelas VIII SMP, yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan representasi multipel matematis, pemecahan masalah matematis, self esteem siswa dalam matematika. Penelitian ini juga akan membandingkan perlakuan antara pembelajaran dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa. Variabel lain yang juga akan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah level sekolah yakni kategori tinggi, sedang dan rendah dan kemampuan awal matematis siswa yakni kategori tinggi, sedang dan rendah.

Dari uraian tersebut, variabel pada penelitian ini meliputi variabel bebas yakni pembelajaran dengan pendekatan open ended dan pembelajaran biasa. Variabel terikatnya adalah kemampuan representasi multipel matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis dan self esteem siswa dalam matematika. Variabel kontrolnya adalah level sekolah (tinggi, sedang, rendah) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).


(26)

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Penelitian ini menggunakan lima buah instrumen, yaitu tes kemampuan awal matematis, tes representasi multipel matematis, tes pemecahan masalah matematis, skala self esteem siswa dalam matematika, dan pedoman observasi. Langkah awal yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi instrumen dan merancang instrumen penelitian untuk selanjutnya dilakukan penilaian ahli. Yang dimaksud ahli adalah para penimbang atau validator yang berkompeten untuk menilai instrumen penelitian dan memberikan masukan atau saran, guna penyempurnaan instrumen yang telah disusun. Setelah instrumen direvisi berdasarkan masukan para ahli, instrumen tersebut diujicobakan di sekolah yang berbeda dengan tempat pelaksanaan penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan:

1. Tes Kemampuan Awal Matematis

Tes kemampuan awal matematis (KAM) siswa ini berupa tes obyektif (pilihan ganda) yang dipilih dari tes Ujian Nasional (UN) matematika tahun 2006 dan 2007 yang memuat materi pada kelas VII SMP. Tes kemampuan awal terdiri dari 20 butir soal, setiap butir soal mempunyai empat pilihan jawaban. Penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal dilakukan dengan aturan untuk setiap jawaban benar diberi skor 1, dan untuk setiap jawaban yang salah atau tidak menjawab diberi skor 0.

Berdasarkan skor kemampuan awal matematis yang diperoleh, siswa dikelompokkan menurut kemampuannya, yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang hasil skornya pada tes kemampuan awal


(27)

83

matematis lebih dari 70 adalah siswa berkemampuan tinggi. Siswa yang skornya berada pada rentang 60 – 70 adalah siswa berkemampuan sedang, dan siswa yang skornya di bawah 60 adalah siswa berkemampuan rendah.

Sebelum tes digunakan, tes kemampuan awal matematis divalidasi oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang mahasiswa S3 pendidikan matematika yang dianggap ahli dalam pendidikan matematika. Kelima penimbang diminta untuk memberikan pertimbangan dan memberikan saran atau masukan mengenai validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut. Pertimbangan validitas isi didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang diberikan, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan awal matematis siswa yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas 2. Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional dan dari segi gambar atau representasi. Hasil pertimbangan mengenai validitas muka dan validitas isi dari kelima orang penimbang disajikan pada lampiran B1. Untuk menguji keseragaman hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dari kelima penimbang maka diajukan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Hasil pertimbangan kelima penimbang seragam H1 : Hasil pertimbangan kelima penimbang tidak seragam

Untuk menguji hipotesis tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Kriteria pengujiannya adalah: jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima, dalam keadaan lainnya H0 ditolak.

Hasil perhitungan validitas muka tes kemampuan awal matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.4.


(28)

Tabel 3.4

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Tes Kemampuan Awal Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 26.400a

Df 24

Asymp. Sig. .333 a. 1 is treated as a success.

Pada Tabel 3.4 terlihat bahwa Asymp.Sig = 0,333 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, pada taraf signifikansi α = 0,05, H0 diterima atau dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan awal matematis dari segi validtias muka adalah seragam.

Hasil perhitungan validitas isi tes kemampuan awal matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Tes Kemampuan awal matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 23.000a

Df 24

Asymp. Sig. .520 a. 1 is treated as a success.

Pada Tabel 3.5 terlihat bahwa Asymp. Sig = 0,520 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, pada taraf signifikansi α = 0,05, H0 diterima atau dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima


(29)

85

penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan awal matematis dari segi validitas isi adalah seragam.

Beberapa penimbang, memberi 0 untuk validitas muka maupun validitas isi. Hal ini sebagian besar disebabkan karena kesalahan pengetikan dan kurang jelasnya gambar pada soal. Kesalahan-kesalahan tersebut telah diperbaiki berdasarkan masukan para penimbang. Terdapat satu soal yang redaksi kalimatnya diubah, yakni soal nomor 10. Perbaikan soal tersebut berdasarkan saran-saran dari penimbang adalah:

Soal nomor 10

Sebungkus coklat akan dibagikan kepada 24 anak. Setiap anak mendapat 8 coklat. Jika coklat itu dibagikan kepada 16 anak, maka banyak coklat yang diperoleh setiap anak adalah...

A. 8 coklat C. 16 coklat

B. 12 coklat D. 48 coklat

Menurut penimbang pertama kalimat dalam soal tersebut menimbulkan kerancuan, sehingga soal diubah menjadi seperti di bawah ini.

Perbaikan soal nomor 10:

Jika sebungkus coklat dibagikan kepada 24 anak maka setiap anak mendapat 8 coklat. Jika sebungkus coklat tersebut dibagikan kepada 16 anak, maka banyak coklat yang diperoleh setiap anak adalah...

A. 8 coklat C. 16 coklat


(30)

Setelah tes diperbaiki berdasarkan masukan para penimbang, kemudian dilakukan ujicoba pada siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Pontianak sebanyak 30 orang. Data hasil ujicoba tes kemampuan awal matematis serta perhitungan reliabilitas instrumen dan validitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B4 dan B5.

Selanjutnya untuk menguji validitas butir soal, skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan

skor total.

H1: Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

Untuk mengukur koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total ini digunakan rumus product moment dari Karl Pearson. Kriteria pengujiannya adalah: jika rhitung (rxy) ≥ rtabel, maka H0 ditolak; dalam keadaan lainnya, H0 diterima. Pada taraf α = 0,05 dengan n = 30 diperoleh rtabel = 0,349. Untuk menghitung reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha,

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dan koefisien korelasi setiap butir soal dengan skor total untuk tes kemampuan awal matematis disajikan pada Tabel 3.6. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas sebesar 0,834. Menurut Guildford (Ruseffendi, 2005: 160), suatu tes dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,834 tergolong tinggi. Pada Tabel 3.6. terlihat pula bahwa 20 butir soal koefisien rhitung (rxy) lebih besar dari rtabel (0,349) berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi positif yang signifikan


(31)

87

antara skor butir soal dengan skor total untuk 20 butir soal tersebut. Dengan demikian untuk 20 butir tes kemampuan awal matematis dinyatakan valid.

Tabel 3.6

Hasil Perhitungan Reliabilitas dan Validitas Tes Kemampuan awal matematis

Reliabilitas Nomor Soal

Validitas Koefisien

Korelasi (rxy)

Kriteria

0,834

1 0,727 Valid

2 0,666 Valid

3 0,442 Valid

4 0,391 Valid

5 0,485 Valid

6 0,469 Valid

7 0,705 Valid

8 0,090 Invalid

9 0,586 Valid

10 0,385 Valid

11 -0,119 Invalid

12 0,563 Valid

13 0,416 Valid

14 0,520 Valid

15 0,253 Invalid

16 0,650 Valid

17 0,355 Valid

18 0,147 Invalid

19 0,462 Valid

20 0,468 Valid

21 0,599 Valid

22 0,309 Invalid

23 0,544 Valid

24 0,530 Valid


(32)

Dari hasil analisis tersebut, maka soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan awal matematis dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 butir soal. Setelah dilakukan beberapa penyempurnaan, perangkat soal tes kemampuan awal matematis siap dipergunakan sebagai salah satu instrumen penelitian. Kisi-kisi dan perangkat soal tersebut selengkapnya disajikan pada lampiran C1.

2. Tes Kemampuan Representasi Multipel Matematis

Tes kemampuan representasi multipel matematis berfungsi untuk mengungkap kemampuan representasi multipel matematis yang dimiliki siswa. Materi yang diteskan adalah fungsi dan persamaan garis lurus. Tes ini berbentuk uraian yang terdiri dari tujuh butir soal.

Tes kemampuan representasi multipel matematis, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang mahasiswa S3 pendidikan matematika yang dianggap ahli dalam pendidkan matematika. Para penimbang diminta untuk menilai atau mempertimbangkan dan memberikan saran atau masukan mengenai validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut. Pertimbangan validitas isi didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang diberikan, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan representasi multipel matematis yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas 2. Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional dan kejelasan soal dari segi gambar atau representasi. Hasil pertimbangan mengenai validitas muka dan validitas isi dari kelima orang penimbang disajikan pada lampiran B2. Untuk menguji keseragaman hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dari


(33)

89

H0 : Hasil pertimbangan kelima penimbang seragam. H1 : Hasil pertimbangan kelima penimbang tidak seragam.

Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah Q-Cochran. Kriteria pengujiannya adalah: jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; dalam keadaan lainnya, H0 ditolak.

Hasil perhitungan validitas muka tes kemampuan representasi multipel matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Tes Kemampuan Representasi Multipel Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 4.500a

Df 6

Asymp. Sig. .609 a. 1 is treated as a success.

Pada Tabel 3.7. terlihat bahwa Asymp. Sig = 0,609 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, pada taraf signifikansi α = 0,05, H0 diterima atau dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan representasi multipel matematis dari segi validitas muka adalah seragam.

Hasil perhitungan validitas isi tes kemampuan representasi multipel matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.8.


(34)

Tabel 3.8

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi

Tes Kemampuan Representasi Multipel Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 6.000a

Df 6

Asymp. Sig. .423 a. 1 is treated as a success.

Pada Tabel 3.8. terlihat bahwa Asymp. Sig = 0,423 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, pada taraf signifikansi α = 0,05, H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan representasi matematis dari segi validitas isi adalah seragam.

Selanjutnya perbaikan beberapa soal berdasarkan saran-saran dari penimbang adalah:

Soal nomor 4:

Berikut ini diberikan dua himpunan A dan B serta relasi yang menghubungkan kedua himpunan tersebut. Manakah yang merupakan fungsi dari A ke B dan manakah yang bukan fungsi dari A ke B. Jelaskan jawabanmu! (Kamu dapat menjelaskan jawabanmu dengan kata-kata, diagram panah, pasangan berurutan atau grafik).

a. A adalah himpunan semua siswa di kelasmu. B himpunan nilai satu ulangan matematika. Relasi dari himpunan A ke B adalah ”nilai matematika”.


(35)

91

b. A adalah himpunan semua siswa di kelasmu dan B adalah himpunan berat badan semua siswa di kelasmu . Relasi dari himpunan A ke B adalah berat badan.

c. A adalah himpunan semua siswa di kelasmu, B adalah himpunan warna kesukaan semua siswa di kelasmu . Relasi dari himpunan A ke B adalah warna kesukaan.

Menurut penimbang ke-lima kalimat nilai satu ulangan matematika menimbulkan kerancuan. Menurut penimbang ke-tiga kalimat relasi manakah yang merupakan fungsi dari A ke B, dan seterusnya sebaiknya dipindahkan ke bawah setelah pernyataan a, b, dan c. Berdasarkan pertimbangan tersebut redaksi soal diubah menjadi seperti di bawah ini.

Perbaikan soal nomor 4:

Pada bagian (a), (b), dan (c) berikut diberikan dua himpunan A dan B serta relasi yang menghubungkan kedua himpunan tersebut.

a. A adalah himpunan semua siswa di kelasmu dan B adalah himpunan sebuah nilai ulangan matematika. Relasi dari himpunan A ke B adalah ”nilai matematika”.

b. A adalah himpunan semua siswa di kelasmu dan B adalah himpunan berat badan semua siswa di kelasmu. Relasi dari himpunan A ke B adalah ”berat badan”.

c. A adalah himpunan semua siswa di kelasmu dan B adalah himpunan warna kesukaan semua siswa di kelasmu. Relasi dari himpunan A ke B adalah ”warna kesukaan”.


(36)

Diantara ketiga relasi pada (a), (b), dan (c) manakah yang merupakan fungsi dari A ke B dan manakah yang bukan fungsi dari A ke B. Jelaskan jawabanmu! (Kamu dapat menjelaskan jawabanmu dengan kata-kata, diagram panah, pasangan berurutan atau grafik).

Soal nomor 5:

Penginapan ”Kartika” mempunyai daftar tarif kamar kelas 1 pada tabel berikut.

a. Lengkapi tabel tersebut!

b. Jika x menyatakan waktu dan y menyatakan biaya, bagaimanakah persamaan yang menyatakan hubungan x dan y?

c. Gambarlah grafik yang memenuhi persamaan tersebut pada diagram Cartesius. Menurut penimbang pertama, sebaiknya mulai hari ke-2 ada potongan biaya penginapan, demikian pula terdapat potongan yang lebih besar lagi setelah satu minggu. Penimbang ke-lima menyarankan baris ketiga pada kolom biaya harus ada angkanya, agar siswa dapat melihat pola kenaikan biaya penginapan.

Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut tabel pada soal tersebut diubah menjadi seperti di bawah ini.

Waktu (hari) Biaya (Rupiah)

1 120.000

2 240.000

3 ... 4 ... ... 840.000 10 ...


(37)

93

Perbaikan soal nomor 5:

Penimbang ke-lima, untuk validitas muka soal nomor satu, memberi 0, hal ini karena gambar pada soal tersebut dianggap kurang jelas, sehingga untuk soal nomor satu perbaikan yang dilakukan adalah memperjelas gambar.

Setelah tes diperbaiki berdasarkan masukan para penimbang, dilakukan ujicoba pada siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Pontianak sebanyak 31 orang. Data hasil ujicoba tes kemampuan representasi multipel matematis serta perhitungan reliabilitas instrumen dan validitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B6 dan B7. Selanjutnya untuk menguji validitas butir, skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Hipotesis diajukan sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

H1: Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan rumus product moment dari Karl Pearson. Kriteria pengujiannya adalah: jika rhitung (rxy) ≥ rtabel, maka H0

ditolak, dalam keadaan lainnya H0 diterima. Pada taraf α= 0,05 dengan n = 31 diperoleh rtabel = 0,344. Perhitungan reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha.

Waktu (hari) Biaya (Rupiah)

1 120.000

2 210.000

3 300.000

4 ...


(38)

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dan koefisien korelasi setiap butir soal tes kemampuan representasi multipel matematis disajikan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Hasil Perhitungan Reliabilitas dan Validitas Tes Kemampuan Representasi Multipel Matematis

Reliabilitas Nomor Soal

Validitas Koefisien

Korelasi (rxy)

Kriteria

0,733

1 0,551 Valid

2 0,803 Valid

3 0,733 Valid

4 0,791 Valid

5 0,704 Valid

6 0,535 Valid

7 0,550 Valid

Pada Tabel 3.9. terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas sebesar 0,733. Menurut Guildford (Ruseffendi, 2005: 160), suatu tes dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,733 tergolong tinggi. Pada Tabel 3.9. terlihat pula bahwa setiap butir soal koefisien rhitung (rxy) lebih besar dari rtabel (0,344) berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total untuk setiap butir soal. Dengan demikian setiap butir tes kemampuan representasi multipel matematis dinyatakan valid.

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tes kemampuan representasi multipel matematis dapat digunakan untuk penelitian. Setelah dilakukan beberapa penyempurnaan, perangkat soal tes representasi multipel matematis siap dipergunakan sebagai salah satu instrumen penelitian. Kisi-kisi dan perangkat soal tersebut selengkapnya disajikan pada lampiran C2.


(39)

95

3. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis berfungsi untuk mengungkap kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimiliki siswa. Materi yang diteskan adalah fungsi dan persamaan garis lurus. Tes ini berbentuk uraian yang terdiri dari lima butir soal.

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang mahasiswa S3 pendidikan matematika yang dianggap ahli dalam pendidikan matematika. Para penimbang diminta untuk menilai atau mempertimbangkan dan memberikan saran atau masukan mengenai validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut. Pertimbangan validitas isi didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang diberikan, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan pemecahan masalah matematis yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas 2. Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional dan kejelasan soal dari segi gambar atau representasi. Hasil pertimbangan mengenai validitas muka dan validitas isi dari kelima orang penimbang disajikan pada lampiran B3. Untuk menguji keseragaman hasil pertimbangan validitas isi dan validitas muka dari kelima penimbang maka diajukan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Hasil pertimbangan kelima penimbang seragam. H1 : Hasil pertimbangan kelima penimbang tidak seragam.

Kriteria pengujian dengan menggunakan statistik Q-Cochran adalah: jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima.


(40)

Hasil perhitungan validitas muka tes kemampuan pemecahan masalah matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10.

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Muka Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 8.000a

Df 4

Asymp. Sig. .092 a. 1 is treated as a success.

Pada Tabel 3.10. terlihat bahwa Asymp. Sig = 0,092 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, pada taraf signifikansi α = 0,05, H0 diterima atau dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan pemecahan masalah matematis dari segi validitas muka adalah seragam.

Hasil perhitungan validitas isi tes kemampuan pemecahan masalah matematis dengan menggunakan statistik Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11.

Uji Hasil Pertimbangan Validitas Isi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Test Statistics

N 5

Cochran's Q 4.000a

Df 4

Asymp. Sig. .406 a. 1 is treated as a success.

Pada Tabel 3.11. terlihat bahwa Asymp. Sig = 0,406 yang berarti probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, pada taraf signifikansi


(41)

97

α = 0,05, H0 diterima atau dapat disimpulkan bahwa hasil pertimbangan kelima penimbang terhadap setiap butir soal kemampuan pemecahan masalah matematis dari segi validitas isi adalah seragam.

Selanjutnya perbaikan beberapa soal berdasarkan saran-saran dari penimbang adalah:

Soal nomor 1:

Bagan berikut menunjukkan silsilah keluarga Ali dan Nita. Tanda panah menunjukkan hubungan “mempunyai anak”.

Ali dan Nita

Rahma dan Anton Rina dan Toni Nina dan Tatang

Raka Niken Budi Desi Dina Tanti Hanif

a. Sebutkan tiga relasi yang mungkin dibentuk antara nama-nama pada silsilah tersebut.

b. Buatlah sebuah contoh relasi merupakan fungsi dan sebuah contoh yang bukan merupakan fungsi dari nama-nama pada silsilah tersebut. Jelaskan jawabanmu. Menurut penimbang empat dan penimbang lima gambar bagan pada soal nomor satu tidak realistik sehingga bagan diubah menjadi seperti di bawah ini.

Perbaikan soal nomor 1:

Ali dan Nita

Rahma Toni Nina

(menikah dengan Anton) (menikah dengan Rina) (menikah dengan Tatang)


(42)

Soal nomor 3

Sebuah pesawat terbang akan mendarat pada landasan sebuah bandara. Mulai dari roda belakang pesawat keluar (0 detik) hingga roda belakang menyentuh landasan bandara, lintasan pesawat tersebut membentuk garis lurus dengan kemiringan (gradien) -3. Dua detik setelah roda belakang dikeluarkan, pesawat tersebut berada pada ketinggian 600 meter dari atas tanah.

a. Berapakah ketinggian pesawat dari atas tanah, 10 detik setelah roda belakang keluar?

b. Jika pada saat roda belakang pesawat keluar menunjukkan pukul 12 lewat 15 menit 13 detik, pada pukul berapakah roda belakang pesawat tersebut menyentuh landasan bandara?

Menurut penimbang empat dan penimbang lima, gradien -3 tidak realistik pada sehingga soal nomor tiga diubah menjadi seperti di bawah ini.

Perbaikan soal nomor 3:

Sebuah pesawat terbang akan mendarat pada landasan sebuah bandara. Mulai dari roda belakang pesawat keluar (0 detik) sampai roda belakang menyentuh landasan bandara, lintasan pesawat tersebut membentuk garis lurus dengan kemiringan atau gradien

-2 1

. Dua detik setelah roda belakang dikeluarkan, pesawat tersebut berada

pada ketinggian 200 meter di atas permukaan tanah.

a. Berapakah ketinggian pesawat di atas permukaan tanah, 10 detik setelah roda belakang keluar?


(43)

99

b. Jika roda belakang pesawat keluar pada pukul 12 lewat 15 menit 13 detik, pada pukul berapakah roda belakang pesawat tersebut menyentuh landasan bandara?

Setelah tes diperbaiki berdasarkan masukan para penimbang, kemudian dilakukan ujicoba pada siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Pontianak sebanyak 30 orang. Data hasil ujicoba tes kemampuan pemecahan matematis serta perhitungan reliabilitas instrumen dan validitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B8 dan B9. Untuk menguji validitas butir soal, skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total.

Selanjutnya untuk menguji validitas butir soal diajukan hipotesis berikut: H0 : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan

skor total.

H1: Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

Untuk mengukur koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total ini digunakan rumus product moment dari Karl Pearson. Kriteria pengujiannya adalah: jika rhitung (rxy) ≥ rtabel, maka H0 ditolak, dalam keadaan lainnya H0 diterima. Pada taraf α = 0,05 dengan n = 30 diperoleh rtabel = 0,349. Sedangkan untuk menghitung reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dan koefisien korelasi setiap butir soal untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.12.


(44)

Tabel 3.12

Hasil Perhitungan Reliabilitas dan Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Reliabilitas Nomor Soal

Validitas Koefisien

Korelasi (rxy)

Kriteria

0,403

1 0,475 Valid

2 0,826 Valid

3 0,550 Valid

4 0,437 Valid

5 0,602 Valid

Pada Tabel 3.12. terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas sebesar 0,403. Menurut Guildford (Ruseffendi, 2005: 160), suatu tes dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,403 tergolong sedang. Pada tabel 3.12. tersebut terlihat pula bahwa setiap butir soal koefisien rhitung (rxy) lebih besar dari rtabel (0,349) berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total untuk setiap butir soal. Dengan demikian untuk setiap butir tes kemampuan pemecahan masalah matematis dinyatakan valid.

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tes kemampuan pemecahan masalah matematis dapat digunakan untuk penelitian. Setelah dilakukan beberapa penyempurnaan, perangkat soal tes pemecahan masalah matematis siap dipergunakan sebagai salah satu instrumen penelitian. Kisi-kisi dan perangkat soal tersebut selengkapnya disajikan pada lampiran C3.

4. Skala Self Esteem

Skala self esteem siswa dalam matematika digunakan untuk mengetahui tingkatan self esteem siswa dalam matematika. Skala ini disusun berdasarkan


(45)

101

seperlunya. Skala ini memuat empat komponen yaitu: penilaian siswa tentang (a) kemampuan (capability) dirinya dalam matematika, (b) keberhasilan (successfullness) dirinya dalam matematika, (3) kemanfaatan (significance) dirinya dalam matematika, dan (4) kebaikan (worthiness) dirinya dalam matematika. Skala self esteem dalam matematika terdiri dari 30 item pernyataan yang dilengkapi dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Sebelum skala ini digunakan dalam penelitian, dilakukan ujicoba terbatas pada 10 orang siswa SMP untuk mengetahui keterbacaan bahasa skala tersebut pada tarap siswa SMP, sehingga akan diperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat pada skala self esteem siswa dalam matematika dapat dipahami siswa SMP dengan baik.

Setelah dilakukan perbaikan berdasarkan hasil ujicoba terbatas tersebut, selanjutnya skala self esteem siswa dalam matematika diujicobakan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Pontianak sebanyak 39 orang. Ujicoba ini bertujuan untuk mengetahui validitas setiap item pernyataan dan untuk menghitung skor setiap pilihan (SS, S, TS, STS) dari masing-masing pernyataan pada skala self

esteem. Pemberian skor setiap pilihan dari masing-masing pernyataan skala self esteem ditentukan berdasarkan distribusi jawaban responden pada ujicoba atau

dengan kata lain menentukan nilai skala dengan deviasi normal. Dengan menggunakan cara ini, skor SS, S, TS, STS dari masing-masing pernyataan dapat berbeda, tergantung pada sebaran respon siswa terhadap masing-masing pernyataan.


(46)

Proses perhitungan skor setiap pilihan (SS, S, TS, STS) dari masing-masing pernyataan pada skala self esteem, data hasil ujicoba, dan perhitungan reliabilitas dan validitas butir secara lengkap terdapat pada lampiran B10, B11, dan B12.

Untuk menguji validitas butir soal, skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

H1: Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total.

Untuk mengukur koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total ini digunakan rumus product moment dari Karl Pearson. Kriteria pengujiannya adalah: jika rhitung (rxy) ≥ rtabel, maka H0 ditolak, dalam keadaan lainnya H0

diterima. Pada taraf α = 0,05 dengan n = 39 diperoleh rtabel = 0,308. Sedangkan untuk menghitung reliabilitas soal digunakan Cronbach-Alpha.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dan koefisien korelasi setiap butir soal untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13

Hasil Perhitungan Reliabilitas dan Validitas Skala Self Esteem Siswa dalam Matematika

Reliabilitas Nomor Soal

Validitas Koefisien

Korelasi (rxy)

Kriteria

1 2 3 4


(47)

103

1 2 3 4

0, 890

3 0,71 Valid

4 0,577 Valid

5 0,551 Valid

6 0,658 Valid

7 0,756 Valid

8 0,358 Valid

9 0,419 Valid

10 0,462 Valid

11 0,432 Valid

12 0,674 Valid

13 0,371 Valid

14 0,678 Valid

15 0,513 Valid

16 0,404 Valid

17 0,412 Valid

18 0,453 Valid

19 0,355 Valid

20 0,648 Valid

21 0,367 Valid

22 0,625 Valid

23 0,522 Valid

24 0,578 Valid

25 0,501 Valid

26 0,559 Valid

27 0,454 Valid

28 0,142 Tidak Valid

29 0,389 Valid

30 0,451 Valid

Pada Tabel 3.13 dapat dilihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas sebesar 0,89. Menurut Guildford (Ruseffendi, 2005: 160), koefisien reliabilitas sebesar 0,89 tergolong tinggi. Pada tabel 3.13. juga terlihat pula bahwa setiap butir skala

self esteem, kecuali untuk butir 28, koefisien rhitung (rxy) lebih besar dari rtabel (0,308) berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi


(48)

positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total. Dengan demikian untuk setiap butir skala self-esteem, kecuali butir 28, dinyatakan valid. Selanjutnya untuk butir 28, pernyataan diperbaiki karena diperkirakan ketidakvalidan butir ini akibat dari kerancuan makna dari butir ini, sehingga dapat dianggap pernyataan positif atau negatif. Pernyataan semula: “saya belajar matematika karena dipengaruhi orang lain yang mengatakan bahwa dalam karir diperlukan kemampuan matematika yang baik” diubah menjadi: “saya belajar matematika karena pengaruh orang lain”.

Setelah dilakukan beberapa penyempurnaan, skala self esteem siswa dalam matematika siap dipergunakan sebagai salah satu instrumen penelitian. Kisi-kisi dan instrumen skala self esteem siswa dalam matematika selengkapnya terdapat pada lampiran C4.

5. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan untuk mengamati situasi didaktis dan pedagogis yang terjadi selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended. Dalam observasi ini akan dicatat respon-respon yang muncul dari siswa berkaitan dengan situasi masalah yang diberikan guru ketika pembelajaran dengan pendekatan open ended. Selain itu, akan dicatat pula aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung.

Pada dasarnya observasi yang dilakukan adalah observasi tentang situasi kelas pada saat pembelajaran dengan pendekatan open ended dilaksanakan. Hal ini dipandang perlu untuk dideskripsikan secara rinci untuk memperkuat


(49)

105

pembahasan hasil penelitian yang akan diperoleh nantinya. Observasi selain dilakukan melalui pengamatan langsung juga dilengkapi dengan video tape.

E. Perangkat Pembelajaran dan Pengembangannya

Untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open

ended diperlukan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan

tersebut, karena itu dikembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dari pendekatan open ended. Pengembangan perangkat pembelajaran juga akan memperhatikan kedua kemampuan yang akan dikembangkan yaitu kemampuan representasi multipel matematis dan pemecahan masalah matematis sehingga melalui perangkat pembelajaran tersebut diharapkan akan dapat menunjang peningkatan kedua kemampuan tersebut. Selain itu, pengembangan perangkat pembelajaran juga mempertimbangkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) agar siswa dapat mencapai kompetensi sesuai dengan yang diharapkan kurikulum tersebut.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti adalah perangkat pembelajaran untuk siswa kelas VIII SMP yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran meliputi dua materi pokok yaitu Fungsi dan Persamaan Garis Lurus. Kedua materi pokok tersebut disampaikan selama 16 jam pelajaran atau delapan kali tatap muka (satu kali tatap muka dua jam pelajaran),

Sebelum digunakan, perangkat pembelajaran terlebih dahulu divalidasi oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang mahasiswa S3 pendidikan matematika yang dianggap ahli dalam pendidikan matematika. Para penimbang


(50)

diminta untuk menilai atau menimbang dan memberikan saran atau masukan mengenai kesesuaian masalah dan tugas yang terdapat pada LKS dengan tujuan yang akan dicapai pada RPP, peran LKS untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan representasi multipel matematis dan pemecahan masalah matematis, kesesuaian tuntunan dalam LKS dengan tingkat perkembangan siswa, kesistematisan pengorganisasian LKS, peran LKS untuk membantu siswa membangun konsep-konsep/ prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan mereka sendiri, serta kejelasan LKS dari segi bahasa dan dari segi gambar atau representasi yang digunakan.

Setelah perangkat pembelajaran diperbaiki berdasarkan masukan para penimbang, kemudian dilakukan ujicoba pada siswa kelas VIII SMP. Dalam ujicoba akan diamati situasi didaktis dan pedagogis yang terjadi selama proses ujicoba berlangsung. Hal ini bermanfaat untuk memperbaiki prediksi respon yang terdapat dalam skenario pembelajaran karena mungkin saja prediksi respon yang disusun peneliti pada draf awal belum lengkap sehingga akan membingungkan guru dalam melakukan antisipasi didaktis untuk memperlancar proses pembelajaran dengan pendekatan open ended. Selain itu, ujicoba dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keterbacaan LKS dan sekaligus untuk memperoleh gambaran apakah LKS dapat dipahami siswa dengan baik. Perbaikan perangkat pembelajaran setelah ujicoba diharapkan akan menghasilkan suatu perangkat pembelajaran yang baik sehingga akan memperlancar jalannya proses pembelajaran pada saat eksperimen dilakukan. Perangkat pembelajaran yang


(51)

107

berupa RPP untuk pertemuan satu sampai dengan delapan terdapat pada lampiran D1 dan LKS 1 sampai dengan LKS 8 terdapat pada lampiran D2.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian serta meminta penilaian ahli.

b. Menganalisis hasil validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian dengan tujuan memperbaiki perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian sebelum dilaksanakan ujicoba lapangan.

c. Mensosialisasikan rancangan pembelajaran dengan pendekatan open ended kepada guru dan observer yang akan terlibat dalam penelitian.

d. Melaksanakan ujicoba lapangan dan mengamati situasi didaktis dan pedagogis selama proses ujicoba pembelajaran berlangsung.

e. Menganalisis hasil ujicoba perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian dengan tujuan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian sebelum eksperimen dilakukan.

f. Melaksanakan tes kemampuan awal matematis. Tes ini bertujuan untuk memilah siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Penentuan kemampuan siswa tersebut, selain sebagai salah satu variabel dalam penelitian


(1)

205

7. Tahapan diskusi kelompok dan diskusi kelas pada pembelajaran dengan

pendekatan open ended mengajarkan kepada siswa keterampilan berkomunikasi,

seperti: menyatakan ide dengan jelas, mendengar pendapat orang lain,

menanggapi dengan cara yang tepat, dan belajar bagaimana menyampaikan

pertanyaan-pertanyaan yang baik. Selain itu masalah terbuka, yang tidak hanya

dijawab dengan satu jawaban benar, membuat siswa berani mengemukakan

pendapat, menghargai ide orang lain, dan memiliki rasa percaya diri.

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, selanjutnya

dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan open ended, hendaknya menjadi salah satu

alternatif pilihan guru dalam pembelajaran matematika sehari-hari.

2. Masalah terbuka yang disajikan di awal dari pembelajaran dengan pendekatan

open ended, harus dapat mendorong siswa berpikir dalam berbagai pandangan yang berbeda, sehingga masalah tersebut harus kaya akan konsep-konsep

matematika yang dapat dipecahkan dengan berbagai strategi yang sesuai untuk

siswa berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah. Tingkat kesulitan

masalah juga harus cocok dengan kemampuan siswa.

3. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan open ended

secara baik, guru perlu memikirkan prediksi respons siswa atas situasi masalah

terbuka serta antisipasinya. Berbagai prediksi dan antisipasi yang telah

dipersiapkan dalam skenario pembelajaran secara baik, akan mempermudah


(2)

206

menyelesaikan masalah terbuka, sehingga akan memperlancar jalannya proses

pembelajaran dengan pendekatan open ended.

4. Untuk peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dilanjutkan dengan meneliti

pengaruh pembelajaran dengan pendekatan open ended terhadap kemampuan

daya matematis lainnya, seperti kemampuan koneksi matematis, komunikasi

matematis, dan penalaran matematis. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan

dengan meneliti pada masing-masing indikator dari kemampuan representasi

multipel matematis maupun pemecahan masalah matematis, agar diperoleh

hasil yang lebih akurat tentang indikator-indikator apa saja yang dapat


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Barnabas, S. (2008). The Secreet of Self Concept. [on-line]. Tersedia:

http://www. Self Esteem/ Veteran/ Bapema FE/ UNS/The Secret Of Self-Concept.html [20 Maret 2009].

Baroody, A. J. dan Niskayuna, R. T. C. (1993). Problem Solving, reasoning,

and communicating, K-8. Helping children think mathematically. New

York: Merril, an Impirit of MacMillan Publishing Company.

Christian, et al. (1999). Mathematics Attitudes And Global Self-Concept: An

Investigation Of The Relationship. [on-line]. Tersedia: http://www.

highbeam.com/doc/1G1-62894059.html. [19 Oktober 2008].

Cooney, et al. (2002). Open-Ended Assessment In Math A Searchable

Collection Of 450+ Questions. [on-line]. Tersedia: http://books.heinemann.com/math/ index.cfm. [31 Maret 2008].

Dindyal, J. (2005). Emphasis on Problem Solving in Mathematics Textbooks from Two Different Reform Movements. Johor Baru Malaysia: The

Mathematics Education into the 21st Century Project Universiti Teknologi Malaysia, Reform, Revolution and Paradigm Shifts in Mathematics Education, Johor Baru, Malaysia, Nov 25th – Dec 1st 2005.

Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem Solving. In L.D English (Ed). International Research in Mathematical

Education IRME, 197-218. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Hake, R. (1999). Analizing Change/Gain Scores. [on-line]. Tersedia: http://www. physics.indiana.edu/-sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [7 Februari 2009]

Hashimoto, Y. (1997). An Example of Lesson Development. Shimada, S. dan Becker, J.P. (Ed). The Open Ended Approach. A New Proposal for

Teaching Mathematics. Reston: VA NCTM.

Inprashita, M. (2004). Open-ended Approach and Teacher Education. [on-line]. Tersedia: http://www.criced.tsukuba.ac.jp/ math/apec2006/ progress_report/ Symposium/Imprasitha_a.pdf . [15 Mei 2008].

Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Learning. [on-line]. Tersedia: http://www.matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf [18 Desember 2007].


(4)

Mc.Coy,L.P., Baker, T.H., dan Little, S. (1996). Using Multiple Representation to Communicate: an Algebra Challenge. In P.C. Elliot & M.J. Kenney (Ed). Yearbook Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Reston. VA: NCTM.

Meltzer, D.E. (2002). Addendum to : “The Relationship between Mathematics

Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Score”. [on-line]. Tersedia:

http://www.physics. iastate.edu/per/docs/Addendum on_normalized_gain. [7 Februari 2009]

Montague, M. (2007). Math Problem Solving for Middle School Students with

Disabilities. [on-line]. Avaliable: http://www.k8accesscenter.org/training_

resources/MathProblemSolving.asp. [26 Mei 2008].

Muijs, D. dan Reynold, D. (2008). Effective Teaching: Evidence and Prctice. Terjemahan: Soetjipto, H.P. dan Soejjipto, S.M. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Nohda, N. (1999). A Study Of "Open-Approach" Method In School Mathematics

Teaching - Focusing On Mathematical Problem Solving Activities.

[on-line]. Avaliable: http://www.nku.edu/~sheffield/nohda.html. [31 Maret 2008].

Opachich, G, dan Kadijevich, D. (2000). Mathematical Self-Concept: An

Operationalization And Its Empirical Validity. [on-line]. Tersedia:

http://www.mi.sanu.ac.yu/~djkadij/rad_ok.html. [19 Okktober 2008]

PISA. (2006). First Result. [on-line]. Tersedia: http://www.mine.edu/export/

default/OPM?Koulutus/artikelit/pisa-tutkimus/ PISA 2006/liitect/PISA 2006 en.pdf. [22 Okktober 2008]


(5)

Reyna, B.S. (2000). Determining Positive Indicators of Math-Specific

Self-Esteem In Hispanic Students. A Dissertation In Curriculum And

Instruction, Submitted To The Graduate Faculty Of Texas Tech University In Partial Fulfillment Of The Requirements For The Degree Of Doctor Of Education.

Ruseffendi, E.T.. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sawada, T. (1997). Developing Lesson Plans. In Shimada, S. dan Becker, J.P. (Ed). The Open Ended Approach. A New Proposal for Teaching

Mathematics. Reston: VA NCTM.

Shimada, S. (1997). The Significance of an Open Ended Approach. In Shimada, S. dan Becker, J.P. (Ed). The Open Ended Approach. A New Proposal for

Teaching Mathematics. Reston: VA NCTM.

Silver, E. A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in

Mathematical Problem Solving and Problem Posing. [on-line]. Tersedia:

http://www. fizkarlsruhe.de/fiz/publications/zdm/2dm97343.pdf. [19 Mei

2008]

Soedjadi, R. (1994). Memantapkan Matematika Sekolah sebagai Wahana

Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran. Surabaya: Media Pendidikan

Matematika Nasional.

Sudjana. (1995). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E, et al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Sumarmo, U.. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung

Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah pada

Seminar Pendidikan Matematika di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo. Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung


(6)

Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Yee, F.P. (2002). Using Short Open Ended Question to Promote Thinking and Understanding. In Rogerson (ed). The Mathematics Education into 21st

Century Project. Proceeding of The International Conference in Mathematics Educatio, pp 135 -141.