Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

PRIYOGO WAHYU ROCHMANTO

106017000541

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini mengkaji pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open ended terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan open ended dan mengetahui seberapa besar pengaruh pendekatan open ended terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Subyek yang diteliti adalah siswa-siswi kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Annajah Petukangan, Jakarta Selatan. Instrumen penelitian ini menggunakan tes berpikir kreatif matematis yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada indikator kemampuan berpikir kreatif matematis dari Munandar dan Balka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen.

Kesimpulan penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum proses pembelajaran rendah menjadi meningkat setelah diberikan pembelajaran dengan pendekatan open ended dan hasilnya lebih baik dari pada siswa dengan pendekatan konvensional. Pendekatan open ended berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa terutama pada aspek kelancaran dan keluwesan berpikir.


(6)

ii

Department of Mathematics Faculty of Tarbiyah and Teaching Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study examines learning by using open-ended approach to the mathematical creative thinking abilities of students. The purpose of this study is to train the students' ability to think creatively in a matter of figures with flat sides and know how much influence the open-ended approach to the mathematical creative thinking abilities. Subjects studied are the students of class VIII in the junior secondary school (MTs) Annajah Petukangan, South Jakarta. The research instrument using mathematical creative thinking test made by researchers with reference to indicators of mathematical creative thinking abilities of Munandar and Balka. The method used in this study is quasi-experimental.

The conclusion of this study is the ability to think creatively mathematically lower the learning process of students before being given increased after learning with open-ended approach and the results are better than the students with the conventional approach. Open ended approach a positive effect on students' ability to think creatively, especially on the mathematical aspects of fluency and flexibility of thinking.


(7)

iii

panjatkan kehadirat Allah SWT., karena dengan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat teriring salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan insya Allah kepada kita selaku umatnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Karena masih banyak pengetahuan dan ilmu yang harus penulis tingkatkan, namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan itu dapat diatasi dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu memberikan dorongan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa‟I, M.A., P.hd, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Kadir, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen Penguji II yang telah memberi kritik dan saran yang membangun 4. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Dosen Pembimbing I yang selalu

memberikan kasih saying, bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini selesai

5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan kritik dan saran yang membangun

6. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan yang positif dalam skripsi ini


(8)

iv

8. Ayahanda tercinta Alm. Sukamto bin Dulkosim dan Ibunda tersayang Prayitnowati, orang tua terhebat yang tak kenal lelah dalam memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan moril maupun materil serta do‟anya untuk penulis

9. Kawan-kawan seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Jakarta, 21 Juni 2014


(9)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: LANDASAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis 1. Berpikir Kreatif dalam Matematika ... 9

a. Teori Berpikir Kreatif ... 9

b. Ciri-ciri Berpikir Kreatif ... 15

c. Karakteristik Siswa Berbakat Matematika ... 18

d. Berpikir Kreatif Matematis ... 18

e. Pengukuran Kreativitas Matematika ... 21

f. Indikator Berpikir Kreatif Matematis ... 22

2. Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika ... 23

a. Pengertian Pendekatan Open-Ended ... 23

b. Mengkonstruksi Problem Open-Ended ... 25

c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended ... 26


(10)

vi

C. Pengajuan Hipotesis ... 35

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

B. Metode dan Desain Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 40

G. Hipotesis Statistik ... 44

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 45

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen 45 2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Kontrol ... 46

B. Pengujian Persyaratan Analisis . ... 48

C. Pembahasan ... 51

1. Hasil Analisis ... 51

2. Kegiatan Belajar Mengajar ...……... 63

3. Hasil Temuan ... 66

D. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(11)

vii

Gambar 3-4 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 2 ... 55

Gambar 5-6 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 3 ... 57

Gambar 7-8 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 5 ... 59

Gambar 9-10 Perbandingan Jawaban Siswa Soal Tes KBKM No. 4 ... 61


(12)

viii


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 72

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 94

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Eksperimen... 111

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kontrol... 137

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen ... 146

Lampiran 6 Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 148

Lampiran 7 Pedoman Penskoran Tes KBKM ... 149

Lampiran 8 Tabel Skor dan nilai KBKM ... 151

Lampiran 9 Uji Normalitas Kelas Eksperimen & Kontrol ... 153

Lampiran 10 Uji Normalitas KBKM ... 154

Lampiran 11 Uji Homogenitas Data ... 156

Lampiran 12 Uji Hipotesis KBKM ... 157

Lampiran 13 Uji Hipotesis KBKM/ Indikator ... 159

Lampiran 14 Ukuran Penyebaran Data ... 166

Lampiran 15 Perhitungan Kemiringan dan Ketajaman ... 170

Lampiran 16 Harga Kritis Chi Kuadrat ... 174

Lampiran 17 Tabel Distribusi Nomal Z ... 175

Lampiran 18 Nilai Persentil untuk distribusi T ... 176 Lampiran 19 Surat Izin Penelitian


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pembangunan di setiap negara. Suatu negara dikatakan maju atau tidak, salah satunya juga dapat dilihat dari seberapa tinggi kualitas pendidikan yang ada di negara tersebut. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara.1 Setiap negara tentu memiliki sistem pendidikan serta fungsi dan tujuannya, begitu pula Indonesia. Berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal 3 bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional tersebut kita ketahui bahwa salah satu hasil (output) yang diharapkan dari sebuah proses pendidikan ialah agar para peserta didik menjadi manusia kreatif. Karena tidak dapat dipungkiri, untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, maka perkembangannya menuntut lahirnya manusia-manusia yang kreatif, professional, dan mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan yang diselenggarakan harus mengarahkan anak didik untuk dapat menjadi kreatif.

1

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), cet. 1, hlm. 6


(15)

2

Kreativitas memang penting, namun bangsa Indonesia ternyata masih menghadapi persoalan dalam masalah ini. Khususnya dalam pendidikan, pakar-pakar bidang pendidikan melihat bahwa kreativitas bangsa Indonesia masih tergolong rendah.2 Hal tersebut ternyata juga berlaku dalam bidang matematika dan sains, sebagaimana hasil penelitian TIMSS (Trend in Internasional Mathematics and Science Study) yang merupakan penelitian internasional tentang pencapaian siswa kelas IV dan VIII dalam matematika dan sains yang diadakan setiap empat tahun sekali. Hasilnya, dari 45 negara yang yang berpartisipasi dalam TIMSS 2011, Indonesia hanya menempati posisi ke-38. Tentu saja pencapaian siswa-siswa Indonesia ini belum memuaskan bila dibandingkan dengan siswa-siswa dari tiga Negara Asia Tenggara lain yang ikut berpartisipasi dalam TIMSS 2011 seperti Singapura (posisi ke-2), Malaysia (posisi ke-26) dan Thailand (posisi ke-28).3

Hasil penelitian TIMSS tersebut berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini dikarenakan pada soal-soal yang diujikan dalam TIMSS ada empat jenis domain kognitif, yaitu (1) mengenal fakta dan prosedur, (2) penalaran, (3) menyelesaikan soal rutin, dan (4) menggunakan konsep. Penalaran erat kaitannya dengan kemampuan berpikir kreatif, sebagaimana Krulik & Rudnick (1995) dalam Tatag Yuli Eko Siswono menyebutkan bahwa penalaran merupakan bagian dari berpikir yang tingkatnya di atas pengingatan (recall). Penalaran dikategorikan dalam berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical) dan berpikir kreatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa berpikir kreatif adalah kategori tertinggi dalam penalaran. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, salah satu diantaranya adalah sistem

2

Nashori dan Rachmi Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami, (Yogyakarta : Menara Kudus, 2002), cet.1, hlm. 24

3 http://www.google.com/url?q=http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/Overview-

TIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf&sa=U&ei=LHnBUpf3CIeTrgf41YDACw&ved=0CDcQFjAE&usg=AFQjCNGo4R UMMdD5WuI-O1euB81giQEmdA


(16)

3

pendidikan di Indonesia yang masih kurang mendukung berkembangnya kemampuan berpikir kreatif anak khususnya dalam bidang matematika dan sains.4

Menurut Bono dalam bukunya Revolusi Berpikir, alasan mengapa kita mengabaikan berpikir kreatif adalah kita meyakini bahwa tidak ada yang bisa kita lakukan terhadap berpikir kreatif. Kita beranggapan bahwa berpikir kreatif adalah bakat yang tidak dimiliki oleh semua orang.5 Sedangkan menurut Munandar, pendidikan formal di Indonesia menekankan pada pemikiran konvergen. Murid-murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu masalah.6 Memang dalam kenyatannya, pendidikan yang diselenggarakan disekolah dari masa ke masa cenderung bersifat klasikal-massal, yaitu siswa berada dalam suatu ruangan yang kemampuannya memiliki syarat minimum pada tingkat itu. Siswa-siswa diasumsikan mempunyai minat, kepentingan, kecakapan, dan kecepatan belajar yang sama. Keadaan yang serba seragam sampai sejauh ini masih mendominasi sistem persekolahan kita.7

Jika sistem pendidikan sekolah tersebut masih tetap dilaksanakan tanpa adanya usaha-usaha untuk memperbaiki sistem tersebut, tentu saja tujuan dari pendidikan nasional yang salah satunya untuk menghasilkan manusia yang kreatif itu tidak akan tercapai. Padahal, di dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III pasal 4 tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan telah dijelaskan bahwa “pendidikan diselenggarakan dengan memberi

4Tatag Yuli Eko Siswanto, “

Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika”, dalam Jurnal Universitas Adibuana, hal. 2

5

Edward de Bono, Revolusi Berpikir Edward de Bono, Terj. Dari Teach Your Child How to Think

oleh Ida Sitompul dan Fahmy Yamani, (Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2007), cet.1, hlm. 35 6

Nashori, op. cit., hlm. 25 7

Kadir, Pembelajaran Matematika dengan pendekatan soal-soal terbuka (The Open Ended Approach), dalam Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, vol.1 No.1, Juni 2006, hlm.1


(17)

4

keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.” 8

Berdasarkan undang-undang tersebut, maka prinsip penyelenggaraan pendidikan tersebut harus dipegang teguh dalam setiap proses pendidikan agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai, yaitu menghasilkan manusia yang kreatif. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu saja diperlukan peran penting dari suatu komponen alat pendidikan yang kita kenal dengan pendidik atau tenaga kependidikan dalam melaksanakan proses pendidikan. Secara jelas kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan dicantumkan dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan pasal 40 ayat 2, yang berbunyi :

Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban :

a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.

b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan

c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 9

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, maka perkembangannya menuntut lahirnya manusia-manusia yang kreatif, professional, dan mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat. Manusia tersebut lahir dan terbentuk melalui proses pendidikan yang belajarnya melalui proses pembelajaran, yang di dalamnya terdapat model penyajian materi. Dalam pembelajaran matematika, kreativitas juga harus dikembangkan melalui proses pembelajaran yang menarik.

Kenyataanya, model penyajian materi atau proses belajar matematika masa kini digambarkan dalam hasil penelitian Wahyudin (dalam Gusni Satriawati), yakni

8

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang …, hlm. 9. 9


(18)

5

sebagian siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari gurunya, tetapi para siswa tersebut sangat jarang mengajukan pertanyaan pada gurunya, sehingga yang terjadi adalah guru asyik sendiri menjelaskan apa-apa yang telah disiapkannya, di lain pihak siswa juga asyik sendiri menjadi penerima informasi yang baik. akibat dari semua itu, para siswa hanya mencontoh apa-apa yang telah dikerjakan guru dan mengingat rumus-rumus atau aturan-aturan matematika dengan tanpa makna dan pengertian. Akhirnya siswa beranggapan bahwa dalam menyelesaikan sebuah soal atau permasalahan matematika cukup dikerjakan seperti apa yang dicontohkan oleh guru atau dapat menggunakan rumus secara langsung, walaupun mereka sebenarnya tak mengerti.10

Padahal proses pembelajaran seperti itu kurang baik terhadap perkembangan berpikir peserta didik. Karena meskipun selama ini pembelajaran matematika dimaknai sebagai pembelajaran yang permasalahannya hanya dapat diselesaikan dengan satu cara dan hanya mendapatkan satu hasil (one problem- one solution) atau dapat dikatakan seragam, tetapi kita sebagai pendidik harus berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Karena dalam pandangan psikologi, keadaan yang seragam tersebut akan mengarah kepada perkembangan „hanya‟ salah satu sisi berpikir saja, yaitu berpikir konvergen yakni kemampuan untuk menemukan satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu permasalahan, berdasarkan informasi atau soal yang diberikan. Bila latihan berpikir konvergen pada seseorang terlalu dominan akan mengurangi kesempatan berkembangnya berpikir kreatif, yaitu kemampuan untuk menemukan berbagai alternatif jawaban yang mungkin terhadap berbagai macam permasalahan berdasarkan informasi yang ada, yang kelak sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan sesorang memecahkan masalah dalam kehidupannya.11

10

Gusni Satriawati, pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar Sebuah Antologi. 2007. hlm. 157.

11


(19)

6

Maka untuk merangsang kemampuan berpikir kreatif siswa, kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban (yang benar) sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam menemukan sesuatu yang baru. Pembelajaran yang memberikan problem yang terbuka atau memberikan multijawaban yang benar disebut pembelajaran dengan pendekatan Open-ended. Sehingga dengan menggunakan pendekatan Open-ended dalam pembelajaran matematika, akan merangsang kemampuan berpikir kreatif siswa karena dalam pendekatan tersebut siswa diberikan masalah-masalah yang terbuka yang dapat memberikan keleluasaan siswa dalam berpikir dalam menyelesaikan suatu masalah.

Dengan latar belakang tersebut, penulis meneliti tentang pengaruh pendekatan Open Ended dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah tersebut, ada beberapa masalah yang dapat penulis identifikasi sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika, diantaranya adalah:

1. Secara umum jenis pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran matematika yang kurang tepat.

2. Secara umum metode pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru (teacher center).

3. Pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan masih rendah. 4. Minat siswa dalam mengikuti pelajaran matematika masih rendah.

5. Secara umum kreativitas guru sebagai pengajar dalam menyampaikan materi masih kurang.


(20)

7

C.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah dalam penelitian ini pada jenis pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Open Ended, yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang biasanya dimulai dengan memberikan problem kepada siswa. Problem yang dimaksud adalah problem terbuka yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memformulasikan problem tersebut dengan multijawaban yang benar.

Pendekatan tersebut digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, yaitu kemampuan berpikir yang meliputi berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, keterampilan memperinci dan ketrampilan mengevaluasi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa yang proses pembelajarannya menggunakan pendekatan Open Ended lebih tinggi dari pada yang menggunakan pendekatan konvensional ?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan open ended.

2. Melatih kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan pendekatan open ended.

3. Mengetahui pengaruh pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.


(21)

8

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini agar dapat digunakan oleh beberapa pihak, diantaranya:

1. Bagi siswa

Penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, meningkatkan minat siswa untuk mempelajari matematika sehingga diharapkan dapat menumbuhkan motivasi untuk belajar matematika

2. Bagi Guru

Guru memperoleh pengalaman dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended. Diharapkan nantinya guru dapat mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan yang bervariasi dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran bagi siswanya.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian dapat menjadi sumbangan ilmiah bagi sekolah dalam rangka memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi sebuah informasi bagi para pendidik tentang seberapa berpengaruh penggunaan pendekatan open ended dalam kegiatan pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A.

Deskripsi Teoritis

1. Berpikir Kreatif dalam Matematika a. Teori Berpikir Kreatif

Bono dalam bukunya Revolusi Berpikir mendefinisikan berpikir sebagai keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dan pengalaman.1 Berpikir adalah eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan.2 Berpikir terjadi di dalam otak, dan merupakan suatu proses yang disadari.3

Pikiran karena berlandaskan berbagai pengalaman dalam ingatan seseorang, tentu dapat dibedakan atau digolongkan menjadi berbagai ragam. Osborn membedakan 4 ragam kemampuan pikiran manusia sebagai berikut: 4

1) Kemampuan serap (Absortive), ialah kemampuan pikiran untuk mengamati dan menaruh perhatian.

2) Kemampuan simpan (Retentive), ialah kemampuan pikiran untuk menghafal dan mengingat kembali.

3) Kemampuan nalar (Reasoning), ialah kemampuan pikiran untuk menganalisis dan menimbang.

4) Kemampuan Cipta (Creative), ialah kemampuan pikiran untuk membayangkan, menggambarkan di muka, dan melahirkan gagasan.

1

Edward de Bono, Revolusi Berpikir Edward de Bono, Terj. Dari Teach Your Child How to Think oleh Ida Sitompul dan Fahmy Yamani, (Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2007), cet.1, hlm. 24

2

Edward de Bono, Mengajar Berpikir, Terj. dari Teaching Thingking oleh Soemardjo, (Jakarta : Erlangga, 1990), hlm. 36

3

Ibid., hlm. 34 4

The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien, (Yogyakarta : Liberty, 1995), jilid II, cet. 1, Edisi ke-4, hlm.240-241


(23)

Dalam Islam juga terdapat adanya konsep berpikir, yang dikenal dengan tafakkur. Tafakkur adalah istilah Arab untuk berpikir. Menurut Al-Fairuzabadi, salah seorang linguis muslim awal terkemuka, al-fikr (pikiran) adalah refleksi atas sesuatu; afkar adalah bentuk jamaknya. Menurut pandangannya, fikr dan tafakkur adalah sinonim dan keduanya memiliki makna yang sama. Konsep tafakkur/berpikir adalah sebagai bagian dari pandangan Al-Qur’an tentang manusia. Jelasnya, manusia sebagai khalifah memiliki tugas mulia dan misi besar untuk dijalankan di muka bumi. Kemampuan tafakkur/berpikir menjadi salah satu ciri paling penting, bukan hanya membedakan manusia dengan makhluk lain, tetapi juga membuatnya dapat memenuhi syarat untuk melaksanakan peran penting sebagai pembangun peradaban dan pembawa misi.5

Sebagai umat islam, ada baiknya jika kita juga meninjau konsep berpikir yang terdapat dalam Al-Qur’an. Badi, dkk menjelaskan bahwa Al-Qur’an menggunakan kata jadian dari kata kerja fakkara sebanyak 18 kali. Kata itu merupakan akar kata dari kata tafakkur, dua ayat diantaranya adalah:

Q.S. Ar-Ra’d (13) : 3

Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan[765]6, Allah menutupkan

5

Jamal Badi, dan Mustapha Tajdin, Islamic Creative Thinking : Berpikir Kreatif Berdasarkan

Metode Qur’ani, ( Bandung : Mizania, 2007), hlm.14

6

[765] yang dimaksud berpasang-pasangan, ialah jantan dan betina, pahit dan manis, putih dan hitam, besar kecil dan sebagainya. (Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI. Semarang : CV. Asy-Syifa’), hlm. 528


(24)

malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Q.S. Al-Jatsiyah (45) : 13

Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.

Dan 16 ayat lainnya terdapat pada Q.S. Al-Baqarah (2) : 219 dan 266, Q.S. Ali-Imran (3) : 191, Q.S. Al-An’am (6) : 50, Q.S. Al-A’raf (7) : 176 dan 184, Q.S. Yunus (10) : 24, Q.S. An-Nahl (16) : 11, 44 dan 69, Q.S. Ar-Rum (30) : 8 dan 21, Q.S. Saba’ (34) : 46, Q.S. Az-Zumar (39) : 42, Q.S. Al-Hasyr (59) : 21, Q.S. Al-Muddatsir (74) : 181

berdasarkan penjabaran di atas dapat kita temukan beberapa aspek7 : 1) istilah tersebut lebih banyak digunakan sebagai “kata kerja” dari

pada “kata benda” dalam seluruh ayat, artinya lebih banyak proses dari pada sebagai konsepsi abstrak.

2) pada suatu ayat, yaitu pada Q.S. Al-Muddatsir (74) : 18, kata kerja digunakan dalam bentuk lampau (madhi), sementara kata kerja dalam bentuk sekarang (mudhari’) digunakan di 17 ayat lain, yang menekankan kontinuitas dalam proses.

Terdapat dua cabang utama dalam proses berpikir, yakni berpikir kreatif dan berpikir analitis. Berpikir kreatif merupakan cara berpikir

7

Jamal Badi, dan Mustapha Tajdin, Islamic Creative Thinking : Berpikir Kreatif Berdasarkan


(25)

untuk menghasilkan gagasan dan produk baru, melihat suatu pola antara hal satu dengan yang lain yang semula tidak nampak, yakni menemukan cara-cara baru untuk mengungkap suatu hal, menggabungkan gagasan yang ada untuk menghasilkan gagasan baru dan lebih baik, atau dapat dikatakan berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan/memunculkan suatu ide baru. Sedangkan dalam berpikir analitis, biasanya lebih mendahulukan suatu situasi, masalah, subjek atau keputusan pada pemeriksaan yang ketat dan langkah yang logis. Kedua cara berpikir tersebut tidak saling bertentangan, tetapi harus saling melengkapi, yaitu berpikir kreatif berarti mencari alternatif-alternatif baru dalam pemecahan masalah dan berpikir analitik berarti memutuskan untuk memilih alternatif terbaik di antara pilihan yang ada.

Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Menurut Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan di Universitas Harvard, “menjadi kreatif berarti anda melakukan sesuatu yang pertama-tama terasa tidak biasa.”8 Berpikir kreatif merupakan benteng pertahanan manusia pada era ketika mesin, terutama komputer, tampaknya mengambil alih aktivitas rutin yang membutuhkan ketrampilan dan aktivitas berpikir sehari-hari.9

Hampir semua ahli berpendapat bahwa setiap individu memiliki potensi menjadi kreatif, hanya tingkatan dan bidang kreatifnya berbeda-beda.10 Hal ini juga dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa Berpikir kreatif dapat dikembangkan pada setiap orang, karena terdapat potensi kreatif yang dapat dimiliki seseorang sesuai dengan Q.S. Ar-Ra’du : 11

8

Daniel Goleman, dkk., The Creative Spirit : Nyalakan Jiwa Kreatifmu Di Sekolah, Tempat Kerja dan Komunitas, (Bandung : Mizan Learning Center, 2005), cet. I, hlm. 41

9

Jamal Badi, dan Mustapha Tajdin, Islamic Creative Thinking : Berpikir Kreatif Berdasarkan Metode Qur’ani, ( Bandung : Mizania, 2007), hlm. 121

10

Tim Pustaka Familia, Warna-Warni Kecerdasan Anak dan Pendampingannya, (Yogyakarta : Kanisius, 2006), hlm.253


(26)

هَّلا َّإ

ۗ ْم سفْنأب ام ا رِّغي ٰىَّح مْ قب ام رِّغي ال

…sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…

Dalam berpikir kreatif, kita harus menebak agar mendapatkan berbagai hal baru untuk melihat informasi dan agar bisa mengeksplorasi berbagai kemungkinan ide baru.11 Dalam proses berpikir kreatif, biasanya siswa lebih memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar. Karena berpikir kreatif melibatkan rasa ingin tahu dan bertanya, maka guru dituntut menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan keterampilan, mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari serta mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatau masalah dan mengungkapkan gagasan-gagasannya, agar siswa terlatih untuk menjadi seorang pemikir kreatif.

Krutetskii memberikan indikasi berpikir kreatif12, yaitu (1) produk aktivitas mental mempunyai sifat kebaruan (novelty) dan bernilai baik secara subjektif maupun objektif; (2) proses berpikir juga baru, yaitu meminta suatu transformasi ide-ide awal yang diterimanya maupun yang ditolak; (3) proses berpikir dikarakterisasikan oleh adanya sebuah motivasi yang kuat dan stabil, serta dapat diamati melebihi waktu yang dipertimbangkan atau dengan intensitas yang tinggi. Indikasi berpikir kreatif dari segi hasil (produk) menekankan pada kebaruan dan bernilai baik. Hurlock mengatakan kreativitas memiliki berbagai tingkatan sebagaimana mereka memiliki berbagai tingkatan kecerdasan. Karena kreativitas merupakan perwujudan dari proses berpikir kreatif, maka

11

Edward de Bono, Revolusi Berpikir Edward de Bono, Terj. Dari Teach Your Child How to Think oleh Ida Sitompul dan Fahmy Yamani, (Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2007), cet.1, hlm. 252

12

Tatag Yuli Eko Siswanto, “Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika”, dalam Jurnal Universitas Adibuana, hal. 2


(27)

berpikir kreatif juga mempunyai tingkat atau level, oleh sebab itu tingkat kemampuan berpikir kreatif masing-masing anak tidaklah sama.

De Bono dalam Barak & Doppelt (2000) mendefinisikan 4 tingkat pencapaian dari perkembangan ketrampilan berpikir kreatif, yaitu kesadaran berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi pemikiran.

Tabel 2.1

Tingkat Berpikir Kreatif dari De Bono Level 1: Awareness of Thinking

General awareness of thinking as a skill. Willingness to think about something. Willingness to investigate a particular subject. Willingness to listen to others.

Level 2: Observation of Thinking.

Observation of the implications of action and choice, consideration of peers’ points view, comparison of alternative.

Level 3: Thinking strategy.

Intentional use of a number of thinking tools, organization of thinking as a sequence of steps. Reinforcing the sense of purpose in thinking.

Level 4: Reflection on thinking.

Structured use of tools, clear awareness of reflective thinking, assesment of thinking by thinker himself. Planning thinking tasks and methods to perform them.

Penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Bono adalah sebagai berikut:

Tingkat 1 merupakan tingkat berpikir kreatif yang rendah, karena hanya mengekspresikan terutama kesadaran siswa terhadap keperluan menyelesaikan tugasnya saja.

Tingkat 2 menunjukkan berpikir kreatif yang lebih tinggi karena siswa harus menunjukkan bagaimana mereka mengamati sebuah


(28)

implikasi pilihannya, seperti penggunaan komponen-komponen khusus atau algoritma-algoritma pemrograman. Tingkat 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi berikutnya karena siswa

harus memilih suatu strategi dan mengkoordinasikan antara bermacam-macam penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan bagaimana tingkat detail yang diinginkan dan bagaimana menyajikan urutan tindakan atau kondisi-kondisi logis dari sistem tindakan.

Tingkat 4 merupakan tingkat tertinggi karena siswa harus menguji sifat-sifat produk final membandingkan dengan sekumpulan tujuan. Menjelaskan simpulan terhadap keberhasilan atau kesulitan selama proses pengembangan, dan memberi saran untuk meningkatkan perencanaan dan proses konstruksi. Tingkat berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum strategi berpikir tidak hanya dalam matematika.

b. Ciri-ciri Berpikir Kreatif

Seseorang dikatakan kreatif tentu ada ciri-ciri yang menyebabkan seseorang itu disebut kreatif. Munandar menyebutkan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (Aptitude) antara lain:13

1) Keterampilan berpikir lancar

Keterampilan berpikir lancar didefinisikan sebagai kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah/pertanyaan, memberikan banyak cara/saran untuk melakukan berbagai hal, dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

Perilaku siswa yang digambarkan yaitu mengajukan banyak pertanyaan, menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan, mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah,

13

S.C. Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), cet. 3, hal. 88


(29)

lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya, bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari pada anak-anak lain, dan dapat dengan cepat melihat kesalahan/ kekurangan pada suatu aspek/situasi.

2) Kemampuan berpikir luwes (fleksibel)

Kemampuan berpikir luwes didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif/arah yang berbeda-beda, dan mampu mengubah cara pendekatan/cara pemikiran.

Perilaku siswa yang digambarkan yaitu memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek, memberikan macam-macam penafsiran/ interpretasi terhadap suatu gambar, cerita/ masalah, menerapkan suatu konsep/asas dengan cara yang berbeda-beda, memberi pertimbangan terhadap situasi, yang berbeda dari yang diberikan oleh orang lain, dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda/bertentangan dari mayoritas kelompok, jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya, menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda, dan mampu mengubah arah berpikir secara spontan.

3) Keterampilan berpikir orisinil

Keterampilan berpikir orisinil didefinisikan sebagai kemampuan melahirkan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untnk mengungkapkan diri, dan mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian dan unsur-unsur.

Perilaku siswa yang digambarkan yaitu melahirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain, mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru, memiliki a-simetri dalam menggambarkan atau


(30)

membuat disain, memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain, mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip, setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru, dan lebih senang bersintesis dari pada mengandali sesuatu.

4) Keterampilan memperinci ( mengolaborasi )

Keterampilan memperinci didefinisikan sebagai kemampuan memperkaya dan memgembngkan suatu gagasan atau produk, serta menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Perilaku siswa yang digambarkan yaitu mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci, mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain, mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan di tempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana, serta menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil terhadap gambarnya sendiri atau orang lain.

5) Keterampilan menilai (mengevaluasi)

Keterampilan menilai didefinisikan sebagai kemampuan menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, kemampuan mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, tidak hanya mencetuskan gagasan tapi juga melakukannya.

Perilaku siswa yang digambarkan yaitu memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri, menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal, menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis selalu menanyakan “mengapa”?, mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan, merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus, pada waktu tertentu tidak menghasilkan gagasan tetapi menjadi


(31)

peneliti atau penilai yang kritis, serta menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya.

c. Karakteristik Siswa Berbakat Matematika

Kemampuan berpikir kreatif matematika juga didukung oleh bakat siswa dalam matematika. Greenes mengemukakan enam karakteristik siswa berbakat matematika, yaitu14 :

1) Fleksibilitas dalam mengolah data.

2) Kemampuan luar biasa dalam menyusun data. 3) Ketangkasan mental.

4) Penaksiran yang orisinal.

5) kemampuan luar biasa untuk mengalihkan gagasan.

6) kemampuan yang luar biasa untuk generalisasi.

d. Berpikir Kreatif Matematis

Berpikir kreatif matematis merupakan hal penting yang harus dikembangkan dalam mempelajari matematika. Menurut pendapat Sumarmo bahwa dalam mempelajari matematika, siswa harus memperhatikan dua hal pokok tentang matematika yaitu pandangan matematika sebagai proses dan matematika sebagai produk.15 Matematika sebagai produk terkait dengan kemampuan seseorang memahami konsep, prinsip, aturan, hukum dan kesimpulan sedangkan sebagai proses seseorang harus mampu mengetahui cara memperoleh objek matematika tersebut. Dari pendapat Sumarmo tersebut, maka untuk mengembangkan berpikir kreatif matematis, pembelajaran harus tetap memperhatikan bagaimana seseorang siswa mampu berfikir secara

14

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), cet. 1, hlm. 150.

15 Awaludin, “

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis pada Siswa dengan Kemampuan Matematis Rendah Melalui Pembelajaran Open ended dalam Kelompok Kecil dengan Pemberian Tugas Tambahan ”, Tesis Pascasarjana UPI Bandung,


(32)

divergen untuk menyelesaikan suatu soal maupun menghasilkan berbagai jawaban yang tepat atas soal yang diberikan.

Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan seseorang dalam mengembangkan ide-ide dan menyelesaikan masalah matematika secara orisinil, fleksibel, luwes, elaboratif, dan menilai.16 Sedangkan Singh mendefinisikan kreatifitas matematika sebagai proses menyatakan dugaan mengenai sebab dan akibat dalam sebuah keadaan matematika, mencoba dan mencoba kembali dugaan tersebut dan membuat perubahan/modifikasi dan akhirnya memberitahukan hasilnya.17

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan seseorang dalam mengembangkan ide-ide dan menyelesaikan masalah matematika secara orisinil, fleksibel, luwes, elaboratif, dan menilai dengan melalui proses menyatakan dugaan mengenai sebab dan akibat dalam sebuah keadaan matematika, mencoba dan mencoba kembali dugaan tersebut dan membuat perubahan/modifikasi dan akhirnya memberitahukan hasilnya.

Anderson mengembangkan suatu taxonomi untuk pembelajaran, pengajaran dan penilaian berdasar dimensi pengetahuan dan proses kognitif yang merevisi taxonomi Bloom. Dimensi pengetahuan meliputi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif. Sedang proses kognitif meliputi mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), evaluasi (evaluate) dan mencipta (create).

Kategori proses kognitif tertinggi berupa create berhubungan dengan proses kreatif. Mencipta artinya meletakkan elemen-elemen secara bersama-sama untuk membentuk suatu keseluruhan yang

16Awaludin, “

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif… ,hlm. 31, t.d. 17Eric Louis Mann, “

Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students ”, Disertasi University of Connecticut, ( 2005), hlm. 7, t.d. http://www.gifted.uconn.edu/siegle/Dissertations/Eric%20Mann.pdf


(33)

koheren dan fungsional atau mengatur kembali (reorganisasi) elemen-elemen ke dalam suatu struktur atau pola-pola baru. Individu atau siswa yang mempunyai tingkat kemampuan, latar belakang ekonomi maupun sosial budaya yang berbeda, tentu akan mempunyai kualitas proses kreatif yang berbeda pula. Karena perbedaan itu umumnya berjenjang/bertingkat, maka dapat dikatakan bahwa terdapat jenjang atau tingkat dalam berpikir kreatif itu. Berdasar penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat jenjang atau tingkat berpikir kreatif siswa dalam matematika.

Siswono membagi tingkatan berpikir kreatif dalam matematika menjadi 5 tingkatan, yaitu:18

1) Tingkat Berpikir Kreatif 4 (Sangat Kreatif)

Pada tingkat ini siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari satu alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda-beda dengan lancar (fasih) dan fleksibel.

2) Tingkat Berpikir Kreatif 3 (Kreatif)

Pada tingkat ini siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan cara penyelesaian yang berbeda (fleksibel) meskipun tidak fasih atau membuat berbagai jawaban yang baru meskipun tidak dengan cara yang berbeda (tidak fleksibel). Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) meskipun jawaban masalah tunggal atau membuat masalah yang baru dengan jawaban divergen.

3) Tingkat Berpikir Kreatif 2 (Cukup Kreatif)

Pada tingkat ini siswa mampu membuat satu jawaban atau masalah yang berbeda dari kebiasaan umum meskipun tidak dengan fleksibel atau fasih, atau mampu menunjukkan berbagai cara

18 Tatag Yuli Eko Siswanto, “

Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika”, dalam Jurnal Universitas Adibuana, hal. 9


(34)

penyelesaian yang berbeda dengan fasih meskipun jawaban yang dihasilkan tidak baru.

4) Tingkat Berpikir Kreatif 1 (Kurang Kreatif)

Pada tingkat ini siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda (baru), meskipun salah satu kondisi berikut dipenuhi, yaitu cara penyelesaian yang dibuat berbeda-beda (fleksibel) atau jawaban/masalah yang dibuat beragam (fasih). 5) Tingkat Berpikir Kreatif 0 (Tidak Kreatif)

Pada tingkat ini siswa tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel.

e. Pengukuran Kreativitas Matematika

Balka memberikan kriteria untuk mengukur potensi kreatifitas matematika sebagai berikut:19

1) Kemampuan untuk menyatakan dugaan matematika mengenai sebab dan akibat dalam situasi matematika

2) Kemampuan untuk menentukan contoh dalam situasi matematika 3) Kemampuan untuk keluar dari pemikiran yang biasa untuk

memperoleh solusi dalam sebuah situasi matematika

4) Kemampuan untuk menimbang dan menilai ide-ide matematika yang luar biasa, untuk memikirkan lebih jauh konsekuensi-konsekuensi yang mungkin untuk sebuah situasi matematika

5) Kemampuan untuk merasakan kekurangan dari situasi matematika yang diberikan dan untuk mempertanyakan sesuatu yang memungkinkan untuk mengisi kekurangan informasi matematika 6) Kemampuan untuk memisahkan masalah-masalah matematika yang

umum ke dalam bagian masalah yang lebih khusus

19 Eric Louis Mann, “

Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students ”, Disertasi University of Connecticut, ( 2005), hlm. 27, t.d. http://www.gifted.uconn.edu/siegle/Dissertations/Eric%20Mann.pdf


(35)

f. Indikator Berpikir Kreatif Matematis

Indikator berpikir kreatif matematis merupakan suatu ukuran keberhasilan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dalam penelitian ini, penulis menyusun indikator berpikir kreatif matematis berdasarkan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Munandar dan pengukuran ktreativitas matematika yang dikemukakan oleh Balka, sebagai berikut:

Tabel 2.2

Indikator Berpikir Kreatif Matematis

Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kreatif (S.C. Utami Munandar)

Pengukuran Kreativitas Matematika

(Balka)

Indikator

Berpikir Kreatif Matematis dalam Penelitian

Berpikir Luwes

Kemampuan untuk menyatakan dugaan matematika mengenai sebab dan akibat dalam situasi matematika

Menyatakan hubungan sebab dan akibat matematika

Berpikir Lancar

Kemampuan untuk menentukan contoh dalam situasi matematika

Menyatakan banyak gagasan, jawaban dan penyelesaian masalah

Berpikir Orisinil

Kemampuan untuk keluar dari pemikiran yang biasa untuk memperoleh solusi dalam sebuah situasi matematika

Mengemukakan ide-ide baru dalam menyelesaikan masalah matematika

Keterampilan Menilai (Mengevaluasi)

Kemampuan untuk menimbang dan menilai ide-ide matematika yang luar biasa, untuk memikirkan lebih jauh konsekuensi-konsekuensi yang mungkin untuk sebuah situasi matematika

Mempertimbangkan dan menilai ide-ide yang istimewa untuk digunakan pada situasi yang lain

Keterampilan Memperinci (Mengelaborasi)

Kemampuan untuk memisahkan masalah-masalah matematika yang umum ke dalam bagian masalah yang lebih khusus

Menerapkan sebuah konsep dari konsep yang umum digunakan dalam masalah yang khusus


(36)

2. Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika a. Pengertian Pendekatan Open-Ended

Menurut Ruseffendi Pendekatan adalah suatu jalan, cara, atau kebijasanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapain tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu, umum atau khusus, dikelola.20

Menurut Sudrajat pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.21

Pendekatan adalah konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu pelajaran untuk mencapai tujuan belajar-mengajar. Sehingga, makin tepat pendekatan yang digunakan, diharapkan maka makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Pengetahuan mengenai pendekatan-pendekatan mengajar sangat penting bagi guru, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

Pendekatan open-ended merupakan suatu upaya pembaharuan pendidikan matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang. Pendekatan sekitar dua puluh tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Simada, dkk. Munculnya pendekatan ini sebagai reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya disebut dengan “issei jugyow” (frontal teaching); guru menjelaskan konsep baru di depan kelas kepada para siswa, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa soal.22

20 Ondi Saondi, “Perbandingan Prestasi Belajar Kalkulus Mahasiswa Antara yang Menda pat Pembelajaran Melalui Pendekatan Open-Ended dengan yang Mendapat Pembelajaran Biasa”,

dalam Equilibrium, Vol.1, No.1, Januari-Juni 2005, hlm.95 21

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/ (11 April 2011)

22


(37)

Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga problem open-ended atau problem terbuka.23 Maka pembelajaran dengan pendekatan open-ended adalah pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban yang benar (problem terbuka atau incomplete) kepada siswa.

Pendekatan open-ended merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif dan menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama mengerjakan soal. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dapat melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi.24

Pendekatan open ended adalah suatu pendekatan pembelajaran yang biasanya dimulai dengan memberikan problem kepada siswa. Problem yang dimaksud adalah problem terbuka yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memformulasikan problem tersebut dengan multijawaban yang benar.25

Contoh penerapan problem open-ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan dan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.26 Siswa diharapkan memiliki tujuan utama bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian tidak hanya ada satu cara dalam memperoleh jawaban, namun beberapa atau banyak.

Menurut Nohda tujuan dari pendekatan Open ended adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis

23

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA, 2003), hlm. 123

24

Suyanto, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka, 2009), cet.1, hlm.62

25

Suherman, op. cit., Hal. 125 26


(38)

siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan siswa. Hal yang perlu digaris bawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir sesuai dengan minat dan kemampuannya.27

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Open ended adalah sebuah pendekatan yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban yang benar (problem terbuka atau incomplete) kepada siswa, yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif serta melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi.

b. Mengkonstruksi Problem Open Ended

Tidak mudah mengembangkan problem open ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan beragam kemampuan. Melalui penelitian yang panjang di Jepang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkreasi problem tersebut, diantaranya: 28

1) Sajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata, di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.

2) Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.

3) Sajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.

4) Sajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.

27

Ibid., hlm. 124 28


(39)

5) Berikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat yang umum.

6) Berikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasi dari pekerjaannya.

c. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Open ended

Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended sebagai berikut:29

1) Mempersiapkan Kelas

a) Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya buku siswa, LKS, alat peraga dan lain sebagainya. b) Kelompokkan siswa jika perlu (sesuai dengan rencana).

Sampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan dipakai hari itu.

2) Kegiatan Pembelajaran

a) Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan. Mungkin secara individual ataupun secara kelompok. (jangan menunjukkan selesaian, boleh mengajukan pertanyaan pancingan).

b) Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual, untuk mengerjakan atau menjawab masalah open ended yang diberikan dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup bagi siswa untuk mengerjakannya.

c) Jika dalam waktu yang dipandang cukup siswa tidak ada satupun yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah guide atau

29

Nur Ayuningsih, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita dengan Pendekatan Open Ended”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta :


(40)

petunjuk seperlunya atau berilah pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa LKS ataupun bentuk lain.

d) Mintalah seseorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk menyampaikan hasil kerjanya atau hasil pemikirannya (bisa lebih dari satu orang)

e) Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapannya tentang berbagai selesaian yang disajikan temannya di depan kelas. Bila ada selesaian lebih dari satu, ungkaplah semua.

3) Kriteria Penilaian untuk Soal Open ended

Soal open ended memungkinkan ragam jawaban siswa, sehingga guru kesulitan menilai hasil pekerjaan siswa. Menurut sawada untuk mengatasi hal tersebut, prestasi atau hasil pekerjaan siswa dapat dinilai dengan menggunakan beberapa kriteria berikut ini:

Kemahiran, diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan beberapa metode penyelesaian. Fleksibilitas, adalah peluang siswa menjawab benar untuk beberapa soal serupa. Keaslian, kategori ini dimaksudkan untuk mengukur keaslian gagasan siswa dalam memberikan jawaban yang benar.

Henddens dan Speer menyarankan untuk menilai hasil kerja pendekatan open ended problem salah satu caranya adalah dengan menentukan scoring dan jawaban siswa melalui “rubrik”. Rubrik ini merupakan skala penilaian baku yang digunakan untuk menilai jawaban siswa dalam soal-soal open ended. Banyak jenis rubrik berbeda yang digunakan oleh individu dan sekolah.

Salah satu contoh rubrik yang digunakan untuk menentukan scoring jawaban siswa dalam soal-soal open ended adalah:

1. Memberikan skor 4 jika jawaban siswa itu lengkap. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah:


(41)

b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.

c. Jika respon dinyatakan terbuka, semua jawaban benar. d. Hasil digambarkan secara lengkap.

e. Kesalahan kecil, misalnya pembulatan mungkin ada.

2. Memberikan skor 3 jika jawaban siswa itu menggambarkan kompetensi dasar. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah:

a. Jawaban yang dikemukakan benar.

b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.

c. Jika respon dinyatakan terbuka, maka hampir semua jawaban benar.

d. Hasilnya dijelaskan.

e. Beberapa kesalahan kecil yang matematika mungkin ada. 3. Memberikan skor 2 jika jawaban siswa sebagian. Ciri-ciri dari

jawaban siswa ini adalah:

a. Beberapa jawaban mungkin sudah dihilangkan.

b. Menggambarkan problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.

c. Terlihat kurangnya tingkat pemikiran yang tinggi. d. Kesimpulan dinyatakan tetapi tidak akurat.

e. Kesalahan kecil yang matematika mungkin muncul.

4. Memberikan skor 1 jika jawaban siswa hanya sekedar upaya mendapatkan jawaban. Ciri-ciri dari jawaban siswa ini adalah: a. Jawaban dikemukakan namun tidak pernah mengembangkan

ide-ide matematik.

b. Masih kurang ide dalam problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.

c. Beberapa perhitungan dinyatakan salah.

d. Hanya sedikit terdapat penggambaran pemahaman matematik. e. Siswa sudah berupaya untuk menjawab soal.


(42)

5. Memberikan skor 0 jika jawaban siswa hanya sekedar berupaya mendapatkan jawaban. Ciri-ciri jawaban siswa ini adalah:

a. Jawaban betul-betul tidak tepat.

b. Tidak ada penggambaran problem solving, reasoning serta kemampuan berkomunikasi.

c. Tidak menyatakan pemahaman matematik sama sekali. d. Tidak mengemukakan jawaban.

Penggunaan skala jawaban siswa ini berada pada rentang 0 sampai 4, tergantung pada kekuatan jawabannya.

d. Aplikasi Pendekatan Open-Ended dalam Matematika

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendekatan Open ended dimulai dengan memberikan suatu masalah yang bersifat terbuka atau memiliki banyak jawaban yang mungkin. Maka aplikasi Open ended dalam matematika adalah melalui masalah-masalah terbuka yang dituangkan ke dalam soal-soal matematika. Berikut ini penulis mencoba memberikan contoh aplikasi pendekatan Open ended dalam materi peluang yaitu soal dengan masalah terbuka yang dibandingkan soal dengan masalah rutin.

1) Berapakah peluang dari pelemparan dua buah dadu untuk kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 ?

Penyelesaian: n(S) = 36

A = kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 A = {(1,5),(2,4),(3,3),(4,2),(5,1)}

n(A) = 5

Peluang kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 P(A) = n(A) / n(S) = 5/36

Jadi, peluang kejadian munculnya mata dadu berjumlah 6 adalah 5/36

2) Diberikan dua belas orang calon untuk pasangan pemain bulu tangkis, lima orang dari kota A dan tujuh orang dari kota B.


(43)

Tentukan aturan-aturan penyusunan pemain berdasarkan pada kota asalnya dan tentkan pula banyaknya susunan pasangan pemain yang sesuai dengan aturan tersebut !

Penyelesaian:

a) Penyusunan pasangan pemain harus berasal dari kota A. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C(5,2) = 10.

Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal A. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C(5,2) = 10

b) Penyusunan pasangan pemain harus berasal dari kota B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C(7,2) = 21.

Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C(7,2) = 21

c) Penyusunan pasangan pemain satu orang harus berasal dari kota A dan satu orang lagi harus berasal dari kota B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C(5,1) . C(7,1) = 35.

Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal A dan B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C(5,1) . C(7,1) = 35.

d) Penyusunan pasangan pemain berasal dari kota A atau B. Banyaknya susunan pasangan pemain adalah C(12,2) = 66. Jawaban ini benar sebab aturan pemasangan pemain berdasarkan pada kota asal A atau B. Pemasangan pemain tidak memerlukan urutan, maka banyaknya pasangan pemain adalah C(12,2) = 66.

Berdasarkan soal-soal diatas, dapat dikategorikan bahwa masalah 1 merupakan masalah rutin dan tidak termasuk masalah terbuka, karena prosedur yang digunakan untuk menentukan penyelesaiannya sudah tertentu dan hanya memiliki satu jawaban yang benar. Sedangkan


(44)

masalah 2 termasuk masalah terbuka (open-ended problem) dan bukan masalah rutin, karena tidak memiliki prosedur tertentu untuk menjawabnya.

e. Keunggulan Pendekatan Open-Ended

Keunggulan pendekatan Open ended antara lain (Suherman, dkk, 2003):

1) siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan ide.

2) siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif. 3) siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon

permasalahan dengan cara mereka sendiri.

4) siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.

5) siswa memiliki banyak pengalaman untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Pendekatan pembelajaran konvensional yaitu sebuah pendekatan dalam pembelajaran secara konvensional, dimana kegiatan mengajar yang dilakukan oleh para guru merupakan aktivitas menyimpan informasi dalam pikiran siswa yang pasif dan dianggap kosong.

Pembelajaran konvensional juga dapat dikatan sebagai pembelajaran yang dilakukan dengan komunikasi satu arah, karena gurulah yang berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya menerima informasi verbal guru.

Freire memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank” (banking concept of education). Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib


(45)

diingat dan dihafal. Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada terjadinya hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan siswa. Guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita dunia yang diajarkan kepada mereka.

Burrowes menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.30

Jadi, dalam pembelajaran dengan pendekatan konvensional yang lebih diutamakan bukanlah bagaimana proses pembelajaran berlangsung, melainkan hasil dari pembelajaran tersebut.

a. Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Kovensional

Setiap metode maupun pendekatan pasti memliki kekurangan, begitu pula dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Kekurangan pendekatan pembelajaran konvensional adalah:

1) Pembelajaran berjalan membosankan, siswa menjadi pasif karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuka catatan saja.

30


(46)

2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3) Pendekatan konvensional menyebabkan belajar siswa menjadi “belajar menghafal” (rote learning) yang mengakibatkan tidak timbulnya pengertian.

4. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

a. Nur Ayuningsih dalam skripsinya yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita dengan Pendekatan Open ended, memberikan kesimpulan bahwa:

1) Penggunaan pendekatan Open ended dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. 2) Penggunaan pendekatan Open ended dalam proses pembelajaran

dapat meningkatkan keaktifan, komunikasi, semangat dan persaingan yang sehat antarsiswa dan dapat menumbuhkan semangat dan tanggung jawab antara anggota kelompok. Siswa lebih aktif dalam melakukan aktivitas seperti ke depan mengerjakan soal, mengerjakan soal dengan cepat, bertanya tentang materi yang sulit dan lain sebagainya. Siswa tidak takut dan malu lagi untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya.

b. M. Ali Yazid dalam skripsinya yang berjudul Pendekatan Open ended dalam Pembelajaran Matematika (Penelitian Eksperimen di SD Islam Al-Mukhlishin Ciseeng Bogor), memberikan kesimpulan bahwa:

1) Prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan pendekatan Open ended lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata siswa yang menggunakan pendekatan Open ended lebih besar dari nilai rata-rata siswa yang menggunakan pendekatan konvensional.


(47)

B.

Kerangka Berpikir

Setiap kemajuan yang diraih manusia selalu melibatkan kreativitas.31 Kreativitas memang penting, namun bangsa Indonesia ternyata masih menghadapi persoalan dalam masalah ini. Khususnya dalam pendidikan, pakar-pakar bidang pendidikan melihat bahwa kreativitas bangsa Indonesia masih tergolong rendah.32 Menurut Munandar, pendidikan formal di Indonesia terutama menekankan pada pemikiran konvergen. Murid-murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu masalah.33

Berdasarkan persoalan di atas, maka harus dicari sebuah pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, yang dapat membantu siswa untuk berpikir secara kreatif. Berpikir kreatif sangat perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, karena selama ini pembelajaran matematika dimaknai sebagai pembelajaran yang permasalahannya hanya dapat diselesaikan dengan satu cara dan hanya mendapatkan satu hasil (one problem- one solution) atau dapat dikatakan seragam.34 Maka untuk menghindari keseragaman jawaban/ hasil, kita dapat memunculkan sebuah masalah yang sifatnya terbuka (open problem) dalam pembelajaran, sehingga nantinya akan timbul banyak jawaban yang benar dari permasalahan tersebut.

pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal yang memiliki banyak jawaban yang benar (problem terbuka atau incomplete) kepada siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan open-ended. Pendekatan open-ended merupakan salah satu pendekatan yang membantu siswa melakukan penyelesaian masalah secara kreatif dan menghargai keragaman berpikir yang mungkin timbul selama mengerjakan soal. Dengan demikian diduga terdapat

31

Nashori, op. cit., hlm. 21. 32

Ibid., hlm. 24. 33

Ibid., hlm. 25. 34


(48)

pengaruh penggunaan pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

C.

Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang sudah dikemukakan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan sementara/ hipotesis penelitian sebagai berikut :

Kemampuan berpikir kreatif siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan open ended lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2012, yang bertempat di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Annajah Jakarta, yang beralamat di Jl. Ciledug Raya Petukangan Selatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen misalnya cara dan intensitas belajar siswa saat di luar sekolah. Penelitian quasi eksperimen yaitu penelitian yang mendekati percobaan sungguhan yang tidak mungkin mengadakan kontrol/memanipulasi semua variabel yang relevan, sehingga harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan batasan yang ada.

Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan open ended, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam penelitian ini, sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen digunakan pendekatan open ended dalam pembelajarannya, sedangkan kelompok kontrol digunakan pendekatan pembelajaran konvensional.

Penulis menggunakan desain penelitian “Two group randomized subject post test only”, dinyatakan sebagai berikut:


(50)

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kel. Perlakuan (Treatment) Post Test

(R)E XE Y

(R)C XC Y

Keterangan :

E = Kelompok eksperimen C = Kelompok kontrol

XE = Perlakuan pada kelompok eksperimen

XC = Perlakuan pada kelompok kontrol

Y= Tes akhir yang sama pada kedua kelompok R = Proses pemilihan subjek secara random

Rancangan penelitian menggunakan post test only. Rancangan penelitian post test only yaitu tes di akhir pembelajaran yang bertujuan agar dapat mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen menggunakan pendekatan open ended dalam pembelajaran, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 120 siswa yang terbagi dalam empat kelas. Kemudian dari empat kelas tersebut dipilih 2 kelas untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimennya. Pemilihan kelas dan penentuan kelas eksperimen atau kelas kontrol dilakukan dengan teknik random sampling, karena dengan teknik ini setiap anggota dari populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Kelas VIII-1 dengan jumlah 24 orang sebagai kelas


(51)

eksperimen dan kelas VIII-2 dengan jumlah siswa 31 orang sebagai kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan tes sebagai instrumen penelitian. Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan memberikan tes terhadap kemampuan berpikir kreatif yang berbentuk masalah terbuka (open ended). Tes tersebut diberikan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari dan disusun berdasarkan silabus.

Penulis membuat sendiri tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Tes tersebut akan digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini. Instrumen tersebut disusun berdasarkan penggabungan antara ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Munandar dan pengukuran kreativitas matematika yang dikemukakan oleh Balka.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa berbentuk uraian. Tes uraian disusun berdasarkan konsep tes berpikir kreatif yang memenuhi indikator berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil dan berpikir rinci. Adapun pedoman penskoran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Materi Bangun Ruang Sisi Datar

Soal 1

No. Aspek Skor Kriteria

1

Mengemukakan ide-ide baru dalam

menyelesaikan masalah (Orisinil)

0 Tidak memberikan jawaban

1 Memberikan jawaban salah tanpa memberikan cara 2 Memberikan jawaban salah dengan cara salah 3 Menentukan ukuran salah dengan cara benar 4 Menentukan ukuran benar dengan cara benar


(52)

Soal 2

No. Aspek Skor Kriteria

2

Menerapkan sebuah konsep dari konsep yang umum digunakan dalam

masalah khusus (Memperinci)

0 Tidak memberikan jawaban

1 Menjawab salah tanpa memberikan alasan 2 Menjawab salah tetapi memberikan alasan 3 Menjawab benar tetapi tidak memberikan alasan

4 Menjawab benar dan memberikan alasan yang benar

Soal 3

No. Aspek Skor Kriteria

3

Menyatakan hubungan sebab

dan akibat (Berpikir Luwes)

0 Tidak memberikan jawaban

1 Memberikan jawaban tetapi tidak ada caranya. 2 Memberikan jawaban salah dan cara yang salah 3 Memberikan jawaban salah tetapi caranya benar 4 Memberikan jawaban benar dan cara yang benar

Soal 4

No. Aspek Skor Kriteria

4

Menyatakan hubungan sebab

dan akibat (Berpikir Lancar)

0 Tidak memberikan jawaban

1 Memberikan jawaban salah tidak ada alasan

2 Memberikan jawaban salah dan memberikan alasan 3 Memberikan jawaban benar tetapi alasannya salah 4 Memberikan jawaban benar dan alasan yang benar


(53)

Soal 5

No. Aspek Skor Kriteria

5

Menyatakan hubungan sebab

dan akibat (Berpikir Luwes)

0 Tidak memberikan jawaban

1 Memberikan jawaban tetapi tidak ada caranya. 2 Memberikan jawaban salah dan cara yang salah 3 Memberikan jawaban salah tetapi caranya benar 4 Memberikan jawaban benar dan cara yang benar Untuk mengetahui apakah instrument tersebut memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu dilakukan uji coba tes. Dari uji coba tes juga diperoleh tingkat kesukaran dan daya pembeda soal. Uji coba tes dalam penelitian ini menggunakan program anates versi 4.0.5.

Program Anates merupakan software untuk analisis butir soal dengan menggunakan bahasa Indonesia yang dikembangkan oleh Karnoto dan Yudi Wibisono. Keunggulan software anates sebagai program analisis butir soal adalah dapat digunakan untuk analisis butir soal bentuk uraian, di samping untuk analisis soal bentuk pilihan ganda1. Program ini menggunakan bahasa Indonesia dan sangat unggul dalam mengefisiensikan waktu dalam pengolahan data. Hasil analisis tentang skor yang diperoleh setiap tes dapat ditransfer ke MsExcel untuk dihitung nilainya. Analisis butir soal; dapat sekaligus dilakukan dengan klik “ Olah Semua Otomatis” atau satu per satu dengan klik setiap perintah yang terlihat pada menu utama.

F.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik analisis yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan matematis, karena berhubungan dengan angka, yaitu hasil tes kemampuan berpikir kreatif yang diberikan kepada siswa. Data yang telah terkumpul baik dari kelas kontrol

1

Mustofa. A. H, 2011,Analis Butir Soal dengan Program Iteman dan Anates. dari

http://mustofaabihamid.blogspot.com/2011/05/analisis-butir-soal-dengan-program.html (akses 26 Desember 2012 10:02 WIB


(54)

maupun kelas eksperimen diolah dan dianalisis untuk dapat menjawab rumusan masalah dan hipotesis penelitian.

1. Uji Persyaratan Analisis

Karena varians populasi tidak diketahui, untuk analisis data dipakai uji kesamaan dua rata-rata. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan pada tiap-tiap indikator kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kreatif secara keseluruhan. Namun sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas Data

Sebelum menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis. Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Apabila sebaran data berdistribusi normal, maka dalam menguji kesamaan dua rata-rata digunakan uji t. Namun, apabila sebaran data tidak berdistribusi normal pengujian hipotesis menggunakan uji non parametrik. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji Chi Square dengan kriteria pengujian:

 Jika 2 < 2tabel maka H0 diterima, yaitu sampel berasal dari populasi berdistribusi

normal.

 Jika 2 ≥2tabel maka H0 ditolak, yaitu sampel berasal dari populasi berdistribusi

tidak normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada data sampel berasal dari populasi yang variansnya sama (homogen). Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji

Fisher. Kadir mendefinisikan rumus uji fisher sebagai berikut2:

Hipotesis statistik Ho :

H1 :

2

Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : Rosemata Sampurna. 2010, hlm. 119


(55)

Menghitung nilai F dengan rumus Fisher: 2 2 k b S S F  Keterangan: 2 b

S = varians terbesar 2

k

S = varians terkecil Adapun kriteria pengujian:

 Jika F hitung F tabel, maka Ho diterima. Varians kedua kelompok homogen.

 Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak . varians kedua kelompok tidak homogen.

2. Pengujian Hipotesis

Setelah uji persyaratan analisis dilakukan ternyata sebaran distribusi rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis keseluruhan kedua kelas berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Oleh karena itu, untuk menguji kesamaan dua rata-rata

digunakan uji t dengan formula di bawah ini.3

2 1 2 1 1 1 n n S X X t g hit  

 , dengan

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1       n n s n s n Sg Keterangan: 1

X : rata-rata hasil tes KBKM kelas eksperimen

2

X : rata-rata hasil tes KBKM kelas kontrol

2 1

s : Varians kelas eksperimen

2 2

s : varians kelas kontrol

1

n : jumlah siswa kelas eksperimen

2

n : jumlah siswa kelas kontrol

3


(56)

Disamping melakukan uji prasyarat analisis data kemampuan berpikir kreatif matematis secara keseluruhan juga dilakukan uji prasyarat analisis data kemampuan berpikir kreatif matematis tiap indikatornya. Uji prasyarat analisis tidak terpenuhi untuk skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa per indikator. Diperoleh rata-rata keempat aspek kemampuan berpikir kreatif kedua kelompok sampel tidak berdistribusi normal. Sehingga alternatif lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan statistik non parametrik uji U mann-whitney, dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut4:

1. Menentukan harga-harga n1 dan n2, n1 = banyak data yang lebih kecil n2 = banyak data yang lebih besar maka n1 = 24 dan n2 = 31.

2. Beri ranking bersama nilai-nilai kedua kelompok; ranking 1 diberikan kepada nilai tertinggi. Ranking tersusun mulai dari 1 hingga N = n1 + n2. Untuk nilai-nilai sama (kembar) berikanlah rata-rata ranking pada nilai-nilai yang sama. 3. Menenentukan taraf signifikasi (α) = 5%.

4. Karena sampel lebih besar dari 20 ( n > 20 ) dan banyak terdapat angka yang sama , maka distribusi sampling U akan mendekati distribusi normal dengan rata-rata dan standar error :





N

N

T

N

N

n

n

U

12

)

1

(

3 2 1

12

,

3 2 1

T

T

T

dan

n

n

N

dengan

Variabel normal standarnya dirumuskan :

              T N N N N n n n n U U U U Z 12 ) 1 ( 2 3 2 1 2 1   Keterangan: 1

R = Jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran sampelnya n1

1

n = banyak data pada kelompok pertama (sampel yang lebih kecil) 2

n = banyak data pada kelompok kedua

4

Sidney Siegel, Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), h.145-158.


(57)

t = banyak observasi yang berangka sama untuk suatu rangking tertentu 5. Membuat kesimpulan :

Tolak H0 jika Zhitung ≥ Ztabel

Terima H0 jika Zhitung < Ztabel

G.

Hipotesis statistik

Hipotesis statistiknya adalah : Ho :

:

Keterangan :

: rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen

: rata-rata kemapuan berpikir kreatif matematis kelas kontrol

Tingkat signifikasi yang diambil dalam penelitian ini adalah derajat kepercayaan 95 % dan = 5 %.

Dengan kriteria penerimaan sebagai berikut :

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis secara keseluruhan

Terima Ho, jika t-hit t tabel dan Tolak Ho, jika t-hit t tabel.

2. Kemampuan berpikir kreatif matematis tiap indikator


(58)

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini dilakukan di MTs Annajah Jakarta di kelas VIII, yaitu kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII.2 sebagai kelas kontrol. Sampel yang digunakan sebanyak 55 siswa, 24 siswa di kelas eksperimen dan 31 siswa di kelas kontrol. Kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen melakukan pembelajaran matematika dengan pendekatan Open Ended dan kelas VIII. 2 sebagai kelas kontrol melakukan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Materi matematika yang diajarkan adalah Bangun Ruang.

Berikut ini akan disajikan data hasil perhitungan tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa setelah pembelajaran dilaksanakan.

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen

Data hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) yang diperoleh, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 5

(Distribusi Frekuensi KBKM Kelas Eksperimen)

No Interval

Frekuensi

absolut Frekuensi komulatif (fi) f (%)

1 33 - 43 9 37.53 100

2 44 - 54 4 16.68 75

3 55 - 65 4 16.68 46

4 66 - 76 2 8.34 29

5 77 - 87 3 12.51 8

6 88 - 100 2 8.34 6

Jumlah 24 100%

Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran 13) diperoleh nilai rata-rata sebesar 56,33; median sebesar 51,57; modus sebesar 33.00; varians sebesar 208,23 dan simpangan baku sebesar 14,43. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan (lampiran 14) diperoleh koefisien kemiringan sebesar 0,61 (kurva model positif atau landai kanan) dan koefisien ketajaman (kurtosis) sebesar 0,37 (model kurva


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)