PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK).

(1)

PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengembangkan Program e-Training Fisika untuk meningkatkan kemampuan memahami dan menganalisis guru-guru fisika Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Fakta lapangan menunjukkan ada kendala dalam pelaksanaan diklat konvensional sehingga perlu dilakukan inovasi dengan diklat berbantuan TIK agar kendala-kendala tersebut dapat diatasi. Penelitian menggunakan metode campuran (mixed methods) dengan desain embedded experimental model terdiri dari 3 tahap yaitu: (1) tahap studi pendahuluan, (2) tahap perancangan program, (3) tahap pengembangan program. Subyek penelitian pada ujicoba terbatas adalah 5 guru di Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi, kemudian dilakukan perbaikan dan validasi ahli. Ujicoba luas dilakukan di PPPPTK BMTI Bandung dengan subyek 12 guru yang tergabung dalam wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Fisika Kota Bandung. Hasil tahap perancangan meliputi bagan tahapan diklat, struktur program, dan panduan diklat, storyboard, courselab materi ajar, lembar kerja guru (LKG). Temuan dari penelitian ini adalah Program e-Training Fisika mampu meningkatkan kemampuan memahami dan menganalisis pada materi rangkaian listrik arus searah dan sifat mekanik bahan, yang berdasarkan hasil survey merupakan dua materi ajar yang tergolong sulit untuk dipahami para guru fisika SMK. Peningkatan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis ditentukan dengan menghitung rata-rata skor gain yang dinormalisasi, <g>, berdasarkan data rata-rata skor tes awal dan tes akhir kedua kemampuan tersebut. Hasil implementasi program e-Training dalam kegiatan diklat konten fisika menunjukkan bahwa program ini dapat meningkatkan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis guru-guru fisika SMK terkait materi ajar Rangkaian Listrik Arus Searah dan Sifat Mekanik Bahan dengan kategori peningkatan sedang dan tinggi. Program diklat ini mendapat respon positif dari peserta, mereka merasa bahwa program e-Training yang dikembangkan dapat meningkatkan kemampuan memahami dan menganalisis terkait kedua materi ajar tersebut.

Kata kunci: Program e-Training, Kemampuan Memahami, Kemampuan Menganalisis, guru fisika SMK


(2)

DEVELOPMENT OF PHYSICS E-TRAINING PROGRAM TO IMPROVE UNDERSTANDING AND ANALYZING ABILITY

OF VOCATIONAL HIGH SCHOOL TEACHER (SMK) ABSTRACT

The aim of this study is to develop physics e-training program to improve the understanding and analyzing ability of physics teachers of vocational schools (SMK). Facts showed there are constraints to the implementation of conventional training that needs to be innovation with ICT training so that these constraints can be overcome. The study employed a mixed-methods with embedded experimental design consists of three phases: (1) the stage of preliminary studies, (2) the stage of design phase of the program, (3) the stage of program development. The sample of the study in limited trials are 5 teachers in Bandung and Cimahi, and then do revision and expert validation. Extensive trials was conducted at PPPPTK BMTI Bandung with the sample is 12 teachers who are members of Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) of Physics of Bandung. The results of the design stage include training phase diagram, the structure of the program, and training guide, storyboards, courselab teaching materials, worksheets teachers (LKG). The findings of this research are Physics e-Training Programs improved understanding and analyzing ability of direct current electric circuits and mechanical properties of materials. Physics e-Training Program developed including Direct Current Electric Circuits and Mechanical Properties of Materials which is based on the results of the survey are the two teaching materials are quite difficult to understand the physics teachers of SMK. The improvement of understanding ability (KM) and the analyzing ability (KA) is determined by calculating the average score normalized gain, <g>, based on average data initial test scores and final test both these capabilities. The results of the e-training program implementations show that this program improving of understanding and analyzing ability of teachers of Direct Current Electric Circuits and Mechanical Properties of Materials in medium and high categories. This training program received a positive response from the participants, they feel that e-training programs improving understanding and analyzing ability.

Keywords: e-Training Program, Understanding Ability, Analyzing Ability, Vocational School Physics Teacher


(3)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 12

D. Batasan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Manfaat Penelitian ... 14

G. Definisi Operasional ... 15

H. Organisasi Penyajian Isi Disertasi ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN A. Pendidikan Orang Dewasa ... 18

B. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) untuk Orang Dewasa ... 21

C. Pendidikan dan Latihan (Diklat) Jarak Jauh (PJJ) ... 25

D. Pembelajaran Jarak Jauh Menggunakan Bantuan TIK ... 29

E. Learning Management System (LMS) untuk e-Training... 33

F. Blended Learning Sebagai Pendekatan e-Training... 40

G. Diklat dan Pengembangan Profesionalitas Guru ... 41

H. Kemampuan Kognitif ... 44

I. Pembelajaran Fisika di SMK ... 50


(4)

K. Landasan Teori Pengembangan Program e-Training... 56

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 59

1. Tahap Studi Pendahuluan (Analisis Kebutuhan) ... 62

2. Tahap Perancangan Program e-Training dan Perangkatnya ... 62

3. Tahap Pengembangan Program e-Training dan Perangkatnya 62 4. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 66

5. Tahap Ujicoba Terbatas dan Ujicoba Luas Program e-Training ... 66

6. Instrumen Penelitian... 67

B. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Hasil Penelitian Ujicoba Terbatas dan Luas ... 75

1. Pengolahan Data Peningkatan Kemampuan Memahami (KM) dan Kemampuan Menganalisis (KA) RLAS dan SMB ... 75

2. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Tanggapan Peserta Diklat Terhadap Implementasi Program e-Training dalam Kegiatan Diklat ... 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 78

1. Analisis Kebutuhan Kebutuhan Pengembangan Program e-Training ... 78

2. Perancangan Program e-Training ... 80

3. Pengembangan Program e-Training ... 88

4. Ujicoba Terbatas Program e-Training Fisika ... 106

5. Ujicoba Luas Program e-Training Fisika ... 115

B. Pembahasan ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 143

B. Saran ... 146

C. Rekomendasi ... 147


(5)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 2.1 Standar Pengembangan Learning Management System untuk

Keperluan Pelaksanaan Pembelajaran ... 36

Tabel 3.1 Komposisi Jumlah dan Nomor Soal Pada Tiap Indikator Tes KM RLAS dan SMB ... 68

Tabel 3.2 Komposisi Jumlah dan Nomor Soal Pada Tiap Indikator Tes KA RLAS dan SMB ... 68

Tabel 3.3 Rekapitulasi Hasil Validasi Ahli Terhadap Instrumen Tes KM RLAS ... 69

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Validasi Ahli Terhadap Instrumen Tes KA RLAS ... 70

Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Validasi Ahli Terhadap Instrumen Tes KM SMB ... 71

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Validasi Ahli Terhadap Instrumen Tes KA SMB ... 72

Tabel 3.7 Interpretasi Koefisien Reliabilitas (r) Tes ... 73

Tabel 3.8 Hasil Analisis Reliabilitas Tes KM dan KA RLAS ... 74

Tabel 3.9 Hasil Analisis Reliabilitas Tes KM dan KA SMB ... 74

Tabel 3.10 Kriteria Rata-rata Gain yang Dinormalisasi (<g>) ... 76

Tabel 3.11 Kriteria Jumlah Responden Terhadap Suatu Tanggapan ... 77

Tabel 4.1 Struktur Program In-Service 1... 82

Tabel 4.2 Struktur Program On-Service ... 83

Tabel 4.3 Struktur Program In-Service 2... 84

Tabel 4.4 Contoh Storyboard Rangkaian Arus Searah ... 86

Tabel 4.5 Contoh Storyboard Sifat Mekanik Bahan ... 86

Tabel 4.6 Konstruksi LKG Program e-Training Fisika ... 87

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Validasi Ahli Terhadap LKG yang Dikembangkan ... 105

Tabel 4.8 Hasil Rekapitulasi Tanggapan Guru Terhadap Program e-Training Fisika dan Penggunaannya pada Ujicoba Terbatas ... 112


(6)

Tabel 4.9 Hasil Rekapitulasi Tanggapan Guru Terhadap Program e-Training Fisika dan Penggunaannya pada Ujicoba Luas ... 121


(7)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 55

Gambar 3.1 Bagan Metode Penelitian Campuran dengan Desain Embedded Experimental Model ... 60

Gambar 3.2 Bagan Penggunaan Metode Mixed Methods dalam Pelaksanaan Penelitian ... 61

Gambar 3.3 Skema Tahapan Penelitian ... 64

Gambar 3.4 Desain Ujicoba Terbatas dan Luas Program e-Training ... 66

Gambar 4.1 Struktur Program e-Training Konten Fisika ... 81

Gambar 4.2 Halaman Utama e-Training PPPPTK BMTI ... 90

Gambar 4.3 Kategori Departemen Sains dan Lingkungan ... 90

Gambar 4.4 Deskripsi e-Training Fisika Guru SMK ... 91

Gambar 4.5 Tampilan Halaman Login ... 92

Gambar 4.6 Tampilan Halaman Ruang Kelas Utama ... 92

Gambar 4.7 Tampilan Halaman Ruang Kelas Utama Materi Listrik Arus Searah ... 93

Gambar 4.8 Tampilan Pengisian Password Materi Arus Searah ... 94

Gambar 4.9 Unggah file LKG ... 95

Gambar 4.10 Contoh Aktivitas Video Conference ... 96

Gambar 4.11 ontoh Tampilan Soal Posttest Online ... 96

Gambar 4.12 Tampilan Halaman Daftar Skor Posttest Peserta Diklat ... 97

Gambar 4.13 Tampilan Jawaban Pretest/Posttest dari Setiap Peserta ... 98

Gambar 4.14 Tampilan Hasil Analisis Item Jawaban Pretest/Postest ... 98

Gambar 4.15 Tampilan Awal BBM Listrik Arus Searah ... 99

Gambar 4.16 Tampilan Link Animasi pada Modul Arus Searah ... 100

Gambar 4.17 Tampilan Animasi pada Modul Arus Searah ... 100

Gambar 4.18 Diagram Rerata N-gain tes KM dan KA RLAS Pada Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika dalam Skala Terbatas ... 107


(8)

Gambar 4.19 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KM Pada Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika RLAS dalam Skala Terbatas ... 108 Gambar 4.20 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KA Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika RLAS dalam Skala Terbatas ... 108 Gambar 4.21 Diagram Rerata N-gain tes KM dan KA SMB Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika dalam Skala Terbatas ... 109 Gambar 4.22 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KM Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika SMB dalam Skala Terbatas ... 110 Gambar 4.23 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KA Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika SMB dalam Skala Terbatas ... 110 Gambar 4.24 Diagram Rerata N-gain tes KM dan KA RLAS Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika dalam Skala Lebih Luas ... 116 Gambar 4.25 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KM Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training RLAS dalam Skala Lebih Luas ... 117 Gambar 4.26 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KA Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training RLAS dalam Skala Lebih Luas ... 117 Gambar 4.27 Diagram Rerata N-gain tes KM dan KA SMB Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training Fisika dalam Skala Lebih Luas ... 118 Gambar 4.28 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KM Pada

Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training SMB dalam Skala Lebih Luas ... 119


(9)

Gambar 4.29 Diagram Profil Peningkatan Tiap Indikator KA Pada Pelaksanaan Ujicoba Program e-Training SMB dalam Skala Lebih Luas ... 119 Gambar 4.30 Bagan Proses Asimilasi dan Akomodasi Konsep oleh Peserta

Diklat ... 135 Gambar 4.31 Beda Potensial Listrik Ujung-ujung Lampu Pada Rangkaian

Listrik Tertutup dan Terbuka ... 137 Gambar 4.32 Pembagian Arus Listrik Pada Rangkaian Paralel ... 138


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Lampiran A Instrumen Studi Pendahuluan

A-1 Instrumen Analisis Kebutuhan Diklat Guru Fisika SMK ... 156

A-2 Angket Validasi Instrumen Tes ... 163

A-3 Angket Validasi Lembar Kerja Guru (LKG) ... 172

A-4 Panduan Diklat e-Training... 175

A-5 Lembar Validasi Kelayakan Media ... 186

Lampiran B Bahan Ajar Diklat e-Training B-1 Storyboard Sifat Mekanik Bahan (SMB) ... 190

B-2 Contoh Tampilan Bahan Ajar Courselab SMB ... 196

B-3 Storyboard Rangkaian Listrik Arus Searah (RLAS) ... 201

B-4 Contoh Tampilan Bahan Ajar Courselab RLAS ... 212

B-5 Lembar Kerja Guru (LKG) Sifat Mekanik Bahan (SMB) .. 237

B-6 Lembar Kerja Guru (LKG) Rangkaian Listrik Arus Searah (RLAS) ... 217

Lampiran C Instrumen Penelitian C-1 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Memahami (KM) Sifat Mekanik Bahan (SMB) ... 227

C-2 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Menganalisis (KA) Sifat Mekanik Bahan (SMB) ... 238

C-3 Instrumen Tes Kemampuan Memahami (KM) Rangkaian Listrik Arus Searah (RLAS) ... 247

C-4 Instrumen Tes Kemampuan Menganalisis (KA) Rangkaian Listrik Arus Searah (RLAS) ... 259


(11)

Lampiran D Pengolahan Data dan Hasil Penelitian

D-1 Reliabilitas Tes Kemampuan Memahami (KM) Sifat Mekanik Bahan (SMB) ... 278 D-2 Reliabilitas Tes Kemampuan Menganalisis (KA)

Rangkaian Listrik Arus Searah (RLAS) ... 281 D-3 Perhitungan N-Gain Kemampuan Memahami (KM) Sifat

Mekanik Bahan (SMB) Ujicoba Terbatas ... 284 D-4 Perhitungan N-Gain Kemampuan Menganalisis (KA)

Rangkaian Listrik Arus Searah (RLAS) Ujicoba Terbatas . 288 D-5 Perhitungan N-Gain Kemampuan Memahami (KM)

Rangkaian Listrik Arus Searah (RLAS) Ujicoba Lebih Luas ... 292 D-6 Perhitungan N-Gain Kemampuan Menganalisis (KA)

Sifat Mekanik Bahan (SMB) Ujicoba Lebih Luas... 299 D-7 Dokumentasi Kegiatan ... 305 D-8 Riwayat Hidup ... 309


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir ini pada sektor pendidikan telah banyak dilakukan upaya peningkatan profesionalisme guru. Sebagai seorang profesional, guru dituntut terus mengembangkan kompetensinya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan tuntutan dunia kerja, yang pada akhirnya kinerjanya diharapkan dapat memenuhi standar mutu yang telah tertuang dalam standar nasional pendidikan. Menurut National Research Council (NRC,1996) pengembangan profesionalisme guru harus berlangsung secara berkelanjutan dan sepanjang hayat. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan National Science Teacher Association (NSTA, 1988) bahwa standar penyiapan guru sains meliputi tiga tingkatan yaitu tingkatan preservice, guru pemula, dan guru profesional. Dengan demikian, guru harus selalu meningkatkan kemampuan diri hingga menjadi guru profesional. Peningkatan kualitas guru merupakan titik pangkal dari peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi guru masih berada pada kondisi yang perlu terus dikembangkan. Sikap terhadap profesi dari para guru umumnya masih rendah dan belum menunjukkan sikap atau identitas diri sebagai guru profesional. Mereka masih menganggap guru sebagai pekerjaan, bukan profesi. Ini ditunjukkan dengan adanya tugas-tugas atau pekerjaan lain yang mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Guru banyak dilibatkan pada hal-hal yang bersifat administratif sedangkan hal-hal yang bersifat akademik belum sepenuhnya mendapat perhatian khusus (Mahfuddin, 2008).

Guru harus terus mengembangkan kompetensi dirinya baik secara profesi maupun secara individu, agar dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya serta tuntutan profesi dan kebutuhan dinamis yang berbeda dari siswanya dan lingkungan masyarakat. Guru harus menjadi pemrakarsa (agen) perubahan, pengembang, dan transformasi nilai-nilai keilmuan dalam masyarakat


(13)

(Darwangsa, 2012). Dalam kaitan dengan peran tersebut, sebagai agen perubahan dalam sistem manajemen mutu pendidikan, guru membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mendidik siswa dalam usaha meningkatkan ekspektasi dan standar kinerja (Ozen, 2008). Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mensyaratkan adanya empat standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang meliputi: 1) kompetensi pedagogi, 2) kompetensi profesional, 3) kompetensi kepribadian, dan 4) kompetensi sosial.

Tuntutan profesi guru memerlukan pembekalan kompetensi yang cukup kompleks. Pembekalan tersebut bukan hanya berupa pembekalan penguasaan konten semata tetapi juga pembekalan berbagai keterampilan yang diperlukan bagi seorang guru (Solfarina, 2012). Pembekalan keterampilan yang terintegrasi dalam materi ajar diharapkan mampu menjembatani pengetahuan guru mengenai fisika sebagai sains dan pengetahuan guru terhadap materi di sekolah. Pengembangan ini sesuai dengan kenyataan bahwa apa yang dipelajari oleh guru akan mempengaruhi bagaimana ia mengajar di sekolah (Darling & Bransford, 2005).

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas guru adalah melalui pendidikan dan pelatihan (diklat). Selama ini pengembangan profesi guru di Indonesia banyak dilakukan melalui dua cara yaitu pelatihan (in-service training) dan berkomunikasi dengan teman sejawat melalui wadah MGMP. Sebagaimana dikemukakan oleh Ozen (2008) bahwa program In-service Education and Training (INSET) sebagai suatu pertimbangan yang menjadi peluang bagi guru untuk mengembangkan diri baik secara profesi maupun secara individu. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (diklat) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru (Noor, 2001). Sedangkan Mariana (2012) menyatakan perubahan paradigma pembinaan profesi guru akan berimplikasi pada perubahan pendekatan pengembangan dan pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK).

Pelatihan adalah teknik dan pengaturan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir guru, memfokuskan pembelajaran dan


(14)

belajar bereksperimen. Pelatihan adalah prosedur formal yang difasilitasi dengan pembelajaran guna terciptanya perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan peningkatan tujuan perusahaan atau organisasi. Pelatihan merupakan proses pembelajaran untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan (Gardner, 2008). Pendidikan merupakan suatu proses komunikasi dan informasi dari Widyaiswara/Instruktur kepada peserta diklat yang berisi informasi-informasi pendidikan, yang memiliki unsur‐unsur Widyaiswara/Instruktur sebagai sumber informasi, media sebagai sarana penyajian ide, gagasan dan materi pendidikan serta peserta diklat itu sendiri (Oetomo dan Priyogutomo, 2004).

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknologi Industri (PPPPTK BMTI) adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional di bidang pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan. PPPPTK BMTI Bandung adalah salah satu dari dua belas PPPPTK yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan di bidang teknik, salah satunya dengan mengadakan training atau penataran bagi tenaga kependidikan, dalam bidang mata tataran teknik dan sains. Penataran atau diklat yang diselenggarakan di PPPPTK BMTI Bandung memiliki pola waktu 50 jam sampai dengan 200 jam dan berjenjang mulai pada tingkat dasar, menengah dan lanjut. Diklat yang dilaksanakan di PPPPTK BMTI Bandung meliputi diklat permesinan (otomotif, mesin konvensional dan CNC), diklat elektronika, diklat teknik informasi, diklat ketenaga listrikan, diklat bangunan, diklat sains (fisika, matematika).

B.Identifikasi Masalah

Meskipun kegiatan diklat ini dipandang sebagai suatu cara yang cukup tepat untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalisme guru, namun dalam pelaksanaannya ditemui sejumlah persoalan pada kegiatan diklat konvensional (diklat tatap muka di lembaga diklat), baik dari sisi guru sebagai peserta diklat maupun dari sisi penyelenggara diklat, yaitu lembaga diklat. Menurut Engkoswara


(15)

(1993) banyak guru yang sudah dididik atau mengikuti pelatihan tetapi tidak merubah kebiasaan cara mengajar atau bekerja, pola berpikir lama yang dipertahankan, seolah-olah hasil training tidak sampai pada tahapan implementasi. Dalam pelaksanaanya, pelatihan didominasi oleh kegiatan nara sumber atau fasilitator yang menyampaikan seluruh materi pelatihan, sedangkan peserta diklat lebih banyak sebagai pendengar, sehingga kurang memacu keaktifan peserta diklat. Program pelatihan yang menuntut peserta diklat lebih aktif dalam proses pembelajaran adalah suatu keharusan. Diharapkan lembaga pendidikan in-service merancang dan melaksanakan pelatihan yang sesuai kebutuhan dan berpusat pada siswa (participant centered).

Widodo et al. ( 2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan profesionalisme guru, baik pada segi proses, isi, maupun dukungan pasca pelatihan. Kendala yang berkaitan dengan proses pelatihan diantaranya: a) metode pelatihan pada umumnya berupa ceramah dan diskusi tanpa ada kesempatan bagi guru untuk berlatih menerapkan secara nyata, b) pelaksanaan pelatihan bersifat massal sehingga tidak memperhatikan kebutuhan/permasalahan individual setiap guru, c) kegiatan pelatihan jarang sekali mendiskusikan permasalahan nyata yang ada di lapangan. Kendala yang terkait dengan isi pelatihan mencakup: a) materi kurang sesuai dengan kebutuhan lapangan; b) materi yang diberikan dalam pelatihan sulit diterapkan. Dari sisi dukungan pasca pelatihan, kegiatan yang ada selama ini sebagian besar belum diikuti dengan monitoring dan evaluasi yang memadai. Selain itu, dukungan nyata dari sekolah kurang memadai baik dalam segi waktu, sarana, maupun pendanaan.

Berdasarkan hasil survey terkait pelaksanaan dan hasil kegiatan diklat konvensional yang dilakukan terhadap guru-guru fisika SMK di tiga wilayah yaitu Kota Bandung, Kab Bandung, dan Kota Cimahi dengan jumlah responden guru sebanyak 34 orang menunjukkan bahwa: 1). 75% responden menyatakan banyak kendala yang dihadapi untuk mengikuti kegiatan diklat sehingga jumlah peserta yang dapat mengikuti diklat sangat terbatas, 2). 74% responden menyatakan pelaksanaan diklat sangat mengganggu waktu mengajar di sekolah,


(16)

3). 72% responden mentayakan sulit mengikuti diklat karena jarak dari tempat kerja ke tempat dilaksanakan diklat cukup jauh, 4). 68% responden menyatakan sulit mengikuti kegiatan diklat karena mempunyai tugas tambahan di sekolah di luar jam mengajar, 5). 55% responden menyatakan kegiatan diklat yang dilaksanakan dirasa kurang memfasilitasi peserta untuk terlibat aktif dalam pembelajaran karena prosesnya lebih berpusat pada widyaiswara/instruktur, 6). 53% responden menyatakan malas mengikuti kegiatan diklat yang dilaksanakan dengan metode ceramah, 7). 52% responden menyatakan merasa berat meninggalkan keluarga untuk mengikuti diklat di tempat yang cukup jauh, 8). 51% responden menyatakan merasa bosan dan capek mengikuti aktivitas tatap muka di kelas yang begitu panjang, 9). 62% responden menyatakan materi ajar yang disajikan dalam kegiatan diklat kurang sesuai dengan yang mereka butuhkan, dan 10). 47% menyatakan hasil diklat dirasa kurang berdampak terhadap peningkatan kompetensi mereka terutama dalam hal pemahaman materi ajar Fisika yang lebih baik (Mugiono, 2012). Hasil survey ini menyiratkan bahwa program diklat konvensional yang selama ini dilaksanakan masih menyisakan berbagai persoalan yang tentu akan membatasi pada kualitas proses dan hasil diklat itu sendiri.

Pelaksanaan diklat sekarang ini juga lebih dominan bersifat top down dan masih berorientasi proyek. Widodo et. al (2011) menyatakan bahwa program peningkatan profesionalisme guru yang selama ini dilaksanakan masih lebih bersifat masal dan top-down sehingga kurang memperhatikan sisi aspek motivasi dan kebutuhan individu guru.

Persoalan lain yang juga ditemukan dalam pelaksanaan diklat konvensional (secara tatap muka) adalah keterbatasan alokasi waktu. Umumnya penyajian materi ajar dan tugas latihan yang diberikan kepada guru dilakukan dalam jangka waktu yang sangat sempit. Keterbatasan waktu ini kerap diikuti dengan pembatasan materi diklat yang disajikan, narasumber hanya menyampaikan garis besar dari materi diklat secara informatif, sehingga seringkali peserta diklat merasakan bahwa mereka tidak mendapatkan apa-apa sehingga pengetahuan dan wawasannya tidak bertambah dalam dan luas (Miarso,


(17)

2007). Bisa dipastikan bahwa selama kegiatan diklat konvensional proses interaksi yang terjadi antara narasumber dengan peserta didik, antara peserta didik dengan sumber belajar, dan antara peserta didik dengan peserta didik lainnya juga akan amat terbatas, karena pertemuan yang dibatasi waktu.

Dari paparan di atas sekurang-kurangnya ada dua masalah utama yang terjadi dalam pelaksanaan diklat peningkatan kompetensi guru, yaitu: (1) adanya keengganan guru untuk memanfaatkan kegiatan diklat sebagai sarana bagi mereka untuk mengembangkan kualifikasi atau kompetensinya, dan (2) kegiatan diklat yang dilaksanakan kurang berdampak pada peningkatan kualifikasi atau kompetensi guru. Beberapa faktor yang menjadi penyebab keengganan guru mengikuti kegiatan diklat antara lain: (1) harus meninggalkan tugas utama mereka yaitu mengajar di sekolah, karena mereka harus tinggal beberapa hari di tempat diklat, (2) tidak merasa menjadi suatu kebutuhan, lebih pada tugas dari atasan yang harus diikui, (3) jarak dari tempat kerja ke tempat diklat yang begitu jauh, (4) harus berpisah dengan keluarga untuk sementara waktu, (5) materi diklat tidak sesuai dengan yang mereka butuhkan. Beberapa hal yang menjadi penyebab kegiatan diklat tidak memberi dampak yang optimal terhadap pengembangan kualifikasi guru antara laian: (1) materi diklat yang disajikan tidak didasarkan pada hasil analisis kebutuhan guru, (2) prosesnya lebih banyak dilaksanakan secara informatif dengan instruktur sebagai pusatnya, (3) guru kurang termotivasi untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan diklat, asal gugur kewajiban, dan (4) organisasi materi diklat dan penyajiannya kadangkala masih membingungkan peserta, apalagi jika hanya hasil menyalin atau menyadur dari buku-buku sumber.

Perlu dilakukan inovasi dalam kegiatan diklat agar persoalan-persoalan tersebut dapat diatasi, sehingga peran dan fungsi kegiatan diklat dalam meningkatkan kualifikasi guru dapat dioptimalkan. Untuk meminimalisir gangguan terhadap tugas guru di sekolah dan keberatan untuk meninggalkan keluarga sesungguhnya dapat disiasati dengan memanfaatkan pembelajaran elektronik yang merupakan bagian dari pembelajaran yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang saat ini telah berkembang


(18)

begitu pesat dan pemanfaatan telah begitu luas dalam berbagai bidang. TIK berperan sangat penting dalam memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut dan mampu meningkatkan daya tarik bagi peserta didik dalam mempelajari berbagai obyek atau materi pembelajaran.

United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menyatakan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi ke dalam pembelajaran memiliki tiga tujuan: 1) membangun “knowledge-based society habits” seperti kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari, mengelola informasi dan mengubahnya menjadi pengetahuan baru dan mengkomunikasikannya kepada orang lain, 2) mengembangkan keterampilan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan 3) meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Teknologi informasi dan komunikasi juga merupakan jalan keluar dalam mengatasi peserta didik yang bersifat pasif. Menurut Loftus (2001) dalam pembelajaran tidak semua peserta didik dapat, berani atau mempunyai kesempatan yang untuk mengajukan pertanyaan karena kesempatan untuk berdiskusi sangat terbatas, dan itu cenderung didominasi oleh beberapa peserta yang cepat tanggap dan tidak mempunyai sifat pemalu.

Kegiatan diklat yang dilakukan secara online dengan menggunakan jaringan internet dikenal sebagai e-Training. Beberapa bagian unsur pada pendidikan dan pelatihan (diklat) mendapatkan sentuhan media teknologi informasi, sehingga mencetuskan lahirnya ide tentang eTraining (Utomo, 2001). e-Training merupakan suatu modus kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke peserta dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain (Hartley, 2001). Instilah ini mirip dengan e-Learning, bedanya adalah e-Learning secara khusus diperuntukan bagi kegiatan pembelajaran online untuk para siswa siswa di sekolah. E-learning termasuk dalam katagori online learning yang bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan


(19)

informasi. E-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang mengungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.

Landasan hukum yang mendasari e-Training yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 15 bahwa Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber melalui TIK dan media lainnya. Kemudian dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 4 (a) disebutkan bahwa tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. Dengan demikian diklat e-training diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi guru-guru SMK untuk memperoleh pendidikan melalui diklat, yang karena berbagai kendala tidak dapat mengikuti diklat-diklat konvensional. Pemanfaatan TIK untuk diklat guru fisika SMK hingga saat ini belum optimal, baru merupakan bagian dari diklat yaitu sebagai salah satu mata diklat pembelajaran fisika berbantuan komputer atau computer assisted instruction (CAI).

Program pelatihan jarak jauh (e-training) dapat dipadukan dengan pendekatan blended learning. Blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka (face to face) dengan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh pengajar dan pembelajar (Garisson & Vaughan, 2008). Meskipun konsep blended learning nampak sederhana dan nyata, pada prakteknya lebih rumit. Blended learning merepresentasikan waktu pertemuan dalam kelas dengan tujuan meningkatkan keterlibatan dan perluasan akses melalui penggunaan internet. Blended learning muncul dari pemahaman akan kelebihan relatif dari pembelajaran secara face to face dan online. Dengan blended learning ini berarti ada penggantian beberapa bagian pembelajaran face to face dengan pengalaman belajar online yang sesuai, seperti laboratorium virtual, simulasi, tutorial, dan sebagainya. Model pembelajaran ini banyak dikembangkan di perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (PJJ), dan juga bisa dipergunakan dalam


(20)

kegiatan pelatihan. Menurut Hartono (2010) pendekatan blended learning di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk belajar dengan memanfaatkan berbagai bahan ajar baik cetak maupun audio/visual dari berbagai jaringan, serta mengikuti tutorial tatap muka dan online.

Fisika adalah salah satu pelajaran kelompok adaptif yang diberikan pada siswa SMK yang bertujuan mempersiapkan kemampuan penguasaan sains sebagai dasar teknologi peserta didik sehingga dapat mengembangkan program keahlian pada kehidupan sehari-hari dan pada tingkat mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Penguasaan mata pelajaran fisika diharapkan difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi program keahlian. Beberapa materi fisika yang paling menunjang pada pembentukan kompetensi program keahlian diantaranya kelistrikan, sifat mekanik bahan, arus bolak-balik, kemagnetan dan termodinamika. Berdasarkan hasil angket dengan responden guru-guru fisika SMK di wilayah Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi, diperoleh data bahwa terdapat beberapa materi ajar fisika yang belum dipahami dan dikuasai dengan baik. Peringkat materi ajar yang dipandang paling sulit sulit hingga paling mudah dipahami oleh para guru fisika SMK di ketiga kabupaten/kota tersebut adalah: sifat mekanik bahan, Rangkaian listrik arus searah, Termodinamika, Hukum-hukum gerak, Impus dan momentum, Usaha/Daya dan energi, Suhu dan kalor, Mekanika Fluida, Getaran-gelombang dan bunyi, Kemagnetan, Listrik Statis dan listrik bolak-balik. Data-data ini menyiratkan ajar rangkaian listrik arus searah dan sifat mekanik bahan menempati dua urutan teratas sebagai materi yang dipandang sulit untuk dipahami para guru fisika SMK, padahal kedua mateeri ajar tersebut merupakan materi ajar utama penunjang kompetensi keahlian yang diselenggrakan di SMK. Kedua materi ajar fisika ini memiliki karakteritik yang abstrak, konten yang dipelajari banyak terkait dengan struktur mikro benda yang tidak bisa diamati secara langsung oleh mata. Oleh karena itu kedua materi ajar ini menjadi fokus kajian dalam penelitian ini.

Untuk lebih memudahkan dalam memahami fenomena-fenomena mikroskopis yang abstrak ini diperlukan media berupa model atau simulasi baik riil maupun virtual untuk memvisualkannya. Visualisasi fenomena yang tak dapat


(21)

diamati akan membantu para peserta dalam memahami proses-proses, mekanisme-mekanisme dan gejala-gejala yang terjadi pada fenomena yang sesungguhnya tidak bisa diamati. Banyak media model atau simulasi yang sudah dikembangkan untuk keperluan tersebut, diantaranya PhET simulation yang dikembangkan di Universitas Colorado. Sunarno (1998) menyatakan bahwa penggunaan media komputer yang memiliki kemampuan memvisualkan dan mensimulasikan fenomena mikroskopis, cukup efektif dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit dan abstrak. Komputer mampu memvisualisasikan berbagai fenomena fisis yang sulit ditampilkan alat lain, misalnya gerak elektron pada penghantar, gerak edar semu matahari mengelilingi bumi, penjalaran gelombang, gerak melingkar beraturan, dan sebagainya. Sehingga diharapkan dapat menambah motivasi, semangat dan gairah para guru dalam mengikuti pelatihan sehingga dapat mencapai hasil sebaik-baiknya.

Proses pendidikan di sekolah menengah kejuruan berbeda dengan proses pendidikan di sekolah umum seperti SMA. Pendidikan pada sekolah kejuruan lebih berorientasi pada masalah-masalah aplikasi praktis yang sering dijumpai dalam dunia kerja sehari-hari (Sardjito, 2002). Perlu pemahaman konten yang komprehensif sebagai dasar aplikasi praktis. Pelaksanaan pendidikan bidang teknik yang didukung dengan sistem peralatan dari level sederhana sampai rumit, sangat tepat sebagai wahana pengembangan kemampuan berpikir siswa. Suasana yang demikian akan mengkondisikan siswa pada kegiatan yang bersifat menganalisis, yaitu memerinci konsep-konsep yang ada dalam sistem peralatan (Rasagama, 2011). Memahami setiap unit konsep dan keterkaitan antar unit konsep dalam sistem sangat relevan dengan dunia kerja yang akan dihadapi siswa setelah terjun ke dunia kerja. Pada tataran analisis, siswa harus memiliki kemampuan menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini siswa akan mampu memilah-milah penyebab kesalahan pada mesin tertentu dan membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan


(22)

menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan (Bantala, 2010).

Dari hasil uji kompetensi guru-guru fisika SMK di wilayah Bandung dan Cimahi terkait penguasaan konten fisika yang dilakukan pada tahun 2013, terdapat dua kemampuan yang skor rata-ratanya paling rendah, yaitu kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis, dengan capaian rata-rata skor 43 untuk kemampuan memahami dan 36 untuk kemampuan menganalisis (Mugiono, 2013). Berdasarkan skor hasil tes UKG ini terdapat dua aspek kognitif yang menjadi titik lemah guru-guru fisika SMK dalam penguasaan materi ajar fisika, yaitu kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis. Padahal kedua aspek kognitif ini memiliki peran yang amat vital dalam pencapaian kemampuan kognitif secara keseluruhan. Pemahaman konsep dasar fisika akan menopang pada kemampuan mengaplikasi dan kemampuan menganalisis, sebaliknya kemampuan menganalisis yang baik akan menunjang terhadap pemahaman materi ajar yang lebih dalam dan lebih luas. Kemampuan menganalisis diartikan sebagai kemampuan mengurai sesuatu menjadi komponen-konponen yang lebih kecil sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami. Dengan demikian dua kemampuan inilah yang perlu menjadi sasaran dari kegiatan e-Training penguatan konten fisika, dengan kata lain program diklat penguatan konten fisika harus dikonstruksi dan dikembangkan dengan orientasi pada pembekalan dan pelatihan kedua kemampuan ini.

Untuk dapat melatihkan kedua kemampuan ini hingga mencapai tingkatan yang tergolong tinggi, tentu diperlukan program diklat yang relevan. Untuk itu program diklat penguatan konten fisika harus berisi konten-konten dan kegiatan-kegiatan yang relevan dengan pelatihan kedua kemampuan tersebut. Untuk meningkatkan kemampuan memahami, perlu disediakan bahan belajar mandiri yang sifatnya konseptual yang dapat dipelajari secara online oleh peserta. Untuk mengokohkan kemampuan memahami dan meningkatkan kemampuan menganalisis, pada program diklat tersebut harus ada kegiatan tugas mandiri yang dikonstruksi dalam bentuk penyelidikan ilmiah secara inkuiri. Kegiatan ini perlu ditunjang oleh perangkat atau media baik riil maupun virtual yang relevan. Media


(23)

virtual sangat cocok digunakan pada kegiatan penyelidikan yang terkait dengan fenomena mikroskopis. Dengan cara demikian maka peserta diklat yang notabene orang dewasa yang dipandang sudah banyak memiliki pengalaman akan dapat menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya sehingga mereka dapat mengkonstruksi pengetahuan baru di benaknya baik melalui proses asimilasi maupun melalui proses akomodasi. Menurut Miarso (2007) pembelajaran virtual dapat diakses oleh banyak orang. Jika selama ini diklat hanya dilakukan di kelas biasa, yang hanya dapat menampung sekitar 30-40 orang, maka melalui pembelajaran virtual dapat diakses oleh banyak orang, kapan saja, dan dari mana saja. Selain itu pembelajarannya diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan, kemandirian, keluwesan, keterkinian, kesesuaian, mobilitas, dan efisien.

Berdasarkan paparan di atas, maka melalui penelitian telah dikembangkan program e-Training penguatan konten fisika bagi guru-guru SMK yang menggunakan pendekatan blended learning yang didalamnya berisi konten dan kegiatan yang berorientasi pada pelatihan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis dengan menggunakan proses-proses yang cocok bagi pembelajaran orang dewasa.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Bertolak dari latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “bagaimana program e-Training fisika yang dapat meningkatkan kemampuan memahami dan menganalisis pada guru Fisika SMK?”.

Rumusan tersebut di atas dapat dirinci secara lebih spesifik dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik program e-Training fisika yang dikembangkan untuk kegiatan diklat guru Fisika SMK?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan memahami materi ajar Rangkaian Listrik Arus searah dan materi ajar Sifat Mekanik Bahan para guru fisika SMK


(24)

sebagai dampak implementasi program e-training pada kegiatan diklat penguatan konten fisika ?

3. Bagaimana peningkatan kemampuan menganalisis materi ajar Rangkaian Listrik arus Searah dan materi ajar Sifat Mekanik Bahan para guru fisika SMK sebagai dampak implementasi program e-training pada kegiatan diklat penguatan konten fisika ?

4. Bagaimana respon/tanggapan guru fisika SMK terhadap program e-training fisika dan implementasinya dalam kegiatan diklat penguatan konten fisika ? 5. Apakah kekuatan dan keterbatasan program e-Training fisika yang

dikembangkan dalam implementasinya.

D. Batasan Masalah

Agar permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini tidak terlampau luas, diadakan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Pengembangan program e-Training yang dilakukan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pengembangan konten Training dan aktivitas (proses) e-Training, sedangkan sistem e-Training yang mencakup perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk pelaksanaan e-Training tidak dikembangkan dalam penelitian ini melainkan menggunakan sistem e-Training yang tersedia di PPPPTK BMTI Bandung.

2. Materi ajar rangkaian listrik arus searah merupakan materi ajar fisika yang dibahas di SMK berdasarkan kurikulum 2013 yang mencakup pokok bahasan: arus listrik, tegangan listrik, hambatan listrik, hukum Ohm, rangkaian hambatan, daya dan energi listrik, hukum I Kirchhoff dan hukum II Kirchoff. 3. Materi ajar sifat mekanik bahan merupakan materi ajar fisika yang dibahas di

SMK berdasarkan kurikulum 2013 yang mencakup pokok bahasan: massa jenis, berat jenis, sifat elastis bahan, dan sifat elastis pegas (Hukum Hooke)


(25)

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menghasilkan program e-Training Fisika untuk kegiatan diklat konten fisika bagi guru-guru Fisika SMK,

2. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan kemampuan memahami materi ajar Rangkaian Listrik Arus searah dan materi ajar Sifat Mekanik Bahan para guru fisika SMK sebagai dampak implementasi program e-training pada kegiatan diklat penguatan konten fisika,

3. Mendapatkan gambaran tentang peningkatan kemampuan menganalisis materi ajar Rangkaian Listrik arus Searah dan materi ajar Sifat Mekanik Bahan para guru fisika SMK sebagai dampak implementasi program e-Training pada kegiatan diklat penguatan konten fisika,

4. Mendapatkan gambaran tentang respon/tanggapan guru fisika SMK terhadap program e-Training fisika dan implementasinya dalam kegiatan diklat penguatan konten fisika,

5. Mendapatkan gambaran tentang kekuatan dan keterbatasan program e-Training fisika yang dikembangkan dalam implementasinya.

F. Manfaat Penelitian

Dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu program e-Training yang dapat dimanfaatkan dalam menunjang peningkatan kualitas proses dan hasil kegiatan diklat penguatan konten Fisika bagi guru-guru Fisika SMK terutama dalam hal kemampuan memahami dan menganalisis. Lebih jauh lagi program e-Training yang dikembangkan ini diharapkan dapat memberi sumbangan (kontribusi) yang nyata baik dari segi praktis maupun segi teoritis dalam peningkatan peran dan fungsi kegiatan diklat dalam pengembangan kompetensi guru Fisika.

1. Manfaat Teoritis

Program e-Training Fisika yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pola-pola atau modus-modus kegiatan diklat penguatan konten fisika yang inovatif yang sesuai dengan kebutuhan guru fisika di


(26)

lapangan, sehingga dapat menambah alternatif pilihan model diklat penguatan konten fisika untuk kepentingan pengembangan profesionalisme guru Fisika SMK atau guru Fisika SMA dan sederajat. Selain itu program e-Training yang dihasilkan ini dapat juga digunakan sebagai pembanding, rujukan, dan pendukung dalam kegiatan pengembangan program-program atau modus-modus kegiatan diklat penguatan konten fisika di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Dari sisi praktis, program e-Training yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat diterapkan (diimplementasikan) secara langsung khususnya dalam kegiatan diklat penguatan konten fisika bagi guru-guru Fisika SMK, umumnya dalam kegiatan diklat penguatan konten fisika bagi guru-guru Fisika SMA dan sederajat.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan berbagai istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan pendefinisian secara operasional terhadap istilah-istilah yang digunakan sebagai berikut:

1. Program e-Training didefinisikan sebagai suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke peserta dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. Dalam pelaksanaannya, e-Training dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan blended learning yang memadukan antara diklat tatap muka (konvensional) dan diklat jarak jauh secara online berbantuan website, dengan penggunaan jam belajar yang dominan pada kegiatan diklat jarak jauh secara online. Tahapan kegiatan diklat dapat menggunakan pola kegiatan tatap muka 1 (In-Service 1), kegiatan diklat jarak jauh (On-Service), dan kegiatan tatap muka 2 (In-Service 2) atau sering disebut sebagai pola in-on-in.

2. Kemampuan memahami didefinisikan sebagai kecakapan seseorang untuk mengkonstruksi pengertian dari pesan-pesan yang disampaikan dalam pembelajaran yang meliputi pesan oral, pesan tertulis dan komunikasi grafik (Anderson, et.al. 2001). Kemampuan memahami seseorang dapat diindikasikan


(27)

oleh kemampuannya dalam menginterpretasi, mencontohkan, mengklasifikasi, menggeneralisasi, menginferensi, membandingkan dan menjelaskan. Dalam penelitian hanya ditinjau 4 indikator kemampuan memahami yaitu menafsirkan (interpreting) menginferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining). Kemampuan memahami guru Fisika SMK peserta diklat sebelum dan sesudah implementasi program e-Training diukur dengan menggunakan tes kemampuan memahami yang disusun berdasarkan pada indikator-indikator memahami yang ditinjau dalam penelitian.

3. Kemampuan menganalisis didefinisikan sebagai kecakapan seseorang dalam mengurai materi ajar kedalam bagian-bagian konstituennya dan dapat menentukan bagaimana antar bagian tersebut saling berelasi satu sama lain dan bagaimana bagian-bagian itu berhubungan dengan struktur materi secara keseluruhan dan penggunaannya. Kemampuan menganalisis dapat diindikasikan oleh kemampuan-kemampuan dalam hal membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing) (Anderson, et.al, 2001). Kemampuan menganalisis guru peserta diklat sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan diklat (e-Training) diukur dengan menggunakan tes kemampuan menganalisis yang mencakup ketiga indikator kemampuan menganalisis tersebut.

H. Organisasi Penyajian Isi Disertasi

Penyajian seluruh isi disertasi ini diorganisasi dalam lima Bab, yaitu Bab 1 sampai dengan Bab 5. Masing-masing Bab berisi paparan tentang: Bab 1 menyajikan latar belakang dilakukannya penelitian disertasi ini yang didalamnya mencakup identifikasi masalah dan penetapan solusi atas masalah yang teridentifikasi, Bab 2 memaparkan tentang kajian pustaka yang mencakup kajian teori dan kajian hasil penelitian relevan, serta kerangka pikir penelitian, Bab 3 menyajikan metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian disertasi ini yang mencakup desain dan metode penelitian, lokasi dan subyek penelitian, instrumen penelitian serta teknik pengolahan dan analisis data, Bab 4 memaparkan


(28)

hasil penelitian dan pembahasannya, dan Bab 5 menyajikan kesimpulan penelitian, saran-saran untuk perbaikan dan rekomendasi untuk kegiatan ke depan.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rangka pengembangan program diklat yang inovatif untuk keperluan kegiatan diklat penguatan konten fisika bagi guru-guru fisika Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pengembangan ini dilandasi oleh adanya kebutuhan akan program diklat yang dapat menyokong pencapaian kompetensi guru fisika yang terkait dengan penguasaan materi ajar, terutama yang terkait dengan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis materi ajar fisika. Proses pengembangan dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan antara lain tahapan studi pendahuluan untuk melakukan analisis kebutuhan, kemudian tahap studi literatur untuk mengidentifikasi bentuk intervensi (perlakuan) yang dibutuhkan dalam kegiatan diklat penguatan konten fisika untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya, tahap perancangan dan tahap pengembangan intervensi (perlakuan) yang meliputi tahap penyusunan intervensi, tahap validasi ahli dan tahap uji coba implementasi intervensi yang dikembangkan. Sesuai dengan fokus dan tahapan penelitian yang dilakukan maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian campuran (mixed methods) dengan desain embedded experimental model (Creswell & Clark, 2007). Desain penelitian tersebut secara bagan ditunjukkan pada Gambar 3.1.


(30)

Gambar 3.1. Bagan metode penelitian campuran dengan desain embedded experimental model

Atas dasar analisis kebutuhan yang dilakukan, teridentifikasi bahwa diperlukan bentuk intervensi dalam kegiatan diklat penguatan konten fisika yaitu berupa program e-Training yang dipandang tepat untuk membekalkan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis sekaligus mengatasi kendala waktu yang dihadapi para guru untuk mengikuti kegiatan diklat konvensional. Gambar 3.2 menunjukkan bagan penggunaan metode campuran (mixed methods) dalam penelitian yang bertujuan mengembangkan intervensi berupa program e-Training dan uji coba penggunaannya untuk melihat keampuhannya dalam melatihkan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis kepada para peserta diklat.

Interpretasi berdasarkan data hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif Studi kualitatif

sebelum pengembangan

intervensi

Observasi kuantitatif sebelum implementasi

intervensi

Observasi kuantitatif setelah implementasi

intervensi

Intervensi Studi kualitatif setelah pengembangan

intervensi Menggunakan

metode kuasi eksperimen

Studi kualitatif selama implementasi


(31)

Gambar 3.2. Bagan penggunaan metode mixed methods dalam pelaksanaan penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan (Creswell, 2007), yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan pertama, yakni pendekatan kualitatif yang digunakan untuk mendeskripsikan pendapat guru mengenai diklat konvensional, tingkat kemampuan teknologi informasi dan komunikasi guru, dan juga respon guru terhadap pola-pola kegiatan yang diberikan dalam diklat tersebut. Pendekatan kedua, yaitu pendekatan kuantitatif yang digunakan untuk penelitian pengembangan program diklat, khususnya dalam menelaah hasil studi eksprimental untuk melihat efek implementasi program e-training tersebut

Interpretasi data berbasis pada data kualitatif dan data yang

diperoleh Studi kualitatif sebelum pengembangan Intervensi : Studi kemampuan guru Analisis kebutuhan penguatan konten bagi guru Survey tanggapan terhadap program diklat konvensional Interviu kesulitan konten fisika yang dialami guru Tes awal KM dan KA

Tes akhir KM dan KA Program e-Training Studi kualitatif setelah pengembangan intervensi: Karakteristik program e-Training Analisis program e-Training dapat melatihkan KM dan KA

Respons guru terhadap program e-Training Eksperimen semu implementasi program

e-Training untuk mendapatkan gambaran

efeknya dalam meningkatkan KM dan KA

Pengembangan program

e-Training


(32)

terhadap peningkatan kemampuan memahami dan kemampuan menganalisis guru-guru fisika SMK. Rincian keseluruhan tahapan kegiatan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Studi Pendahuluan (Analisis Kebutuhan)

Tahap ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan deskriptif kualitatif. Studi pendahuluan pada tahap ini dilakukan sebagai bagian dari analisis kebutuhan untuk pengembangan program diklat, untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi yang diperlukan dalam mendukung pengembangan program diklat untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru-guru fisika SMK. Fokus kegiatan ini adalah pengumpulan informasi-informasi yang berkaitan dengan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan program yang akan dikembangkan, teori-teori yang mendukung terhadap pengembangan program diklat, kesan-kesan guru-guru yang telah mengikuti diklat konvensional, program-program diklat yang telah dilaksanakan oleh Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri (PPPPTK BMTI) Bandung dan analisis kebutuhan awal diklat guru-guru fisika di lapangan berkaitan dengan kompetensi profesional yang didalamnya tercakup kemampuan berpikir, dan juga tingkat kemampuan guru di bidang teknologi informasi dan komunikasi.

2. Tahap Perancangan Program e-Training dan Perangkatnya

Pada tahap ini dilakukan kegiatan perancangan program diklat dan perangkatnya berdasarkan hasil studi pendahuluan, kondisi objektif lapangan, hasil-hasil kajian literatur yang relevan, dan analisis kebijakan.

3. Tahap Pengembangan Program e-Training dan Perangkatnya

Pada tahap ini dilakukan penyusunan, validasi dan uji implementasi draf program e-Training dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(33)

b) Mengembangkan perangkat diklat seperti: storyboard bahan ajar, bahan ajar diklat, panduan diklat, dan media yang diperlukan.

c) Mengembangkan instrumen pengukur kompetensi berupa instrumen tes kemampuan memahami dan tes kemampuan menganalisis.

d) Validasi program e-Training yang dikembangkan kepada para ahli.

e) Validasi program e-Training yang dikembangkan kepada praktisi di lapangan. f) Validasi intrumen pengukur kompetensi kepada para ahli

g) Melakukan ujicoba instrumen pengukur kompetensi kepada guru-guru fisika SMK

h) Melakukan revisi program diklat berdasarkan rekomendasi para ahli dan praktisi.

i) Melakukan revisi instrumen evaluasi berdasarkan rekomendasi para ahli. j) Melakukan ujicoba terbatas implementasi program e-Training yang

dikembangkan.

k) Melakukan ujicoba lebih luas implementasi program e-Training yang dikembangkan.

l) Melakukan revisi program diklat atas dasar rekomendasi hasil ujicoba praktis. Secara skematik tahapan penelitian untuk pengembangan program e-Training dilukiskan pada Gambar 3.3.


(34)

Gambar 3.3. Skema Tahapan Penelitian 1. Tahap Studi Pendahuluan

Kajian Pustaka Studi Lapangan

Analisis Kebutuhan (Need Assesment)

2. Tahap Perancangan program e-Training

Revisi II Ujicoba Terbatas

Program Diklat Final Rancangan

Program Diklat Rancangan Instrumen

Penilaian Ahli Revisi I

Draf Program Diklat Draf Instrumen 3. Tahap Pengembangan program e-Training

Ujicoba Luas Revisi III


(35)

4. Lokasi dan Subyek Penelitian

Program e-Training fisika menggunakan pendekatan blended learning dirancang untuk diterapkan pada kegiatan pendidikan dan pelatihan guru fisika SMK. Lokasi penelitian ini adalah PPPPTK BMTI Bandung, lembaga pendidikan dan latihan yang menyelenggarakan diklat guru fisika untuk SMK. Sedangkan subyek penelitian adalah guru-guru fisika yang tergabung dalam MGMP Kota Bandung. Responden dalam penelitian uji coba terbatas dan ujicoba luas adalah masing-masing berjumlah 5 orang dan 12 orang guru fisika SMK berijazah sarjana (S1) fisika atau pendidikan fisika.

5. Tahap Ujicoba Terbatas dan Ujicoba Luas Program e-Training

Untuk menyempurnakan program dan perangkat program e-Training dan instrumen penelitian dari sisi praktis dilakukan ujicoba terbatas dan lebih luas implementasi program e-Training dan perangkatnya dalam kegiatan diklat penguatan konten guru-guru Fisika SMK. Ujicoba terbatas dan luas dilakukan terhadap subyek yang berjumlah masing-masing 5 dan 12 orang guru SMK (peserta diklat) yang berasal dari beberapa SMK di Kota bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.

Pelaksanaan ujicoba terbatas dan luas menggunakan metode pre-eksperimen dengan desain one group pretest-posttest. Dengan desain ini, sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (intervensi) berupa implementasi program e-Training, terhadap subyek dilakukan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) baik untuk kemampuan memahami (KM) maupun untuk kemampuan menganalisis (KA).

Desain one group pretest-posttest ditunjukkan seperti pada Gambar 3.4.

Tes Awal Perlakuan Tes Akhir O1,O2 X O1,O2,O3


(36)

Disini O1 adalah tes kemampuan memahami (KM), O2 adalah tes kemampuan menganalisis (KA) dan O3 adalah angket penjaringan tanggapan guru.

Dari ujicoba terbatas dan luas ini diharapkan diperoleh rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan dan penyempurnaan program e-Training dan perangkatnya beserta instrumen penelitian dari tataran pelaksanaannya (praktisnya), sehingga program yang dikembangkan lebih feable lagi untuk diaplikasikan dalam kegiatan diklat konten Fisika bagi guru-guru Fisika SMK khusunya. Tujuan lain dari ujicoba terbatas dan luas adalah untuk mengetahui potensi dari program e-Training yang dikembangkan dalam meningkatkan kemampuan memahami (KM) dan kemampuan menganalisis (KA) pada guru-guru Fisika SMK.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen utama yang dikembangkan dalam penelitian pengembangan ini antara lain tes kemampuan memahami (KM), tes kemampuan menganalisis (KA), dan tes skala sikap. Tes KM dan tes KA terkait materi ajar Rangkaian Listrik Arus Serah (RLAS) dan materi ajar Sifat Mekanik Bahan (SMB). Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.

1. Hasil Pengembangan dan Validasi Ahli Instrumen Tes kemampuan Memahami (KM) dan kemampuan menganalisis (KA)

Instrumen tes kemampuan memahami (KM) dan tes kemampuan menganalisis (KA) materi Rangkaian Listrik Arus Searah yang dikembangkan masing-masing berjumlah 17 butir soal dan 18 butir soal, sedangkan untuk tes KM dan KA materi Sifat Mekanik Bahan masing-masing berjumlah 16 butir soal dan 13 butir soal. Kedua tes ini dikonstruksi dalam bentuk tes objektif jenis pilihan ganda dengan jumlah option sebanyak 4 yaitu (a, b, c, dan d).

Sebaran soal untuk tiap indikator kemampuan memahami (KM) dan untuk tiap indikator kemampuan menganalisis (KA) materi ajar RLAS dan SMB dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.


(37)

Tabel 3.1

Komposisi jumlah dan nomor soal pada tiap indikator tes KM RLAS dan SMB

Indikator KM

RLAS SMB

Jumlah Butir Soal

Nomor Butir Soal

Jumlah Butir Soal

Nomor Butir Soal Menjelaskan 5 1 – 5 4 1 – 4

Menginferensi 5 6 – 10 4 5 – 8

Membandingkan 4 11 – 14 4 9 – 12

Menginterpretasi 3 15 – 17 4 13 – 16 Jumlah Total 17 1 – 17 16 1 - 16

Tabel 3.2.

Komposisi jumlah dan nomor soal pada tiap indikator tes KA RLAS dan SMB

Indikator KA

RLAS SMB

Jumlah Butir Soal

Nomor Butir Soal

Jumlah Butir Soal

Nomor Butir Soal Menemukan

pesan tersirat 6 1 – 6 5 1 – 5 Mengorganisasi 6 7 – 12 4 6 – 10

Membedakan 6 13 – 18 4 11 – 13

Jumlah Total 18 1 – 18 13 1 - 13

Hasil validasi ahli untuk instrumen tes kemampuan memahami (KM) dan kemampuan menganalisis (KA) RLAS menunjukkan bahwa ketiga validator merekomendasikan bahwa butir-butir instrumen tes kemampuan memahami (KM) dan tes kemampuan menganalisis (KA) RLAS telah dibuat sesuai dengan indikator-indikator KM dan KA yang hendak diukur, sehingga layak digunakan untuk mengukur kemampuan memahami (KM) dan kemampuan menganalisis


(38)

(KA) peserta diklat. Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu direvisi, terutama dalam hal kejelasan dan kesesuaian gambar pada soal yang mengandung gambar, redaksional soal dan tata tulis soal. Catatan saran revisi dan perbaikan item tes dari ketiga validator disajikan pada Lampiran C.

Demikian juga untuk tes KM dan KA SMB, ketiga validator merekomendasikan bahwa butir-butir instrumen tes kemampuan memahami (KM) dan tes kemampuan menganalisis (KA) SMB telah dibuat sesuai dengan indikator-indikator KM dan KA yang hendak diukur, sehingga layak digunakan untuk mengukur kemampuan memahami (KM) dan kemampuan menganalisis (KA) peserta diklat. Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu di revisi, terutama dalam hal kejelasan dan kesesuaian gambar pada soal yang mengandung gambar, redaksional soal dan tata tulis soal. Catatan saran revisi dan perbaikan item tes dari ketiga validator disajikan pada Lampiran C.

Tabel 3.3 menunjukkan rekapitulasi hasil validasi ahli tes KM RLAS serta saran dan rekomendasi dari ketiga validator.

Tabel 3.3.

Rekapitulasi hasil validasi ahli terhadap instrumen tes KM RLAS Kesesuaian item tes KM

dengan Saran dan rekomendasi

 Materi Diklat Ketiga validator menyatakan bahwa konten semua item tes sudah sesuai dengan materi diklat  Rumusan Indikator Ketiga validator menyatakan bahwa semua butir soal tes KM yang dibuat sudah sesuai dengan indikator KM

 Option (pilihan jawaban) Ketiga validator menyatakan bahwa semua option jawaban sudah menunjukkan homogenitas yang baik

 Kunci Jawaban Ketiga validator menyatakan bahwa kunci jawaban soal sudah tidak mengandung kesalahan  Gambar /grafik/Tabel dan

lambang-lambang fisika

Ketiga validator menyatakan bahwa semua gambar, grafik, tabel dan lambang-lambang yang digunakan sudah sesuai dengan maksud soal.  Penggunaan tata bahasa Ketiga validator menyatakan bahwa penggunaan

tata bahasa sudah sesuai dengan kaidah bahasa indonesia yang baik.


(39)

Hasil-hasil validasi ahli di atas menunjukkan bahwa instrumen tes KM RLAS yang dikembangkan telah memenuhi butir-butir soal yang valid yaitu butir-butir soal yang dapat mengukur apa yang hendak diukur. Dengan kata lain instrumen tes KM yang dikembangkan layak digunakan untuk mengukur kemampuan memahami peserta diklat mahasiswa setelah mengikuti kegiatan e-Training.

Tabel 3.4 menunjukkan rekapitulasi hasil validasi ahli tes kemampuan menganalisis (KA) RLAS serta saran dan rekomendasi perbaikan dari ketiga validator.

Tabel 3.4.

Rekapitulasi hasil validasi ahli terhadap instrumen tes KA RLAS Kesesuaian item tes KA

dengan Saran dan rekomendasi

 Materi diklat (training) Ketiga validator menyatakan bahwa semua item tes KA sesuaiaiai dengan materi diklat (training)  Rumusan Indikator Ketiga validator menyatakan bahwa semua butir

soal yang disusun sesuai dengan indikator-indikator KA yang diukur

 Option (pilihan jawaban) Ketiga validator menyatakan bahwa semua option sudah homogen.

 Kunci Jawaban Ketiga validator menyatakan bahwa semua kunci jawaban sudah tidak mengandung kekeliruan.  Gambar /grafik/Tabel Ketiga validator menyatakan bahwa semua

gambar, grafik, tabel dan lambang-lambang yang digunakan sudah sesuai dengan maksud soal.

 Penggunaan tata bahasa Ketiga validator menyatakan bahwa naskah soal telah dibuat dengan menggunakan tata bahasa indonesia yang baik.

Hasil-hasil validasi ahli di atas menunjukkan bahwa instrumen tes KA RLAS yang dikembangkan telah memenuhi butir soal yang valid yaitu butir-butir soal yang dapat mengujur apa yang hendak diukur. Dengan kata lain instrumen tes KA yang dikembangkan layak digunakan untuk mengukur kemampuan menganalisis peserta diklat setelah mengikuti kegiatan e-Training.

Tabel 3.5 menunjukkan rekapitulasi hasil validasi ahli tes KM SMB serta saran dan rekomendasi dari ketiga validator.


(40)

Tabel 3.5.

Rekapitulasi hasil validasi ahli terhadap instrumen tes KM SMB Kesesuaian item tes KM

Dengan Saran dan rekomendasi

 Materi Diklat Ketiga validator menyatakan bahwa konten semua item tes sudah sesuai dengan materi diklat  Rumusan Indikator Ketiga validator menyatakan bahwa semua butir soal tes KM yang dibuat sudah sesuai dengan indikator KM

 Option (pilihan jawaban) Ketiga validator menyatakan bahwa semua option jawaban sudah menunjukkan homogenitas yang baik

 Kunci Jawaban Ketiga validator menyatakan bahwa kunci jawaban soal sudah tidak mengandung kesalahan  Gambar /grafik/Tabel dan

lambang-lambang fisika

Ketiga validator menyatakan bahwa semua gambar, grafik, tabel dan lambang-lambang yang digunakan sudah sesuai dengan maksud soal.  Penggunaan tata bahasa Ketiga validator menyatakan bahwa penggunaan

tata bahasa sudah sesuai dengan kaidah bahasa indonesia yang baik.

Hasil-hasil validasi ahli di atas menunjukkan bahwa instrumen tes KM SMB yang dikembangkan telah memenuhi butir-butir soal yang valid yaitu butir-butir soal yang dapat mengukur apa yang hendak diukur. Dengan kata lain instrumen tes KM yang dikembangkan layak digunakan untuk mengukur kemampuan memahami peserta diklat mahasiswa setelah mengikuti kegiatan e-Training.

Tabel 3.6 menunjukkan rekapitulasi hasil validasi ahli tes kemampuan menganalisis (KA) SMB serta saran dan rekomendasi perbaikan dari ketiga validator.


(41)

Tabel 3.6.

Rekapitulasi hasil validasi ahli terhadap instrumen tes KA SMB Kesesuaian item tes KA

dengan Saran dan rekomendasi

 Materi diklat (training) Ketiga validator menyatakan bahwa semua item tes KA sesuai dengan materi diklat (training)  Rumusan Indikator Ketiga validator menyatakan bahwa semua butir

soal yang disusun sesuai dengan indikator-indikator KA yang diukur

 Option (pilihan jawaban) Ketiga validator menyatakan bahwa semua option sudah homogen.

 Kunci Jawaban Ketiga validator menyatakan bahwa semua kunci jawaban sudah tidak mengandung kekeliruan.  Gambar /grafik/Tabel Ketiga validator menyatakan bahwa semua

gambar, grafik, tabel dan lambang-lambang yang digunakan sudah sesuai dengan maksud soal.

 Penggunaan tata bahasa Ketiga validator menyatakan bahwa naskah soal telah dibuat dengan menggunakan tata bahasa indonesia yang baik.

Hasil-hasil validasi ahli di atas menunjukkan bahwa instrumen tes KA SMB yang dikembangkan telah memenuhi butir soal yang valid yaitu butir-butir soal yang dapat mengujur apa yang hendak diukur. Dengan kata lain instrumen tes KA yang dikembangkan layak digunakan untuk mengukur kemampuan menganalisis peserta diklat setelah mengikuti kegiatan e-Training.

2. Analisis Data Hasil Uji Coba Instrumen Tes KM dan KA

Sebelum instrumen tes kemampuan memahami (KM) dan kemampuan menganalisis (KA) terkait materi Rangkaian Listrik Arus Searah maupun materi Sifat mekanik Bahan digunakan untuk pengukuran, terlebih dahulu instrumen tes diujicobakan untuk mengetahui keajegannya dalam menghasilkan skor (reliabilitas). Tes yang baik harus memiliki reliabilitas yang tinggi.

Reliabilitas tes didefinisikan sebagai tingkat keajegan atau kestabilan skor yang diperoleh responden yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika digunakan beberapa kali pada subjek yang sama menghasilkan skor yang relatif sama (Sugiyono, 2008). Sesuai dengan definisi


(42)

tersebut maka pengujian reliabilitas instrumen tes KM dan KA baik RLAS maupun SMB dilakukan dengan metode test-retest, yaitu pelaksanaan tes sebanyak dua kali terhadap subjek yang sama namun waktu berbeda, selisih waktunya sekitar dua minggu. Hasil kedua tes untuk tiap siswa kemudian dikorelasikan untuk memperoleh koefisien reliabilitas (r) dengan menggunakan persamaan 3.1.

(3.1) Keterangan :

r = koefisien korelasi anatara variabel X dan variabel Y X = skor tiap tes pada ujicoba pertama

Y = skor tiap tes pada ujicoba kedua N = jumlah peserta tes

Untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien reliabilitas tes digunakan kategori seperti ditunjukkan pada Tabel 3.7 (Arikunto, 2003).

Tabel 3.7.

Interpretasi koefisien reliabilitas (r) tes Koefisien

reliabilitas tes

Kategori Reliabilitas 0,8 < r  1,0 Sangat tinggi 0,6 < r  0,8 Tinggi

0,4 < r  0,6 Cukup 0,2 < r  0,4 Rendah

0,0  r  0,2 Sangat Rendah


(1)

Slamet Mugiono, 2015

PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

150 Garrison D., R., A., & Vaughan, N., D. (2008). Blended Learning in Higher

Education. United States: John Wiley& Sons Inc.

Graf, S., & Kinshuk, Liu, T.C. (2009). Supporting Teachers in Identifying Student’s Learning Style in Learning Management Systems: An Automatic Student Modelling Approach, Educational Technology & Society, 12 (4), 3-14. (Online), (www.ifets.info).

Gunawan, (2008). Model Pembelajaran Menggunakan Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Calon Guru Pada Materi Elastisistas. Tesis UPI. Tidak dipublikasikan

Hake, R.R. (1998). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods : A Six-Thousand Student Survey of Mechanics Test Data for Introductary Physics Courses. American Journal of Physics, 66(1), 64-74. Tersedia dalam: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ [15/01/ 2011]

Hamidah, D. (2011) Pengembangan Profesional Guru Biologi SMA Melalui Program Pelatihan Pedagogical Content Knowledge Pada Materi Genetika. Disertasi UPI. Tidak dipublikasikan

Hartley, D. (2001.) Welfare rights and the "workfare state". Benefits: the journal of poverty and social justice, (30). pp. 1-4. ISSN 0962-7898

Hartono. (2010). Pengembangan Program Praktikum IPA Berbantuan Web Pada Pendidikan Tinggi Jarak Jauh S1 Guru Sekolah Dasar. Desertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan

Hazary, S., & K. Caverly. (2008). Student and Faculty Satisfaction with Enterprise CMS. Dalam Terry T.Kidd & Holim Song (Eds), Handbook of Research on Instructional Systems and Technology Vol II (hlm 547-559). New York: Information Science Reference.

Hikamawan, R. (2007) Andragogi, Pendidikan Untuk Pendewasaan. [online]. Tersedia: http://pelajarislam.wordpress.com/2007/10/23/andragogi-pendidikan-untuk-pendewasaan/ (17 Januari 2011).

Hooper, S., & T.J. Reinartz, (2002). Educational Multimedia. Dalam Reiser, R.A. & Dempsey, J.V. (Eds), Trends and Issue in Instructional Design and Technology, (p.307-318). Upper Saddle River, New Jersey: Merrill Prentice Hall.

Holmes, B. dan Gardner, J. (2006). E-learning, Concepts and Practice. London: SAGE Publications.

Ijang.R. (2009) Multimedia Interaktif Untuk Meningkatakan Keterampilan Generik Sains. Journal Rural ICT-ITB.


(2)

Slamet Mugiono, 2015

PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

151 Ilyas. (2007). Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA pada Konsep Listrik Dinamis. Tesis UPI. Tidak dipublikasikan

Jones, M. G., Harmon, S. W., & Lowther, D.L. (2002). Internet-based Learning and Technology Integration: A Systemic Approach. In Reiser, R.A., & Dempsey, J.V. (Eds.). Trends and Issues in Instructional Design and Technology. (pp. 295-306). Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice Hall.

Karjasaputra, T. (2007). Pemanfaatan Internet Oleh Widyaiswara Dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran di P4TK BMTI Bandung. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Kaswan. (2004). Peninngkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Pada Pokok Bahasan Rangkaian Listrik Arus Searah. Tesis UPI. Tidak dipublikasikan

Laird, D. (1985). Approaches to Training and Development.2nd ed. Reading, Mass: Addison-Wesley Publishing Company Inc.

Liliasari, (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Pendidikan IPA Pada Fakultas P.MIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI

Lynch, M.M., Roecker, J. (2007). Project Managing e-Learning: A Handbook for Succesful Design, Delivery and Management. New York, NY: Routledge Mahfuddin, A. (2008). Profesionalisme Jabatan Guru di Era Globalisasi. Bandung:

Rizqi.

Maknun, J. (2009). Pengembangan Program Pembelajaran Fisika Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bidang Keahlian Teknik Bangunan. Desertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Mariana, I.M.A. (2012). Roadmap Program Pengembangan dan Pemberdayaan KKG dan MGMP (P2KM). Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (P4TKIPA).

Marzano, R. J. (2000) Designing a New Taxonomy of Educational Objectives Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Mason, R. (1994). Using Communication Media in Open and Flexible Learning. London: Kogan Page.


(3)

Slamet Mugiono, 2015

PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

152 Miarso, Y. (2007). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Prenada Media. Moekijat. (2006). Karier Pegawai, Perencanaan dan Pengembangan. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Mugiono, S. (2012a). Analisis Kebutuhan Pengembangan Model Diklat Berbasis ICT Untuk Guru Fisika Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA. FMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta tanggal 2 Juni 2012.

Mugiono, S. (2011b). Profil Keterampilan Teknologi Informasi dan Komunikasi Guru Fisika SMK. Prosiding Seminar Nasional MIPA. FMIPA. Universitas Negeri Semarang tanggal 27 April 2013.

Munir. (2001). Aplikasi Teknologi Multimedia Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Jurnal Mimbar Pendidikan., 3 (20). 9 – 17.

Munir. (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Noor, I. (2001). Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Indonesia di SMU Berdasarkan Kurikulum 1994. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 32, (18), 25.

NRC. (1996). National Science Education Standards. Washington: National Academic Press.

NSTA. (1998). Standards for Science Teacher Preparation.

Ozen, R. (2008) Inservice Training(INSET) Program Via Distance Education: Primary School Teacher’ Opinions. Turkish Journal Online of Distance Education-TODJE. 9, (1), 15.

Oetomo, B.S.D., dan Priyogutomo, J. (2004). Kajian Terhadap Model e-Media dalamPembangunan Sistem e-Education. Makalah Seminar Nasional Informatika 2004 diUniversitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada 21 Februari 2004.

Pina, Anthoby A. (2010). An Overview of Learning Management Systems. Dalam Kats, Yevim (Ed.), Learning Management System Technologies and Software Solutions for Online Teaching: Tools and Applications (hlm.1-19). New York: IGI Global.

Rasagama, I.G. (2011). Pengembangan Program Perkuliahan Fisika Untuk Meningkatkan Kemampuan Menganalisis dan Mengkreasi Mahasiswa Teknik Konversi Energi Politeknik. Desertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan


(4)

Slamet Mugiono, 2015

PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

153 Rusdi. (2007). Sistem Pelatihan Peningkatan Mutu Pembelajaran IPA. Makalah

Rakor Peningkatan Mutu Pembelajaran IPA. Yogyakarta 5 – 8 April 2007. Sadiman, et.al (1996). SMP Terbuka, Sekolah Menengah Pertama Terbuka, Studi

Kasus. Jakarta: UNDP/UNESCO/Proyek Pemerintah Indonesia. Sadulloh, U. (2007). Konsep Dasar Pedagogik. Bandung: Cipta Utama.

Sardjito, (2002) Bantuan sistem komputasi aljabar bagi pembelajaran fisika terapan di politeknik. Jurnal Kontribusi Fisika Indonesia. 13, (2) hal. 92 s.d 97.

Sarwanto. (2008) Pelatihan Pembelajaran IPA Berbasis Organisasi Belajar bagi Guru Sekolah Dasar. Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Tidak diterbitkan.

Sedayu, A., (2011). Pembelajaran E-Learning Pemrograman Visual Basic pada Perancangan Ruang Parkir Terminal. (CD-ROM: International Conference of Educational Technology: Strengthening The Learning Resources for

Increasing Learner’s Learning: Malang State University, Faculty of Education, Dept. of Educational Technology, July 27th 2011).

Setiawan, A. (2009). Pengembangan Virtual Laboratory Fisika Modern Berorientasi Keterampilan Generik Sains. Laporan Penelitian Strategis Nasional Tahun Anggaran 2009. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

---, (2009). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pembelajaran Sains. Workshop dalam Kegiatan Pengabdian Masyarakat SPs UPI. UPI 29 Juli 2009.

Setijadi, et.al. (2005) Buku Pedoman Pendidikan Jarak Jauh. Jakarta: Universitas Terbuka

Siagian, P.S. (2005) Sistem Informasi Manajemen Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara Sidi, I. (2000). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di Lingkungan Pendidikan Dasar dan Menengah: Tantangan dan Pengembangan. Makalah, disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pendidikan MIPA di Indonesia. Diselenggarakan oleh ITB dan UPI, Bandung: 31 Juli – 2 Agustus 2000.

Slavin, R.E. (2009). Psikologi pendidikan teori dan praktik, edisi kedelapan, Jilid kedua. (Terjemahan Marianto Samosir). Jakarta: PT Index.

Soenarto. (2000). Model Pelatihan demand driven: Peningkatan Kualitas Pendidikan Berbasis Sekolah. Proceeding Seminar Nasional. Depdiknas Universitas Negeri Yogyakarta F.MIPA.

Solfarina.(2012). Pembelajaran Berbasis E-learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Reflektif Bagi Mahasiswa Calon Guru. Desertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan


(5)

Slamet Mugiono, 2015

PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

154 Sonhadji, A. (2003). Alternatif Penyempurnaan Pembaharuan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/sikep/issue/sentral/F18.html. 06 Januari 2006). Stockley, D.(2010). What is e-learning. Sydney: Laeral

Sudijono, A. (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana, D. (2000a). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung: Falah Production

--- (2000b). Strategi Pembelajaran, Bandung: Falah Production.

--- (2000c). Pendidikan Luar Sekolah Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Asas. Bandung: Falah Production.

--- (2006). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sadulloh, U. (2007). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Soenarto. (2000). Model Pelatihan demand driven: Peningkatan Kualitas Pendidikan Berbasis Sekolah. Proceeding Seminar Nasional. Depdiknas Universitas Negeri Yogyakarta F.MIPA.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Sunarno, W. (1998). Model Remediasi Miskonsepsi Dinamika Menggunakan Animasi Simulasi Dengan komputer. Desertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Suparman, M., Atwi, Zuhairi, Aminudin. (2004). Pendidikan Jarak Jauh, Teori dan Praktek: Jakarta: Universitas Terbuka

Supriadi. (2006). Andragogi, Sebuah Konsep Teoritik. (Online) Tersedia: http://re.searchengines.com/0306supriadi.html [30 Januari 2011).

Supriadi, D. (2003). Guru di Indonesia: Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangannya Sejak Zaman Kolonial hingga Era Refoemasi. Jakarta : Depdiknas.

Suwono, H. (2002). Profil Kemampuan Mengajar PBS IPA Sekolah Dasar di Kab.Situbondo Jawa Timur. Proceeding National Science Education Seminar on New Paradigm in Mathematics and Science Education in Order to Enhance the Development and Mastery of Science and Technology. Malang: State University Malang, August 5,2002.


(6)

Slamet Mugiono, 2015

PENGEMBANGAN PROGRAM E-TRAINING FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN MENGANALISIS GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

155 Tajudin.(2008). Efektivitas Manajemen Pelatihan Guru di kabupaten Indramayu .

Desertasi pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan

Tatli, Z. & Ayas, A. 2013. Effect of Virtual Chemistry Laboratory on Students’ Achievement. Journal of Educational Technology and Society, 16(1): 159-170. Tersedia pada http://www.ifets. info/journals/16_1/14.pdf. Diakses tanggal 24 Februari 2013

Tuyuz, C. (2010). The Effect of The Virtual Laboratory on Students’ Achievement and Attitude in Chemistry. International Online Journal of Educational Sciences, 2(1), 37-53. Tersedia pada

http://www.iojes.net/userfiles/Article/IOJES_167.pdf. Diakses tanggal 24 Februari 2013

Uno, H.B. (2007). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yan Kreatif dan Efektif: Jakarta: PT. Bumi Aksara

Utomo, J. (2001). Dampak Internet Terhadap Pendidikan: Transformasi atau Evolusi. Seminar Nasional Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 7 April 2001. Wahono, R.S. (2007). Sistem e-Learning Berbasis Model Motivasi Komunitas.

Jurnal Teknodik No. 21/XI/Teknodik/Agustus/2007, Agustus 2007

Warsita, B. (2011). Pendidikan Jarak Jauh; Perancangan, Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi Diklat: Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Widhiyanti, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Topik Sifat Koligatif Larutan. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol. I No. 1, Maret 2007.

Widodo, A. (2010). Peningkatan profesionalisme guru biologi: Permasalahan dan alternatif solusi. Bandung: FPMIPA UPI.

Widodo, A., Riandi., & Suprianto, B. (2011). “Pengembangan Paket Program Berbasis Video untuk Peningkatan Kompetensi Mengajar Guru Sains”. Cakrawala Pendidikan, 30, (1), 58 – 72.

Zacharia, et al, (2008). Comparing the use of Virtual and Physical Manipulatives in Physics Education