EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA : Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap 118 Siswa SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015.

(1)

EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF

UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Jurusan Bimbingan dan Konseling

oleh

Olivia Librianita NIM : 1202238

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF

UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Quasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015)

Oleh: Olivia Librianita

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

Olivia Librianita 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus, 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

OLIVIA LIBRIANITA

EFEKTIFITAS TEKNIK KONSELING RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI PERILAKU AGRESIF SISWA

(Penelitian Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Kota Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015)

Pembimbing I

Prof. Dr. Ahman, M.Pd NIP 19590104 195803 1 002

Pembimbing II

Dr. Ilfiandra, M.Pd NIP 19721124 199903 1 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd NIP 19620623 198610 1 001


(4)

dan Konseling. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Remaja sering digambarkan sebagai periode storm and drang. Dalam periode ini remaja sering mengalami gejala emosi dan tekanan jiwa sehingga perilaku mereka mudah menyimpang dan menimbulkan perilaku agresif. Perilaku agresif pada remaja terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi, atau memperbesar peluang munculnya, seperti faktor biologis, temperamen yang sulit, dan pengaruh pergaulan yang negatif. Penelitian bertujuan menguji efektivitas restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah eksperimen kuasi. Sampel penelitian seluruh siswa kelas XI SMA yang berjumlah 118 siswa. Jenis instrumen penelitian yang digunakan adalah inventori berdasarkan teori agresif dari Krahe. Jumlah butir pernyataan yang digunakan sebanyak 66 butir pernyataan dengan lima alternatif pilihan jawaban. Hasil studi menunjukkan sebanyak 30 siswa termasuk dalam kategori agresif dan 88 siswa termasuk dalam kategori tidak agresif. Pemberian intervensi konseling restrukturisasi kognitif sebanyak enam sesi. Hasil uji empirik menunjukkan bahwa konseling restrukturisasi kognitif efektif untuk mereduksi perilaku agresif siswa. Tidak terdapat perbedaan keefektifan dalam aspek dan jenis kelamin dalam perilaku agresif siswa. Rekomendasi untuk guru BK atau konselor sekolah dalam melakukan teknik restrukturisasi kognitif yang perlu diperhatikan adalah proses dinamika perubahan yang dialami dalam diri konseli, terutama dalam proses berfikir konseli sebelum bertindak.


(5)

Experiment To 118 Students of Senior High School 8 Bekasi Academic Year 2014/2015). Study Program of Guidance and Counseling. Postgraduate School in Indonesia University of Education, Bandung.

The teenagers could be described as the storm and drang periode. In this period the teenagers often got the symptoms of emotional and depressive therefore they are susceptible to diverged and aggressive. Aggressive behavior in teens caused by many factors affected, or increase the chance of emergence, such as biological factors, temperamented severe, and the negative influence in the association.The research aims to test the effectiveness of cognitive restructuring to reduce aggressive behavior of students. Research approach used in this research is quantitative, while the design of the research is a quasi-experimental.The samples of this researchare 118 students of Senior High School studentsof XI class.The type of instrument research used is based on the theory aggressive inventory of Krahe. The number of grains statements is used as much as 66-point declaration with five alternative answers. The study shows many as 30 students included in the category of aggressive and 88 students included in the category are not aggressive. Giving cognitive restructuring counseling interventions conducted six sessions. Empirical test results show that cognitive restructuring counseling is generally effective to reduce aggressive behavior of students; there is no difference within effectiveness and gender aspects in aggressive behavior of students.Recommendations to guidance and counseling teacher or school counselor in cognitive restructuring techniques to note is the dynamic process of changes experienced within the counselee, especially in the counselee thought processes before acting.


(6)

DAFTAR ISI………...……… v

DAFTAR TABEL………...……… vi

DAFTARGRAFIK………...………... vii

DAFTAR LAMPIRAN………...……… viii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar BelakanPenelitian………... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………... 9

D. Manfaat Penelitian………... 10

E. Sistematika Penulisan………... 10

BAB II TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MEREDUKSI AGRESIF SISWA A. Konsep Dasar Agresif………. B. Teknik Restrukturisasi Kognitif Untuk Mereduksi Perilaku Agresif Siswa 12 23 C. Kerangka Berfikir………... D. Asumsi….………... 43 43 E. Hipotesis………... 43

F. Hipotesis………... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian………... 45

B. Metode Penelitian………... 46

C. Definisi Operasional Variabel………... 48

D. Instrument Penelitian………... 49

E. Prosedur Penelitian………... 53

F. Analisis Data………... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Umum Perilaku Agresif Siswa………... 68

B. Efektifitas Teknik Konseling Restrukturisasi Kognitif Untuk Mereduksi Agresif………... 72 C. Dinamika Perubahan ………... 77

D. Pembahasan Hasil Penelitian………... 93

E. Keterbatasan Penelitian………... 103

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Simpulan………... 104

B.Rekomendasi………... 105

DAFTAR PUSTAKA………..………... 106


(7)

Hasil uji reliabilitas………... Tabel 3.5 Gambaran pelaksanaan

intervensi……… 55

Tabel 4.1 Uji efektifitas konseling restrukturisasi

kognitif………. 68

Tabel 4.2 Uji efektifitas konseling restrukturisasi kognitif berdasarkan aspek dan jenis


(8)

……… Grafik 4.3 Grafik perbandingan perilaku agresif berdasarkan jenis

kelamin yang diberikan treatmen dan tidak diberikan treatment……… 67 Grafik 4.4 Grafik dinamika perubahan


(9)

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama mendeskripsikan latar belakang masalah perilaku agresif siswa, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

A. Latar belakang penelitian

Setiap individu mempunyai respon dan cara yang berbeda dalam menghadapi situasi yang sama. Masing-masing orang memandang dunia secara berbeda dan merespon terhadap suatu permasalahan pun berbeda pula. Kemampuan seseorang untuk mengatasi masalah tergantung kepada bagaimana dia bersikap. Tidak adanya kemampuan untuk mengatasi kejadian dan reaksi yang dialami individu dapat menimbulkan perilaku agresif sehingga dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan dapat menimbulkan dampak negatif untuk dirinya serta orang-orang di sekitarnya.

Meluasnya penyimpangan emosional terhadap respon yang dilakukan setiap individu dalam menghadapi suatu situasi terlihat pada melonjaknya angka tingkat depresi pada remaja di seluruh dunia dan pada tanda-tanda timbulnya agresifitas remaja yang negatif, seperti merokok di kalangan remaja, penyalahgunaan obat terlarang, kehamilan, putus sekolah, dan tindakan kekerasan (Potter&Perry, 2005). Bermacam-macam tindakan kejahatan digolongkan sebagai tindakan agresif yaitu tindakan apa pun yang dapat merugikan atau mencederai orang lain. Agresi adalah tindakan yang mengancam atau melukai integritas seseorang secara fisik, psikologis atau sosial,merusak objek atau lingkungan (Krahe,2005).

Di Indonesia aksi-aksi kekerasan dapat terjadi dimana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di komplek-komplek perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa.


(10)

Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah perilaku agresi dari diri individu atau kelompok (Buss dan Perry, 1992).

Salah satu bentuk tingkah laku sosial adalah meningginya agresivitas sebagai reaksi emosi. Meningginya agresivitas ini merupakan bentuk dari tingkah laku sosial dan biasanya terjadi pada saat anak-anak masuk sekolah. Hal ini dikarenakan anak mulai melakukan penyesuaian diri dengan keadaan fisik atau lingkungan baru tempat tinggalnya. Sebagai contoh, anak yang terbiasa mendapatkan perhatian dari orang tuanya kemudian ketika anak masuk sekolah, perhatian dari guru dirasakan kurang jika dibandingkan dengan perhatian yang didapat dari orang tuanya. Maka anak akan berperilaku agar mendapat perhatian dari guru, seperti mengganggu temannya saat proses belajar mengajar berlangsung. Perilaku ini dapat dikategorikan sebagai agresivitas (Buss dan Perry, 1992)

Perilaku agresif seringkali menjadi tajuk utama dalam pemberitaan media baik media cetak maupun media elektronik. Dari berbagai pemberitaan tersebut, perilaku agresif ini dilakukan oleh berbagai usia baik itu anak-anak, remaja, maupun dewasa, bahkan oleh lansia. Perilaku agresif ini dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok. Selain berdasarkan informasi dari media, tidak jarang kita melihat sendiri perilaku agresif tersebut. Bahkan mungkin kita sendiri yang menjadi pelaku perilaku agresif atau korban dari perilaku agresif orang tersebut (David, 2002).

Dalam bukunya Emotional Behavior, (Baron dan Richardson, 1994) mempertanyakan masalah agresi tersebut dalam bab pertanyaannya:

Adakah orang yang tidak menyadari adanya tindak kekerasan di masyrakat? Hampir setiap hari Koran memberitakan tentang penembakan, permapokan, penusukan, dan penyerangan, tentang manusia yang berkelahi dan saling membunuh. Tindak kekerasan terjadi di seluruh dunia dan di seluruh segmen masyarakat. Kita mendegar dan membaca tentang perang antar geng di lingkungan termiskin di Los Angels, umat Kristen dan islam


(11)

berperang di Beirut, dan perang saudara melanda Afrika. Kelihatannya berbagai tindakan kekerasan terjadi dimana-mana. Terus menerus, dari hari ke hari. Berbagai cerita tersebut hanyalah contoh paling ekstrim agresi yang terjadi setiap hari. Ini bukanlah hal yang sepele, dan bukan hanya karena penderitaan yang disebbakan oleh agresi. Bahkan seringkali sulit mencegah agar tindak kekerasan tidak menyebar. Setiap agresi cenderung berlanjut.

Jika Berkowitz memberikan contoh tindakan kekerasan maupun perilaku agresif yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya, maka pemberitaan mengenai perilaku agresif di Indonesia pun tidak kalah menyeramkannya. Selain mengenai perilaku agresif di Indonesia pun tidak kalah menyeramkannya. Selain mengenai perilaku agresif yang diungkapkan di atas, kita juga sering melihat atau membaca berita mengenai perilaku agresif seperti dahulu sempat maraknya ulah beringas geng motor di Bandung, geng Nero di daerah Jawa Timur, geng Bringka yang terjadi di daerah Tasik, dan juga ada berita seorang anak ditusuk temannya hanya karena menolak bermain sepak bola, dan berita-berita mengenai perilaku agresif lainnya. Sarwono dkk (Baron dan Richardson, 1994) menanggapi terhadap maraknya pemberitaan mengenai perilaku agresif tersebut menunjukkan adanya peningkatan kualitas, tak hanya sekedar menyakiti atau melukai tetapi juga menghilangkan nyawa korbannya. Penyebabnya pun kadang-kadang sangat sepele; misal, gara-gara tidak diberi rokok, seorang pemuda tega menganiaya temannya sampai meninggal.

Penelitian mengenai perilaku agresif beberapa tahun terakir menunjukkan adanya perilaku agresif di sekolah yang tidak sedikit meskipun tidak bisa dikatakan banyak. Fadillah (2011:78) dalam penelitiannya terhadap siswa kelas XI di SMAN 11 Bekasi memperoleh data perilaku agresif siswa yang berada pada kategori tinggi sebanyak 34, 72% atau 40 dari 115 orang siswa.

Agresivitas adalah perilaku menyerang orang lain baik secara fisik (non verbal) maupun secara kata-kata (lisan/non verbal). Agresivitas pada


(12)

kanak-kanak ini dapat berpa perilaku memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah, bahkan mencaci maki (Yusuf, 2002).

Perilaku agresif berhubungan dengan variabel-variabel lain. Penelitian yang dilakukan Wallance et al (Geen dan Russel, 2001) membuktikan adanya hubungan atara perilaku agresif dan self-perception. Self perception yang dimakusdkan dalam penelitian ini adalah self esteem. Self esteem yang rendah memicu meningkatnya perilaku agresif pada remaja dan orang dewasa. Perilaku agresif juga erat kaitannya dengan gangguan kepribadian. dalam penelitiannya menyatakan adanya hubungan antara narsisme, tempramen, agresi fisik, dan relasional antar teman sebaya pada remaja(Geen dan Russel, 2001).

Perilaku agresif pada remaja terjadi karena banyak faktor yang menyebabkan, mempengaruhi, atau memperbesar peluang munculnya, seperti faktor biologis, temperamen yang sulit, pengaruh pergaulan yang negatif, penggunaan narkoba, pengaruh tayangan kekerasan, dan lain sebagainya. Remaja yang agresif memiliki toleransi yang rendah terhadap frustasi dan kurang mampu menunda kesenangan, dalam hal ini cenderung berekasi dengan cepat terhadap dorongan agresinya, kurang dapat melakukan refleksi diri, dan kurang dapat bertanggung jawab atas akibat perbuatannya (Geen dan Russel, 2001).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari guru BK di sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian, yaitu SMA Negeri 8 Bekasi, diperoleh data bahwa kejadian yang menunjukkan munculnya berbagai perilaku agresif di kalangan para siswa banyak terjadi. Para siswa sering melakukan keributan, perkelahian, perusakan barang, pertengkaran, dan juga pernah melakukan tindakan tawuran dengan sekolah lain.

Hasil dari wawancara dengan koordinator BK di SMAN 8 Bekasi menunjukkan perilaku agresif yang sering terjadi di sekolah adalah mengganggu teman saat jam pelajaran berlangsung. Perilaku agresif dapat menimbulkan korban pada pihak orang lain, dalam hal ini dapat mengganggu konsentrasi teman-teman saat proses pelajaran berlangsung.


(13)

Salah satu paradoks yang terjadi sekarang ini adalah semakin terbukanya peluang untuk meraih hidup lebih baik di satu sisi, tetapi di sisi lain persaingan untuk meraih peluang tersebut semakin ketat. Ketatnya persaingan dalam mengambil peluang yang ada dirasakan juga oleh siswa di sekolah. Pada situasi seperti ini hanya siswa yang memiliki kesiapan dan daya saing tinggi yang mampu memanfaatkan peluang dengan optimal. Kesiapan dan daya saing yang dimaksud mencakup kesiapan dan daya saing tinggi pada tataran belajarnya.

Bimbingan dan Konseling (BK) merupakan salah satu komponen yang berada di sekolah. Salah satu yang melatarbelakangi adanya BK di sekolah adalah untuk mengantisipasi munculnya dampak negatif dari globalisasi, menurut Juntika Nurihsan (2003:4) dampak negatif dari globalisasi itu adalah; (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyak konflik, stress, kecemasan, dan prustasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi dan korupsi, makin sulitnya diterapkan baik jahat dan benar salah secara lugas; (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik psikis dan konflik fisik; (4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementar dan adiktif seperti penggunaan obat-obatan terlarang.

Dalam hal ini, pelayanan bimbingan dan konseling perlu memberikan bantuan secara terpadu dan menyeluruh. Proses pemberian bantuan dalam bimbingan dan konseling secara fungsional mempunyai makna pencegahan (preventive), penanganan langsung terhadap individu yang bermasalah (curative), dan pengembangan (development). Untuk penanganan kecenderungan perilaku agresif siswa lebih tepat dengan layanan pencegahan (preventive). Tetapi tentu saja sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu latar belakang munculnya perilaku agresif tersebut (Corey Gerald, 2005).

Upaya untuk mereduksi perilaku agresif pada siswa di sekolah seyogyanya mejadi perhatian serius sekolah khususnya bidang bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, guru bimbingan dan konseling penting


(14)

menyelenggarakan layanan responsif. Yusuf dan Nurihsan (2008:28) menyatakan layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan pertolongan dengan segera. Layanan ini lebih bersifat kuratif, sehingga strategi yang digunakan adalah konseling.

Menurut Mruk (Dobson,2010) beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mereduksi perilaku agresif remaja diantaranya adalah pemberian dukungan sosial (dalam hal ini orang tua atau pengasuh yang memberikan dukungan sosial kepada remaja), strategi atau modifikasi kognitif perilaku, konseling keluarga atau kelompok, strategi kebugaran fisik serta strategi spesifik yang digunakan pada populasi tertentu seperti terapi permainan atau terapi naratif. Willets dan Crewell (Dobson,2010) mengungkapkan bahwa modifikasi kognitif perilaku paling efektif digunakan remaja sebab memberikan banyak kebebasan bagi remaja untuk mengontrol pikiran dan perilakunya sendiri.

Menurut literatur, teknik restrukturisasi kognitif pernah digunakan untuk mengatasi perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquent), fobia, depresi serta perilaku agresi. Penelitian yang telah dilakukan Meichenbaum (Dobson,2010) menunjukan sukses dari program keterampilan menangani sesuatu (restrukturisasi kognitif) manakala diaplikasikan pada problema kecemasan untuk berbicara, kecemasan mengikuti tes, fobi, marah, ketidak mampuan bersosialisasi, kecanduan bagi anak-anak yang menarik diri dari lingkungannya.

McKay dan Fanning (Donald Maichenbaum, 2010) menjelaskan teknik restrukturisasi kognitif membantu individu untuk memahami distorsi kognitif (atau biasa disebut dengan kesalahan berfikir) yang membuat individu tersebut mengkritik diri dengan penilaian negatif. Dengan restrukturisasi kognitif, individu dapat memperbaiki pikiran yang irasional atau tidak adaptif atau negatif menjadi realistis (Donald Maichenbaum, 2010). Hal ini sejalan dengan Stallard (2004) yang mengungkapkan bahwa anak dan remaja perlu meningkatkan kesadaran akan kesalahan


(15)

berfikirnya sehingga mereka akan memahami efek pikiran tersebut terhadap perilaku dan perasaannya. Selain itu restrukturisasi kognitif, individu juga memerlukan koreksi pada defisit perilaku adaptif dengan cara melatih keterampilan yang sebelumnya belum dimiliki (Donald Maichenbaum, 2010). Keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan cara memberi modifikasi perilaku sesuai dengan kebutuhan individu.

Kompetensi Akademik siswa kelas XI SMA menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kompetensi Dasar Siswa SMA, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) kompetensi tersebut adalah: mampu mengidentifikasi, menilai dan mempertahankan sumber-sumber keterbatasan, hak-hak, dan kebutuhan-kebutuhan, mampu secara sendiri maupun berkelompok dan melaksanakan proyek serta menyusun strategi, mampu menganalisis situasi, hubungan dengan medan kekuatan secara kepemimpinan, mampu bekerjasama, bertindak sinergik, berpartisipasi dan berbagi tugas kepemimpinan, mampu mengelola dan menyelesaikan konflik, mampu mengurai atau menyusun dalam urutan dan berbagi berdasarkan aturan-aturan, serta mampu membangun aturan-aturan yang mengatasi perbedaan-perbedaan cultural.

B. Identifikasi dan rumusan masalah

Munculnya perilaku agresif terkait dengan kemampuan siswa mengatur emosi dan perilakunya untuk menjalin interaksi yang efektif dengan orang lain atau lingkungannya. Siswa cenderung menunjukkan prasangka permusuhan saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu siswa sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif.

Berdasarkan pandangan behavioral, agresif adalah respon dari perangsangan yang disampaikan oleh organisme lain. Perilaku agresif pada pandangan behavioral harus membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan siswa tersebut. Konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar sehingga dapat diubah dengan


(16)

memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar (Geen dan Russell,2001).

Perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah jika tidak ditangani dapat mengganggu proses pembelajaran dan perkembangan sosialnya. Siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk. Situasi dan kebiasaan buruk yang terjadi di lingkungan sekolah akan membentuk siswa lain meniru dan berperilaku agresif pula. Perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan semakin meluas.

Perilaku agresif yang sering terjadi di sekolah menurut coordinator BK SMAN 8 Bekasi diantaranyaadalah melanggar tata tertib sekolah, membuat keonaran saat pelajaran berlangsung, berkelahi dengan teman sebaya, dan menaruh rasa dendam dengan teman sebayanya. Perilaku agresif yang sering terjadi pada siswa-siswi sekolah ini adalah perilaku yang terbentuk akibat kesalahan berfikirnya dalam bertindak sehingga dari kesalahan berfikirnya menimbulkan perilaku agresif di dalam diri individu siswa.

Menurut Mruk (Geen dan Russell,2001 beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mereduksi perilaku agresif remaja diantaranya adalah pemberian dukungan sosial (dalam hal ini orang tua atau pengasuh yang memberikan dukungan social kepda remaja), strategi atau modifikasi kognitif perilaku, konseling keluarga atau kelompok, strategi kebugaran fisik serta strategi spesifik yang digunakan pada populasi tertentu seperti terapi permainan atau terapi naratif. Willets dan Crewell (Corey Gerald, 2005). mengungkapkan bahwa modifikasi kognitif perilaku paling efektif digunakan remaja sebab memberikan banyak kebebasan bagi remaja untuk mengontrol pikiran dan perilakunya sendiri.

Dari penjelasan identifikasi masalah, maka rumusan masalah utamanya adalah “bagaimana gambaran efektifitas teknik konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa?”

Rumusan masalah dijadikan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimanakah profil umum perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8


(17)

2. Apakah teknik konseling restrukturisasi kognitif efektif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015.

3. Apakah terdapat perbedaan keefektifan konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa berdasarkan jenis kelamin siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015. 4. Bagaimanakah dinamika perubahan dalam konseling restrukturisasi

kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015.

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai efektivitas teknik konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMA Negeri 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data empirik mengenai:

1. Untuk mendeskripsikan gambaran secara umum mengenai perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015

2. Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas teknik konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015

3. Untuk mendeskripsikan tingkat perbedaan efektifitas teknik konseling restrukturisasi kognitif berdasarkan jenis kelamin untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015

4. Untuk mendeskripsikan gambaran mengenai dinamika perubahan dalam teknik konseling restrukturisasi kognitf untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015?


(18)

D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis :

1. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teknik konseling yang digunakan dalam proses konseling untuk menurunkan perilaku agresif siswa

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu BK khususnya yang berkaitan dengan teknik restrukturisasi kognitif.

Manfaat Praktis :

1. Manfaat praktis dalam penelitian ini untuk guru BK, dapat memberikan gambaran mengenai implementasi dari teknik restrukturisasi kognitif untuk menurunkan perilaku agresif siswa. Diharapkan dalam penelitian ini dapat mengubah perilaku siswa yang agresif menjadi perilaku yang diinginkan atau sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah. 2. Hasil penelitian ini juga diharpakan untuk guru BK dapat membuat atau

menyusun program melalui teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi yang berkaitan dengan perilaku agresif dan restrukturisasi kognitif sebagai teknik untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah terdiri dari lima bab, yang terdiri dari: Bab pertama berisi latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab kedua merupakan bab yang berisikan landasan teori, melalui konsep dasar dari teori yang sedang di kaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Bab kedua terdiri dari konsep dasar peranan dan strategi bimbingan dan konseling, konsep dasar perilaku agresif, konsep tentang teknik restrukturisasi kognitif dalam mereduksi


(19)

agresif siswa, hasil penelitian terdahulu, kerangka berpikir, asumsi penelitian dan hipotesis penelitian. Bab ketiga yaitu metodelogi penelitian yang isinya meliputi lokasi dan subyek penelitian, metode penelitian, definisi operasional variabel, instrument penelitian, prosedur penelitian, dan analisis data. Bab keempat adalah bab yang membahas mengenai hasil penelitian meliputi profil umum perilaku agresif siswa, efektifitas teknik konseling restrukturisasi kognitif untuk mereduksi agresif siswa, dinamika perubahan siswa, pembahasan hasil penelitian, dan keterbatasn penelitian. Bab kelima adalah bab terakhir dalam penulisan ini yang berisikan simpulan dan rekomendasi.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ketiga merupakan pokok bahasan yang berkenaan dengan lokasi dan subjek populasi, metode penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan analisis data. A. Lokasi dan Subjek Populasi

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik sampling jenuh yang berarti dalam penelitian menggunakan seluruh kelas XI untuk menjadi sampel. Semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian karena semua siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi berpotensi memiliki perilaku agresif yang tinggi.

Lokasi penelitian ini terdapat di SMAN 8 Bekasi, yang terletak di Bekasi Selatan. Penelitian ini dilakukan terhadap kelas XI, yang terdiri dari empat kelas, penjelasan jumlah populasi dan jenis kelamin laki-laki dan perempuan kelas XI SMAN 8 Bekasi dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Populasi Kelas XI SMAN 8 Bekasi

Kelas Jumlah Siswa Jenis Kelamin

L P

XI IIS 1 26 14 12 XI IIS 2 25 13 12 XI MIA 1 32 15 17 XI MIA 2 35 20 15 Jumlah 118 62 56

Tabel 3.1 adalah tabel yang menjelaskan jumlah populasi penelitian seluruh siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi, dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah populasi penelitian ini adalah 118 siswa, dengan jumlah


(21)

siswa laki-laki adalah 62 siswa, sedangkan jumlah keseluruhan siswa perempuan adalah 56 siswa.

Latar belakang pemilihan lokasi penelitian di SMAN 8 Bekasi berdasarkan atas wawancara yang dilakukan terhadap guru BK di SMAN 8 Bekasi yang menyatakan bahwa siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi menunjukkan indikator perilaku agresif yang tinggi. Siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 menunjukkan perilaku yang dipengaruhi oleh kemarahan, sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan, tidak disiplin, melawan guru, sering mengganggu teman, tidak mengerjakan tugas, dan membuat kegaduhan saat jam pelajaran berlangsung.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015. Sampel penelitian adalah 118 siswa, berdasarkan hasil instrument yang telah diberikan kepada seluruh peserta didik menghasilkan sebanyak 30 orang siswa dengan skor tinggi. Selanjutnya sampel dibagi ke dalam dua kelompok. Sebanyak 15 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 15 siswa lainnya sebagai kelompok kontrol.

B. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian untuk meneliti populasi atau sampel tertentu dan pengumpulan data menggunakan angka-angka dan pengolahan statistik. Menurut Creswell (2012) pendekatan kuantitatif dipilih sebagai pendekatan penelitian ketika tujuan penelitian sebagai berikut: menguji teori; mengungkapkan fakta-fakta; menunjukkan hubungan antar variabel; dan memberikan deskripsi. Pada penelitian ini, pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat perilaku agresif diri siswa serta mengetahui efektivitas teknik konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa. metode penelitian yang digunakan ialah quasi eksperimen equivalent. Quasi eksperimen adalah desain yang mempunyai kelompok kontrol,


(22)

tetapi tidak dapat sepenuhnya berfungsi untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan ekperimen.

Desain quasi eksperimen yang digunakan adalah non equivalent control group design dengan cara pretest-posttest. Sebelum dilakukan perlakuan atau intervensi kedua kelompok eksperimen dan kelompok control diberikan tes awal (pretest) secara bersamaan untuk mengukur kondisi awal. Selanjutnya kelompok eksperimen diberikan intervensi konseling restrukturisasi kognitif. Kelompok kontrol diberikan perlakuan konvensional. Setelah selesai perlakuan atau intervensi, kedua kelompok diberikan tes secara bersamaan kembali sebagai posttest.

Adapun gambaran mengenai rancangan nonequivalent control group design (Creswell, 2008) sebagai berikut:

Tabel 3.2

Desain Penelitian Eksperimen kuasi

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-Test

Eksperiment O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Keterangan :

O1, O3 : Kegiatan Pre Test O2,O4 : Kegiatan Post Test

X : Kelompok yang diberikan perlakuan/treatment - : Tidak ada perlakuan

Berdasarkan tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama-sama diberikan angket mengenai instrument perilaku agresif siswa. Dalam penelitian ini kelompok eksperimen diberikan treatment dengan menggunakan teknik konseling restrukturisasi kognitif dengan tujuan menurunkan atau mereduksi perilaku agresif siswa, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan treatment.


(23)

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah perilaku agresif siswa dan teknik konseling restrukturisasi kognitif. Secara operasional kedua variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut ini:

Menurut Levin dan Seligman (dalam Barbara Krahe, 2005) Agresi dalam makna yang baik (good sense) merupakan tindakan menyerang atau meraih kesuksesan meskipun dihadang oleh berbagai rintangan tanpa menyakiti atau melukai orang lain. Agresi dalam makna yang buruk (bad sense) adalah tindakan menyerang untuk memperoleh atau mencapai keinginan dan merusak atau melukai atau pun mendatangkan penderitaan bagi orang lain. Dalam penelitian ini, yang diteliti adalah perilaku agresif dalam makna yang buruk yang merupakan tindakan menyerang untuk merugikan orang lain. Misalnya, berkelahi dengan teman sebaya, tidak menaati peraturan tata tertib sekolah, melawan perintah orang tua, merusak barang pribadi maupun barang milik orang lain, serta suka menaruh rasa dendam kepada orang lain.

Menurut Krahe (2005:41), yang dimaksud dengan perilaku agresif dalam penelitian ini adalah tindakan menyakiti oleh siswa SMA Negeri 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap orang lain baik secara fisik maupun psikis dengan adanya unsur kesengajaan, adanya sasaran, dan bertujuan untuk menyakiti atau menghancurkan orang lain yang dibatasi pada aspek keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan. a. Aspek keagresifan, yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan

ditunjukkan dengan indikator; 1) berkelahi dengan teman sebaya, 2) secara fisik menyerang orang lain, dan 3) berlaku kasar terhadap orang lain.

b. Aspek melawan perintah, yaitu perilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menentang atau tidak mengikuti aturan ditunjukkan dengan indikator; 1) tidak mengikuti perintah/aturan, 2) membangkang atas perintah guru dan orang tua

c. Aspek merusak, merupakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk merusak ditunjukkan dengan indikator; 1) membuat keonaran, 2)


(24)

merusak barang-barang pribadi, 3) merusak barang-barang milik orang lain.

d. Aspek permusuhan, yaitu tindakan-tindakan yang menunjukkan permusuhan ditunjukkan dengan indikator; 1) suka bertengkar, 2) berlaku kejam terhadap orang lain, dan 3)menaruh rasa dendam. Restrukturisasi kognitif digunakan dalam mereduksi perilaku agresif siswa memfokuskan pada kognitif yang menyimpang akibat ketidak mampuan menerima dirinya yang dapat merugikan baik secara fisik maupun psikisnya. restrukturisasi kognitif ini diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, serta memutuskan kembali. Hingga diharapkan mampu membantu siswa mereduksi perilaku agresif siswa (Mc Leod,2006).

D. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah adopsi dari instrument efektifitas konseling kelompok teman sebaya dalam mereduksi perilaku agresif siswa yang disusun oleh Ari Kurniawan pada tahun 2013. Dalam pengukuran perilaku agresif menurut Krahe (2005), perilaku agresif memiliki dua kategori yaitu agresif dan tidak agresif. Dalam penelitian, peneliti menggunakan lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (ss), sesuai (s), kurang sesuai (ks), tidak sesuai (ts), dan sangat tidak sesuai (sts). Dari lima pilihan jawaban akan dipilih menjadi dua kategorisasi agresif dan tidak agresif.

Instrument penelitian ini menggunakan teori perilaku agresif dari Krahe. Menurut Krahe (2005:41), yang dimaksud dengan perilaku agresif dalam penelitian ini adalah tindakan menyakiti oleh siswa SMA Negeri 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 terhadap orang lain baik secara fisik maupun psikis dengan adanya unsur kesengajaan, adanya sasaran, dan bertujuan untuk menyakiti atau menghancurkan orang lain yang dibatasi pada aspek keagresifan, melawan perintah, merusak, dan permusuhan. a. Aspek keagresifan, yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan


(25)

secara fisik menyerang orang lain, dan 3) berlaku kasar terhadap orang lain.

b. Aspek melawan perintah, yaitu perilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menentang atau tidak mengikuti aturan ditunjukkan dengan indikator; 1) tidak mengikuti perintah/aturan, 2) membangkang atas perintah guru dan orang tua

c. Aspek merusak, merupakan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk merusak ditunjukkan dengan indikator; 1) membuat keonaran, 2) merusak barang-barang pribadi, 3) merusak barang-barang milik orang lain.

d. Aspek permusuhan, yaitu tindakan-tindakan yang menunjukkan permusuhan ditunjukkan dengan indikator; 1) suka bertengkar, 2) berlaku kejam terhadap orang lain, dan 3)menaruh rasa dendam. Di bawah ini akan menjelaskan kisi-kisi instrument perilaku agresif yang terdiri dari 66 butir item. Dalam aspek keagresifan terdiri dari tiga indikator, masing-masing indikator berisikan 6 butir pernyataan. Dalam asepek melawan perintah memiliki dua indikator yang berisikan masing-masing indikator adalah 6 butir item pernyataan. Dalam aspek merusak terdapat tiga indikator dengan masing-masing indikator berisikan 6 butir pernyataan. Dalam aspek permusuhan juga terdapat tiga indikator yang terdiri dari masing-masing indiaktor adalah 6 butir pernyataan.

Dalam tahapan build in try out dalam penelilitian ini, peneliti memberikan angket instrument perilaku agresif siswa kepada seluruh kelas XI dan sekaligus peneliti melakukan penelitian terhadap seluruh kelas XI SMAN 8 Bekasi. Penjabaran pengembangan instrumen perilaku agresif dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini.


(26)

Tabel 3.3

Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Perilaku Agresif Siswa

No Aspek Indikator Jumlah Item

No. Soal

Jumlah

1 Keagresifan (Perilaku yang memiliki sifat keagresifan)

Berkelahi dengan teman sebaya 1,2,3,4,5,6 6

Secara fisik menyerang orang dewasa atau orang lain

7,8,9,10,11,12 6

Berlaku kasar terhadap orang lain

13,14,15,16,17,18 6

2 Melawan perintah (perilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menentang atau tidak mengikuti aturan)

Tidak mengikuti perintah/aturan 19,20,21,22,23,24 6

Membangkang terhadap orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya

25,26,27,28,29,30 6

3

Merusak(tindakan-tindakan yang bertujuan untuk merusak)

Membuat keonaran 31,32,33,34,35,36 6 Merusak barang-barang pribadi 37,38,39,40,41,42 6

Merusak barang-barang milik orang lain

43,44,45,46,47,48 6

4 Permusuhan (tindakan-tindakan yang menunjukkan

permusuhan

Remaja suka bertengkar 49,50,51,52,53,54 6 Berlaku kejam terhadap orang

lain

55,56,57,58,59,60 6

Menaruh rasa dendam 61,62,63,64,65,66 6


(27)

Berdasarkan instrument yang telah diberikan kepada seluruh siswa kelas XI SMA 8 Bekasi dapat menghasilkan perhitungan nilai validitas dengan kriteria t hitung 1.980 diperoleh item pernyataan yang dinyatakan valid ialah sebanyak 66 dari 66 item. Adapun item pernyataan yang dianggap valid dan tidak valid menggunakan t hitung dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut:

Berdasarkan hasil uji validitas menyatakan 66 butir pernyataan yang telah diberikan kepada seluruh kelas XI SMAN 8 Bekasi adalah hasilnya valid, berikutnya adalah tabel 3.4 yang akan menjabarkan hasil uji reliabilitas. Hasil reliabilitas dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliability

Statistics Cronbach's

Alpha

N of Items .952 66

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0, diperoleh hasil sebagai berikut yaitu hasil koefisien Cronbach’s Alpha adalah 0,952 yang berada pada tingkat reliabilitas sangat tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa instrument perilaku agresif agresif dapat digunakan dengan baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data mengenai perilaku agresif siswa SMA.

E. Prosedur Penelitian 1. Pelaksanaan Pre-test

Penyebaran angket kontrol diri siswa dilakukan pada siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi. Kelas XI SMAN 8 Bekasi terbagi menjadi empat kelas yaitu kelas XI IIS 1 dan XI IIS2, serta XI MIA1 dan XI MIA 2. Penelitian diawali dengan memberikan pre-test. Pre-test dilakukan sebagai tes awal


(28)

untuk mendapatkan data mengenai gambaran umum perilaku agresif siswa kelas XI.

2. Rumusan intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015

a. Rasional

Perilaku agresif merupakan perilaku deduktif yang berpotensi merusak dan menyakiti orang lain dan dirinya senidri. Pada semua fase perkembangan manusia selalu ditemukan fenomena perilaku agresif. Dalam penelitian ini, peneliti hanya focus pada fenomena perilaku agresif pada remaja karena ini merupakan fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang fungsi-fungsi fisik dan psikismya belum optimal. Dvorak et. al. (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa meningkatnya proses psikologis individu dapat berdampak pada munculnya perilaku impulsif. Aspek-aspek impulsif tersebut memicu labilitas emosi sehingga cenderung memunculkan perilaku agresif.

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Pada masa remaja ini perasaan remaja lebih peka, sehingga menimbulkan jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Remaja menjadi seseorang yang sangat mempedulikan dirinya sendiri sehingga tidak menyukai hal-hal yang menggangu identitas para remaja. Remaja untuk mempertahankan identitas dirinya sering kehilangan kontrol diri, oleh karena itu terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan oleh remaja dan salah satunya adalah memperkuat self-control agar tidak terjadi perilaku agresif yang akan merugikan orang lain (kemampuan mengendalikan diri) Havighurst (Yusuf, 2008: 25-26).

Pada masa remaja, individu mengalami tekanan yang kuat dari dalam dirinya sebagai akibat dari kepesatan pertumbuhan fisik dan lingkungan sosialnya. Selain itu, meluasnya arena mobilitas sosial juga berkontribusi


(29)

menjadi penyebab tekanan yang dialami remaja. Masa remaja juga disebut sebagai peralihan yang menentukan kualitas kehidupan individu di masa berikutnya. Jika remaja berhasil melampaui tekanan-tekanan biologis dari dalam dirinya dan tekanan sosio-psikologis dari lingkungan sosialnya, maka dimungkinkan akan dapat memasuki masa dewasa dengan penuh kemandirian dan tanggung jawab. Sebaliknya jika gagal, maka selanjutnya akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai kedewasaan, hal ini memungkinkan perilaku destruktif yang dapat merusak dan menyakiti dirinya sendiri maupun orang lain.

Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk destruktif yang kerap kali dialami individu pada masa remaja. Data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta pada tahun 2009 menyebutkan 0,08 persen atau 1..318 dari 1.647.835 siswa SD, SMP, dan SMA di DKI Jakarta terlibat tawuran. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Lampost.co, 20 November 2013). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memaparkan kasus kekerasan pelajar antara usia 9-20 tahun yang dilaporkan ke pihak kepolisian mengalami peningkatan 20 persen pada tahun 2013 (Okezone.com, 2 Januari 2014).

Banyak kasus terjadi dikalangan remaja yang cenderung merupakan perilaku menyimpang siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian diri yang menimbulkan perilaku agresif. Kasus terbaru, seorang siswa SMK yang menyiram air keras didalam bis karena marah kepada siswa yang menjadi musuh sekolahnya sehingga ada 14 korban yang terkena air keras dan menderita luka (Tribun News, 2013). Kasus lain adalah tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang menewaskan satu orang pelajar karena ditusuk menggunakan pisau (Karawang News, 2013).

Upaya untuk mereduksi perilaku agresif pada siswa di sekolah seyogyanya menjadi perhatian serius sekolah khususnya bidang bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, guru bimbingan dan konseling penting menyelenggarakan layana responsive. Yusuf dan Nurihsan (2008:28)


(30)

menyatakan layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan pertolongan dengan segera. Layanan ini lebih bersifat kuratif, sehingga strategi yang digunakan adalah konseling.

Dalam penelitian, peneliti memilih konseling kelompok dengan alasan memberikan kesempatan bagi setiap anggota untuk saling memberi umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar bagi siswa. Konseling kelompok membantu siswa untuk mampu mengelola dirinya. Artinya, siswa dituntut untuk mampu berhubungan secara baik dengan dirinya dalam memahami, mengarahkan, dan menghargai dirinya sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi dan meyelesaikan persoalan yang ada.

Konseling yang dimaksudkan untuk mereduksi perilaku agresif pada siswa dengan menggunakan teknik konseling restrukturisasi kognitif. Pemilihan konseling restrukturisasi kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa respon-respon perilaku dan emosi yang tidak adaptif dipengaruhi oleh keyakinan, sikap dan persepsi konseli.

b. Tujuan

Tujuan konseling restrukturisasi kognitif dalam penelitian ini adalah mengubah kesalahan berfikir berupa pikiran negatif/irasional menjadi lebih konstruktif, sehingga menimbulkan pola berfikir yang adaptif serta menyadari individu mengenai pentingnya peranan kognisi, sehingga tujuan hasil dari konseling restrukturisasi kognitif ini dapat mereduksi perilaku agresif siswa.

c. Kompetensi Konselor

Suatu hubungan yang baik antara konselor dan konseli diperlukan agar konseling dapat berjalan efektif. Beberapa bentuk konseling berasumsi alasan utama individu menjadi lebih baik dalam konseling adalah karena adanya hubungan yang positif antara konselor dan konseli.

Konseling restrukturisasi kognitif merupakan konseling kolaboratif antara konselor dan konseli. Konselor berupaya mempelajari, memahami


(31)

maksud dan tujuan yang diharapkan serta kemudian membantu konseli mencapai tujuan yang diharapkan serta kemudian membantu konseli mencapai tujuan yang diharapkan. Pada konseling restrukturisaasi kognitif peran konselor adalah mendengarkan, mengajarkan, dan mendorong konseli berbicara, belajar, dan melaksankan apa yang dipelajari. Kompetensi lainnya adalah:

1. Memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai konsep agresif.

2. Memiliki pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai dalam teknik restrukturisasi kognitif.

3. Memahami karakteristik siswa SMAN 8 Bekasi yang merupakan subjek dari penelitian.

d. Sasaran Intervensi

Program intervensi dengan teknik konseling restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa dilakukan terhadap siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015 yang memiliki tingkat pengendalian diri yang tinggi ditinjau dari beberapa aspek yakni: Keagresifan (Perilaku yang memiliki sifat keagresifan), Melawan perintah (perilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menentang atau tidak mengikuti aturan), Merusak(tindakan-tindakan yang bertujuan untuk merusak), dan Permusuhan (tindakan-tindakan yang menunjukkan permusuhan.

e. Personel yang Dilibatkan

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pendidikan di Sekolah. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah. Personel yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa adalah guru bimbingan dan konseling. Personel yang terlibat dalam sesi konseling ini adalah peneliti dan guru Bimbingan dan Konseling sekolah tersebut. Guru Bimbingan dan


(32)

Konseling sekolah tersebut berperan sebagai sumber data atau informasi mengenai siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini serta membantu peneliti dalam menjalankan proses konseling yang akan dilaksanakan, sedangkan peneliti berperan sebagai konselor dalam sesi konseling ini. f. Langkah-langkah Intervensi

Teknik restrukturisasi kognitif mengidentifikasi gangguan emosional (emotional disorder) dengan mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan utama. Berikut adalah tahapan impelementasi restrukturisasi kognitif dalam mereduksi perilaku agresif siswa.

1. Tahapan pertama: diagnosa

Diagnosa di tahap awal bertujuan untuk memperoleh data tentang kondisi konseli yang akan ditangani serta mengantisipasi kemungkinan kesalahan penanganan pada proses konseling.

2. Tahapan kedua: mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif siswa

Sebelum konseli diberikan bantuan untuk mengubah pikiran-pikiran yang mengalami disfungsi, terlebih dahulu konselor perlu membantu konseli untuk menyadari disfungi pikiran-pikiran yang konseli miliki dan memberitahukan secara langsung kepada konselor. Dalam tahapan kedua ini, peneliti melakukan pertemuan konseling sebanyak dua kali pertemuan kepada siswa.

3. Tahapan ketiga: memonitor pikiran-pikiran siswa melalui Thought Record. Pada tahap ketiga, konseli dapat diminta untuk membawa buku catatan kecil yang berguna untuk menuliskan tugas pekerjaan rumah, hal-hal yang berhubungan dengan perlakuan dalam konseling, dan mencatat pikiran-pikiran negatif. Dalam tahapan ketiga ini peneliti melakukan konseling sebanyak tiga kali pertemuan dengan waktu yang telah ditentukan oleh semua anggota kelompok konseling ini.

4. Tahapan keempat: Intervensi pikiran-pikiran negatif siswa menjadi pikiran-pikiran yang positif. Dalam sesi konseling ini penleliti mengadakan tiga kali pertemuan dengan para anggota kelompok,


(33)

sehingga peneliti juga mendapatkan hasil yang dapat terlihat dari diri siswa.

Tabel 3.5

Gambaran Pelaksanaan Intervensi Sesi Tahapan Intervensi Jenis

Intervensi

Tujuan Waktu

Pelaksanaan Pre Test

Sesi 1 - Pengenalan (Attending)

Membangun hubungan yang positif dengan siswa

1X 40 Menit

Sesi II Diagnosa Konseling Kelompok dengan tema “Siapakah Aku”

Tujuan sesi ini adalah untuk memperoleh data tentang kondisi konseli yang akan ditangani serta mengantisipasi kemungkinan kesalahan penanganan pada proses konseling

1X 60 Menit

Sesi III Mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif siswa

Konseling Kelompok dengan tema “Aku Benci Sifat Burukku”

Tujuan sesi konseling ini adalah

membantu konseli untuk menyadari


(34)

disfungi pikiran-pikiran yang konseli miliki

(Pertemuan kedua dari sesi III)

Pertemuan lanjutan dari sesi ketiga, mengidentifikasi dampak-dampak dari pikiran-pikiran negatif siswa

Konseling Kelompok

Tujuan sesi konseling ini adalah

membantu konseli dalam menyadari

dampak-dampak dari pikiran konseli yang negatif

1X60 Menit

Sesi IV Memonitor pikiran-pikiran siswa melalui Thought Record

Konseling Kelompok dengan tema “Aku, Kegiatanku, dan Pikiran Negatifku”

Tujuan sesi konseling ini adalah

membantu siswa mencatat hal-hal apa saja kegiatan

konseli sehari-hari dan membantu siswa mencatat pikiran-pikiran negatif konseli yang

menyebabkan siswa


(35)

berperilaku agresif (Pertemuan

kedua dari sesi IV)

Membantu siswa dalam membuat Thought Record mengenai kejadian atau peristiwa apa saja yang menyebabkan para konseli menjadi agresif.

Konseling Kelompok “Berbagi Kisahku”

Tujuan sesi konseling ini adalah membantu para anggota kelompok dalam mengingat pikiran-pikiran negatif apa saja yang membuat para siswa menjadi agresif

1X60 Menit

(Pertemuan ketiga dari

sesi IV)

Membantu siswa dalam membuat Thought Record yang berisi dampak yang dapat timbul dari perilaku agresifnya

Konseling Kelompok “Berbagi Kisah”

Tujuan dari sesi konseling ini adalah membantu siswa dalam menyadari

dampak-dampak yang akan ada jika para siswa berperilaku agresif

1X60 Menit

Sesi V Intervensi pikiran-pikiran negatif siswa menjadi

pikiran-Konseling Kelompok dengan

Tujuan sesi konseling ini adalah


(36)

pikiran yang positif tema “Aku dan Masa Depanku yang Positif” membantu merubah pikiran-pikiran negatif siswa yang negatif menjadi positif (Pertemuan

Kedua dari sesi IV)

Melakukan intervensi dampak dari pikiran-pikiran yang negatif menjadi positif Konseling Kelompok “Kerugian adalah berpikiran negatif VS Keuntungan adalah berpikiran yang positif”

Tujuan sesi konseling ini adalah

membantu siswa untuk menjadi

pribadi yang beruntung atau menjadi

pribadi yang selalu

berpikiran positif jangan menjadi

pribadi yang mengalami rugi karena berpikiran negatif. 1X60Menit (Pertemuan Ketiga dari Sesi IV)

Menanamkan pikiran positif kepada siswa

Konseling Kelompok “Hari Baruku”

Tujuan sesi konseling ini adalah

membantu siswa dalam


(37)

menanamkan pikiran-pikiran positif kepada siswa sehingga siswa dapat berfikir positif selalu dalam setiap situasi. Post Test

g. Proses Pelaksanaan Intervensi Pre-test

Pre-test dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2014, Pre-test berlangsung di ruang kelas masing-masing dengan waktu yang telah disepakti oleh guru BK SMAN 8 Bekasi dan didikuti oleh 118 siswa. Pada setiap pertemuan di kelas awalnya peneliti mengucapkan salam kemudian memperkenalkan diri kepada siswa, peneliti menjelaskan tujuan yang akan dicapai dari pertemuan hari ini. Kegiatan selanjutnya adalah menjelaskan petunjuk pengisian angket, angket yang disebarkan memiliki 66 item, pernyataan item berbentuk pernyataan yang akan dipilih oleh siswa, dan siswa akan memilih diantara 5 alternatif jawaban dari setiap pernyataannya .

Setelah siswa memahami petunjuk dari angket, kegiatan selanjutnya adalah menyebarkan angket beserta lembar jawaban yang akan diisi oleh siswa. Siswa diberikan waktu untuk mengisi angket selama 25 menit, siswa terlihat serius mengisi angket dengan membaca pernyataan angket dengan sungguh-sungguh.

Siswa satu persatu menyelesaikan angket dan mengumpulkan kepada peneliti. Dalam waktu 25 menit seluruh siswa menyelesaikan angket, dan duduk kembali ke posisi duduk mereka masing-masing. Berikutnya


(38)

peneliti mengucapkan terimakasih atas partisipasi siswa dalam mengisi angket yang peneliti sebarkan.

Sesi I

Tahap pelaksanaan konseling restrukturisasi kognitif didasarkan atas kesepakatan antara peneliti sebagai konselor dengan para siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi yang menjadi sampel dan konseli. Kesepakatan terkait dengan waktu, tempat, dan alat/media yang digunakan. Proses Konseling dalam penelitian ini direncanakan 6 sesi dengan alokasi waktu kurang lebih 45menit/sesi.

Kegiatan dilaksanakan pada minggu terakir di bulan Oktober, tepatnya pada tanggal 27 Oktober 2014 pada pukul 10.30, kegiatan dilaksanakan di ruang kelas XI IIS 1. Untuk memulai kegiatan peneliti terlebih dahulu mengucapkan salam kepada siswa, kemudian berdoa bersama untuk kelancaran kegiatan hari ini. Kegiatan selanjutnya yaitu mengabsen siswa satu persatu untuk lebih mengenal siswa dan mengetahui jumlah siswa yang hadir dan tidak hadir. Kegiatan dihadiri oleh 10 siswa.

Setelah siswa diabsen peneliti melakukan kegiatan “ice breakinguntuk mencairkan suasana dan menambah keakraban dengan siswa. Ice breaking yang diberikan adalah permainan “senam gaul”, permainan bertujuan untuk melatih konsentrasi siswa, dan memfokuskan siswa untuk berada dalam kegiatan. Peraturan dari permainan adalah peserta diminta untu menirukan gaya pemandu permainan yaitu peneliti sendiri, peserta menirukan apa yang dilakukan oleh peneliti yang dilakukan perlahan-lahan namun semakin lama semakin cepat. Bagi peserta yang salah akan mendapatkan hukuman, hukuman berupa hal yang ringan-ringan saja. Siswa sangat antusias mengikuti permainan dan ada beberapa orang yang salah mendapatkan hukuman tetapi hal itu membuat mereka tertawa dan akan berusaha untuk lebih konsentrasi.

Peneliti memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa selama beberapa minggu ke depan. Peneliti memberikan gambaran singkat mengenai teknik koneling kognitif dalam mereduksi


(39)

perilaku agresif. Setelah menjelaskan tentang teknik teknik restrukturisasi kognitif kemudian peneliti mengajak siswa untuk membuat ‘kontrak belajar’, kontrak belajar yang disepakati adalah siswa hendaknya mengikuti seluruh kegiatan dan selama 45 menit kegiatan di kelas siswa dilarang izin keluar kelas dan jadwal kegiatan disamakan dengan jadwal BK di sekolah. Setelah adanya kesepakatan dan kesediaan siswa untuk menjalani kesepakatan itu dengan sunguh-sungguh. Setelah menyepakati kontrak dengan siswa kemudian menanyakan kesiapan siswa, dan siswa menjawab bahwa mereka siap untuk mengikuti kegiatan. Kegiatan terakhir pada dalah kegiatan penutup untuk pertemuan hari ini, yakninya berdoa bersama-sama atas kelancaran kegiatan hari ini.

Sesi II

Konselor membuka pertemuan dan menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan, setelah itu mengecek kehadiran siswa. Sesi ini bertujuan untuk membantu konseli agar lebih mengenal siapakah dirinya lebih dalam lagi dan membantu konselor untuk menganalisa mengenai pribadi dan pola pikir siswa. Dalam sesi ini konseli diminta untuk memperkenalkan dirinya, kelebihannya, kekurangannya, siswa menyebutkan hal-hal apa saja yang menyebalkan buat siswa, dan pengalaman-pengalaman baik maupun buruk apa saja yang sudah pernah dialami oleh siswa. Semua pokok-pokok bahasan tersebut siswa paparkan di dalam kelompok sehingga di dalam anggota konseling ini dapat saling mengenal dan dapat saling memberikan masukan untuk para anggota kelompok. Pada akir sesi konseling ini konselor dan seluruh anggota kelompok menarik kesimpulan secara bersama, lalu menutup pertemuan dengan berdoa bersama-sama menurut kepercayaan agama masing-masing.

Sesi III

Konselor membuka pertemuan dengan mengucapkan salam, menyampaikan maksud dan mengecek kehadiran siswa. Dalam sesi ini konselor mengadakan dua kali pertemuan. Tujuan sesi konseling yang pertama ini adalah menyadari disfungi pikiran-pikiran yang konseli miliki,


(40)

sedangkan tujuan sesi konseling kedua dalam sesi konseling adalah menyadari siswa dampak-dampak apa saja yang akan timbul jika siswa berpikiran negatif. Pada sesi konseling ini para siswa diberikan kesempatan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialami para siswa dan anggota kelompok lainnya mendengarkan dan menanggapi cerita pengalaman yang telah diceritakan oleh anggota kelompok. Setelah semua anggota kelompok saling berbagi pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan, lalu konselor dan anggota kelompok menarik kesimpulan bersama-sama setalah itu mempersilahkan para siswa untuk berdoa menurut kepercayaannya masing-masing.

Sesi IV

Konselor membuka sesi konseling kali ini sama seperti membuka sesi koseling sebelumnya yaitu membuka dengan salam, lalu menjelaskan tujuan sesi konseling kali ini dan mengecek daftar kehadiran siswa. Dalam sesi keempat konselor mengadakan tiga kali pertemuan. Tujuan sesi konseling yang pertama kali ini adalah membantu siswa untuk mencatat kegiatan-kegiatan keseharian mereka dan mencatat pikiran-pikiran negatif apa saja yang terdapat di tiap anggota kelompok, tujuan sesi konseling kedua dalam sesi ini adalah membantu siswa mengingat penyebab siswa berpikir negatif yang mengakibatkan siswa menjadi agresif, dan tujuan pertemua ketiga dalam sesi konseling ini adalah membantu siswa memberikan dampak-dampak apa saja yang akan timbul jika siswa berpikir negatif. Segala hal yang telah dicatat oleh para siswa mereka kumpulkan kembali kepada konselor. Setelah seluruh siswa mengumpulkan tugas yang telah diberikan oleh konselor, lalu konselor menutup pertemuan dengan menarik kesimpulan secara bersama-sama, kemudian menutup pertemuan dengan berdoa bersama-sama sesuai kepercayaan dan agama masing-masing.


(41)

Konselor membuka pertemuan dengan mngucapkan salam, menyampaikan maksud dan mengecek kehadiran siswa. dalam sesi konseling kali ini konselor mengadakan tiga kali pertemuan. Tujuan sesi konseling yang pertama ini adalah membantu konseli mengubah pemikiran negatif siswa menjadi lebih positif, tujuan pertemuan kedua dalam sesi konseling kali ini adalah menjadikan siswa yang beruntung karena selalu berpikir positif dan jangan menjadi pribadi yang menjadi rugi yang diakibatkan dari pikiran yang negativ,tujuan pertemuan ketiga dari sesi konseling ini adalah menanamkan pola pikir yang positif kepada seluruh siswa dalam setiap keadaan. Dalam sesi konseling ini konselor memberikan penguatan-penguatan positif untuk para siswa yang mengalami peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan di masa lalunya yang menyebabkan siswa menjadi agresif, hal ini dapat dilakukan seperti memberikan pernyataan-pernyataan positif (misalnya, “saya melakukan perkerjaan atau tindakan yang baik maka saya akan mendapatkan hasil yang baik pula”). Penguatan ini dapat siswa dapatkan dari orang tua, guru, maupun dari para guru BK di sekolahnya sehingga dari penguatan-penguatan yang positif dapat membantu siswa mengopersionalkan perilaku-perilaku yang diinginkan. Pada akhir sesi konseling ini konselor menarik kesimpulan dengan para siswa dan menutup pertemuan dengan mempersilahkan para konseli berdoa sesuai kepercayaan dan agama masing-masing.

Post Test

Posttest diberikan satu minggu setelah sesi konseling selesai. Posttest dilakukan untuk melihat dan mengukur gambaran perilaku agresif siswa setelah diberikan perlakuan (intervensi). Hasil yang diperoleh dari perbedaan pretest dan posttest untuk mengukur efektivitas konseling restrukturisasi kognitif umtuk merediuksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi tahun ajaran 2014/2015.


(42)

F. Analisis Data

Sesuai dengan pertanyaan penelitian, untuk mengetahui efektivitas Teknik Restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa dilakukan observasi awal mengenai kondisi perilaku agresif siswa, antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum pemberian treatment, kemudian dilakukan treatment pada kelompok eksperimen, setelah selesai dilakukan kembali observasi akhir pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk kemudian di bandingkan perbeaannya. Pengujian perbedaan dua rata-rata, serta analisis yang digunakan uji beda data ordinal.


(43)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab kelima mendeskripsikan mengenai simpulan dan rekomendasi yang diharapkan menjadi masukan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling serta aplikasi teknik konseling restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

A. Simpulan

Tingkat perilaku siswa umumnya berada dalam kategori tidak agresif. Hal ini dapat dilihat dari hasil pre test siswa yaitu sebanyak 30 siwa yang termasuk dalam kategori agresif, sedangkan 88 siswa lainnya masuk dalam kategori tidak agresif. Hal ini berarti perilaku agresif di sekolah tidak banyak dialami oleh para siswa, tetapi jika perilaku agresif ini tidak segera ditangani akan berakibat fatal untuk pribadi mereka sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Kecenderungan aspek perilaku agresif yang dilakukan para siwa adalah aspek melawan perintah dan aspek keagresifan. Tidak terdapat perbedaan perilaku agresif berdasarkan jenis kelamin.

Konseling restrukturisasi kognitif efektif untuk mereduksi perilaku agresif siswa hal ini dapat dilihat dari penurunan skor pre test dan post test siswa setelah mengikuti sesi konseling restrukturisasi kognitif,, hasil tersebut menunjukkan bahwa dari 15 orang siswa yang diberikan treatment konseling restrukturisasi kognitif mengalami penurunan skor dalam hasil post test siswa. Dalam aspek-aspek perilaku agresif yang diteliti diantaranya yaitu aspek keagresifan, aspek melawan perintah, aspek merusak, dan aspek permusuhan dinyatakan tidak terdapat perbedaan antara aspek-aspek perilaku agresif yang diteliti. Dalam jenis kelamin laki-laki maupun perempuan juga tidak terdapat perbedaan perilaku agresif yang dialami oleh para siswa di sekolah. Melalui teknik konseling restrukturisasi kognitif ini dapat dilihat dinamika perubahan siswa kepada 15 orang yang diberikan treatment teknik konseling restrukturisasi kognitif ini sudah mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ini dapat


(44)

dilihat berdasarkan penurunan skor pre test dan post test siswa, serta hasil observasi yang diteliti oleh peneliti.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka rekomendasi utama penelitian ini adalah teknik konseling restrukturisasi kognitif digunakan untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi. Rekomendasi penelitian ditujukan kepada berbagai pihak terkait, yakni guru Bimbingan dan Konseling, dan bagi peneliti selanjutnya.

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru BK merupakan pihak yang bertanggung jawab memberikan layanan responsif terhadap permasalahan agresif siswa, dalam hal ini guru BK perlu menggunakan teknik konseling restrukturisasi kognitif untuk membantu menyelesaikan masalah perilaku agresif siswa yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan perilaku agresif. Dalam melakukan teknik restrukturisasi kognitif yang perlu diperhatikan adalah proses dinamika perubahan yang dialami dalam diri konseli, terutama dalam proses berfikir konseli sebelum bertindak, selanjutnya siswa mampu memonitor pikiran dan perasaan, hingga akhirnya dapat melakukan intervensi pikiran negatif dengan menguji cara berpikir yang negatif yang selanjutnya dimodifikasi menjadi pikiran yang lebih positif dan konstruktif.

2. Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan observasi yang lebih lama dalam hal dinamika perubahan yang dialami oleh konseli sehingga data yang dikumpulkan dapat lebih lengkap dan detail dalam melakukan analisis data. Karena temuan penelitian digunakan dalam seting lebih luas sehingga temuannya tidak mampu melakukan kesimpulan secara individual. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan subyek dengan jumlah yang lebih besar sehingga hasil yang didapatkan dapat lebih reliable.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN, 2007. Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dan jalur pendidikan formal. Departemen pendidikan nasional.

Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineke Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Beck, R. 1995. Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nd ed).

New York: The Guilford Press.

Beck, R., & , Judith S. 1998. Cognitive Behavioral Therapy in the Treatment Inc., 95 Church Street, White Plains, N.Y. 106001. Brannon, L.. & Feist, J. 2007. Health Psychology: An Introduction to Behavior and Health. USA: Wads worth.

Binder, C. (1996). Behavioral Fluency: Evolution of a new paradigm. The Behavior Analyst, 19. 163-197.

Bandura, A. (1976). On social learning and aggression, dalam E.P holander and RG. hunt. Current perspective in psychology. 4 th ed. Oxford University press inc. New York

Baron, Robert A., & Richardson, Deborah R (1994). Human aggression – 2nd Edition. New York. Plenum Press.

Beck, Aaron T., Freeman, Arthur., Davis, Denise D. (2004). Cognitive theraphy of personality disorders. United States of America: The Guilford Press.

Buss, A.H., & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of personality and sosial psychology.

Corey, Gerald. (2008). Theory and Practice of Group Counseling. Belmont United States: The Thomson Corporation.

Cresswell, J.W (2009). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitatif research. Buston: Pearson Education

Candra, A. (2010). Penggunaan konseling kelompok rasional-emotif-perilaku untuk membantu siswa menangani rendah diri. (Skripsi) Surabaya : PPB FIP UNESA.


(46)

Darminto, Eko. (2007). Teori-teori konseling : teori dan praktek konseling dari berbagai orientasi teoritik dan pendekatan. Surabaya: Unesa University Press.

Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M., (2006). Psikologi abnormal. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Desmita. (2010). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

David, Jonathan (2002). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga

Departemen Pendidikan Nasional. (2013). Kompetensi Akademik Siswa Kelas XI SMA. Jakarta.

Dobson, Deborah&Dobson, Keith S. (2009). Evidance-based practice of cognitive behavioral therapy. New York:The Guilford Press.

Dobson, Keith S. (2010). Handbook of cognitive behavioral therapies. New York: The Guilford Press.

Dvorak, Robert D., Matthew R. Pearson., dan Nicholas J. Kuavas. (2013). The five-factor model of implsivity-like traits and emotional lability in Aggressive behavior. Aggressive behavior volume 39, Issue 3, pages 222-228, May-June 2013 DOI: 10.1002/ab.21474

Emanuel, C. (2008). Anger management. Solution research, 1(1), 3-10 Fromm, Erich. (2000). Akar Kekerasan: Analisis sosio-psikologis atas

watak manusia. (Imam Muttaqin, Trans). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest

Furqon. (2011). Statistika terapan untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Geen, Russell G. (2001). Human aggression. Buckingham: Open

University Press.

Gerevinch, J. et al. (2007). The generalizability of the Buss-Perry Aggression quetionnaire. Int J Methods psychiatr Res 2007; 16(3):124-136

Hurlock, E.B. (2000). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.

Krahe, Barbara. (2005). Perilaku agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kurniawan, Ari. (2013). “Efektivitas konseling kelompok teman sebaya

dalam mereduksi perilaku agresif siswa” Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.


(47)

Kompas.com (7 Oktober 2013). Penyiraman air keras Jatinegara dipicu dendam antar sekolah. Merdeka.com. http://megapolitas.kompas.com/read/2014/04/26/2000192/Dimas.Buka n.Satu-satunya.Korban. Penganiyaan.Senior.STIP.

Lampost.co. (20 November 2013). 60 Persen remaja terpapar kekerasan. Lampost.co. dari http://lampost.co/berita/60-persen-remaja-terpapar-kekerasan.

Meinchenbaum, Donald. (2010). Cognitive behavioral therapies. Dalam Steven Jay Lynn Garske (ed). Contemporary pschoterapies, models and Method.

Mujiyati. (2012). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa. pada BK SPs. UPI.

Neenan & Dryden, (2004). Cognitive therapy: 100 Key Points & Techniques. Canada: TJ International Ltd.

Oemardjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan cognitive behaviour Dalam Psikoterapi. Jakarta: Creatif Media.

Papalia, D E., Olds. S.W.,& Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed). Boston: McGraw-Hill.

Santrock, John. W. (2007). Remaja edisi 11 Jilid 2. (Benedictine Widyasinta Trans). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, Jonathan. (2006). Analisis data penelitian menggunakan SPSS. Yogyakarta: ANDI.

Siegel, Sidney. (1992). Statistik non parametrik; Untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Gramedia.

Sugiono. (2009). Metode penelitian pendidikan, pendekatan kuatitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

www. PERMENDIKBUD III 2014. com

Yusuf, Syamsu., dan A. Juntika Nurihsan. (2008). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2004). Program bimbingan & konseling di Sekolah. Bandung:Rizqi Press.


(1)

67

F. Analisis Data

Sesuai dengan pertanyaan penelitian, untuk mengetahui efektivitas Teknik Restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa dilakukan observasi awal mengenai kondisi perilaku agresif siswa, antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum pemberian

treatment, kemudian dilakukan treatment pada kelompok eksperimen,

setelah selesai dilakukan kembali observasi akhir pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk kemudian di bandingkan perbeaannya. Pengujian perbedaan dua rata-rata, serta analisis yang digunakan uji beda data ordinal.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab kelima mendeskripsikan mengenai simpulan dan rekomendasi yang diharapkan menjadi masukan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling serta aplikasi teknik konseling restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku agresif siswa.

A. Simpulan

Tingkat perilaku siswa umumnya berada dalam kategori tidak agresif. Hal ini dapat dilihat dari hasil pre test siswa yaitu sebanyak 30 siwa yang termasuk dalam kategori agresif, sedangkan 88 siswa lainnya masuk dalam kategori tidak agresif. Hal ini berarti perilaku agresif di sekolah tidak banyak dialami oleh para siswa, tetapi jika perilaku agresif ini tidak segera ditangani akan berakibat fatal untuk pribadi mereka sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Kecenderungan aspek perilaku agresif yang dilakukan para siwa adalah aspek melawan perintah dan aspek keagresifan. Tidak terdapat perbedaan perilaku agresif berdasarkan jenis kelamin.

Konseling restrukturisasi kognitif efektif untuk mereduksi perilaku agresif siswa hal ini dapat dilihat dari penurunan skor pre test dan post test siswa setelah mengikuti sesi konseling restrukturisasi kognitif,, hasil tersebut menunjukkan bahwa dari 15 orang siswa yang diberikan treatment konseling restrukturisasi kognitif mengalami penurunan skor dalam hasil post test siswa. Dalam aspek-aspek perilaku agresif yang diteliti diantaranya yaitu aspek keagresifan, aspek melawan perintah, aspek merusak, dan aspek permusuhan dinyatakan tidak terdapat perbedaan antara aspek-aspek perilaku agresif yang diteliti. Dalam jenis kelamin laki-laki maupun perempuan juga tidak terdapat perbedaan perilaku agresif yang dialami oleh para siswa di sekolah. Melalui teknik konseling restrukturisasi kognitif ini dapat dilihat dinamika perubahan siswa kepada 15 orang yang diberikan treatment teknik konseling restrukturisasi kognitif ini sudah mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ini dapat


(3)

dilihat berdasarkan penurunan skor pre test dan post test siswa, serta hasil observasi yang diteliti oleh peneliti.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka rekomendasi utama penelitian ini adalah teknik konseling restrukturisasi kognitif digunakan untuk mereduksi perilaku agresif siswa kelas XI SMAN 8 Bekasi. Rekomendasi penelitian ditujukan kepada berbagai pihak terkait, yakni guru Bimbingan dan Konseling, dan bagi peneliti selanjutnya.

1. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru BK merupakan pihak yang bertanggung jawab memberikan layanan responsif terhadap permasalahan agresif siswa, dalam hal ini guru BK perlu menggunakan teknik konseling restrukturisasi kognitif untuk membantu menyelesaikan masalah perilaku agresif siswa yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan perilaku agresif. Dalam melakukan teknik restrukturisasi kognitif yang perlu diperhatikan adalah proses dinamika perubahan yang dialami dalam diri konseli, terutama dalam proses berfikir konseli sebelum bertindak, selanjutnya siswa mampu memonitor pikiran dan perasaan, hingga akhirnya dapat melakukan intervensi pikiran negatif dengan menguji cara berpikir yang negatif yang selanjutnya dimodifikasi menjadi pikiran yang lebih positif dan konstruktif.

2. Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan observasi yang lebih lama dalam hal dinamika perubahan yang dialami oleh konseli sehingga data yang dikumpulkan dapat lebih lengkap dan detail dalam melakukan analisis data. Karena temuan penelitian digunakan dalam seting lebih luas sehingga temuannya tidak mampu melakukan kesimpulan secara individual. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan subyek dengan jumlah yang lebih besar sehingga hasil yang didapatkan dapat lebih reliable.


(4)

101

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN, 2007. Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling

dan jalur pendidikan formal. Departemen pendidikan nasional.

Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineke Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Beck, R. 1995. Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nd ed).

New York: The Guilford Press.

Beck, R., & , Judith S. 1998. Cognitive Behavioral Therapy in the Treatment Inc., 95 Church Street, White Plains, N.Y. 106001. Brannon, L.. & Feist, J. 2007. Health Psychology: An Introduction to Behavior and Health. USA: Wads worth.

Binder, C. (1996). Behavioral Fluency: Evolution of a new paradigm. The

Behavior Analyst, 19. 163-197.

Bandura, A. (1976). On social learning and aggression, dalam E.P holander and RG. hunt. Current perspective in psychology. 4 th ed. Oxford University press inc. New York

Baron, Robert A., & Richardson, Deborah R (1994). Human aggression – 2nd Edition. New York. Plenum Press.

Beck, Aaron T., Freeman, Arthur., Davis, Denise D. (2004). Cognitive

theraphy of personality disorders. United States of America: The

Guilford Press.

Buss, A.H., & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of

personality and sosial psychology.

Corey, Gerald. (2008). Theory and Practice of Group Counseling. Belmont United States: The Thomson Corporation.

Cresswell, J.W (2009). Educational research: Planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitatif research. Buston: Pearson Education

Candra, A. (2010). Penggunaan konseling kelompok rasional-emotif-perilaku untuk membantu siswa menangani rendah diri. (Skripsi) Surabaya : PPB FIP UNESA.


(5)

102

Darminto, Eko. (2007). Teori-teori konseling : teori dan praktek konseling

dari berbagai orientasi teoritik dan pendekatan. Surabaya: Unesa

University Press.

Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M., (2006). Psikologi abnormal. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Desmita. (2010). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

David, Jonathan (2002). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga

Departemen Pendidikan Nasional. (2013). Kompetensi Akademik Siswa

Kelas XI SMA. Jakarta.

Dobson, Deborah&Dobson, Keith S. (2009). Evidance-based practice of

cognitive behavioral therapy. New York:The Guilford Press.

Dobson, Keith S. (2010). Handbook of cognitive behavioral therapies. New York: The Guilford Press.

Dvorak, Robert D., Matthew R. Pearson., dan Nicholas J. Kuavas. (2013). The five-factor model of implsivity-like traits and emotional lability in Aggressive behavior. Aggressive behavior volume 39, Issue 3, pages

222-228, May-June 2013 DOI: 10.1002/ab.21474

Emanuel, C. (2008). Anger management. Solution research, 1(1), 3-10 Fromm, Erich. (2000). Akar Kekerasan: Analisis sosio-psikologis atas

watak manusia. (Imam Muttaqin, Trans). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offest

Furqon. (2011). Statistika terapan untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Geen, Russell G. (2001). Human aggression. Buckingham: Open

University Press.

Gerevinch, J. et al. (2007). The generalizability of the Buss-Perry Aggression quetionnaire. Int J Methods psychiatr Res 2007; 16(3):124-136

Hurlock, E.B. (2000). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.

Krahe, Barbara. (2005). Perilaku agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kurniawan, Ari. (2013). “Efektivitas konseling kelompok teman sebaya

dalam mereduksi perilaku agresif siswa” Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.


(6)

103

Kompas.com (7 Oktober 2013). Penyiraman air keras Jatinegara dipicu

dendam antar sekolah. Merdeka.com.

http://megapolitas.kompas.com/read/2014/04/26/2000192/Dimas.Buka

n.Satu-satunya.Korban. Penganiyaan.Senior.STIP.

Lampost.co. (20 November 2013). 60 Persen remaja terpapar kekerasan.

Lampost.co. dari http://lampost.co/berita/60-persen-remaja-terpapar-kekerasan.

Meinchenbaum, Donald. (2010). Cognitive behavioral therapies. Dalam Steven Jay Lynn Garske (ed). Contemporary pschoterapies, models

and Method.

Mujiyati. (2012). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk

meningkatkan self esteem siswa. pada BK SPs. UPI.

Neenan & Dryden, (2004). Cognitive therapy: 100 Key Points &

Techniques. Canada: TJ International Ltd.

Oemardjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan cognitive behaviour

Dalam Psikoterapi. Jakarta: Creatif Media.

Papalia, D E., Olds. S.W.,& Feldman, Ruth D. (2001). Human

development (8th ed). Boston: McGraw-Hill.

Santrock, John. W. (2007). Remaja edisi 11 Jilid 2. (Benedictine Widyasinta Trans). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, Jonathan. (2006). Analisis data penelitian menggunakan SPSS. Yogyakarta: ANDI.

Siegel, Sidney. (1992). Statistik non parametrik; Untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Gramedia.

Sugiono. (2009). Metode penelitian pendidikan, pendekatan kuatitatif,

kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

www. PERMENDIKBUD III 2014. com

Yusuf, Syamsu., dan A. Juntika Nurihsan. (2008). Landasan bimbingan

dan konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2004). Program bimbingan & konseling di Sekolah. Bandung:Rizqi Press.