PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk. CABANG DENPASAR.

(1)

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT

DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk

CABANG DENPASAR

OLEH:

NI LUH PUTU CITRA OLIVIANI NIM. 1116051016

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

i

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT

DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk

CABANG DENPASAR

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

NI LUH PUTU CITRA OLIVIANI NIM. 1116051016

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(3)

ii

Pembimbing I

I Gusti Ayu Puspawati, SH., MH NIP. 19510624 197903 2 001

Pembimbing II

Dr. Dewa Gede Rudy, SH., M.Hum NIP. 19590114 198601 1 001


(4)

iii

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor :0014/UN14.4E/IV/PP/2016, Tanggal 05 Januari 2016

Ketua :

I Gusti Ayu Puspawati, SH.,MH NIP. 19510624 197903 2 001

Sekretaris :

Dr. Dewa Gede Rudy, SH., M.Hum NIP. 19590114 198601 1 001

Anggota : 1. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM

NIP.19611101198601 2 001

2. Ida Bagus Putra Atmaja, SH.,MH

NIP. 19541231198303 1 018

3. Ida Bagus Putu Sutama, SH.,M.si


(5)

iv

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang HyangWidhiWasa Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugerah-NYA penulis dapat menyelesaikan skrispsi yang berjudul “PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk CABANG DENPASAR”. Adapun

penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas akhir sekaligus merupakan prasyarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa apa yang tersusun dalam skripsi ini jauh dari apa yang diharapkan secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang penulis miliki. Maka dari itu kritik, saran, serta bimbingan dari semua pihak sangat diharapkan guna kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulis skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H, Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(6)

v

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.H, Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak A.A Gede Oka Parwata, S.H.,Msi, Ketua Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana.

7. Ibu I Gusti Ayu Puspawati, S.H., M.H, Dosen Pembimbing I yang dengan sabar memberikan arahan dan bimbingan serta bersedia meluangkan waktu dan tenaganya agar terselesaikannya skripsi ini. 8. Bapak Dr. Dewa Gede Rudy, S.H., M.Hum, Dosen Pembimbing II

yang dengan sabar membimbing dan memotivasi agar terselesaikannya skripsi ini.

9. Ibu Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, S.H, M.H., Dosen Pembimbing Akademik yang telah begitu banyak memberikan saran dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan mata kuliah selama berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah mengajar dan mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(7)

vi perkuliahan.

12. Bapak dan Ibu Pegawai Perpustakaan Universitas Udayana dan Perpustakaan Fakulltas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam memperoleh literatur yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

13. Para Informan dan responden yang telah banyak membantu memberikan data dalam pengumpulan bahan hukum.

14. Untuk Orang Tua tercinta I Ketut Suasana Nirasaputra, S.H, dan Ni Nyoman Sulastri, serta adik I Made Darma Putra Wijaya, beserta Kakak-Kakak dan keluarga besar yang sangat penulis sayangi, yang selalu memberikan doa, dorongan, semangat, dan masukan, dalam penyusunan skripsi ini.

15. Untuk Kadek Widya Yogi Suara, terima kasih selalu mendukung dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.

16. Untuk sahabat-sahabat penulis Gustiari Febriani Wibawa, Dwik Wahyuni, Anak Agung Istri Dwipayani, I Gusti Ayu Parianthi, Laraswati Janitra, Epita Eridani, Yuli Astuti, Trisniari, Candra Dewi Maharani, yang selalu mengingatkan, memberikan motivasi dan dorongan semangat tiada henti dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

vii skripsi ini.

Akhir kata penulis harapkan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan bagi perkembangan ilmu hukum pada khususnya.

Denpasar, 17 Desember 2015


(9)

viii

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah / Penulisan Hukum / Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah / Penulisan Hukum / Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya tulis lain dan / atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan / atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 17 Desember 2015 Yang Menyatakan

NI LUH PUTU CITRA OLIVIANI NIM. 1116051016


(10)

ix

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

1.7 Landasan Teoritis ... 12


(11)

x

1.8.3 Sumber Data ... 20

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 22

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT,WANPRESTASI, DAN HAK TANGGUNGAN 2.1. Perjanjian Kredit ... 23

2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit ... 23

2.1.2 Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit ... 27

2.1.3 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit ... 28

2.1.4 Asas-Asas Perjanjian Kredit ... 32

2.1.5 Persetujuan Pemberian Kredit ... 35

2.2. Wanprestasi ... 46

2.2.1. Pengertian Wanprestasi ... 46

2.2.2. Faktor-Faktor Penyebab Wanprestasi ... 50

2.3. Hak Tanggungan ... 52

2.3.1. Pengertian Hak Tanggungan ... 52

2.3.2. Asas-Asas Hak Tanggungan ... 56

2.3.3. Objek Hak Tanggungan ... 58

2.3.4. Subjek Hak Tanggungan ... 59


(12)

xi

3.1 Kriteria DebiturWanprestasi Pada Bank Bukopin ... 65 3.2 Akibat Hukum Debitur Wanprestasi Pada Bank Bukopin .. 67

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK

TANGGUNGAN PADA BANK BUKOPIN CABANG DENPASAR

4.1 Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Kredit ... 71 4.2 Proses Pembebanan Hak Tanggungan Pada Bank Bukopin 77 4.3 Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit pada

Bank Bukopin ... 81

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan ... 87 5.2 Saran ... 90

DAFTAR BACAAN DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN-LAMPIRAN RINGKASAN SKRIPSI


(13)

xii

According to Article 1 paragraph 2 of Law No. 10 of 1998 on changes to Law No. 7 of 1992 concerning Banking stated: "The Bank is an entity that collects funds from the public in the form of deposits, and distribute it to the public in the form of loans and or other forms in order to improve the living standards of many people ". As known, the main source of bank profits from loans. Credit according to Article 1, point 11 of Act No. 10 of 1998 on the "Provision of cash or can Liken with it, based on agreements between bank lending and other parties who require the borrower to repay their debts after a certain period of time by giving flower". To obtain a loan need a guarantee as a condition for determining whether or not to agree loan will be disbursed. Collateral is often used in the form of a guarantee on the ground, because the ground assurance can be evidenced by the certificate of land rights that can be charged to the Mortgage, thus ensuring the position of the creditor if the debtor in default. Then the problem have been discussed in this study is whether the criteria used by the bank to determine the debtor has been in default and effort is taken by the bank to complete the loan with collateral security rights if the debtor defaults, especially in PT. Bank Bukopin, Tbk. Denpasar branch.

The research method used in this thesis is the empirical legal research methods . Empirical legal research is research in the field, in order to examine the implementation of the legislation in practice in the community. This study uses primary data and secondary data. Perimer the data is in the form of data obtained from the results of field research both respondents and informants, while secondary data is data obtained through library research.

The results of this study are the criteria used to determine the bank's debtors in default is through default criteria in terms of credit and fulfillment of obligations in default in fulfilling the criteria of loan repayment obligations. Completion of default by the collateral security rights in Bank Bukopin is to give warning either phone or come to the debtor, if no response will be given a warning letter I get a warning letter to the III, if this way there is no response from the debtor shall be made trial settlement in cash gradually, if not all the way to fruition, it will be confiscation guarantees and collateral execution by the Bank Bukopin.


(14)

xiii

Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atas perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan menyatakan : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup masyarakat banyak”. Sebagaimana diketahui, sumber utama laba bank berasal dari kredit. Kredit menurut Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 yaitu “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Untuk memperoleh suatu kredit diperlukan suatu jaminan sebagai syarat untuk menentukan setuju atau tidaknya kredit yang akan dicairkan. Jaminan yang biasanya sering digunakan yaitu berupa jaminan atas tanah, karena jaminan tanah dapat dibuktikan dengan adanya Sertifikat hak atas tanah yang dapat dibebankan pada Hak Tanggungan, sehingga menjamin kedudukan kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi. Maka permasalahan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah Kriteria apakah yang dipakai pihak bank untuk menentukan debiturnya telah melakukan wanprestasi dan upaya apakah yang ditempuh pihak bank untuk menyelesaikan kredit dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur wanprestasi, khususnya pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian di lapangan, guna meneliti pelaksanaan undang-undang dalam prakteknya di masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data perimer adalah berupa data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan (field research) baik dari responden maupun informan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research).

Hasil dari penelitian ini adalah kriteria yang di gunakan Bank Bukopin untuk menentukan debiturnya melakukan wanprestasi yaitu melalui kriteria wanprestasi dalam pemenuhan kewajiban persyaratan kredit dan kriteria wanprestasi dalam pemenuhan kewajiban pembayaran kredit. Penyelesaian wanprestasi dengan jaminan hak tanggungan pada Bank Bukopin adalah dengan memberikan teguran baik telepon maupun mendatangi debitur, jika tidak ada tanggapan akan diberikan surat peringatan I sampai surat peringatan ke III, jika cara tersebut tidak ada respon dari pihak debitur maka akan dilakukan percobaan penyelesaian secara tunai bertahap, apabila semua cara tidak membuahkan hasil, maka akan dilakukan penyitaan jaminan serta eksekusi jaminan oleh pihak Bank Bukopin.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, lembaga perbankan merupakan salah satu sarana yang mempunyai peran strategis untuk membiayai kepentingan pelaksanaan pembangunan nasional. Oleh sebab itu demi tercapainya keberhasilan tujuan pembangunan tersebut, sangat diperlukan lembaga perbankan yang sehat, kuat dan dipercaya sekaligus dikelola oleh tenaga-tenaga profesional dan berdedikasi tinggi. Dalam peranannya sebagai salah satu pilar ekonomi, lembaga perbankan dituntut untuk mampu mewujudkan tujuan perbankan nasional sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 atas perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Lembaga Perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.

Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, Perbankan dituntut dapat bersaing secara global guna melindungi dana yang dititipkan masyarakat dalam kerangka yang benar sehingga pembangunan ekonomi nasional yang dicanangkan Pemerintah akan kukuh dan mandiri sebagai kesiapan suatu transformasi kemampuan usaha nasional yang bermula dari usaha kecil, hingga usaha besar. Persepsi ini, mengandung takaran untuk melibatkan aktivitas perbankan dalam


(16)

peraturan ekonomi sebagai pembawa misi yang mulia yakni mengelola dana masyarakat sebagai penghimpun atau penyalur.

Bank adalah sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank telah menjadi bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang-perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.1

Dalam Black’s Law Dictionary, bank dirumuskan sebagai :

An institution, usually incopated, whose business to receive money on deposit, cash, checks, or drafts, discount commercial paper, make loans, and issue promissory notes payable to bearer known as bank notes. 2

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atas perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

masyarakat banyak”.3

Dalam konteks perbankan Indonesia saat ini, kepemilikan bank dapat dibedakan : bank Pemerintah (Bank BUMN), bank swasta nasional, bank pembangunan daerah (milik pemerintah daerah), dan bank asing, sedangkan untuk bank campuran sejak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sudah ditiadakan,

1

Hermansyah,2012, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, h.7

2

Ibid

3


(17)

karena pada prinsipnya bank swasta nasional dapat dimiliki oleh pihak asing, sehingga penggunanaan istilah bank campuran sudah tidak relevan lagi. Penghapusan tersebut sekaligus menghilangkan perlakuan diskriminatif yang dilakukan otoritas moneter antara bank nasional dan bank campuran selama ini.4

Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, jenis bank meliputi :

a) Bank Umum

Bank Umum menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum yaitu:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dana atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Menerbitkan surat pengakuan utang.

3) Menerima pembayaran atas tagihan surat berharga danmelakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga

4

Dahlan Siamat,2001,Manajemen Lembaga Keuangan,Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, Jakarta, h. 29


(18)

b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Tugas dari Bank Perkreditan Rakyat meliputi:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dana atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2) Memberikan kredit kepada pengusaha kecil dan rumah tangga. 3) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi

hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Sebagaimana dijelaskan salah satu fungsi bank yaitu selain menghimpun dana dari masyarakat juga menyalurkan dana dalam bentuk kredit. Kredit merupakan suatu fasilitas yang didapat oleh bank untuk memperoleh pinjaman dana. Dari pinjaman tersebut kemudian lahirlah hutang, yang mana hutang tersebut harus dibayar oleh debitur, sesuai kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak, serta ditandangani oleh debitur dan kreditur (bank) berdasarkan syarat-syarat yang telah diajukan oleh Bank atau Lembaga Keuangan untuk melakukan pinjaman kredit.


(19)

Menurut pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa pengertian kredit sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.

Dalam bukunya yang berjudul Hukum Kredit dan Bank Garansi H.R. Daeng Naja menyatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu :

1) Kepercayaan, berarti bahwa setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh Debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

2) Waktu, disini berarti bahwa antara pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh Debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, tetapi dipisahkan oleh tenggang waktu.

3) Risiko, disini berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko didalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka waktu anatara pelepasan kredit dan pembayaran kembali. Hal ini berarti semakin panjang waktu kredit semakin tinggi pula risiko kredit tersebut. 4) Prestasi, disini berarti bahwa setiap kesepakatan terjadi antara bank dan

Debiturnya mengenai suatu pemeberian kredit, maka pada saat itu pula akanterjadi prestasi dan kontra prestasi. 5

Pengertian kredit telah diartikan secara khusus yang telah meliputi perjanjian peminjaman uang. Jadi obyeknya adalah berupa uang, tidak dalam bentuk obyek lain seperti barang atau jasa. Sebagaimana dimaklumi, pembayaran kredit selalu terjadi di masa yang akan datang, maka bank sebagai pemberi pinjaman harus menilai apakah harapan debitur tentang kesanggupannya untuk membayar kembali adalah cukup wajar.

5

H.R. Daeng Naja,2005,Hukum Kredit dan Bank Garansi,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 124-125


(20)

Salah satu hal terpenting dalam perjanjian kredit antara bank dengan Debitur adalah adanya jaminan dari debitur atas kredit yang diberikan oleh bank. Jaminan merupakan salah satu instrumen yang penting dan sangat dibutuhkan bank sebagai salah satu syarat untuk menentukan setuju atau tidaknya kredit yang akan dicairkan, disamping syarat-syarat lain yang harus dilengkapi. Jaminan ini pula sebagai perlindungan keamanan bagi kreditur, apabila terjadi wanprestasi atau cidera janji. Wanprestasi yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian kontrak. Wanprestasi dapat berarti tidak memenuhi prestasi sama sekali, atau terlambat memenuhi prestasi, atau memenuhi prestasi secara tidak baik. Salah satu jaminan yang biasanya dipakai yaitu jaminan yang berupa benda tidak bergerak dalam hal ini adalah Tanah. Jaminan tanah tersebut harus dibuktikan dengan adanya dokumen paling kuat dan akurat yaitu berupa Sertifikat Hak Milik. Kemudian, Sertifikat Hak Milik tersebut diserahkan kepada kreditur sebagai bukti jaminan sertifikat atas tanah yang dijaminkan. Agar tanah yang menjadi jaminan kredit mempunyai kepastian hukum bagi kreditur, maka diperlukan adanya lembaga jaminan, dimana Lembaga Jaminan yang dimaksud adalah Hak Tanggungan, yang mana nantinya akan mampu memberi jaminan perlindungan hukum baik kepada debitur maupun kreditur. Hak Tanggungan, menurut ketentuan pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda

yang berkaitan atas tanah adalah : “Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut


(21)

benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kredtur-kreditur lain”. Dari ketentuan diatas, maka Hak Tanggungan pada dasarnya hanya dibebankan kepada hak atas tanah dan juga sering kali terdapat benda-benda diatasnya bisa berupa bangunan, tanaman, dan hasil-hasil lainnya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan. Hak Tanggungan sebagai salah satu lembaga hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 alenia ke 3 mempunyai cirri-ciri antara lain:

a) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya.

b) Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada.

c) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d) Mudah dan pasti pelaksaan eksekusinya,

Dengan ciri-ciri tersebut diatas diharapkan Hak Tanggungan atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menjadi kuat kedudukannya dalam hukum jaminan mengenai tanah. Dengan demikian apabila debitur tidak dapat memenuhi prestasinya dan terjadi wanprestasi, maka pihak bank atau kreditur akan melakukan antisipasi pencegahan agar pihak bank pun tidak mengalami kerugian.


(22)

Bertitik tolak dari latar belakang diatas, tentang pelaksanaan perjanjian

kredit perbankan, maka penulis mengangkat judul yaitu “ PENYELESAIAN

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK BUKOPIN, Tbk CABANG DENPASAR”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Kriteria apakah yang dipakai pihak bank untuk menentukan debiturnya telah melakukan wanprestasi?

2. Upaya apakah yang ditempuh pihak bank untuk menyelesaikan kredit dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur wanprestasi, khususnya pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang menggambarkan batas-batas permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah serta tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang sebenarnya dan tujuan dari penelitian ini dapat tercapai. Maka diberikan batasan-batasan terhadap masalah yang akanditeliti. Adapun ruang lingkup masalah pada skripsi ini adalah: Pada permasalahan pertama yang akan dibahas adalah mengenai kriteria yang dipakai pihak bank untuk menentukan debiturnya telah mengalami wanprestasidan selanjutnya pada permasalah yang


(23)

kedua akan dibahas tentang upaya yang ditempuh pihak bank untuk menyelesaikan kredit dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur wanprestasi, khususnya pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian adapun dalam penelitian kali ini peneliti menampilkan tiga skripsi sebagai perbandingan. Ini dimaksudkan dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia pendidikan Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang sedang ditulis dengan menampilkan beberapa judul penelitian skripsi terdahulu sebagai pembanding. Adapun judul skripsi tersebut adalah :

No Judul skripsi Penulis Rumusan masalah

1 Kredit Macet dan

Penyelesaiannya pada BPR Saraswati Ekabumi Denpasar

I Nyoman Sutanegara (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Tahun) 2006.

1. Bagaimana upaya penanggulangan kredit macet oleh BPR Saraswati Ekabumi?

2. Bagaimana bentuk penyelesaian terhadap kredit macet oleh BPR Saraswati? 1. Penyelesaian Kredit Macet

Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Bukih Kecamatan Kintamani

I Gede Bukih Aryananda (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, Tahun 2008)

1. Faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan kredit macet pada

Lembaga

Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Bukih?

2. Bagaimana upaya Penyelesaian terhadap kredit macet pada Lembaga


(24)

Perkreditan Desa Adat Bukih? 2. Penyelesaian Wanprestasi

Dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Dengan Jaminan Hak Tanggungan

Ida Ayu Nila Risna Dewi, (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Tahun 2010)

1. Bagaimana realisasi kredit pemilikan rumah dengan jaminan hak tanggungan? 2. Bagaimana akibat

hukum terhadap perjanjian kredit pemilikan rumah dalam hal debitur wanprestasi?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1.5.1 Tujuan Umum

a. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya bidang penelitian

b. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Hukum Perbankan

c. Sebagai wahana untuk menyatukan pikiran ilmiah secara tertulis

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kriteria yang dipakai pihak bank untuk menentukan debiturnya telah mengalami wanprestasi.

b. Untuk mengetahui upaya yang ditempuh pihak bank untuk menyelesaikan kredit dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur wanprestasi, khususnya pada PT. Bank Bukopin, Tbk, Cabang Denpasar.


(25)

1.6 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian di lapangan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sisi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1.6.1 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Hukum Perdata dan Jaminan sehingga dapat memberikan bahan masukan bagi penelitian yang dilakukan selanjutnya.

b. Sebagai bahan menambah refrensi bagi institusi pendidikan terhadap pengkajian akademis khususnya terkait dalam Hukum Perdata dan Jaminan.

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas kepada para pembaca skrispsi mengenai penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar. b. Untuk dapat dijadikan masukan bagi masyarakat dan pihak-pihak

yang akan terlibat dalam perjanjian kredit dengan menggunakan jaminan hak tanggungan melalui kredit perbankan agar dalam pelaksanaanya kelak tidak menimbulkan suatu kesulitan yang dapat merugikan kepentingan para pihak.


(26)

1.7 Landasan Teoritis

Sebelum mengemukakan asumsi terhadap permasalahan yang diangkat, maka terlebih dahulu diperlukan landasan teori atau kerangka teori, sebagai arahan untuk mendapatkan suatu kebenaran ilmiah sesuai dengan konsep-konsep dan aturan hukumnya.

Landasan teoritis atau kerangka teori adalah upaya untuk mengidentifikasikasi teori hukum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma hukum, dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian penelitian. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiranyang teoritis, oleh karena itu ada hubungan timbale balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.6

Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi merupakan suatu tindakan dimana si debitur (penerima kredit) tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau lalai atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.7 Ada macam-macam wanprestasi yang kita kenal selama ini yaitu :

a. Debitur tidak melakukan sama sekali apa yang telah diperjanjikan. b. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan. c. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.

6

Universitas Udayana,2009,Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.64.

7

Subekti,1990,Hukum Perjanjian,Cet. XII, PT. Intermasa,Jakarta,(selanjutnya disebut Subekti I), h. 45.


(27)

d. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjikan.

e. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian yang telah diperbuatnya.8

Menurut Subekti,9 wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat jenis yaitu :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Menurut M. Yahya Harahap10 secara umum wanprestasi yaitu :

“Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya”.Debitur disebutkan dan berada dalam keadaan

wanprestasi, apabila dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi dalam perjanjian

telah lalai , sehingga “terlambat” dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan suatu prestasi tidak menurut “sepatutnya atau selayaknya”.

Dalam membicarakan wanprestasi tidak bisa terlepas dari masalah

“pernyataan lalai” (ingebrekke stelling) dan kelalaian (verzuim). Akibat yang timbul dari wanprestasi ialah keharusan bagi debitur membayar ganti atau dengan

8

Gatot Supramono,1996, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Cet II, Djambatan, Jakarta,h.131.

9

Subekti, loc.cit.

10


(28)

adanya wanprestasi salah satu pihak, maka pihak yang lainnya dapat menuntut

“pembatalan kontrak/perjanjian”.11

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dijelaskan bahwa ada 4 syarat yang menentukan sahnya suatu perjanjian yaitu :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3) Suatu hal tertentu.

4) Suatu sebab yang halal.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjianya perjanjian kredit dtentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.12

Dilihat dari bentuknya, umumnya perjanjian kredit perbankan menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard

11

Ibid.

12


(29)

contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar.

Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi jika debitur menolak ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut.

Menurut Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :

1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.

2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.

3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Dalam perjalanannya perjanjian kredit yang dilakukan antara kreditur dan debitur tidak selalu berjalan mulus, tidak sedikit pula mengalami kredit bermasalah atau nonperforming loan yang merupakan risiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut berupa keadaan keadaan di mana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Kredit bermasalah atau nonperforming loan di perbankan itu dapat disebabkan oleh berbagai faktor,


(30)

misalnya ada kesengajaan dari pihak pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor lain.

Kredit yang dikategorikan sebagai kredit bermasalah (nonperforming loan) adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan, atau macet. Untuk menyelesaikan kredit bermasalah itu dapat ditempuh dengan dua cara yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah di mana pihak bank atau kreditur dan nasabah atau debitur melakukan perundingan guna penyelesaian masalah, sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian melalui lembaga hukum.

Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPP tanggal 29 Mei 1993 mengatur mengenai penyelamatan kredit bermasalah yaitu melalaui13:

1) Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu upaya hukum untuk

melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace period), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.

2) Reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan peruban atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, dan/ atau jangka waktu kredit saja 3) Restructuring (penataan kembali), yaitu berupa melakukan perubahan

syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau

13


(31)

melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling dan atau reconditioning.

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Adapun menurut ketentuan pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 14

Adapun macam-macam jaminan yaitu : 1) Personal guaranty (jaminan perorangan). 2) Jaminan kebendaan.

Jaminan yang digunakan biasanya berupa jaminan atas tanah. Undang-Undang Pokok Agraria mengenal hak jaminan atas tanah, yang dinamakan dengan Hak Tanggungan. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, Hak Tanggungan itu dapat dibebankan diatas tanah hak milik (Pasal 25), Hak Guna Usaha (Pasal 33), dan Hak Guna Bangunan (Pasal 39). Menurut Pasal 51 UUPA, Hak Tanggungan akan diatur akan diatur dengan undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang

14


(32)

berkaitan dengan tanah, hal tersebut terwujudlah suatu hukum jaminan nasional, seperti yang diamanatkan di dalam Pasal 51 UUPA tersebut.15

a) Objek hukum hak tanggungan

Berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan, objek yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dijelaskan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah sebagai berikut: 1) Hak Milik.

2) Hak Guna Usaha. 3) Hak Guna Bangunan.

4) Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.

5) Hak-hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada tau aka nada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah.16 Dalam hal ini pembebanannya harus dengan tegas dinyatakan didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

b) Subjek hukum hak tanggungan

Dalam Hak Tanggunngan juga terdapat subjek hukum yang menjadi hak tanggungan yang terkait dengan perjanjian pemberi Hak

15

Adrian Sutedi,2012, Hukum Hak Tanggungan,Cet. II, Sinar Grafika, Jakarta, h.51. 16


(33)

Tanggungan. Di dalam suatu perjanjian Hak Tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut:

1) Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan objek Hak Tanggungan.

2) Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya.

1.8 Metode Penelitian

Untuk menjamin adanya kebenaran ilmiah dalam skripsi ini maka dipergunakan metodelogi sebagai satu cara yang dapat membantu dalam penelitian sehingga dapat diperoleh suatu tujuan yang diharapkan, maka salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh kebenaran dalam penelitian secara ilmiah dengan cara mempelajari satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisa terhadap beberapa fakta tersebut.

Istilah metodelogi berasal dari kata metode yang berarti jalan. Oleh karena itu yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis atau prosedur hukum. Istilah pentingnya arti kata metodelogi dalam memperoleh kebenaran maka tanpa metodelogi seorang penulis tidak mungkin akan mampu untuk merumuskan, menganalisa dan memecahkan permasalahannya. Oleh karena itu dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan suatu metode untuk mendapatkan data guna menunjang dalam penulisan ini antara lain :


(34)

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakandalam skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris, karena mendekati masalah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris adalah mengenai permberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normative secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.17

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, karena bertujuan menggambarkan secara tepat mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam kenyataan yang terjadi pada PT. Bank Bukopin, Tbk. Cabang Denpasar.

1.8.3 Sumber Data

Dalam penelitian ini data diperoleh dari sumber data yang erat kaitannya dengan judul penelitian ini yaitu:

1. Data Primer adalah berupa data empiris yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan (Field Research). sumber pertama penelitian ini dilakukan yaitu di PT.BankBukopin, Tbk Cabang Denpasar.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan berupa buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan ini yaitu:

17

Abdulkadir Muhammad,2004, Hukum dan Penelitian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad I), h.134.


(35)

- Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atas perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

b. Bahan hukum sekunder dalam penulisan ini bersumber dari penelitian kepustakaan (Library Reseach) data ini diperoleh melalui membaca atau meneliti beberapa buku atau literatur hukum, serta menelaah pendapat dari para pakar hukum yang ada hubungannya dan ada relevansinya dengan permasalahan yang dibahas, penelitian kepustakaan ini diharapkan menghasilkan kesimpulan yang teoritis. c. Bahan HukumTersier adalah bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus-kamus hukum

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian skripsi ini, teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan jalan:


(36)

a. Untuk mendapatkan data primer diperlukan tehnik wawancara yaitu Tanya jawab secara lisan antara penulis dengan pihak-pihak yang terkait di PT. Bank Bukopin,Tbk Cabang Denpasar guna memperoleh keterangan yang dibutuhkan untuk penulisan skripsi ini. Sistem wawancara yang digunakan adalah wawancara berencana, yaitu wawancara yang disertai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.

b. Sedangkan untuk mendapatkan data sekunder dipergunakan tehnik studi dokumen yaitu dengan menelaah bahan-bahan bacaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan dengan permasalahan yang timbul.

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data yang diperoleh terkumpul selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisa. Untuk menganalisis data, tergantung pada sifat data yang dikumpulkan oleh peneliti (tahap pengumpulan data).18

Tehnik pengolahan dan analisa data baik terhadap data primer maupun data sekunder dilakukan analisa secara kualitatif dan untuk penyajiannya dilakukan dengan cara deskriptif analisis yaitu dengan jalan menyusun secara sistematis serta dapat menggambarkan atau melukiskan sesuai dengan kejadiannya sehingga permasalahan yang timbul dalam skripsi ini dapat terjawab.

18

Amiruddin dan ZainalAsikin, 2004,Pengantar Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.167.


(37)

BAB II

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT, WANPRESTASI, DAN HAK TANGGUNGAN

2.1 Perjanjian Kredit

2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu pesetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur pada Buku ke III pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Jadi suatu perjanjian paling sedikit harus ada dua pihak sebagai subjek hukum, dimana masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu yang berupa menyerahkan sesuatu, maupun tidak berbuat sesuatu.

Perjanjian juga diartikan sebagai suatu hubungan antar dasar hukum kekayaan antara dua pihak atau lebih dimana pihak satu berkewajiban memberi suatu prestasi atas nama pihak yang lain mempunyai hak terhadap prestasi itu.19

19

H.Mashudi dan Moch. Chidir Ali,2001, Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Cet. II, CV. Mandar Maju, Bandung, h.35.


(38)

Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal.20

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, Credere, yang berarti kepercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah kepercayaan.21Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman hingga batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merumuskan bahwa kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

20

Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Alumni,Bandung,(selanjutnya disebut Subekti II),h.1.

21


(39)

Perjanjian kredit merupakan hubungan hukum kontraktual antara bank dan pihak lain berdasarkan atas sepakat, dimana bank menyerahkan uang atau tagihan dan mewajibkan pihak lain untuk mengembalikannya dengan jangka waktu tertentu disertai pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. R. Subekti berpendapat dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.

Ketentuan Pasal 1754 berbunyi :

“Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini mengembalikan

sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Pendapat yang sama dikemukakan Marhainis Abdul Hay menyatakan bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam mengganti dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII Buku III KUHPerdata.22

Berbeda halnya dengan Mariam Darus Badrulzaman yang berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah “perjanjian

22

Marhainis Abdul Hay,1975,Hukum Perbankan di Indonesia,PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h.67.


(40)

pendahuluan” (voorovereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan keduanya.

“Penyerahan uangnya” sendiri, adalah bersifat riil. Pada saat

penyerahan uang dilakukan barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit pada kedua belah pihak.23

Jadi dapat dikatakan perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur.24

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Dalam praktik di perbankan bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar. Apabila menerima debitur akan bersedia

23

Mariam Darus Badrulzaman,1991,Perjanjian Kredit Bank,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,h.32.

24


(41)

menandatanganinya dan sebaliknya jika menolak debitur tidak perlu menandatanganinya.

Pada perjanjian kredit terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan oleh bank, serta diatur mengenai sanksi apabila debitur tidak memenuhi prestasinya dalam perjanjian kredit tersebut.25

2.1.2 Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit

Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Hal ini merupakan peristiwa yang menimbulkan suatu hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnya sehingga dari perjanjian tersebut nantinya akan menimbulkan suatu perikatan.

Suatu perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri atau dengan kata lain tidak mengikat pihak lainnya. Perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Para pihak dalam perjanjian kredit pada dasarnya hanya dua, yaitu pihak kreditur yaitu bank dan pihak debiturnya adalah nasabah. Menurut Undang Nomor 10 Tahun 1992 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menyatakan bahwa Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari

25

Kasmir,2003,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya,Edisi Keenam,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.93.


(42)

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kemudian Nasabah menurut Undang-Undang Perbankan merupakan pihak yang menggunakan jasa bank, nasabah penyimpanan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan, dan nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Adapun pihak-pihak yang ada dalam perjanjian kredit adalah sebagai berikut :

a. Kreditur (pemberi kredit) dalam perjanjian kredit adalah Bank atau lembaga pembiayaan yaitu pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur.

b. Debitur (penerima kredit) yaitu pihak yang meminjam atau menerima pinjaman dari kredit baik itu individu ataupun badan hukum.

2.1.3 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Perjanjian yang sah merupakan perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Menurut Pasal 1320


(43)

KUHPerdata syarat sah perjanjian meliputi dua hal, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif yaitu :

1) Syarat Subjektif

Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian. Syarat subjektif perjanjian meliputi, antara lain :

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan dan lainnya. Dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan berkehendak. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Kecakapan disini berarti kemampuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap atau wenang adalah orang dewasa (berumur 21 tahun atau sudah menikah).


(44)

2) Syarat Objektif

Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian. Syart objektif perjanjian meliputi, antara lain :

a. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang obyek perjanjian. Setiap perjanjian harus mempunyai objek tertentu, objek perjanjian yang dimaksud terdapat di dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata, yaitu yang pertama adalah tentang objek yang akan ada (kecuali warisan) asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).

b. Suatu sebab yang halal

Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan, keamanan, dan ketertiban umum dan sebagainya. Undang-undang tidak memberikan


(45)

Menurut Abdulkadir Muhammad, sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud cauza yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam

arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan

tujuan yang akan dicapai oleh para pihak.26

Menurut R. Subekti, menyatakan bahwa berdasarkan undang-undang dan peraturan, syarat suatu perjanjian sangat diperlukan dan ditentukan oleh berbagai keadaan yang ditentukan berdasarkan hukum, seperti syarat sahnya suatu perjanjian kejelasan benda atau perbuatan yang diperjanjikan serta mereka dalam kedaan cakap untuk melakukan persetujuan atau perjanjian menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti keadaan senyatanya dari pihak yang melakukan perjanjian yang merupakan kondisi objek obyektif, bahwa mereka diakui secara hukum dan memenuhi aturan serta norma lainnya sesuai dengan norma agama, norma adat, dan norma susila lainnya yang berlaku dimana perjanjian itu dilakukan.27

Perjanjian kredit bank antara pihak kreditur dan pihak debitur harus memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : adanya kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

26

Abdulkadir Muhammad,1990, Hukum Perikatan,Cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad II), h.94.

27


(46)

2.1.4 Asas-Asas Perjanjian Kredit

Dalam hukum perjanjian, terdapat beberapa asas penting yang merupakan dasar dalam pelaksanaan perjanjian. Sama halnya juga dalam perjanjian kredit, dimana asas-asas ini merupakan pedoman dari masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya, adapun asas yang dijadikan tonggak hukum perjanjian dalam sistem hukum perbankan yaitu :

1. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa perikatan itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai pokok perikatan.28

Berdasarkan Pasal 1320 Ayat (1) KUHPerdata, dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang

28

Salim H.S,2001,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, h.78.


(47)

dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa “manusia itu dapat dipegang multnya”, artinya dapat dipercaya

dengan kata-kata yang diucapkannya. 2. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda,29 berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan:

- Semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. - Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

- Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Dari ketentuan tersebut terkandung beberapa

istilah. Pertama istilah “semua perjanjian” berarti bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian

bernama. Kedua, istilah “secara sah”, artinya bahwa

pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas

kepasatian hukum. Ketiga, istilah “iktikad baik”, hal ini

29


(48)

berarti member perlindungan hukum pada debitur dan kedudukan antara kreditur dan debitur menjadi seimbang. Ini merupakan realisasi dari asas keseimbangan.

3. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak (freedom of making contract), adalah salah satu asas yang sangat penting didalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran, dan hak asasi manusia.

Menurut Salim H.S, bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk, membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, dan menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.30 Namun demikian menurut Abdulkadir Muhammad, berpendapat bahwa kebebasan berkontrak tersebut tetap dibatasi oleh tiga hal, yaitu : tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban

30


(49)

umum.31 Dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan ini dapat saja tidak diikuti jika para pihak menghendaki cara-cara tersendiri, tetapi apabila tidak ditentukan lain maka ketentuan undang-undang yang tetap berlaku.

2.1.5 Persetujuan Pemberian Kredit

Ketentuan pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu, karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehatia-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Maka dari itu untuk mencegah terjandinya kredit bermasalah dikemudian, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada formula 4P dan Formula 5C. 32

31

Abdulkadir Muhammad II,op.cit,h.84. 32


(50)

a. Formula 4 P dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Personality. Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, anatara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam beruaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk menetukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.

2) Purpose. Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan. 3) Prospect. Dalam hal ini bank harus melakukan

analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya apakah usaha yang dijalankanoleh pemohon kredit mempunyai prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.

4) Payment. Bahwa dalam penyaluran kredit, bank

harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi


(51)

utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.

b. Mengenai Formula 5 C dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Character. Bahwa calon nasabah debitur memiliki

watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari caon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha-usaha yang sejenis.

2) Capacity. Yang dimaksud dengan capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiel, yaitu melakukan pendekatan terhadap keadaan neraca,


(52)

laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta tingkat riskonya. Pada umumnya yang menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitur, serta kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan persaingan lainnya.

3) Capital. Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.

4) Collateral. Merupakan jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari,


(53)

misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit baik utang pokok maupun bunganya.

5) Condition of economic. Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sector usaha permohonan kredit perlu memperoleh perhartian dari bank untuk memperkecul resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit diatas, pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada dua prinsip, yaitu :

a. Prinsip kepercayaan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi hutang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

b. Prinsip kehati-hatian (prudential principle). Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk


(54)

pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

Untuk memperoleh kredit seorang debitur harus melakuan beberapa tahapan, yaitu tahap pengajuan aplikasi kredit sampai dengan tahap penerimaan kredit. Tahapan-tahapan tersebut merupakan suatu proses baku yang berlaku bagi setiap debitur yang membutuhkan kredit bank.

Proses pemberian kredit oleh bank secara umum akan dijelaskan sebagai berikut ini.

1. Pengajuan Permohonan/Aplikasi Kredit

Bahwa untuk memperoleh kredit dari bank, maka tahap pertama yang dilakukan adalah mengajukan permohonan atau aplikasi kredit kepada bank yang bersangkutan. Permohonan atau aplikasi kredit tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.


(55)

Dalam pengajuan permohonan atau aplikasi kredit oleh perusahaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :

a. Profil perusahaan beserta pengurusnya. b. Tujuan dan manfaat kredit.

c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit.

d. Cara pengembalian kreditr e. Agunan atau jaminan kredit.

Permohonan/aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu :

a. Akta pendirian perusahaan. b. Identitas (KTP) para pengurus. c. Tanda daftar perusahaan (TDP). d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

e. Neraca dan laporan rugi laba tiga tahun terakhir.

f. Fotocopy sertifikat yang dijadikan jaminan. Sedangkan untuk permohonan/aplikasi kredit bagi perseorangan adalah sebagai berikut :

a. Mengisi aplikasi kredit yang telah disediakan oleh Bank.


(56)

b. Tujuan dan manfaat kredit.

c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit.

d. Cara pengembalian kredit.

e. Agunan atau jaminan kredit (kalau diperlukan)

Permohonan/aplikasi kredit tersebut dilengkapi dengan melampirkan semua dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu :

a. Fotocopy identitas (KTP) yang bersangkutan. b. Kartu Keluarga (KK).

c. Slip gaji yang bersangkutan.

2. Penelitian Berkas Kredit

Setelah permohonan/aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka bank akan melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap berkas aplikasi kredit yang diajukan. Apabila dari hasil penelitian yang dilakukan itu, bank berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian kelayakan kredit.

Adapun apabila ternyata berkas aplikasi kredit yang diajukan belum lengkap dan belum memenuhi


(57)

persyaratan yang ditentukan, maka bank akan meminta kepada pemohon kredit untuk melengkapinya.

3. Penilaian Kelayakan Kredit (Study Kelayakan Kredit)

Dalam tahap penilaian kelayakan kredit ini, banyak aspek yang akan dinilai, yaitu :

a. Aspek Hukum. Yang dimaksud dengan aspek hukum disini adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian terhadap dokumen-dokumen tersebut dilakukan peleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu.

b. Aspek pasar dan pemasaran. Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit untuk masa sekarang dan akan datang.

c. Aspek keuangan. Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunakan analisis keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan laba rugi yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.


(58)

d. Aspek teknis/operasional. Selain aspek-aspek sebagaimana telah dikemukakan diatas, aspek lain yang juga dilakukan penilaian adalah aspek teknis atau operasional dari perusahaan yang mengajukan aplikasi kredit, misalnya mengenai lokasi tempat usaha, kondisi gedung, beserta sarana dan prasarana pendukung lainnya.

e. Aspek manajemen. Penilaian aspek manajemen ini dalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam mengelola kegiatan usahanya., termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usahan tersebut.

f. Aspek sosial ekonomi. Untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun sosial.

g. Aspek AMDAL. Penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu


(59)

perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan baik darat, air, dan udara.

4. Keputusan Atas Permohonan Kredit

Adanya Keputusan yaitu berarti berkenaan dengan wewenang yang dipegang oleh pejabat bank yang berhak untuk memberikan keputusan berupa menolak atau menyetujui permohonan kredit yang diajukan oleh debitur. Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan syarat-syarat berdasarkan analisis kredit. Keputusan atas permohonan kredit terdiri atas :

a. Persetujuan Permohonan Kredit

Yaitu Keputusan Bank untuk menyetujui atau mengabulkan permohonan kredit dari calon debitur.

b. Penolakan Permohonan Kredit

Yaitu Keputusan Bank untuk tidak mengabulkan permohonan kredit karena Bank menganggap betdasarkan analisis kredit tidak memenuhi persyaratan.

5. Pencairan Fasilitas Kredit

Apabila Bank sudah menyetujui permohonan kredit yang diajukan calon debitur, maka selanjutnya ketahap pencairan kredit, dimana debitur akan melakukan


(60)

pengikatan kredit terlebih dahulu yang disertai dengan penyerahan jaminan berupa Sertifikat Hak Tanggungan. Jika pengikatan sudah dilakukan, kemudian debitur dapat menarik dana sesuai dengan jumlah kredit yang diberikan oleh Bank.

6. Pembayaran Fasilitas Kredit

Pembayaran Fasilitas Kredit adalah dipenuhinya semua kewajiban utang dari debitur terhadap Bank berdasarkan perjanjian kredit yang berakibat hapusnya perikatan perjanjian kredit.

2.2 Wanprestasi

2.2.1 Pengertian Wanprestasi

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak, masing-masing pihak diwajibkan untuk memenuhi segala apa yang menjadi isi dari perjanjian tersebut. Dalam perbuatan perjanjian maka akan melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang ikut serta dalam membuat perjanjian. Dengan dibuatnya perjanjian, maka pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu guna kepentingan masing masing pihak. Jika dalam suatu perjanjian yang telah disepakati bersama, tetapi salah


(61)

satu pihak lalai memenuhi kewajibannya maka dapat menimbulkan wanprestasi.

Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu dimana debitur tidak dapat memenuhi suatu prestasinya. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga yaitu : 1. Memberikan Sesuatu, pengertian memberikan sesuatu menurut

Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda secara yuridis. Contoh : Sewa-menyewa, jual-beli, hutang-piutang.

2. Untuk berbuat sesuatu, terdapat didalam Pasal 1239 KUHPerdata berarti melakukan suatu perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan. Contoh: Membuat patung.

3. Untuk tidak berbuat sesuatu, terdapat didalam Pasal 1239 KUHPerdata berarti tidak melakukan perbuatan seperti apa yang telah diperjanjikan.

Jadi Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Dasar Hukum Wanprestasi yaitu :

Pasal 1238 KUHPerdata :

Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.


(62)

Pasal 1243 KUHPerdata :

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan

Pada dasarnya debitur dikatakan wanprestasi apabila :

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2. Terlambat memenuhi prestasi.

3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.

Menurut J. Satrio Wanprestasi adalah dimana kreditur tidak memperoleh apa yang diperjanjikan oleh pihak lawan dan debitur tidak melaksanakan kewajiban prestasinya atau tidak melaksanakan sebagaimana mestinya.33

Wanprestasi menurut Handri Raharjo adalah suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipermasalahkan. Tidak dipenuhinya kewajiban debitur tersebut dapat terjadi karena dua hal yaitu:

1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian.

2. Karena keadaan memaksa (force majour), di luar kemampuan debitur.34

33

J.Satrio,1995,Hukum Perikatan (Hukum yang lahir dari Perjanjian),PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, h.314.

34


(63)

Kemudian A. Ridwan Halim mengatakan bahwa wanprestasi adalah kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain yang seharusnya ditunaikannya berdasarkan perikatan yang telah dibuat.35

Dengan demikian wanprestasi terjadi apabila tidak dipenuhinya sesuatu yang telah diwajibkan sebagaimana apa yang telah ditetapkan dalam perjanjian, termasuk lalai dalam memenuhinya. Sesuatu yang dikategorikan lalai adalah :

1. Tidak memenuhi kewajiban sama sekali. 2. Terlamat memenuhi kewajibannya.

3. Memenuhinya tetapi tidak seperti apa yang telah diperjanjikan. Wanprestasi yang tidak dilakukan oleh salah satu pihak mempunyai akibat hukum bagi pihak lainnya, oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan sejak kapan seseorang itu dikatakan wanprestasi. Sehingga perlu diperhatikan isi dari perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani bersama, beserta tenggang waktu yang telah ditentukan untuk pemenuhan prestasi.

Jika dalam perjanjian ditentukan batas waktu, maka pemenuhan prestasi harus dilakukan sebelum batas waktu tersebut lewat, jika lewat dari batas waktu yang ditentukan makan pihak bersangkutan akan dilakukan peringatan agar memenuhinya.

35


(1)

dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Pada prinsipya objek Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang memenuhi dua persyaratan, yaitu wajib didaftarkan (untuk memenuhi syarat publisitas) dan dapat dipindahtangankan untuk memudahkan pelaksanaan pembayaran utang yang dijamin pelunasannya.

2.3.4. Subjek Hak Tanggungan

Dalam Hak Tanggungan juga terdapat subjek hukum yang menjadi hak tanggungan yang terkait dengan perjanjian pemberi Hak Tanggungan. Didalam suatu perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut :

1. Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang

menjaminkan objek hak tanggungan.

2. Pemegang Hak Tanggungan, adalah orang perorangan

atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

Yang dapat menjadi subjek Hak Tanggungan selain Warga Negara Indonesia, dengan ditetapkannya Hak Pakai atas Tanah Negara sebagai objek hak tanggungan, bagi Warga Negara Asing juga dimungkinkan untuk dapat menjadi subjek hak tanggungan, apabila memenuhi syarat.


(2)

Jika hak pakai itu oleh Warga Negara Asing yang mana Hak Pakai itu menurut Undang-Undang Hak Tanggungan juga dapat menjadi objek Hak Tanggungan, ada persyaratan untuk menjadi subjek hak pakai yang harus dipenuhi. Demikian juga kalau Warga Negara Asing tersebut mengajukan permohonan kredit dengan Hak Pakai atas Tanah Negara sebagai jaminan harus memenuhi persyaratan antara lain :

2. Sudah tinggal di Indonesia dalam waktu tertentu.

3. Mempunyai usaha di Indonesia.

4. Kredit itu dipergunakan untuk kepentingan

pembangunan di wilayah Negara Republik Indonesia. 43

Dalam kaitannya dengan kedudukan selaku kreditur, Undang-Undang Hak Tanggungan menegaskan bahwa seorang Warga Negara Asing maupun badan hukum asing juga dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan, karena hak tanggungan tidak ada kaitannya dengan pemilikan objeknya secara serta merta.

2.3.5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Dalam penjelasan umum angka 7 dan penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa pemberian hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh Pemberi Hak Tanggungan dengan cara hadir dihadapan PPAT. Hanya apabila karena suatu sebab tidak dapat hadir sendiri di hadapan

43


(3)

PPAT, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasany, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (disingkat SKMHT) yang berbentuk akta otentik.

Pembuatan SKMHT selain oleh Notaris juga ditugaskan kepada PPAT, karena PPAT ini yang keberadaanya sampai pada wilayah Kecamatan dalam rangka pemerataan pelayanan di bidang pertanahan. Isi SKMHT tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan

hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan.

2. Tidak memuat kuasa substitusi

3. Mencantumkann secara jelas objek Hak Tanggungan,

jumlah utang, dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan

pemberi hak tanggungan.44

Kewenangan PPAT membuat SKMHT selain tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) juga berdasarkan penjelasan umum angka 7 yang antara lain menyatakan bahwa :

1. PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat

akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya

44


(4)

perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak didalam daerah kerjanya masing-masing. Sebagai pejabat umum tersebut akta-akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik

2. Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan selain kepada Notaris, ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaanya sampai pada wilayah kecamatan untuk memudahakan pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Dengan demikian, jika Notaris berwenang membuat SKMHT untuk tanah-tanah diseluruh wilayah Indonesia, maka PPAT hanya boleh membuat SKMHT untuk tanah-tanah yang berada di dalam wilayah jabatannya. Surat kuasa tersebut harus diberikan langsung oleh pemeberi hak tanggungan dan wajib

memenuhi persyaratan mengenai muatannya sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 15 ayat (1) tersebut. Jika SKMHT tidak dibuat sendiri oleh pemberi hak tanggungan atau tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas, maka Surat Kuasa yang bersangkutan batal demi hukum, artinya Surat Kuasa itu tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan

Didalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan terdapat dua aspek yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut.


(5)

UUHT secara tegas membatasi isi atau muatan dari SKMHT, yaitu hanya membuat perbuatan hukum membebankan hak tanggungan. Jadi tidak boleh membuat kuasa-kuasa memlakukan perbuatan hukum lain yang bermaksud mendukung tercapainya maksud pemberian jaminan yang bersangkutan misalnya, tidak memuat kuasa menjual, menyewakan objek Hak Tanggungan, memperpanjang hak atas tanah atau untuk mengurus perpanjangan sertifikat, mengurus balik naman dan sebagainya.

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tidak boleh memuat kuasa substitusi yaitu penggantian penerima kuasa melalui pengadilan. Namun jika penerima kuasa memberikan kuasa kepada pihak

lain dalam rangka penugasan untuk bertindak

mewakilinya misalnya, Direksi Bank menugaskan pelakasanaan kuasa yang diterimanya kepada Kepala Cabangnya atau pihak lain, maka ini bukan merupakan substitusi (Penjelasan Pasal 15 ayat (1) huruf b).

2. Pembatasan Jangka Waktu

Guna mencegah berlarut-larutnya pemeberian kuasa dan terjadinya penyalahgunaan serta demi tercapainya kepastian hukum, maka berlakunya SKMHT


(6)

dibatasi jangka waktunya Untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar, wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan, sedangkan terhadap hak atas tanah yang belum terdaftar harus dipenuhi dalam waktu 3 (tiga) bulan.


Dokumen yang terkait

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Dan Upaya Penyelesaian Kredit Macet Atas Jaminan Hak Tanggungan (Studi Pada PT.Bank Negara Indonesia Tbk Cabang Kabanjahe)

1 63 129

PENDAHULUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT. BANK CIMB NIAGA, TBK YOGYAKARTA.

1 3 12

PENUTUP PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT. BANK CIMB NIAGA, TBK YOGYAKARTA.

0 3 4

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 4 16

SKRIPSI Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 2 12

PENDAHULUAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 4 16

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Pt. Bank Danamon Tbk. Dsp Cabang Tanjungpandan).

0 2 17

SKRIPSI PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Pt. Bank Danamon Tbk. Dsp Cabang Tanjungpandan).

0 2 14

PENDAHULUAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Pt. Bank Danamon Tbk. Dsp Cabang Tanjungpandan).

1 5 17

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Pelaksanaan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Study Kasus Di Bpr Bank Boyolali).

0 1 14