PENGARUH PEMBELAJARAN IPA BERBASIS SCIENCE PROCESS AND ENVIRONMENT TERHADAP KETERCAPAIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETERAMPILAN ILMIAH SISWA SMP.

(1)

vii PENGARUH PEMBELAJARAN IPA BERBASIS SCIENCE PROCESS AND ENVIRONMENT TERHADAP KETERCAPAIAN PENGETAHUAN,

SIKAP, DAN KETERAMPILAN ILMIAH SISWA SMP Oleh

Denok Lukmanasari NIM 12312241042

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) pengaruh pendekatan science process and environment terhadap ketercapaian hasil belajar pengetahuan, (2) pengaruh pendekatan science process and environment terhadap ketercapaian hasil belajar sikap, (3) pengaruh pendekatan science process and environment terhadap ketercapaian hasil belajar keterampilan ilmiah, (4) pengaruh pendekatan science process and environment terhadap ketercapaian hasil belajar pengetahuan, sikap dan keterampilan ilmiah siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan menggunakan desain pretest-posttest nonequivalent control group design. Populasi penelitian berjumlah 192 siswa kelas VII SMP N 1 Tempel. Teknik pengambilan sampel dengan cluster random sampling. Sampel penelitian berjumlah 57 siswa yang terdiri dari kelas VIIE dan VIIF. Kelas VIIE sebagai kelas kontrol dan kelas VIIF sebagai kelas ekspermen. Instrumen yang digunakan berupa soal pretest-posttest, lembar observasi sikap ilmiah dan lembar observasi keterampilan ilmiah. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dan inferensial menggunakan Uji Manova. Soal pretest-posttest dianalisis peningkatannya menggunakan N-Gain.

Hasil penelitian ini adalah (1) pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh sebesar 26% pada terhadap ketercapaian pengetahuan siswa, (2) pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh sebesar 60% terhadap ketercapaian sikap siswa, (3) pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh sebesar 30% terhadap ketercapaian keterampilan ilmiah siswa, (4) pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh terhadap ketercapaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan ilmiah siswa.

Kata kunci: science process and environment, hasil belajar pengetahuan, sikap ilmiah, keterampilan ilmiah


(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Kunci terjadinya pembelajaran adalah perubahan hasil belajar. Hasil belajar berkaitan dengan tujuan pembelajaran sebab tujuan pembelajaran menggambarkan hasil belajar yang harus dimiliki siswa setelah pembelajaran. Tujuan pembelajaran berarti menggunakan kemampuan ranah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) selama pembelajaran. Ketercapaian tujuan pembelajaran dapat dikatakan sebagai dampak dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat membantu siswa dalam mengembangkan perilaku-perilaku yang berguna dan bermakna, sehingga kemampuan ketiga ranah tersebut harus muncul dalam setiap pembelajaran, terutama dalam pembelajaran IPA.

Pembelajaran IPA harus dipahami sebagai suatu proses, bukan hanya memindahkan ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung, kontekstual dan berpusat kepada siswa. Pembelajaran IPA merupakan salah satu usaha untuk mengungkap gejala-gejala alam dengan menerapkan metode ilmiah. Penerapan metode ilmiah dalam pembelajaran IPA dapat membentuk sikap ilmiah yang dapat membantu siswa dalam


(3)

2 memahami dan menemukan produk IPA yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Proses pembelajaran IPA dapat membawa siswa untuk mengembangkan berbagai kemampuan, baik kemampuan pengetahuan, sikap ilmiah, maupun kemampuan keterampilan ilmiah. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menyebutkan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Dalam pembelajaran, guru memegang peranan penting dalam ketercapaian tujuan pembelajaran IPA. Guru sebagai fasilitator dan sebagai tenaga pendidik harus memiliki kompetensi yang baik dalam menjalankan tugasnya.

National Science Teacher Association (2003: 28-30) menyebutkan terdapat sepuluh standar yang harus dipersiapkan guru IPA. Dua diantaranya adalah standar general skill of teaching atau kemampuan guru dalam mengajar dan standar science in the community atau komunitas IPA. Standar ini sangatlah penting agar pembelajaran IPA dapat sesuai dengan hakikat IPA. Guru diharapkan menggunakan strategi, tindakan atau metode tertentu yang dapat mengembangkan beberapa kemampuan dan tingkat pemahaman siswa. Pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa apabila guru dapat memberikan keterampilan-keterampilan tertentu


(4)

3 dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, guru IPA harus dapat menghubungkan bidang ilmu IPA dengan masyarakat menyangkut penggunaan sumber individual, institusional, alam untuk kepentingan pembelajaran IPA. Peran guru adalah memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan siswa, mengarahkan, dan memberikan evaluasi secara menyeluruh selama pembelajaran.

Berdasarkan observasi, proses pembelajaran IPA yang berlangsung di SMP N 1 Tempel belum melibatkan siswa secara utuh dalam pembelajaran. Sebagian besar pembelajaran IPA terpusat pada guru (teacher-centered). Pembelajaran IPA masih membelajarkan konsep-konsep dan belum disertai dengan pengembangan sikap ilmiah dan keterampilan ilmiah. Evaluasi yang diukur selama ini hanya pada ranah pengetahuan saja. Sikap ilmiah dan keterampilan siswa tidak dinilai, sehingga dapat dikatakan bahwa evaluasi belum dilakukan secara holistik. Berdasarkan nilai UTS Kelas VII Semester 1 Tahun 2015/2016, hasil belajar siswa SMP N 1 Tempel pada mata pelajaran IPA masih kurang memenuhi standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 75. Di SMP N 1 Tempel, dari 192 siswa kelas VII terdapat 52,52% siswa yang memiliki nilai IPA dibawah KKM. Hal ini menunjukan bahwa lebih dari setengah dari seluruh siswa kelas VII belum memenuhi standar ketuntasan minimum. Selain itu, hasil observasi juga menunjukan bahwa penggunaan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran masih kurang. Kelemahan ini harus segera diatasi dengan menyadari hakikat IPA yang


(5)

4 sesungguhnya yaitu a body of knowledge, a way of thinking, a way of investigating, and its interaction with technology and society.

Sesuai dengan hakikat IPA, evaluasi hasil belajar harus dilakukan secara menyeluruh. Metode apapun yang digunakan tanpa disertai dengan evaluasi yang sesuai maka hasil belajar IPA yang sesungguhnya tidak akan nampak. Penilaian hasil belajar yang selama ini berfokus pada tes tertulis harus ditambah dengan pengamatan secara langsung. Salah satu pendekatan yang mengatasi kelemahan ini adalah pendekatan science process dan environment (keterampilan proses dan lingkungan). Pendekatan science process dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan karena siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik melalui proses, sehingga dapat lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan (Dimyati dan Mudjiono, 2013: 138). Penggunaan environment sebagai sumber belajar membuat pembelajaran menjadi kontekstual yang berarti materi dikaitkan dengan lingkungan siswa sehingga siswa akan lebih paham mengenai materi yang dipelajari. Selain itu, pembelajaran menjadi lebih efektif karena obyek yang sedang dipelajari ada di sekitar siswa. Hal ini sesuai dengan dua standar persiapan guru IPA yang direkomendasikan oleh NSTA yaitu general skill of teaching dan standart science in community. Pada penelitian ini materi yang diambil mengenai pencemaran air dengan tema “Amankah Airku?”. Materi ini memiliki karakteristik deklaratif karena dalam pembelajaran ini


(6)

5 siswa mendapatkan informasi faktual dari pendidik yang membutuhkan pembuktian dengan melakukan percobaan. Pembelajaran termasuk kontekstual karena siswa mempelajari lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendekatan science process and environment.

Menurut E. Rahayu, dkk (2011: 106), penggunaan pendekatan science process membuat siswa lebih mudah paham dalam pembelajaran. Siswa aktif sendiri dalam menemukan jawaban atas permasalahan, sehingga pengetahuan yang didapat dari pembelajaran dapat diingat lebih lama (long-term memory). Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses membawa siswa terlibat langsung dalam kegiatan percobaan. Kegiatan percobaan yang dilakukan berkelompok dapat mengembangkan sikap kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan dapat membawa perubahan sikap ke arah lebih baik Kegiatan penyelidikan yang melibatkan tindakan fisik dapat mengembangkan kemampuan keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah sehingga pembelajaran IPA berbasis science process dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara menyeluruh.

Penggunaaan lingkungan (environment) sebagai sumber belajar memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna, sebab anak dihadapkan langsung pada kondisi sekitar mereka. Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber pembelajaran diharapkan mampu membawa siswa lebih memahami materi pelajaran di sekolah, serta dapat menumbuhkan cinta pada alam, kesadaran untuk menjaga dan memelihara


(7)

6 lingkungan, turut serta dalam menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta tetep menjaga kelestarian kemampuan sumber daya alam bagi kehidupan manusia (Hasamah, 2013: 6). Penggunaan lingkungan sebagai sumber atau media belajar akan lebih menyenangkan daripada siswa hanya duduk di ruang kelas. Penggunaan lingkungan dengan tepat dapat meningkatkan interaksi belajar siswa.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah diuraikan, pengintergrasian pendekatan science process and environment dalam pembelajaran IPA dapat menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada. Melalui pendekatan science process and environment, siswa dapat terlibat aktif dan dapat mengoptimalkan 3 ranah hasil belajar siswa sesuai dengan hakikat IPA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengintegrasian pendekatan science process and environment dalam pembelajaran IPA terhadap ketercapaian hasil belajar siswa meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan ilmiah. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pembelajaran IPA Berbasis Science Process and Environment terhadap Ketercapaian Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Ilmiah Siswa SMP.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, peneliti dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran IPA di SMP N 1 Tempel antara lain:


(8)

7 1. Proses pembelajaran IPA belum melibatkan siswa secara penuh dan masih terfokus pada guru (teacher-centered), akibatnya siswa kurang aktif dan kurang mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam proses pencarian pengetahuan. Padahal keaktifan siswa sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, karena siswa diharapkan dapat menemukan fakta dan membangun konsep keilmuan.

2. Pembelajaran IPA menggunakan metode ceramah dan kurang berbasis proses ilmiah, sehingga menyebabkan sikap dan keterampilan proses siswa kurang berkembang. Melalui pendekatan science process and environment, pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah siswa.

3. Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar belum digunakan secara maksimal, padahal lingkungan sangatlah potensial untuk dijadikan sebagai sumbern pembelajaran yang menyajikan fenomena yang konkret dan dekat dengan siswa.

4. Evaluasi yang dilakukan tidak menyeluruh dan hanya berfokus pada kemampuan pengetahuan siswa, seharusnya evaluasi mencakup 3 ranah yaitu ranah pengetahuan, ranah sikap ilmiah, dan ranah keterampilan ilmiah siswa.

5. Hasil belajar kognitif siswa pada mata pelajaran IPA masih kurang memenuhi standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu sekitar 52,52% dibawah 75. Hasil pembelajaran yang rendah dapat diatasi dengan pendekatan science process and environment yakni dengan


(9)

8 melibatkan siswa secara langsung dalam memperoleh pengetahuan IPA.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, peneliti perlu membatasi permasalahan agar penanganannya lebih spesifik. Dari identifikasi masalah, peneliti memfokuskan penelitian pada no 2, 3 dan 4. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan pembelajaran IPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan science process and environment.

2. Hasil belajar IPA yang dievaluasi meliputi ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah keterampilan ilmiah siswa.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu:

1. Apakah ada pengaruh pembelajaran IPA berbasis science process and environment pada ketercapaian pengetahuan siswa SMP?

2. Apakah ada pengaruh pembelajaran IPA berbasis science process and environment pada ketercapaian sikap ilmiah siswa SMP?

3. Apakah ada pengaruh pembelajaran IPA berbasis science process and environment pada ketercapaian keterampilan ilmiah siswa SMP?


(10)

9 4. Apakah ada pengaruh pembelajaran IPA berbasis science process and environment pada ketercapaian pengetahuan, sikap dan keterampilan ilmiah siswa SMP?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran IPA Berbasis Science Process and Environment terhadap Ketercapaian Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Ilmiah Siswa SMP” adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPA berbasis Science Process and Environment pada ketercapaian pengetahuan siswa SMP.

2. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPA berbasis Science Process and Environment pada ketercapaian sikap siswa SMP.

3. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPA berbasis Science Process and Environment pada keterampilan ilmiah siswa SMP.

4. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPA berbasis Science Process and Environment pada ketercapaian pengetahuan, sikap dan keterampilan ilmiah siswa SMP.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini ada dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:


(11)

10 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada pembelajaran IPA dalam meningkatan hasil belajar pengetahuan, sikap ilmiah, dan keterampilan ilmiah siswa SMP menggunakan pendekatan science process and environment. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lainnya. 2. Manfaat Praktik

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik ranah pengetahuan, sikap ilmiah, dan keterampilan ilmiah.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan variasi dalam penggunaan pendekatan pembelajaran. Selain itu sebagai bahan feedback untuk refleksi diri dalam meningkatkan mutu, hasil dan proses belajar siswa, khususnya dalam pembelajaran IPA.

c. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan dalam mengadakan pembinaan dan peningkatan kemampuan guru.


(12)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

a. Kajian Teori

1. Pembelajaran IPA a. Hakikat IPA

Kata “sains” biasa diterjemahkan dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Secara harfiah science dapat disebut ilmu pengetahuan tentang alam yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Ruang lingkup sains pada kurikulum pendidikan di Indonesia adalah sains SD, sains biologi, sains fisika, sains kimia, serta sains bumi dan antariksa (Patta Bundu, 2006: 9). Sedangkan Chiappetta, E dan Koballa, T (2010: 105-115) mendefinisikan IPA sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge, dan science and its interaction with technology and society.

1) IPA sebagai a way of thinking atau cara berfikir meliputi keyakinan, rasa ingin tahu, imajinasi, pemilkiran, hubungan sebab-akibat, self-examination, keragu-raguan, obyektif, dan berpikiran terbuka IPA.

2) IPA sebagai a way of investigating atau cara untuk menyelidiki menggunakan berbagai pendekatan untuk


(13)

12 mengkontruksi pengetahuan seperti scientific method, inquiry and science process skill dengan melakukan kegiatan mengamati, hipotesis, eksperimen, dll.

3) IPA sebagai body of knowledge atau tubuh pengetahuan dihasilkan dari berbagai bidang ilmiah yang merupakan produk dari penemuan manusia. Fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model adalah bentuk dari isi IPA. Produk-produk ini memiliki makna sendiri-sendiri yang tidak dapat dipahami secara terpisah dari proses penyelidikan.

4) Science and its interaction with technology and society memiliki arti bahwa IPA, teknologi, dan masyarakat saling mempengaruhi satu sama lain. Banyak karya ilmiah yang dilakukan oleh ilmuan yang dipengaruhi oleh masyarakat dan ketersediaan teknologi.

IPA terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan. Patta Bundu (2006: 11) menyebutkan 3 komponen utama IPA yaitu: (1) proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen, (2) produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori, (3) sikap ilmiah, misalnya ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur. Komponen-komponen ini saling berhubungan. Hubungan antara proses, produk, dan sikap menurut Carin dan Sund (1985: 3) dapat dilihat pada Gambar 1.


(14)

13 Gambar 1. Hubungan antara Proses, Produk, dan Sikap. Dari paparan, dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai alam atau lingkungan sekitar yang didapatkan melalui melalui serangkaian proses pemikiran dan proses penyelidikan.

b. Pembelajaran IPA

Menurut Syaiful Sagala (2010: 61), pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar dan merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa atau murid.

PENYELIDIKAN BARU FENOMENA DI ALAM PENEMUAN PRODUK IPA KETERAMPILAN PROSES PENYELIDIKAN FENOMENA DI ALAM Objek Kejadian-kejadian Hubungan-hubungan dll SIKAP DAN PROSES ILMIAH Sikap :

Rasa ingin tahu Rendah hati Ragu-ragu Berpikiran terbuka dll Proses : Mengidentifikasi Mengamati Membuat hipotesis Memprediksi Sintesis dll PRODUK IPA Fakta Konsep Generalisasi Prinsip Teori Hukum


(15)

14 Setiap pembelajaran terdapat tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran IPA di SMP telah dirumuskan dalam kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BNSP, 2006: 5).

Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia ada dua yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kurikulum Nasional. SMP N 1 Tempel yang digunakan untuk penelitian menggunakan KTSP. Berdasarkan KTSP yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2006: 2), menyatakan bahwa mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk:

1. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep, dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

3. Melakukan inquiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA harus melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari produk IPA, sehingga siswa memiliki pengalaman beraktivitas yang melibatkan keterampilan kognitif (minds on), keterampilan psikomotor (hands on), dan keterampilan sosial (hearts on).


(16)

15 c. Model Pembelajaran IPA

Pembelajaran terpadu dibedakan berdasarkan pola pengintegrasian materi dalam suatu tema. Menurut Deni Kurniawan (2011: 55-56), beberapa model-model pengintegrasian yang digunakan antara lain:

1) Model Connected

Model ini menghubungkan satu topik dengan topik lainnya, menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lainnya, satu skill dengan skill yang lainnya dengan fokus pada satu mata pelajaran yang utama.

Gambar 2. Ilustrasi Model Pembelajaran Connected Sumber: Novi Resmani (2007)

2) Model Webbed

Model Webbed merupakan model dengan pendekatan tematik dalam pengintegrasian. Satu tema dijadikan rujukan unuk membahas materi sejumlah mata pelajar yang memiliki keterkaitan ide dan tema.


(17)

16 Gambar 3. Ilustrasi Model Webbed

Sumber: Novi Resmani (2007) 3) Model Integrated

Model keterpaduan integrated memadukan beberapa mata pelajaran dengan berlandaskan pada topic atau tema yang saling tumpah tindih.

Gambar 3. Ilustrasi Model Integrated Sumber: Novi Resmani (2007)

Penelitian ini mengambil materi pencemaran air dengan

tema “Amankah airku?”. Pembelajaran pada tema ini merupakan

pembelajaran terpadu dengan model connected. Model connected menyajikan hubungan yang eksplisit di dalam suatu mata pelajaran yaitu menghubungkan satu topik dengan topik yang lain, satu konsep ke konsep yang lain, satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, satu tugas ke satu tugas yang berikutnya. Bidang kajian dari tema ini meliputi bidang biologi,


(18)

17 kimia dan fisika. Bidang kajian biologi meliputi materi pencemaran air. Bidang kajian kimia meliputi materi asam, basa dan garam. Bidang kajian fisika meliputi pemisahan campuran menggunakan metode filtrasi.

2. General Skill of Teaching dan Science in community

General skill of teaching dan science in community merupakan dua dari sepuluh standar yang harus dipersiapkan guru dalam pembelajaran IPA. National Science Teacher Association (2003: 4-30) menyatakan terdapat sepuluh standar yang harus dipersiapkan guru IPA yaitu standart content, standart nature of science, standart inquiry, standart issues, standart general skill of teaching, standart curriculum, standart science in the community, standart assestment, standart safety and welfare, dan standart professional growth.

Pelaksanaan pembelajaran IPA harus dapat mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan. Sesuai dengan teori Piaget dan Vygotsky yang memandang bahwa pembelajaran adalah proses aktif dalam membangun pengetahuan (Downey dan Goldston, 2013: 57). Guru IPA diharapkan membuat komunitas pelajar yang dapat mengkonstruksi arti dari pengalaman IPA. Guru dapat menggunakan penyusunan kelas yang beragam, strategi, tindakan atapun metode tertentu yang dapat mengembangkan beberapa kemampuan dan tingkat pemahaman siswa. Standar keterampilan umum mengajar, harus menunjukkan bahwa guru IPA:


(19)

18 a. Memvariasikan aksi, strategi dan metode dalam pembelajaran guna mengembangkan keterampilan ganda dan tingkat pemahaman siswa.

b. Berhasil mengembangkan pembelajaran IPA dengan perbedaan kemampuan, kebutuhan, minat dan latar belakang siswa

c. Berhasil mengorganisasi dan mengajak siswa dalam pembelajaran kolaborasi menggunakan strategi pembelajaran kelompok siswa.

d. Berhasil menggunakan piranti teknologi, meliputi teknologi komputer untuk mengakses sumber, mengumpulkan dan memproses data serta memfasilitasi pembelajaran science. e. Memahami dan membangun keyakinan awal, pengetahuan,

pengalaman dan minat siswa secara efektif.

f. Menciptakan dan mengatur keselamatan psikologi dan sosial serta lingkungan pembelajaran yang sportif (NSTA, 2003: 21). Guru IPA harus dapat menghubungkan bidang ilmu IPA dengan masyarakat menyangkut penggunaan sumber individual, institusional, alam untuk kepentingan pembelajaran IPA. Parameter persiapan guru IPA yang memiliki standar masyarakat IPA, harus menunjukkan bahwa guru IPA:

a. Mengidentifikasi cara-cara untuk menghubungkan IPA dengan masyarakat (pembuat keputusan) dan menggunakan sumber-sumber masyarakat untuk mengembangkan pembelajaran IPA. b. Mengajak siswa berhasil dalam aktivitas yang berhubungan

dengan sumber-sumber IPA dan pembuat keputusan di masyarakat atau untuk memberikan pemecahan permasalahan-permasalahan penting di masyarakat. (NSTA, 2003: 25). Menurut Henry J dan Yustina (2015: 313), kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana kurikulum ini menuntut kreativitas seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Mata pelajaran IPA memiliki banyak materi yang bersifat abstrak dan sulit


(20)

19 untuk dimengerti. Oleh karena itu diperlukanlah sebuah pendekatan pembelajaran yang mampu membantu seorang guru untuk menjelaskan materi tersebut, salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu seorang guru menyampaikan materi-materi serta dapat memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam adalah pendekatan pembelajaran berbasis lingkungan.

3. Pendekatan Science Process and Environment a. Pengertian Science Process

Sains sebagai proses disebut juga keterampilan proses sains (science process skills). Proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan ilmu tersebut (Patta Bundu, 2006: 12). Keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan mendasar yang dimiliki, dikuasai, dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah sehingga para ilmuan dapat menemukan hal baru. Usman Sumantowa (2006: 137) juga mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh para ilmuan dalam meneliti fenomena alam. Keterampilan proses dapat dikembangkan sikap-sikap yang dikehendaki seperti kreatif, kerjasama, bertanggungjawab, dan disiplin sesuai dengan penekanan bidang studi yang bersangkutan. Menurut Uzer Usman (2006: 42), pendekatan keterampilan proses


(21)

20 dapat diartikan sebagai pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa.

Pandangan lain dari Rezba et.al (2007: 4) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan IPA di abad milenium ini adalah IPA sebagai cara berpikir, cara penyelidikan dan tubuh pengetahuan. Cara berpikir disebut juga sebagai keterampilan proses. Ketika seorang ilmuan dan siswa melakukan IPA, mereka menggunakan keterampilan berpikir seperti menyimpulkan, mengklasifikasi, menyusun hipotesis, dan melakukan eksperimen.

b. Komponen Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses dibagi menjadi dua yaitu basic skills atau keterampilan dasar dan integrated skills atau keterampilan terpadu. Rezba, et.al (2007: 4-6) juga mengelompokan keterampilan proses sains menjadi dua bagian, yaitu the basic process skill dan the integrated process skill.

Tabel 1. Pengelompokan Keterampilan Proses

No Keterampilan Dasar Keterampilan Terintegrasi 1 Mengamati Mengontrol variabel

2 Menggunakan hubungan ruang Menafsirkan data 3 Menggunakan angka Menyusun hipotesis

4 Mengelompokan Menyusun definisi operasional 5 Mengukur Melakukan percobaan

6 Mengkomunikasikan 7 Meramalkan


(22)

21 Penggolongan keterampilan proses menurut Abruscato (Patta Bundu, 2006:23) dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan penjabaran keterampilan proses dalam bentuk kemampuan menurut Uzer Usman (2006: 43-44) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penjabaran Keterampilan Proses dalam Bentuk Kemampuan

No Kemampuan Keterampilan

1. Mengamati Melihat, mendengarkan, merasa, meraba, membaur, mencicipi, mengecap,

menyimak, mengukur, membaca. 2. Menggolongkan

(mengklasifikasikan)

Mencari persamaan, menyamakan, membedakan, membandingkan, mengontraskan, mencari dasar penggolongan.

3. Menafsirkan (menginterpretasi)

Menaksirkan, memberi arti. Mengartikan, memposisikan,mencari hubungan ruang-waktu, menemukan pola, menarik kesimpulan, menggeneralisasikan. 4. Meramalkan

(memprediksi)

Mengantisipasi berdasarkan

kecenderungan, pola, atau hubungan antar data atau informasi.

5. Menerapkan Menggunakan (informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, sikap, nilai, atau keterampilan dalam situasi). Menghitung, menentukan variabel, menghubungkan konsep, merumuskan, menyusun hipotesis, membuat model. 6. Merencanakan

penelitian

Menentukan masalah/obyek yang akan diteliti, menentukan tujuan penelitian, menentukan ruang lingkup penelitian, menentukan sumber data/informasi, menentukan cara analisis, menentukan langkah pengumpulan data, menentukan alat, bahan, dan sumber kepustakaan, menentukan cara penelitian.

7. Mengkomunikasikan Berdiskusi, mendeklamasikan,

mendramakan, bertanya, merenungkan, mengarang, meragakan, mengungkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan).


(23)

22 c. Peranan Pendekatan Keterampilan Proses

Dimyati dan Mudjiono (2013: 138) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang diambil dari pendapat Funk sebagai berikut:

1. Pendekatan keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan.

2. Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan.

3. Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Pendekatan keterampilan proses sains memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan.

Martin, Ralph. et.al (2005: 20-21) juga mengungkapkan bahwa keterampilan proses dasar mengembangkan kemampuan belajar siswa melalui pengalaman. Dimulai dari ide sederhana kemudian ide-ide bergabung menjadi bentuk ide baru yang lebih kompleks. Penekanan keterampilan proses membantu siswa menemukan informasi yang bermakna dan mengumpulkan pengetahuan dengan mengkontruksi pemahaman dalam dan di luar kelas IPA. Ketika siswa melakukan aktivitas IPA dengan mengikuti prosedur IPA dan berpikir seperti ilmuan, mereka dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan. Rahmawati Ika, dkk (2012: 57) pembelajaran berbasis keterampilan proses dapat mengembangkan berbagai keterampilan seperti: mengamati (observation),


(24)

23 mengelompokan (classification), menafsirkan (interpretation), meramalkan (prediction), mengajukan pertanyaan (question), berhipotesis (hipothesis), melakukan percobaan (eksperiment), mengkomunikasikan hasil percobaan (communication).

Dari pemaparan dapat disimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan mengajar yang memungkinkan terjadinya pencarian pengetahuan melalui serangkaian proses ilmiah seperti mengamati, mengklasifikasi, melakukan percobaan, menginterpretasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran memiliki pengalaman beraktivitas secara langsung dab dapat meningkatkan pemahaman, sikap, dan keterampilan ilmiah siswa .

d. Pembelajaran berbasis Environment (Lingkungan)

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, lingkungan diartikan sebagai bulatan yang melengkungi. Pengertian lain dari Kamus Umum Bahasa Inggris istilah lingkungan sangat beragam diantaranya ada istilah circle, surrounding, sphere, domain, range, dan environment, yang dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar atau sekeliling. Lingkungan adalah situasi di sekitar tempat terjadinya proses belajar mengajar dimana pembelajar menerima pesan. Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk melihat kondisi fisik lingkungan sekitar dan


(25)

24 permasalahnnya. Dengan mengaitkan isu-isu yang ada di lingkungan sekitar diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah lingkungan fisik dan lingkungan sosial agar terjalin hubungan yang harmonis (Kokom Komalasari, 2010: 108). Menurut Hassamah (2013: 2-3) dalam belajar dan memahami konsep dan prinsip IPA, diperlukan suatu pendekatan yang yang mampu mewujudkan hal-hal yang diinginkan, salah satunya dengan pendekatan lingkungan. Pendekatan lingkungan berarti mengajak siswa belajar langsung di lapangan tentang topik-topik pembelajaran. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar berarti siswa menampilkan contoh-contoh penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar. Pembelajaran berbasis lingkungan menyebabkan anak dapat mengalami secara langsung dan mengoptimalkan potensi panca inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut. Selain itu, kegiatan belajar akan lebih menarik karena lingkungan menyediakan sumber belajar yang sangat beragam. Hal ini sejalan dengan pendapat Downey dan Glodston (2013: 131) yang mengungkapkan dengan menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan proses dan melatih siswa mengkontruksi pengetahuan konsep IPA sehingga membuat siswa menjadi aktif di kegiatan IPA.


(26)

25 Henry J dan Yustina (2015: 326) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis lingkungan merupakan pembelajaran yang kontekstual artinya materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dikaitkan dengan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Siswa mempelajari materi dengan cara memahami konteksnya, sehingga siswa akan paham sendiri mengenai materi yang dipelajari. Dengan mengetahui lingkungan yang ada di sekitarnya, siswa akan berusaha memanfaatkan lingkungan ini sebagai sumber daya yang akan dikelola sebagai sumber yang dapat memberikan nilai tambah. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyu Indah, dkk (2013: 4) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan proses berbasis lingkungan memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuan mereka.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis lingkungan merupakan penggunaan kondisi sekitar sebagai sumber belajar yang dekat dengan siswa dan dapat digunakan dalam mengoptimalkan kemampuan hasil belajar siswa.

4. Hasil Belajar Siswa

Menurut Uzer Usman (2006: 34), hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang


(27)

26 direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemampuan guru sebagai perancang kegiatan belajar-mengajar. Hasil belajar siswa dapat diketahui dari tiga aspek, yakni secara kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Aspek kuantitatif lebih menekankan pada kemampuan kognitif atau pengetahuan. Aspek institusional menekankan pada perolehan hasil belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka. Aspek kualitatif menekankan pada pemahaman dan penafsiran siswa terhadap lingkungan sehingga mampu memecahkan masalah (Muhibbin Syah, 1997: 91-92).

Tujuan instruksional menurut Uzer Usman (2006: 34) dikelompokan ke dalam kategori ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Secara operasional telah dirinci masing-masing aspek tersebut dengan menyusun taksonomi. Taksonomi merupakan suatu rangka klasifikasi tujuan-tujuan pendidikan. Taksonomi menurut Bloom dibagi menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Slameto, 2001: 145-146).

a. Ranah Pengetahuan (Kognitif)

Tujuan instruksional pendidikan yang paling umum ditemukan di sekolah adalah kognitif. Hal ini karena ranah kognitif hanya fokus pada transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.

The cognitif domain includes a large number of diverse goal, but its primary focus is on intellectual development. Within the domain, goals can be devided into two major areas: (1) knowledge and (2) the processing and manipulation of information. Knowledge goals in the cognitive domain involve


(28)

27 the learning and remembering of basic facts, concepts, generalizations and theories (Jacobsen, David, et.al, 1981: 7). Ranah kognitif merupakan fokus dari perkembangan intelektual. Tujuan ranah ini ada dua yaitu pengetahuan dan proses memanipulasi informasi yang melibatkan belajar fakta, konsep, generalisasi dan teori.

Menurut Eko Putro (2014: 30) dalam pembelajaran konstuktif, belajar adalah mengkontruksi pengetahuan. Siswa melakukan proses kognitif secara aktif, yakni memperhatikan informasi yang relevan, menata informasi menjadi gambaran yang koheren, dan memadukan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dua aspek yang pertama adalah kemampuan kognitif tingkat rendah dan empat aspek berikutnya adalah kemampuan kognitif tinggi (Nana Sudjana, 1987: 32). Proses kognitif menurut Anderson dan Karthworl dalam Eko Putro (2014: 30-36) dibagi menjadi enam jenjang yang paling rendah ke paling tinggi, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Hal ini serupa dengan taksonomi Bloom yang diperbaiki oleh Anderson dalam ranah kognitif terdari dari aspek :


(29)

28 1) Mengingat (C1)

Mengingat merupakan proses berpikir tingkat awal yang menjelaskan jawaban faktual, menguji ingatan, dan pengenalan.

2) Memahami (C2)

Kemampuan memahami merupakan kemampuan menerjemahkan, menjabarkan, menafsirkan, menyederhanakan dan membuat perhitungan.

3) Menerapkan (C3)

Menerapkan merupakan kemampuan yang mencakup penggunaan pengetahuan, aturan, rumus,dan produk IPA. 4) Menganalisis (C4)

Menganalisis merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam bagian yang lebih mudah untuk dimengerti. 5) Menilai (C5)

Menilai merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji nilai suatu materi untuk tujuan tertentu.

6) Menciptakan (C6)

Menciptakan merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur ke dalam bentuk atau pola yang sebelumnya kurang jelas (Ella Yulaelawati, 2004: 73).

Berdasarkan uraian dapat diketahui bahwa ranah pengetahuan (kognitive domain) berkenaan dengan kemampuan intelektual


(30)

29 siswa, seperti keterampilan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Hasil belajar intelektual yang dibagi kognitif dasar dan kognitif tingkat tinggi. Kognitif dasar meliputi aspek mengingat (C1) dan memahami (C2), sedangkan kognitif tingkat tinggi meliputi menerapkan (C3), menganalisis (C4), menilai (C5), menciptakan (C6). Dalam penelitian ini, peneliti mengukur kemampuan kognitif siswa dari C1-C3. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan siswa SMP dan materi yang digunakan dalam penelitian.

b. Ranah Sikap (Afektif)

Menurut Eko Putro (2014: 40-44) hampir semua tujuan pembelajaran aspek kognitif mengandung ranah afektif. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afekif menurut Krathwohl, Bloom, dan Maisa dibedakan menjadi 5 jenjang, dari jenjang dasar atau sederhana sampai jenjang yang kompleks yaitu:

1) Receiving

Receiving (menerima) merupakan kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan/stimulus dari luar yang datang kepada dirinya baik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dll. Misalnya kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus.


(31)

30 2) Responding

Responding (menanggapi) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. 3) Valuing

Valuing (menilai) artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan akan membawa kerugian atau penyesalan.

4) Organization

Organization (mengatur) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.

5) Characterization by value or value complex

Characterization by value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai) merupakan tingkat afektif tertinggi, siswa memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya sehingga membentuk karakteristik.

Hal ini serupa dengan pendapat Nana Sudjana (1987: 22) yang mengungkapkan bahwa ranah afektif terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.


(32)

31 Bidang pelajaran IPA ranah afektif atau sikap yang dikembangkan dan dinilai adalah sikap ilmiah (science attitude). Pengukuran sikap ilmiah siswa didasarkan pada pengelompokan aspek sikap yang kemudian dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator pada tiap aspeknya. Pemilihan aspek sikap ilmiah ini mengintegrasikan beberapa aspek yang ada pada Tabel 3 kemudian dijadikan satu aspek. Hal ini disesuaikan pula dengan pendekatan science process and environment dan tema yang diajarkan yaitu “Amankah Airku?”. Pada Tabel 3 diperlihatkan secara terperinci dimensi dan contoh indikator sikap ilmiah menurut Patta Bundu. Tabel 3. Aspek dan Indikator Sikap Ilmiah

Aspek Indikator

Sikap ingin tahu 1. Antusias mencari jawaban

2. Perhatian pada obyek yang diamati 3. Antusias pada proses sains

4. Menanyakan setiap langkah kegiatan Sikap respek

terhadap data/fakta

1. Obyektif/jujur

2. Tidak memanipulasi data

3. Mengambil keputusan sesuai fakta 4. Tidak mencampur fakta dengan

pendapat Sikap berpikir

kritis

1. Meragukan temuan teman

2. Menyanyakan setiap perubahan/hal baru 3. Mengulangi kegiatan yang dilakukan 4. Tidak mengabaikan data meskipun kecil Sikap penemuan

dan kreativitas

1. Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi

2. Menunjukan laporan berbeda denga teman kelas

3. Merubah pendapat dalam merepon terhadap data

4. Menyarankan percobaan-percobaan baru

Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama

1. Menghargai pendapat/temuan orang lain 2. Menerima saran dari teman


(33)

32

Aspek Indikator

tentatif

4. Berpartisipasi aktif dalam kelompok Sikap ketekunan 1. Melanjutkan meneliti sesudah

“kebaruannya” hilang

2. Mengulangi percobaan meskipun berakibat gagal

3. Melengkapi satu kegitan meskipun teman sekelas selesai lebih awal Sikap peka

terhadap lingkungan sekitar

1. Perhatian terhadap peristiwa sekitar 2. Partisipasi pada kegiatan sosial

3. Menjaga kebersihan lingkungan sekolah Sumber : Patta Bundu (2006: 63).

Dari pemaparan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa ranah sikap atau afektif bekaitan dengan sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek dan nilai. Sikap yang dikembangkan dalam IPA adalah sikap ilmiah (scientific attitide), yaitu sikap yang harus dimiliki oleh seorang peneliti dalam melakukan kegiatan tertentu untuk memperoleh pengetahuan. Aspek sikap ilmiah yang akan peneliti nilai yaitu: (1) aspek sikap ingin tahu dan kerjasama, (2) aspek sikap respek terhadap data dan sekitarnya. Pemilihan aspek sikap ingin tahu disesuaikan dengan esesensi science proses and environment yang menekankan pada proses pencarian dan penyelidikan. Pemilihan aspek sikap respek terhadap data dan sekitarnya berdasarkan pada proses penyelidikan yang berbasis lingkungan. Proses penyelidikan berbasis lingkungan akan memberikan ruang bagi siswa untuk memperoleh data, menghargai teman dalam kelompok, dan memberikan sikap peduli terhadap lingkungan sekitar.


(34)

33 c. Ranah Keterampilan (Psikomotor)

Depdiknas (2006: 3-7) menyatakan bahwa kemampuan psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan gerak yang terkoordinasi dalam susunan syaraf dalam otak dan pikiran. Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik, sehingga ranah psikomotor dapat disebut juga sebagai ranah keterampilan.

Menurut Eko Putro (2014: 45-46), aspek keterampilan atau psikomotor merupakan hasil belajar yang pencapaiannya melibatkan otot dan kekuatan fisik. Hasil belajar dalam ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan-keterampilan (skills) dan kemampuan bertindak individu. Suharsimi Arikunto (2006: 135) juga mengungkapkan ranah psikomotorik berhubungan dengan kerja otot sehingga menyebabkan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya. Ranah psikomotorik memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan ranah psikomotorik menurut pakar berbeda-beda, ada yang enam tingkatan dan ada yang hanya lima tingkatan. Pada Tabel 4, dijabarkan perbandingan tingkatan ranah psikomotorik menurut dua ahli yaitu Nana Sudjana (2011: 30-31) dan Anita Harrow dalam Ella Yulaelawati (2004: 63-64).


(35)

34 Tabel 4. Perbandingan Tingkatan Ranah Psikomotorik Nana

Sudjana dan Anita Harrow

Seorang ilmuwan (saintis) dalam melakukan serangkaian proses sains atau metode ilmiah diperlukan keterampilan. Keterampilan ilmiah dalam pembelajaran IPA salah satunya adalah keterampilan proses (Insih Wilujeng, 2011: 5). Dalam hal ini, keterampilan ilmiah yang peneliti nilai adalah keterampilan proses sains. Aspek yang diukur adalah aspek mengamati, aspek

No Ranah Psikomotorik Menurut Nana Sudjana

Ranah Psikomotorik Menurut Anita Harrow 1 Gerakan refleks

(keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).

Gerakan refleks

yaitu tindakan yang ditunjukan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus. 2 Keterampilan pada

gerakan-gerakan dasar.

Gerakan dasar

yaitu pola gerakan yang terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks. 3 Kemampuan perseptual,

termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.

Gerakan tanggap (perceptual) yaitu penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

4 Kemampuan di bidang fisik, misalnya

kekuatan,

keharmonisan, dan ketepatan.

Kegiatan fisik

yaitu kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, ketahanan mental, kecerdasan, kegesitan, kekuatan suara. 5 Gerakan-gerakan skill,

mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.

6 Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

Komunikasi tidak berwacana yaitu komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini merentang dari ekspresi mimik muka sampa dengan gerakan koreografi yang rumit.


(36)

35 melakukan percobaan, aspek menyimpulkan, dan aspek mengkomunikasikan. Pada Tabel 5, ditunjukan aspek dan indikator keterampilan ilmiah menurut Patta Bundu.

Tabel 5. Aspek dan Indikator Keterampilan Ilmiah Aspek yang

dinilai Indikator

Kegiatan Observasi

1. Menggunakan panca indera untuk melakukan pengamatan.

2. Mencatat hasil observasi.

3. Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan hasil observasi kegiatan.

4. Menjawab pertanyaan dari permasalahan yang diberikan guru.

Melakukan percobaan

1. Menyiapkan alat dan bahan dengan benar 2. Menggunakan alat dengan benar

3. Melakukan percobaan dengan hati-hati. 4. Terlibat langsung dalam percobaan

Menyimpulkan 1. Menuliskan kesimpulan sesuai dengan tujuan kegiatan.

2. Menuliskan kesimpulan mengacu pada hasil percobaan

3. Menuliskan kesimpulan berdasarkan pada analisis data

4. Menuliskan kesimpulan dengan singkat, padat, jelas Mengkomunika

sikan hasil

1. Mendiskusikan hasil percobaan dengan teman 2. Menuliskan hasil diskusi dengan tepat. 3. Bahasa yang digunakan mudah dipahami 4. Berperan aktif dalam presentasi/tanya jawab Sumber : Modifikasi dari Patta Bundu (2006: 141)

Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa ranah keterampilan atau psikomotorik berkenaan kemampuan melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan gerak fisik atau olah tangan. Dalam penelitian ini, ranah keterampilan yang peneliti nilai adalah keterampilan proses sains meliputi mengamati, melakukan eksperimen, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Pemilihan aspek ini berdasarkan pada essensi


(37)

36 science process and environment yang menekankan pada proses penyelidikan berbasis lingkungan.

5. Bidang Kajian Tema “Amankah Airku?” a. Bidang Biologi

1) Pencemaran Air

Menurut Wisnu Arya Wardana (2004: 7) air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Air yang bersih sangat didambakan oleh manusianya, baik untuk keperluan sehari-hari, keperluan industri, kebersihan sanitasi kota, pertanian, dll. Pencemaran air adalah masuknya polutan ke dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Dalam kehidupan di bumi ini, air merupakan komponen yang sangat penting dalam berlangsungnya kebutuhan sehari-hari makhluk hidup, termasuk juga manusia. Manusia sangat membutuhkan air bersih untuk berbagai kegiatan antara lain untuk minum, mandi, mencuci, memasak, dan sebagainya. Oleh sebab itu air harus diupayakan layak dikonsumsi dengan memenuhi syarat fisik, syarat kimia maupun syarat biologis. Syarat air minum yang layak ditunjukan pada Tabel 6.


(38)

37 Tabel 6. Standar Air Minum yang Layak

No Keadaaan Temperatur

1 Temperatur Temperatur udara

2 Warna Tidak berwarna

3 Bau Tidak berbau

4 Rasa Tawar

5 Kekeruhan 5-15 NTU

6 Ph 6,5-9,42

Sumber : WHO water treatment 2) Penyebab Pencemaran Air

Sumber pencemar tertentu dapat berupa air limbah yang berasal dari kegiatan industri, limbah rumah tangga dan kegiatan pertanian (Muhammad Zakaria, 2008: 9).

a) Limbah Industri

Limbah industri yang mengandung logam berat sering dialirkan atau dibuang di sungai. Logam berat yang terdapat dalam limbah industri antara lain raksa, timbal dan kadmium. Air sungai yang tercemar logam berat akan bermuara ke laut sehingga air laut juga tercemar. Hewan laut juga akan tercemar oleh logam berat. Jika hewan laut tersebut dikonsumsi oleh manusia akan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah dari kegiatan industri juga mempengaruhi tingkat kekeruhan dan organisme lain jika dibuang ke perairan umum (Muhammad Zakaria, 2008: 13). b) Limbah Pertanian

Penggunaan pupuk yang berlebihan di lahan pertanian dapat menyebabkan suburnya ekosistem perairan. Hal ini


(39)

38 karena sebagian pupuk yang tidak terserap oleh tumbuhan terbuang bersama aliran air ke perairan, sehingga perairan ditumbuhi ganggang dengan subur. Tumbuhnya ganggang dalam jumlah banyak dapat menutupi permukaan air dan berakibat sinar matahari yang menembus air terhalang oleh ganggang sehingga proses fotosintesis fitoplankton dalam air terhambat. Bila proses fotosintesis terhambat maka kadar oksigen dalam air akan menurun.

Penggunaan pupuk secara berlebihan menyebabkan masuknya nitrogen, fosfat atau sumber air lain. Kombinasi N dan P akan menyebabkan pertumbuhan tanaman air tidak terkendali yang menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup, sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari. Hal ini menyebabkan dekomposisi yang menyedot lebih banyak oksigen dan menyebabkan pendangkalan. Limbah pestisida mempunyai aktivitas dalam jangka waktu yang lama. Ketika limbah tersebut terbawa ke aliran air dapat mematikan hewan seperti ikan, udang, dll. Pestisida tidak larut dalam air namun larut dalam lemak dan sel-sel makhluk hidup (Muhammad Zakaria: 2008: 5).

c) Limbah Rumah Tangga

Muhammad Zakaria (2008: 12) menyebutkan bahwa pencemaran yang berasal dari kegiatan domestik dapat


(40)

39 berupa air limbah yang bersumber dari air mandi, air cuci, tinja, limbah padat berupa sampah dll. Air limbah yang berasal dari kegiatan-kegiatan tersebut sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan dan yang berbahaya adalah adanya bakteri E.Coli dari kotoran manusia. Wisnu Arya Wardhana (2004: 81) juga menyatakan bahwa buangan padat di air salah satunya adalah pembentukan koloidial yang melayang di air. Koloidial terjadi karena bahan buangan padat yang berbentuk halus (butiran kecil). Sebagian ada yang terlarut, sebagian ada yang tidak dapat larut dan sebagian tidak dapat mengendap. Koloidial ini melayang di dalam air sehingga air menjadi keruh.

3) Dampak Pencemaran Air

Banyak akibat yang ditimbulkan oleh polusi air, diantaranya: a) Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya

kandungan oksigen.

b) Terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air (eutrofikasi). c) Pendangkalan dasar perairan.

d) Dalam jangka panjang mengakibatkan kanker dan kelahiran cacat apabila dikonsumsi terus menerus.

e) Akibat penggunaan pestisida yang berlebihan selain membunuh hama dan penyakit, juga membunuh serangga, dan makhluk yang berguna terutama predator.


(41)

40 f) Kematian biota kuno, seperti plankton, ikan bahkan burung

(Dicky Firmansyah dkk, 2014: 4).

Dampak pencemaran air menurut Wisnu Arya Wardhana (2004: 78) ditinjau dari sudut mikrobiologi adalah pencemaran bakteri patogen dan non patogen serta bahan organik. Banyaknya bahan organik akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme menjadi pesat sehingga pemakaian oksigen menjadi meningkat. Hal ini menyebabkan kadar oksigen terlarut dalam air menjadi sedikit dan berakibat pada kematian organisme air yang memerlukan air. Keadaan air menjadi anaerobik sehingga air sungai menjadi busuk dan tidak sehat bagi pertumbuhan mikroorganisme flora dan fauna air.

4) Cara mencegah dan Mengatasi Pencemaran Air

a) Menempatkan daerah industri atau pabrik jauh dari daerah pemukiman atau perumahan.

b) Pembuangan limbah industri diatur sehinga tidak mencemari lingkungan atau ekosistem.

c) Membuat alat pengolahan air bersih.

d) Pengawasan terhadap penggunaan jenis- jenis pestisida dan zat– zat kimia lain yang dapat menimbulkan pencemaran. e) Memperluas gerakan penghijauan.


(42)

41 g) Memberikan kesadaran terhadap masyarakat tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih mencintai lingkungannya.

h) Melakukan intensifikasi pertanian (Dicky Firmansyah dkk, 2014: 4)

b. Bidang Kimia

1) Asam, Basa dan Garam

Menurut Chang, Raymond (2004: 96) sesuai konsep asam Bronsted, asam sebagai donor proton dan basa sebagai aseptor proton. Asam memiliki rasa masam dan bereaksi dengan logam tertentu, dapat menghantarkan arus listrik sedangkan basa memiliki rasa pahit, licin dan dapat menghantarkan arus listrik. Menurut Syukri S (1999: 424), air memiliki sifat yang khas yang khas karena kemampuannya untuk bertindak sebagai asam maupun sebagai basa. Air berfungsi sebagai basa dalam reaksi dengan asam dan berfungsi sebagai asam ada larutan basa. Air merupakan elektrolit yang sangat lemah dan merupakan penghantar listrik yang buruk, meskipun hanya terionisasi sedikit.

H2O  H+

(aq) + OH- (aq)

Air murni tidak memiliki rasa, bau dan warna. Bila mengandung zat tertentu air dapat terasa asam, pahit, asin dan berubah warna. Cairan yang berasa asam disebut larutan asam, yang terasa asin disebut larutan garam dan yang terasa pahit dan


(43)

42 licin adalah larutan basa. Air yang dipakai sehari-hari bukanlah air murni, tetapi mengandung berbagai zat terlarut yang tidak diketahui dengan pasti. Bila mengandung senyawa elektrolit kemungkinan air bersifat asam/basa yang dapat ditentukan dengan kertas lakmus.

2) Kertas Lakmus dan Indikator Universal

Kertas lakmus adalah suatu kertas yang terbuat dari bahan kimia yang akan berubah warna jika dicelupkan ke dalam larutan asam atau basa. Warna yang dihasilkan kertas lakmus sangat dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada. Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa, dan larutan bersifat netral berbeda. Ada 2 macam kertas lakmus, yaitu lakmus merah dan lakmus biru dimana masing-masing keduanya memiliki sifat yang berbeda, yaitu:

a) Lakmus merah dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna biru dan dalam larutan netral berwarna merah.

b) Lakmus biru dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna biru dan dalam larutan netral berwarna biru.

Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada. Kertas lakmus sendiri terbuat dari selulosa kayu yang merupakan komponen utama dari dinding sel pohon (Irma


(44)

43 Hapsari, 2015). Untuk mengetahui suatu larutan termasuk elektrolit atau bukan dapat menggunakan alat penguji elektrolit atau juga dapat menggunakan alat pH meter. Salah satu alat penguji keasaman/kebasaan suatu zat adalah. Indikator universal dapat mengetahui pH suatu larutan secara langsung sehingga dapat diketahui apakah larutan tersebut termasuk asam, basa, atau garam. Nilai pH ditunjukkan dengan skala, secara sistematis dengan nomor 0-14 (Irma Hapsari, 2015). Menurut Syukri S (1999: 425-426) apabila beberapa indikator dicampur akan menghasilkan perubahan warna dalam berbagai daerah pH. Indikator campuran ini disebut indikator universal. Cara menggunakannya dengan mencelupkannya ke dalam larutan kemudian dicocokan dengan warna yang tertera pada kotaknya.

3) Indikator Alami Kubis Ungu

Indikator alam merupakan jenis indikator yang dibuat dari tumbuhan, baik dari bagian daun, bunga, buah, dan batang. Berbagai jenis tumbuhan yang telah dimanfaatkan menjadi indikator alam diantaranya adalah bunga sepatu, bougenvil, kunyit, rosella, dan kubis ungu. Pada prinsipnya, indikator bahan alam dapat dibuat dengan cara mengambil zat warna yang terkandung dalam tumbuhan itu. Zat warna dalam tumbuhan dapat keluar jika dilakukan beberapa perlakuan. Misalnya, dilarutkan dalam air, direbus dengan air, dan dilarutkan dalam


(45)

44 alkohol. Oleh karena zat warna dalam tumbuhan memiliki sifat polar, maka segala jenis pelarut polar dapat melarutkan zat warna ini (Cita Indira, 2015: 1-2).

Menurut Siti Marwati (2010: 1-3), kubis ungu (Brassica oleracea L) merupakan sejenis tanaman sayuran yang berwarna khas. Warna kubis ungu dapat diekstrak dan ekstraknya dapat berubah warna pada suasana asam maupun suasana basa sehingga memugkinkan untuk dapat digunakan sebagai indikator alami. Warna ekstrak pada kubis ungu terjadi karena adanya kandungan zat warna pada tumbuhan berupa senyawa antosianin. Antosianin merupakan senyawa organik yang mempunyai kestabilan rendah pada suasana netral dan basa. Jika ditinjau dari perubahan warna seiring dengan perubahan pH, warna ekstrak kubis ungu adalah merah pada pH 1, warna biru kemerahan pada pH 4, warna ungu pada pH 6, warna biru pada pH 8, warna hijau pada pH 12 dan warna kuning pada pH 13. Perubahan warna ini sesuai dengan perubahan warna pada antosianin untuk setiap perubahan pH.

c. Bidang Fisika

1. Pengelolaan Air secara Fisika dengan Filtrasi

Menurut Wisnu Arya Wardhana (2004: 78) berbagai macam kegiatan manusia yang ada saat ini apabila tidak disertai pengolahan limbah akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia.


(46)

45 Komponen pencemar air menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi. Komponen pencemar air antaranya bahan buangan padat baik yang kasar maupun yang halus. Pengelolaan air secara fisika dilakukan untuk menghilangkan kotoran pada air berupa zat padat, misalnya sampah, kayu, dan pasir. Pengolahan secara fisika dilakukan dengan filtrasi, pengendapan atau sedimentasi. Filtrasi adalah cara pemisahan zat padat dari cairan melalui saringan atau filter yang berpori. Cara filtrasi biasanya digunakan pula untuk memisahkan zat-zat yang kelarutannya berbeda (Feti Kumalasari dan Yogi Satoto, 2011: 62).

Menurut Yana Hidayat (2007: 2), pengolahan secara fisika sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan adalah cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan-bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan dengan cara pengendapan. Alat dan bahan yang diperlukan untuk menyaring antara lain arang, ijuk, pasir halus, batu kerikil, batu dan penampung. Fungsi kerikil sebagai penyaring kotoran-kotoran kasar atau besar. Sabut kelapa untuk penyaring kotoran-kotoran halus. Arang sebagai absorben yang dapat menghilangkan bau. Ijuk sebagai pengendap kotoran-kotoran halus yang masih lolos dari ijuk. Spons sebagai media penahan kotoran yang halus agar tidak lolos ke lapisan bawahnya.


(47)

46 Gambar 2. Filtrasi Air secara Sederhana

Sumber : Nanang Ajim (2014) Tabel 7. Proses Fisika Pengolahan Air Limbah

Proses Aplikasi Kelebihan Kekurangan

Filtrasi Padatan tersuspensi

- Menghilangkan beberapa kontaminan terlarut - Relatif aman - Mudah

dioperasikan - Biaya rendah

- Adanya bau - Bakteri

patogen masih ada

Sumber : Yana Hidayat (2007: 2) 2. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevam dengan permasalahan yang diteliti, meliputi:

a. Penelitian yang dilakukan oleh E. Rahayu, dkk (2011) memperoleh hasil bahwa penerapan pembelajaran sains dengan pendekatan


(48)

47 keterampilan proses dapat meningkatkan hasil belajar (kognitif, afektif psikomotorik) dan kemampuan berfikir kritis siswa pada pokok bahasan kalor kelas VII D di SMP Negeri 1 Getasan.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Henry J dan Yustina N (2015) yang memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan minat dan hasil belajar IPA siswa antara pretest dan posttest minat dan hasil belajar siswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis lingkungan pada siswa yang dibuktikan dengan analisis t-test minat, dimana thitung> t tabel yakni diperoleh 29,12 > 2,024 untuk minat dan hasil belajar siswa sebesar 23,08 >2,024.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Benni Hartanti (2012) memperoleh hasil bahwa: (1) kognitif produk siswa yaitu nilai rerata kemampuan akhir kelas eksperimen sebesar 81,00 dan kelas kontrol sebesar 76,04. Selisih rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebesar 4,96. Dari selisih tersebut dapat diartikan bahwa kelas eksperimen memiliki hasil belajar kognitif produk IPA lebih tinggi daripada kelas kontrol. (2) Hasil observasi untuk kognitif proses IPA siswa dengan keterampilan proses pada kelas eksperimen yaitu 55% siswa pada kategori baik dan kelas kontrol yaitu 54,17% siswa pada kategori cukup. (3) Hasil observasi untuk afektif siswa kelas eksperimen yaitu 60% siswa pada kategori baik dan kelas kontrol yaitu 50% siswa pada kategori cukup.


(49)

48 Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis science process and environment dapat digunakan untuk meningkatkan 3 ranah hasil belajar siswa SMP.

3. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA harus melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari produk IPA. Pembelajaran berbasis penyelidikan melibatkan keterampilan kognitif (minds on), keterampilan psikomotor (hands on), dan keterampilan sosial (hearts on). Hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa, baik ranah kognitif, sikap, dan keterampilan ilmiah.

Salah satu komponen penting agar pembelajaran IPA dapat berlangsung sesuai hakikat IPA adalah guru. National Science Teacher Association (2003: 4-30) menyebutkan terdapat sepuluh standar yang harus dipersiapkan guru IPA, dua diantaranya adalah general skill of teaching dan science in society.

Pendekatan science process dan environment merupakan suatu pendekatan pembelajaran IPA yang sesuai dengan standar persiapan guru IPA yang direkomendasikan oleh NSTA yaitu general skill of teaching dan standart science in community. Pendekatan science process and environment memungkinkan terjadinya pencarian pengetahuan di lingkungan sekitar seperti seorang ilmuan melalui proses-proses ilmiah, sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam proses belajar.


(50)

49 Gambar 3. Diagram Alur Kerangka Berpikir

Pendekatan ini dapat memunculkan sikap dan keterampilan ilmiah siswa, sehingga selama proses pembelajaran dapat dilakukan penilaian sikap dan keterampilan siswa. Selanjutnya dilakukan analisis hasil belajar siswa secara menyeluruh sesuai hakikat IPA yaitu produk, proses, dan sikap. Produk IPA yang diukur adalah ranah kognitif C1-C3. Sikap yang dimaksud dalam IPA adalah sikap ilmiah (scientific attitude). Sikap ilmiah yang diukur adalah sikap rasa ingin tahu dan sikap respek terhadap data

meningkatkan

salah satunya

sesuai Pembelajaran IPA

Mengaktifkan Siswa,

10 Standar yang harus dipersiapkan guru dalam membelajarkan IPA menurut NSTA Science Process and Environment seharusnya terdapat SPS: Mengamati, Mengklasifikasi, Melakukan eksperimen, Menginterpretasi, Menyimpulkan Mengkomunikasikan Environment:

Bahan di sekitar siswa melalui

Hasil Belajar IPA

Hakikat IPA Produk Kognitif C1-C3 Proses Keterampi lan Proses dasar siswa Sikap Sikap ilmiah melalui


(51)

50 dan sekitarnya. Sedangkan keterampilan yang diukur adalah keterampilan proses sains. Keterampilan proses yang dikembangkan yaitu keterampilan mengamati, melakukan eksperimen, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Diagram alur kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 3.

4. Definisi Operasional Variabel

a. Pendekatan Pembelajaran Science Process and Environment Pendekatan science process and environment adalah suatu pendekatan mengajar yang memungkinkan terjadinya pencarian pengetahuan melalui serangkaian proses ilmiah seperti mengamati, mengklasifikasi, melakukan percobaan, menginterpretasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Pendekatan ini memungkinkana siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, memiliki pengalaman beraktivitas seperti seorang ilmuan, dapat digunakan dalam mengoptimalkan kamampuan pancaindera siswa, serta dapat meningkatkan tiga ranah hasil belajar siswa. Aspek keterampilan proses meliputi mengamati, mengelompokkan, mengukur, meramalkan, melakukan percobaan, menginterpretasi, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Sumber belajar yang diamati dalam penelitian ini berbasis lingkungan dengan tema “Amankah Airku?”.


(52)

51 b. Kemampuan Pengetahuan

Ranah pengetahuan atau kognitif berkenaan dengan kemampuan intelektual siswa, seperti keterampilan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Hasil belajar intelektual yang dibagi kognitif dasar dan kognitif tingkat tinggi. Kognitif dasar meliputi aspek mengingat (C1) dan memahami (C2), sedangkan kognitif tingkat tinggi meliputi menerapkan (C3), menganalisis (C4), menilai (C5), menciptakan (C6). Kemampuan kognitif yang akan diketahui oleh peneliti adalah kemampuan kognitif siswa SMP dari C1-C3.

c. Kemampuan Sikap Ilmiah

Ranah sikap atau afektif berkaitan dengan sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek dan nilai. Sikap yang dikembangkan dalam IPA adalah sikap ilmiah (scientific attitide), yaitu sikap yang harus dimiliki oleh seorang peneliti dalam melakukan kegiatan tertentu untuk memperoleh pengetahuan. Aspek sikap ilmiah yang akan peneliti ukur yaitu, (1) aspek sikap ingin tahu dan kerjasama (2) aspek sikap respek terhadap data dan sekitarnya. d. Kemampuan Keterampilan Ilmiah

Ranah keterampilan atau psikomotorik berkenaan kemampuan melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan gerak fisik atau olah tangan. Dalam penelitian ini, ranah keterampilan yang peneliti nilai adalah keterampilan proses sains meliputi mengamati, melakukan eksperimen, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.


(53)

52 Pemilihan aspek ini berdasarkan pada essensi science process and environment yang menekankan pada proses penyelidikan berbasis lingkungan.

5. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, peneliti dapat membuat dugaan sementara/hipotesis yaitu:

a. Pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh pada ketercapaian pengetahuan siswa SMP.

b. Pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh pada ketercapaian sikap siswa SMP.

c. Pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh pada ketercapaian keterampilan siswa SMP.

d. Pembelajaran IPA berbasis science process and environment berpengaruh pada ketercapaian pengetahuan, sikap dan keterampilan ilmiah siswa SMP.


(54)

53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran IPA berbasis science process and environment terhadap ketercapaian pengetahuan, sikap dan keterampilan ilmiah siswa SMP N 1 Tempel. Jenis penelitian ini termasuk penelitian quasi experiment atau eksperimen semu. Menurut Andi Prastowo (2011: 151) penelitian ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar (extraneous variabels) yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain penelitian menggunakan pretest-posttest nonequivalent control group design. Terdapat dua kelas dalam eksperimen ini, yaitu kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran menggunakan pendekatan science process and environment dan kelompok kontrol yang diberikan pembelajaran menggunakan Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi (EEK). Desain penelitian disajikan pada Tabel 8.

Table 8. Desain Penelitian Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group Design

Kelompok Pretest Treatment (Perlakuan) Posttest

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan:

X1 = Pembelajaran IPA dengan pendekatan science process and environment


(55)

54 X2 = Pembelajaran IPA dengan Eksplorasi, Elaborasi dan

Konfirmasi (EEK) O1 = Rerata nilai pretest O2 = Rerata nilai potstest

Langkah-langkah penelitian dengan menggunakan desain ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan sampel dari populasi siswa kelas VII SMP N 1 Tempel. 2. Menentukan kelompok eksperimen dan kontrol secara acak.

3. Memberikan pretest kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan pengetahuan awal siswa.

4. Mengontrol kondisi agar kedua kelompok memperoleh perlakuan yang sama, kecuali pemberian treatment/perlakuan pendekatan science process and environment pada kelas eksperimen dan Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi (EEK) pada kelas kontrol. 5. Melakukan penilaian sikap ilmiah dan keterampilan ilmiah siswa

selama proses pembelajaran berlangsung.

6. Memberikan posttest kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan pengetahuan akhir siswa.

7. Melakukan analisis deskriptif dan analisis inferensial untuk menganalisis pengaruh pendekatan science process and environment terhadap ketarcapaian pengetahuan, sikap dan ketarampilan ilmiah siswa.


(56)

55 B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMPN 1 Tempel yang beralamat di Jalan Magelang, KM 17 Ngebong Margorejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta. 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2015. C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran science process and environment yang dilakukan pada kelas eksperimen dan Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi (EEK) yang dilakukan pada kelas kontrol.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini ada 3 yaitu hasil belajar pengetahuan (kognitif), hasil belajar sikap ilmiah (afektif), dan hasil belajar keterampilan ilmiah (psikomotor) siswa.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kemampuan awal siswa, materi pelajaran, pengampu atau guru, alokasi waktu pembelajaran, jenjang kelas dan instrumen pengambilan data, materi


(57)

56 D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 1 Tempel Tahun Pelajaran 2015/2016. Jumlah subyek populasi adalah 192 siswa yang terbagi kedalam enam kelas, yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, dan VII F dengan jumlah siswa untuk masing-masing kelas 32 siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII E dan VII F SMP N 1 Tempel Tahun Pelajaran 2015/2016. Siswa kelas VII B sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol.

Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Cluster random sampling yaitu pengambilan kelompok sampel secara acak dari populasi, dengan syarat sampel harus homogen. Berdasarkan observasi, SMP N 1 Tempel tidak terdapat kelas unggulan sehingga siswa terdistribusi merata (homogen) di setiap kelas. Sampel dalam penelitian dilakukan dengan pengambilan secara random. Teknik undian dilakukan sebanyak dua kali. Undian pertama untuk menentukan kelas yang digunakan untuk penelitian. Undian kedua untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pengundian kelas VII F sebagai kelas eksperimen yang diberi treatment pembelajaran dengan pendekatan science process and environment dan kelas VII E sebagai kelas kontrol yang diberi


(1)

70 kategori dalam perolehan Gain. Kategori perolehan peningkatan N-Gain dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Kategori Tingkat Perolehan N-Gain Skor Tingkat Perolehan Gain Kategori

(g)>0,70 Tinggi

0,70<(g)<0,30 Sedang


(2)

107 DAFTAR PUSTAKA

Andi Prastowo. (2011). Memahami Metode-Metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Abdul Majid. (2014). Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006a). Panduan Penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP

---. (2006b). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006. Jakarta: BSNP.

Benni Hartanti. (2012). Keefektifan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran IPA Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi.

Carin, A.A dan Sund R.B. (1985). Teaching Modern Science. Third Edition. Ohio: Charles E. Merril Publising Company, A. Bell & Howell Company.

Chiappetta, Eugene L. dan Koballa, Thomas R. (2010). Science Instruction In The Middle and Secondary Schools. USA: Pearson Education.

Chang, Raymond. (2004). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Cita Indira. (2015). Pembuatan Indikator Asam-Basa Karamunting. Jurnal. Vol XI (Nomor 1). Hlm. 1-2.

Das Salirawati. (2011). Analisis Butir Soal Dengan Program Iteman. Diakses dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Penjelasan%20ITEMAN_0.doc pada

tanggal 19 Oktober 2015.

Deni Kurniawan. (2011). Pembelajaran terpadu. Bandung: CV Pustaka Cendikia Utama.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA SMP/MTs. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Dicky Firmansyah., Dimas Nandika., & Laksamana IBP. (2014). Pencemaran Air. Diakses dari


(3)

108 Dimyati dan Mudjiono. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Downey, Laura., & Goldston, M Jenice. (2013). Your Science Classroom Becoming an Elementary/Middle School Science Teacher. London: SAGE Publication.

E. Rahayu, Susanto & Yuliati. (2011). Pembelajaran Sains dengan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol VII. Hlm. 106-110.

Ella Yulaelawati. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran (Filosofi Teori dan Aplikasi). Jakarta: Pakar Karya.

Eko Putro Widoyoko. (2014). Penilaian Hasil Belajar di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Evaluasi Mutu Internal Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan. (2005). Sistem Penilaian dan Analisis. Diakses dari www.undana.ac.id pada tanggal 2 Januari 2016.

Feti Kumalasari dan Yogi Satoto. (2011). Teknik Praktis Mengolah Air Kotor menjadi Air Bersih hingga Layak Dimunum. Bandung: Laksa Aksara. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. . (2010). Multivariate

Data Analysis. Sixth Edition. USA: Pearson.

Hake, Richard R. (1999). Analiyzing Change/Gain Score. USA: Departement of Physic Indiana University.

Hasamah. (2013). Pembelajaran Luar Kelas Outdoor Learning. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Hartono. (2008). SPSS 16.0 Analisis Data Statistik dan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Henry Januar S dan Yustina Nurtitin H. (2015). Implementasi Pembelajaran Berbasis Lingkungan terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA di Kelas VI SD. Proceeding. Semarang: Universitas PGRI Semarang.

Insih Wilujeng. (2011). Membangun Karakter Siswa Melalui Penerapan Standar-Standar dalam Pembelajaran IPA. Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/ pada tanggal 28 November 2015.


(4)

109 Irma Hapsari. (2015). Cara Kerja Kertas Lakmus. Diakses dari

http://www.astalog.com/ pada tanggal 10 Oktober 2015.

Jacobsen, David., Eggern Paul., & Kauchak DOnald. (1981). Methods for Teaching A Skill Approach. Third Edition. Ohio: Charles E. Merriil Publising Company, A. Bell & Howell Company.

Juairiah, Yuswar Yunus, dan Djufri. (2014). Pembelajaran Berbasis Lingkungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Keanekaragaman Spermatophyta. Jurnal Edukasi Biologi. Vol 6 VI (Nomor 2). Hlm 83-88. Kana Hidayati. (2006). Panduan Penggunaan ITEMAN diunduh dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/kana-hidayati-mpd/gambaran-umum-iteman.pdf pada tanggal 25 November 2015.

Kokom Komalasari. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.

Martin, Ralph et.al. (2005). Teaching Science for All Children Inquiry Methods for Constructing Undersatnding. Amerika: Pearson Educatio.

Melter, David E. (2002). The Relationhip Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain Physic a Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Score. Iowa: Departement of Physic and Astronomy Iowa State University.

Muhammad Zakaria. (2008). Manual Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: PUSTEKLIM.

Muhibbin Syah. (1997). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana. (1987). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana. (2011). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Nanang Ajim. (2014). Diambil dari http://www.mikirbae.com/ pada tanggal 20 November 2015 pukul 17.00 WIB.

Novi Resmini. (2007). Model-Model Pembelajaran IPA Terpadu. Diambil dari http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_IND ONESIA/196711031993032NOVI_RESMINI/MODEL_PEMBELAJARAN_


(5)

110 NSTA. (2003). Standards for Science Teacher Preparation. Diakses dari https://www.nsta.org/preservice/docs/NSTAstandards2003.pdf pada tanggal 28 November 2015.

Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains SD. Jakarta: Depdiknas.

Rahmawati Ika L., Sajidan., Suciyati. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Inductive Thingking Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Kualitas Belajar Biologi Siswa Kelas X.7 SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Biologi. Vol IV. Hlm 56-57.

Rezba, R.J., Sprague, c., Mc Donnough, J. T. Et al. (2007). Science Process Skills. USA: Kendall/Hunt Publishing Company.

Saifuddin Azwar. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Singgih Santoso. (2003). SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo.

Siti Marwati. (2010). Kajian Penggunaan Ekstrak Kubis Ungu (Brassica oleracea L) sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa. Proseeding. Seminar Nasional Kimia. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Slameto. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Syaiful Sagala. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA.

Syukri, S. (1999). Kimia Dasar 2. Bandung: ITB.

Usman Samatowa. (2006). Bagaimana Membelajarkan IPA di SD. Jakarta: Depdiknas.

Uzer Usman. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wahyu Indah., AA Istri Ngurah Marhaeni., & I Wayan Lasmawan. (2013). Pengaruh Implementasi Pendekatan Proses Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Menulis dan Sikap Peduli Lingkungan Siswa Kelas V MN


(6)

111 Banyubiru Negara. Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pedidikan Ganesha. Vol III. Hlm. 9.

Wisnu Arya Wardana. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Ardi Offset.