FILSAFAT ILMU ONTOLOGI HAKIKAT APA YANG

FILSAFAT ILMU
ONTOLOGI HAKIKAT APA YANG AKAN DIKAJI
Dosen Pengampu: Dr. Karnadi, M.Si.

Disusun Oleh:
1. Asla De Vega
2. Halimatus
3. Yuni Dwisuryani

NIM
NIM
NIM

9909817003
9909817034
9909817035

PAUD-B
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017


DAFTAR ISI
BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN ………………………………………………
A. Latar Belakang Masalah …………………………………

1

B. Rumusan Masalah ……………………………………….

2

C. Tujuan Penulisan ……………………………………...…

2


TINJAUAN TEORI …………………………………………….
A. Ontologi Hakikat Hal yang dikaji ……………………….

3

B. Metafisika …………………………………………………

5

C. Asumsi ……………………………………………………

9

D. Peluang ……………………………………………………

12

E. Asumsi dalam Penelitian …………………………………


12

F. Batas-batas Penjelajahan Ilmu………………………….

14

PENUTUP ……………………………………………………….
A. Kesimpulan ………………………………………………… 17

DAFTAR PUSTAKA

18

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, yang bersal dari kata kerja
yaitu

“phiosfienl” artinya kearifan atau mencintai kebijakan. Jadi arti


filsafat secara hafiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadapat
kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian
hidup (individu) dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat).
Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala sesuatu
atau sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segala hal
yang menyangkut keseluruhan yang bersifat universal, dengan demikian,
filsafat sebagai metode berfikir, maupun sebagai hasil berfikir, radikal,
sistematis dan universal tentang segala sesuatu yang ada dan
memungkinkan ada.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap halhal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan
upaya

pengkajian

dan

pendalaman

mengenai


ilmu

(Ilmu

Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun
manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas
dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi,
epistemologi,

dan

axiologi

dengan

berbagai

pengembangan


dan

pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
Ada beberapa pentingnya filsafat bagi manusia yaitu : Dengan belajar
filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena
dengan bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran
dan

pangangan

yang

semakin

luas.

Dasar

semua


tindakan.

Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan
membawa manusia ke arah suatu. Kemampuan untuk merentang
kesadarannya dalam segala tindakannya sehingga manusia kaan dapat
lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar

terhadap diri dan lingkungan, Dengan adanya perkembangan ilmu
pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan kemajuan
teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya,
pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai
dan moral
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, antara
lain:
Apa Ontologi Hakikat Hal yang dikaji
1. Apa yang dimaksud dengan Ontologi ?
2. Apa definisi dengan Metafisika ?
3. Apa yang dimaksud dengan Asumsi ?
4. Apa yang dimaksud dengan Peluang ?

5. Apa yang dimaksud dengan Asumsi dalam Penelitian ?
6. Bagaimana Batas-batas Penjelajahan Ilmu ?
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini ialah untuk mendeskripsikan
hakikat hal yang dikaji dalam ontologi yang meliputi:
1. Untuk mengetahui definisi ontologi
2. Untuk mengetahu tafsiran metafisika
3. Untuk mengetahui asumsi
4. Untuk mengetahui peluang
5. Untuk mengetahui asumsi dalam penelitian
6. Untuk mengetahui batas-batas penjelajahan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Ontologi Hakikat Hal yang dikaji
Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas/ruang lingkup
wujud yang menjadi objek penelaah (objek ontogis atau objek formal dari
pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realiti (metafizika) dari
objek ontologis atau objek formal tersebut. Secara ontologis, ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah

yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Penetapan lingkup
batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris adalah tetap dengan
asas epistemologi keilmuan yang mensyaratkan adanya penilaian secara
empiris dalam proses pememuan/penyusunan pernyataan yang bersifat
benar secara ilmiah.1
Bakhtiar mengatakan, ontology berasal dari kata ontos = sesuatu
yang berwujud. Ontology adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang hakikat
yang ada. Ontology tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata-mata.
Dari beberapa pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut bahasa, ontology ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu,
On / Ontos = ada, dan Logos = ilm. Jadi, ontology adalah ilmu
tentang yang ada.
2. Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang
hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Term ontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius
pada tahun 1636 M. Dalam perkembangan Christian Wolf (1679-1754 M)
membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika
1


Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam perspektif moral,social dan politik (Bandung: PT.
Pancaraintan Indahgraha, 1986), h.3.

khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontology.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang filsafat
yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari
segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih dibagi
menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.2
Ontologis membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan
kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar
ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek
penelaahan ilmu. Aspek kedua dari landasan ontologi keilmuan adalah
penafsiran tentang hakikat terdalam dari objek keilmuan. Penafsiran
ontologik terhadap objek keilmuan harus didasarkan pada karakteristik
objek ilmu sebagai mana adanya, yang yang bearti secara ontologik ilmu
yang mendasarkan diri pada kenyataan sebagaimana adanya, terbebas
dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik. Suatu pernyataan akan diterima
sebagai premis dalam argumentasi ilmiah jika telah melampaui pengkajian
secara ontologik.

Ontologi merupakan kawasan yang tidak termasuk ilmu yang
bersifat otonom, tetapi ontology brperan dalam perbincangan mngenai
pengembangan ilmu, asumsi dasar ilmu, dan konsekunsinya juga
berpengaruh pada penerapan ilmu. Ontologi merupakan sarana ilmiah
menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah.
Ontology mendahului imu dan bukan pembicaraan dalam ilmu itu sendiri.
Walaupun begitu ontologi penting bagi penegembangan ilmu. Ontology
menyelidiki dasar-dasar ilmu. Hasil penelaahan ontology dapat dijadikan
dasar merumuskan hipotesis-hipotesis baru untuk memperbaharui asumsi
asumsi dasar yang pernah digunakan (van peursen, 1985). 3

2

Baktiar Amsal. Filsafat ilmu (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h.134-135.
Tim dosen filsafat ilmu fakultas filsafat universitas gadjah mada. Filsafat ilmu.
(Yogyakarta: Liberty,2007), h.90.
3

B. Metafisika
Metafisika berasal dari kata “meta” berarti sesudah dan “fisika”
berarti nyata/alam fisik. Dengan kata lain metafisika adalah cabang filsafat
yang membicarakan hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang
nyata. Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang
hal-hal yang sangat mendasar yang berada di luar pengalaman manusia.
Metafisika mengkaji segala sesuatu secara komprehensif.
Ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh metafisika adalah ilmu
yang memikirkan hakikat di balik alam nyata. Metafisika membicarakan
hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu
yang dapat diserap oleh pancaindera.
Metafisika memiliki inflikasi-inflikasi yang penting untuk pendidikan
karana kurikulum sekolah berdasarkan pada apa yang kita ketahui
mengenai realitas. Dan apa yang kita ketahui mengenai realitas itu
dikendalikan/didorong oleh jenis jenis pertanyaan yang diajukan mengenai
dunia. Pada kenyataannya, setiap posisi yang berkenaan dengan apa
yang harus diajarkan disekolah dibelakangnya memiliki suatu pandangan
realitas tertentu, sejumlah respons tertentu pertanyaan pertanyaan
metafisika.4
Metafisika adalah lancaran peluncuran. Dunia yang sepintas lalu
kelihatannya sangat nyata. Tafsiran yang paling pertama diberikan oleh
manusia terhadap alam adalah bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat
gaib (supernatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa
dibandingkan dengan alam yang nyata.


Metafisika dan Pendidikan
Metafisika merupakan bagian dari filsafat spekulatif. Metafisika untuk

mengetahui adanya hakikat realitas Illahi yang merupakan substansi dunia
ini baik yang material, biologis, maupun intelektual. 5 Hal yang menjadi
4

Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta,2009), h.75-76
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Pengetahuan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.71
5

pusat persoalannya adalah hakikat realitas akhir. Metafisika

mencoba

jawaban atas pertanyaan pertanyaan berikut :
a. Apakah alam semesta memiliki bentuk rasional? apakah alam
semesta memiliki makna ?
b. Apakah yang dinamakan jiwa itu merupakan kenyataan dalam
dirinya atau hanyalah suatu bentuk waktu dalam gerak ?
c. Apakah semua prilaku organisme, termasuk manusia telah
ditentukan

(deterministik),

atau

memiliki

kebebasan

(Inderterministik)?
d. Siapakah manusia ? darimana asalnya? apa yang dharapkan
dalam hidup ini ? apa yang akan dituju manusia ?
e. Apakah alam semesta ini terjadi dengan sendirinya atau ada yang
menciptakan ?
Dengan lahirnya sains, banyak orang beranggaban bahwa
metafisika merupakan barang kuno. Menurut mereka, penemuan ilmiah
betul betul dapat di percaya karna dapat diukur, sebaliknya pemikiran
metafisika dapat dibuktikan kebenarannya dan tidak memiliki aplikasi
pratis. Tetapi dewasa ini kita kenal bahwa metafisika dan sains
merupakan dua kegiatan yang berbeda, memiliki nilai dan manfaat dalam
lapangannya masing masing. Keduanya berusaha menyusun pertanyaan
pertanyaan umum. Tetapi, metafisika berkaitan dengan konsep yang
kejadiannya tidak dapat diukur secara empiris, seperti menyatakan :”Allah
adalah penciptaan alam semesta” tujuan akhir manusia adalah hidup
bahagia dunia dan akhirat.
Metafisika berusaha untuk memecahkan masalah hakikat realitas
yang tidak mampu sains memecahakannya. Metafisika secara praktis
akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karna anak bergaul
dengan alam sekitarnya, maka ia memiliki dorongan kuat untuk
memahami tentang segala sesuatu yang ada. Anak, baik disekolah
maupun

dimasyarakat, selalu kehidupannya ralitas, mengalami segala

macam kejadian alam kehidupannya. Anak meliihat benda mati, mahluk
hidup, hewan, manusia, bahkan menyaksikan tentang kematian mahluk
hidup.
 Tafsiran Metafisika
Ada beberapa tafsiran metafisika, yaitu:
1. Animisme
Animisme merupakan kepercayaan yang berkaitan dengan
pemikiran supernaturalisme yaitu manusia percaya bahwa terdapat
roh-roh yang bersifat gaib yang terdapat dalam benda-benda
seperti

batu, pohon, air terjun. Animisme ini merupakan

kepercayaan

yang

paling

tua

umurnya

dalam

sejarah

perkembangan kebudayaan manusia dan masih dipeluk oleh
beberapa masyarakat di muka bumi.
2. Naturalisme
Sebagai lawan dari supernaturalisme maka terdapat paham
naturalism yang menolak pendapat bahwa terdapat ujud-ujud yang
bersifat supernatural ini.
3. Materalisme
Materalisme merupakan paham berdasarkan oleh pengaruh
kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh pengaruh kekuatan
yang terdapat dalam alam itu sendiri yang dapat dipelajari dan
dengan demikian dapat kita ketahui.
Prinsip-prinsip materalisme dikembangkan oleh Democritos
(460-370 S.M). Dia mengembangkan teori tentang atom yang
dipelajarinya dari gurunya Leucippus. Bagi Democritos, unsur dari
alam ini adalah atom. Hanya berdasarkan kebiasaan saja maka
manis itu manis, panas itu panas, dingin itu dingin, warna itu
warna.

Dalam

kenyataannya

hanya

terdapat

atom

dan

kehampaan. Artinya, obyek dari penginderaan sering kita anggap

nyata padahal tidak demikian. Hanya atom dan kehamaap itulah
yang bersifat nyata.
Terminologi yang kita berikan pada gejala yang kita tangkap lewat
panca indera. Ransangan pancaindera ini disalurkan ke otak kita dan
menghadirkan gejala tersebut. Sehingga gejala yang didekati dari segi
proses kimia-fisika. Hal ini tidak terlalu menimbulkan permasalahan
selama diterapkan kepada zat-zat yang mati seperti batuan atau karat
besi. Manusia menganut paham mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik.
Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup
hanya merupakan gejala kimis-fisika semata. Sedangkan bagi kaum
vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substantive
dengan proses tersebut.
Mengenai pikiran dan kesadaran. Secara fisiologis otak manusia
terdiri dari 10 sampai 15 biliun neuron. Neuron adalah sel saraf yang
merupakan dasar dari berbagai disiplin ilmu seperti fisiologi, psikologi,
kimia, matematika, fisika, teknik, dan neuro-fisiologi. Sehingga proses
berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (obyek) yang
ditelaahnya.
Dalam hal ini maka aliran monistik mempunyai pendapat yang tidak
membedakan antara pikiran dan zat. Mereka hanya berbeda-beda dalam
gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai substansi
yang sama. Ibarat zat dan energi, dalam teori relativitas Einstein, energi
hanya merupakan bentuk lain dari zat. Dalam hal ini maka proses berpikir
dianggap sebagai aktivitas elektrokimia dari otak. Jadi yang membedakan
robot dan manuisa bagi kaum yang menganut paham monistik hanya
terletak pada komponen dan struktur yang membangunnya dan sama
sekali bukan terletak pada substansinya yang pada hakikatnya berbeda
secara nyata. Kalau komponen dan struktur robot sudah dapat menyamai
manusia, maka robot itu pun bisa menjadi manusia.
Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistic.
Terminologi dualism ini mula-mula dipakai oleh Thomas Hyde (1700)

sedangkan monoisme oleh Cristian Wolff (1679-1754). Dalam metafisika
maka penafsiran dualisme membedakan antara zat dan kesadaran
(pikiran) yang bagi mereka berbeda sui generis secara substantif. Filsuf
yang menganut paham dualistic ini diantaranya Rene Descrates (15961650), John Locke (1632-1714), dan George Berkely (1685-1753).
Ketiga ahli filsafat ini berpendapat bahwa apa yang ditangkap oleh
pikian, termasuk penginderaan dari segenap pengalaman manusia,
adalah bersifat mental. Bagi Decrates maka yang bersifat nyata adalah
pikiran sebab dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada. Decrates
mulai menyusun filsafat secara deduktif berdasarkan pertanyaan yang
baginya merupakan kebenaran yang tidak diragukan lagi.
Locke sendiri menganggap bahwa pikiran manusia pada mulanya
dapat diibaratkan sebuah lempeng lilin yang licin (tabula rasa)
menjelaskan

bahwa

pengalaman

indera

kemudian

melekat

pada

lempengan tersebut. Semakin lama maka semakin banyak pengalaman
indera yang terkumpul dan kombinasi dari pengalaman-pengalaman
Indera itu seterusnya membuahkan ide yang kian lama kian rumit. Dengan
demikian pikiran dapat diibaratkan sebagai organ yang menagkap dan
menyimpan pengalaman indera. Pada dasarnya tiap ilmuan boleh
mempunyai filsafat individual yang berbeda-beda yang bisa menganut
paham mekanistik, vitalistik, atau idealistil. Titik pertemuan kaum ilmuan
adalah bersifat pragmatis dari ilmu.6
C. Asumsi
Asumsi adalah praduga anggapan semetara (yang kebenarannya
masih dibuktikan). Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang
tersirat.
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (17881856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan
bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat
6

Jujun S . Suriasumantri, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT. Pancaraintan Indahgraha, 2007), h.
63

dan gerak yang bersifat universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari
paham fatalis yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh
nasib

yang

telah

ditetapkan

lebih

dulu.

Demikian

juga

paham

determinisme ini bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang
menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan
pilihannya tidak terikat kepada hukum alam yang tidak memberikan
alternatif.
Ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia
dalam memecahkan masalah praktis shari-hari, tidaklah perlu memiliki
kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap
hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini. Walaupun dmeikian sampai
tahap

tertentu

ilmu

perlu

memiliki

keabsahan

salam

melakukan

generalisasi, sebab pengetahuan yang bersidat personal dan individual
seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi, diantara kutub
determinisme dan pilihan bebas ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap
penafsiran probalistik.7
Tiga karakteristik yang perlu ditinjau dari awal bahwa gejala alam
tunduk pada:
1 Determinisme
Karakteristik deterministik merujuk pada hukum alam yang bersifat
universal.

Tokoh:

William

hamilton

dan

Thomas

Hobbes,

yang

mneyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empirik yang dicerminkan
oleh zat dan gerak yang bersifat uiversal.
2 Pilihan bebas
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak
terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.
Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial.
3 Probabilistik
Pada

sifat

probabilstik,

kecenderungan

keumuman

dikenal

memang ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan
7

Ibid., h.72

berlaku

deterministik

dengan

peluang

tertentu.

Probabilistik

menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat
deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas.
Mengenai asumsi dasar dalam keilmuan, Harsojo menyebutkan
tentang macamnya dalam karangan “apakah ilmu itu dan ilmu gabungan
tentang tingkah laku manusia” meliputi:
1) Dunia itu ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia itu
benar ada. Apakah benar dunia ada? Pertanyaan itu bukanlah
pertanyaan ilmiah, melainkan pertanyaan filsafat. Oleh karena itu
ilmu yang kita pelajari itu adalah ilmu pengetahuan empirs, maka
landasannya adalah dunia empiris itu sendiri, yang eksestensinya
tidak diragukan lagi. “Dunia itu ada” diterima oleh ilmu dengan
begitu saja, dengan apriori atau dengan kepercayaan. Setelah ilmu
menerima kebenaran eksistensi dunia empiris itu, barulah ilmu
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut, seperti misal:
‘bagaimanakah dunia empiris alam dan social itu tersusun’.
2) Dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia melalui
pancaindera.mungkin ada jalan-jalan lain untukmendapatkan
pengetahuan mengenai dunia empiris itu, akan tetapi bagi ilmu
satu-satunya ialah jalan untuk mengetahui fakta ilmiah adalah
melalui panca indera. Adanya penyempurnaan terhadap panca
indera manusia dengan membuat alat-alat ekstension yang lebih
halus, tidak mengurangi kenyataan bahwa pengetahuan tentang
dunia empiris itu diperoleh melalui panca indera. Ilmu bersandar
kepada

kemampuan

pancaindra

manusia

beserta

alat-alat

ekstentionnya.
3) Fenomena-fenomena yang terdapat didunia ini berhubungan
satu sama lain secara kausal. Berdasarkan atas postulat
fenomena-fenomena didunia itu saling berhubungan secara kausal,
maka ilmu mencoba

untuk mencari dan menentukan system,

struktur, organisasi, pola-pola kaidah-kaidah dibelakang fenomena
itu, dengan jalan mengunakan metode ilmiahnya (Endang Saifuddin
Anshari, 1987). 8
D. Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang
0.8 secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu
kejadian tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut
keilmuan hal tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak
pernah

ingin

dan

tidak

pernah

berpretensi

untuk

mendapatkan

pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi ilmu memberikan pengetahuan
sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil keputusan, dimana
keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari suatu keputusan terletak
ditangan manusia pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori
keilmuan.9
E. Asumsi dalam Ilmu
Mengembangkan asusmsi dalam ilmu maka harus memperhatikan
beberapa hal. Pertama, asumsi dalam ilmu harus relevan dengan bidang
dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasioanal
dan merupakan dasar dari kajian pengkajian teoritis. Asumsi bahwa
manusia dalam administrasi adalah “manusia administrasi” yang bersifat
opersional adalah makhluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi
diri atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan asumsi ini maka
dikembangkan berbagai model, strategi, dan praktek administrasi. Asumsi
bahwa

mnausia

adalah

manusia

administrasi,

dalam

pengkajian

administrasi, akan menyebabkan kita berhenti disitu. Seperti sebuah
lingkaran, setelah berputar-putar, kita kembali ke tempat semula.
8
9

Tim dosen filsafat ilmu fakultas filsafat universitas gadjah mada, op.cit., h. 94
Jujun S . Suriasumantri, op.cit., h.78

Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana
adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. Asumsi yang
pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi
kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral. Sekiranya dalam
kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia “yang
mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan korbanan sekecil-kecilnya”
maka itu sajalah yang kita jadikan sebagai pegangan tak usah ditambah
dengan sebaiknya begini atau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi ini
dipakai dalam penyusunan kebijaksanaan (policy) atau strategi, serta
penjabaran peraturan lainnya, maka hal ini bisa saja dilakukan, asalkan
semua itu membantu kita dalam menganalisis permasalahan. Namun
penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini
seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab
metafisika keilmuaan berdasarkan kenyatan sesungguhnya sebagaimana
adanya.
Seorang ilmuan harus benar-benar mengenal asumsi yang
dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan
asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang
digunakan. Kebanyakan yang sering dijumpai bahwa asumsi yang
melandasi suatu kajian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat.
Asumsi yang tersirat kadang-kadang menyesatkan, sebab selalu ada
kemungkinan ada perbedaan penafsiran tentang sesuatu yang tidak
dinyatakan. Oleh itu, maka untuk pengkajian ilmiah yang lugas lebih baik
dipergunakan asumsi yang tegas. Sesuatu yang belum tersurat (terucap)
dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat. 10
F. Batas-batas penjelajahan ilmu
Fungsi ilmu dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat
pembantu

manusia

dalam

menanggulangi

masalah-masalah

yang

dihadapinya sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu manusia memerangi
10

Ibid., h.82

penyakit, membangun jembatan, membuat irigasi, membangkitkan tenaga
listrik, mendidik anak, meratakan pendapatan nasional, dan sebagainya.
Persoalan ini kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan
kepada agama sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalahmasalah itu.
Ilmu membatasi ruang lingkup penjelajahan pada batas-batas
pengalaman manusia disebabkan metode yang dipergunakan dalam
menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu
memasukkan daerah diluar batas pengalamannya empirisnya. Ilmu tanpa
(bimbingan moral) agama adalah buta. Demikian kata Einstein , kebutaan
moral dari ilmu mungkin membawa manusia kedalam jurang malapetaka.
Ruang penjelajahan ilmuan kemudian menjadi “kapling-kapling”
berbagai disiplin keilmuan. Kapling ini makin lama makin sempit sesuai
dengan perkembangan kuantitatif disiplin keilmuan. Kalau pada fase
permulaan hanya terdapat ilmu-ilmu alam (natural philosophy) dan ilmuilmu sosial (moral philosophy) maka dewasa ini terdapat lebih dari 650
cabang keilmuan.
 Cabang-cabang Ilmu
Ilmu berkembangan dengan sangat pesat dan demikian juga
cabang-cabangnya. Hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu
bidang telaahnya yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan
saksama menyebabkan obyek forma (obyek ontologis) dari disiplin
keilmuaan menjadi kian terbatas. Diperkirakan sekarang ini terdapat
sekitar 650 cabang keilmuan yang kebanyakan belum dikenal oleh orangorang awam.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua
cabang utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmuilmu alam dan filsafat moral yang kemudian berkembang kedalam cabangcabang ilmu sosial. Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk
alam semesta sedangkan alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika

(mempelajari masa dan energy), kimia (mempelajari substansi zat),
astronomi (mempelajari benda-benda langit), dan ilmu bumi (mempelajari
bumi kita sendiri).
Tiap cabang ilmu kemudian mendesain ranting-ranting baru seperti
fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya,
panas, kelistrikan dan magnetis, fisika nuklir dan kimia fisik. Sampai tahap
ini maka kelompok ilmu ini termasuk kedalam ilmu-ilmu murni. Ilmu-ilmu
murni kemudian berkembang menjadi ilmu terapan seperti contoh
dibawah ini:
ILMU MURNI
Mekanika
Hidrodinamika

ILMU TERAPAN
Mekanika Teknik
Teknik Aeronautikal/
Teknik

&

Desain

Bunyi
Cahaya & Optik
Kelistrikan/

kapal
Teknik Akusitik
Teknik Iluminasi
Teknik
Elektronik/

Magnestisme
Fisika Nuklir

Teknik Kelistrikan
Teknik Nuklir

Cabang-cabang ini berkembang menjadi banyak sekali misalnya
ilmu kimia mempunyai sekitar 150 disiplin. Ilmu sosial berkembang agak
lambat dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Hal yang utama dari cabang
ilmu sosial yakni antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif
waktu dan tempat), psikologi (mempelajari manusia dalam memenuhi
kebutuhan

kehidupannya

malalui

proses

pertukaran),

sosiologi

(mempelajari struktur organisasi sosial manusia), dan ilmu politik
(mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia berperintahan
dan bernegara).
Cabang utama ilmu sosial kemudian mempunyai cabang lain
seperti antropologi terpecah menjadi lima bagian yakni arkeologi,
antropologi fisik, linguistic, etnologi dan antropologi sosial atau kultural.
Berkembang ilmu sosial terapan yang merupakan aplikasi berbagai

konsep dari ilmu-ilmu sosial murni kepada suatu bidang telaah sosial
tertentu. Pendidikan, umpamanya merupakan ilmu sosial terapan yang
mengaplikasikan konsep-konsep dari psikologi, antropologi, dan sosial.

11

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya
hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia. Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat
empiris
11

adalah

Ibid., h.91

tetap

dengan

asas

epistemologi

keilmuan

yang

mensyaratkan adanya penilaian secara empiris dalam proses pememuan/
penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah. Hakikat hal
yang dikaji dalam ontologis yaitu metafisika, asumsi, peluang, asumsi
dalam ilmu, dan batas-batas penjelajahan ilmu.

DAFTAR PUSTAKA
Akmadi, Asmoro. 2009. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Press.
Amsal Baktiar. 2012. Filsafat ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadulloh, Uyoh. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Pancaraintan
Indahgraha.

Suriasumantri, Jujun S. 1986. Ilmu dalam perspektif moral,social dan
politik. Jakarta: PT. Pancaraintan Indahgraha.
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.
Tim dosen filsafat ilmu fakultas filsafat universitas gadjah mada. 2007.
Filsafat ilmu. Yogyakarta: Liberty.

TEACHING PLAN
MATA KULIAH
Filsafat Ilmu
POKOK BAHASAN Ontologi Hakikat Ilmu Yang Dikaji
TUJUAN
1 Peserta mengetahui definisi ontology
2 Peserta mengetahu tafsiran metafisika
3 Peserta mengetahui asumsi
4 Peserta mengetahui peluang
5 Peserta mengetahui asumsi dalam penelitian

6 Peserta mengetahui batas-batas penjelajahan
JUMLAH JPL
WAKTU

1 JPL (1 x 60 menit = 60 menit)
Senin , Oktober 2017
1. Ice breaking tepuk irama“Bom Snap Clap”
2. Ceramah

METODE

3. Tanya Jawab
4. Game “Saintific Lingkaran Botol Pertanyaan”

MODEL

Fun Scientific

PEMBELAJARAN
1.

Media Video Ice Breaking “Bom Snap Clap”
(https://www.youtube.com/watch?

MEDIA

v=UkFs5glUMjw)
2. Botol plastik berisi 7 butir pertanyaan sulit
3. Botol plastik berisi 10 butir pertanyaan mudah
4. MP3 lagu anak-anak
1. LCD Projector

PERALATAN
PROSES
FASILITASI
A. Pembukaan
(10 menit)

2. Laptop
3. Speaker
Pendidik bertugas sebagai pengamat, fasilisator
dan motivator.
1. Pendidik memutar
peserta

tepuk

video

irama

dan

“Bom

mengajak

Snap

Clap”.

Tujuannya untuk melatih keseimbangan otak
kanan dan kiri. Serta membuka saklar otak
untuk berkonsentrasi. Kegiatan ini dilakukan
secara classical.
2. Setelah dilakukan bersama-sama. Pendidik
membagi menjadi dua kelompok A dan B
untuk melakukan tepuk irama “Bom Snap
Clap”.

Tujuannya

Agar

lebih

semangat

sebelum memulai pemaparan materi.

B. Pendahuluan
(05 menit)
C. Pembahasan
(15menit)

Pendidik

memaparkan

latar

belakang

permasalahan yang akan di kaji
1 Pendidik

menjelaskan

mengenai

ontologi

mengenai

definisi

hakikat hal yang dikaji
2 Pendidik

menjelaskan

dengan metafisika
3 Pendidik menjelaskan mengenai asumsi
4 Pendidik menjelaskan mengenai peluang
5 Pendidik

menjelaskan

mengenai

asumsi

dalam Penelitian
6 Pendidik menjelaskan mengenai batas-batas
Penjelajahan Ilmu
7 Pendidik

melakukan

tanya

jawab

yang

berkaitan dengan materi
Ice Breaking

Pendidik mengajak anak tepuk irama “Bom Snap

(5 menit)

Clap”. Tujuannya untuk melatih keseimbangan
otak kanan dan kiri. Serta membuka saklar otak
untuk berkonsentrasi. Kegiatan tepuk irama
dilakukan bersama-sama.

D. Game Saintific 1. Pendidik
Lingkaran
Pertanyaan
(15 menit)

Botol

membagi

dua

kelompok

yaitu

kelompok A dan B. Pembagian kelompok
dipilih secara heterogen.
2. Kelompok

A

jumlahnya

lebih

sedikit

dibandingkan dengan kelompok B.
3. Kelompok

A

membuat

lingkaran

kecil

kemudian Kelompok B membuat lingkaran
besar yang mengelilingi kelompok A.
4. Pendidik membagi 2 level pertanyaan pada

botol pertanyaan yaitu level mudah dan sulit.
5. Pendidik memberikan 1 botol pertanyaan yang
mudah di lingkaran Kelompok A dan 1 botol
pertanyaan sulit di lingkaran Kelompok B.
Namun

perlu

diketahui

bahwa

botol

pertanyaan itu akan diputar diiringi musik. Jadi
tidak hanya kelompok A saja yang akan
mendapatkan pertanyaan yang mudah.
6. Pendidik memutar musik lagu anak-anak.
Ketika lagu di putar maka botol pertanyaan itu
juga ikut diputar.
7. Apabila musik berhenti maka peserta yang
memegang

botol

pertanyaan

terakhir

membuka botol dan mengambil 1 pertanyaan.
Kemudian

peserta

membacanya

dengan

suara yang lantang dan menjawabnya.
8. Peserta yang tidak bisa menjawab pertanyaan
maka akan mendapatkan hukuman yaitu
bernanyi lagu wajib nasional.
E. Penutup
(10 menit)

1. Pendidik

menyampaikan

kesimpulan

materi dan filosofi dari permaina
dilakukan peserta
2. Pendidik menutup sesi.

dari
yang

Lampiran 1
Media dan Peralatan yang Digunakan

Video Boom, Clap, Snap

Botol Pertanyaan

Proyektor

Laptop

Speaker

Lampiran 2
Pertanyaan Level Mudah
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi?
2. Apa yang dimaksud dengan metafisika?
3. Aliran animise menganut paham apa?
4. Apa yang dimaksud dengan aliran materialisme?
5. Berikan contoh metafisika yang anda ketahui?
6. Apa yang dimaksud dengan asumsi?
7. Sebutkan salah satu paham dari asumsi?
8. Secara sederhana peluang dapat diartikan sebagai?

9. Sebutkan cabang-cabang ilmu yang berkembang dari dua cabang
utama?
10. Apa Fungsi dari ilmu pengetahuan?
Jawaban
1. Ontology adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada.
2. Metafisika merupakan Cabang filsafat yang membicarakan hal-hal
yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata.
3. Aliran animisme menganut paham supernaturalisme.
4. Aliran materialisme merupakan paham berdasarkan oleh pengaruh
kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh pengaruh kekuatan
yang terdapat dalam alam itu sendiri yang dapat dipelajari dan
dengan demikian dapat kita ketahui.
5. Contoh metafisika yang diketahui seperti membelah batu bata
hanya menggunakan tangan atau kepala, berlajan di atas api atau
pecahan kaca.
6. Asumsi merupakan dugaan tanpa teori
7. Paham yang ada di asumsi adalah determinisme, pilihan bebas dan
probalistik
8. Peluang dapat diartikan sebagai probabilitas.
9. Cabang ilmu berkembang dari dua cabang utama yaitu filsafat alam
dan fiilsafat moral.
10. Ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia
dalam memecahkan masalah praktis shari-hari, tidaklah perlu
memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan
pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini.

Lampiran 3
Pertanyaan Level Sulit
1. Mengapa ontology terkait dengan metafisika?
2. Bagaimana

sebenarnya

proses

ontology

itu

dapat

menunjukkan tentang kebenaran suatu hal atau perkara?
3. Asumsi adalah suatu dugaan tanpa teori. Asumsi sering
disamakan dengan opini. Akan tetapi, asumsi dengan opini itu
berbeda. Apa perbedaan asumsi dan opini?
4. Bagaimana cara mengembangkan asumsi?
5. Mengapa ilmu hanya membatasi dari pada hal-hal yang
berbeda dalam pengalaman kita?

6. Berikan contoh peluang yang dapat terdapat di PAUD!
7. Bagaimana proses terjadinya metafisika dalam kehidupan
sehari-hari?

Lampiran 4
Ice Breaking “Boom Snap Clap”
Langkah langkah dalam memainkan permainan Boom Snap Clap :

1. Tepuk tangan ke dada satu kali

2. Petik jari sekali

3. Tepuk tangan sekali

4. Tepuk tangan ke dada dua kali, dengan tangan yang mengepal

5. Petik jari satu kali

6. Tepuk tangan sekali

7. Petik jari satu kali

8. Tepuk tangan ke dada satu kali

9. Petik jari sekali

10. Tepuk tangan sekali

11. Tepuk tangan ke dada dua kali, dengan tangan yang mengepal

12. Petik jari sekali

13. Letakkan satu jari di depan mulut, lalu katakan "shh!"
Langkah- Langkah itu pertama, dengan tangan kanan. Kedua, dengan
tangan kiri. Dan terakhir, dengan kedua tangan.
Bermain sambil mengatakan:
"Boom, snap, clap. Ba-boom, snap, clap, snap. Boom, snap, clap. Baboom, snap, shh!"