BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Concrete Block - Pengaruh Penambahan Limbah Pasir Silica dari PT. Growth Asia Terhadap Kuat Tekan Pada Concrete Block
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Concrete Block
Concrete Block atau Paving Block
merupakan perkerasan block beton yang
merupakan versi modern block granit. Concrete Block umumnya digunakan untuk jalan kecil
atau jalan kendaraan dan apabila kegunaannya untuk pelayanan yang banyak, masalah
pecahan atau pemulihan permukaan dapat diminimumkan (Wignal,1999).
Concrete Block menurut SK SNI 0819-88 adalah suatu komposisi bahan bangunan
yang terbuat dari semen portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, seperti air, dan agregat
dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Sedangkan menurut SK SNI T-04 1990-F, Concrete Block merupakan bagian dari
segmen kecil yang terbuat dari beton dengan
berbagai bentuk yang dipasang dengan
sedemikian rupa sehingga saling mengunci.
2.2 Klasifikasi Concrete Block
Berdasarkan klasifikasinya Concrete Block dibedakan menjadi beberapa klasifikasi
diantaranya yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Klasifikasi Concrete Block Berdasarkan Cara Pembuatannya
Berdasarkan cara pembuatannya Concrete Block dapat digolongkan dalam beberapa
jenis yaitu :
a) Concrete Block Press Manual / Tangan
Concrete Block Press Manual/ Tangan yang diproduksi secara manual
dengan tangan. Concrete Block jenis ini termasuk jenis beton kelas D (K 50-100).
Sesuai dengan mutunya yang rendah, Concrete Block jenis ini memiliki nilai jual
rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, Concrete Block press manual umumnya
digunakan untuk perkerasaan non struktural, seperti halaman rumah, trotoar jalan, dan
perkerasaan lingkungan dengan daya beban rendah.
b) Concrete Block Press Mesin Vibrasi / Getar
Concrete Block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan
umumnya memiliki
Concrete
Block
mutu beton kelas C-B
Press Mesin Vibrasi
(K150-250). Dalam pemakaiannya
ini banyak digunakan sebagai alternatif
perkerasan di pelataran garasi rumah dan lahan parkiran.
c) Concrete Block Press Mesin Hidrolik
Concrete Block jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin
press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm². Concrete Block press hidrolik
dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B-A (K 300-450).
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian Concrete Block jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non struktural
maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi untuk menahan beban yang berat yang
dilalui diatasnya, seperti: areal jalan lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan
pelataran terminal peti kemas di pelabuhan (Wintoko, 2007).
2. Klasifikasi Concrete Block Berdasarkan Penggunaan
Menurut SNI SNI 03-0691-1996 ada 4 tipe mutu Concrete Block :
a) Mutu Concrete Block Tipe A
: digunakan untuk jalan
b) Mutu Concrete Block Tipe B
: digunakan untuk peralatan parkir
c) Mutu Concrete Block Tipe C
: digunakan untuk pejalan kaki
d) Mutu Concrete Block Tipe D
: digunakan untuk taman dan penggunaan sejenis
lainnya
Kuat Tekan
Ketahanan aus
Penyerapan air rata-
(MPa)
( mm/menit )
rata maks.
Mutu
Rata-rata
Min.
Rata-rata
Min
(%)
A
40
35
0.090
0.103
3
B
20
17.0
0.130
0.149
6
C
15
12.5
0.160
0.184
8
D
10
8.5
0.219
0.251
10
Tabel 2.1 tabel mutu-mutu Concrete Block
Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam mutu beton
kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non struktural seperti untuk taman dan penggunaan lain
yang tidak diperlukan untuk menahan beban
diatasnya. Mutu paving block yang
Universitas Sumatera Utara
pengerjaannya dengan menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton
kelas C sampai A dengan kuat tekan diatas 125 Kg/cm2 bergantung pada perbandingan
campuran bahan yang digunakan.
2.3. Semen Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang
umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang
digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
2.3.1 Jenis Semen Portland
Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang telah distandarardisasi di
Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe I
Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak memerlukan
persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal)
Tipe II
Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang dan
mempunyai panas hidrasi sedang.
Universitas Sumatera Utara
Tipe III
High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat
mengeras)
Tipe IV
Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah,
kekuatan awal rendah.
Tipe V
High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi.
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC (Ordinary
Portland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk
konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus,
antara lain bangunan perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan
jalan raya
2.3.2. Bahan Penyusun Semen Portland
Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica (SiO3), alumina
(Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol
komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan gipsum (CaSO4.2H2O)
ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri Mulyono, 2004). Komposisi senyawa
utama dan senyawa pembentuk dalam semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3
berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Nama Kimia
Trikalsium Silikat
Dikalsium Silikat
Tirikalsium aluminat
Tetrakalsium Aluminoferit
Gipsum
Rumus Kimia
Notasi
Persen Berat
3CaO.SiO2
2CaO.SiO2
3CaO.Al2O3
4CaO.Al2O3.Fe2O3
CaSO4.2H2O
C3S
C2S
C3A
C4AF
CSH2
55
18
10
8
6
Tabel 2.3 Komposisi senyawa pembentuk semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Oksida
Notasi
Nama Senyawa
Persen Berat
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
K2O3
Na2O
SO3
CO2
H2O
C
S
A
F
M
K
N
S
C
H
Kapur
Silika
Alumina
Oksida Besi
Magnesia
Alkali
Alkali
Sulfur Trioksida
Karbon Dioksida
Air
64.67
21.03
6.16
2.58
2.62
0.61
1.34
2.03
-
2.4 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh perekat semen
(CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu
berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga
seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, di mana
Universitas Sumatera Utara
agregat yang kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar
(Nawy, 1998).
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan
(pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya,
diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
2.4.1. Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari
batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat pemecah batu, dan
mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan
no.200.
Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai berikut :
a. Susunan Butiran ( Gradasi )
Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian (larrard, 1990)
menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada umumnya akan
menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang rendah) yang mempunyai kuat tekan
dan workability yang optimal. Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi
yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh
material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut.
Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine
Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar
: 2.9 < FM < 3.2
Universitas Sumatera Utara
Pasir Sedang
: 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus
: 2.2 < FM < 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C33–
74a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Batasan gradasi untuk agregat halus
Ukuran Saringan ASTM
Persentase berat yang lolos pada tiap
saringan
9.5 mm (3/8 in)
100
4.76 mm (No. 4)
95 – 100
2.36 mm ( No.8)
80 – 100
1.19 mm (No.16)
50 – 85
0.595 mm ( No.30 )
25 – 60
0.300 mm (No.50)
10 – 30
0.150 mm (No.100)
2 – 10
b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ), tidak
boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 %
maka agragat harus dicuci.
c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )
d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton,
atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua
dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.
e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan
lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh
mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya
Universitas Sumatera Utara
cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton
dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang
bahannya dapat mencegah pemuaian.
f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.
2.5. Air
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara semen dan
agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, alkali, dan minyak. Air yang
mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar dihindari karena dapat mengganggu
pengikatan semen. Pada umumnya air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum juga
memenuhi syarat bila dipakai untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum
yang banyak mengandung sulfat (Oglesby, 1996).
Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses
pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan :
1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan
2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan
3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan
4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton
5. Bercak-bercak pada permukaan beton.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi
harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton.
Universitas Sumatera Utara
Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan
warna, terutama jika perawatan cukup lama.
Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di
Workshop Pak Sugiono di Desa Bandar Labuhan, Tanjung Morawa
2.6. Bahan Tambahan
2.6.1. Limbah Pabrik Pengecoran Logam
Limbah pabrik pengecoran logam berasal dari cetakan logam yang dibongkar setelah
logam siap diproduksi. Cetakan logam ini dibuat dengan campuran pasir silica dan pasir
lingga yang diberikan phenolic resin dan bahan kimia lainnya sehingga mengeras. Setelah
mengeras cetakan tersebut dimanfaatkan sebagai cetakan pada cairan logam yang panasnya
mencapai 1300°C. Kemudian cairan logam dituang kedalam cetakan itu sehingga terjadi
pemanasan hingga 1300°C. Setelah itu cetakan didinginkan selama kurang lebih 2 hari pada
suhu standar. Kemudian cetakan tersebut dibongkar dengan sebuah sistem pengolahan yang
disebut sand reclaimer. Dimana pasir dipisah dari logam (barang jadi). Ketika cetakan pasir
dibongkar dengan getaran (shake out). Abu yang timbul dari proses pembongkaran akan
dihisap oleh dust collector. Limbah pabrik pengecoran logam ini memiliki kandungan silica
(SiO2), ferrit (Fe2O3), magnesia (MgO) dan kapur (CaO). Beberapa kandungan dalam limbah
pabrik pengecoran logam membuatnya dapat dimanfaatkan dalam campuran beton. Selain itu
limbah pabrik pengecoran logam ini mengandung fenol sehingga termasuk limbah B3. Fenol
itu berasal dari penggunaan phenolic resin untuk proses pengerasan pada cetakan logam.
Phenolic resin merupakan perekat khusus (lem) yang dibutuhkan oleh industri berat seperti
industri ban mobil, industri elektronik, dan industri baja. Produk phenolic resin ini dibagi 3
Universitas Sumatera Utara
jenis, yaitu flake (berupa kepingan), powder dan liquid. Mengingat phenolic resin merupakan
bahan baku yang paling penting dan memiliki sifat higroskopis dan beracun, maka phenolic
resin diklasifikasikan sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 disebutkan bahwa phenol
termasuk limbah dari sumber yang spesifik (kode limbah D204) dan limbah yang bersifat
kronis (kode limbah D5362). Kita dapat memanfaatkan limbah B3 tersebut sesuai dengan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2008 tentang pemanfaatan
limbah bahan berbahaya dan beracun pada pasal 1 ayat 7 (Recycle adalah mendaur ulang
komponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan kimia, fisika, biologi,
dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda).
Jadi selain dapat menghasilkan beton dengan mutu lebih tinggi, kita juga dapat menjaga
lingkungan kita dari limbah B3 tersebut dengan cara memanfaatkannya.
.
Gambar 2.1 Limbah Pabrik Pengecoran Logam
Tabel 2.5 Kandungan limbah pabrik pengecoran logam
Universitas Sumatera Utara
Parameter
Hasil
Satuan
Metode
SiO2
96
%
Gravimetri
CaO
0,0813
%
Titrimetri
MgO
0,0463
%
Titrimetri
Fe2O3
0,0369
%
Spektrofotometri
(Sumber : Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU)
Gambar 2.2 Pasir silica
Gambar 2.3 Bahan tambah lainnya
Gambar 2.4 Cetakan kayu
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Cetakan pasir setelah dilepas dari cetakan kayu dan di coating
Gambar 2.6 Cetakan pasir yang baru dituang cairan logam
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Concrete Block
Concrete Block atau Paving Block
merupakan perkerasan block beton yang
merupakan versi modern block granit. Concrete Block umumnya digunakan untuk jalan kecil
atau jalan kendaraan dan apabila kegunaannya untuk pelayanan yang banyak, masalah
pecahan atau pemulihan permukaan dapat diminimumkan (Wignal,1999).
Concrete Block menurut SK SNI 0819-88 adalah suatu komposisi bahan bangunan
yang terbuat dari semen portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, seperti air, dan agregat
dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Sedangkan menurut SK SNI T-04 1990-F, Concrete Block merupakan bagian dari
segmen kecil yang terbuat dari beton dengan
berbagai bentuk yang dipasang dengan
sedemikian rupa sehingga saling mengunci.
2.2 Klasifikasi Concrete Block
Berdasarkan klasifikasinya Concrete Block dibedakan menjadi beberapa klasifikasi
diantaranya yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Klasifikasi Concrete Block Berdasarkan Cara Pembuatannya
Berdasarkan cara pembuatannya Concrete Block dapat digolongkan dalam beberapa
jenis yaitu :
a) Concrete Block Press Manual / Tangan
Concrete Block Press Manual/ Tangan yang diproduksi secara manual
dengan tangan. Concrete Block jenis ini termasuk jenis beton kelas D (K 50-100).
Sesuai dengan mutunya yang rendah, Concrete Block jenis ini memiliki nilai jual
rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, Concrete Block press manual umumnya
digunakan untuk perkerasaan non struktural, seperti halaman rumah, trotoar jalan, dan
perkerasaan lingkungan dengan daya beban rendah.
b) Concrete Block Press Mesin Vibrasi / Getar
Concrete Block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan
umumnya memiliki
Concrete
Block
mutu beton kelas C-B
Press Mesin Vibrasi
(K150-250). Dalam pemakaiannya
ini banyak digunakan sebagai alternatif
perkerasan di pelataran garasi rumah dan lahan parkiran.
c) Concrete Block Press Mesin Hidrolik
Concrete Block jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin
press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm². Concrete Block press hidrolik
dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B-A (K 300-450).
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian Concrete Block jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non struktural
maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi untuk menahan beban yang berat yang
dilalui diatasnya, seperti: areal jalan lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan
pelataran terminal peti kemas di pelabuhan (Wintoko, 2007).
2. Klasifikasi Concrete Block Berdasarkan Penggunaan
Menurut SNI SNI 03-0691-1996 ada 4 tipe mutu Concrete Block :
a) Mutu Concrete Block Tipe A
: digunakan untuk jalan
b) Mutu Concrete Block Tipe B
: digunakan untuk peralatan parkir
c) Mutu Concrete Block Tipe C
: digunakan untuk pejalan kaki
d) Mutu Concrete Block Tipe D
: digunakan untuk taman dan penggunaan sejenis
lainnya
Kuat Tekan
Ketahanan aus
Penyerapan air rata-
(MPa)
( mm/menit )
rata maks.
Mutu
Rata-rata
Min.
Rata-rata
Min
(%)
A
40
35
0.090
0.103
3
B
20
17.0
0.130
0.149
6
C
15
12.5
0.160
0.184
8
D
10
8.5
0.219
0.251
10
Tabel 2.1 tabel mutu-mutu Concrete Block
Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam mutu beton
kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non struktural seperti untuk taman dan penggunaan lain
yang tidak diperlukan untuk menahan beban
diatasnya. Mutu paving block yang
Universitas Sumatera Utara
pengerjaannya dengan menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton
kelas C sampai A dengan kuat tekan diatas 125 Kg/cm2 bergantung pada perbandingan
campuran bahan yang digunakan.
2.3. Semen Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang
umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang
digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
2.3.1 Jenis Semen Portland
Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang telah distandarardisasi di
Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe I
Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak memerlukan
persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal)
Tipe II
Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang dan
mempunyai panas hidrasi sedang.
Universitas Sumatera Utara
Tipe III
High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat
mengeras)
Tipe IV
Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah,
kekuatan awal rendah.
Tipe V
High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi.
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC (Ordinary
Portland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk
konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus,
antara lain bangunan perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan
jalan raya
2.3.2. Bahan Penyusun Semen Portland
Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica (SiO3), alumina
(Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol
komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan gipsum (CaSO4.2H2O)
ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri Mulyono, 2004). Komposisi senyawa
utama dan senyawa pembentuk dalam semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3
berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Nama Kimia
Trikalsium Silikat
Dikalsium Silikat
Tirikalsium aluminat
Tetrakalsium Aluminoferit
Gipsum
Rumus Kimia
Notasi
Persen Berat
3CaO.SiO2
2CaO.SiO2
3CaO.Al2O3
4CaO.Al2O3.Fe2O3
CaSO4.2H2O
C3S
C2S
C3A
C4AF
CSH2
55
18
10
8
6
Tabel 2.3 Komposisi senyawa pembentuk semen portland (Tri Mulyono, 2003)
Oksida
Notasi
Nama Senyawa
Persen Berat
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
K2O3
Na2O
SO3
CO2
H2O
C
S
A
F
M
K
N
S
C
H
Kapur
Silika
Alumina
Oksida Besi
Magnesia
Alkali
Alkali
Sulfur Trioksida
Karbon Dioksida
Air
64.67
21.03
6.16
2.58
2.62
0.61
1.34
2.03
-
2.4 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh perekat semen
(CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu
berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga
seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, di mana
Universitas Sumatera Utara
agregat yang kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar
(Nawy, 1998).
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan
(pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya,
diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
2.4.1. Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari
batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat pemecah batu, dan
mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan
no.200.
Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai berikut :
a. Susunan Butiran ( Gradasi )
Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian (larrard, 1990)
menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada umumnya akan
menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang rendah) yang mempunyai kuat tekan
dan workability yang optimal. Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi
yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh
material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi
penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut.
Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine
Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir Kasar
: 2.9 < FM < 3.2
Universitas Sumatera Utara
Pasir Sedang
: 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus
: 2.2 < FM < 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C33–
74a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Batasan gradasi untuk agregat halus
Ukuran Saringan ASTM
Persentase berat yang lolos pada tiap
saringan
9.5 mm (3/8 in)
100
4.76 mm (No. 4)
95 – 100
2.36 mm ( No.8)
80 – 100
1.19 mm (No.16)
50 – 85
0.595 mm ( No.30 )
25 – 60
0.300 mm (No.50)
10 – 30
0.150 mm (No.100)
2 – 10
b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan no.200 ), tidak
boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 %
maka agragat harus dicuci.
c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )
d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton,
atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua
dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.
e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan
lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh
mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya
Universitas Sumatera Utara
cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton
dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang
bahannya dapat mencegah pemuaian.
f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.
2.5. Air
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara semen dan
agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, alkali, dan minyak. Air yang
mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar dihindari karena dapat mengganggu
pengikatan semen. Pada umumnya air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum juga
memenuhi syarat bila dipakai untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum
yang banyak mengandung sulfat (Oglesby, 1996).
Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses
pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan :
1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan
2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan
3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan
4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton
5. Bercak-bercak pada permukaan beton.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi
harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton.
Universitas Sumatera Utara
Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan
warna, terutama jika perawatan cukup lama.
Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di
Workshop Pak Sugiono di Desa Bandar Labuhan, Tanjung Morawa
2.6. Bahan Tambahan
2.6.1. Limbah Pabrik Pengecoran Logam
Limbah pabrik pengecoran logam berasal dari cetakan logam yang dibongkar setelah
logam siap diproduksi. Cetakan logam ini dibuat dengan campuran pasir silica dan pasir
lingga yang diberikan phenolic resin dan bahan kimia lainnya sehingga mengeras. Setelah
mengeras cetakan tersebut dimanfaatkan sebagai cetakan pada cairan logam yang panasnya
mencapai 1300°C. Kemudian cairan logam dituang kedalam cetakan itu sehingga terjadi
pemanasan hingga 1300°C. Setelah itu cetakan didinginkan selama kurang lebih 2 hari pada
suhu standar. Kemudian cetakan tersebut dibongkar dengan sebuah sistem pengolahan yang
disebut sand reclaimer. Dimana pasir dipisah dari logam (barang jadi). Ketika cetakan pasir
dibongkar dengan getaran (shake out). Abu yang timbul dari proses pembongkaran akan
dihisap oleh dust collector. Limbah pabrik pengecoran logam ini memiliki kandungan silica
(SiO2), ferrit (Fe2O3), magnesia (MgO) dan kapur (CaO). Beberapa kandungan dalam limbah
pabrik pengecoran logam membuatnya dapat dimanfaatkan dalam campuran beton. Selain itu
limbah pabrik pengecoran logam ini mengandung fenol sehingga termasuk limbah B3. Fenol
itu berasal dari penggunaan phenolic resin untuk proses pengerasan pada cetakan logam.
Phenolic resin merupakan perekat khusus (lem) yang dibutuhkan oleh industri berat seperti
industri ban mobil, industri elektronik, dan industri baja. Produk phenolic resin ini dibagi 3
Universitas Sumatera Utara
jenis, yaitu flake (berupa kepingan), powder dan liquid. Mengingat phenolic resin merupakan
bahan baku yang paling penting dan memiliki sifat higroskopis dan beracun, maka phenolic
resin diklasifikasikan sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 disebutkan bahwa phenol
termasuk limbah dari sumber yang spesifik (kode limbah D204) dan limbah yang bersifat
kronis (kode limbah D5362). Kita dapat memanfaatkan limbah B3 tersebut sesuai dengan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2008 tentang pemanfaatan
limbah bahan berbahaya dan beracun pada pasal 1 ayat 7 (Recycle adalah mendaur ulang
komponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan kimia, fisika, biologi,
dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda).
Jadi selain dapat menghasilkan beton dengan mutu lebih tinggi, kita juga dapat menjaga
lingkungan kita dari limbah B3 tersebut dengan cara memanfaatkannya.
.
Gambar 2.1 Limbah Pabrik Pengecoran Logam
Tabel 2.5 Kandungan limbah pabrik pengecoran logam
Universitas Sumatera Utara
Parameter
Hasil
Satuan
Metode
SiO2
96
%
Gravimetri
CaO
0,0813
%
Titrimetri
MgO
0,0463
%
Titrimetri
Fe2O3
0,0369
%
Spektrofotometri
(Sumber : Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU)
Gambar 2.2 Pasir silica
Gambar 2.3 Bahan tambah lainnya
Gambar 2.4 Cetakan kayu
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Cetakan pasir setelah dilepas dari cetakan kayu dan di coating
Gambar 2.6 Cetakan pasir yang baru dituang cairan logam
Universitas Sumatera Utara