Konflik Poso Kajian Historis Tahun

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Kabupaten Poso adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia.
Kabupaten Poso akhir-akhir ini merupakan tempat pertikaian antara umat Kristen dan umat
Muslim. Kabupaten Poso mempunyai luas seluas 7.897 km² dan berpenduduk sebanyak
207.032 jiwa (2009). Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Poso. Pada akhir
Konflik Poso merupakan musibah demokrasi berlatar belakang konflik struktural yang
menyeret anak-anak bangsa dan perberbeda agama dieksploitasi untuk kepentingan segelintir
elite politik yang haus kekuasaan. Mereka menjual isu-isu demokrasi dan sentimen agama,
sehingga masyarakat Poso yang dulu hidup rukun, damai, dan berdampingan "terpaksa"
menjadi saling bermusuhan, bahkan dengan sanak suadara sendiri. Mereka saling bunuh dan
bantai-membantai tanpa sadar bahwa mereka dikendalikan oleh orang-orang yang tak
bertanggung jawab secara moral.
Poso sebelum kerusuhana pada bulan Desember 1998, adalah suatu wilayah yang
terletak diantara teluk Tomini dan teluk Tolo, termasuk dalam Provinsi Sulawesi Tengah.
Sebagian masyarakatnya hidup di pesisir pantai dan pedalaman di sekitar danau Poso.
Mereka bersama dalam kondisi yang relatif damai. Tetapi sejak akhir Desember 1998,

mereka dikejutkan oleh konflik yang terjadi silih berganti sampoai akhir tahun 2001.
Kerusuhan Poso yang muncul sejak 1998, perang SARA telah menewaskan ratusan
orang dan menyebabkan lebih 5.000 rumah hangus. Hingga pada tahun 2002 dan 2003 masih
terjadi beberapa kali saling serang antara kedua kelompok berbeda agama yang bertikai
dengan berdampak kepada masyarakat yang tidak paham akan konflik tersebut menjadi
korban.
Makalah Konflik Poso

1

Sampai tahun 2005, kekerasan kekerasan masih terjadi di Kabupaten Poso antara lain
peristiwa pemenggalan kepala seorang siswa sekolah menengah keatas, juga sebelumnya
terjadi ledakan bom di Sintuwu Maroso (Poso). Berbagai tindakan itu telah menambah daftar
panjang korban kekerasan yang terjadi sejak pecah konflik tahun 1998. Berbagai kekerasan
masih saja terjadi di Poso, padahal antara kelompok masyarakat yang bertikai telah berdamai
dengan adanya kesepakatan Deklarasi Malino yang digelar pada tanggal 20 Desember 2001.

B.

Rumusan Masalah


Konflik Poso merupakan pertikaian antar suku dengan pemeluk agama islam dan
kristen sehingga dapat disebut sebagai konflik agama. Peristiwa kerusuhan ini diawali dengan
pertikaian antara dua pemuda yang berbeda agama sehingga belarut dan berhujung dengan
terjadinya kerusuhan yang melibatkan orang banyak. Impliksasi – implikasi kepentingan elite
politik nasional, elite lokal dan miiter juga diduga menyulut terjadinya konflik horizontal
sehingga sulit mencari titik temu penyelesaian yang tepat, bahkan terkesan pihak keamanan
lamban menangani konflik tersebut seolah membiarkan konflik ini berkelanjutan karena
sulitnya mendamaikan konflik, sehigga konflik terjadi belarut – larut dan memakan ratusan
korban jiwa dan berbagai harta.
Secara umum konflik di Poso sudah berkangsung selama tiga kali. Peristiwa pertama
terjadi akhir 1998, kerusuhan pertama ini denga cepat di atasi pihak keamanan setempat
kemudian di ikuti oleh komitmen kedua belah pihak yang berseteru agar tidak terulang lagi.
Akan tetapi berselang kurang lebih 17 bulan kemudian tepatnya pada 16 april 2000 konflik
kedua belah pihak kembali berseteru. Pada kerusuhan ini ada dugaan bahwa ada oknum yang
bermain di belakang peristiwa ini yaitu: Herman Parimo dan Yahya Patiro yang beragama
kristen. Keduua oknum ini adalah termasuk elite politik dan pejabat pemerintah daerah
kabupaten Poso.
Makalah Konflik Poso


2

Kurangnya rasa kepercayaan antara sesama penduduk, kecemburuan sosial, provokasi
yang menyentuh pada sentimen antar agama, merupaka rentetan faktor-faktor yang sangat
berpengaruh sehingga menyebabkan konflik di Poso begitu sulit untuk diselesaikan.

C.

Kerangka Teori

Konflik Poso merupakan salah satu dari sekian banyaknya konflik-konflik yang terjadi
di Indonesia, dimana konflik seperti ini sangat sulit untuk diselesaikan karena pelaku yang
terlibat dalam konflik seperti ini sangatlah luas dan sehingga melibatkan berbagai pihak.
Perbedaan wajah agama, latar belakang etnik, suku, ras, golongan, serta yang bernuansa
politis muncul silih berganti di Indonesidan in sangat berdampak pada suatu konflik yang
sedang terjadi dalam konflik sosial. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari kebhinekaan
Indonesia. Sebab secara teoritik, semakin homogen suatu negara maka potensi konflik
internalnya akan semakin rendah.
Konflik yang terjadi di Poso merupakan perilaku kolektif (collective behavior), dimana
masyarakat yang bertikai dalam konflik ini dilakukan oleh jumlah masa yang relatif besar dan

berkepanjangan, karena mereka selalu terus merespon atau membalas suatu perlawanan yang
dilancarkan oleh kelompok lain yang sama-sama bertikai. Perilaku ini sesuai dengan apa
yang disimpulkan mengenai teori perilaku kolektif oleh Horton dan Hunt (1984); Kornblum
(1988); Light, keller, dan Calhoun (1989), bahwa perilaku kolektif merupakan perilaku yang
dilakukan bersama oleh sejumlah orang, tidak bersifat rutin karena hanya terjadi sewktuwaktu, dan merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Konsep kerumunan (crowd) merupakan konsep yang penting dipahami dalam kaitannya
dengan perilaku kolektif, karena perilaku kolektif selalu melibatkan perilaku sejumlah orang
yang berkerumun. Dalam ilmu-ilmu sosial konsep kerumunan menjadi penting setelah pada
tahun 1895 Le Born menerbitkan buku The Crowd: A study of the Popular Mind (judul asli:

Makalah Konflik Poso

3

La Foule). Didalam buku ini Le Bon berpendapat bahwa dalam pengertian sehari-hari istilah
kerumunan berarti sejumlah individu yang karena satu dan lain hal kebutulan berkumpul
bersama; namun menurutnya dari segi psikologis istilah kerumunan mempunyai makna lain,
yaitu sekumpulan orang yang mempunyai ciri baru yang berbeda samasekali dengan ciri
indivudu yang membentuknya. Menurut dia perasaan dan pikiran seluruh individu dalam
kumpulan tersebut berhaula sama, dan kesadaran perseorangan lenyap. Kumpulan orang

menjadi apa yang dinamakannya kerumunan yang terorganisir (organized crowd) atau
kerumunan psikologis (psychological crowd) menjadi suatu mkhluk tunggal yang tuduk pada
apa yang dinamakannya the law of the mental unity of crowds (hukum kesatuan mental. Lihat
Le Bon, 23-23).
Di kalanganpara ahli sosiolagi terdapat perumusan berbeda mengenai konsep
kerumunan. Definisi Giddens menitik beratkan pada segi interaksi dan tempat
dilangsungkannya interaksi tersebut;dalam definisi ini kerumunan terdiri atas sekelompok
orang dalam jumlah orang relatif besar yang langsung berinteraksi satu dengan yang lainnya
di tempat umum (Giddens, 1990:621)
Suatu kerumunan konvensional dapat berubah sifatnya manakala para anggota
menyatakan perasaan mereka secara meluap dan menampilkan perilaku yang biasanya tidak
ditampilkan di tempat lain. Berdasarkan teori tersebut, teori in berkaitan dengan ekspresi
kebringasan manyarakat Poso yang tidak terkontrol menyebabkan dampak yang sangat besar,
seperti pembakaran rumah-rumah, pembunuhan, pemenggalan kepala manusia, pembantaian
manusia. Kerumunan-kerumunan seperti inilah yang oleh Bluner dinamakan kerumuna
ekspresif.

Makalah Konflik Poso

4


D.

Metodelogi Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka (library
research) terhadap pembahasan banyak faktor sosialisasi di kalangan remaja dan
menggunakan metode internet explore.

E.

Sistematika Penulisan

Dalam makalah ini penulis menyusunnya menjadi tiga bab yang terdiri dari; Bab I
Pendahuluan, yang mencakup latar belakang tema yang diambil, dan perumusan masalah,
metodelogi dan sistematika penulisan. Bab II Pembahasan, berisi tentang pembahasan
masalah yang diangkat dari bab I, yaitu yang terdiri dari : konflik, dampak yang terjadi,
identifikasi masalah dan solusi masalah. Bab III Penutup, yang mencangkup tentang
kesimpulan materi yang telah dibahas pada bab sebelumnya, juga mecakup saran yang ingin
dikemukakan penulis tentang materi ini, dan daftar pustaka.


Makalah Konflik Poso

5

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A. Konflik
Konflik Poso yang terjadi pada akhir tahun 1998 merupakan konflik agama yang
terjadi ditengah berbagai perbedaan yang ada. Konflik Poso adalah serangkaian konflik yang
berkelanjutan dan sangat sulit untuk menemui titiktemu yang tepat, karena konflik Poso
merupakan konflik agama, suku, dan ras. Dimana dengan perbedaan yang begitu banyak
sangat mudah terjadinya suatu konflik-konflik lain. Konflik Poso tertitik berat pada konflik
agama, karena suku yang bertikai adalah suku-suku yang berbeda keyakinan. Mereka tidak
memandang sanak saudaranya sendiri, hanya dengan dalih berbeda agama saudara tersebut
bisa bertikai bahkan saling membunuh.
Konflik Poso diawali oleh pertikaian yang terjadi antara pemuda dan kebetulan
mereka berbeda agama. Kemudian belalur-larut tanpa diselesaikan sehingga berkepanjangan
dan melibatkan berbagai pihak dan mengacu kepada perbedaan yang terjadi.
Berbagai kejadian yang tidak berpri kemanusiaan terjadi disini. Pembunuhan yang

dilakukan secara tragis seperti dengan cara memenggal kelapa seseorang sangat sering
terjadi, karena kepercayaan mereka terhadap budaya leluhur atau nenek moyang mereka
sangat kental.
Konflik Poso terjadi hingga tiga kali sebelum terjadinya kesepakatan dalam Delkarasi
Malino yang diselenggarakan pada akhir tahun 2001, namun fakta yang terjadi walaupun
kesepakan telah tercapai konflik tetep berlanjut hingga tahun 2005.

Makalah Konflik Poso

6

B. Dampak dari Konflik Poso
Untuk mengetahui kondisi sebuah tempat dimana konflik terus berlangsung tentunya
kita mengacu kepada kondisi masyarakat tersebut. Kerusuhan yang terjadi di Poso
memberikan dampak sosial yang cukup besar jika di liat dari kerugian yang di akibatkan
konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta benda, secara psikologis bendampak
besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu. Dampak psikologis tidak akan hilang
dalam waktu yang singkat. Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan Poso bukan suatu
kerusuhan biasa, melainkan merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang
sipil. Satu kerusuhan yang dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap

penduduk muslim kota Poso dan minoritas penduduk muslim di pedalaman kabupaten Poso
yang tidak mengerti sama sekali dengan permasalahan yang muncul di kota Poso.
Dampak dari kerusuhan Poso dapat di bedakan dalam beberapa segi :
1. Dampak dari segi Budaya, diantaranya:
 Dianutnya kembali budaya “pengayau” dari masyarakat pedalaman (suku pamona dan
suku mori).
Pengayau adalah tradisi kebudayaan leluhur atau nenek moyang mereka yang turun
temurun dilaksanakan. Dimana kepala manusia merupakan sesaji utama yang mesti hadir,
karena mereka beranggapan makin banyak tengkorak kepala yang mereka dapat maka akan
memberikan tambahan semangat jiwa dari sebelumnya, sehingga bisa mendatangkan
keberkatan dan kemakmuran bagi dirinya juga seluruh kampung. Berawal dari sisnilah
kebiasaan mengayau kepala tersebut terus terjadi secara turun tamurun antar suku disamping
karena motivasi diatas adanya perluasan wilayah kakuasaan, urusan ekonomi dan lain
sebagainya menjadikan salah satu alasan terjadinya perang antar suku yang berakhir pada
pengayauan atau pemenggalan kepala. Dimana kepala hasil perburuan tersebut dijadiakan
sebagai persembahan dan pengorbanan.

Makalah Konflik Poso

7


 Dilanggarnya ajaran agama dari kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai
tujuan politiknya.
 Runtuhnya nilai – nilai kesepakatan bersama sintuwu maroso yang menjadi bingkai
dalam hubungan sosial masyarakat Poso yang pluralis.

2. Dampak hukum sosial yang terjadi, diantaranya:
 Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat Poso ke dalam dua kelompok yaitu
kelompok merah dan kelompok putih.
 Tidak dapat di pertahankan nilai- nilai kemanusiaan akibat terjadi kejahatan terhadap
manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta
orang tua dan pelecehan seksual.
 Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hulum di masyarakat
kabupaten Poso.
 Muculnya perasaan dendam dari korban – korban kerusuhan terhadap pelaku
kerusuhan.

3. Dampak politik sosial yang terjadi, diantaranya:
 Terhentinya roda pemerintahan.
 Jatuhnya kewibawaan pemerintah daerah terhadap masyarakat.

 Hilangnya sikap demokratis dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing–
masing kelompok kepentingan.
 Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya.

Makalah Konflik Poso

8

4. Dampak Ekonomi sosial yang terjadi, diantaranya:
 Lepas dan hilangnya faktor sumber produksi ekonomi masyarakat seperti; sawah,
tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan, rumah makan, hotel dan lain
sebagainya.
 Eksodus besar – besaran penduduk muslim Poso.
 Munculnya pengangguran dan kelangkaankesempatan kerja.

C. Solusi dari konflik di Poso
Deklarasi Malino yang diselenggarakan pada tanggal 20 Desember 2001 merupakan
salah satu contoh diman solusi untuk konflik Poso sempat menenmukan titik terang, namun
deklarasi itu tidak bertahan lama untuk mendamaikan kedua belah pihak yang sedang
berseteru karena pemikiran-pemikiran dan anggapan-anggapan masih mengacu kepada
perseteruan yang sudah lama berseteru.
Inti dari isi dari deklarasi itu tidak lain untuk menghentikan segala bentuk pertikaian
antara mereka. Terdapat 10 poin yang menjadi isi dari deklarasi tersebut, diantaranya;
1. Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.
2. Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian
sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.
3. Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
4. Untuk menjaga terciptanya suasana damai menolak memberlakukan keadaan
darurat sipil serta campur tangan pihak asing.
5.

Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan

menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain demi
terciptanya kerukunan hidup bersama.
6. Tanah Poso adalah bagian integral dari Indonesia. Karena itu, setiap
Makalah Konflik Poso

9

warga negara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan
menghormati adat istiadat setempat.
7. Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah
sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
8. Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.
9. Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi
secara menyeluruh.
10. Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling
menghormati dan menaati segala aturan yang telah disetujui baik dalam bentuk
UU maupun dalam peraturan pemerintah dan ketentuan lainnya.
Konflik yang berkelanjutan ini haruslah menjadi tanggung jawab kita semua
sebagai warga negara Indonesia terutama peran pemerintah untuk mencari jalan keluar atau
solusi yang terbaik. Upaya yang harus dilakukan dalam hal ini adalah;
 Menghentikan semua pertikaian yang terjadi untuk membuka permulaan hidup yang
baru tentunya dengan lebih baik, baik melalui jalur hukum ataupun kekeluagaan demi
tercapainya titik temu perdamaian.
 Terus mencoba merundingkan kembali pemimpin dari kedua belah pihak yang
berseteru unuk menemukan sebuah jalan keluar yang baik tanpa merugikan pihak manapun.
 Diplomasi perdamaian Malino dalam penyelesaian konflik di Poso dan Maluku.
 Terus memberikan penyuluhan berupa pendidikan tentang perbedaan.

Makalah Konflik Poso

10

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Konflik Poso adalah serangkaian konflik yang berkelanjutan dan sangat sulit untuk
menemui titiktemu yang tepat, karena konflik Poso merupakan konflik agama, suku, dan ras.
Dimana dengan perbedaan yang begitu banyak sangat mudah terjadinya suatu konflik-konflik
lain. Konflik Poso tertitik berat pada konflik agama, karena suku yang bertikai adalah sukusuku yang berbeda keyakinan. Mereka tidak memandang sanak saudaranya sendiri, hanya
dengan dalih berbeda agama saudara tersebut bisa bertikai bahkan saling membunuh.
Awal terjadinya konflik Poso adalah suatu pertikaian di kalanagan anak muda , diman
kedua anak muda tersebut memiliki perbedaak agama. Konflik yang pecah pada akhir tahun
1998 ini sangat berdampak besar bagi semua kalangan yang merasakan dan terlibat langsung
dalam konflik tersebut terutama gangguan psikologi, karena gangguan psikologi tidak akan
mudah untuk hilang dalam waktu yang singkat. Selain itu dampak yang menyeluruh di
kalangan masyarakat poso adalah ekonomi yang memburuk, kesenjangan sosial, dan budaya
sosial. Karena roda pemerintahan dan perekonimian tidak berjalan sebagaimana mestinya
semua dmpak itu terus memburuk .
Faktor-faktor yang menyebabkan konflik ini berkepajangan salah satunya adalah
krisis kepercayaan terhadap sesama masyarakat yang berbeda agama, sehingga mereka lebih
mudah dipropokasi oleh segelintir orang dan mudah untuk dipecah belah. Golongan “merah”
adalah sebuah golongan masyarakat yang beragama kristen dan golongan “putih” adalah
golongan masyarakt yang menganut agama islam.
Berbagai solusi telah diupayakan oleh pemerintah bahkan deklarasi yang telah
dilaksanakan pada akhir tahun 2001 yaitu Deklarasi Malino masih saja tidak cukup bagi
mereka dan mengakibatkan kembali terjadi perseteruan yang masih sama permasalahannya.
Makalah Konflik Poso

11

Ini membuktikan bahwa konflik ini sulit diselesaikan karena belum adanaya saling
kepercayaan terhadap sesama yang berbeda kayakinan. Terus mencoba untuk merundingakan
pemimpin dari kelompok yang bertikai dan usaha memberikan pengarahan melalui
pendidikan adalah sebuah jalan yang tepat untuk dilakukan.

Makalah Konflik Poso

12

Daftar Pustaka
Sunarto, Karmanto. 2004. “Pengantar Sosiolaogi”. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Soekanto, Soejono. 2006. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: PT Faja Grafindo Persada.
http://akupunmenulis.wordpress.com/2009/07/22/pendekatan-budaya-sebagai-saranapenyelesaian-konflik-di-poso/
http://konflikposo.blogspot.com/2009/03/konflik-poso.html
http://www.bookoopedia.com/daftar-buku/pid-27909/dendam-konflik-poso-konflik-posodari-perspektif-komunikasi-politik.html
http://sofwat88ugm.dagdigdug.com/2010/03/05/asal-usul-tradisi-mengayau-headhunting/
http://www.mail-archive.com/eskol@mitra.net.id/msg00023.html

Makalah Konflik Poso

13

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

Peranan Hubungan Masyarakat (Humas) Mpr Ri Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014

4 126 93

Makna Kekerasan Pada Film Jagal (The Act Of Killing) (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Film Dokumenter "Jagal (The Act of Killing)" tentang Pembunuhan Anti-PKI pada Tahun 1965-1966, Karya Joshua Oppenheimer)

17 109 98