PENDIDIKAN bekerjasama dengan asosiasi pendidikan (7)

PENDIDIKAN
TERKINI


Universitas Budi Luhur Menangkan Hibah IBM 2014



OJK Luncurkan Buku Pelajaran Ekonomi untuk Pelajar SMA



300 Mahasiswa Siap Diterbangkan ke Belanda



UI Raih Juara Dunia dalam Kompetisi Internasional Peradilan Semu Hukum Maritim



Yayasan Kalla Mulai Buka Pendaftaran Beasiswa


TERPOPULER


Dosen Senior Unpad Berpulang



300 Mahasiswa Siap Diterbangkan ke Belanda



Yayasan Kalla Mulai Buka Pendaftaran Beasiswa



Dicari: Calon Rektor Baru UI!




CEO KAI Berbagi di CEO Speak on Leadership Binus

TERKOMENTARI


SMAN 1 Pinrang Wakili Indonesia ke Jepang



M Nuh: Percetakan Harus Kirim Buku Berdasarkan Oplah



OJK Akan Ajarkan Materi Finansial ke Pelajar SD dan SMP



Duh...Ki Hajar Dewantara tak Dikenal di Luar Negeri




Ki Hadjar Dewantara Ternyata tak Dikenal Luar Negeri

Home > Pendidikan > EduAction

'Kurikulum SD Tidak Ada Mata Pelajaran
Bahasa Inggris dan TIK'

Kamis, 12 Desember 2013, 17:10 WIB
Komentar : 5

A+ | Reset | AREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Kapuskurbuk)
Kemendikbud Ramon Mohandas mengatakan, sebenarnya tidak ada istilah penghapusan Bahasa
Inggris maupun Teknologi Informasi Komputer (TIK) dalam mata pelajaran Sekolah Dasar (SD).
Istilah penghapusan tersebut harus diluruskan. Sejak dulu, terang Ramon, dalam kurikulum SD
tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris dan TIK.
"Dalam Kurikulum 2013 juga tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris dan TIK, maka tidak ada
penghapusan kedua mata pelajaran itu karena memang tidak ada," katanya, di Jakarta, Kamis,
(12/12).
Orang tua di Jakarta, ujar Ramon, mungkin kaget saat melihat dalam Kurikulum 2013 tidak ada

mata pelajaran bahasa Inggris dan TIK. Lalu mereka mengira keduanya dihapuskan dari
kurikulum, padahal memang tidak ada dari dulu.
Bahasa Inggris dan TIK, kata Ramon, merupakan mata pelajaran muatan lokal. Artinya setiap SD
boleh memasukkan atau tidak memasukkan bahasa Inggris dan TIK dalam mata pelajarannya.
Muatan lokal itu, ujar Ramon, selain bahasa Inggris, TIK, juga pelajaran seni budaya, dan
prakarya. Pada intinya semua SD boleh menambah mata pelajaran muatan lokal namun jangan
sampai penambahan muatan lokal mengurangi jam pelajaran yang ada di kurikulum.
"Misalnya saja, SD pulangnya jam 12 siang. Maka mereka bisa menambahkan mata pelajaran
bahasa Inggris dengan menambah satu jam mata pelajaran, jadi anak SD pulang jam satu siang
karena belajar bahasa Inggris," kata Ramon menerangkan.

Menurut Ramon, masing-masing sekolah bebas menambahkan muatan lokal. "Secara teknis
semua diserahkan kepada sekolah," katanya.
Mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes), terang Ramon, sama sekali tidak
dihapuskan dari mata pelajaran SD. Bahkan Penjaskes dalam kurikulum itu diwajibkan.
"Setiap sekolah harus memasukkan mata pelajaran Penjaskes. Kalau ada SD yang tidak
mengajarkan Penjaskes malah salah itu," ujar Ramon.
Penjaskes, lanjut Ramon, dari dulu sudah ada dalam struktur kurikulum. Pada Kurikulum 2013
juga tetap ada, tidak ada perubahan.
"Bahkan Penjaskes, kalau ada SD yang ingin menambahkan jumlah jamnya tidak masalah.

Penjaskes itu juga tergantung fasilitas olah raga masing-masing sekolah "ujar Ramon.
Terkait bahasa Inggris tidak terdapat dalam kurikulum SD, Ramon menerangkan, kalau bahasa
Inggris dimasukkan dalam kurikulum berarti wajib diajarkan di setiap SD. Padahal tidak semua
daerah memiliki sarana pendukung untuk diberikan pelajaran bahasa Inggris.
Misalnya, ujar Ramon, di daerah pelosok, tenaga pengajar bahasa Inggris belum ada. Nanti kalau
dipaksakan masuk dalam kurikulum malah diajarkan oleh orang yang tidak memiliki kapasitas
mengajarkannya.
"Kalau anak-anak diajar oleh orang yang tidak paham isi materinya nanti malah rusak. Makanya
lebih baik bahasa Inggris tidak dipaksakan masuk kurikulum," kata Ramon.
Kalau sekolah-sekolah di kota, ujar Ramon, memang banyak yang mengajarkan bahasa Inggris.
Sebab guru yang tersedia juga banyak dan memadai.
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/13/12/12/mxoux4-kurikulum-sd-tidak-adamata-pelajaran-bahasa-inggris-dan-tik
Berita
Nasional
Legislasi
Pelajaran bahasa Inggris tetap diajarkan di SD
Perubahan Kurikulum SD

Pelajaran bahasa Inggris tetap diajarkan di
SD


Oleh Yudho Winarto - Selasa, 13 November 2012 | 18:23 WIB

Telah dibaca sebanyak 5446 kali
Komentar

BERITA TERKAIT


Kemdikbud akan revisi kurikulum SD



Boediono: Sistem pendidikan ada yang salah

JAKARTA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan tidak ada rencana
penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar (SD). Bahasa Inggris tetap
diajarkan di SD meski ada perubahan kurikulum pendidikan tahun 2013 mendatang.Â
"Untuk bahasa Inggris di SD, keberadaannya dipertahankan. Seperti halnya pada kurikulum
2006," kata Wamendikbud Musliar Kasim, Selasa (13/11).

Bahasa Inggris tetap sebagai mata pelajaran dalam kelompok muatan lokal dalam kurikulum
2013. Jadi setiap sekolah dapat menyesuaikan untuk membukanya sebagaimana telah
berlangsung selama ini.Â

Yang pasti, bahasa Inggris bukan menjadi pelajaran wajib di SD. Hal ini mempertimbangkan
daerah-daerah lain yang berada di pelosok dan tenaga pengajar juga terbilang masih minim.
"Kalau bahasa Inggris ini jadi mata pelajaran wajib tapi tenaga pengajarnya tidak kompeten
maka efeknya tidak baik bagi anak-anak," jelasnya.
Kendati demikian, bagi sekolah yang menjadikan bahasa Inggris sebagai muatan lokal atau
pelajaran tambahan dapat tetap dilakukan selama konten yang diberikan tidak membebani dan
dapat diterima baik oleh anak-anak.
http://nasional.kontan.co.id/news/pelajaran-bahasa-inggris-tetap-diajarkan-di-sd

2013-08-07 12:11:00
DPRD Sesalkan Pelajaran Bahasa Inggris Dihapus
BANDAR LAMPUNG (Lampost.co): Perubahan kurikulum pada jenjang sekolah dasar (SD)
dengan menghapuskan pelajaran Bahasa Inggris terus menuai polemik. Dewan khawatir siswa
SD tidak fasih berbahasa Inggris.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bandar Lampung Albert Alim mengatakan penghapusan
mata pelajaran Bahasa Inggris pada kurikulum 2013 di tingkat SD membawa dampak kurang

baik bagi pendidikan di daerah. Bila mengacu pada pembinaan pendidikan di Kota Bandar
Lampung, dia khawatir siswa akan kurang fasih berbahasa Inggris.
"Kami berharap kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu direvisi. Pendidikan
Bahasa Inggris di tingkat SD jangan dihapuskan. Sangat miris, di setiap negara berlomba-lomba
menjadi negara yang universal, Kemendikbud justru menghapus pelajaran Bahasa Inggris," kata
dia, kemarin.
Hal itu, kata Albert, akan berdampak pada tingkat pergaulan di Bandar Lampung yang
mengklaim sebagai kota pariwisata internasional. Dengan berbagai pertimbangan, Albert
menerima penghapusan Bahasa Inggris di kurikulum baru itu diganti dengan pelajaran
pendidikan karakter yang memuat nilai-nilai lokal.
Muatan Lokal
Namun, harus lebih menitikberatkan pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah.
"Sebetulnya, kalau dihapuskan, saya tidak setuju, tetapi kalau dialihkan, tidak masalah. Apalagi
diganti muatan lokal yang lebih dititikberatkan pada ilmu akhlak, seperti membina budi pekerti
sejak dini dan menghapus budaya tawuran pelajar."
Namun, kata dia, dalam penerapannya Kemendikbud diharapkan lebih bijak dengan melakukan
evaluasi kurikulum baru ini, terutama bila melihat efeknya ke daerah. Pasalnya, kebijakan itu
telah menuai protes dari kalangan praktis dan pemerhati pendidikan hingga orang tua siswa.
"Akibat penghapusan bahasa Inggris di tingkat SD, banyak guru yang kehilangan jam pelajaran.
Untuk itu, kami meminta kepada Kemendikbud untuk mengeluarkan intruksi kepada sekolah di

kabupaten/kota untuk mengadakan les Bahasa Inggris," kata dia.

Untuk lingkup internal, Albert berharap Wali Kota Bandar Lampung bersinergis dengan Disdik
memperkerjakan guru Bahasa Inggris sebagai tenaga pendidik ekstrakurikuler di setiap SD. Dia
menganggap sangat riskan jika Bahasa Inggris sampai dihapuskan.
"Lembaga kursus Bahasa Inggris banyak, tetapi tidak semua putra-putri mampu mendapatkan
pelajaran itu dengan kondisi layak. Tidak semua eks guru sekolah bisa kerja di lembaga
pendidikan informal. Pemkot bisa mengeluarkan kebijakan dan mengakomodasi ruang agar guru
bisa mengajar lagi dan guru honorer Bahasa Inggris perlu ditumbuhkan."
Kalau kebijakannya terbentur dana, Albert berharap Pemkot tidak bingung. Sebab, peran guru itu
bisa dimanfaatkan sebagai guru eksul. "Banyak minat, biaya (gaji) bisa disepakati dalam APBD,
asal tidak membentur peraturan. Intinya pendidikan mencerdaskan bangsa, tetapi siswa bisa
belajar dengan biaya terjangkau," kata dia. (CR13/S2/L3)
http://lampost.co/berita/dprd-sesalkan-pelajaran-bahasa-inggris-dihapus