Adab murid terhadap guru. pdf

BAB I

ADAB MURID TERHADAP GURU
DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN DAN RELEVANSINYA DALAM
PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM
I.

PENDAHULUAN
Manusia diciptakan Tuhan secara sempurna di alam ini. Hakekat
manusia yang menjadikan ia berbeda dengan lainnya adalah bahwa
sesungguhnya manusia yang membutuhkan bimbingan dan pendidikan.
Hanya melalui pendidikan manusia sebagai homo educable dapat dididik,
dengan pelantara guru. Dan pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia. Sehingga
ia mampu menjadi khalifah di bumi, pendudung dan pengembang
kebudayaan.
Dalam suatu pendidikan ini memiliki tujuan yang akan dicapai,
sebagai mana ungkapan Miskawaih “Pendidikan itu bertujuan untuk
terwujudnya pribadi susila, berwatak yang lahir dari prilaku-prilaku luhur
dan berbudi pekerti mulia”.1
Untuk membentuk pribadi atau watak terhadap anak ini, tidaklah

semudah membalikkan telapak tangan, melalui pendidikanlah pribadi
tersebut akan tercipta atau melekat pada jiwa anak, dan dalam pendidikan
ini memperkenalkan beberapa metode antara lain metode kebiasaan,
keteladanan dan lain-lain.
Hendaklah orang tua untuk selalu membiasakan dan melatih
anaknya untuk menghormati guru atau memuliakannya dan orang yang
lebih tua dari padanya. Di antara memuliakan guru adalah tidak berjalan di
depannya, tidak duduk di tempat duduknya, tidak memulai berbicara
1

Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, “Jurnal Ilmu Pendidikan dan Islam”, Media
(Semarang : Edisi 29/ Agustus/Th VII/ 1998), Hlm. 15

1

kecuali mendapat izin darinya, tidak banyak bicara, tidak mengajukan
pertanyaan didapat guru dalam keadaan tidak enak, dan jagalah waktu,
jangan sampai mengetuk pintunya, harus sabar menunggu sampai guru
keluar.2 Karena pembiasaan-pembiasaan dan latihan tersebut akan
membentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan

bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi telah masuk
menjadi bagian dari pribadinya.3

II.

PERMASALAHAN
Dari uraian di atas, maka timbullah permasalahan setidaknya ada
dua permasalahan dalam pembahasan yaitu:
1. Apa saja adab murid terhadap guru dalam kitab Ihya’ Ulumuddin ?
2. Bagaimana

relevansinya

adab

murid

terhadap

guru


dengan

pembentukan kepribadian muslim ?
III.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab Murid Terhadap Guru
Kata Adab ini berasal dari bahasa arab yaitu aduba, ya’dabu,
adaban, yang mempunyai arti bersopan santun, beradab.4 Sedangkan
dalam kamus besar indonesia menyebutkan adab berarti kesopanan,
tingkah laku, dan akhlak.5 kata adab ini tidak sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dan yang sering digunakan adalah kata akhlak.

2

Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarak Ta’lim Muta’lim, (Indonesia ; C V Karya Insan, t.th),

hlm.17
3


Zakiyah Darazat, Ilmu Jiwa agama, (Jakarta:P.T. Bulan Bintang, 1996), Cet XII, Hlm.61-62
Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta : Haida Karya Agung,
1990),Hlm.38
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1997), Cet III, Hlm. 5
4

2

6

‫ﺎ ﺔ‬

‫ﻰ أد ﺎ وا‬

‫ا ﻮل وا‬

‫ﺎ ﺔ‬


‫ا‬

‫ق ا ﻜﺮ ﺔ و‬

‫ﺎﻷ‬

‫ا‬

“berakhlak dengan akhlak yang mulia dan bagusnya cara bergaul
dalam ucapan maupun perbuatan inilah yang dinamakan adab dan
kemanusian “.
Sedangkan Murid adalah orang yang menghendaki agar
mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan
kepribadian yang baik untuk bekal hidup agar bahagia di dunia dan di
akhirat dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh.7 Dan guru adalah
orang yang menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa adab
murid terhadap guru adalah bagaimana hubungan murid dengan guru
dalam belajar baik di dalam kelas maupun diluar kelas.


B. Adab Murid Terhadap Guru Dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin
Pendidikan seharusnya dipahami sebagai suatu proses timbal
balik tiap-tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan
alam, dengan teman (sesama teman), dan dengan alam semesta. Dari
proses pendidikan tersebut dapat menimbulkan perubahan pada pribadi
manusia, sebagaimana pendapat Sir gord Frey Thomas dalam A
Modern Philosophy of Education dijelaskan bahwa “By Education
means the influence of environment upon the individual to produce a
permanent change in his habits behaviour, of thoung, and of
attitude”.8 Artinya yang dimaksud dengan pendidikan adalah hasil
pengaruh

lingkungan

terhadap

6

individu


untuk

menghasilkan

Ali Fikri, Adabul Fataat, (Bairut Libanan : Darul kutub, t.th), Hlm. 7
Abudin Nata, Persepektif Islam Tentang pola Hubungan Guru- Murid (Studi Pemikiran
Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta ; Grafindo Persada, 2001), Hlm. 49
8
Sir Gord Frey Thomsons, A Modern Philosophy of Education, (London : 1957), hlm. 19
7

3

perubahan yang bersifat permanen di dalam kebiasaan, tingkah laku,
pemikiran dan sikap.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam proses
pendidikan yang berlangsung, tidak lepas dari intraction education
(hubungan antara murid dengan guru). Di mana seorang murid itu

dalam menuntut ilmu bukan mencari lembaga tetapi mencari guru,
mengapa? Karena seorang murid ini akan mengabdi kepada gurunya.
Hubungan yang terjalin antara murid dengan guru selalu intim,
sebagaimana murid menghormati gurunya seperti seorang ayah dan
mematuhinya, bahkan dalam hal-hal pribadi yang tidak langsung
berkaitan dengan pendidikannya secara formal.
Hubungan yang terjalin antara murid dan gurunya ini, akan
memberi pengaruh sikap dan kepribadian murid dalam kesehariannya,
dan berhasil atau tidaknya dalam mencapai cita-cita yang akan
dicapainya. Oleh karena itu al-Ghazali menjelaskan dalam kitab Ihya
‘Ulumuddinnya, adab murid terhadap guru, supaya apa yang dicitacitakan oleh murid akan berhasil dengan baik, dan adab murid
terhadap guru antara lain:

‫ﻰا‬

‫ﺄ ﺮ‬

‫و‬

‫ﻰا‬


‫ﻜﺮ‬

‫ ان‬.1

“Seorang Pelajar itu jangan menyombong dengan ilmunya dan
jangan menentang gurunya.”9
Seorang murid hendaklah mendengarkan dengan

baik

semua nasehat-nasehat gurunya dan mengindahkannya atau
melaksanakan dalam kehidupan sehari yakni tindak tanduknya
ketika dalam menuntut ilmu supaya ilmu itu mendekat tidak
menjauh demi mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Alangkah
9

Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin I, (Indonesia : Toha Putra, t.th), Hlm. 50

4


baiknya seorang pelajar ini, mematuhi dan melaksanakan segala
nasehat,

perintah

atau

perkataan

gurunya.

Nasehat

yang

diberikannya bermanfaat bagi murid untuk mencapai apa yang
dicita-citakannya.

‫ﻜ‬


‫ان‬

‫ﻰا‬

‫ﻜﺮ‬

‫و‬

‫ﻰا‬
‫ﻬﻮر‬

‫أن ﻜ ﺮ‬
‫ا‬

‫ا‬

‫ﻐﻰ ﻄﺎ‬

‫ا ﺮ ﻮ‬

‫ﺎدة إ‬

.2
‫ا‬

“Tidaklah lanyak seorang pelajar menyombongkan terhadap
gurunya, termasuk sebagian dari pada menyombong terhadap
guru itu, ialah tidak mau belajar kecuali yang terkenal benar
keahliannya”.10
Dalam menuntut ilmu, janganlah memandang siapa yang
menyampaikannya (guru) apakah ia terkenal atau tidak, karena
ilmu pengetahuan itu bagaikan barang yang hilang dari tangan
seorang mu’min, yang harus dipungut atau dicarinya di mana saja
diperolehnya. Dan hendaklah mengucapkan rasa terima kasih
kepada siapa saja yang membawanya kepadanya. Sebagaimana
ungkapkan syair sebagai berikut:
Pengetahuan adalah perjuangan
Bagi pemuda yang bercita-cita tinggi
Seumpamanya banjir itu adaah perjuangan
Bagi sesuatu tempat tingg…..….

‫ﺎ ﻮاﺿ وإ ﺎا‬

‫إ‬

‫ﺎل ا‬

.3

“Ilmu pengetahuan tidak tercapai selain dengan merendahkan diri
dan penuh perhatian”.11
Sebagaimana seorang murid dalam menuntut ilmu,
janganlah sifat tamak dalam (menginginkan sesuatu yang belum
semestinya), sebab hanya akan menghasilkan dirinya hina. Dan

10
11

Al-Ghazali, Ibid
Al-Ghazali, Ibid.

5

menjaga sesuatu yang mengakibatkan ilmu beserta ahlinya menjadi
hina, akan tetapi hendaklah tawaduk (rendah hati), karena dengan
tawaduk ilmu itu akan melekat dalam hati sehingga manusia dan
beradab/bermoral.

‫ﺎﻰ ﺮ ﻰ‬

‫اﻰا‬

‫ا‬

‫و‬#‫ﻰ‬

‫ﺎل ا‬

‫ان ﻮا ﺿ‬

“Sesungguhnya sikap tawaduk (rendah hati) adalah sebagian dari
sifat-sifat orang yang takwa kepada Allah SWT. Dan dengan
tawaduk akan semakin baik derajatnya menuju keluhuran.”12
Selain

tawaduk,

hendaklah

murid

mendengarkan

keterangan guru dengan penuh perhatian, supaya dapat menyerap
seluruh yang disampaikan guru. Tiada yang menolong kepada
pemahaman selain dengan mempergunakan pendengaran dengan
berhati-hati dan sepenuh jiwa. Meskipun keterangan itu sudah
pernah didengar seribu kali, hendaknya keterangan tersebut
didengarkan seperti ia mendengarkan pertama kali.
Dalam hal ini al-Ghazali mengibaratkan seorang murid
bagaikan tanah kering yang disirami hujan lebat. Maka meresaplah
keseluruhan bahagiannya dan meratalah keseluruhannya air hujan
itu.13

‫ﺪ و ﺪع رأ‬

‫ا‬

‫ﻄﺮ‬

‫ا‬

‫ و ﻬ ﺎ أ ﺎر‬.4

“Manakala guru itu menunjukkan jalan kepadanya hendaklah
ditaati dan ditinggalkan pendapat sendiri.”
Seorang pelajar hendaklah mentaati apa yang menjadi
keputusan

gurunya

dalam

menentukan

kurikulum,

jangan

mengikuti pendapat dan kehendaknya sendiri, karena guru lebih
tahu tingkatan-tingkatan pengetahuan yang harus diberikan
12

Syaih Az-Zarnuji, Penj: Noor Anfa Shiddiq, Terjemah Ta’limMuta’lim, (Surabaya:AlHidayah, t.th), Hlm. 14
13
Al-Ghazali, Loc-Cit.

6

kepadamu. Dari uraian di atas menimbulkan beberapa adab yang
sejalan dengan uraian tersebut yang telah disebutkan dalam
karangan Beliau dalam kitab Bidayatul Bidayah yaitu : Jangan
bertanya jika belum minta izin lebih dahulu.14
( 43 :

‫ن آ ْ ْ ْ ﻮْن ) ا‬
ْ ‫ﺎ ْﺄ ﻮا أ ْه ا ﱢﺬآْﺮ إ‬

“Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu.” (Q.S. AnNahl:ayat 43)15
Izin seorang pelajar terhadap gurunya dalam bertanya
sesuatu sangat penting karena di mana seorang guru jelas lebih
tahu letak penyampaian ilmu yang harus diselesaikan lebih
jelasnya menjaga kesopanan. Bertanya tentang soal yang belum
sampai tingkatanmu memahaminya, adalah dicela, karena itulah,
maka khaidir melarang Musa bertanya.
Sebagai mana ungkapan al-Ghazali sebagai berikut:
Tinggalkan bertanya sebelum waktunya ! guru lebih tahu tentang
keahlianmu dan kapan sesuatu ilmu harus diajarkan kepadamu.
Sebelum waktu itu datang dalm tingkatan mana pun juga, maka
belumlah datang waktunya untuk bertanya.16
Hal di atas jelaslah bahwa seorang pelajar harus sopan dan
tidak boleh melontarkan pertanyaan atau perkataan yang belum
minta izin terhadap gurunya atau tiba-tiba berbicara dan bertanya.
Dari itu tinggalkanlah bertanya sebelum waktunya, guru
lebih tahu tentang keahlianmu dan kapan sesuatu ilmu harus
diajarkan kepadamu. Sebelum waktunya untuk bertanya. Hal ini

14

Al-Ghazali, Syaih Muhammad Nawawi, Syarah Bidayah Al-Hidayah, (Semarang : AlAlawiyah,t.th), hlm 88
15
R. A. H.Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjamahannya, (Semarang : PT. Kumudasmoro
Grafinda, 1994), hlm. 408
16
Ihya ‘Ulumuddin, Op-Cit, Hlm. 51

7

sebagaimana diungkapkan nahi mungkar kepada Nabi Musa As
dalam surat Al-Kahf;ayat 70
( 70 :

‫ْ ْﺊ ﱠىﺎ ْﺪث ﻚ ْ ذ ْآﺮًا) ا ﻜﻬ‬

‫ْﺄ ْ ﻰ‬

‫ن اﱠ ﻰ‬
‫ﺈﱠ‬

“Jika engkau mengikuti aku maka janganlah bertanya tentang
sesuatu, sehingga aku sendiri yang akan menceritakan kepadamu
nanti.”( QS.Al-Kahfi : 70 )17

‫ﺮاف‬

‫ا ﺜﻮاب و ا‬

‫وﻄ‬

‫ و ﻐﻰ أن ﻮا ﺿ‬.5

"Seharusnya seorang pelajar itu, tunduk kepada gurunya,
mengharap pahala dan kemuliaan dengan berkhitmat kepadanya"
.18
Seorang pelajar hendaknya mendengarkan keterangan
gurunya, mengharapkan pahala dari guru yakni mengharapkan
keridha’an guru dengan tidak banyak bertanya sewaktu guru
kelihatan bosan atau kurang baik.19
Karena kondisi guru kurang enak lebih mempengaruhi cara
bicara dan penyampaian seorang guru sehingga percakapan antara
keduanya harus melihat kondisi keduanya tersebut seperti
ungkapan Hasyim.

‫ﺪ ذﻚ‬

‫او ﺆ‬

‫ا‬

‫ﺪر‬

‫ﻮة‬

‫ﺮ‬

‫ان‬

“Seorang pelajar supaya sabar atas keras hati (kemarahan) yang
keluar dari guru/jelek budi pekertinya dan jangan mencengah
keluar kemarahan tersebut”.
Sebagaimana perkataan Ali R.A. : “Hak dari seorang yang
berilmu, ialah jangan engkau banyak bertanya! jangan engkau
paksakan dia menjawab, jangan engkau minta, bila dia malas.”20

17

Soenarjo, Op-Cit, hlm. 454
Al-Ghazali, Loc-Cit.
19
Bidayah,Op-Cit, Hlm. 89
20
Al-Ghazali, Loc-Cit.

18

8

Kemarahan seorang atau rasa kurang enak kondisi guru
tersebut kelihatan dari cara bicara dan paras wajahnya, maka
kondisi seperti itu seorang pelajar harus dapat memahami diri dari
bertanya, memberikan solusi apabila lagi mencengah dan melarang
guru untuk tidak marah. Seorang guru dimanapun tetap akan ingat
tugas guru diatas mempunyai tujuan untuk menghargai dan
menghormati dengan diharapkan mendapat ilmu pengetahuan yang
bermanfaat, karena seorang guru mepunyai tugas menyampaikan
ilmu.
6. Jika

Berkunjung

Kepada

guru

harus

menghormati

dan

21

menyampaikan salam terlebih dahulu.

Menghormati guru merupakan salah satu sifat terpuji
bahwa kewajiban seorang pelajar terhadap guru untuk mencari
kerelaan gurunya dalam memberi ilmunya, seperti dalam kitab
adabul’alimi wal muta’alim.

‫ﻬﺪ‬

22

‫آﺎا‬

‫او ﺠ‬

‫ﻰ رآ‬

‫ﻮ‬

‫ﺎﻷذب آﺄن‬

‫ام ﺎ ا‬

‫ان ﺠ‬

“Pelajar hendaknya duduk didepan guru dengan sopan (adab)
seperti pelajar memenuhi (meliputi dan merapatkan) pada kedua
lututnya atau pelajar duduk seperti duduk takhiyat”.
7. Jangan berbicara jika tidak diajak bicara oleh guru.23
Hubungan antara murid dengan guru dalam proses
pendidikan yang berlangsung ini memang harus terjalin dengan
baik, tetapi ada batas-batasannya untuk menjaga kesopanan murid
terhadap ilmu, dan gurunya.

21

Al-Ghazali, Syaih Muhammad Nawawi, Syarah Bidayah Al-Hidayah, (Semarang : AlAlawiyah,t.th), Hlm. 88
22
Syeih Hasyim As’ary, Adabul ‘alimi Wal Muta’alim, (Jombang : Malitabah Turots alislam,
1415),Hlm.34
23
Bidayah, Op-Cit

9

‫ن‬

‫ﻮل هﻜﺬا او ﻄﺮ ﻰ ا و‬

24

‫ﺌﺎ‬

‫واذ ذآﺮ‬

“dan ketika guru berfikir sesuatu maka pelajar tidak boleh bicara,
yaitu seperti aku berbicara atau seperti ini berpikir bagiku atau
seperti fulan berkata”.
Berbicara di tengah-tengah waktu guru berbicara atau
berpikir sesuatu itu merupakan tindakan yang kurang tepat, karena
akan menghilangkan konsentrasi berpikir guru.
8. Jangan sekali-kali su’dhan terhadap guru mengenai tindakan yang
kelihatannya

mungkar

atau

tidak

diridhai

Allah

menurut

pandangan murid, sebab guru lebih mengerti rahasia-rahasia yang
terkandung dalam tindakannya.25
Dalam belajar murid tidak boleh su’dhan guru mengenai
tindakan yang kelihatan munkar, su’dhan ini akan mengkibatkan
ilmu yang akan diterima tidak sampai, sebab su’dhan merupakan
penyakit hati, maka dari itu murid tidak boleh su’udhan terhadap
gurunya, karena tidak tahu rahasia dibalik itu, seperti yang terjadi
dengan Nabi Musa terhadap Nabi Khidir, yang telah membunuh
anak kecil. Oleh karena itu salah satu seoran sufi melukiskan
kewajiban murid terhadap gurunya dalam sajak sebagai berikut:
Engkau laksana mayat terlentang
Didepan gurumu terletak membentang
Dicuci dibalik laksana batang
Janganlah engkau berani menentang
Perintahnya jangan engkau elakkan
Meskipun haram seakan-akan
Tunduk dan taat diperntahkan
Engkau pasti ia cintakan
24
25

Hasyim As’ari, Op-Cit, Hlm. 37
Bidayah, Op-Cit

10

Biar semua perbuatannya
Meskipunbrlaianan dengan syara’nya
Kebenaran nanti akan nyatanya
Bagimu akan jelas putus asa
Pada akhirnya ia terasa
Pada akhirnya jelaslah sudah
Tampak padanya secara mudah
Kekuasaan Allah tidak tertadah
Ilmunya luas tidak termudah.26
9. Seorang pelajar hendahnya bersabar dalam menghadapi pelajaran
dan konsekuen pada guru.
Sabar merupakan kunci dari keberhasilan mencapai citacita, maka murid hendak bersabar menghadapi pelajaran yang
dihadapinya, janganlah kamu sibuk dengan ilmu yang lain sebelum
kamu dapat menguasai dengan baik ilmu yang pertama tadi. 27 Hal
ini tercermin pada firman Allah dalam surat kahfi ayat 67-68, yang
mengisahkan Nabi Musa yang tidak bersabar menghadapi Nabi
Khaidir.
( 68 -67 :

‫ْﺮا) ا ﻜﻬ‬

‫ﻂ‬
ْ

ْ ‫ﻰ ﺎ‬

‫ْﺮ‬

ْ ‫ و آ‬. ‫ْﺮ‬

ْ ‫ا ﱠﻚ ْ ْ ﻄ‬

“Engkau (musa) tak sanggup bersabar sertaku, bagaimana
eangkau bersabar dalam persoalan yang belum berpengalaman
didalamnya”.( QS. Alkahfi : 67-68)28
Tetapi Nabi Musa tidak sabar untuk menunggu atau menghadapi
pengalamannya bersama Nabi Khaidir, selalu ia bertanya sampai
Nabi Khaidir berkata:

( 70 :

26

‫ْ ْﺊ ﱠىﺎ ْﺪث ﻚ ْ ذ ْآﺮًا) ا ﻜﻬ‬

‫ْﺄ ْ ﻰ‬

‫ن اﱠ ﻰ‬
‫ﺈﱠ‬

H.Abu Bakar Ajheh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo : Ramadhani, 1984),

Hlm. 309
27
28

Ahmad Sjalaby, Sejarah Pendidikan Islamt, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), Hlm. 313
soenarjo, Op-Cit.

11

“Jika engkau mengikuti aku maka janganlah bertanya tentang
sesuatu, sehingga aku sendiri yang akan menceritakan kamu
nanti” ( Q.S. Al-Kahfi : 70)29
Sikap Nabi Musa tersebut mengakibatkan keduanya
terpisah. Sikap yang tidak sabar menghadapi syaihnya (gurunya),
selalu bertanya apa yang diperbuat oleh Nabi Khaidir.
Pola hubungan guru murid guru di atas masih cukup relevan
untuk diaplikasikan dalam kegiatan belajar-mengajar dimasa sekarang,
karena hubungan tersebut disamping tidak akan membunuh kreativitas
guru dan murid, juga dapat mendorong terciptanya akhlak yang mulia
dikalangan pelajar khususnya, dan pendidikan lain pada umumnya.
Para ahli pendidikan Islam masa kini juga telah sepakat bahwa:
maksud dari pengajaran dan pendidikan bukanlah belum mengetahui
tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka,
menanamkan rasa fadhillah (keutamaan), mempersiapkan mereka
untuk sesuatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. 30
Jika hubungan antara anak dan orang tua, murid dan gurunya,
tidak terjadi atau jarang, maka kemungkinan besar pengajaran dan
tujuan pendidikan tidak akan berhasil. Dengan inilah para orang tua
dan pendidik harus memperhatikan dengan seksama sarana-sarana dan
cara yang positif agar ia mencintai anak-anak dan anak-anak mencintai
mereka, saling membantu dan berkasih sayang sesamanya.
Dan apabila adab murid tersebut ada dalam diri murid maka
dia akan mencapai apa yang dicita-citakan, tetapi apabila dalam
hatinya tidak ada, maka ia tidak akan berhasil meskipun kelihatannya
berhasil, hal ini dapat dilihat pada tingkah lakunya sehari-hari.

29

Soenarjo, Op-Cit.
M.Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok pendidikan Islam, Alih Bahasa Bustami A.Gani
dan Djohar Bahri (Jakrta : Bulan Bintang , 1993), Cet I, Hlm. 1
30

12

C. Relevansinya Adab Murid Terhadap Guru Dengan Pembentukan
Kepribadian Muslim
Adab atau akhlak merupakan suatu keadaan jiwa yang
menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikirkan atau dipertimbangkan
secara mendalam, keadaan ini ada dua macam, yaitu pertama; alamiah
dan bertolak dari watak dan yang kedua adalah tercipta melalui
kebiasaan dan latihan, pada mulanya keadaan ini terjadi karena
dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktek
terus menerus menjadi karakter.31
Murid adalah makhluk yang sedang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing.
Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsentrasi
menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.32 Karena menuntut
ilmu adalah ibadah, maka murid hendaknya dapat mendekatkan diri
kepada Allah dengan membersihkan kotoran-kotoran jiwa dan hiasi
dengan akhlak yang terpuji, lebih utama murid itu dalam menuntut
ilmu dengan seorang syaih, dan syaih tersebut hendaknya dihormati
dan ditaati segala perintahnya atau nasehatnya sebagaimana seorang
yang sedang sakit mentaati perintah atau nasehat seorang dokter.33
Hendaknya murid juga memperhatikan tugas dan tanggung jawanya
terhadap gurunya, yakni dalam berhubungan dengan gurunya
hendaknya ada sopan santunnya, karena hal ini merupakan salah satu
syarat yang hendak dimiliki oleh murid dalam menuntut ilmu dan
31

Abu Ali Ahmad Al-Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994),

32

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1990), Cet I, Hlm. 79
Al-Ghzali, Mizanul ‘Amal, (Tuban : Majlis Al-Mu’allifin walkhathathin, t.th), Hlm.104

Hlm. 56
33

13

diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari baik dalam kelas
maupun diluar kelas.
Hal ini dapat dilihat murid yang memiliki adab terhadap guru
berbeda dengan murid yang tidak memilikinya. Murid yang memiliki
adab, tingkah laku keseharian cenderung mengarah pada syari’at atau
norma-norma sosial, misalnya murid yang hormat dan sabar
mendengarkan penjelasan guru, dalam jiwa murid akan tumbuh dan
tertanam sikap hormat kepada orang tuanya dan sabar menghadapi
segala persoalan yang dihadapinya, dan sikap penuh perhatian dalam
mendengarkan nasehat orang tua, berbeda dengan murid yang tidak
memiliki adab terhadap guru. Sikapnya cenderung menyimpang dari
pada ajaran-ajaran syari’at misalnya murid yang tidak bersikap rendah
hati (tawaduk) terhadap gurunya dan ilmunya, maka sikapnya
cenderung sombong terhadapa siapa saja yang ada dihadapannya.
Adab murid terhadap gurunya ini salah satu faktor dari
keberhasilan pendidikan disamping masih ada faktor lain yang
mendukung keberhasilan pendidikan. Dan adab murid terhadap guru
ini telah dijelaskan di atas.
Dengan adanya kerja sama antara murid dan guru, maka tujuan
dari pendidikan ini akan tercapai, di mana murid mendapatkan ilmu
pengetahuan dan guru dapat mengamalkan ilmu pengetahuannya.
Dan tujuan dari pendidikan adalah membentuk, menciptakan
manusia yang berkepribadian muslim. Kepribadian adalah suatu
keadaan jiwa yang dapat merealisasikan tingkah laku yang sesuai
dengan aturan-aturan syara’. Dan untuk membentuk suatu kepribadian
muslim pada anak ini tidaklah mudah seperti membalikkan tangan,
tetapi harus melalui beberapa tahap dan metode. Dan juga harus
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, faktor yang
mempengaruhi ini ada dua yaitu bawaan (keluarga) dan lingkungan,

14

dan yang paling utama dan dapat mempengaruhi kehidupan anak
dimasa dewasanya nanti adalah faktor bawaan (keluarga). Dan tidak
kalah pentingnya yang mempengaruhi kepribadian muslim anak
adalah faktor lingkungan seperti hubungannya terhadap gurunya, dan
terhadap sesama murid di dalam kelas atau sekolah. Untuk membentuk
kepribadian muslim anak ini dapat menggunakan metode pembiasaan.
Jika anak yang masih suci ini bagaikan batu permata yang
masih polos, belum diukur dan belum dibentuk. Karena itu, dengan
mudah saja ia menerima segala bentuk rekayasa yang ditujukan
kepadanya, dan memiliki kecenderungan yang dibiasakan kepadanya.
Jika baik, ia akan tumbuh dewasa dalam keadaan yang baik dan
bahagia, dalam kehidupannya di dunia maupun di akhirat. 34
Pada taraf pembiasaan anak diharapkan mengkondisikan
dengan ketentuan-ketentuan agama, dan norma-norma sosial, sebagai
contoh murid yang memberi salam kepada gurunya dan temannya jika
bertemu di tengah jalan, dari pembiasaan tersebut akan memberi suatu
pendidikan rasa persaudaraan terhadap sesamanya.
Tujuan utama dari pembiasaan adalah penanaman kecakapan
berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat dapat
dikuasai oleh siterdidik. Pembiasaan ini sebagai dasar dalam upaya
stabilitasi kepribadian yang harus bersifat konstan dan kontinu tidak
boleh terjadinya pemberhentian karena akan menyebabkan instabilitas
terhadap kepribadian yang luhur, Musthufa Al-Ghulaiyani

34

Al-Ghazali , Mengobati Penyakit hati : Membentuk Akhlak Mulia, Penejr. Muhammad AlBaqir (Bandung : Karisma, 2001),Cet. IX, Hlm. 103

15

‫ﻪ‬
‫ﻨﻌ ﺑ‬
‫ﻌ ﻳ‬

‫ ﺣ ﺼ‬‫ﺄ‬
‫ﻌﻰﺳ‬
‫ﺗ‬
‫ﺔ ﱵ‬
‫ﺼﳊ‬

‫ﻌﺩ ﺧ‬
‫ﺗ‬
35

‫ﻨ‬
‫ﻃ‬

“Jika kamu biasakan akhlak mulia yang mengangkat keadaannya
mereka (anak-anak) akan memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi
tanah airnya”
Dengan demikian hubungan antara adab murid terhadap guru
menunjukkan tonggak-tonggak perkembangan yang benar-benar
mempunyai keterkaitan (link) dan peran dalam pembentukan
kepribadian Muslim. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
1. Murid yang selalu sabar dan tabah dalam menghadapi semua
pelajara, maka dalam jiwa murid tersebut akan tertanam jiwa yang
sabar dan tabah dalam menghadapi segala persolannya yang
dihadapinya.
2. Murid yang hormat dan taat pada perintah dan nasehat guru, dalam
jiwanya akan tertanam rasa hormat kepada orang tua dan orang
yang lebih tua darinya.
3. Murid yang tidak banyak bertanya dan berbicara ketika guru
sedang menerangkan atau menjelaskan pelajaran, dalam jiwanya
pun akan tertanam tidak banyak bicara hal-hal yang tidak berguna,
dan apabila tidak diajak bicara dia tidak asal jawab.
4. Murid tidak su’dhan terhadap perbuatan guru, dalam jiwanya akn
tertanam tidak berburuk sangka pada perbuatan orang lain.

35

Musthofa Al-Ghulaiyani, ‘Idhoun Nasy’in, Maktabah al-Inayah, 1953), Hlm.188

16

5. Murid yang selalu memberi salam kepada gurunya ketika ia
bertemu dijalan, maka dalam jiwa anak akan tumbuh rasa
persaudaraan, dan selalu memberi salam terlebih dahulu apabila ia
masuk rumah.
6. Murid yang tidak sombong terhadap guru dan ilmunya, dalam
jiwa murid akan tumbuh sikap rendah hati pada orang lain.
IV.

KESIMPULAN
1. Adab haruslah dimiliki setiap individu demi jalinan hubungan
sosialnya berjalan dengan baik. Begitu juga dalam proses pendidikan.
Seorang murid hendaklah memikili adab terhadap guru, maupun
temannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Ghazali, seorang
murid menuntut ilmu hendaknya melalui seorang syeh (guru), dan
supaya ilmu pengetahuan yang akan didapat, melekat dalm hati
hendaklah murid itu membersihkan hatinya dan memuliakan gurunya
baik dalam proses pendidikan maupun diluar proses pendidikan.
2. Anak lahir di dunia dalam keadaan lemah tak berdaya namun
demikian ia telah membawa fitrah (potensi). Maka anak memerlukan
pendidikan yang dapat membantu mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya sesuai dengan potensi dalam jiwanya. Inti pendidikan
adalah supaya anak memiliki kepribadian muslim yang sejati dan
melekat dalam hati kemudian diaplikasikan dalam kesehariannya.
Untuk itu anak memerlukan bimbingan yang benar dan tepat. Dan
setiap pribadi ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor bawaan dan
faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini akan memberi pengaruh pada
pembentukan kepribadian muslim anak, seperti dalam lingkungan
sekolah (tingkah laku anak terhadap gurunya maupun temannya). Dari
sinilah dapat dilihat bahwa tingkah laku anak pada gurunya maupun

17

temannya ini mempunyai peranan tersendiri dalam pembentukan
kepribadian muslima anak.

V.

PENUTUP
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulis sadar sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

--------------------------------------

18

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali , Mengobati Penyakit hati : Membentuk Akhlak Mulia, Penejr.
Muhammad Al-Baqir (Bandung : Karisma, 2001),Cet. IX
--------------, Ihya Ulumuddin I, (Indonesia : Toha Putra, t.th)
--------------, Syaih Muhammad Nawawi, Syarah Bidayah Al-Hidayah, (Semarang :
Al-Alawiyah,t.th)
-------------, Mizanul ‘Amal, (Tuban: Majlis Al-Mu’allifin walkhathathin, t.th)
Al-Ghulaiyani, Musthofa, ‘Idhoun Nasy’in, Maktabah al-Inayah, 1953)
Al-Miskawaih,Abu Ali Ahmad, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan,
1994)
As’ary, Hasyim, Syeih, Adabul ‘alimi Wal Muta’alim, (Jombang : Malitabah Turots
alislam, 1415)
Az-Zarnuji,

Syaih, Penj: Noor Anfa
(Surabaya:Al-Hidayah, t.th)

Shiddiq,Terjemah

Ta’limMuta’lim,

Ajheh, H.Abu Bakar, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo : Ramadhani,
1984)
al-Abrasy, M.Athiyah, Dasar-dasar Pokok pendidikan Islam, Alih Bahasa Bustami
A.Gani dan Djohar Bahri (Jakrta : Bulan Bintang , 1993), Cet I
Brugacher, John, Modern philosiphis of education, (New Delni : Td)
Darazat, Zakiyah, Ilmu Jiwa agama, (Jakarta : P.T. Bulan Bintang, 1996), Cet XII

19

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Semarang
: Balai Pustaka, 1990), Cet III
Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, “Jurnal Ilmu Pendidikan dan Islam”, Media
(Semarang: Edisi 29/ Agustus/Th VII/ 1998)
Fikri, Ali, Adabu Fataat, (Bairut Libanan : Darul kutub, t.th)
Imam Abi Bakar Ahmad bin Husain al-Baihaqi, Syuabul iamn Juz II, (Beirut Libanon
; Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990)
Ismail, Syekh Ibrahim bin, Syarak Ta’lim Muta’lim., (Indonesia ; C V Karya Insan,
t.th)
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1990), Cet I
---------------, Peersepektif Islam Tentang pola Hubungan Guru- Murid (Studi
Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta ; Grafindo Persada, 2001)
Sjalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973).
Thomas, Frey, Sir Gord, A Modern Philosophy of Education, (London : 1957)
Yunus, Muhammad, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Haida Karya Agung, 1990)

20

MAKALAH KOMPREHENSIF

ADAB MURID TERHADAP GURU
DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN DAN RELEVANSINYA DALAM
PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM
Makalah ini diajukan untuk mengikuti ujian komprehensif

21

Disusun Oleh :
SITI SOPIYAH
(3199226)

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2004

22