Karakteristik dan deformasi pada Satuan Larangan, Banjarnegara, Jawa Tengah

  BULETIN Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian GEOLOGI Kelompok Keahlian Geologi Institut Teknologi Bandung

KARAKTERISTIK DAN DEFORMASI PADA KOMPLEKS LARANGAN,

BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

  1

  2

  2 MUHAMMAD ZAIN TUAKIA , BENYAMIN SAPIIE , AGUS H. HARSOLUMAKSO

  

1. Graduate School of Engineering and Resource Science, Faculty of Engineering and Resource Science, Akita

University, 1-1 Tegata Gakuen-machi, Akita City, 010-8502 Japan

  

2. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung,

Jln. Ganesha No 10, Bandung 40132

Sari - Satuan Larangan adalah batuan hasil percampuran tektonik dalam suatu zona sesar akibat tumbukan lem-

peng benua mikro Gondwana dengan bagian timur daratan Sunda setelah peristiwa subduksi Kapur Akhir-

Paleosen. Satuan ini diusulkan oleh Prasetyadi (2007) yang terpisah dari Komplek Mélange Luk Ulo sebagai

Komplek Larangan karena umur Eosen Akhir yang diperoleh dari analisis kandungan fosil.

Komplek atau Satuan ini memiliki kemiripan ciri lapangan dengan Satuan Mélange Jatisamit, yang memperlihat-

kan struktur block in matrix, dengan blok batupasir (graywacke) sebagai yang dominan yang memperlihatkan

struktur boudin, serta blok filit, sekis, basal, breksi polimik, dan batulanau, yang dalam jumlah sedikit. Keseluru-

han blok tersebut tertanam pada masa dasar batulempung bersisik (scaly) berwarna hitam, dengan kedudukan

o umum ke arah timur timurlaut-barat baratdaya dengan kemiringan sekitar 39 ke arah tenggara.

  

Boudin cenderung mengalami mekanisme deformasi getas yang ditandai dengan pembentukan rekahan, sesar,

aliran kataklastik, dan breksiasi pada ujungnya, yang berlangsung setelah boudinage. Masa dasar batulempung

dominan mengalami mekanisme deformasi kenyal melalui pressure solution dengan membentuk cleavage den-

gan morfologi yang bervariasi pada kenampakan mikroskopis dan memberikan kenampakan bersisik (scaly)

pada pengamatan lapangan.

  

Proses pembentukan Satuan Larangan memiliki kemiripan dengan pembentukan mélange, yaitu pada suatu zona

o

sesar naik dengan kedalaman sekitar 6-9 kilometer (± 1 kilometer) yang dikonversi dari temperatur 165-225 C (±

o

  30 o -1

  

C) yang diperoleh dari nilai illite crystallinity (IC), dengan asumsi peningkatan panas bumi pada kerak benua

25 C km .

  

Kata kunci: tumbukan, mélange, block in matrix, boudin, cleavage, mekanisme deformasi, pressure solution,

illite crystallinity .

Abstract - Larangan rock unit is a results of tectonic mixing in a fault zone due to a collision of micro

Gondwana continental plate with the eastern part of Sunda mainland occured after the Cretaceous-Paleocene

subduction. Proposed by Prasetyadi (2007) this Larangan unit is separated from the Mélange Luk Ulo Complex

as it is considered to be Late Eocene based on the analysis of the fossil content.

This complex has similarities field characteristic with Mélange Jatisamit Unit , which also has block in the

matrix structure, blocks of sandstone (graywacke) as the dominant structure which show boudin characteristic,

as well as filit , schist, basalt, breccia polimik, and siltstone blocks in smaller amounts. The whole block is

embedded on the base mass of black scaly clay, with a common position of east-west south-west to north-east

o slope of about 39 southeast.

  

Boudin prone to have brittle deformation mechanism characterized by the formation of fissures, faults, cataclastic flow,

and brecciation at the ends, which took place after boudinage process. Predominantly claystone basemass have been

expriencing elastic deformation mechanism through pressure solution by forming cleavages with various

morphology at the microscopic scale and thus somehow gave the clay scaly appearance .

  

The establishment process of Larangan is similar with the formation of mélange, which has reverse fault zone on

depth of approximately 6-9 kilometers (± 1 kilometer) and converted from 165-225 o C temperature (± 30 ° C) obtained from illite crystallinity value (IC), with assumption of increasing of geothermal of the continental crust 25 ° C km
  • -1 .

  

Key words: Collision, mélange, block in matrix, boudin, cleavage, deformation mechanism, pressure solution, illite

crystallinity PENDAHULUAN

  Daerah Luk Ulo, Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Pulau Jawa tempat tersingkapnya batuan berumur Pra-Tersier, yang dikenal sebagai Komplek Mélange Luk

  • Ulo. Batuan ini terbentuk sebagai hasil proses subduksi lempeng Indo-Australia ter- hadap lempeng Eurasia pada Kapur Akhir- Paleosen (Asikin, 1974). Sejak abad 20 daerah Luk Ulo sudah menjadi objek peneli- tian oleh para ahli geologi baik dalam mau- pun luar negeri, diantaranya; Harloff (1933); Tjia (1966), Asikin (1974) Suparka (1988), Wakita (1994) dan Prasetyadi (2007). Secara keseluruhan geologi daerah ini telah dipeta- kan secara sistematik oleh Condon dkk. (1996) pada bagian utara, dan oleh Asikin dkk. (1992) di bagian selatan nya. Penelitian terakhir pada Komplek Mélange

  Luk Ulo (Prasetyadi, 2007), menghasilkan beberapa temuan baru yang salah satunya adalah batuan Eosen Akhir di bagian utara Komplek Mélange Luk Ulo, yaitu di daerah Larangan, Banjarnegara. Satuan batuan ini sebelumnya disebut sebagai mélange Kapur (Ketner dkk. , 1976, dalam Prasetyadi, 2007) dan oleh Condon dkk. (1996) dimasukkan dalam kelompok batuan ofiolit. Satuan ini memperlihatkan struktur block in matrix, yang menggambarkan hubungan bongkah atau blok batuan yang tertanam dalam masa dasar batulempung yang tergerus dan struk- tur boundin yang berkembang pada blok ba- tupasir (graywacke). Oleh karena itu satuan batuan ini (Gambar 1) diusulkan sebagai Komplek Larangan (Prasetyadi, 2007). Karakteristik struktur batuan ini secara umum memiliki kemiripan dengan bagian dari Komplek Mélange Luk Ulo yang tersingkap di daerah Jatisamit (Satuan Jatisa- mit) (Asikin, 1974). Penelitian ini bertujuan untuk mendefinisikan kembali Komplek Larangan yang telah di- usulkan oleh Prasetyadi (2007), berdasarkan karakteristik struktur batuan dan tingkat de- formasi, serta umur batuan. Penelitian lapan- gan dilakukan pada beberapa lintasan (traverse) di lokasi tipe satuan batuan ini meliputi pengukuran unsur struktur liniasi, lipatan, rekahan, bidang sesar, gores-garis, dan lainnya, serta pengambilan contoh ba- tuan terorientasi. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Pengamatan mikroskopik secara rinci dilakukan pada sampel masadasar ba- tulempung dengan berbagai posisi terhadap bidang cleavage dan arah boudin. Analisis mineral lempung pada sampel masadasar di- lakukan dengan analisis difraksi sinar x, yakni air dried (AD), ethylene-glycol (EG), dan pemanasan (heating) pada suhu 550

  o C.

  Penentuan umur satuan ini dilakukan den- gan analisis fosil nanoplangton, dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali.

  Daerah Luk Ulo, Jawa Tengah, merupakan bagian dari zona pegunungan selatan (Southern Mountain Zone, van Bemmelen, 1949; Smyth dkk., 2005), yang merupakan tempat tersingkapnya batuan berumur Pra- Tersier. Zona ini umumnya terdiri dari en- dapan silisiklastik, volkanoklastik dan kar- bonat berumur Eosen hingga Pliosen, menutupi batuan dasar yang dikenal sebagai Komplek Mélange Luk-Ulo berumur Kapur Atas-Paleosen (Asikin, 1974).

  Kompleks Mélange Luk-Ulo terdiri dari campuran tektonik blok-blok dan keratan- keratan batuan metamorf, batuan beku basa dan ultrabasa, serta batuan sedimen pelagik dan hemipelagik yang tertanam dalam masa- dasar batulempung yang tergerus (sheared) kuat (Asikin, 1974). Komplek ini terdiri dari dua sub-kelompok, yaitu Satuan Mélange Seboro dengan komposisi blok batuan lebih banyak dari masadasar, tersingkap di bagian utara (Seboro), dan Satuan Mélange Jatisamit dengan komposisi masa dasar yang lebih banyak yang tersingkap di bagian selatan (Jatisamit).

  Diatas Kompleks Mélange Luk-Ulo, terdapat dua satuan batuan yang menunjukkan kontak langsung dengan Mélange. Satuan ini dikenal sebagai Formasi Karangsambung dan For- masi Totogan, yang terdiri dari batulempung dengan percampuran blok batuan berupa ba- tugamping, konglomerat, batupasir dan ba- tuan beku basaltik dalam masa dasar ba- tulempung. Kedua satuan batuan ini diinter- pretasikan sebagai endapan olistostrom, berumur pada Eosen Tengah-Oligosen (Asikin, 1974, Asikin dkk., 1992). Urutan endapan Tersier berikutnya secara selaras adalah seri endapan turbidit volkano-klastik Formasi Waturanda berumur Miosen Awal- Tengah dan silisiklastik-karbonat Formasi Penosogan berumur Miosen Tengah (Asikin dkk., 1992).

  Hubungan batuan dan struktur secara rinci dari dua satuan batuan berumur Paleogen yaitu Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan yang dianggap sebagai endapan olistostrom telah banyak dibahas, namun hubungan secara lateral dengan Komplek

  Mélange Luk-Ulo masih belum jelas. Karak-

  ter satuan batuan ini, yang menunjukkan struktur block in matrix dengan masadasar yang tergerus juga masih mengundang per- tanyaan tentang kejadiannya (Harsolumakso dkk., 1995, Harsolumakso dan Noeradi, 1996). Dalam penelitiannya di daerah Ban- jarnegara dan sekitarnya, Prasetyadi (2007)

  Gambar 1. Keberadaan Komplek atau Satuan Larangan (wilayah dengan garis putus-putus) pada peta geologi daerah Luk Ulo, Karangsambung hasil integrasi dengan penelitian terdahulu Asikin dkk. (1992) dan Condon dkk. (1996) (Prasetyadi, 2007).

  

Gambar 2. (a) Struktur block in matrix sebagai penciri Satuan Larangan; (b) pengukuran rasio aspek boudin

Satuan Larangan; (c) perbandingan antara sumbu terpanjang dengan rasio aspek (Ar); dan (d) frekuensi dari ra- sio aspek (Ar).

  mengusulkan tiga satuan batuan baru yang diusulkan sebagai Formasi Bulukuning beru- mur Eosen Awal yang terdiri dari batupasir berlapis dan serpih dengan blok-blok kon- glomerat dan batugamping, Komplek Laran- gan berumur Eosen Akhir merupakan batuan hasil percampuran dengan struktur block in

  matrix dan boudin, dengan blok batupasir

  (greywacke) merupakan blok yang dominan yang tertanam pada masadasar batulempung bersisik (scaly), dan Anggota Breksi Mondo sebagai bagian dari Formasi Totogan beru- mur Oligosen yang terdiri dari breksi polimik dengan fragmen berbagai jenis batuan dari berbagai ukuran yang tertanam dalam masa- dasar berukuran pasir kasar dengan kompo- nen yang sama dengan fragmennya

  (Gambar 1) . Kompleks Larangan ini secara

  struktur mempunyai kemiripan dengan Kom- pleks Mélange Luk-Ulo, kecuali pada karak- ter kandungan blok-blok batuan asing (metamorfik dan mafik) nya.

  Proses evolusi tektonik yang berlangsung se- jak Kapur Akhir sampai Plio-Pleistosen merekam tiga arah umum yang dapat dike- nali pada batuan yang tersingkap di daerah Karangsambung dan sekitarnya. Batuan Pra- Tersier yaitu Komplek Mélange Luk Ulo memberikan arah umum struktur timur timurlaut-barat baratdaya yang ditunjukan oleh arah umum sumbu panjang struktur

  boudin , batuan Tersier memberikan arah

  umum struktur timur-barat berupa lipatan dengan maksimum perlipatan pada poros tersingkapnya batuan Pra-Tersier, dan arah umum struktur terakhir pada Plio-Pleistosen yaitu utara-selatan (Harsolumakso dkk., 1995).

  Struktur Boudin

  Kompleks Larangan secara umum memperli- hatkan struktur percampuran blok batuan yang tertanam dalam masa dasar batulem- pung yang tergerus, yang dikenal dengan

  block in matrix (Gambar 2a). Blok batupasir

  (graywacke) adalah yang dominan dengan ukuran dari beberapa sentimeter sampai puluhan meter. Selain itu, terdapat blok breksi polimik, filit dan sekis, basalt, ba- tulempung, dan batulanau, dalam jumlah yang relatif sedikit (Gambar 3a-d) Blok batupasir dengan ukuran yang lebih kecil sekitar kurang dari tiga meter umumnya memperlihatkan struktur

  (Gambar 3g) . Pada masa dasar berwarna

  garis. Selain itu, pada urat dengan kete- balan sekitar 0,5-2 sentimeter, kalsit dan kuarsa terlihat saling mengisi membentuk struktur banded.

  bre ), dan memperlihatkan adanya gores-

  ketebalan sekitar 0.01-0.3 sentimeter, yang merupakan serabut sesar (slicken fi-

  age dijumpai adanya urat kalsit dengan

  Pada beberapa pengamatan bidang cleav-

  (Gambar 3h)

  Jenis mineral lempung yang diperoleh dari hasil analisis difraksi sinar x terhadap em- pat sampel masa dasar batulempung adalah ilit-monmorilonit dan kaolinit, dengan komposisi total mineral lempung adalah 35-45 %. Ilit yang hadir dalam lapisan perselingan ilit-monmorilonit di- asumsikan juga terbentuk sebagai respon terhadap peningkatan tekanan, yang diper- lihatkan dengan keberadaan mineral lem- pung tersebut pada bidang cleavage

  kehijauan, kandungan mineral klorit men- jadi lebih banyak, sedangkan warna merah diinterpretasikan oleh komposisi mineral lempung dari kelompok monmorilonit yang kaya akan unsur besi dan magne- sium.

  Masadasar Satuan Larangan umumnya berkomposisi lempungan, berwarna abu- abu kehitaman, dengan struktur cleavage yang memberikan kesan bersisik (scaly) pada pengamatan lapangan. Mineral penyusunnya terdiri dari mineral lempung, kuarsa, feldspar, muskovit/serisit, klorit sebagai mineral ubahan, kalsit sebagai urat, mineral opak, dan fragmen batuan dari batulanau sampai batupasir halus. Se- lain warna abu-abu kehitaman, pada be- berapa pengamatan memperlihatkan warna kehijauan dan merah yang dikarenakan adanya perbedaan komposisi mineral

  boudin

  Masadasar

  (Yamamoto dkk., 2012), dan tidak dikon- trol oleh ketebalan lapisan awal.

  boudinange berkembang dengan baik

  rasio aspek memperlihatkan kisaran seki- tar 2-6 (Gambar 2c-d). Nilai tersebut ter- golong besar yang menggambarkan bahwa

  (Gambar 2b) . Pengukuran dan analisis

  memberikan karakteristik rasio aspek (panjang/tebal) yang dicapai selama proses pembentukannya (Fossen, 2010)

  Boudin

  , yang merupakan hasil proses penarikan akibat tekanan pada lapisan ba- tupasir yang lebih kompeten di dalam masa dasar batulempung yang kurang kompeten (Fossen, 2010). Bentuk ujung atau sudut boudin relatif membulat den- gan geometri simetris dan tidak simetris. Pada boudin berkembang rekahan buka dengan ketebalan sekitar kurang dari em- pat millimeter, dengan kedudukan tegak lurus sumbu terpanjangnya (Gambar 3e), dan umumnya telah terisi oleh mineral kalsit dan atau kuarsa membentuk urat. In- tensitas rekahan buka lebih intensif berkembang pada ujung boudin, untuk mengakomodasi tegasan yang lebih besar (Fossen, 2010). Selain itu berkembang juga rekahan sistematis pada boudin den- gan ukuran yang lebih besar dengan pola sejajar dan berpasangan (Gambar 3f). Pengukuran sumbu terpanjang boudin memperlihatkan orientasi relatif sejajar dengan bidang cleavage yang tebentuk pada masa dasar batulempung.

  Pengukuran kedudukan cleavage di lapan- gan diperoleh tiga kedudukan, yaitu barat baratdaya-timur timurlaut dengan arah ke- miringan ke selatan menenggara dan utara baratlaut, utara baratlaut-selatan meneng- gara dengan arah kemiringan ke timur timurlaut dan barat baratdaya, dan utara dengan arah kemiringan ke timur. Namun

  

Gambar 3. Blok dari Satuan Larangan dan rekahan pada boudin. (a) Sekis, (b) filit, (c) basal dengan kesan brek-

siasi, dan (d) breksi polimik.(e) Rekahan yang semakin intensif pada ujung boudin (e), dan (f) rekahan sistematis

pada boudin dengan ukuran yang lebih besar. Masa dasar batulempung Satuan Larangan. Masa dasar Satuan La- rangan. (g) Berwarna kehijauan dan merah, dan (h) mineral lempung ilit-monmorilonit (I-M) yang terbentuk pada bidang cleavage. dari keseluruhan hasil pengukuran lapan- gan diperoleh kedudukan umum dari

  cleavage adalah timur timurlaut-barat

  Sphenolithus pseudoradians dan kemun- culan akhir Discoaster saipanensis.

  boudin . Mekanisme yang sama juga

  Selain itu, pada beberapa ujung boudin dengan intensitas rekahan buka yang tinggi, berlangsung proses penghancuran menghasilkan pengurangan ukuran buti- ran, bentuk butir yang menyudut yang ter- tanam pada butiran yang lebih kecil, dan memperlihatkan hubungan antar butir (kemas) yang terbuka dan keseragaman butiran (sortasi) yang buruk. Sehingga menghasilkan kesan breksiasi pada ujung

  Mekanisme tersebut umumnya berkem- bang pada boudin batupasir dan boudin mikro dalam masa dasar batulempung, yang ditandai dengan pembentukan struk- tur mikro berupa rekahan mikro (microcrack) dan sesar mikro (microfault). Rekahan mikro berlangsung pada butiran tunggal (intragranular), ba- tas antar butir (intergranular), dan keduanya dengan memotong butir yang bersebelahan dan batas antara butir (transgranular) (Gambar 5a). Sesar mikro berkembang pada butiran tunggal maupun pada batas antar butir, dan pada beberapa pengamatan berhubungan den- gan urat mikro (microvein) yang mengin- dikasikan kombinasi antara gerakan bergeser dan membuka. Mekanisme ini berkembang baik pada beberapa pengama- tan ujung boudin dan pada boudin dengan intensitas rekahan yang sangat tinggi.

  curan butiran melalui rekahan mikro, per- pindahan, dan perputaran tanpa perubahan bentuk kristal secara permanen (Blenkinsop, 2002; Fossen, 2010). Mekan- isme ini lebih dikontrol oleh tekanan dan cenderung menghasilkan pengurangan ukuran butiran.

  deformation ) adalah mekanisme penghan-

  Kataklasis atau deformasi getas (brittle

  DEFORMASI PADA KOMPLEKS LA- RANGAN Deformasi Kataklasis

  Dalam penelitian ini dilakukan kembali proses penentuan umur batuan dengan menggunakan analisis fosil nanoplangton yang terkandung dalam masa dasar ba- tulempung. Hasil analisis tersebut menun- jukan kisaran umur Eosen Akhir (NP.20), yang ditandai dengan kemunculan awal

  baratdaya dengan kemiringan sekitar 39

  Umur

  (T-Cracks). Permukaan sesar utama di- interpretasikan sebagai permukaan sesar Y yang berkembang secara setempat (Logan dkk., 1981 dalam Kimura dkk., 2012). Berdasarkan hubungan orientasi tersebut, Satuan Larangan terbentuk dalam mekan- isme simple shear dengan kecendurungan pergerakan menganan (dextral).

  boudin yang merupakan bidang rekahan T

  Hasil pengukuran unsur struktur Satuan Larangan memperlihatkan hubungan antar unsur struktur yang terbentuk pada masa dasar dan blok batuan dalam satu prinsip sesar (riedel shear) (Gambar 4). Clevage yang terbentuk merupakan bidang foliasi P yang sejajar dengan arah sumbu terpan- jang dari boudin. Sesar R1 dan R2 mem- perlihatkan hubungannya dengan boudin yang terbentuk setelah boudinage, begitu juga rekahan buka yang berkembang umumnya tegak lurus sumbu terpanjang

  Hubungan Struktur

  Apabila kedudukan umum clevage terse- but dihubungkan dengan pola umum struktur yang berkembang di pulau Jawa, maka kondisi struktur geologi yang berkembang pada Satuan Larangan mem- perlihatkan pola yang hampir sama den- gan jalur tektonik Paleogen-Neogen yaitu timur timurlaut-barat baratdaya (Pulunggono dan Martodjojo, 1994), den- gan arah kemiringan cenderung ke selatan menenggara.

  o ke arah tenggara.

  teramati pada sampel ujung boudin dari filit, yakni proses penghancuran yang memberikan kesan breksiasi (Gambar 5b) Selain struktur mikro di atas, pada boudin batupasir berkembang struktur jaringan (web

  structure ), yaitu urat berwarna gelap dengan

  ketebalan kurang dari dua milimeter yang membentuk jaringan yang tidak teratur (Cowan, 1982 dalam Kitamura dan Kimura, 2012). Pada pengamatan mikroskopis struktur ini berwarna lebih gelap yang terdiri dari buti- ran dengan ukuran yang lebih kecil, dengan bentuk menyudut sampai menyudut tanggung, serta memiliki sortasi yang buruk (Gambar

  5c-d). Struktur ini diinterpretasi sebagai aliran

  kataklastik dan teramati dipotong oleh urat mikro kalsit dan tersesarkan pada beberapa pengamatan.

  Diffusive mass transfer (DMT)

  Perpindahan masa secara difusi (DMT) atau pelarutan-pengendapan (dissolution -

  precipitation

  ) adalah mekanisme deformasi melalui difusi, perpindahan cacat kristal, ion, atom, atau molekul sebagai respon peningka- tan kekuatan kimiawi (Blenkinsop, 2002). Salah satu mekanisme ini adalah pressure so-

  lution , yang merupakan mekanisme yang

  penting dalam batuan yang mengandung fluida antar butiran, yang akan melarutkan ba- tas antar kontak butiran dengan kondisi tegasan yang tinggi (Passchier dan Trow, 2005). Masa dasar Satuan Larangan secara umum terdeformasi melalui mekanisme pres-

  sure solution dengan menghasilkan cleavage

  yang teramati pada pengamatan lapangan dan mikroskopis. Pada pengamatan mikroskopis cleavage teramati berupa seam dengan warna yang le- bih gelap, dengan bentuk halus (smooth) dan geliut (wriggly), hubungan sejajar (parallel) dan bercabang (anastomosing), dan persentase volume sekitar 3-25% (Gambar 5e-f). Ciri morfologi tersebut mengklasifikasikannya se- bagai spaced foliation (Passchier dan Trow, 2005). Kenampakan warna gelap pada seam dikarenakan terendapkannya elemen yang ti- dak mudah larut pada bidang cleavage (Kawabata dkk., 2007 dalam Kimura dkk., 2012), sedangkan elemen yang mudah larut akan terendapkan pada rekahan buka yang ter- bentuk disekitarnya. Kenampakan bersisik (scaly) pada pengamatan masa dasar batulem- pung di lapangan terbentuk dari hubungan

  cleavage yang bercabang antar satu dengan

  lainnya, sehingga memberikan kesan melensa yang dibatasi oleh cleavage itu sendiri.

  Gambar 4. Hubungan antar unsur struktur pada masa dasar dan blok batuan Satuan Larangan. (a) Sketsa hubun-

gan antara unsur struktur dan pembentukan boudin dan cleavage; (b) proyeksi stereografis dari kedudukan cleav-

age ; (c) diagram mawar dari arah sumbu terpanjang boudin; (d) proyeksi stereografis dari shear crack; (e) proyeksi stereografis dari kedudukan rekahan buka.

  

Gambar 5. Mekanisme deformasi Satuan Larangan. (a) Rekahan dan sesar mikro pada butiran tunggal, serta

proses penghancuran yang menghasilkan butiran yang menyudut dan sortasi buruk pada sampel ujung boudin

batupasir; (b) proses penghancuran pada ujung boudin filit (Gambar 5) (c-d) web structure pada boudin batupasir

yang terpotong oleh urat mikro kalsit; . (e) Cleavage dengan hubungan bercabang pada masa dasar batulempung

yang membentuk seam dengan warna yang lebih gelap; (f) proses pelarutan (dissolution) pada ujung butiran

kuarsa (anak panah); (g) kembaran mekanis pada urat kalsit yang berbentuk pita (tape) dan lurus (straight); (h)

pemadaman bergelombang (UE) dan rotasi sub-butiran (SR) pada butiran mineral kuarsa dalam masa dasar ba- tulempung. Selain cleavage, mekanisme DMT melalui pelarutan juga membentuk stylolite mikro pada urat kalsit dan membentuk batas butiran berupa suture, serta pressure solution seam yang sejajar dengan bidang cleavage dan memotong kembaran kalsit.

  Intracrystalline Deformation/Plasticity

  Deformasi/ kekenyalan dalam kristal (intracrystalline deformation/ plasticity) ada- lah mekanisme yang menyebabkan peruba- han permanen struktur kristal tanpa pemben- tukan rekahan, yang berlangsung melalui pergerakan cacat kristal berupa titik (vacancies) dan garis (dislocation) pada se- buah struktur kristal (Blenkinsop, 2002; Passchier dan Trow, 2005).

  Kembaran mekanis (mechanical twinning) yang terbentuk pada urat kalsit pada boudin dan masa dasar, dengan bentuk seperti pita (tape), memanjang, dan dibatasi oleh batas butiran kalsit. Kembaran tersebut terdiri dari satu, dua, bahkan tiga kumpulan, berbentuk lurus dengan ketebalan sekitar 0,2-40 µm

  (Gambar 5g) . Mekanisme ini tidak melibat-

  kan rekahan dalam pembentukannya, namun melalui proses rayapan dan luncuran dislo- kasi (dislocation creep dan glide) yang ber- langsung pada struktur dalam kristal kalsit, dan umumnya terbentuk pada kondisi tem- peratur yang rendah (Passchier dan Trow, 2005; Fossen, 2010). Pemadaman bergelombang (undulatory ex-

  tinction

  ) teramati pada beberapa pengamatan mineral kuarsa pada boudin dan masa dasar, serta urat kuarsa pada urat yang memperli- hatkan struktur banded (Gambar 5h). Kondisi tersebut dikarenakan terdapatnya variabel posisi pemadaman pada satu kristal kuarsa akibat adanya sejumlah cacat kristal berupa dislokasi, yang menyebabkan peruba- han bentuk struktur kristal, sehingga men- gubah sedikit orientasi sumbu kristalnya (Blenkinsop, 2002; Passchier dan Trow, 2005).

  Selain kedua struktur mikro di atas, pada bu- tiran kuarsa terbentuk juga sub-butiran (subgrain) yang merupakan proses pemuli- han dislokaksi dengan mengelompokannya menjadi suatu jaringan planar (Passchier dan Trow, 2005). Serta penonjolan (bulging) dan rotasi sub-butiran (subgrain rotation) melalui mekanisme perpindahan batas butiran atau pengkristalan kembali secara dinamis pada mineral kuarsa. Namun kehadirannya perlu ditinjau kembali apakah berlangsung ber- samaan dengan pembentukan batuan. Hal ini dikarenakan mineral kuarsa yang terkandung dalam masa dasar batulempung bukan meru- pakan hasil pengkristalan, namun merupakan hasil dari proses sedimentasi. Sehingga sum- bernya dapat berasal dari batuan yang telah mengalami proses deformasi yang memung- kinkan terbentuk struktur mikro tersebut.

  Peta Deformasi

  Mekanisme dan struktur mikro yang teramati pada pengamatan mikroskopis diplot pada peta deformasi yang diususlkan oleh Davis dan Reynolds (1996) (Gambar 6). Berdasar- kan hasil pengeplotan dapat dijelaskan bahwa, pada kondisi temperatur yang sama yaitu rendah sampai menengah berlangsung dua mekanisme deformasi. Pada kondisi per- bedaan tegasan yang rendah sampai menen- gah berlangsung mekanisme deformasi ken- yal dengan membentuk boudin, dan cleavage melalui mekanisme pressure solution. De- ngan peningkatan tekanan, boudin yang ter- bentuk mengalami peningkatan kekuatan ba- tuan melalui proses strain hardening dan akan mengalami rupture setelah melewati batas kekuatannya dengan membentuk reka- han dan sesar yang teramati pada pengama- tan lapangan dan mikroskopis. Rupture terse- but terbentuk pada kondisi perbedaan tegasan yang besar dibandingkan cleavage pada masa dasar batulempung dan kembaran mekanis pada urat kalsit

  Fase Deformasi

  Pengamatan lapangan dan mikroskopis teramati hubungan saling memotong pada Satuan Larangan yang dapat memberikan gambaran fase deformasi yang berlangsung. Fase pertama dengan pembentukan struktur jaringan (web structure) pada boudin batu- pasir, yang merupakan aliran kataklastik. Ki- tamura dan Kimura (2012) mengusulkan pembentukan struktur ini sebelum litifikasi lapisan batupasir yang membentuk boudin.

  Sebagai batuan hasil proses deformasi, Satuan Larangan lebih dikontrol oleh tekanan dibandingkan temperatur. Berlanjutnya proses deformasi mengakibatkan peningka- tan tekanan yang menyebabkan lapisan batu- pasir mengalami boudinage bersamaan den- gan pembentukan cleavage pada masa dasar melalui mekanisme pressure solution. Pem- bentukan cleavage dan boudinage meru- pakan fase deformasi kedua.

  Fase ketiga ditandai dengan pembentukan

  rupture pada boudin karena terlampauinya

  kekuatan batuan dengan berlanjutnya proses deformasi. Rupture tersebut ditandai dengan pembentukan rekahan sistematis dan rekahan buka (T-cracks), dan pembentukan sesar (R

  1,2 ) yang memotong boudin.

  Pergerakan Sesar (Shear Sense)

  Urat pada Satuan Larangan diinterpretasi ter- bentuk selama dan setelah proses deformasi berlangsung. Kalsit merupakan komposisi utama dari urat dengan sedikit kuarsa pada beberapa pengamatan. Beberapa urat mikro dapat tentukan arah per- tumbuhan mineral dan pergerakan dari sesar. Selain mengisi rekahan, mineral kalsit juga mengisi bidang cleavage membentuk slicken

  fibre yang umumnya berkembang dari tepi ke

  tengah (syntaxial), dan pada beberapa pega- matan mengindikasikan pergerakan bagian atas ke kiri (sinistral). Selain itu, daerah bu- kaan (dilational jog) antar segmen sesar mikro juga terisi oleh mineral kalsit, yang ke- mudian mengalami deformasi lanjutan mem- bentuk urat sigmoidal.

  Illite Crystallinity (IC)

  Ilit pada masa dasar batulempung Satuan La- rangan terkandung dalam lapisan perselingan ilit-monmorilonit. Mineral ini dapat diidenti- fikasi melalui grafik yang dihasilkan melalui analisis difraksi sinar x, yakni air dried

  

Gambar 6 . Peta mekanisme deformasi (Davis dan Reynolds, 1996), dan interpretasi kondisi temperatur dan per-

bedaan tegasan pada Satuan Larangan, berdasarkan data mekanisme deformasi (kotak garis putus-putus).

  (AD), ethylene-glycol (EG), dan pemanasan (heating) pada suhu 550

  o

  yang memperlihatkan percampuran blok batuan yang tertanam dalam masa dasar batulempung yang tergerus, dengan blok batupasir (graywacke) adalah yang dominan dengan ukuran dari beberapa sentimeter sampai puluhan meter. Struktur tersebut memberikan kemiripan dengan Satuan Mélange Jatisamit yang meru- pakan bagian dari Komplek Mélange Luk Ulo (Asikin, 1974). Namun hasil analisis fosil nano- plangton menunjukan umur Eosen Akhir pada

  in matrix ”, struktur yang lazim pada mélange

  Satuan Larangan memiliki struktur khas “block

  DISKUSI

  C (± 30°).

  o

  C (Mukoyoshi dkk, 2007 dalam Hara dkk., 2013). Persamaan tersebut dibuat ber- dasarkan hubungan antara nilai IC dengan data reflektansi vitrinit (Kosakowski dkk., 1999 dan Underwood dkk., 1993 dalam Hara dkk., 2013). Dengan mengaplikasikan persamaan tersebut terhadap nilai IC yang diperoleh, maka kondisi temperatur untuk Satuan Larangan adalah sekitar 165-225

  30

  o

  2 θ) yang diusulkan oleh Hara dan Kurihara, (2010) dengan koofiseien korelasi 0.92 dan kesalahan ±

  o

  C) = 353 – 206 IC ( ∆

  

o

  (

  Hasil pengukuran nilai Illite Crystallinity (IC) Satuan Larangan diperoleh nilai sekitar 0,637-0.906 dan 0.759. Untuk memperoleh kondisi temperatur, digunakan persamaan: T

  Metode Kubler Index (KI) digunakan untuk memperoleh nilai Illite Crystallinity (IC). Nilai tersebut diperoleh dengan menghitung lebar setengah puncak pada 10Å dari refleksi dioktahedral ilit (Kubler, 1967, 1968 dalam Ji dan Browne, 2000 dan Eberl dan Velde, 1989, yang diukur dari grafik ethylene-glycol (EG) (Gambar 7).

  C. Ilit digunakan se- bagai parameter dalam menentukan kondisi temperatur Satuan Larangan dikarenakan mineral lempung pada kondisi penguburan sedimentasi dan atau tektonik cenderung akan mengalami diagenesa dan meta- morfisme derajat sangat rendah, dan reaksi yang telah berlangsung pada proses tersebut tidak dapat kembali walaupun mengalami proses penyingkapan, sehingga indeks dan fabrik yang menunjukan kehadiran mak- simum kondisi kematangan dan pengubu- rannya tetap terpelihara (Izquierdo-Llavall dkk., 2013).

  Gambar 7. Hasil analisis difraksi sinar-x menggunakan ethylene glycol untuk sampel masa dasar batulempung Satuan Larangan yang memperlihatkan lapisan perselingan ilit-monmorilonit

  • 225

  tallinity (IC) dengan asumsi peningkatan

  ) yang bergerak di atas daratan sunda (foot wall) pada saat terjadi pengangkatan Komplek Mélange Luk Ulo. Sedimen laut dalam yang telah terendapkan sebelumnya, kemudian bertindak sebagai pelumas dalam

  wall

  Komplek Mélange Luk Ulo (Satuan Mélange Seboro) bertindak sebagai backstop (hanging

  (Gambar 9). Dalam proses pembentukannya

  . Kondisi tersebut menggolongkan Satuan Larangan sebagai batuan kataklasit, begitu juga dengan mekanisme deformasi yang berlangsung yakni pelarutan- pengendapan (dissolution-precipitation) dan kataklasis (Fagereng dan Toy (2011)

  C km

  o

  panas bumi pada kerak benua sekitar 25

  C) yang diperoleh dari nilai illite crys-

  o

  C (± 30

  o

  o

  naik. Sesar yang terbentuk memiliki kedala- man sekitar 6-9 kilometer (± 1 kilometer) yang dikonversi dari temperatur 165

  mélange yang merupakan suatu sistem sesar

  yaitu barat baratdaya-timur timurlaut (Gambar 8a-c). Proses pembentukan Satuan Larangan memiliki kemiripan dengan pembentukan

  sional suture sepanjang Luk Ulo – Meratus,

  satuan ini, menjadikannya bukan merupakan bagian dari Komplek Mélange Luk Ulo. Sribudiyani dkk. (2003) dalam model evolusi tektonik Jawa dan sekitarnya menyimpulkan bahwa mendekati akhir Kapur-Eosen Awal be- nua mikro pecahan dari Gondwana di selatan mengapung ke arah baratlaut mendekati zona subduksi, dan kemudian mengalami docking dengan batas timur daratan Sunda yang men- gakibatkan aktivitas magmatisme berhenti dan pengangkatan zona subduksi membentuk pegunungan Meratus dan Komplek Mélange Luk Ulo. Berdasarkan penjelasan tersebut dan umur yang diperoleh dari hasil analisis fosil nano- plangton, serta karakteristik satuan, mekan- isme deformasi yang berlangsung, dan de- finisi mélange yang merupakan batuan hasil peristiwa subduksi, maka dapat diinterpreta- sikan bahwa Satuan Larangan merupakan bagian dari zona collisional suture, yang ter- bentuk akibat peristiwa tumbukan (collision) antar benua mikro pecahan dari Gondwana dengan bagian timur daratan Sunda. Peristiwa ini berlangsung setelah peristiwa subduksi lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia pada Kapur Akhir-Paleosen dan se- belum dimulainya peristiwa magmatisme pada Oligosen setelah berpindahnya jalur subduksi ke selatan Jawa. Kondisi ini dibuk- tikan juga dengan arah umum cleavage yang terbentuk sejajar dengan orientasi zona colli-

  • 1

  Gambar 8. (a) Kerangka tektonik Asia Tenggara selama 35-20 juta tahun lalu (Sribudiyani dkk., 2003). (b) Penampang pembentukan Satuan Larangan sebagai hasil peristiwa tumbukan pada Eosen Akhir (modifikasi dari Sribudiyani dkk (2003) dan Prasetyadi (2007). (c) Perbesaran dari “b” (kotak garis putus-putus), dan distribusi temperatur terhadap kedalaman pembentukan Satuan Larangan. proses pergerakannya, dengan masuk pada saluran (zona sesar) yang dibentuk. Saluran tersebut kemudian menjadi sebuah zona bercam- purnya blok batuan pada dinding sesar tersebut yang kemudian terikat oleh masa dasar mem- bentuk satuan ini. Blok batupasir merupakan ha- sil endapan turbidit yang terbentuk pada laut dalam yang materialnya berasal dari daratan (Prasetyadi, 2007), sedangkan blok filit, sekis dan basal merupakan blok batuan yang berasal dari Komplek Mélange Luk Ulo yang masuk ke- dalam zona sesar tersebut. Analisis hubungan antar unsur struktur memperlihatkan suatu prin- sip sesar (shear) dengan pergerakan menganan (dextral). Selain pembentukan Satuan Larangan, peristiwa pengangkatan Komplek Mélange Luk Ulo aki- bat peristiwa tumbukan (collision) benua mikro pecahan dari Gondwana dengan bagian timur daratan Sunda, juga membentuk Formasi Karangsambung yang merupakan endapan oli- sostrom ,yang terdiri dari percampuran blok ba- tuan (olistolit) berupa batupasir, batulanau, kon- glomerat, dan batugamping Numulites dalam masa dasar batulempung (Asikin, 1974). Satuan Larangan terbentuk bersamaan dengan bagian atas dari Formasi Karangsambung yaitu pada Eosen Akhir, namun dengan mekanisme dan lo- kasi yang berbeda. Satuan Larangan berlokasi pada bagian utara Komplek Mélange Luk Ulo, sedangkan Formasi Karangsambung di bagian selatan. Kemudian di atas Satuan Larangan ter- endapkan secara tidak selaras Formasi Totogan pada kala Oligosen yang masih merupakan en- dapan olisostrom (Asikin, 1974; Prasetyadi, 2007), dan secara selaras di atas Formasi Toto- gan terendapkan Formasi Waturanda yang ter- diri dari batupasir dan breksi volkanik pada kala Miosen, yang merupakan hasil magmatisme pada subduksi di selatan Jawa (Asikin dkk, 1992) (Gambar 10).

  KESIMPULAN

  Satuan Larangan bukan merupakan bagian dari Komplek Mélange Luk Ulo yang ditun-

  Gambar 9 . Satuan Larangan sebaggai batuan kataklasit dalam model konsep zona-sesar (Fagereng dan Toy, 2011). jukan dengan hasil analisis fosil nanoplang- ton yang menunjukan umur Eosen Akhir (NP.20). Pembentunkannya berhubungan dengan peristiwa tumbukan benua mikro lepasan Gondwana di selatan dengan bagian timur daratan Sunda yang berlangsung sete- lah Paleosen sampai permulaan Oligosen Awal.

  Satuan ini memperlihatkan struktur block in

  C (± 30

  C. Prasetyadi atas diskusi dan sarannya, serta

  Group, Geologi ITB, atas pendanaan dalam penelitian ini. Dr. Ir.

  Geodynamics Research

  Ucapan terima kasih disampaikan kepada

  Ucapan Terima Kasih

  C) dan terbentuk pada ke- dalaman sekitar 6-9 kilometer (± 1 km).

  o

  o

  matrix , dengan blok batupasir (graywacke)

  gan pembentukan boudin dan cleavage me- lalui mekanisme deformasi kenyal, dan fase ketiga dengan pembentukan rekahan dan sesar pada boudin akibat rupture, dikarena- kan terlewatinya batas kekuatan boudin karena kontrol tekanan yang terus meningkat. Temperatur pembentukan satuan ini sekitar 165-225

  ture ) pada boudin batupasir, fase kedua den-

  Satuan Larangan mengalami minimal tiga fase deformasi, yaitu fase pertama dengan pembentukan struktur jaringan (web struc-

  boudin akibat kontrol tekanan yang mening- kat.

  Kemudian dilanjutkan deformasi getas den- gan terbentuknya rekahan dan sesar pada

  Mekanisme deformasi yang mengontrol pem- bentukan Satuan Larangan adalah deformasi kenyal yang membentuk boudin melalui mekanisme strain hardening pada blok batu- pasir dan cleavage pada masa dasar batulem- pung melalui mekanisme pressure solution.

  sebagai yang dominan yang memperlihatkan struktur boudin, serta blok filit, sekis, basal, breksi polimik, dan batulanau, yang dalam jumlah sedikit, yang kesemuanya tertanam pada masa dasar batulempung bersisik (scaly).

  Gambar 10 . Kolom stratigrafi daerah Karangsambung dan sekitarnya (modifikasi dari Harsolu- makso dkk., 2006). izin penggunaan disertasi. Penelitian lapan- gan dibantu oleh mahasiswa Universitas Jen- dral Soedirman, Zuama dan Aan, dan analisis laboratorium dibantu oleh Saudara Wahyu Dwijo.

  Asikin, S., (1974): Evolusi geologi Jawa

  physics , 485, 52-61.

  Y., Hamahashi, M., dan Hina, S., (2012): Tectonic mélange as fault rock of subduc- tion plate boundary, Tectonophysics, 568-

  C., dan Casas, A.M., (2013): On the origin of cleavage in the Central Pyrenees: Structural and paleo-thermal study, Tec- tonophysics , 608, 303-318. Ji, J. dan Browne, P.R.L, (2000): Relation- ship between illite crystallinity and tem- perature in active geothermal systems of New Zealand, Clays and Clay Minerals, 48 , 139-144. Kimura, G., Yamaguchi, A., Hojo, M., Kita- mura, Y., Kameda, J., Ujiie, K., Hamada,

  Izquierdo-Llavall, E., Aldega, L., Cantarelli, V., Corrado, S., Gil-Pena, I., Invernizzi,

  Geosains UKM-ITB , 84-85.

  B., dan Suparka, M.E., (2006): The Luk Ulo-Karangsambung complex of Central Java, Indonesia: From subduction to colli- sion tectonics, Persidangan Bersama

  Harsolumakso, A.H. dan Noeradi, D., (1996), Deformasi pada Formasi Karang- sambung di daerah Luk Ulo, Jawa Ten- gah, Buletin Geologi v.24, . Harsolumakso, A.H., Prasetyadi, C., Sapiie,

  Penelitian Puslitbang Geoteknologi LIPI , 422-441.

  A., dan Chalid I. Abdullah (1996), Karak- teristik Struktur Melange di daerah Luk Ulo, Jawa Tengah. Dalam Prosiding Hasil

  , 190-215. Harsolumakso A. H., Suparka M. E., No- eradi, D., Kapid R., Zaim Y, Magetsari N.

  Hasil-Hasil Penelitian Puslitbang Geo- teknologi LIPI

  D., Abdullah, C.I., dan Ansori, C., (1995): Karakteristik satuan melange dan olisos- trom di daerah Karangsambung, Jawa Tengah, suatu tinjauan ulang, Prosiding

  Y., Magetsari, N.A., Kapid, R., Noeradi,

  Hara, H., Kurihara, T., dan Mori, H., (2013): Tectono-stratugraphy and low-grade metamorphism of Late Permian and Early Jurassic accretionary complexes within the Kurosegawa belt, Southwest Japan: Implications for mechanisms of crustal displacement within active continental margin, Tectonophysics, 592, 80-93. Harsolumakso, A.H., Suparka, M.E., Zaim,

  Rowland, J.V., (2011): Geology of the earthquake source: A volume in honour of Rick Sibson, Geological Society, London, Special Publication , 359, 1-16. Fossen, H., (2010): Structural geology, Cam- bridge University Press, 463 hal. Hara, H. dan Kurihara, T., (2010): Tectonic evolution of low-grade metamorphosed rocks of the Cretaceous Shimanto accre- tionary complex, Central Japan, Tectono-

  Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi teori tektonik dunia yang baru , disertasi,

  ogy of earthquake source: An introduc- tion , dalam Fagereng, A., Toy, V.G., dan

  Fagereng, A. dan Toy, V.G., (2011): Geol-

  the kubler index, Clay Minerals , 24, 571- 577.

  Eberl, D.D. dan Velde, B., (1989): Beyond

  Structural geology of rocks and regions , John Wiley & Sons, Inc, 776 hal.

  Pengembangan Geologi, Bandung. Davis, G.H. dan Reynolds, S.J., (1996):

  gara dan Pekalongan, Jawa skala 1 : 100.000 edisi kedua, Pusat Penelitian dan

  Amin, T.C. Gafoer S., dan Samodra, H., (1996): Peta geologi lembar Banjarne-

  150 hal. Condon, W.H., Pardyanto, L., Ketner, K.B.,

  structures and mechanicms in minerals and rocks , Kluwer Academic Publishers,

  Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Blenkinsop, T., (2002): Deformation micro-

  Kebumen, Jawa skala 1 : 100.000 , Pusat

  Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., dan Gafoer, S., (1992): Peta geologi lembar

  Departemen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung, tidak dipublikasikan, 103 hal.

  569 , 25-38. Kitamura, Y. dan Kimura, G., (2012): Dy- namic role of tectonic mélange during in- terseismic process of plate boundary mega earthquakes, Tectonophysics, 568-569, 39

  • 52. Passchier, C.W. dan Trow, R.A.J. (2005): Micro-tectonics , Springer, 366 hal.

  Paudyal, K.R., Pokhrael, T., dan Paudel, L.P., (2011): Petrography and illite crys- tallinity of Lesser Himalayan merasedi- ments, Gorkha Narayangarh section, Cen- tral Nepal, Bulletin of the Department of

  Geology, Tribhuvan University, Kath- mandu, Nepal , 14, 67-76.

  Prasetyadi, C., (2007): Evolusi tektonik pa-

  leogen Jawa bagian timur,

  Disertasi Juru- san Teknik Geologi ITB, tidak dipublika- sikan, 325 hal. Pulunggono dan Martodjojo, S., (1994): Pe- rubahan tektonik Paleogen-Neogen meru- pakan peristiwa tektonik terpenting di Jawa, Proceedings Geologi dan Geoteknik