BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Memori 2.1.1 Definisi Memori - Hubungan Warna Latar Terhadap Pencapaian Memori Jangka Pendek di SMP Muhammadiyah-3, Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Memori

  2.1.1 Definisi Memori

  Memori adalah penyimpanan dari pengetahuan yang diperoleh agar dapat diingat kembali (Sherwood, 2010). Selain itu, memori juga merupakan perubahan senyawa kimia pada pre-synaptik terminal dan post-syanaptik membrane. (Guyton & Hall, 2006)

  2.1.2 Model Memori

  Berbagai model telah diciptakan dalam usaha memahami dan menerangkan bagaimana sebenarnya memori manusia berkerja. Atkinson dan Shiffrin menerangkan, perjalanan informasi dari lingkungan yang kemudian melewati rangkaian sensori memori akan menstimulasi sistem perseptual. informasi ini selanjutnya, akan disimpan sebagai memori jangka pendek. Baddeley (2004) Sensori memori dapat menyimpan sejumlah informasi, namun ia hanya dapat bertahan dalam beberapa detik atau kurang. Fokus atau perhatian diperlukan dalam proses pembentukan memori. Iidaka, Aderson, Kumar, Cabeza & Fergus. (2011). Selain, pengulangan dan latihan berulang dapat meningkatkan kemungkinan pemindahan informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Baddeley (2004)

  Baddeley & Hitch (1974) telah melakukan eksperimen untuk membuktikan, tidak adanya interaksi antara memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Melalui penelitian ini, dilakukan tindakan memblokir memori jangka pendek pada subjek normal dengan meminta subjek untuk membaca urutan digit ketika melakukan tugas-tugas lain seperti belajar atau mencoba memahami sesuatu. Terdapatnya penurunan informasi yang diperoleh dari proses pembelajaran, seiring dengan peningkatan jumlah digit, yang secara langsung menerangkan tidak adanya interaksi antara memori jangka pendek dan memori jangka panjang.

  Baddeley & Hitch juga menerangkan, memori jangka pendek sebenarnya melibatkan satu komplek sistem yang dikenali sebagai memori kerja (Working

  

Memory ). Memori kerja ini terdiri dari kontroler atensi/ perhatian yang juga

  dikenal juga sebagai sentral eksekutif. Sentral eksekutif ini dihubungkan dengan dua subsistem yaitu, Visuospatial sketsa (Visuospatial Skech-pad) dan lingkaran finologi (Phonological loop). Lingkaran Finologi mempunyai kapasitas dalam menyimpan memori untuk beberapa detik, selain digabung dengan proses rehearsal subvokal. Sistem ini juga berperanan dalam memanipulasi informasi yang diperolehi dalam bentuk pidato, bicara dan huruf. (Baddeley, 2004)

  Visuospatial sketsa membenarkan manipulasi dan penyimpanan sementara gambar dan informasi ruangan/ spasial. Menurut Shallice (1988) dalam Baddeley (2004), sentral eksekutif menyediakan sistem kontrol perhatian/ attentional yang berguna untuk memori kerja dan untuk aktivitas lainnya. Sistem ini juga, mempunyai peranan yang penting dalam pemilihan strategi dan proses stimulus dalam pembelajaran yang efektif. (Baddeley, 2004)

  Memori kerja ini juga dikenal sebagai papan tulis di otak, yang berperan dalam memperoleh dan menghubungkan berbagai jenis informasi yang berkaitan, melibatkan informasi yang terdapat di dalam simpanan memori atau dari sewaktu, dalam usaha mencari solusi suatu masalah. Memori kerja ini juga penting dalam menyelesaikan masalah, membuat pertimbangan, fokus dalam aktiviti harian dan merancang tindakan yang akan kita lakukan. (Sherwood, 2010)

  Visuospatial Lingkaran

  Sentral Sketsa

  Finologi (Visuospatial

  (Phonological Eksekutif

  Sketch-pad ) Loop )

  Skema 2.1 Model memori kerja yang dicadangkan oleh Baddeley & Hitch (1974)

  (Sumber: The Psychology of Memory)

  Input dari Lingkungan Sekitar

  Sensori register:

  • visual
  • audi
  • Haptik (Sentuhan)

  = persepsi

  Tempat Penyimpanan jangka pendek:

  Memori Kerja Sementara

  Kontrol proses: Output Responsi

  • Latihan
  • membuat keput
  • memikirkan strategi berulang- ulang

  Tempat penyimpanan jangka Panjang:

  Memori Kerja Permanen Skema 2.2 Model memori manusia yang dicadangkan oleh Arkinson dan Shiffrin (1968) (Sumber: The Psychology of Memory) .

2.1.3 Klasifikasi Memori

2.1.3.1 Memori mempunyai tiga tingkatan,yaitu: 1.

  Memori Jangka Pendek (Stort Term Memori) Memori jangka pendek ini disebabkan oleh perubahan sementara fungsi pre-synaptik, sehingga terjadi aktivitas syaraf yang berjalan terus menerus.

  Signal syaraf ini berjalan keliling di dalam sirkulasi secara sementara. Selain, Informasi yang di simpan disini, mempunyai dua kemungkinan, yaitu sama ada akan dilupakan atau dipindahkan ke simpanan memori jangka panjang. (Guyton & Hall, 2006; Sherwood, 2010) 2.

  Perantara Memori Jangka Panjang (Intermediate Long Term Memori) Sistem ini terjadi disebabkan terdapatnya perubahan sementara bahan kimia dan fisikal pada Pre-Synaptik terminal dan Post-Synaptik membrane. Memori yang tersimpan disini mampu bertahan selama beberapa menit hingga minggu dan akan hilang kecuali terbentunya jejak memori (Memory Trace) (Guyton & Hall, 2006) 3.

  Memori Jangka Panjang (Long Term Memory) Memori jangka panjang terjadi disebabkan oleh perubahan struktural dan fungsi yang berlaku di pre- synape secara permanen, yang menyebabkan peningkatan sekresi neurotransmiter yang dilepaskan. Selain, memori yang disimpan disini, mampu bertahan dalam beberapa hari hingga tahun.

  (Guyton & Hall, 2006)

3.1.3.2 Klasifikasi Memori berdasarkan Jenis Informasi yang di Simpan.

1. Declarative Memori

  Memori yang melibatkan, berbagai detail yang saling berinteraksi dengan memori lingkungan, waktu dan memori yang dibentuk dari pengalaman. (Guyton & Hall, 2006) 2.

  Skill Memori Memori ini berhubungan dengan, aktivitas motorik sesorang. Sebagai contoh: Semua skil yang berhubungan dengan memukul bola tenis, yang selanjutnya membentuk automatik memori (AM). Sewaktu bermain, AM membantu dalam menghitung hubungan reket dan kecepatan bola.

  Sehingga terjadi pergerakan reflek tubuh, tangan, dan reket yang cepat untuk memukul bola tersebut. (Guyton & Hall, 2006)

  Memori Jangka Pendek Memori Jangka Panjang Waktu penyimpanan setelah informasi baru didapat

  Langsung Kemudian.

  Informasi harus melalui memori jangka pendek (MJP) sebelum dipindahkan ke Memori jangka panjang (MJP) Durasi Bertahan selama beberapa detik atau jam Mampu bertahan selama beberapa hari hingga tahun Kapasitas penyimpanan Terbatas Sangat besar Waktu yang dibutuhkan dalam mengingat kembali Cepat Lambat kecuali memori yang sering digunakan. Ketidak mampuan dalam mengigat kembali Permanen kecuali terjadi konsolidasi informasi, yang selanjutnya memindahkan

  Sementara. informasi ke Memori Jangka Panjang

Mekanisma Melibatkan perubahan Melibatkan perubahan permanen fungsi

penyimpanan sementara fungsi synaptik dan struktur sehingga terjadinya

memori yang merubah jumlah peningkatan pelepasan neurotransmiter.

neurotransmiter yang dibebaskan.

Tabel 2.1 Perbandingan Memori Jangka Pendek & Memori Jangka panjang

2.1.4 Fisiologi Memori Jangka Pendek (MJP)

  Berdasarkan studi memori yang telah dilakukan oleh Kandel dan teman- temannya dengan menggunakan siput laut (Snail Aplysia), MJP dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu habituasi dan sensitisasi.

1. Habituasi

  Habituasi terjadi apabila terdapatnya penurunan respon refleks tingkah laku terhadap stimulus, bila stimulus tersebut diulang- ulang. Pada kondisi normal, apabila sensori terminal di stimulus secara terus, tanpa stimulasi dari fasilitator terminal, aksi potensi yang terbentuk disini akan menyebabkan saluran kalsium terbuka, yang kemudian mengakibatkan kalsium masuk ke dalam sel. (Guyton & Hall, 2006). Masuknya kalsium ke dalam sel, akan mengaktivasi proses exocytosin neurotransmitter.

  Pada mulanya, stimulasi yang dihasilkan akan meningkat, namun jika berterusan terpapar, respon yang diberikan terhadap stimulus akan menurun dan proses ini dikenali sebagai proses habituasi. Proses habitual ini, menyebabkan saluran kalsium tidak langsung terbuka, disaat aksi potensi tiba di pre-synaptik terminal. Pengurangan masuknya kalsium pada pre-synaptik terminal, menyebabkan penurunan jumlah neurotransmiter yang dibebaskan. Ini kemudian menyebabkan, penurunan potential post-synaptik berbanding normal. Penurunan ini juga, menyebabkan penurunan tindakan respon kontrol oleh post-synaptik efferant neuron. Selain, proses ini juga dapat menbenarkan manusia memberikan perhatian kepada stimulus lain yang lebih penting. (Sherwood, 2010)

  Motor Sensori

Sensori stimulus Neuron

terminal inhibitor Fasilitator Terminal

Gambar 2.3 sistem memori yang telah ditemui dari siput Aplysia

2. Sensitisasi

  Sensitisasi merupakan kebalikan dari proses habituasi. Sensitisasi terjadi apabila, terdapatnya peningkatan respon refleks terhadap ransangan yang menimbulkan bahaya, sehingga tubuh dapat menghindari ransangan tersebut.

  Seperti Habitual, apabila terdapatnya aksi potensi yang dihasilkan pada pre-synaptik terminal, menyebabkan saluran kalsium terbuka. Masuknya kalsium (Ca²+) ion ini, akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter. Sensitisasi juga, akan mengaktivasikan kemasukan Ca²+ ion pada fasilitator terminal. Ini kemudian, menyebabkan pelepasan seratonin dilepaskan oleh fasilitator terminal, yang kemudian juga menyebabkan peningkatan cAMP secondary mesenger di antara pre- synaptik.

  Peningkatan cAMP menyebabkan saluran kalium di pre-synaptik tertutup. Ini akan menyebabkan terjadinya, peningkatan kerja di aksi potensi di pre-synaptik terminal, dan akhirnya akan mengakibatkan saluran kalsium terus terbuka. Terjadinya peningkatan kalsium yang masuk ke dalam sel, akan mengakibatkan peningkatan output neurotransmitter dan selanjutnya meningkatkan post-synaptik efferent neuron. Hal ini akan meningkatkan, terjadinya respon walaupun dari stimulus yang kecil. (Sherwood, 2010)

  Habituasi (pada Aplysia) Sensitisasi (pada Aplysia) Skema 2.4 Habituasi & Sensitisasi pada Aplysia (Sumber: Sherwood, 2010)

  Pengulangan stimulus yang sama Saluran Ca2+ pada pre- synaptik neuron dicegah dari terbuka Kemasukan Ca2+

  Output neurotransmitter pada pre-synaptik Post-synaptik potential pada efferent neuron

  Respon perilaku Stimulus yang kuat / berbahaya Seratonin dilepaskan dari fasilitasi interneuron

  Cylic AMP pada pre- synaptik neuron Saluran K+ pada pre- synaptic neuron diblokir Peningkatan aksi potensi pada pre-synaptik neuron Saluran Ca2+ pada pre- synaptik neuron tetap terbuka

  Kemasukan Ca2+ Output neurotransmitter pada pre-synaptik neuron Post-synaptik potensi pada efferent neuron respon perilaku pada stimulus yang kecil

  2.1.5 Memori Jangka Panjang (MJP) Modifikasi struktur dan fungsi pada pre-synaptik menyebabkan sistem ini menjadi lebih sensitif untuk melepaskan lebih banyak rangsangan potensi post- synaptik (excitatory postsynaptic potential). Perubahan sktruktur ini melibatkan, peningkatan tapak vesikel untuk pelepasan neurotransmitter, peningkatan jumlah vesikel transmiter yang dibebaskan, peningkatan jumlah pre-synaptik terminal, dan perubahan struktur dendrite yang menyebabkan pelepasan signal yang lebih kuat. Semua perubahan ini mendukung dalam pembentukan jejak memori jangka panjang. (Guyton & Hall, 2006) Proses penukaran informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang terjadi pada hipocampus. (Sherwood, 2010)

  Proses ini dimulai apabila pre-synaptik terminal melepaskan glutamate sebagai respon terhadap aksi potensi yang terbentuk. Glutamate ini, kemudian berikatan pada dua jenis reseptor pada post-synaptik yaitu AMPA reseptor dan NMDA receptor. AMPA reseptor adalah saluran reseptor yang dimidiasi oleh zat kimia, yaitu glutamate. AMPA akan terbuka apabila berikatan dengan glutame, pembukaan reseptor ini membenarkan masuknya natrium (Na ) ion kedalam sel.

  • Seterusnya, menyebabkan pembetukan rangsangan potensi post-synaptik (excitatory postsynaptic potential;EPSP) (Sherwood, 2010)

  Sementara, NMDA reseptor adalah saluran reseptor yang membenarkan masuknya kalsium (Ca2 ) ion apabila terbuka. Pada keadaan istirahat, magnesium

  • (Mg2 ) ion bertindak sebagai blokir kepada reseptor ini. Dua peristiwa yang + berlaku secara bersamaan, diperlukan dalam usaha membuka NMDA reseptor yaitu pembebasan glutamate dari pre-synaptik terminal dan depolarisasi post- synaptik oleh AMPA reseptor. NMDA yang berikatan dengan glutamate, akan menyebabkan reseptor ini terbuka, namun, proses ini saja tidak cukup untuk membenarkan masuknya Ca2 ion. Pembukaan reseptor ini juga, memerlukan
  • depolarisasi dari post-synaptik neuron lain yaitu EPSP yang dibentuk dari AMPA reseptor. EPSP akan menyebabkan pengeluaran Mg ion dari reseptor NMPA.
  • Proses pengeluaran Mg+ ion boleh berlaku dengan dua cara, yaitu melalui masuknya input terus menerus dari eksitasi pre-synaptik, yang akan menyebabkan
pembentukan sementara EPSP atau dari proses depolarisasi dari post-synaptik seperti yang telah diterangkan sebelumnya. (Sherwood, 2010) Apabila reseptor NMDA terbuka, hasil dari pembukaan bersama reseptor dan diikuti dengan pengeluaran Mg+ ion, menyebabkan Ca2 ion masuk ke dalam + post-synaptik sel. Masuknya ini, mengaktivasi Ca2 secondary masenger pada

  • neuron ini. Pembentukan Ca2 secondary masenger, meningkatkan sensitisasi
  • reseptor AMPA terhadap glutamate, dalam usaha menghasilkan lebih banyak EPSP. Peningkatan sensitisasi post-synaptik terhadap glutamate, membantu dalam mempertahankan memori jangka panjang seseorang. Selain itu, aktivasi dari Ca2+ ini juga, menyebabkan pembentukan parakrine retrograde

  secondary masenger

  yaitu nitrik oxide (NO) yang kemudianya, masuk ke pre-synaptik neuron. Proses ini, menyebabkan peningkatan pelepasan glutamate dari pre-synaptik neuron dan seterusnya menguatkan proses signal pada synape ini. Selain, juga berperan dalam mempertahankan memori jangka panjang. (Sherwood, 2010)

  Modifikasi yang berlaku pada saat pembentukan memori jangka panjang bertahan lama. Hal ini, menyebabkan informasi diberikan dengan lebih efisien apabila di aktivasi pada masa bersamaan. Sebagai contoh, apabila kita merasa dan menghirup bau makanan yang sedang kita makan, mulut secara automatik akan menghasilkan air liur yang berlebihan. Bau aroma dan rasa tersebut akan menstimulasi air liur. Melalui pengalaman, neuron pada jalur ini mampu menghasilkan air liur hanya dengan menghirup bau yang sedap tersebut. (Sherwood, 2010)

  Skema 2.5 kebarangkalian pathway untuk memori jangka panjang Sumber: (Sherwood, 2010)

2.2 Warna

  2.2.1 Definisi Warna

  Menurut kamus Dorland edisi ke dua puluh lima, warna adalah sifat permukaan atau substansi akibat absorbs berkas cahaya tertentu dan pemantulan berkas cahaya lainnya, yang berada dalam kisaran panjang gelombang (370 - 760 µm) yang mampu untuk meransang reseptor retina.

  Pada tahun 1666, Isaac Newton telah menemukan apabila cahaya putih melewati suatu prisma, cahaya tersebut akan dipecahkan menjadi berbagai warna. Setiap warna ini, mempunyai gelombang yang tersendiri, yang kemudian tidak dapat dikecilkan lagi.Warna biasanya digambarkan dengan menggunakan jangka roda dengan segmen warna yang disusun dalam bulatan, sesuai kedudukannya sekiranya dihasilkan oleh prisma yaitu merah, oren, kuning, hijau, biru dan ungu. (Daggett, W.R., Cobble, J.E.,Gertel, S.J., 2008)

  2.2.2 Fisiologi Warna

  Berdasarkan teori gelombang elektromagnatik dibawah merah (gelombang radio, gelombang infra merah) dan diatas ungu (ultraviolet, X-Ray, sinaran gamma) mempunyai dampak fisiologis pada manusia, maka disimpulkan, gelombang elektromagnetik spektum yang bisa dilihat oleh manusia juga mampu memberi dampak pada manusia. (Daggett, W.R., Cobble, J.E.,Gertel, S.J., 2008)

  Penglihatan manusia bergantung kepada stimulasi dari foto reseptor oleh cahaya. Pada manusia, terdapat empat jenis foto pigmen, terdiri dari satu sel batang dan tiga sel kerucut, yaitu masing-masing terdiri dari sel kerucut biru, merah dan hijau. Setiap foto pigmen mempunyai opsin tersendiri atau protein transmembran yang sensitif terhadap cahaya. Setiap foto pigmen ini mempunyai kemampuan dalam mengabsorb cahaya dengan panjang gelombong tertentu, semaksimal mungkin. Selain itu, foto pigment ini juga, mempunyai kemampuan mengabsorb cahaya dengan panjang gelombang yang pendek atau lebih panjang dari puncak serapan (peak absorption). Semakin jauh jarak panjang gelombang dari puncak serapan (peak absorption), semakin berkurang respon yang diberikan oleh foto pigmen. (Sherwood, 2010) Gambar 2.6 sensitisasi tiga jenis sel keruncup pada jarak gelombang yang berbeda.

  (sumber: Sherwood, 2010)

Gambar 2.6 diatas menunjukkan, kurfa absorbsi bagi ketiga-tiga sel keruncup yang saling bertindihan antara satu sama lain. Setiap sel keruncup ini,

  hanya mampu memberi respon terhadap spektrum cahaya yang tertentu saja dan ini membolehkan otak untuk membedakan respon dari setiap sel keruncup. Seterusnya, memungkinkan terjadinya penglihatan yang berwarna di siang hari. Manakala, pada malam hari, otak tidak mampu membedakan berbagai jarak panjang gelombang (wavelenght) yang diabsorb oleh sel batang. Hal ini kerena, rhodopsin atau protein transmembran yang sensitif terhadap cahaya pada sel ini, memberikan respon yang sama terhadap setiap panjang gelombang yang di terima. Jadi, sel batang ini, hanya mampu memberikan penglihatan dalam warna abu-abu dengan cara mendeteksi intensitas yang berbeda, bukannya perbedaan warna. (Sherwood, 2010)

  Sel Batang Sel Keruncup Komposisi 120 miliar / retina 6 miliar / retina

  Sangat sensitif Kurang sensitif

  Sensitisasi Kekerapan waktu malam Waktu siang pengunaan Penglihatan Penglihatan dalam warna Berwarna

  abu-abu

Tabel 2.2 Properti bagi sel batang dan sel keruncup mata. (Sumber: Sherwood, 2010)

  Selanjutnya, bagi menjelaskan bagaimana sebenarnya manusia mampu melihat objek yang tidak menghasilkan cahaya seperti kerusi, pokok dan manusia. Objek-objek ini menggunakan berbagai pigmen untuk mengabsorb gelombang cahaya tertentu, yang dipacarkan kepada mereka dan akan mereflek gelombang yang tidak di absorb dari objek. Cahaya reflek yang dihasilkan pada permukaan ini, yang berperan dalam memberikan warna kepada objek. Sebagai contoh, terdapat satu objek yang berwarna biru, objek tersebut sebenarnya, mengabsorb dengan banyaknya gelombang berwarna merah dan hijau, dan mereflek gelombang berwarna biru yang akan diabsorp oleh foto pigmen mata yaitu sel kerucut biru, dan seterusnya mengaktifkan mereka. (Sherwood, 2010)

  Seperti yang telah dijelaskan diatas, setiap sel kerucut hanya akan diaktifkan oleh gelombang cahaya yang tertentu, namun sel ini juga masih mampu mengabsorb berbagai derajat gelombang lain. Pengaktifan foto pigmen ini akan menghasilkan jalur paralel yang berbeda ke otak. Korteks visual primer merupakan senter yang bertanggung jawab dalam membedakan tipe warna dan seterusnya menghasilkan persepsi terhadap warna. Pada dasarnya, konsep warna itu terletak pada otak pemikiran setiap pemiliknya. Setiap dari kita, mempunyai persepsi yang sama, sesuai dengan warna yang kita lihat, karena setiap dari kita mempunyai tipe sel keruncup yang sama, yang juga mengunakan jalur yang sama ke otak. (Sherwood, 2010)

2.2.2.1 Jalur Visual

  Retina mempunyai dua jenis jalur (pathway) yaitu, jalur baru dan jalur lama. Sel keruncup digunakan pada jalur baru, manakala sel batang digunakan pada jalur lama. Sistem penglihatan manusia terjadi apabila, foto-reseptor didalam retina diaktifkan. Pada retina terdapat tiga jenis neuron utama, yaitu sel keruncup, sel bipolar dan sel ganglion. Selain, terdapat juga sel tambahan seperti sel horizontal dan sel amakrine. sel horizontal berfungsi dalam menghasilkan sinyal inhibitor, pada lapisan luar plexifrom, yaitu dari sel rod, sel keruncup hingga ke sel bipolar. Sel amakrin pula berfungsi dalam mentransmit sinyal yang diterimanya kepada dua arah, yaitu secara langsung kepada sel ganglion dan secara horizontal diantara lapisan luar plexiform dari axon sel bipolar ke dendrite sel ganglian atau sel amakrine. (Guyton & Hall, 2006)

  Scientific Research Society.)

Gambar 2.7 neuron yang terdapat pada retina (sumber:

  Pada penglihatan yang mengunakan jalur lama, terdapat empat neuron yang terlibat di dalam sistem ini, yaitu Sel batang, sel bipolar, sel amakrin dan sel ganglion. apabila sel batang teraktifasi, sel batang akan menghasilkan sinyal, yang selanjutnya akan dihantar ke sel bipolar. Selanjutnya, dari sel bipolar, sinyal diteruskan ke sel amkrine dan sel ganglion. Sedangkan, penglihatan yang melibatkan pathway baru, sel keruncup yang teraktivasi akan menghasilkan sinyal ke sel bipolar yang kemudiannya akan terus langsung ke ganglion sel. Selain, Sel horizontal juga akan melepaskan inhibitor, yang bekerja pada bagian lateral retina, bagi memastikan cahaya dapat difokuskan pada bagian tengah retina. Hal ini penting, dalam usaha meningkatkan ketajaman gambar objek yang akan diperolehi. (Guyton & Hall, 2006)

  Selanjutnya, sel ganglion akan menghasilkan aksi potensi secara berterusan, yang kemudianya menghubungkan sinyal ini ke otak melalui serabut saraf optik. (Guyton & Hall, 2006)

Gambar 2.8 Visual Pathway (Sumber: Nature Reviews Neuroscience)Gambar 2.8 diatas, menunjukkan perjalanan penglihatan manusia dari dua retina, yang akhirnya sampai ke visual kortek. sinyal syaraf penglihatan, akan

  meninggalkan retina melalui serabut saraf optik. Pada optik chiasm, serabut saraf optik ini akan menyilang ke bagian sisi yang bertentangan, yang kemudian, akan bergabung dengan saraf yang dihasilkan oleh retina yang satu lagi. Sinyal dari setiap jalur optik akan bersynapse pada nukleus dorsal lateral geniculate di thalamus. Sinyal ini kemudian akan dihantar melalui jalur geniculocalcarine ke primary visual kortek pada area calcarine fisurea yang terletak pada bagian media dari occipital lobe. Primari visual kortek juga membantu dalam membedakan tipe warna, dan selanjutnya menghasilkan persepsi terhadap warna. Selain, akhirnya sinyal akan dihantar ke secondary visual area pada kortek. Informasi yang diperolehi, kemudiaannya akan secara secara progresif diterjemah dan di analisa. (Guyton & Hall, 2006)

2.2.2.2 Warna dan Emosi

  Selain itu, warna juga dapat membangkitkan emosi dengan berbagai cara seperti, merangsang hormon melatonin dan seratonin. Melatonin merupakan hormon yang dilepaskan oleh badan pineal dan hormon ini mampu menyebabkan murung. Hormon ini dihasilkan dengan banyak pada waktu malam dan dapat berhubungan langsung dengan cahaya, reproduktif system dan antioksidan. (Daggett, W.R., Cobble, J.E.,Gertel, S.J., 2008; sherwood 2010)

  Seratonin yang juga dihasilkan oleh badan pineal dan merupakan stimulan yang dihasilkan paling banyak pada waktu siang, Penelitian menjumpai sebagian dari otak manusia tidak sensitif terhadap cahaya, akan tetapi memberikan respon berbeda-beda pada setiap panjang gelombang warna. Dipercaya setiap warna berinteraksi secara asing dengan sistem endocrine, untuk meningkatkan atau mengurangkan produksi hormon-hormon ini. (Daggett, W.R., Cobble, J.E.,Gertel, S.J., 2008; Guyton & Hall, 2006)

  Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam usaha melihat hubungan warna dan emosi. Kaya & Epps (2004) telah menggunakan sepuluh jenis saturasi warna dari sistem warna munsel. Pada penelitian ini, setiap peserta diminta memberi respons emosional yang sesuai dengan warna dipaparkan pada skrin komputer. Hasil penelitian, ditemukan kira-kira dua puluh dua emosi yang berhubungan dengan warna diberikan. Sebagai contoh, kebanyakan peserta merasa senang, gembira, dan tenang apabila warna hijau dipaparkan dan marah, teruja, bertenaga dan sedih apabila dikaitkan dengan warna merah. Selain, merah juga mampu menimbulkan perasaan cinta dan asmara. Warna kelabu pula, mampu menimbulkan perasaan sedih, murung, keseorangan dan ketakutan.

  Penelitian seperti diatas juga turut dilakukan oleh Strapparava & Ozbal (2010) yaitu setiap peserta diminta memberi respon emosi terhadap paparan warna yang diberikan. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa setiap warna mampu menimbulkan emosi yang tersendiri, yang berbeda dengan warna yang lainnya.

  Lee, Andrade & Palmer (2009) dalam usaha melihat peran emosi terhadap pemilihan warna seseorang, peserta dibagikan kepada tiga kelompok, yaitu pada kelompok pertama peserta akan dipaparkan dengan video hitam dan putih yang bersifat natural. Seterusnya, peserta pada kelompok dua akan dipaparkan dengan video bersifat senang, dan perserta pada kelompok tiga akan dipaparkan dengan video yang bersifat sedih. Hasil penelitian mendapati, peserta yang berada didalam kondisi senang akan lebih terdorong untuk memilih warna senang, yaitu warna-warna yang lebih jenuh dan terang berbanding warna sedih yaitu warna- warna yang lebih gelap dan pucat. Keadaan yang sebaliknya juga berlaku apabila peserta berada dalam kondisi sedih. Peserta akan lebih terdorong untuk memilih warna sedih berbanding warna senang.

2.2.3 Warna dan Memori

  Braun (2007) dalam eksperimennya, menguji hubungan warna, kesamaan dan gangguan terhadap memori jangka pendek, menjelaskan bahwa warna mampu meningkatkan pencapaian memori. Pada eksperimen ini dilakukan perbandingan dengan mengunakan power point persentasi yang berwarna atau tidak berwarna. Seterusnya, dilanjutkan dengan ujian matematika atau langsung meminta peserta mengisi lembar respon. Ujian matematika bertindak sebagai selingan, dalam usaha menghalang peserta dari mengingat kembali gambar yang telah dipaparkan sebelum diminta. Hasil dari eksperimen ini, jelas menunjukan, gambar yang berwarna lebih diingat oleh responden daripada yang yang tidak berwarna. Selain, hasil yang diperoleh adalah lebih baik, jika langsung meminta peserta, mengisi lembar respon dari melambatkan proses tersebut dengan ujian matematika.

  Isarida, Takeo & Isrida (2010) dalam penelatiannya mencari, apakah terdapat perbedaan dari pencapaian memori, apabila warna latar diubah secara random. Hasil dari eksperimen ini menunjukkan, kemampuan memori akan meningkat jika warna latar yang digunakan adalah tetap. Jadi dapat disimpulkan bahwa, sekiranya fokus seseorang tidak diganggu, ia mampu menyumbang terhadap peningkatkan memori.

  Spence, Wong, Rusan & Rastegar (2006) dalam penelitian melihat apakah warna mampu meningkatkan memori visual sesorang terhadap pemandangan alam. Pada penelitian ini, peserta dibagikan kepada empat kelompok penelitian, yaitu pertama, kelompok berwarna, kedua dan ketiga yaitu kelompok dengan kondisi campuran warna dan kondisi monokrom (hitam dan putih), dan keempat adalah kelompok dengan kondisi monokrom (hitam dan putih). Hasil dari penelitian ini mendapati, warna mampu meningkatkan kemampuan momori visual seseorang terhadap pemandangan alam. Hal ini karena, warna membantu dalam mewujudkan kontras yang besar antara item, sedangkan kondisi monokrom (hitam dan putih) hanya mambantu dalam membedakan objek.

  Selain dari itu, Smilek, Dixon, Cudahy & Merikle (2002) juga telah melakukan penelitian, dalam usaha melihat hubungan warna dan memori. Pada penelitian ini, mereka telah menggunakan seorang subjek “C” yang mempunyai kemampuan synesthetic, yaitu melihat setiap huruf atau angka dengan warna yang tersendiri, beserta 7 peserta tanpa kebolehan synesthetic. Pada eksperimen ini, peserta dipaparkan sebanyak tiga kali paparan dengan lima puluh digit matrik yang ditukar-tukar pada setiap kali paparan. Selain itu, warna bagi angka-angka yang dipaparkan pada paparan pertama adalah hitam, kedua, sesuai dengan warna synesthetic “C” dan paparan ketiga, tidak sesuai dengan warna synesthetic “C”. Peserta diminta langsung, menulis kembali angka-angka yang telah diberikan setelah paparan.

  Hasil dari penelitian ini, menunjukkan memori yang dihasilkan oleh “C” pada paparan pertama dan kedua adalah sangat mengagumkan. Selain, jawaban yang diberikan oleh “C” setelah empat puluh delapan jam, masih sama seperti responsi pertama.

  Conway, Skitka, Hemmerich & Kershaw (2008) menyatakan, terdapatnya hubungan antara arousal dan memori. Penelitian ini mengumpulkan kira-kira 678 orang, yang terselamat dari kejadian 11 september 2001. Selain, menilai konsistensi memori peserta pada tiga tahun yang berbeda, yaitu 2001,2002, dan 2003. Didapati konsistensi memori pada mereka yang mengalami anxietas disebabkan kejadian ini adalah tinggi.

  Jadi dapat kita simpulkan, bahwa sebenarnya warna tertentu mampu meningkatkan perhatian dan arousal dan seterusnya, meningkatkan pencapaian memori seseorang.