Pengaruh suhu terhadap aktifitas anas

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan lengkap praktikum Biologi Dasar dengan judul “Pengaruh Suhu
Terhadap Aktivitas Organisme” yang disusun oleh :
Nama

: Novia Anugrah

NIM

: 091 404 046

Kelas/Kelompok

:A/I

Jurusan

: Biologi

Telah diperiksa dan diteliti oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka
dinyatakan diterima.

Makassar,

Desember 2009

Koordinator Asisten

Asisten

SUHAEDIR BACHTIAR S. Pd

MUSTAINAH BASIR
NIM: 061404016

Mengetahui
Dosen Penanggung Jawab

DRS. H. HAMKA. L, M.S
NIP: 196212311987021005

BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
mengenai makhluk hidup. Ada berbagai jenis makhluk hidup di belahan dunia ini.
Setiap spesies memiliki bentuk dan karekteristik yang sangat beragam.
Setiap makhluk hidup memiliki cirri tertentu, salah satunya menerima dan
menanggapi rangsangan. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan, maka
makhluk hidup akan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) untuk merasa lebih
nyaman dan bisa beraktiofitas dengan normal. Ketika makhluk hidup tersebut tak
mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau terkena
seleksi alam.
Salah satu perubahan yang terjadi pada lingkungan adalah perubahan suhu /
temperature. Pada manusia misalnya ketika merasa kedinginan menggunakan pakaian
yang tebal, sedangkan ketika suhunya panas, maka pakaian yang dipakai yaitu
pakaian yang tipis. Begitupun pada hewan, bunglon akan merubah warna apabila
dalam kondisi bahaya. Semua contoh-contoh tersebut merupakan salah satu contoh
bentuk penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya. Akan tetapi,
disebuah tempat yang gersang akibat kemarau panjang, satu persatu tumbuhannya
akan mati karena kekurangan air dalam tanah dan suhu lingkungannya yang tinggi.

Sementara itu, tumbuhan seperti kaktus dapat bertahan hidup. Hal inilah yang disebut
seleksi alam.
Sesuai dengan uraian tersebut, maka pada percobaan ini dilakukan penelitian
dengan judul “ pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme” untuk mengetahui
dengan jelas seberapa besar pengaruh suhu terhadap aktivitas organisme yaitu pada
percobaan

menggunakan objek ikan dengan mengetahui kondisi operculum pada

suhu air yang dirubah-rubah.
B. Tujuan

Melalui percobaan ini, praktikan diharapkan dapat membandingkan
kecepatan penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.
C. Manfaatnya
1. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi suatu
organisme dalam aktivitasnya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui aktivitas suatu organisme baik pada keadaan
dingun, sedang, dan panas.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada lengkapnya
konsep keadaan. Ketiadaan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh
kekurangan maupun kelebihan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dari
salah satu pada beberapa factor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi
organisme tersebut. Factor-faktor yang mendekati batas-batas tersebut meliputi
komponen biotic dan komponen abiotik yang berpengaruh terhadap kehidupan
organisme tersebut. Komponen biotic yang dimaksud tidak terbatas pada tersedianya
unsur – unsure yang dibutuhkan, tetapi mencakup pula temperature, sinar matahari,
air dan sebagainya. Tiap organisme mempunyai batas maksimum dan minimum
terhadap faktor-faktor tersebut, dengan kisaran diantaranya batas-batas toleransi
(Udom, 1989).
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah
diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam
mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama
disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan
sekaligus menentukan kegiatan metabolic, misalnya dalam hal respirasi. Sebagaimana
halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat

ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi,
yaitu “ Hukum Toleransi Shelford ”. Dengan alat relative sederhana, percobaan
tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit dilakukan
misalnya menggunakan thermometer sederhana (Tim Pengajar, 2009).
Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi factor lingkungan yang
mendekati batas kisaran toleransinya, maka organisme akan mengalami keadaan
cekaman (stress) fisiologi. Dengan kata lain organisme berada dalam kondisi kritis
yang menentukan lulus hidup tidaknya. Sebagai contoh hewan yang didedahkan pada
suhu yang ekstrim rendah akan menunjukan kondisi kritis berupa hiportemia,
sedangkan pada suhu ekstrim tinggi akan mengakibatkan gejala hipertemia. Apabila
kondisi lingkungan suhu mendekati batas-batas kisaran toleransi hewan itu

berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka hewan itu akan mati.
Setiap kondisi factor lingkungn yang besarnya atau intensitasnya mendekati batas
kisaran toleransi organisme, akan beroprasi sebagai faktor pembatas yang berperan
sangat menentukan keluluisan hidup organisme (Dharmawan, 2004).
Sebagai medium respirasi, air mempunyai keuntungan dan kerugian. Tidak
permasalan dalam mempertahankan membran sel permukaan respirasi agar tetap
lembab, karena insang sepenuhnya dikelilingi oleh lingkungan berair dimana hewan
itu hidup. Akan tetapi konsentrasi O2 di air jauh lebih rendah dibandingkan dengan

dengan di udara ; semakin hangat dan semakin asin air, maka akan sedikit oksigen
terlarut di dalamnya. Dengan demikian, insang harus sangat efisien untuk
mendapatkan oksigen yang cukup dalam air. Salah satu proses yang membantu
adalah vertilisasi yaitu peningkatan aliran medium respirasi di atas permukaan
respirasi. Craghfish dan Udang mempunyai anggota tubuh mirip dayung yang
berfungsi dalam vertilisasi, dengan cara mendorong arus aliran air di atas insang.
Insang ikan bertulang sejati diventalasi secara continue oleh aliran air, yang
memasuki mulut lalu masuk melalui celah faring, mengalir di atas insang, dan
kemudian keluar tubuh. Ventilasi membawa aliran oksigan segar dan membuang
karbondioksida yang dijeluarkan oleh insang. Karena air jauh lebih cepat dan dan
mengandung lebih sedikit oksigen per satuan volume dibandingkan dengan udara,
maka seekor ikan mas harus menghabiskan banyak energi untuk menventilasio
insangnya (Campbell, 2004).
Suhu media berpengaruh terhadap aktivitas enzim pencernaan. Pada proses
pencernaan yang tak sempurna akan dihasilkan banyak feses, sehingga banyak energy
yang terbuang. Tetapi jika aktivitas enzim pencernaan meningkat, maka laju
pencernaan juga akan semakin meningkat sehingga tingkat pengosongan lambung
tinggi. Tingkat pengosongan lambung yang tinggi menyebabkan ikan cepat lapar dan
nafsu makannya meningkat. Jika konsumsi pakan tinggi, nutrient yang masuk ke
dalam tubuh ikan juga tinggi, dengan demikian ikan memiliki energy yang cukupo

untuk pertumbuhan. Proses metabolism ikan umumnya meningkat jika suhu naik

hingga di bawah batas yang mematikan. Berdasarkan Hukum Van’t Hoff, kenaikan
suhu sebesar 10℃ akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolism meningkat 2-3
kali lipat dibandingkan pada kondisi normal. Kebutuhan protein pada ikan untuk
mendapatkan pertumbuhan yang optimum sangat dipengaruhi oleh suhu. Contoh pada
suhu 20℃ pada ikan Channel Catfish (Ictalurus punctatus) memperlihatkan
pertumbuhan opyimum dengan kadar protein 35%, sedangkan pada suhu 25℃
membutuhkan protein 40% (Anonim, 2009).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat

Hari/ tanggal

: Jumat, 18 Desember 2009

Waktu


: Pukul 13.30 s.d 15.30 WITA

Tempat

: Lab. Biologi Lantai III Sebelah Timur FMIPA UNM

B. Bahan
1. Alat
a. Thermometer batang 1 buah
b. Stopwatch/jam tangan
c. Stoples 2 buah
2. Bahan
a. Ikan mas koki (Catassius auratus) 2 ekor
b. Es batu
c. Air kran 27℃
d. Air panas 30℃ −40℃
e. Air dingin 14℃ −16 ℃
C. Prosedur Kerja
1. Memasukkan 2 ekor ikan mas koki yang relative sama besarnya ke dalam
becker glass yang berisi air kran, dan aklimatisasi selama 15 menit.

2. Menganbil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (A)
yang berisi air kran (± 27 ℃ )800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi
gerakan (buka tutup) Operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
3. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (B)
yang berisi air dingin (16 ℃ ) 800 ml. Menghitung dan mencatat frekuensi
gerakan (buka tutup) operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
4. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (C)
yang berisi air kran (40 ℃ ) 800 ml. menghitung dan mencatat frekuensi
getaran (buka tutup) operculum dalam 1 menit selama 5 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Data frekuensi gerakan Operculum ikan mas koki pada suhu yang berbeda
Becker glass
1

Waktu (menit ke…………)
2
3

4

Rata5

A

120

184

243

323

437

rata
87,4

74


176

207

334

478

95,6

120

223

292

350

429

85,8

(air kran 27℃ )
B
(air panas 40℃
)
C
(air dingin 16

℃)
B. Analisis Data
Kecepatan (V) buka tutup Operculum (penggunaan oksigen)
1. Air kran (becker glass A)
s ( 437 ) gerakan
V= t =
(60 × 5) sekon
¿

437 gerakan
300 sekon

¿ 1,45 gerakan /sekon
¿ 1,5 gerakan /sekon

2. Air panas (becker glass B)
s ( 478 ) gerakan
V= t =
( 60 ×5 ) sekon
478 gerakan
¿
300 sekon

¿ 1,59 gerakan /sekon
¿ 1,60 gerakan /sekon

3. Air dingin (becker glass C)
s (429)gerakan
V= t =
( 60× 5 ) sekon
429 gerakan
¿
300 sekon

¿ 1,43 gerakan /sekon
C. Pembahasan
1. Dari hasil pengamatan data untuk air kran dengan suhu sekitar 27℃ diperoleh
gerakan buka tutup operculum pada suhu normal tidak terlalu lambat dan tidak
terlalu cepat (sedang). Yaitu frekuensi buka tutup operculum rata-rata 87,4.
Sementara rata-rata kecepatannya adalah 1,5 gerkan/sekon. Hal ini disebabkan
factor pada suhu sedang, reaksi-reaksi kimia pada tubuh ikan juga berlangsung
sesuai dengan keadaan suhu di habitatnya. Kadar oksigen pun yang terkandung
dalam suhu tersebut juga mencukupi untuk respirasi ikan sehingga ikan tidak
perlu

lagi

beradaptasi

(memperlambat

atau

mempercepat

gerakan

operculumnya) pada suhu ini. Pada air panas dan air dingin, gerakan
operculum ikan menjadi lebih cepat dan lebih lambat. Hal ini menandakan
bahawa gerakan operculum dipengaruhi oleh suhu. Adapun jika suhu mencapai
titik maksimal atau minimal ikan akan mati. Hal ini disebabkan karena
kemampuan ikan beradaptasi dibatasi oleh suhu tertentu. Batas inilah yang
disebut Hukum Toleransi Shelford yaitu batas maksimum dan minimum agar
makhluk hidup dapat bertahan hidup.
2. Dari hasil pengamatan data untuk air panas (40℃ ¿ , dari menit pertama sampai
menit kelima, diperoleh frekuensi gerakan buka tutup operculum rata-rata
195,6

gerakan.

Sementara

untuk

kecepatan

rata-rata

adalah

1,60

gerakan/sekon. Hal ini menunjukkan bahwa metabolisme ikan mas koki
tersebut meningkat. Hal ini disebabkan karena pada suhu tinggi, oksigen yang
tersedia kurang, sehingga ikan mas koki tersebut harus melakukan aktivitas
dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan oksigennya. Ini telah sesuai dengan

teori yaitu semakin tinggi suhu maka aktivitasnya semakin cepat sehingga
oksigen yang dibutuhkan semakin banyak.
3. Pada air dingin (14℃ −16 ℃ ¿ dari menit pertama hingga menit kelima
ferkuensi gerakan buka tutup operculum rata-rata 85,8 gerakan. Sementara
kecepatan rata-ratanya adalah 1,43. Ini menunjukkan bahwa gerakan buka
tutup operculum pada air dingin lebih kecil jika dibandingkan air pada suhu
normal (27℃ ) dan suhu tinggi (40℃ ). Hal ini terjadi karena pada suhu rendah,
oksigen yang tersedia cukup banyak, sehingga ikan mas koki tidak perlu terlalu
banyak bergerak untuk melakukan respirasi. Ini telah sesuai juga dengan teori
yaitu pada suhu rendah oksigen yang tersedia cukup banyak sehingga untuk
memenuhi oksigen dalam respirasi, organism tidak terlalu banyak melakukan
pergerakan (aktivitas).

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa: suhu berpengaruh terhadap kecepatan penggunaan oksigen oleh suatu
organisme. Semakin tinggi temperature yang ada pada suatu lingkungan, maka
semakin tinggi besar pula kecepatan penggunaan oksigen oleh suatu organisme.

Begitupun sebaliknya, semakin rendah temperatur yang ada pada lingkungan,
maka makin kecil pula kecepatan penggunaan oksigen yang dialami organisme
tersebut.
B. Saran
1. Sebaiknya para praktikan harus lebih teliti pada saat pengambilan data, yaitu
pada waktu menghitung gerakan operculum agar tidak terjadi kesalahan dan
diperoleh data yang lebih akurat lagi.
2. Sebaiknya asisten memberi petunjuk dan member arahan yang baik mengenai
gerakan operculum pada ikan mas koki.
3. Laboratorium sebaiknya harus selalu dijaga kebersihannya, agar praktikan
nyaman dalam melaksanakan praktikum.

JAWABAN PERTANYAAN
1. Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada masing-masing
becker glass?
Jawab : Terjadinya perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada masingmasing becker glass dikarenakan adanya perbedaan suhu sehingga ikan
harus beradaptasi pada suhu tersebut.

2. Apa kesimpulan saudara terhadap hasil pada becker glass air panas dan becker
glass air dingin?
Jawab : Pada suhu panas gerakan operculum ikan akan semakin cepat, sedangkan
pada suhu dingin gerakan operculum ikan lambat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Adaptasi Hewan Air Tehadap
Lingkungannya.http://www.musida.web.id. Diakses 21 desember 2009.
Campbell. 2004. Bologi. Jakarta: Erlangga.
Dharmawan, dkk. 2004. Ekologi Hewan Vertebrata. Jakarta:JICA.

Tim Pengajar. 2009. Penuntun Prakktikum Biologi Dasar. Makasssar:UNM FMIPA.
Udom, Eugene. 1989. Dasar-Dasar Ekologi .Yogyakarta:Gadja Mada Pers.

Faktor-faktor yang mempengaruhi
adaptasi hewan air terhadap
lingkungannya
Pengaruh lingkungan terhadap organisme akuatik

Faktor-faktor lingkungan sering berfluktuasi, baik yang bersifat harian maupun
musiman, kadang-kadang ditemukan kondisi yang ekstrim. Fluktuasi faktor
lingkungan akan mempengaruhi kehidupan organisme, proses-proses fisiologis,
tingkah lakunya dan mortalitas. Untuk mengurangi pengaruh buruk dari
lingkungannnya maka ikan melakukan adaptasi. Adaptasi adalah suatu proses
penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap
kondisi baru.
Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hewan memiliki toleransi
dan resistensi pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan. Kemampuan mentolerir
variable lingkungan ini erat kaitannya dengan faktor genetik dan sejarah hidup
sebelumnya. Kisaran ekstrim dari variable lingkungan yang menyebabkan kematian
bagi organisme disebut zone lethal. Kisaran intermedier dimana suatu organisme
masih dapat hidup disebut zone toleransi. Namun demikian posisi dari zone-zone
tersebut dapat berubah selama hidup suatu organisme.
Ikan akan melakukan mekanisme homeostasi yaitu dengan berusaha untuk membuat
keadaan stabil sebagai akibat adanya perubahan variabel lingkungan. Mekanisme
homeostasis ini terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel,
pengontrolan permeabilitas membran sel dan pembuangan sisa metabolisme.
Suhu ekstrim, perbedaan osmotik yang tinggi, racun, infeksi dan atau stimulasi sosial
dapat menyebabkan stress pada ikan. Jika terjadi stress, maka ikan akan merespon
dengan cara:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

penurunan volume darah,
penurunan jumlah leucosit,
penurunan glikogen hati,
peningkatan glukosa darah,
menyusutnya diameter lambung
menipisnya lapisan mukosa

Sedangkan pengaruh lingkungan terhadap organisme dapat dibedakan kepada 5
kategori, yaitu:
1. Lethal factor, yaitu faktor lingkungan yang merusak sistem
integrasi dari suatu organisme dan dapat menyebabkan kematian.
2. Controlling factor, yaitu faktor lingkungan yang mempengaruhi
aktivitas molekuler pada mata rantai metabolisme.
3. Limiting factor, yaitu faktorr lingkungan mempengaruhi laju
metabolisme tetapi melalui pembatasan penyediaan nutrien atau
pembuangan sisa metabolisme.
4. Masking faktor, yaitu faktor lingkungan yang merubah atau
menghambat bekerjanya faktor lain (tidak langsung).

5. Directive factor, yaitu faktor lingkungan yang menyebabkan
gerakan atau terganggunya aktivitas suatu organisme.

Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan ikan
Suhu media berpengaruh terhadap aktifitas enzim pencernaan. Pada proses
pencernaan yang tak sempurna akan dihasilkan banyak feses, sehingga banyak energi
yang terbuang. Tetapi jika aktifitas enzim pencernaan meningkat maka laju
pencernaan juga akan semakin meningkat, sehingga tingkat pengosongan lambung
tinggi. Tingkat pengosongan lambung yang tinggi menyebabkan ikan cepat lapar dan
nafsu makannya meningkat. Jika konsumsi pakan tinggi, nutrien yang masuk
kedalam tubuh ikan juga tinggi, dengan demikian ikan memiliki energi yang cukup
untuk pertumbuhan.
Suhu media juga berpengaruh terhadap aktifitas enzim yang terlibat proses
katabolisme dan anabolisme. Enzim metabolisme berpengaruh terhadap proses
katabolisme (menghasilkan energi) dan anabolisme (sintesa nutrien menjadi senyawa
baru yang dibutuhkan tubuh). Jika aktifitas enzim metabolisme meningkat maka laju
proses metabolisme akan semakin cepat dan kadar metabolit dalam darah semakin
tinggi. Tingginya kadar metabolit dalam darah menyebabkan ikan cepat lapar dan
memiliki nafsu makan tinggi, sehingga tingkat konsumsi pakan meningkat.
Konsumsi pakan yang tinggi akan meningkatkan jumlah energi yang masuk ke dalam
tubuh. Energi ini akan digunakan untuk proses-proses maintenance dan selanjutnya
digunakan untuk pertumbuhan.
Suhu media yang optimum akan mendorong enzim-enzim pencernaan dan
metabolisme untuk bekerja secara efektif. Konsumsi pakan yang tinggi yang disertai
dengan proses pencernaan dan metabolisme yang efektif, akan menghasilkan energi
yang optimal untuk pertumbuhan.
Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga dibawah batas
yang mematikan. Berdasarkan hukum van’t Hoff, kenaikan suhu sebesar 10°C akan
menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan
pada kondisi normal. Kebutuhan protein pada ikan untuk mendapatkan pertumbuhan
yang optimum sangat dipengaruhi oleh suhu. Contoh pada suhu 20oC pada ikan
Channel Catfish (Ictalurus punctatus) memperlihatkan pertumbuhan optimum dengan
kadar protein 35 %, sedangkan pada suhu 25oC membutuhkan protein 40%.
Pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan
ikan.