Seputar Badan Arbitrase Nasional Indones

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA
Muhammad Irsan
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Perekonomian global dewasa ini telah berkembang sangat pesat dalam

dimensi kehidupan, perilaku perekonomian, begitu juga dengan perdagangan
internasional. Maka tidak jarang kita temui dalam lalu lintas perekonomian,
khususnya bidang perdagangan terjadinya persengketaan yang di kemudian hari
diselesaikan

diluar

jalur

pengadilan


terutama

bisnis

dan

perdagangan

internasional. Pada umumnya penyelesaian sengketa melalui mekanisme
Alternative Dispute Resolution (ADR) menjadi pilihan utama pihak yang
bersengketa sebelum mereka menempuh jalur pengadilan. Penyelesaian melalui
jalur pengadilan bisa memakan waktu yang cukup lama dikarenakan banyaknya
kasus yang ada. Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase pun menjadi pilihan
utama bagi para pihak dalam menyelesaikan persengketaan secara cepat. Arbitrase
juga merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling umum digunakan.
Arbitrase adalah sistem pengadilan yang mandiri, para pihak yang melalui jalur
arbitrase telah memutuskan untuk menyelesaikan persengketaanya di luar jalur
pengadilan.1 Tidak seperti pengadilan negeri yang masih mempunyai upaya
hukum, arbitrase tidak memiliki upaya hukum, serta putusannya bersifat tetap dan
mengikat.

Dengan demikian arbitrase memberikan wewenang serta kontrol atas proses
yang akan digunakan untuk menyelesaikan persengketaan antara para pihak, hal
ini sangatlah penting di dalam arbitrase dagang internasional karena para pihak
tidak mau menjadi subjek terhadap salah satu sistem peradilan pihak yang
bersengketa, karena para pihak takut akan salah satu “home court adventage”
1

Margaret L. Moses, The Principles and Practice of International Commercial
Arbritation, New York, Cambridge University Press, 2008, Hal. 1.

yang ada pada para pihak yang bersengketa.2 Arbitrase menawarkan forum yang
lebih netral di mana para pihak percaya bahwa penyelesaian sengketa melalui
forum arbitrase adalah lebih adil dan tidak memihak pada salah satu pihak untuk
diterapkannya suatu sistem hukum atas salah satu pihak yang bersengketa.
Rahmat Rosyandi (2002: 91) Oleh karena itu maka pentinglah lembaga
arbitrase untuk menyelesaikan sengketa para pihak secara cepat melalui
mekanisne yang disetujui bersama yang bersifat tetap dan mengikat, maka hampir
setiap negara mendirikannya untuk keperluan para pebisnis. Apalagi di masa
globalisasi ini, frekuensi bisnis sangatlah padat dan hampir tanpa ada pemisah
antar negara.3 Dengan demikian, di kemudian hari pasti akan timbul permasalahan

bisnis antara para pihak. Maka arbitrase hadir sebagai lembaga penyelesain
sengketa bisnis yang cepat serta putusannya bersifat tetap dan mengikat, yang
hadir untuk menggantikan penyelesaian sengketa melalui jalur pengedilan yang
penyelesaiannya akan memakan waktu yang lama. Penyelesain perkara di
pengadilan selain biayanya mahal, prosedurnya juga berbeli-belit, sehingga akan
mempengaruhi kinerja bisnis. Sedangkan penyelesaian perkara melalui badan
arbitrase dianggap lebih murah, cepat dan dapat menjada kredibilitas perusahaan.4
Untuk alasan itulah Indonesia juga mempunyai lembaga arbitrase yang dikenal
dengan sebutan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang kegunaannya
adalah untuk menyelesaikan sengketa baik dalam ruang lingkup nasional maupun
internasional di mana BANI memperbolehkan para pihak menetukan “choice of
law” para pihak yang bersengketa agar terciptanya sebuah putusan yang nantinya
bisa diterima oleh para pihak.

2

Ibid.
Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, Hal. 92.
4

Ibid.
3

1.2.

Rumusan Masalah
1. Apa itu BANI dan bagaimana sejarah perkembangan BANI di Indonesia?
2. Apa yang dimaksud Choice of Forum dan Choice of Law dalam arbitrase?
3. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa dalam BANI?
4. Serta bagaimana eksistensi BANI dewasa ini?

1.3.

Tujuan
1. Untuk menjelaskan kepada pembaca apa itu BANI dan bagaimana sejarah
perkembangannya di Indonesia.
2. Untuk menjelaskan pengertian Choice of Forum dan Choice of Law dalam
arbitrase.
3. Untuk menjelaskan prosedur penyelesaian sengketa BANI.
4. Untuk menjelaskan bagaimana eksistensi BANI dewasa ini.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Sejarah Badan Arbitrase Nasional Indonesia
Pada awal nya kebedaraan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Indrustri Indonesia (KADIN) yang didirikan
pada tanggal 3 desember 1977. Prakarsa Kamar Dagang dan Indrustri Indonesia
dalam mendirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, yang
menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha Indonesia, Kamar
Dagang dapat melakukan antara lain jasa-jasa baik dalam bentuk pemberian surat
keterangan, arbitrase dan rekomendasi mengenai bisnis pengusaha Indonesia,
termasuk legalisasi surat-surat yang diperlukan bagi kelancaran usahanya.5
Di beberapa negara berdirinya badan arbitrase selalu diparkasai oleh Kamar
dagang. Karena mereka sangat berkepentingan terhadap lembaga ini untuk
mengantispasi permasalah bisnis dan sengketa para pihak. Apabila di kemudian

hari timbul perselisihan. Seperti halnya di negara Belanda terdapat lembaga
arbitrase dengan nama Nederlands Arbitrase Institut, di Jepang terdapat The Japan
Commercial Arbitration Association dan di Amerika Serikat terdapat The
American Arbitration Association. Semua badan atau lembaga arbitrase tersebut
masing-masing telah mempunyai status dan telah menetapkan Rules Of Procedure
yang dipakai dalam arbitrase yang diselenggarakan.6
Oleh karena sangat pentingnya keberadaan lembaga arbitrase ini, maka hampir
setiap negara mendirikannya untuk keperluan para pebisnis. Apalagi di masa
globalisasi ini, frekuensi bisnis sangat padat dan hampir tanpa ada pemisah
antarnegara. Dengan demikian, di kemudian hari pasti akan timbul permasalahan
5

A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase Dalam Perspektif Islam Dan
Hukum Positif, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2002, Hal. 91.
6
Subekti. R, Arbitrase Perdagangan, Bandung, Bina Cipta, 1979, Hal. 7-9.
Dalam A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Ibid, Hal. 91-92.

bisnis antara pihak. Penyelesaian perkara melalui badan arbitrase dianggap lebih
murah, cepat dan dapat menjaga kredibilitas perusahaan. Itulah alasannya,

mengapa di setiap negara didirikan badan arbitrase dan keberadaannya sangat
dibutuhkan.
Dewasa ini, di Indonesia minat untuk menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase mulai meningkat sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum (UU
Arbitrase). Perkembangan ini sejalan dengan arah globalisasi, di mana
penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah menjadi pilihan pelaku bisnis
untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Selain karakteristik cepat, efisien
dan tuntas, arbitrase menganut prinsip win-lose solution, dan tidak bertele-tele
karena tidak ada lembaga banding dan kasasi.
Biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat. Keunggulan
lain arbitrase adalah putusannya yang serta merta (final) dan mengikat (binding),
selain sifatnya yang rahasia (confidential) di mana proses persidangan dan
putusan arbitrase tidak dipublikasikan. Berdasarkan asas timbal balik putusanputusan arbitrase asing yang melibatkan perusahaan asing dapat dilaksanakan di
Indonesia, demikian pula putusan arbitrase Indonesia yang melibatkan perusahaan
asing akan dapat dilaksanakan di luar negeri.
Berdasarkan sejarah, perkembangan dan tujuan dari Badan Arbitrase Nasional
indonesia (BANI) itu sendiri maka dapat di definisikan bahwasannya Badan
Arbitrase Nasional Indonesia adalah lembaga independen yang memberikan jasa
beragam yang berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain dari

penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Yang dimana terbentuk nya Badan
Arbitrase Nasional Indonesia ini hanya lah semata bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa atau beda pendapat yang terjadi diberbagai sektor perdagangan, industri
dan keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian
sengketa lainnya antara lain di bidang-bidang korporasi, asuransi, lembaga

keuangan, pabrikasi, hak kekayaan intelektual, lisensi, waralaba, konstruksi,
pelayaran / maritim, lingkungan hidup, penginderaan jarak jauh, dan lain-lain.7
Disamping itu perlu dipertegas bahwasanya setiap putusan arbitrase terhadap
penyelesaian sengketa atau beda pendapat pada prinsipnya bersifat final dan
mengikat, tidak ada banding ataupun kasasi.8 Pengaturan putusan arbitrase yang
bersifat final dan mengikat dapat dilihat pada pasal 60, UU No. 30 tahun 1999.
Yaitu jelas dikatakan di dalam

pasal 60 Putusan arbitrase bersifat final dan

mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.9
Mengenai arbitrase pula, maka tidak jarang pula kita jumpai istilah choice of
forum dan choice of law. Maka perlulah diketahui perbedaan antara kedua istilah
ini. Menurut Dr. Eman Suparman10, choice of forum adalah pemilihan yang

dilakukan terhadap instansi peradilan atau instansi lain yang oleh para pihak
ditentukan sebagai instansi yang akan menangani sengketa mereka jika terjadi di
kemudian hari. Jadi, choice of forum hanya merupakan pilihan mengenai di
lembaga mana penyelesaian sengketa akan dilakukan. Sedangkan, untuk choice of
law adalah mengenai hukum apa yang akan dipakai untuk mengadili sengketa
tersebut. Jadi, ketika terjadinya persengketaan diantara para pihak, maka bisa saja
memilih choice of forum di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tetapi
menggunakan rules dari Singapore International Arbitration Center (SIAC) atau
memilih choice of forum di Singapore International Arbitration Center (SIAC),
tetapi menggunakan rules dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Dasarnya adalah kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1338
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2.2.
7

Prosedur Penyelesaian Sengketa Dalam BANI

Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2003, Hal.
171-172.

8
Ibid, Hal. 106.
9
Republik Indonesia,” Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaikan sengketa,” Dalam Munir Fuady, Ibid,
Hal. 159.
10
Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase Dalam Sengketa Komersial Untuk
Penegakan Keadilan, Jakarta, Tatanusa, 2004, Hal. 75.

Kiprah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam upaya
menyelesaikan sengketa bisnis, sejak berdirinya sampai dengan tahun 1995, telah
menyelesaikan banyak perkara dan mengeluarkan 60 putusan. 11 Dan dalam
beracara menyelesaikan perselisihan para pihak, Badan Arbitase Nasional
inonesia memiliki prosedur yang tetap, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.12 Berikut adalah urainnya :13
A. Dimulainya Acara Arbitrase
Acara arbitrase dimulai dengan didaftrakannya surat permohonan untuk
mengadakan arbitrase dalam register BANI oleh sekretaris BANI.
B. Surat Permohonan untuk Mengadakan Arbitrase
Agar suatu perkara untuk dapat diperiksa oleh BANI, haruslah diajukan

surat permohonan arbitrase. Menurut peraturan prosedur Bani, agar surat
permohonan tersebut diterima, maka ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi sebagai berikut:
a) Surat permohonan sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal
sebagai berikut:
1. Nama lengkap dan temapt tinggal/tempat kedudukan kedua
belah pihak.
2. Suatu uraian singkat tengtang kedudukan perkara.
3. Apa yang dituntut.
b) Bersama surat permohonan, dilampirkan juga salinan kontrak
arbitrase atau naskah kontrak yang secara khusus menyerahkan
sengketa kepada arbitrase.
c) Jika diajukan kuasa dari para pihak, maka bersama dengan surat
permohonan, dilampirkan juga surat kuasa khusus.
d) Dalam surat permohona

dapat dipilih seorang arbiter atau

menyerahkan penunjukan arbiter kepada ketua BANI
11

A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Op. Cit, Hal 97
Ibid, Hal 94
13
Munir Fuady, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung, PT. Aditya
Bakti, 2003, Hal. 172-181
12

e) Sebelum dilakukan pendaftaran terhadap permohonan arbitrase,
terlebih dahulu harus dibayar lunas biaya-biaya pendaftaran
C. Jika Permohonan Penyelesaian kepada Arbitrase Ditolak
Sebelum perkara diperiksa, BANI dapat menyatakan menolak (tidak
menerima) permohonan arbitrase jika kontrak arbitrase atau klausula
arbitrase dianggap tidak cukup kuat untuk menjadi dasar kewenangan
BANI. Dalam hal ini, putusan untuk menolak permohonan arbitrase oleh
BANI harus diberitahukan kepada pemohon arbitrase dalam jangka waktu
paling lama 30 hari. Untuk biaya pemeriksaan dalam hal ini haruslah pula
dikembalikan kepada pihak pemohon.
D. Prosedur yang Menyimpang dari Proedur BANI
Pada dasarnya BANI akan menggunakan peraturan prosedur BANI dalam
memeriksa perkaranya. Akan tetapi, apabila para pihak menghendakinya,
BANI dapat menggunakan prosedur yang menyimpang dari prosedur
BANI asalkan persetujuan untuk menyimpang tersebut dinyatakan tegas
secara tertulis.
E. Posedur Penunjukan Arbiter
Mengenai penunjukan arbiter ini terdapat berbagai keemungkinan antara
lain:
a) Yang paling sering dilakukan adalah masing-masing pihak
memilih arbiternya sendiri (yang terdapat dalam list arbiter dar
BANI), dan arbiter ketiga yang kan mengetuai pemeriksaan
ditunjuk oleh ketua BANI atas usulan dari masing-masing arbiter
yang telah ditunjuk oleh para pihak.
b) Masing-masing pihak memilih arbiternya sendiri (yang terdapat
dalam list BANI), dan arbiterketiga merupakan orang luar BANI
yang ditunjuk oleh masingmasing arbiter. Penunjuk arbiter ketiga
diluar ini dimungkinkan asalkan ada izin dari ketua BANI.

c) Pihak pemohon menunjuk arbiternya (yang terdapat dalam list
BANI), tetapi dalam jawabannya, pihak termohon arbitrase tidak
menunjuk arbiternya. Maka dalam hal ini arbiter kedua akan
ditunjuk oleh ketua BANI. Sedangkan arbiter ketiga sebagai ketua
majelis akan ditunjuk oleh ketua BANI dari nama-nama yang
diusulkan oleh arbiter masing-masing pihak.
d) Pihak pemohon atau pihak termohon masing-masing tidak
menunjuk arbiternya. Maka dalam hal ini, ketua BANI akan
menunjuk tim arbitrase 3 orang untuk menangani perkara yang
bersangkutan.
e) Atau jika dalam kasus sederhana, para pihak masing-masing tidak
menunjuk arbiternya, maka ketua BANI akan menunjuk satu orang
arbiter yang akan menjadi arbiter tunggal untuk menangani maslah
tesebut.
f) Salah satu pihak atau kedua belah pihak menunjuk arbiternya
sendiri dari luar list BANI, tetapi meminta ketua BANI untuk
menunjuk arbiter ketiga dari BANI.
F. Arbiter Majelis atau Tunggal
Seperti telah disebutkan bahwa biasanya arbiter berjumlah 3 orang. Akan
tetapi untuk kasus-kasus sederhana, arbiter tunggal malahan lebih sesuai
dan efisien, baik yang dipilih sendiri oleh para pihak dari list BANI
ataupun yang dipilih sendiri ataupun yang dipilih oleh ketua BANI.
Bahkan , meski jarang terjadi, arbiter lebih dari tiga secara teoritis masih
dimungkinkan, misalnya berjumlah 5 orang. Misalnya untuk suatu kasus
besar yang terlalu komplikasi.

G. Perintah Mengahadap di Depan BANI

Apabila ada jawaban dari termohon arbitrase telah disampaikan kepada
pihak pemohon arbitrase, kedua belah pihak dipanggil untuk mengadap di
muka sidang BANI. Sidang BANI tersebut haruslah dilakukan selambatlambatnya 14 hari terhitung sejak penerbitan perintah menghadap oleh
ketua BANI.
H. Jika Termohn Tidak Menyampaikan Jawaban
Mengenai hal ini, jika melewati waktu 30 hari setelah perintah untuk
menanggapai oleh ketua BANI, tetapi termohon juga belum menyerahkan
jawabannya, maka ketua akan memanggil kedua belah pihak untuk datang
menghadap.
I. Tuntutan Reconvensi
Seperti juga dalam pengadilan umum, maka dalam persidangan arbirase
juga dikenal adanya apa yang disebut dengan tuntutan rekonvensi. Karena
itu, peraturan prosedur BANI juga mengenal dan mengatur tentang
tuntutan rekonvensi (tuntutan balasan). Menurut peraturan prosedur BANI,
maka tuntutan rekonvensi dapat dilakukan selambat-lambatnya pada hari
sidang pertama. Dalam hal ini, tuntutan balasan tersebut akan diperiksa
oleh arbitrase yang sama dan akan dihapus bersama-sama dengan tuntutan
asli pemohon arbitrase.
J. Jika Termohon Tidak Datang Menghadap Sidang
Bagaimana halnya pengaturan BANI jika termohon tidak datang
menghadap tanpa suatu alasan yang sah padahal dia sudah dipanggil
secara patut. Dalam hal ini, ketua BANI akan memerintahkan agar
termohon dipanggil sekali lagi pada sidang yang ditetapkan lagi, tetapi
penetapan kedua terhadap hari sidang pertama tersebut selambatlambatnya dalam jangka waktu 14 hari sejak dikeluarkannya perintah
tersebut.

Akan tetapi, jika setelah pemanggilan kedua pihak termohon tidak juga
datang menghadap tanpa alasan yang sah padahal dia sudah dipanggil
secara patut, maka pemeriksaan dilakukan tanpa hadirnya termohon dan
tuntutan pemohon akan dikabulkan, kecuali tuntutan tersebut oleh majelis
arbitrase dianggap tidak berdasarkan hukum atau keadilan.
K. Jika Pemohon Tidak Datang Menghadap
Apabila pada hari yang telah ditetapkan si pemohon tidak datang
menghadap padahal dia telah dipanggil secara patut, maka majelis
arbitrase akan menggurkan permohonan arbitrase. Jadi, jika pemohon
tidak hadir untuk mengadap, tidak ada pemanggilan yang kedua. Hal ini
adalah wajar mengingat pihak pemohon sebagai pihak yang mengambil
inisiatif untuk berperkara seyogianyalah jika dia tetap siap untuk
menerima panggilan dari pihak arbitrase.
L. Perlawanan Pihak Termohon
Apabila putusan dijatuhkan tanpa hadirnya termohon, maka terhadap
putusan tersebut dapat diajukan upaya perlawanan oleh termohon yang
bersangkutan. Pengajuan perlawanan tersebut haruslah dilakukan dalam
jangka waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan.
Upaya perlawanan dilakukan dengan cara yang sama seperti permohonan
arbitrase,

tetapi

terbebas

dari

biaya

pendaftran

dan

biaya

administrasi/pemeriksaan lainnya. Jika setelah dipanggil termohon masih
belumdatang menghadap, maka majelis arbitrase akan menguatkan
putusan yang sudah ada. Akan tetapi apabila kedua belah pihak datang
mengahadap dalam pemeriksaan oleh arbitrase maka sidang dilaksanakan
dari permulaan seperti dalam kasus arbitrase biasa sesuai dengan aturan
yang berlaku untuk BANI.

M. Usaha Perdamaian oleh Arbitrase
Seperti dalam persidangan pada peradilan umum, maka dalam sidang
arbitrase oleh BANI juga terlebih dahulu diusahakan perdamaian antara
kedua belah pihak oleh para arbiter. Jika usaha ini berhasil, dalam artian
para pihak mau berdamai di depan arbitrase, maka majelis arbitrase akan
membuat suatu akta dading (akta perdamaian) dan menghukum kedua
belah pihak untuk mematuhi perdamaian tersebut.
Akan tetapi, apabila usaha ini tidak beerhasil dicapai poleh para [ihak,
maka majelis arbitase akan meneruskan pemeriksaan terhadap materi
sengketa tersebut.
N. Proses Pembuktian
Tetang proses pembuktian di depan BANI, maka berlaku adalah hukum
pem buktian secara umum. Jadi, alat-alat bukti dalam hukum pembuktian
yang umum tetap berlaku. Termasuk pembuktian lewat saksi, saksi ahli,
atau bukti surat.
O. Pemeriksaan Saksi dan/atau Saksi Ahli
Seperti telah disebutkan dalam proses pembuktian dapat didengar saksi
atau saksi ahli. Menurut BANI, pendengaran saksi atau saksi ahli
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Pendengaran saksi ahli dilakukan atas perintah BANI atau atas
permintaan para pihak yang berkepentingan
b) Biaya saksi atau saksi ahli dibebankan terlebih dahulu kepada
pihak yang meminta pemeriksaan saksi atau saksi ahli, dan
pembayarannya harus terlebih dahulu dilakukan kepada sekretaris
BANI
c) Para saksi atau saksi ahli dapat dimintakan untuk mengangakat
sumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangannya.
d) Semua pemeriksaan saksi atau saksi ahli dilakukan secara tertutuo
untuk umum

P. Pemeriksaan Pintu Tertutup
Sebenarnya bukan hanya pemeriksaan saksi atau saksi ahli di depan BANI
yang harus dilakukan secara tertutup, tetapi semua acara dalam proses
arbitrase BANI harus dilakukan secara tertutup. Hal yang sama juga
berlaku untuk hampir seluruh arbitrase yang ada di dunia ini. Dan inilah
salah satu kelebihan arbitrase yang diharapkan agar borok-borok bisnis
dari pihak para pihak yang bersengketa tidak kelihatan keluar.
Q. Pencabutan Permohonan Arbitrase
Seperti dalam proses beracara diperadilan umum, maka berperkara di
arbitrase diperkenankan juga melakukan pencabutan perkara yang sudah
diajukan ke arbitrase tersebut. BANI juga mengenal prosedur pencabutan
permohonan arbitrase oleh pihak pemohon. Dalam hal ini, BANI
menentukan bahwa pencabutan permohonan tersebut diperkenankan
selama belum dijatuhkan putusan. Akan tetapi, jika pihak-pihak termohon
telah memberikan jawbannya, maka pencabutan permohonan tersebut
hanya diperbolehkan jika ada persetujuan dari pihak termohon.
R. Biaya Arbitrase Jika permohonan Dicabut
Mengenai biaya pemeriksaan yang sudah diberikan kepada arbitrase dalam
hal dicabutnya permohonan arbitrase, BANI menentukan sebagai berikut:
a) Jika pemeriksaan belum dimulai, maka biaya pemeriksaan
dikembalikan seluruhnya kepada pemohon.
b) Jika pemeriksaan sudah dimulai, maka biaya pemeriksaan
dikembalikan sebagian yang jumlahnya akan ditetapkan oleh ketua
BANI.
S. Penutupan Pemeriksaan
Apabila pemeriksaan sudah selesai dilakukan dan oleh pihak majelis
arbitrase dianggap sudah cukup, maka pemeriksaan segera dinyatakan

tutup oleh ketua. Dengan demikian, tidak ada lagi pemeriksaan dalam
bentuk apapun terhadap siapapun.
T. Pengambilan dan Pengucapan Putusan
Pada waktu atau setelah pemeriksaan ditutup oleh ketua, maka ketua
menetapkan hari sidang untuk mengucapkan putusan yang akan diambil.
Dalam hal ini, demi menjaga kepastian hukum, maka menurut BANI,
majelis arbitrase harus sudah mengambil (dan mengucapkan) putusan
dalam tenggang waktu 1 bulan setelah ditutupnya pemeriksaan.
U. Ekesekusi Putusan Arbitrase
Prosedur untuk eksekusi menurut BANI adalah pertama sekali
dipersilahkan pihak yang kalah untuk melaksanakan sendiri putusan
arbitrase tersebut. Akan tetapi, tetu saja dalam praktek, pihak yang kalah,
pihak yang kalah terutama jika tidak puas dengan putusan arbitrase, tidak
akan melaksanakan putusan tersebut secara suka rela. Bahkan, mungkin
akan memperlambat atau menghambat pelaksaan putusan tersebut. Oleh
karena itu, dalam putusan terhadap permohonan arbitrase yang
bersangkutan ditentukan dalam jangka waktu pemenuhan (pelaksanaan)
putusan itu. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan putusan
tersebut belum juga dilaksanakan oleh para pihak yang berkewajiban
melaksanakan putusan itu, maka ketua BANI akan menyerahkan putusan
tersebut kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan putusan, bila perlu
secara paksa, sesuai hukum acara yang berlaku untuk eksekusi suatu
putusan

pengadilan

umum.

Jadi,

arbitrase

sama

kekuatan

dn

konsekuensinya dengan suatu dari badan peradilan umum.
V. Biaya Arbitrase
Mengenai biaya yang mesti dikeluarkan untuk suatu arbitrase BANI,
komponen biayanya adalah sebagai berikut:

a) Biaya pendaftaran permohonan: ditetapkan dengan sejumlah uang
tertentu
b) Biaya

administrasi/pemeriksaan

konpensasi/rekonpensasi:

ditetapkan dengan sejumlah uang uang tertentu yang besarnya
menurut besarnya tuntutan, tetapi ada batas maksimum
c) Biaya/fee arbiter: ditetapkan dengan suatu persentase tertentu dari
besarnya tuntutan, yang besarnya presentase bervariasi menurut
besarnya tuntutan tersebut.
d) Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi/saksi ahli ditetapkan
dengan jumlah uang tertentu. Dibebankan kepada pihak yang
meminta saksi/saksi ahli tersebut.
e) Biaya perjalanan (untuk pemeriksaan setempat) oleh arbitrase
dihitung sesuai kebutuhan dan dibebankan kepada masing-masing
pihak secara sama
f) Biaya untuk pendapatan BANI yang mengikat (binding advice),
dihitung sesuai dengan kebutuhan menurut berat ringannya
persoalan.
g) Biaya eksekusi (secara paksa) ditetapkan sesuai kebutuhan oleh
ketua BANI bersama dengan ketua Pengadilan negeri yang
bersangkutan sesuai dengan kebutuhan dan akan dibebankan
kepada pihak yang tidak mau melaksanakan eksekusi secara suka
rela.
W. Pemikul Beban Biaya
Mengenai

pihak

mana

yang

harus

memikul

beban

biaya

administrasi/pemeriksaan berlaku ketetantuan sebagai berikut:
a) Dipikul oleh Termohon
Menurut BANI, biaya administrasi dan biaya pemeriksaan
dibebankan seluruhnya kepada termohon dalam hal permohonan
dikabulkan oleh majelis arbitrase atau pendirian pemohon
sepenuhnya dibenarkan

b) Dipikul oleh Pemohon
Apabila tuntutan dari pemohon ditolak oleh majelis arbitrase, maka
seluruh beban biaya dibebankan kepada pihak pemohon tersebut
c) Dipikul bersama-sama oleh Pemohon dan Termohon
Akan tetapi, adakalanya tuntutan dari pihak pemohon arbitrase
sebagian diterima dan sebagiannya lagi ditolak. Maka dalam kasus
seperti ini, beban biaya administrasi dan pemeriksaan dipikul
kepada kedua belah pihak menurut ketetapan yang dianggap adil
oeh BANI.
d) Honor bagi Arbiter
Berbeda dengan hakim-hakim pada badan-badan peradilan umum,
maka pihak arbiter berhak untuk mendapat honor. Menurut BANI,
honor bagi arbiter ini selamanya ditanggung bersama oleh pihak
pemohon dan termohon, masing-masing sebagian.

2.3.

Eksistensi Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di Indonesia
Rahmat Rosyadi dan Ngatino (2002 :97) menjelaskan 14 bahwa kiprah Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam upaya menyelesaikan sengketa
bisnis, sejak berdirinya sampai dengan tahun 1995, telah menyelesaikan
perkara dan mengeluarkan 60 (enam puluh) putusan. Perkara-perkara itu
banyak yang berkenaan dengan sengketa-sengketa tentang kontrak-kontrak
kontruksi 60%, perdagangan 20%, asuransi 10%, dan lain-lain 10%. Beberapa
dari putusan tersebut melibatkan perusahaan-perusahaan asing, sedangkan
sisanya berkaitan dengan kontrak-kontrak dalam negeri. Cukup banyak jumlah
aplikasi telah ditolak oleh BANI kerena tidak memenuhi persyaratan yang
mengharuskan adanya klausula abitrase dalam perjanjian tentang sengketa
atau perjanjian yang terpisah antara kedua belah pihak berkenaan dengan
penyelesaian sengketa oleh BANI. Selama berdirinya BANI, BANI belum

14

A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Op. Cit.

cukup menangani kasus-kasus penyelesaian sengketa. Selama beberapa tahun
pertama sejak lahirnya, BANI telah memfokuskan kegiatan-kegiatannya pada
aspek keorganisasian dari lembaga tersebut dalam memperkenalkan konsep
arbitrase kepada masyarakat bisnis, perdagangan dan industri Indonesia.
Namun, satu hal yang dapat dibanggakan bahwa peningkatan yang tajam dari
jumlah kasus yang ditangani oleh BANI telah berlangsung selama tiga tahun
yang lalu 17 kasus. Fakta ini menunjukan perkembangan arbitrase
perdagangan yang membersarkan hati.15

15

M. Husyein Umar dan A. Supriyadi Kardono, Hukum Dan Lembaga Arbitrase
Indonesia, 1995, Dalam A. Rahmat Rosyadi, Op. Cit.

BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Dewasa ini kebutuhan akan adanya badan arbitrase di suatu negara
mrupakan hal mutlak. Negara yang memiliki intensitas perdagangan yang tinggi
baik dalam ruang lingkup nasional maupun internasional haruslah memiliki badan
independen yang mampu memutuskan suatu persengketaan dengan cepat, murah,
serta memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Maka dari itu Indonesia
menjawab hal itu dengan mendirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI). BANI sendiri memiliki sejarah dalam perkembangannya di Indonesia.
Bukan hanya itu, BANI juga memiliki tata cara dan prosedur dalam
menyelesaikan persengketaan. Di dalam badan arbitase, tidak jarang kita jumpai
istilah choice of forum dan choice of law, maka para pihak haruslah jeli dalam
menentukan tata cara serta prosedur penyeleseain sengketa yang diatur di dalam
klausula penyelesaian sengketa yang disetujui oleh para pihak. Penentuan choice
of forum dan choice of law diatur berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Maka,
tidak ada satu regulasi pun yang mengharuskan penyelesaian sengketa
menggunakan hukum national salah satu pihak.
Seperti yang kita ketahui, walaupun BANI sudah cukup lama berdiri
diIndonesia, tetap saja BANI belum banyak meyelesaikan persengketaan berskala
internasional. Para pihak yang bersengkata dalam skala internasional tadi pun
lebih memilih badan arbitrase negara lain, seperti Singapore International
Arbitration Center (SIAC). Menurut penulis, mungkin saja permasalahan yang
timbul pada BANI terhadap banyak atau tidaknya sengketa berskala internasional
adalah dikarekan nama dari BANI itu sendiri. Tidak menutup kemungkinan pihak
lain mengartikan BANI itu sendiri dengan Badan Arbitrse Indonesia yang
menggunakan hukum Indonesia di dalamnya. Karena kalau lah kita menjadikan
sumber daya manusia sebagai alasan pihak lain kurang percaya terhadap kerja

BANI, maka hal ini sangatlah tidak masuk akal, hal ini dikarenakan penulis
meyakini bahwa Indonesia memiliki arbitrator yang cukup berkompeten dalam
menyelesaikan sengketa Internasional. Untuk itu, harapannya kedepan BANI bisa
menjadi badan arbitrase yang eksistensinya tidak kurang dari yang dimiliki oleh
SIAC, harapan lainnya agar BANI bisa menagangi kasus-kasus persengketaan
internasional, serta di kemudian hari, eksistensi BANI dapat diakui masyarakat
internasional.

DAFTAR PUSTAKA

A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino. 2002. Arbitrase Dalam Perspektif
Islam Dan Hukum Positif. Bandung. PT Citra Aditya Bakti.
Eman Suparman. 2004. Pilihan Forum Arbitrase Dalam Sengketa
Komersial Untuk Penegakan Keadilan. Jakarta. Tatanusa.
Margaret L. Moses. 2008. The Principles and Practice of International
Commercial Arbritation. New York. Cambridge University Press.
Munir

Fuady.

2003.

Alternatif

Penyelesaian

Sengketa

Bisnis.

Bandung. PT Aditya Bakti.
Munir Fuady. 2003. Arbitrase Nasional. Bandung. PT Citra Aditya
Bakti.
Rahmat Rosyadi, 2002. Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.